You are on page 1of 8

BLOK BASIC MEDICAL SCIENCE-2

SELF LEARNING REPORT


SGD-3
KELAINAN SISTEM URINARIA








Tutor:



Disusun oleh:
Adinda Yoko Prihartami
G1G012003



KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KEDOKTERAN GIGI
PURWOKERTO

2013
Kelainan Sistem Urinaria

Sistem urinaria terdiri dari organ yang membentuk urin dan struktur
struktur yang menyalurkan urin ke luar tubuh. Ginjal merupakan organ pada
sistem urinaria yang memiliki fungsi filtrasi, reabsorpsi, dan ekskresi. Ekskresi
urin yang mengandung elektrolit berperan dalam mempertahankan homeostasis.
homeostasis. Kondisi dimana ginjal tidak dapat menjalankan fungsinya disebut
gagal ginjal. Gagal ginjal memiliki berbagai penyebab yang dapat menimbulkan
gagal ginjal akut maupun kronik (Guyton dan Hall, 2006). Beberapa penyebab
dari gagal ginjal ialah sebagai berikut.
1. Infeksi oleh mikroorganisme.
2. Bahan toksik, misalnya timbal, arsen, pestisida, atau pemakaian aspirin dosis
tinggi dalam jangka panjang.
3. Hambatan aliran urin, baik oleh batu ginjal, tumor, atau pembesaran kelenjar
prostat.
4. Penurunan pasokan darah pada ginjal yang dapat disebabkan oleh gangguan
fungsi jantung, adanya plak arterosklerotik di arteri-arteri ginjal, perdarahan,
agtau syok. Penurunan jumlah darah akan mengganggu teanan filtrasi ginjal.
(Sherwood, 2001)

I. Gagal Ginjal Akut

A. Gambaran Umum
Gagal ginjal akut merupakan penyakit akibat menurunnya seluruh
atau sebagian fungsi ginjal secara mendadak dan cepat. Kelainan ini
bersifat reversebel, artinya dapat terjadi pemulihan sempurna. Gagal ginjal
akut ditandai dengan kenaikan kadar keratinin sebesar 50% atau 0.3 mg/dl
dan pengurangan produksi urin (oliguria) yang terjadi dalam 48 jam.
Berdasarkan penyebabnya, gagal ginjal akut dapat dibedakan menjadi
gagaj ginjal akut pre-renal, renal, dan post-renal (Sudoyo, dkk., 2009).
B. Etiologi
Menurut Guyton dan Hall (2006), penyebab gagal ginjal akut ialah
sebagai berikut.
1. Kelainan fungsi organ-organ sebelum ginjal, misalnya gagal jantung
atau pendarahan berat yang berakibat pada penurunan volume darah
dan tekanan darah. Keadaan abnormal tersebut akan berakibat pada
timbulnya gagal ginjal akut pre-renal.
2. Kelainan fungsi ginjal itu sendiri, termasuk kelinan vaskuler,
glomerulus, atau tubulus yang mengakibatkan gagal ginjal akut renal.
3. Obstruksi struktur-sturktur yang berperan dalam penyaluran urin ke
luar tubuh, misalnya kandung kemih dan urethra. Kerusakan yang
sering terjadi biasanya disebabkan oleh adanya batu ginjal. Kelainan
yang disebabkan oleh kerusakan pada saluran-saluran urin disebut
gagal ginjal akut post-renal.

