You are on page 1of 36

1

MAKALAH KIMIA MEDISINAL


Hubungan Kuantitatif Struktur dan Aktivitas Obat Diuretik


Disusun Oleh :
G 701 11 051 IKALIANA
G 701 11 053 FANI OKTAVIANI
G 701 11 054 SUMARNI
G 701 11 055 FANNY AMELIA S.
G 701 11 056 PRAMITA PUTRI
Kelompok :
I ( Satu )
Dosen Penanggung jawab :
Yuliet, S.Si., M.Si., Apt.

PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat hidayah dan
rahmat-Nya yang diberikan kepada kami berupa kesehatan rohani dan jasmani
sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah Kimia Medisinal yang berjudul
Hubungan Kuantitatif Struktur dan Aktivitas Obat Diuretik, yang dapat
diselesaikan dengan baik.
Dalam menyelesaikan penulisan makalah ini, kami banyak menemukan
hambatan, tetapi berkat dukungan dan bantuan dari pihak-pihak yang telah
membantu serta para dosen-dosen farmasi yang telah banyak membantu kami
dengan baik, kami dapat menyelesaikannya dengan baik. Untuk itu tidak lupa
kami mengucapkan terimakasih kepada orang-orang yang telah membantu dalam
membuat makalah ini hingga makalah kimia medisinal ini dapat terselesaikan
dngan baik.
Tidak lupa kami menyadari bahwa penulisan makalah ini masih belum
sempurna, oleh karena itu untuk memperbaiki makalah ini kami mengharapkan
kritik-kritik dan saran-saran yang membangun. Semoga makalah ini bermanfaat
bagi kami khususnya dan para pembaca pada umumnya, serta dapat dimanfaatkan
dengan baik untuk menjadi pedoman bagi mata kuliah kimia medisinal
selanjutnya. Atas perhatiannya diucapkan terima kasih.


Palu, 16 Mei 2014


Kelompok I

3
DAFTAR ISI

Sampul ................................................................................................................ 1
Kata Pengantar .................................................................................................... 2
Daftar Isi.............................................................................................................. 3
Bab. I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang............................................................................. 4
1.2 Tujuan .......................................................................................... 5
1.3 Rumusan Masalah ....................................................................... 5
Bab. II Pembahasan
2.1 Diuretika ...................................................................................... 6
2.2 Kelompok Pembagian Diuretika ................................................. 6
2.3 Mekanisme Kerja Diuretik .......................................................... 8
2.4 Masalah yang Timbul pada Pemberian Diuretik ......................... 9
2.5 Hubungan Struktur dan Aktivitas Obat Diuretik ......................... 13
Bab III. Penutup
3.1 Kesimpulan ..................................................................................... 35
DAFTAR PUSTAKA


4
B A B I
P E N D A H U L U A N

I.1 Latar Belakang
Diuretika adalah zat-zat yang dapat memperbanyak pengeluaran
kemih (diuresis) melalui kerja langsung terhadap ginjal. Obat-obat lainnya
yang menstimulasi diuresis dengan mempengaruhi ginjal secara tidak
langsung termasuk dalam definisi ini, misalnya zat-zat yang memperkuat
kontraksi jantung (digoksin,teofilin), memperbesar volume darah (dekstran)
atau merintangi sekresi hormon antidiuretik ADH (air,alkohol). Jika pada
peningkatan ekskresi garam- garam maka diuretika ini dinamakan saluretika
atau natriuretika (diuretika dalam arti sempit).
Walaupun kerjanya pada ginjal, diuretika bukan obat ginjal, artinya
senyawa ini tidak dapat memperbaiki atau menyembuhkan penyakit ginjal,
demikian juga pada pasien insufisiensi ginjal jika diperlukan dialisis, tidak
akan dapat ditangguhkan dengan penggunaan senyawa ini. Beberapa
diuretika pada awal pemgobatan justru memperkecil ekskresi zat-zat penting
urin (dengan mengurangi laju filtrasi glomerulus) sehingga akan
memperburuk insufisiensi ginjal. Fungsi utama diuretik adalah untuk
memobilisasi cairan udema, yang berarti mengubah keseimbangan cairan
sedemikian rupa sehingga cairan ekstrasel kembali menjadi normal.
Urin diekskresikan oleh ginja. Unit fungsional dari ginjal adalah
neufron, yang terdiri dari glomerulus, tubulus proksimalis dan distalis, loop
of henle dan saluran pengumpul.. Diuretika mempengaruhi tiga proses
fisiologis dalam pengangkutan elektrolit, yaitu pada filtrasi glomerulus ,
absorpsi kembali ditubulus atau loop of henle dan sekresi ditubulus.



5
I.2 Tujuan
1. Mengetahui dan memahami apa yang dimaksud diuretika.
2. Mengetahui dan memahami kelompok pembagian diuretika.
3. Mengetahui dan memahami mekanisme kerja diuretik.
4. Mengetahui dan memahami masalah yang timbul pada pemberian
diuretik.
5. Mengetahui dan memahami Hubungan Kuantitatif Struktur dan
Aktivitas (HKSA) obat diuretik.
I.3 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan diuretika?
2. Apa saja kelompok pembagian diuretika?
3. Bagaimana mekanisme kerja diuretik?
4. Apa saja masalah yang timbul pada pemberian diuretik?
5. Bagaimana Hubungan Kuantitatif Struktur dan Aktivitas (HKSA)
obat diuretik?




6
B A B II
P E M B A H A S A N

II.1 Diuretika
Diuretika adalah senyawa yang dapat meningkatkan volume urin.
Diuretika bekerja terutama dengan meningkatkan ekskresi ion-ion Na
+
, Cl
-
,
HCO
3
-
, yang merupakan elektrolit utama dalam cairan luar sel. Diuretika
juga menurunkan absorbsi kembali elektrolit di tubulus renalis dengan
melibatkan proses pengangkutan aktif. Diuretika terutama digunakan untuk
mengurangi sembab (edema) yang disebabkan oleh meningkatnyajumlah
cairan luar sel, pada keadaan yang berhubungan kegagalan jantung
kongestif, kegagalan ginjal, oligourik, sirosis hepatik, keracunan kehamilan,
glaukoma, hiperkalsemi, diabetes insipidus dan sembab yang disebabkan
oleh penggunaan jangka panjang kortikosterpoidatau estrogen. Diuretika
juga digunakan sebagai penunjang pada pengobatan hipertensi.
II.2 Kelompok Pembagian Diuretika
Berdasarkan efek yang dihasilkan diuretika dibagi menjadi tiga
kelompok yaitu :
1. Diuretika yang hanya meningkatkan ekskresi air dan tidak
mempengaruhi kadar elektrolit tubuh.
2. Diuretika yang dapat meningkatkan ekskresi Na
+
(natriuretik),
3. Diuretika yang dapat meningkatkan ekskresi Na
+
dan Cl
-
( saluretik).
Secara umum diuretika dibagi menjadi tujuh kelompok yaitu
diuretika osmotik, diuretika pembentuk asam, diuretika merkuri organik,
diuretika penghambat karbonik anhidrase, diuretika turunan tiazida,
diuretika hemat kalium dan diuretika loop. Maka, dalam makalah ini akan
dibahas mengenai hubungan kuantitatif struktur dan aktivitas obat-obat
golongan diuretik.

