You are on page 1of 52

1

BAB I
PENDAHULUAN


I.1 Latar Belakang
Menstruasi merupakan pengeluaran, secara berkala dan fisiologis, darah dan
jaringan mukosa melalui vagina dari uterus yang tidak hamil. Proses ini di
bawah kendali hormon secara normal berulang, biasanya dengan interval
sekitar empat minggu, jika tidak terjadi kehamilan selama masa subur periode
produktif (pubertas sampai menopause), pada wanita dan beberapa species
primata. Proses ini merupakan puncak siklus haid. (Dorland, 2010)

Pada umumnya wanita mengalami ketidaknyamanan fisik selama beberapa hari
sebelum periode menstruasi mereka datang. Kira-kira setengah dari seluruh
wanita menderita akibat dismenore, atau menstruasi yang menyakitkan. Hal ini
khususnya sering terjadi awal-awal masa dewasa. Gejala-gejala dari gangguan
menstruasi dapat berupa payudara yang melunak, puting susu yang nyeri,
bengkak, dan mudah tersinggung. Beberapa wanita mengalami gangguan yang
cukup berat seperti keram yang disebabkan oleh kontraksi otot-otot halus
rahim, sakit kepala, sakit pada bagian tengah perut, gelisah, letih, hidung
tersumbat, dan ingin menangis. Dalam bentuk yang paling berat, sering
melibatkan depresi dan kemarahan, kondisi ini dikenal sebagai gejala datang
bulan atau pre menstrual syndrom (PMS), dan mungkin membutuhkan
penanganan medis.
2

Beberapa wanita mengalami sebuah kondisi yang dikenal sebagai amenore,
atau kegagalan bermenstruasi selama masa waktu perpanjangan. Kondisi ini
dapat disebabkan oleh bermacam-macam faktor termasuk stres, hilang berat
badan, olahraga berat secara teratur, atau penyakit. Sebaliknya, beberapa
wanita mengalami aliran menstruasi yang berlebihan, kondisi yang dikenal
sebagai menoragi. Tidak hanya aliran darah menjadi banyak, namun dapat
berlangsung lebih lama dari periode normal.

Seorang wanita jika awal kedatangan menstruasi, hal ini bisa menjadi saat yang
mengecewakan baginya. Anak-anak perempuan yang tidak mengenal tubuh
mereka dan proses reproduksi dapat mengira bahwa menstruasi merupakan
bukti adanya penyakit atau bahkan hukuman akan tingkah laku yang buruk.
Anak-anak perempuan yang tidak diajari untuk menganggap menstruasi
sebagai fungsi tubuh normal dapat mengalami rasa malu dan perasaan kotor
saat menstruasi pertama mereka. Dari latar belakang diatas penulis akan
menjelaskan tentang siklus menstruasi yang meliputi siklus menstruasi normal,
perubahan yang terjadi selama siklus menstruasi regulasi dan faktor yang
mempengaruhi siklus menstruasi.






3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA


II.1 Anatomi saluran reproduksi perempuan
a. Organ reproduksi eksternal
Pudendum perempuan atau organ reproduksi eksternal, yang disebut juga
vulva, mencakup semua struktur yang tampak dari luar, mulai dari pubis
sampai perineum, yaitu mons pubis, labium majus dan minus, klitoris,
himen (selaput dara), vestibulum, liang uretra, serta berbagai st ruktur
kelenjar dan vaskular. (Norman, 2010)

