KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN JURUSAN KEDOKTERAN GIGI PURWOKERTO
2013 Kelainan Sistem Urinaria
Sistem urinaria terdiri dari organ yang membentuk urin dan struktur struktur yang menyalurkan urin ke luar tubuh. Ginjal merupakan organ pada sistem urinaria yang memiliki fungsi filtrasi, reabsorpsi, dan ekskresi. Ekskresi urin yang mengandung elektrolit berperan dalam mempertahankan homeostasis. homeostasis. Kondisi dimana ginjal tidak dapat menjalankan fungsinya disebut gagal ginjal. Gagal ginjal memiliki berbagai penyebab yang dapat menimbulkan gagal ginjal akut maupun kronik (Guyton dan Hall, 2006). Beberapa penyebab dari gagal ginjal ialah sebagai berikut. 1. Infeksi oleh mikroorganisme. 2. Bahan toksik, misalnya timbal, arsen, pestisida, atau pemakaian aspirin dosis tinggi dalam jangka panjang. 3. Hambatan aliran urin, baik oleh batu ginjal, tumor, atau pembesaran kelenjar prostat. 4. Penurunan pasokan darah pada ginjal yang dapat disebabkan oleh gangguan fungsi jantung, adanya plak arterosklerotik di arteri-arteri ginjal, perdarahan, agtau syok. Penurunan jumlah darah akan mengganggu teanan filtrasi ginjal. (Sherwood, 2001)
I. Gagal Ginjal Akut
A. Gambaran Umum Gagal ginjal akut merupakan penyakit akibat menurunnya seluruh atau sebagian fungsi ginjal secara mendadak dan cepat. Kelainan ini bersifat reversebel, artinya dapat terjadi pemulihan sempurna. Gagal ginjal akut ditandai dengan kenaikan kadar keratinin sebesar 50% atau 0.3 mg/dl dan pengurangan produksi urin (oliguria) yang terjadi dalam 48 jam. Berdasarkan penyebabnya, gagal ginjal akut dapat dibedakan menjadi gagaj ginjal akut pre-renal, renal, dan post-renal (Sudoyo, dkk., 2009). B. Etiologi Menurut Guyton dan Hall (2006), penyebab gagal ginjal akut ialah sebagai berikut. 1. Kelainan fungsi organ-organ sebelum ginjal, misalnya gagal jantung atau pendarahan berat yang berakibat pada penurunan volume darah dan tekanan darah. Keadaan abnormal tersebut akan berakibat pada timbulnya gagal ginjal akut pre-renal. 2. Kelainan fungsi ginjal itu sendiri, termasuk kelinan vaskuler, glomerulus, atau tubulus yang mengakibatkan gagal ginjal akut renal. 3. Obstruksi struktur-sturktur yang berperan dalam penyaluran urin ke luar tubuh, misalnya kandung kemih dan urethra. Kerusakan yang sering terjadi biasanya disebabkan oleh adanya batu ginjal. Kelainan yang disebabkan oleh kerusakan pada saluran-saluran urin disebut gagal ginjal akut post-renal.