7
Ada tiga faktor utama yang mempengaruhi respon diuretik ini.
Pertama, tempat kerja diuretik di ginjal. Diuretik yang bekerja pada daerah
yang reabsorbsi natrium sedikit, akan memberi efek yang lebih kecil bila
dibandingkan dengan diuretik yang bekerja pada daerah yang reabsorbsi
natrium banyak. Kedua, status fisiologi dari organ. Misalnya dekompensasi
jantung, sirosis hati, gagal ginjal. Dalam keadaan ini akan memberikan
respon yang berbeda terhadap diuretik. Ketiga, interaksi antara obat dengan
reseptor. Berdasarkan cara bekerja, ada beberapa jenis diuretik yang
diketahui pada saat ini. Antara lain :
1. Diuretik osmotik dan Aquaretics. Obat-obat ini hanya direabsorpsi
sedikit oleh tubuli, hingga rabsorpsi air juga terbatas. Efeknya adalah
diuresis osmotik dengan ekskresi air kuat dan relatif sedikit ekskresi
Na+. Contoh : manitol, glukosa, sorbitol, sukrosa, dan urea.
2. Penghambat karbonik anhidrase ginjal. Diuretik jenis ini merintangi
enzim karbonanhidrase di tubuli proksimal, sehingga disamping
karbonat, juga Na+ dan K+ diekskresikan lebih banyak, bersamaan
dengan air. Khasiat diuretiknya hanya lemah, setelah beberapa hari
terjadi tachyfylaxie, maka perlu digunakan secara selang seling
(intermittens). Contoh : asetazolamida.
3. Diuretik derifat tiasid. Efeknya lebih lemah dan lebih lambat, tetapi
bertahan lebih lama (6-48 jam) dan terutama digunakan pada terapi
pemeliharaan hipertensi dan kelemahan jantung (decompensatio
cordis). Obat-obat ini memiliki kurva dosis-efek datar, artinya bila dosis
optimal dinaikkan lagi efeknya tidak bertambah (diuresis, penurunan
tekanan darah). Contoh : hidroclorotiazid, talidon, indapamida dan
klopamida.
4. Diuretik loop. Obat-obat ini berkhasiat kuat dan pesat tetapi agak
singkat (4-6 jam). Banyak digunakan pada keadaan akut, misalnya pada
udema otak dan paru-paru. Memperlihatkan kurva dosis-efek curam,
artinya bila dosis dinaikkan efeknya senantiasa bertambah. Contoh :
furosemida, bumetanida dan etakrinat.

8
5. Diuretik hemat kalium (Potassium Sparing Diuretic). Efek obat ini
hanya lemah dan khusus digunakan terkombinasi dengan diuretika
lainnya guna menghemat ekskresi kalium. Aldosteron menstimulasi
reabsorpsi Na+ dan ekskresi K+ ; proses ini dihambat secara kompetitif
oleh obat-obat ini. Amilorida dan triamteren dalam keadaan normal
hanya lemah efek ekskresinya mengenai Na+ dan K+. Tetapi pada
penggunaan diuretika loop tiazid terjadi ekskresi kalium dengan kuat,
maka dengan pemberian bersama penghemat ekskresi kalium ini
menghambat ekskresi K+ dengan kuat pula. Mungkin juga ekskresi dari
magnesium dihambat.
6. Diuretik merkuri organik.
7. Diuretik pembentukan asam. Diuretika pembentuk asam adalah
senyawa anorganik yang dapat menyebabkan urin bersifat asam dan
mempunyai efek diuretik. Senyawa golongan ini efek diuretiknya lemah
dan menimbulkan asidosis hiperkloremik sistemik. Efek samping yang
ditimbulkan antara lain iritasi lambung, penurunan nafsu makan, mual,
asidosis dan ketidaknormalan fungsi ginjal. Contoh : amonium klorida,
amonium nitrat dan kalsium klorida.
II.3 Mekanisme Kerja Diuretik
Kebanyakan diuretika bekerja dengan mengurangi reabsorpsi natrium,
sehingga pengeluarannya lewat kemih diperbanyak. Obat-obat ini bekerja
khusus terhadap tubuli tetapi juga di tempat lain, yakni di:
1. Tubuli proksimal. Ultrafiltrat mengandung sejumlah besar garam yang di
sini direabsorpsi secara aktif untuk kurang lebih 70% antara lain ion Na+
dan air, begitu pula dengan glukosa dan ureum. Karena reabsorpsi
berlangsung secara proporsional, maka susunan filtrat tidak berubah dan
tetap isotonis terhadap plasma. Diuretika osmotis (manotol,sorbitol)
bekerja di sini dengan merintangi reabsorpsi air dan juga natrium.
2. Lengkungan henle. Di bagian menaik dari Henles loop ini kurang lebih
25% dari semua ion Cl- yang telah difiltrasi direabsorsi secara aktif,

9
disusul dengan reabsorpsi pasif dari Na+ dan K+ tetapi tanpa air, hingga
filtrat menjadi hipotonis. Diuretika loop seperti furosemida, bumetanida
dan etakrinat bekerja terutama di sini dengan merintangi transpor Cl- dan
demikian reabsorpsi Na+. Pengeluaran K+ dan air juga diperbanyak.
3. Tubuli distal. Di bagian pertama segmen ini, Na+ direabsorpsi secara
aktif pula tanpa air hingga filtrat menjadi lebih cair dan lebih hipotonis.
Senyawa thiazida dan klortalidon bekerja di empat ini
denganmemperbanyak ekskresi Na+ dan Cl- sebesar 5-10%. Di bagian
kedua segmen ini, ion Na+ ditukarkan dengan ion K+ atau NH4+. Proses
ini dikendalikan oleh hormon anak ginjal aldosteron. Antagonis
aldosteron (spirolakton)dan zat penghemat kalium (amilorida, triamteren)
bertitik kerja di sini dengan mengakibatkan ekskresi Na+ kurang dari 5%
dan retensi K+.
4. Saluran pengumpul. Hormon antidiuretik ADH (vasopresin) dari
hipofisis bertitik kerja di sini dengan jalan mempengaruhi permeabilitas
bagi air dari sel-sel saluran ini.
II.4 Masalah yang Timbul pada Pemberian Diuretik
1. Hipokalemia Sekitar 50% kalium yang difiltrasi oleh glomerulus akan
direabsorbsi di tubulus proksimal dan sebagian besar dari sisanya
direabsorbsi di ascending limb loop dari Henle. Hanya 10% yang
mencapai tubulus konvolutus distal. Kalium ada yang disekresi di pars
recta tubulus distal. Terjadinya hipokalemia pada pemberian diuretik
disebabkan oleh:
Peningkatan aliran urin dan natrium di tubulus distal, meningkatkan
sekresi kalium di tubulus distal.
Peningkatan kadar bikarbonat (muatan negatip meningkat) dalam
tubulus distal akibat hambatan reabsorbsi di tubulus proksimal oleh
penghambat karbonik anhidrase akan meningkatkan sekresi kalium di
tubulus distal.