C. Patofisiologi
1. Gagal ginjal akut pre-renal
Gagal ginjal akut pre-renal disebabkan oleh hipoperfusi ginjal, yaitu
jumlah nutrisi yang inadekuat akibat penurunan volume darah. Ginjal
normalnya menerima pasokan darah sebesar 20-25% dari cardiac
output atau sebanyak 1100ml/menit. Penurunan tekanan darah pada
ginjal akan diikuti dengan penurunan laju filtrasi glomerulus, oliguria
(penurunan produksi urin), dan jika terjadi penurunan total akan timbul
anuria (Guyton dan Hall, 2006).
Apabila tekanan darah menurun, sinyal akan diterima oleh
baroreseptor kardiovaskuler, yang akan mengaktifasi sistem saraf
simpatis, sistem renin-angiostensin, pelepasan vasopresin dan
endotelin sebagai mekanisme untuk mempertahankan tekanan darah.
Selanjutnya ginjal akan melakukan fungsi otoregulasi, yaitu
pengaturan homeostasis ginjal dengan perubahan tahanan pembuluh
darah (vasokontriksi/vasodilatasi) yang mengikui perubahan tekanan
darah. Otoregulasi dapat dipengaruhi oleh konsumsi obat yang dapat
melumpuhkan otot polos pembuluh darah atau oleh NSAID. Apabila
upaya perbaikan tidak berhasil, maka akan terjadi iskemik
berkelanjutan yang mengakibatkan Nekrosis Tubular Akut (Sudoyo,
dkk., 2009).
2. Gagal ginjal akut renal
Gagal ginjal akut renal terjadi akibat adanya kelainan intrarenal.
Kelinan ini dapat disebabkan oleh glomeruloneftitis, obat-obat
nefrotoksik (misalnya aminoglikosid, siklosporin A, amfoterisin B),
keracunan, Nekrosis Tubulus Akut, Nekrosis Intertisial Akut, dan
obstruksi intra renal. Nekrosis Tubullus Akut melibatkan
vasokonstriksi pembuluh darah, obstruksi sel-sel tubulus, dan
penurunan laju filtrasi glomerusus (Sudoyo, dkk., 2009).
3. Gagal ginjal akut post-renal
Gagal ginjal akut post-renal dapat terjadi akibat hipertrofi kelenjar
prostat, adanya batu ginjal, tumor, atau bekuan darah yang melibatkan
ureter, kandung kemih, dan uretra (Rubenstein, dkk., 2003).

D. Manifestasi Klinis
Menurut Sudoyo, dkk. (2009), gagal ginjal akut ditandai dengan
penurunan fungsi ginjal mendadak (48 jam) berupa adanya kenaikan kadar
keratinin sebesar 50% atau 0.3 mg/dl dan pengurangan produksi urin
(oliguria) kurang dari 0.5ml/kg/jam dalam waktu lebih dari 6 jam. Pada
gagal ginjal akut biasanya hanya terjadi perubahan fungsional ginjal,
kecuali pada gangguan yang berat dapat menimbulkan edema karena
ekskresi air dan garam yang terhambat (Sudoyo, dkk., 2009).





II. Gagal Ginjal Kronik

A. Gambaran Umum
Menurut Sherwood (2001), gagal ginjal kronik merupakan kondisi
penurunan ginjal yang lambat, samar, dan progresif. Kelainan ini bersifat
ireversibel, yang mengakibatkan destruksi jaringan ginjal permanen yang
akhirnya dapat mengakibatkan kematian. Selain itu gagal ginjal kronik
bersifat samar, maksudnya kelainan ini baru bisa dideteksi setelah 75%
jaringan ginjal hancur. Sudoyo, dkk. (2009), menjelaskan kondisi ginjal
yang dapat dikatagorikan sebagai penyakit ginjal kronik yaitu apabila
terjadi kerusakan fungsional maupun struktural dan laju filtrasi glomerulus
kurang dari 60ml/menit/1,73m
2
selama lebih dari 3 bulan.

B. Etiologi
Menurut Guyton dan Hall (2006), penyebab gagal ginjal kronik
sama seperti gagal ginjal akut, yaitu kelainan vaskuler, glomerulus,
tubulus, interstisium renal, dan traktus urinarius post-renal. Beberapa
penyakit yang menyebabkan kelainan-kelainan tersebut diantaranya:
1. Penyakit metabolik, misalnya diabetes melitus
2. Penyakit vaskular, misalnya hipertensi, mikroangiopati, dan
aterosklerosis
3. Penyakit otoimun, misalnya glomerulonefritis
4. Kelainan kongenital, misalnya penyakit ginjal polisistik

C. Patofisiologi
Gagal ginjal kronik dapat disebabkan oleh berbagai penyakit,
misalnya hipertensi dan diabetes mellitus. Pada penderita hipertensi,
tekanan darah yang tinggi secara terus menerus dapat merusak kapiler-
kapiler di ginjal. 75% jaringan yang telah rusak akan mengakibatkan
hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih terisa. Nefron
yang tersisa akan terus terbebani akibat peningkatan sekresi, reabsorpsi,
dan laju filtasi, akibatnya nefron yang tersisa akan ikut hancur (Sudoyo,
dkk., 2009).

