Professional Documents
Culture Documents
Group Paper
Lecturer:
Prof. Dr. Mudrajad Kuncoro Ph.D
Oleh:
Ermy Puspa Yunita
Febri Kuntarto
Franseda
Ryan Abdi Gunawan
Dinamika perekonomian global saat ini masih diliputi oleh nuansa ketidakpastian
yang tinggi yang tercermin dari perubahan yang berlangsung sangat cepat dan sulit
diprediksi kedalamannya. Perlambatan ekonomi negara maju yang merupakan episentrum
dari krisis keuangan global secara cepat merambat ke perekonomian negara-negara
berkembang.
Di tengah situasi perekonomian global yang demikian mencemaskan, ekonomi
Indonesia masih mampu menunjukkan kinerja yang baik dengan tetap tumbuh sebesar 6,1
% pada tahun 2008, walaupun dampak krisis sudah dirasakan di triwulan IV-2008.
Dari kajian dan riset yang dilakukan beberapa media, diprediksikan Indonesia
akan mengalami pertumbuhan ekonomi yang semakin positif di atas tahun 2009. Hal ini
beralasan karena sejak 2004 hingga saat ini ekonomi Indonesia tetap kokoh. Juga
diperkuat dengan stabilnya ekonomi Indonesia di tengah krisis keuangan dunia.
Kondisi ini semakin meningkatkan penguatan nilai tukar rupiah dan memberikan
nuansa iklim usaha yang kondusif. Faktor ekspektasi atau peluang pasar itu yang
berpengaruh besar terhadap semakin meningkatnya nilai tukar rupiah.
Tantangan ekonomi ke depan relatif berat. Ada beberapa tantangan yang harus
dilihat dan menjadi perhatian bagi pemerintah yang terpilih. Pertama, terkait kebijakan
stimulus fiskal, pengelolaan keuangan, moneter sebagai fondasi untuk pemulihan
ekonomi.
Sementara itu, peran sektor perbankan dalam mendukung perekonomian nasional
ke depan sangat dibutuhkan terutama dalam menggairahkan sektor riil dan juga UKM.
Penurunan BI rate akan mampu menggenjot ekonomi Negara di Negara ekonomi
terbesar di Asia Tenggara. Beberapa bulan terakhir ini BI memutuskan untuk
menurunkan kembali BI rate untuk 5 bulan berturut-turut.Keputusan kembali
dipangkasnya BI rate berkaitan dengan tingkat inflasi yang mulai melunak. Pada bulan
maret lalu, inflasi bulanan hanya sebesar 0.22%. Dengan tingkat inflasi rendah ini, aman
bagi BI untuk menurunkan suku bunga guna menggenjot konsumsi.
Untuk menggenjot ekonomi Indonesia, pemerintah Indonesia di bawah Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono telah mengeluarkan rencana untuk menggelontorkan paket
stimulus fiscal yang mencapai 1.3% dari total GDP, atau sekitar 71 triliun rupiah.
Tentang sejauh mana stimulus fiscal dan penurunan BI rate dapat membantu
pemulihan perekonomian di tahun 2009, dari beberapa peristiwa yang telah terjadi,
stimulus moneter dalam bentuk penurunan suku bunga acuan oleh BI lebih berpotensi
mendorong perekonomian daripada stimulus fiscal. Efektivitas stimulus moneter kian
meningkat jika perbankan lebih cepat menurunkan suku bunga kredit. Stimulus moneter
dalam bentuk penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia, atau BI Rate, yang diikuti
penurunan suku bunga kredit dapat memberikan dampak lebih signifikan dalam
mendorong perekonomian. Alasannya, penurunan suku bunga dapat dinikmati semua
pihak, dunia usaha, maupun masyarakat Dijelaskan, penurunan suku bunga kredit
biasanya langsung direspons dengan meningkatnya permintaan kredit (Danareksa
Research Institute).