10
Diuretik osmotik akan menghambat reabsorbsi kalium di tubulus
proksimal.
Diuretik loop juga menghambat reabsorbsi kalium di thick ascending
limb.
Hipokalemia akibat pemberian diuretik dapat menyebabkan :
1. Gangguan toleransi glukosa. Hipokalemia menghambat pengeluaran
insulin endogen.
2. Hepatik ensefalopati. Pemberian diuretik harus hati-hati pada keadaan
hati yang dekompensasi.
3. Artimia. Bila penderita sedang mendapat digitalis, hipokalemia dapat
merangsang terjadinya aritmia. Penambahan kalium hanya diberikan
bila:
a. Kadar kalium darah kurang dari 3 meq/1.
b. Dekompensasi hati yang mendapat diuretik (bukan Spironolakton).
c. Penderita yang mendapat digitalis.
2. Hiperkalemia Pemberian diuretik jenis potassium-sparing akan
meningkatkan- kadar kalum darah. Ada 3 jenis diuretik ini yaitu
Spironolakton,. Amiloride, Triamterene. Kerja Spironolakton bergantung
pada tinggi rendahnya kadar Aldosteron. Amiloride dan Triamterene
tidak tergantung pada Aldosteron. Seluruhnya menghambat sekresi
kalium di tubulus distal. Kita harus berhati- hati atau sebaiknya diuretik
jenis ini tidak diberikan pada keadaan gagal ginjal, diabetes mellitus,
dehidrasi berat atau diberikan bersama preparat yang mengandung
kalium tinggi.
3. Hiponatremia Tanda-tanda hiponatremia akibat diuretika ialah kadar
natrium urin > 20 mq/L, kenaikan ringan ureum dan kreatinin,
hipokalemia dan terdapat alkalosis metabolik. Hiponatremia dapat
memberikan gejala-gejala bahkan kematian. Cepatnya penurunan kadar
natrium (kurang dari 12 jam), kadar natrium < 110 meq/L, terdapat gejala

11
susunan saraf pusat, merupakan pertanda buruk akibat hponatremia.
Keadaan ini harus ditanggulangi secepatnya.
4. Deplesi Cairan Pengurangan cairan ekstraseluler merupakan tujuan
utama dalam pemakaian diuretik. Keadaan ini sangat menguntungkan
pada edema paru akibat payah jantung. Pada keadaan sindrom nefrotik,
terutama dengan hipoalbuminemi yang berat, pemberian diuretik dapat
menimbulkan syok atau gangguan fungsi ginjal. Tidak dianjurkan
penurunan berat badan lebih dari 1 kg sehari.
5. Gangguan Keseimbangan Asam Basa Alkalosis metabolik terjadi akibat:
Pengurangan cairan ekstraseluler akan meningkatkan kadar HCO3
dalam darah.
Peningkatan ekskresi ion-H meningkatkan pembentukan HCO3.
Deplesi asam hidroklorida.
Diuretik yang dapat menyebabkan alkalosis metabolik adalah tiasid dan
diuretik loop.
Alkalosis metabolik yang terjadi, biasanya disertai pengurangan ekskresi
klorida. Dipikirkan kemungkinan oleh sebab lain seperti muntah- muntah,
kehilangan asam lambung akibat pemasangan sonde lambung.
Asidosis metabolik terjadi akibat:
Sekresi ion H dihambat.
Reabsorbsi HCO3 dihambat.
Diuretik penghambat karbonik anhidrase dapat menyebabkan asidosis
metabolik akibat dua proses di atas. Diuretik potassiumsparing menghambat
sekresi ionH sehingga dapat menyebabkan asidosis metabolik. Asidosis
metabolik yang diakibatkan diuretik biasanya tidak disertai peninggian
anion gap (Na (HCO3 + Cl) < 16 mcq/L).

12
6. Gangguan Metabolik
a. Hiperglikemi
Diuretik dapat menyebabkan gangguan toleransi glukosa
(hiperglikemi). Hipokalemia akibat pemberian diuretik dibuktikan
sebagai penyebab gangguan toleransi ini (respon insulin terhadap
glukosa pada fase I dan fase II terganggu). Diuretik potassiumsparing
tidak menyebabkan gangguan toleransi glukosa.
b. Hiperlipidemia
Trigliserida, kolesterol, Cholesterol HDL, Cholesterol VLDL akan
meningkat dan Cholesterol HDL akan berkurang pada pemberian
diuretik jangka lama (> 4 minggu). Antagonis Aldosteron akan
menghambat ACTH, mengganggu hormon androgen (anti androgen).
Mengakibatkan terjadinya ginekomastia atau gangguan menstruasi.
c. Hiperurikemia
Penggunaan diuretik dapat menyebabkan peningkatan kadar asam
urat. Karena terjadi pengurangan volume plasma maka filtrasi melalui
glomerulus berkurang dan absorbsi oleh tubulus meningkat.
Dipengaruhi juga oleh ada atau tidaknya hiponatremi. Bila natrium
dikoreksi, kliren asam urat akan diperbaiki.
d. Hiperkalsemia
Pemberian diuretik tiasid akan meninggikan kadar kalsium darah.
Ekskresi kalsium melalui urin akan berkurang. Peninggian kalsium
darah ini disebutkan juga mempunyai hubungan dengan keadaan
hiperparatiroid. Dari penelitian epidemiologi di Stockholm dilaporkan
bahwa 70% dari orang yang hiperkalsemi setelah mendapat diuretik,
menderita adenoma paratiroid
e. Hipokalsemia

13
Diuretik loop menyebabkan hipokalsemi akibat peningkatan ekskresi
kalsium melalui urin.


7. Toksisitas
Diuretik dapat menyebabkan nefritis intersiil akut melalui reaksi
hipersensitifitas.
Dapat menginduksi terjadinya artritis goutdan pengeluaran batu asam
urat pada penderita dengan riwayat gout.
Hipokalemi kronik akibat penggunaan diuretik dapat menimbulkan
nefropati hipokalemi.
Diuretik loop terutama furosemid dapat menyebabkan ototoksisiti.
Lebih nyata lagi bila ada gagal ginjal. Gabungan dengan.
II.5 Hubungan Struktur dan Aktivitas Obat Diuretik
Diuretika Osmotik
Diuretika osmotik adalah senyawa yang dapat meningkatkan
ekskresi urin dengan mekanisme kerja berdasarkan perbedaan tekanan
osmosa. Diuretika osmotik mempunyai berat molekul rendah, dalam
tubuh tidak mengalami metabolisme, secara pasif disaring melalui kapsul
bowman ginjal, dan tidak diabsorbsi kembali oleh tubulus renalis. Bila
diberikan dalam dosis besar atau lerutan pekat akan menarik air dan
elektrolit ketubulus renalis, yang disebabkan oleh adanya perbedaan
tekanan osmosa, sehingga terjadi diuresis.
Diuretika osmotik adalah natriuretik, dapat meningkatkan ekskresi
natrium dan air. Efek samping diuretika osmotik antara lain adalah
gangguan keseimbangan elektrolit, dehidrasi, mata kabur, nyeri kepala
dan takikardia. Contohnya : manitol, glukosa, sukrosa dan urea.

