Dokumen tersebut menjelaskan tentang cara menentukan komposisi batuan sedimen silisiklastik menggunakan metode point counting dan klasifikasi Pettijohn. Metode point counting digunakan untuk mendeskripsikan komposisi batuan secara kuantitatif dengan merekam mineral atau komponen pada setiap titik tanpa memperhatikan ukurannya. Klasifikasi Pettijohn 1987 mengelompokkan batuan berdasarkan persen matriks menjadi arenit, wacke, at
Dokumen tersebut menjelaskan tentang cara menentukan komposisi batuan sedimen silisiklastik menggunakan metode point counting dan klasifikasi Pettijohn. Metode point counting digunakan untuk mendeskripsikan komposisi batuan secara kuantitatif dengan merekam mineral atau komponen pada setiap titik tanpa memperhatikan ukurannya. Klasifikasi Pettijohn 1987 mengelompokkan batuan berdasarkan persen matriks menjadi arenit, wacke, at
Dokumen tersebut menjelaskan tentang cara menentukan komposisi batuan sedimen silisiklastik menggunakan metode point counting dan klasifikasi Pettijohn. Metode point counting digunakan untuk mendeskripsikan komposisi batuan secara kuantitatif dengan merekam mineral atau komponen pada setiap titik tanpa memperhatikan ukurannya. Klasifikasi Pettijohn 1987 mengelompokkan batuan berdasarkan persen matriks menjadi arenit, wacke, at
Jelaskan mengenai cara penentuan komposisi pada batuan sedimen denga menggunakan metode point counting!
Metode point counting adalah metode yang digunakan untuk mendeksripsi komposisi batuan secara kuantitatif. Metode ini merupakan metode dengan teknik statistik. Metode ini dimaksudkan untuk merekam mineral atau komponen apa yang terlihat di setiap titik dan kemudian membangun deskripsi dari semua informasi yang didapat. Terdapat syarat untuk menjadi representasi statistik yang valid. Kevalidan datanya harus memiliki jumlah point dengan rentang 300-500. Dalam penghitungan komposisi suatu batuan, metode ini tidak memperhatikan besar kecilnya dari suatu mineral atau komponen lain. Besar kecil, kasar halus, asalkan masih dapat dilihat dan dibedakan, maka tetap dihitung sama. Jadi pada dasarnya, metode ini hanya memperhatikan komponen-komponen penyusun batuan yang berbeda, tanpa memperhatikan ukurannya (kecuali yang berukuran lanau atau lempung yang merupakan matriks dari batuan sedimen silisiklastik). Misalnya saja seperti gambar di samping, butiran hornblende memiliki ukuran yang lebih kecil dibanding dengan fragmen batuan, tetapi, perbedaan ukuran tersebut tidak menjadikan penghitungan fragmen batuan menjadi 2 atau 3x dari hornblende, melainkan tetap satu sama. Karena komposisi batuan sedimen mencerminkan resistensi komponen dan proses yang telah dilaluinya. Jadi, metode ini baik digunakan untuk pemerian batuan silisiklastik dengan klastika yang relatif seragam. Jelaskan cara menggunakan klasifikasi Pettijohn (1987)!