Menurut analis Vibiz Research dari Vibiz Consulting menilai bahwa BI masih
memiliki ruang yang cukup besar untuk menurunkan suku bunga, terakhir menghadapi
PEMILU yang baru saja dilewati oleh bangsa Indonesia, Presiden SBY juga kembali
menggelontorkan stimulus fiscal. Stimulus moneter lebih ampuh untuk membangkitkan
perekonomian dalam masa krisis seperti saat ini (Steve Hanke). Beberapa sumber
menyebutkan, BI masih memiliki amunisi stimulus moneter cukup besar, mengingat suku
bunga acuan BI masih berada di level cukup besar, yakni 8,25 persen. Sejauh ini,
penurunan suku bunga acuan BI relatif belum efektif meningkatkan gairah du-nia usaha
dan belanja masyarakat Hal itu karena penurunan suku bunga acuan BI yang dilakukan
sejak Desember 2008 belum seluruhnya direspons perbankan dalam bentuk penurunan
suku bunga kredit Dengan berbagai langkah dari BI dan pemeritah, ditambah keyakinan
pasar diharapkan ekonomi Indonesia akan dapat survive di tengah tenganan krisis
ekonomi saat ini dan membantu pemulihan ekonomi kedepannya.
Perlambatan ekonomi yang dialami karena krisis ekonomi global telah membawa
dampak bagi perekonomian negara-negara yang terkait secara ekonomi dengan negara-
negara yang terkena krisis global, antara lain dalam hubungannya dengan perdagangan
(ekspor), dan tingkat investasi di Indonesia. Demi menyelematkan Indonesia dari dampak
krisis global maka pemerintah Indonesia menyiapkan beberapa kebijakan ekenomi yang
terkait dengan kebijakan fiskal dan kebijakan moneter.
Kebijakan Moneter
Kebijakan Moneter adalah kebijakan pemerintah untuk mengendalikan jumlah uang
beredar, tingkat bunga, dan perkreditan dalam rangka mengendalikan
perekonomian.Kebijakan moneter Indonesia diputuskan dan dilakukan oleh Bank Sentral
yaitu Bank Indonesia.
Jenis-jenis Kebijakan Moneter
1. Kebijakan moneter ketat (tight money policy) untuk mengurangi/membatasi jumlah
uang beredar. Kebijakan ini dilakukan pada saat perekonomian mengalami inflasi.
2. Kebijakan moneter longgar (easy money policy) untuk menambah jumlah uang
beredar. Kebijakan ini dilakukan untuk mengatasi pengangguran dan meningkatkan
daya beli masyarakat (permintaan masyarakat) pada saat perekonomian mengalami
resesi atau depresi.
Perangkat/Sarana/Instrumen Kebijakan Moneter
1. Cadangan wajib minimum (reserve requirement) atau Giro Wajib Minimum (GWM).
2. Kebijakan diskonto (discount policy) dengan menaikan atau menurunkan tingkat
bunga diskonto.
3. Operasi pasar terbuka (open market operation) dengan jual beli surat-surat berharga
seperti SBI (Sertifikat Bank Indonesia), SBPU (Sertifikat Berharga Pasar Uang), dan
lain-lain.
4. Kredit selektif dengan memprioritaskan pemberian kredit pada sektor-sektor tertentu.
5. Himbauan moral (moral suasion).
untuk Indonesia, sudah terlalu banyak kesalahan dalam kebijakan moneter yang kita buat
di masa yang lalu akibat kita tidak cukup memahami mengenai peran bank dan pasar
kredit dalam perekonomian.
Agar dapat mencapai sasaran, otoritas moneter harus memahami komplet soal
bagaimana sektor perbankan akan bereaksi terhadap perubahan dalam kebijakan moneter.
Dalam ilmu ekonomi moneter konvensional, peran bank hanya diperhitungkan
dari sisi kewajibannya. Broad money (M2) didefinisikan sebagai penjumlahan uang
kartal, giro, tabungan (saving deposit), dan deposito (time deposit). Definisi ini hanya
mengukur uang dari sisi transactional demand dan spending power para penabung.
Konsep ini jelas meniadakan peran bank sebagai lembaga intermediasi keuangan, yaitu
pengumpul dana masyarakat yang sekaligus merangkap sebagai penyalur kredit.