14
Manitol adalah diuresis osmotik yang digunakan untuk mengatasi
berbagai keadaan sembab apabila turunan tiazida sudah tidak efektif lagi.
Manitol juga digunakan sebagai bahan diagnostik untuk mengukur
kecepatan filtrasi glomerulus. Dosis diuretika : 50-200 g/hari, diberikan
melalui infus IV 200 mg/Kg BB denngan kadar 15-25%.
Diuretika Pembentuk Asam
Diuretika pembentuk asam adalah senyawa anorganik yang dapat
menyebabkan urin bersifat asam dan mempunyai efek diuretik. Senyawa
golongan ini efek diuretiknya lemah dan menimbulkan asidosis
hiperkloremik sistemik. Efek samping yang ditimbulkan antara lain
adalah iritasi lambung, penurunan nafsu makan, mual, asidosis dan
ketidak normalan fungsi ginjal.
Contohnya : amonium klorida, amonium nitrat dan kalsium klorida.
Mekanisme Kerja
Mekanisme terjadinya efek diuresis oleh aminium klorida
digambarkan secara skematik melalui reaksi sebagai berikut :

Selain itu kelebihan ion Cl
-
dalam urin akan meningkatkan ion Na
+

membentuk garam NaCl dan kemudian diekskresikan bersama-sama
dengan sejumlah ekivalen air dan terjadi diuresis.
Penggunaan amonium klorida dalam sediaan tunggal kurang efektif
karena setelah 1-2 hari, tubuh (ginjal) mengadakan kompensasi dengan
memproduksi amonia, yang akan menetralkan kelebihan asam,
membentuk NH
4
+
, yang segera berinteraksi denagn ion Cl
-
membentuk

15
NH
4
Cl dan kemudian diekskresikan, sehingga efek diuretiknya akan
menurun secara drastis. Oleh karena itu di klinik biasanya digunakan
bersama-sama denga diuretika lain, seperti turunan merkuri organik.
Dosis oral untuk diuretik : 1-1,5 g 4 dd.
NH
4
Cl lebih sering digunakan sebagai ekspektoran dalam
campuran obat batuk, karena dapat meningkatkan sekresi cairan saluran
napas sehingga mudah dikeluarkan.
Diuretika Merkuri Organik
Diuretika merkuri organik adalah saluretik karena dapat
menghambat absorpsi kembali ion-ion Na
+
, Cl
-
dan air. Absorpsi pada
saluran cerna rendah dan menimbulkan iritasi lambung sehingga pada
umumnya diberikan secara parenteral. Dibanding obat diuretik lain,
penggunaan diuretika merkuri organik mempunyai beberapa keuntungan,
antara lain tidak menimbulkan hipokalemi, tidak mengubah
keseimbangan elektrolit dan tidak mempengaruhi metabolisme
karbohidrat dan asam urat. Efek iritasi setempat besar dan menimbulkan
nekrosis jaringan. Diuretika merkuri organik menimbulkan reaksi
sistemik yang berat sehingga sekarang jarang digunakan sebagai obat
diuretik.
Mekanisme kerja
Diuretika merkuri organik mengandung ion merkuri, yang dapat
berinteraksi dengan gugus SH enzim ginjal (Na, K-dependent ATP-ase)
yang berperan pada produksi energi yang diperlukan untuk absorpsi
kembali elektrolit dalam membran tubulus, sehingga enzim menjadi tidak
aktif. Akibatnya absorpsi kembali ion-ion Na
+
dan Cl
-
ditubulus menurun,
kemudian dikeluarkan bersama-sama dengan sejumlah ekivalen air
sehingga terjadi efek diuresis.
Mekanisme kerja diuretika merkuri organik dengan gugus SH
enzim dijelaskan sebagai berikut :

16

Keterangan :
GH dapat berupa gugus-gugus nukleofil, seperti OH, COOH, NH
2
, SH
atau cincin imidazol.
Hubungan struktur-aktivitas
Diuretika merkuri organik mempunyai rantai yang terdiri dari 3 atom C
dan satu atom Hg pada salah satu ujung rantai, yang mengikat gugus
hidrofil X.

R = Gugus aromatik, heterosiklik atau alisiklik yang terikat pada
rantai propil melalui gugus karbamoil. Gugus R sangat menentukan
distribusi dan kecepatan ekskresi diuretika.
Y = biasanya gugus metil, dapat pula gugus etil, secara umum
pengaruh gugus terhadap sifat senyawa adalah kecil.
X = subtituen yang bersifat hidrofil. Biasanya X adalah gugus
teofilin, yang meningkatkan kecepatan absorbsi, dan juga mempunyai efek
diuretik (terjadi potensiasi). Bila X adalah gugud tiol, seperti asam
merkaptoasetat atau tiosorbitol, dapat mengurangi toksisitas terhadap
jantung dan efek iritasi setempat.
Contoh diuretika merkuri organik dapat dilihat pada Tabel I.


17

Tabel I
Diuretika Penghambat Karbonik Anhidrase
Senyawa penghambat karbonik anhidrase adalah saluretik,
digunakan secara luas untuk pengobatan sembab yang ringan dan moderat,
sebelum diketemukan diuretika turunan tiazida. Efek samping yang
ditimbulkan golongan ini antara lain adalah gangguan saluran cerna,
menurunnya nafsu makan, parestesia, asidosis sistematik, alkalinasi urin
dan hipokalemi. Adanya efek asidosis sistematik dan alkalinasi urin dapat
mengubah secara bermakna perbandingan bentuk terionisasi dan yang tak
terionisasi dari obat-obat lain dalam cairan tubuh, sehingga mempengaruhi
pengangkutan, penyimpanan, metabolisme, ekskresi dan aktivitas obat-
obat tersebut. Penggunaan diuretika penghambat karbonik anhidrase
terbatas karena cepat menimbulkan toleransi. Sekarang, diuretika
penghambat karbonik anhidrase lebih banyak digunakan sebagai obat