C. Patofisiologi 1. Gagal ginjal akut pre-renal Gagal ginjal akut pre-renal disebabkan oleh hipoperfusi ginjal, yaitu jumlah nutrisi yang inadekuat akibat penurunan volume darah. Ginjal normalnya menerima pasokan darah sebesar 20-25% dari cardiac output atau sebanyak 1100ml/menit. Penurunan tekanan darah pada ginjal akan diikuti dengan penurunan laju filtrasi glomerulus, oliguria (penurunan produksi urin), dan jika terjadi penurunan total akan timbul anuria (Guyton dan Hall, 2006). Apabila tekanan darah menurun, sinyal akan diterima oleh baroreseptor kardiovaskuler, yang akan mengaktifasi sistem saraf simpatis, sistem renin-angiostensin, pelepasan vasopresin dan endotelin sebagai mekanisme untuk mempertahankan tekanan darah. Selanjutnya ginjal akan melakukan fungsi otoregulasi, yaitu pengaturan homeostasis ginjal dengan perubahan tahanan pembuluh darah (vasokontriksi/vasodilatasi) yang mengikui perubahan tekanan darah. Otoregulasi dapat dipengaruhi oleh konsumsi obat yang dapat melumpuhkan otot polos pembuluh darah atau oleh NSAID. Apabila upaya perbaikan tidak berhasil, maka akan terjadi iskemik berkelanjutan yang mengakibatkan Nekrosis Tubular Akut (Sudoyo, dkk., 2009). 2. Gagal ginjal akut renal Gagal ginjal akut renal terjadi akibat adanya kelainan intrarenal. Kelinan ini dapat disebabkan oleh glomeruloneftitis, obat-obat nefrotoksik (misalnya aminoglikosid, siklosporin A, amfoterisin B), keracunan, Nekrosis Tubulus Akut, Nekrosis Intertisial Akut, dan obstruksi intra renal. Nekrosis Tubullus Akut melibatkan vasokonstriksi pembuluh darah, obstruksi sel-sel tubulus, dan penurunan laju filtrasi glomerusus (Sudoyo, dkk., 2009). 3. Gagal ginjal akut post-renal Gagal ginjal akut post-renal dapat terjadi akibat hipertrofi kelenjar prostat, adanya batu ginjal, tumor, atau bekuan darah yang melibatkan ureter, kandung kemih, dan uretra (Rubenstein, dkk., 2003).
D. Manifestasi Klinis Menurut Sudoyo, dkk. (2009), gagal ginjal akut ditandai dengan penurunan fungsi ginjal mendadak (48 jam) berupa adanya kenaikan kadar keratinin sebesar 50% atau 0.3 mg/dl dan pengurangan produksi urin (oliguria) kurang dari 0.5ml/kg/jam dalam waktu lebih dari 6 jam. Pada gagal ginjal akut biasanya hanya terjadi perubahan fungsional ginjal, kecuali pada gangguan yang berat dapat menimbulkan edema karena ekskresi air dan garam yang terhambat (Sudoyo, dkk., 2009).
II. Gagal Ginjal Kronik
A. Gambaran Umum Menurut Sherwood (2001), gagal ginjal kronik merupakan kondisi penurunan ginjal yang lambat, samar, dan progresif. Kelainan ini bersifat ireversibel, yang mengakibatkan destruksi jaringan ginjal permanen yang akhirnya dapat mengakibatkan kematian. Selain itu gagal ginjal kronik bersifat samar, maksudnya kelainan ini baru bisa dideteksi setelah 75% jaringan ginjal hancur. Sudoyo, dkk. (2009), menjelaskan kondisi ginjal yang dapat dikatagorikan sebagai penyakit ginjal kronik yaitu apabila terjadi kerusakan fungsional maupun struktural dan laju filtrasi glomerulus kurang dari 60ml/menit/1,73m 2 selama lebih dari 3 bulan.
B. Etiologi Menurut Guyton dan Hall (2006), penyebab gagal ginjal kronik sama seperti gagal ginjal akut, yaitu kelainan vaskuler, glomerulus, tubulus, interstisium renal, dan traktus urinarius post-renal. Beberapa penyakit yang menyebabkan kelainan-kelainan tersebut diantaranya: 1. Penyakit metabolik, misalnya diabetes melitus 2. Penyakit vaskular, misalnya hipertensi, mikroangiopati, dan aterosklerosis 3. Penyakit otoimun, misalnya glomerulonefritis 4. Kelainan kongenital, misalnya penyakit ginjal polisistik
C. Patofisiologi Gagal ginjal kronik dapat disebabkan oleh berbagai penyakit, misalnya hipertensi dan diabetes mellitus. Pada penderita hipertensi, tekanan darah yang tinggi secara terus menerus dapat merusak kapiler- kapiler di ginjal. 75% jaringan yang telah rusak akan mengakibatkan hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih terisa. Nefron yang tersisa akan terus terbebani akibat peningkatan sekresi, reabsorpsi, dan laju filtasi, akibatnya nefron yang tersisa akan ikut hancur (Sudoyo, dkk., 2009).