Kebijakan Fiskal
Kebijakan fiskal (Fiscal Policy) adalah kebijakan pemerintah dengan
menggunakan belanja negara dan perpajakan dalam rangka menstabilkan perekonomian.
Tujuan dari kebijakan fiskal yaitu:
1. Untuk meningkatkan produksi nasional (PDB) dan pertumbuhan ekonomi.
2. Untuk memperluas lapangan kerja dan mengurangi pengangguran.
3. Untuk menstabilkan harga-harga barang, khususnya mengatasi inflasi.
Semasa Pemerintahan Orde Baru, Indonesia menganut sistem fixed exchange rate
atau sistem nilai tukar tetap. Tetapi pada Pemerintahan berikutnya sampai sekarang,
sistem yang dianut telah berubah menjadi sistem floating exchange rate atau sistem nilai
tukar mengambang. Dengan sistem ini nilai tukar rupiah menjadi bergantung pada supply
dan demand di pasar. Hal ini berbeda dengan sistem fixed exchange rate dimana Bank
Indonesia berkewajiban menjaga Rupiah konstan dengan aktif membeli dan menjual
valas untuk menghadapi supply dan demand yang berubah-ubah.
Keluarnya arus investasi asing dari Investasi, menyebabkan penjualan aset-aset
investasi keuangan baik yang ditanam dalam instrumen SUN maupun dalam portofolio
saham. Hal ini juga ditunjukkan melalui menurunnya kapitalisasi pasar di bursa efek
Indonesia. Menurut sumber dari Bappepam, pada puncak krisis global arus investasi
asing yang keluar dari Indonesia signifikan menggerus kapitalisasi pasar di BEI.
Namun hal itu tidak terjadi karena negara lain juga mengalami hal yang sama seperti
Indonesia dimana mata uangnya juga mengalami depresiasi. Krisis global membuat daya
beli masyarakat di setiap negara pada umumnya menurun. Sehingga Depresiasi tidak
serta merta membuat ekspor Indonesia meningkat, bahkan ekspor justru turun.
Berdasarkan laporan BPS awal Maret 2009 lalu, disebutkan bahwa nilai ekspor Indonesia
pada Januari 2009 hanya sebesar USD 7,15 miliar. Angka ini turun 17,7% dibandingkan
nilai ekspor pada Desember 2008 sebesar USD 8,69 miliar. Bahkan, jika dibandingkan
dengan Januari 2008, nilai penurunannya lebih besar lagi, yakni sebesar 36%.
Aplikasi Kebijakan Moneter dan Fiskal Terhadap Resistensi dan Pemulihan Krisis
Global.
Krisis global yang melanda keuangan dunia, ditakutkan akan membawa dampak
bagi perekonomian Indonesia, hal yang ditakutkan adalah kolapsnya industri Indonesia
akibat menurunnya permintaan luar negeri, melemahnya daya beli konsumen dalam
negeri sehingga berujung pada pemutusan hubungan kerja besar-besaran akibat tutupnya
industri-industri terkait. Melambatnya industri dan pengangguran baru akan
menimbulkan dampak sosial, karena tentunya hal tersebut akan menjadi beban dan
tanggungan pemerintah. Untuk menyelamatkan industri maka pemerintah menyiapkan
paket kebijakan baik melalui kebijakan moneter maupun stimulus fiskal.
Neraca Perdagangan Luar Negeri Indonesia Pra dan Krisis Global
PT. Roda Cipta Semesta. Stimulus Moneter Lebih Potensial, Penyaluran Kredit oleh BI
Perlu Dipertimbangkan. Kompas. 17 Februari 2009.
http://www.fiskal.depkeu.go.id/webbkf/link.asp?link=1140000
http://www.fiskal.depkeu.go.id/webbkf/link.asp?link=1160000
http://statistik.ptkpt.net/_a.php?_a=pbb&info1=1
http://www.tarif.depkeu.go.id/Ind/
www.vibiznews.com/articles