18
penunjang pada pengobatan glaukoma, dikombinasi dengan miotik, seperti
pilokorpin, karena dapat menekan pembentukan aqueous humour dan
menurunkan tekanan dalam mata.
Mekanisme kerja
Karbonik anhidrase adalah metaloenzim yang berperan dalam
pembentukan asam karbonat, sebagai hasil reaksi antara air dan gas asam
arang. Asam karbonat yang terbentuk kemudian terdisosiasi menjadi H
+
dan HCO
3
-
. Ion H
+
inilah yang digunakan sebagai pengganti ion-ion Na
+

dan K
+
yang diabsorpsi kembali dalam tubulus renalis
Mekanisme diatas, digambarkan secara skematik sebagai berikut :

Bila kerja enzim dihambat maka produksi asam karbonat akan
menurun, sehingga jumlah ion H
+
sebagai pengganti ion Na
+
juga menurun.
Akibatnya jumlah ion Na
+
yang diabsorpsi kembali akan menurun dan ion
Na
+
yang tertinggal, bersama-sama dengan HCO
3
-
dan air, akan
meningkatkan volume urin, yang kemudian dikeluarkan dan menyebabkan
efek diuresis.
Beberepa hipotesis telah dikemukakan untuk menjelaskan
mekanisme pada tingkat molekul.
1. Karena struktur gugus sulfamil mirp dengan asam karbonat, diuretika
yang mengandung gugus sulfamil, seperti turunan sulfonamida dan
tiazida, dapat menghambat enzim karbonik anhidrase dan antagonis ini
bukan tipe kompetitif. Hipotesis pembentukan kompleks dan
penghambatan enzim karbonik anhidrase dapat dilihat pada gambar 3.

19
Gambar 3. Pembentukan kompeks dan penghambatan enzim karbonik
anhidrase pada sisi aktif melalui ikatan hidrogen.

2. Yonezawa dan kawan-kawan mengemukakan bahwa adanya atom
nitrogen pada gugus sulfonamida yang bersifat sangat nukleofil dapat
bereaksi dengan karbonik anhidrase dan menghambat kerja enzim.


Hubungan struktur-aktivitas
1. Yang berperan terhadap aktivitas diuretika penghambat karbonik
anhidrase adalah gugus sulfamil bebas. Mono dan disubstitusi pada
gugus sulfamil akan menghilangkan aktivitas diuretik karena
pengikatan obat-reseptor menjadi lemah.
2. Pemasukan gugus metil pada asetazolamid (metazolamid) dapat
meningkatkan aktivitas obat dan memperpanjang masa kerja obat. Hal
ini disebabkan karena metazolid mempunyai kelarutan dalam lemak
lebih besar, absorpsi kembali pada tubulus menjadi lebih baik dan
afinitas terhadap enzim lebih besar. Metazolid mempunyai aktivitas
diuretik 5 kali lebih besar dibanding asetazolamid.



20
3. Modifikasi yang lain dari struktur asetazolamid secara umum akan
menurunkan aktivitas. Deasetilasi akan menurunkan aktivitas dan
perpanjangan gugus alkil pada rantai asetil akan meningkatkan
toksisitas.
Contoh :
a. Asetazolamid (Diamox, Glaupax), diabsorpsi secara cepat dalam
saluran cerna, diekskresikan melalui urin dalam bentuk tak berubah
70%. Kadar plasma tertinggi obat dicapai dalam 2 jam setelah
pemberian oral, dengan waktu paro 5 jam. Asetazolamid juga
digunakan untuk pengobatan glaukoma dan sebagai penunjang pada
pengobatan epilepsi petit mal, dikombinasi dengan obat antikejang,
seperti fenitoin. Dosis sebagai diuretik dan untuk pengobatan
glaukoma : 250 mg 2-4 dd.
b. Metazolamid, dianjurkan sebagai penunjang pada pengobatan
glaukoma kronik. Penurunan tekanan intraokuler terjadi 4 jam
setelah pemberian oral, dengan efek puncak dalam 6-8 jam, dan
masa kerja 10-18 jam. Dosis untuk pengobatan glaukoma : 50-100
mg 2-3 dd.
c. Etokzolamid, mempunyai aktivitas diuretik dua kali lebih besar
dibanding asetazolamid, digunakan untuk pengobatan glaukoma dan
mengontrol serangan epilepsi. Kadar plasma tertinggi obat dicapai
dalam 2 jam setelah pemberian oral, dengan masa kerja 8-12 jam.
Dosis sebagai diuretik dan untuk pengobatan glaukoma: 125-250 mg
2-4 dd.
d. Diklorfenamid, aktivitas diuretiknya sama dengan metazolamid,
digunakan untuk pengobatan glaukoma dan mengontrol serangan
epilepsi. Dosis sebagai diuretik dan untuk pengobatan glaukoma: 25-
100 mg 2-4 dd.

21

Diuretika Turunan Tiazida
Diuretika turunan tiazida adalah saluretik, yang dapat menekan
absorpsi kembali ion-ion Na
+
, Cl
-
dan air. Turunan ini juga meningkatkan
ekskresi ion-ion K
+
, Mg
+1
dan HCO
3
-
dan menurunkan ekskresi asam
urat. Diuretika turunan tiazida terutama digunakan untuk pengobatan
sembab pada keadaan dekompensasi jantung dan sebagai penunjang pada
pengobatan hipertensi karena dapat mengurangi volume darah dan secara
langsung menyebabkan relaksasi otot polos arteriola. Turunan ini dalam
sediaan sering dikombinasi dengan obat-obat antihipertensi, seperti
reserpin dan hidralazin, untuk pengobatan hipertensi karena
menimbulkan efek potensiasi Diuretika turunan tiazida menimbulkan
efek samping hipokalemi, gangguan keseimbangan elektrolit dan
menimbulkan penyakit pirai yang akut.
Mekanisme kerja
Diuretika turunan tiazida mengandung gugus sulfamil sehingga
dapat menghambat enzim karbonik anhidrase. Juga diketahui bahwa efek
saluretiknya terjadi karena adanya pemblokan proses pengangkutan aktif
ion klorida dan absorpsi kembali ion yang menyertainya pada loop of
Henle, dengan mekanisme yang belum jelas kemungkinan karena peran
dari prostaglandin. Turunan tiazid juga menghambat enzim karbonik
anhidrase di tubulus distalis tetapi efeknya relatif lemah.