Klasifikasi Pettijohn, 1987 merupakan klasifikasi batuan silisiklastik yang sangat umum digunakan. Penggunaannya pun mudah dan sangat efisien. Penggolongan batuan-batuannya didasarkan pada persentase dari komposisi penyusun batuannya, seperti matriks, lithik (fragmen batuan), feldspar, dan kuartsnya. Secara umum, terdapat 3 kelompok besar dari klasifikasi ini, yaitu ARENITE, WACKE, dan MUDROCK. Ketiga kelompok ini dibedakan berdasarkan persen matriks yang dikandungnya. Matriks sendiri merupakan butir-butir material silisiklastik yang berukuran sangat halus ( < 30 mikron / 0,03 mm). 1. Arenite Merupakan kelompok batuan silisiklastik yang didominasi oleh butiran-butiran kasar. Penentuan batuan arenite atau bukan dilihat dari persentase matriksnya yang memiliki rentang antara 0 % hingga 15 %. Dalam kelompok ini pun, batuan masih dapat diklasifikasikan lagi menjadi beberapa nama, tergantung dengan komposisi mineral (kuarts, feldspar) atau lithiknya, menjadi : a. Quartz arenite Apabila batuan tersebut komposisinya didominasi oleh kuarts, dengan kelimpahan lebih dari 95 %. b. Subarkose Apabila batuan memiliki kelimpahan kuarts dengan rentang antara 75 % hingga 95 %, dan memiliki feldspar dan lithik kurang dari 25 %, dengan dominasi feldspar (persen feldspar > persen lithik). c. Sublitharenit Apabila batuan memiliki kelimpahan kuarts dengan rentang antara 75 % hingga 95 %, dan memiliki feldspar dan lithik kurang dari 25 %, dengan dominasi lithik (persen lithik > persen feldspar). d. Arkose Apabila batuan memiliki kelimpahan kuarts dengan interval kurang dari 75 %, dan memiliki feldspar lebih dari 25 %, dan persen lithik kurang dari 25 %. e. Lithik arkose Apabila batuan memiliki kelimpahan kuarts kurang dari 75 %, dan feldspar lebih dari 25 %, dengan persen lithik lebih dari 25 %. f. Arkosic arenit Apabila batuan tersebut memiliki persen feldspar lebih besar dari 50 % (dominasi feldspar). g. Litharenit Apabila batuan tersebut memiliki persen lithik lebih besar dari 50 % (dominasi lithik).
2. Wacke Merupakan kelompok batuan silisiklastik dengan kombinasi oleh butiran-butiran kasar dan halus secara bersamaan. Penentuan batuan wacke atau bukan dilihat dari persentase matriksnya yang memiliki rentang antara 15 % hingga 75 %. Dalam kelompok ini pun, batuan masih dapat diklasifikasikan lagi menjadi beberapa nama, tergantung dengan komposisi mineral (kuarts, feldspar) atau lithiknya, menjadi : a. Quartzwacke Apabila batuan tersebut mengandung kuarts jika lebih dari 95 %. b. Feldspathic greywacke Apabila batuan tersebut mempunyai feldspar lebih dari 50 %. c. Lithic greywacke Apabila batuan tersebut mengandung lithik atau fragmen batuan denga kelimpahan lebih dari 50 %.
3. Mudrocks Merupakan kelompok batuan silisiklastik yang didominasi oleh butiran-butiran halus. Penentuan mudrock atau bukan dilihat dari persentase matriksnya yang memiliki rentang antara 75 % hingga 100 %. Dalam kelompok ini, batuan sudah tidak dapat diklasifikasikan lagi menjadi beberapa nama berdasarkan komposisi mineral atau lithik penyusunnyaa. Hal ini dikarenakan oleh dominasi komponen halus yang sulit dibedakan satu dengan yang lainnya, sehingga tidak dapat dideskripsi dengan baik.
Sedangkan, untuk menggunakan klasifikasi ini, hal pertama yang harus dilakukan adalah melihat persen matriks dari batuan yang sedang kita deskripsi, setelah mengetahui persentasenya, maka kita dapat mengeplotnya ke dalam 3 kelompok besar, yaitu arenite, wacke atau mudrock. Apabila masuk ke dalam kelompok arenite atau wacke, maka langkah selanjutnya yang harus dilakukan adalah melihat komposisi penyusnnya. Setelah mendeskripsi penyusunnya, maka hal yang kemudian dilakukan adalah menormalisasi presentase lithik, kuarts dan feldsparnya, sehingga dapat diplotkan dalam klasifikasi Pettijohn tersebut (Tobleron Plot). Dan ketemu deh namanya.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.desert.com/petroweb/det_pointcount.php diakses pada 13 Mei 2014 pukul 12.15
http://www.petrog.com/ws/petrog/point%20counting.htm diakses pada 13 Mei 2014 pukul 12.13
http://www.physiol.usyd.edu.au/~daved/teaching/emu/point_counting.html diakses pada 13 Mei 2014 pukul 12.14