D. Manifestasi Klinis Menurut Sudoyo dkk. (2009), gambaran klinis yang dapat ditemukan pada pasien gagal ginjal kronik ialah: 1. Gejala-gejala penyakit utama, yang menyebabkan gagal ginjal, misalnya penyakit diabetes melius, hipertensi, infeksi saluran kemih, dan batu ginjal 2. Sindrom uremia, yaitu kumpulan tanda dan gejala pada insufisiensi ginjal progresif dan GFR menurun hingga < 10 ml/menit (<10% dari normal) dan puncaknya pada ESRD (end stage renal disease). Pada titik ini nefron yang masih utuh, tetapi tidak mampu lagi mengkompensasi dan mempertahankan fungsi ginjal normal. Sindrom uremia terdiri dari gejala lemah, mual, muntah, adanya darah pada urin (jarang ditemukan), neuropati perifer, kejang-kejang sampai koma 3. Gejala komplikasi, misalnya hipertensi, asidosis metabolik, dan gangguan keseimbangan elektrolit 4. Kelainan urin (misalnya proteuria, hematuri, leukosuria, dan isostenuria) dan kelainan biokimiawi darah.
E. Manifestasi Oral Menurut Greenberg (2008), manifestasi oral yang timbul pada penyakit ginjal kronis ialah sebagai berikut. 1. Oral malodor (bau mulut tak sedap), terjadi akibat konsentrasi urea yang tinggi di dalam mulut dan pecah menjadi amonia pada penderita dengan gejala uremia. 2. Xerostomia, dapat terjadi akibat dehidrasi atau efek samping dari obat. 3. Pembesaran ginggiva akibat pemakaian siklosporin selama lebih dari 3 bulan. 4. Plak atau ulserasi keputih-putihan sering terjadi pada pasien yang telah transplantasi dan hemodialisis. Plak ini disebut uremic frost, timbul apabila terdapat sisa kristal urea terdeposit pada permukan epitel dari evaporasi (uap) respirasi dan aliran saliva yang berkurang.
F. Relevansi dengan Kedokteran Gigi Menurut Proctor, dkk. (2005), dokter gigi perlu konsultasi dengan dokter spesialis penyakit dalam untuk mengetahui status penyakit, jenis pengobatan, waktu yang tepat untuk melakukan perawatan gigi, dan komplikasi yang dapat terjadi. Perawatan dapat dijadwalkan pada hari setelah hemodialisis supaya heparin dalam darah berada pada tingkat paling minimal. Pembesaran gusi akibat obat dapat diatasi dengan mengganti obat lain, namun pada obat antimikrobial metronidazole perlu dihindari karena dapat meningkatkan kosentrasi siklosporin dan berpotensi nefrotoksik.
Daftar Pustaka
Guyton, A. C., Hall, J. E., 2006, Textbook of Medical Physiology, Ed. 11, Elsevier, Philadelphia. Greenberg, M.S., 2008, Burkets Oral Medicine, BC Decker Inc, Hamilton. Proctor R, Kumar N, Stein A, Moles D, Porter S., 2005, Oral and Dental Aspects of Chronic Renal Failure, J Dent Res., 84(3):199-208. Rubenstein, D., Wayne, D., Bradley, J., 2003, Kedokteran Klinis, Erlangga, Jakarta. Sherwood, L., 2001, Fisiologi Manusia, Ed. 2, EGC, Jakarta. Sudoyo, A. W., Setyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., Setiati, S., 2009, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Interna Publishing, Jakarta.