22
Hubungan struktur dan aktivitas
Studi hubungan struktur-aktivitas diuretika turunan tiazida menunjukkan
bahwa aktivitas diuretik meningkat bila senyawa mempunyai gambaran
struktur sebagai berikut:
1. Pada posisi 1 cincin heterosiklik adalah gugus SO
2
atau CO
2
. Gugus
SO
2
mempunyai aktivitas yang lebih besar.
2. Pada posisi 2 ada substituen gugus alkil yang rendah, biasanya gugus
metil.
3. Pada posisi 3 ada substituen lipofil, seperti alkil terhalogenasi
(CH
2
S CH
2
SCH
2
CF
3
), CH
2
-C
6
H
5
dan CH
2
SCH
2
-C
6
H
5
.
4. Ada ikatan C
3
-C
4
jenuh. Reduksi ikatan rangkap pada C
3
-C
4
dapat
meningkatk aktivitas diuretik 10 kali.
5. Substitusi langsung pada posisi 4,5, atau 8 dengan gugus alkil akan
menurunkan aktivitas diuretik.
6. Pada posisi 6 ada gugus penarik elektron yang sangat penting, seperti
Cl dan CF
3
. Hilangnya gugus tersebut menyebabkan senyawa
kehilangan aktivitas. Penggantian gugus Cl dengan CF
3
dapat
meningkatkan kelarutan senyawa dalam lemak sehingga
memperpanjang masa kerja obat.
7. Pada posisi 7 ada gugus sulfamil yang tidak tersubstitusi. Turunan
mono dan disubstitusi dari gugus sulfamil tidak mempunyai aktivitas
diuretik.
8. Gugus sulfamil pada posisi meta (1) dapat diganti dengan gugus-gugus
elektronegatif lain, membentuk gugus induk baru yang dinamakan
diuretika seperti tiazid (thiazide-like diuretics) seperti pada turunan
salisilanilid (xipamid), turunan benzhidrazid (klopamid dan
indapamid), dan turunan ptalimidin (klortalidon).
Hubungan struktur dan aktivitas diuretika turunan tiazida dapat
dilihat pada Tabel 4.


23
Tabel 4. Hubungan struktur-aktivitas diuretika turunan tiazida



24
Keterangan :
*) : potensi dibandingkan dengan aktivitas meralurid (=1)
-) : tidak ada data penelitian

(Disadur dari foye WO, Ed, principles of medicinal chemistry, 3
rd
ed,
philadelphia :lea d febiger, 1989,hal 406-407, dengan modifikasi )
Dari Tabel 4. terlihat bahwa tidak ada korelasi yang bermakna
antara potebsi naturetik oral dengan aktivitas penghambat karbonik
anhidrase, yang dapat dilihat dari dosis penggunaan.
Contoh :
1. Hidroklorotiazid (H.C.T), merupakan obat pilihan untuk mengontrol
sembab jantung dan sembab yang berhubungan dengan penggunaan
kartikosteroid atau hormon estrogen. Hidriklorotiazid juga digunakan
untuk mrngontrol hipertensi ringan, kadang-kadang dikombinasi
dengan obat antihipertensi, seperti reserpindan hidralazin (ser-Ap-Es)
atau-bloker,seperti asebutolol(sectrazide).Awal kerja obat terjadi 2
jam setelah pemberiaan secara oral, kadar plasma tertinggi dicapai
dalam 4 jam, dengan masa kerja 10 jam. Ketersediaan hayatinya 65
% dan dapat meninggkat menjadi 75% bila diberikan bersama-sama
makanan. Dosis diuretik : 25-200mg 1-2dd, untuk mengontrol
hipertensi: 25-50 mg 1-2 dd.
2. Bendroflumetiazid ( Naturetin), mempunyai aktifitas diuretik yang
lebih tinggi dan masa kerja yang lebih panjang ( 18 jam) dibanding
hidroklorotiazid. Bendroflumetiazid digunakan untuk mengontrol
sembab dan hipertensi. Dosis untuk mengontrol sembab : 5 mg 1dd,
mengontrol hipertensi : 5 mg 1-4 dd.
3. Xipamid (Diurexan), merupakan diuretik dengan efek antihipertensi
yang kuat, digunakan untuk pengobatan hipertensi yang noderat dan
berat, serta untuk mengatasi sembab yang berhubungan dengan

25
penyakit jantung, ginjal, hati, dan rematik. Masa kerja antihipertensinya
24 jam, dan efek diuretiknya 12 jam. Dosis : 10- 40 mg/ hari
4. Indapamid (natrilix) merupakan diuretik dengan efek antihipertensi
yang kuat, digunakan untuk pengobatan hipertensi esensial yang ringan
dan moderat. Indapamid dapat menurunkan kontraksi pembuluh darah
sel otot polos karena mempengaruhi penukaran ion antar membran,
terutama ca, dan merangsang sintesis prostaglandin PGE2 sehingga
terjadi vasodilatasi dan efek hipotensi. Absorbsi indapamid dalam
saluran cerna cepat dan sempurna, kadar darah tertinggi dicapai 1-2 jam
setelah pemberiaan oral, dan 79 % obat terikat oleh plasma protein.
Waktu paro eliminasinya 15- 18 jam. Dosis : 2,5 mg/ hari.
5. Klopamid, merupakan diuretik deng efek antihipertensi yang kuat
digunakan untuk pengobatan hipertensi ringan dan moderat. Absorbsi
klopamid dalam saluran cerna cepat dan sempurna, 40 -50 % obat
terikat oleh plasma protein, dengan waktu paro eliminasi 6 jam. Dosis
: 5 mg/hari
6. Klortalidon (hygroton), merupakan diuretik kuat dengan masa kerja
yang panjang, ( 48-72 jam). Klortalidon juga digunakan untuk
pengobatan hipertensi ringan, kadang- kadang dikombinasi dengan -
bloker, seperti atenolol (tenoretic) dan oksprenolol (trasintensin).
Absorbsi klortalidonrelatif lambat dan tidak sempurna, waktu paro
absorbsi 2,6 jam, dan kadar darah maksimal dicapai setelah 2-4 jam.
Klortalidon terikat secara kuat dalam sel darah merah sehingga
mempunyai waktu paruh plasma cukup panjang 35 -60 jam. Dosis oral
untuk diuretik : 50 -100 mg, 3 kali per minggu, sesudah makan pagi.
Dosis untuk mengontrol hipertensi : 25 mg, 1 kali sehari.

26
Diuretik Hemat Kalium
Diuretik hemat kalium yang mempunyai aktivitas natriuretik ringan
dan dapat menurunkan sekresi ion H
+
dan K
+.
Senyawa tersebut bekerja
pada tubulus distalis dengan cara memblok penukaran ion Na
+
dan ion H
+
dan K
+
, menyebabkan retensi ion K
+
dan meningkatkan sekresi ion Na
+
dan
air. Aktivitas diuretiknya relatif lemah, biasanya diberikan bersama-sama
dengan diuretik turunan tiazid. Kombinasi ini menguntungkan karena dapat
mengurangi sekresi ion K
+
sehingga menurunkan terjadinya hipokalemi dan
menimbulkan efek aditif. Obat golongan ini menimbulkan efek samping
hiperkalem, dapat memperberat penyakit diabetes dan priai, serta
menyebabkan ganguan pada saluran cerna.
Mekanisme kerja
Diuretika hemat kalium bekerja pada saluran pengumpul, dengan
mengubah kekuatan pasif yang mengontrol pergerakan ion ion, memblok
absorbsi kembali ion Na
+
dan ekskresi ion K
+
sehingga meningkatkan
eksresi ion Na
+
dan Cl
-
dalam urin.
Diuretik hemat kalium dibagi menjdi dua keompok, yaitu diuretika
dengan efek langsung dan antagonis aldosteron.
1. Diuretika dengan efek langsung
Contoh : amilorid dan trianteren
a. Amilorid HCL (puritrid), selain bekerja melalui mekanisme kerja
diatas juga dapt mengubah permeabilitas membran terhadap ion
Na
+
dan menyebabkan retensi K
+
dan H
+
, amilorid digunakan untuk
mengontrol sembab an hipertensi. Awalmkerja amilorid terjadi 2-3
jam setelah pemberiaan secara oral, kadar serum tertinggi dicapai
dalam 3-4 jam, waktu paro 6 jamdan mempunyai masa kerja
cukup panjang 24 jam. Penggunaan obat dapat dalam bentuk
tunggal atau dikombinasi dengan diuretik turunan tiazid. Dosis oral
untuk diuretik : 5 mg 1-2 dd, untuk mengontrol hipertensi : 5 mg
1dd