D. Manifestasi Klinis
Menurut Sudoyo dkk. (2009), gambaran klinis yang dapat
ditemukan pada pasien gagal ginjal kronik ialah:
1. Gejala-gejala penyakit utama, yang menyebabkan gagal ginjal,
misalnya penyakit diabetes melius, hipertensi, infeksi saluran kemih,
dan batu ginjal
2. Sindrom uremia, yaitu kumpulan tanda dan gejala pada insufisiensi
ginjal progresif dan GFR menurun hingga < 10 ml/menit (<10% dari
normal) dan puncaknya pada ESRD (end stage renal disease). Pada
titik ini nefron yang masih utuh, tetapi tidak mampu lagi
mengkompensasi dan mempertahankan fungsi ginjal normal. Sindrom
uremia terdiri dari gejala lemah, mual, muntah, adanya darah pada
urin (jarang ditemukan), neuropati perifer, kejang-kejang sampai
koma
3. Gejala komplikasi, misalnya hipertensi, asidosis metabolik, dan
gangguan keseimbangan elektrolit
4. Kelainan urin (misalnya proteuria, hematuri, leukosuria, dan
isostenuria) dan kelainan biokimiawi darah.

E. Manifestasi Oral
Menurut Greenberg (2008), manifestasi oral yang timbul pada
penyakit ginjal kronis ialah sebagai berikut.
1. Oral malodor (bau mulut tak sedap), terjadi akibat konsentrasi urea
yang tinggi di dalam mulut dan pecah menjadi amonia pada penderita
dengan gejala uremia.
2. Xerostomia, dapat terjadi akibat dehidrasi atau efek samping dari obat.
3. Pembesaran ginggiva akibat pemakaian siklosporin selama lebih dari
3 bulan.
4. Plak atau ulserasi keputih-putihan sering terjadi pada pasien yang
telah transplantasi dan hemodialisis. Plak ini disebut uremic frost,
timbul apabila terdapat sisa kristal urea terdeposit pada permukan
epitel dari evaporasi (uap) respirasi dan aliran saliva yang berkurang.

F. Relevansi dengan Kedokteran Gigi
Menurut Proctor, dkk. (2005), dokter gigi perlu konsultasi dengan
dokter spesialis penyakit dalam untuk mengetahui status penyakit, jenis
pengobatan, waktu yang tepat untuk melakukan perawatan gigi, dan
komplikasi yang dapat terjadi. Perawatan dapat dijadwalkan pada hari
setelah hemodialisis supaya heparin dalam darah berada pada tingkat
paling minimal. Pembesaran gusi akibat obat dapat diatasi dengan
mengganti obat lain, namun pada obat antimikrobial metronidazole perlu
dihindari karena dapat meningkatkan kosentrasi siklosporin dan
berpotensi nefrotoksik.

















Daftar Pustaka

Guyton, A. C., Hall, J. E., 2006, Textbook of Medical Physiology, Ed. 11,
Elsevier, Philadelphia.
Greenberg, M.S., 2008, Burkets Oral Medicine, BC Decker Inc, Hamilton.
Proctor R, Kumar N, Stein A, Moles D, Porter S., 2005, Oral and Dental Aspects
of Chronic Renal Failure, J Dent Res., 84(3):199-208.
Rubenstein, D., Wayne, D., Bradley, J., 2003, Kedokteran Klinis, Erlangga,
Jakarta.
Sherwood, L., 2001, Fisiologi Manusia, Ed. 2, EGC, Jakarta.
Sudoyo, A. W., Setyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., Setiati, S., 2009, Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Interna Publishing, Jakarta.

You might also like