27
b. Triamteren, adalah diuretik turunan pteridin, absorbsi dalam
saluran cerna cepat tetapi tidak sempurna. Ketresediaan hayatinya
30 -70 %, pada cairan tubuh terikat oleh protein plasma. Kadar
plasmatertingg obat dicapai dalam 1 -2 jam setelah pemberiaan
oral, dengan waktu paro, dengan waktu paro biologis 2-4 jam.
Dosis diuretik : 150 :300 mg/hari.

2. Antagonis Aldosteron
Contoh : spironolakton
Aldesteron, adalah mineralkortikoid yang dikeluarkan olek
korteksadrenalismerupakan senyawa yang aktif untuk menahan
elektrolit, dapat meningkatkan absorbsi kembali ion Na
+
dan Cl
-
serta
eksresi ion K
+
dalam saluran pengumpul.

Senyawa yang mempunyai struktur mirip dengan aldosteron,
seperti spironolakton, bekerja sebagai antagonis melalui mekanisme
penghambatan bersaing pada sisi reseptor pada saluran pengumpul,
dimana terjadi pertukaran ion Na
+
dan K
+
. penghambatan tersebut
menyebabkan ekskresi ion Na
+
dan Cl
+,
serta retensi ion K
+
.


28
Contoh;
Spironolakton (aldactone, idrolatton), diabsorbsi dengan baik dalam
saluran cerna, 98% terikat oleh protein plasma. Spironolakton cepat
dimetabolisme dihati menjadi kanrenon, yaitu bentuk yang bertanggung
jawab terhadap 80% aktivitas diuretiknya. Waktu paronya cukup lama,
antara 10-30 jam. Aktivitanya meningkat bila diberikan bersama-sama
dengan diuretik turunan yiazid atau diuretik loop. Dosis 50-100mh/hari
Diuretik Loop
Diuretik loop merupakan senyawa saluretik yang sangat kuat,
aktivitas jauh lebih besar dibandingakann turunan tiazida dan senyawa
saluretik lain. Turunan ini dapat memblok penggankutan aktif NaCl pada
loop henle sehingga menurunkan absorbsi kembali NaCl dan
meningkatkan ekskresi NaCl lebih dari 25 %
Mekanisme kerja
Model kerja diuretik loop pada tingkat molekul belum diketahui
secara pasti, tetapi ada tiga hipotesis yang kemungkinan dapat digunakan
untuk menjelaskan model kerja tersebut, yaitu:
1. Penghambatan enzim Na
+
K
+
ATP ase
2. Penghambat atau pemindahan siklik AMP,
3. Penghambat glikolisis
Diuretik loop menimbulkan efek samping yang cukup serius,
seperti hiperurisemi, hiperglikemia, hipotesis, hipokalemi, hipokloremik
alkalosis, kelainan hematologis dan dehidrasi. Biasanya digunakan untuk
pengobatan sembab paru yang akut, sebab karna kelainan jantung, ginjal
atau hati, sembab karena keracunan kehamilan, sebab otak dan untuk
pengobatan hipertensi ringan. Untuk pengobatan hipertensi yang cukupan
dan berat biasanya dikombinasi dengan obat antihipertensi seperti L--
metildopa.

29
Struktur kimia golongan ini Bervariasi dan secara umumdapat
dibagi menjadi dua kelompok, yaitu turunan asam fenoksiasetat dan
turunan sulfonomida.
1. Turunan asam fenoksiasetat
Contoh ; asam etakrinat
Asam etakrinat menimbulkan aktivitas diuretic karena dapat
berinteraksi dengan gugus sulfihidril enzim yang bertanggung jawab
pada absorbsikembali Na
+
ditubulus renalis. Yang berperan pada
interaksi tersebut adalah gugus - ikatan rangkap tidak jenuh.
Mekanisme reaksi asam etakrinat dengan gugus sulfihidrilenzim
dijelaskan sebagai berikut:

Asam etakrinat mempunyai awal kerja yang cepat 30 menit setelah
pemberian oral, dan efeknya berakhir setelah 6-8 jam. Dosis: 50-
100mg 2-3dd. Aktivitas relative beberapa turunan asam etakrinat
dapat dilihat pada tablel 5.

Tabel 5. Aktivitas relatife analog asam etakrinat
Struktur umum :

30


Keterangan :
Penghambat sulfihidril dalam menit untuk 50% reaksi.
Penghambatan ATP- ase dari korteks renalis marmot (in vitro) .
(Dari Sprague (1968), diureticks, dalam Rabinowits dan Myerson, Eds,
Medicinal chemestri, vol, 2. Disadur dari foye WO. Ed , principles of
medicinal chemistry, 3
rd
ed,Philadelphia: lea dan febiger, 1989, hal 209,
dengan modifikasi).

Pada turunan fenoksiasetat aktivitas optimal dicapai bila:
a. Gugus amino terletak pada posisi 1 cincin benzene.
b. Gugus akriolilsulfihidrilyang reaktif terletak pada posisi para dari
gugus asam oksiasetat.
c. Gugus aktivasi (CH
3
atau CL) terletak pada posisi 3atau sampai posisi
2 dan 3.
d. Subtituen alkil dari 2 sampai 4 panjang atom C terletak pada posisi a
dari karbonil pada gugus akriloil
e. Atom atom H terletak pada posisi ujung C =C dari gugus akriloil.

Hubungan struktur dan aktivitas
a. Reduksi gugus - keton tidak jenuh akan menghilangkan aktivitas,
karena senyawa tidak mampu berinteraksi dengan gugus SH enzim.

31
b. Substitusi H pada atom C dengan gugus alkil akan menurunkan
aktivitas.
c. Adanya gugus etil pada atom Cmembuat senyawa mempunyai
aktivitas maksimal. Makin besar jumlah atom C, aktivitasnya makin
menurun.
d. Substitusi pada cincin aromatik. Adanya gugus Cl pada posisi orto
cinci aromatik, dapat meningkatkan aktivitas lebih besar dibandingkan
substitusi pada posisi meta, karena efek induktif gugus penarik
elektron tersebut dapat menunjang serangan nukliofil terhadap gugus
SH. Disubstitusi gugus Cl atau metil pada posisi orto dan meta akan
meningkatkan aktivitas. Adanya gugus pendorong elektron kuat pada
cincin aromatik, seperti gugus amino atau alkoksi, akan menurunkan
aktivitassecara dratis.
e. Adanya gugus oksiasetat pada posisi para dapat meningkatkan
aktivitas, letak gugus pada posisi orto atau meta akan menurunkan
aktivitas
2. Turunan sulfamoil Benzoat
Turunan ini dibagi menjadi dua golongan yaitu turunan asam
5-sulfamoil-2-aminobenzoat dan 5-sulfamoil-3aminobenzoat.
Contoh turunan asam5- sulfamoil-2aminobenzoat: furosemid,dan
azosemis
Contoh turunan asam 5-sulfamoil-3aminobenzoat: bumetanid dan
piretanid
Hubungan struktur dan aktivitas
a. Subtituen pada posisi 1 harus bersifat asam, gugus karboksilat
mempunyai aktivitas diuretik optimum.
b. Gugus sulfamoil pada posisi 5 merupakan gugus fungsi untuk
aktivitas diuretik yang optimum.
c. Gugus aktivitas pada posisi 4 bersifat penarik elektron, seperti
gugus-gugus Cl dan CF
3
dapat pula diganti dengan gugus fenoksi

32
(C
6
H
5
O-), alkolksi, anilino (C
6
H
5
-NH-), benzil, benzol, atau C
6
H
5
-
S, dengan disertai penurunan aktivitas
d. Pada turunan asam 5sulfamoil-2-aminobenzoat, substituen pada
gugus 2 amino relatif terbatas, hanya gugus furfuril, benzil dan
tienilmetil yang menunjukan aktivitas diuretik optimal.
e. Pada turunan asam 5- sulfamoil -3- aminobenzoat, subtituen pada
gugus 3 amino relatif lebih banyak tanpa mempengaruhi aktivitas
diuretik optimal.
Contoh :
a. Furosemid (lasix, farsix, salurix, impugan), merupakan diuretika
saluretik yang kuat, aktivitasnya 8-10 kali diuretika tiazida. Awal
kerja obat terjadi dalam 0,5-1 jam setelah pemberian oral, dengan
masa kerja yang relatif pendek kurang lebih 6-8 jam. Absorpsi
furosemid dalam saluran cerna cepat, ketersediaanhayatinya 60-
69% pada subyek normal, dan kurang lebih 91-99 % obat terikat
oleh plasma protein. Kadar darah maksimal dicapai 0,5-2 jam
setelah pemberian secara oral, dengan waktu paro biologis kurang
lebih 2 jam. Furosemid digunakan untuk pengobatan hipertensi
ringan dan moderat, karena dapat menurunkan tekanan darah, dosis
20-80 mg/hari.



b. Bumetanid (burinex), merupakan diuretik yang kuat denagn masa
kerja pendek (kurang lebih 4 jam). Bunetanid digunakan terutama
untuk pengobatan sembab yang berhubungan dengan penyakit
jantng, hati dan ginjal. Pemindahan gugus amin dari posisi2

33
keposisi 3, dapat meningkatkan aktivitas diuretik sampai
kuranglebih 50 kali, tetapi senyawa mempunyai masa kerja yang
pendek. Bumetanid diabsorpsi dalam saluran cerna secara cepat
dan sempurna, kurang lebih 98 % terikat oleh protein plasma. Efek
maksimum dicapai kurang lebih 2 jam setelah peamberian oral, dan
waktu parunya kurang lebih 1 jam. Selain sebagai diuretik,
bumetanid juga mempunyai efek antihipertensi. Dosis 1-2 mg/hari.

























34
B A B III
K E S I M P U L A N
III.1 Kesimpulan
Diuretika adalah zat-zat yang dapat memperbanyak pengeluaran
kemih (diuresis) melalui kerja langsung terhadap ginjal. Obat-obat lainnya
yang menstimulasi diuresis dengan mempengaruhi ginjal secara tidak
langsung tidak termasuk dalam defenisi ini, misalnya, zat-zat yang
memperkuat kontraksi jantung (digoksin, teofilin),memperbesar volume
darah (dekstran), atau merintangi sekresi hormon anti diuretik ADH.
Obat-obatan yang menyebabkan suatu keadaan meningkatnya aliran
urine disebut Diuretik. Obat-obat ini merupakan penghambat transpor ion
yang menurunkan reabsorbsi Na+ dan ion lain seperti Cl+ memasuki urine
dalam jumlah lebih banyak dibandingkan dalam keadaan normal bersama-
sama air, yang mengangkut secara pasif untuk mempertahankan
keseimbangan osmotic. Perubahan Osmotik dimana dalam tubulus menjadi
menjadi meningkat karena Natrium lebih banyak dalam urine, dan mengikat
air lebih banyak didalam tubulus ginjal. Dan produksi urine menjadi lebih
banyak. Dengan demikian diuretic meningkatkan volume urine dan sering
mengubah PH-nya serta komposisi ion didalam urine dan darah.
Ada beberapa jenis Diuretik, yang sudah dikenal dan sering digunakan
dalam pengobatan klien dengan masalah gangguan cairan dan elektrolit.
Jenis- jenis tersebut adalah diuretik osmotik, diuretik penghambat karbonik
anhidrase ginjal, diuretik derifat tiasid, diuretik loop, diuretik hemat kalium,
diuretik merkuri organik dan diuretik pembentukan asam.
Ada tiga faktor utama yang mempengaruhi respon diuretik ini.
Pertama, tempat kerja diuretik di ginjal. Diuretik yang bekerja pada daerah
yang reabsorbsi natrium sedikit, akan memberi efek yang lebih kecil bila
dibandingkan dengan diure-tik yang bekerja pada daerah yang reabsorbsi
natrium banyak. Kedua, status fisiologi dari organ. Misalnya dekompensasi

35
jantung, sirosis hati, gagal ginjal. Dalam keadaan ini akan memberikan
respon yang berbeda terhadap diuretik. Ketiga, interaksi antara obat dengan
reseptor. Sebagaimana umumnya diketahui, diuretik digunakan untuk
merangsang terjadinya diuresis.

36
DAFTAR PUSTAKA

Anonim,2012,http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/09_MasalahPenggunaanDiure
tika.html.
Mutschler, Ernst. 1991. Dinamika Obat Buku Ajar edisi kelima. Bandung:
Penerbit ITB.
Siswandono et. Bambang S., 2000, Kimia Medisinal, Edisi 2, Airlangga
University Press, Surabaya.
Tjay, Tan Hoan dan Kirana Larasati. 2007. Obat-Obat Penting Edisi Ke Enam
Cetakan Pertama. Jakarta: PT Elex Media Komputindo
Tim Editor. 2007. FARMAKOLOGI DAN TERAPI Edisi 5. Jakarta: Gaya Baru
http://pharmafemme.blogspot.com/2009/06/25/diuretik.html

You might also like