Perineum
Sebagian besar struktur yang menunjang perineum berasal dari
panggul dan diafragma urogenitalis. Diafragma pelvis terdiri atas
otot levator ani ditambah otot koksigeus di sebelah posterior dan
pembungkus fasia otot-otot ini. Otot levator ani membentuk suatu
sling (lapisan penahan) otot yang lebar berasal dari permukaan
posterior ramus superior pubis, dari permukaan dalam spina
iskiadika, dan di antara kedua tempat ini dari fasia otot obturatorius.
Rafe median levator ani terletak di antara anus dan vagina,
diperkuat oleh sentrum tendineum perineum, yang merupakan
tempat bersatunya otot bulbokavernosus, otot perinei transversus
superfisialis, dan sfingter ani eksternus. Struktur ini, yang ikut
membentuk korpus perineale dan merupakan penunjang utama
4

perineum, sering mengalami laserasi selama persalinan, kecuali jika
dibuat episiotomi yang adekuat pada saat yang tepat. (Norman, 2010)

Mons Pubis
Mons pubis adalah bantalan berlemak yang terletak di atas
permukaan anterior simfisis pubis. Setelah pubertas, kulit mons
pubis ditutupi rambut keriting yang membentuk escutcheon
perempuan. (Norman, 2010)

Labium Majus
Labium majus adalah dua lipatan jaringan lemak berbentuk oval,
ditutupi oleh kulit, serta meluas ke bawah dan belakang dari mons
pubis. Pada perempuan dewasa, penampakan struktur ini bervariasi,
bergantung terutama pada banyaknya lemak yang ada. Secara
embriologis, labium majus homolog dengan skrotum pada laki-laki.
Ligamentum teres uteri berakhir di batas atas labium majus. Setelah
beberapa kali persalinan, labium majus menjadi kurang menonjol,
kemudian setelah menopause, struktur ini mulai mengalami atrofi.
(Norman, 2010)

5


Gambar 1. Genitalia eksterna (Schnatz, 2011)

Labium Minus
Labium minus adalah dua lipatan jaringan yang rata, kemerahan, dan
tampak jika labium majus dipisahkan. Kedua lipatan ini bersatu pada
ujung atas vulva. Ukuran dan bentuknya sangat bervariasi. Pada
perempuan nulipara, labium minus yang berada dibelakang labium
majus biasanya tidak tampak, sedangkan pada perempuan multipara,
labium minus sering menonjol melewati labium majus. Tidak
terdapat folikel rambut di labium minus, tetapi banyak dijumpai
folikel sebasea dan kadang-kadang beberapa kelenjar keringat.
Bagian dalam lipatan labium terdiri atas jaringan ikat yang memiliki
banyak pembuluh dan beberapa serabut otot polos seperti yang
6

biasa dijumpai pada jaringan erektil. Struktur ini sangat sensitif
dan diinervasi oleh banyak ujung saraf. (Norman, 2010)

Klitoris
Klitoris, homolog penis, adalah suatu badan yang berbentuk silinder,
kecil, erektil, dan terletak di dekat ujung superior vulva. Struktur ini
mengarah ke bawah di antara kedua lipatan labia minor yang
menyatu, membentuk prepusium dan frenulum klitoridis. Klitoris
terdiri atas glans, korpus (badan), dan dua krus. Glans, yang
diameternya jarang melebihi 0,5 cm, ditutupi epitel skuamosa
berlapis yang banyak mengandung ujung saraf sehingga sangat
peka terhadap sentuhan. Pembuluh-pembuluh klitoris erektil
berhubungan dengan bulbus vestibuli. Klitoris adalah organ erotik
utama pada perempuan. (Norman, 2010)

Vestibulum Vagina
Vestibulum vagina adalah daerah berbentuk buah badan (almond-
shaped) yang ditutupi labium minus di sebelah lateral dan meluas dari
klitoris (atas) sampai frenulum labiorum pudendi (bawah). Terdapat
enam saluran yang bermuara pada tempat ini, yaitu uretra, vagina,
sepasang duktus Bartholin, dan kadang-kadang, sepasang duktus
parauretra yang disebut juga duktus dan kelenjar Skene. Pada
vestibulum, ditemukan kelenjar vestibularis major, yaitu kelenjar
Bartholin, sepasang kelenjar kecil berdiameter sekitar 0,5-1 cm yang
7

masing-masing terletak di balik vestibulum pada kedua sisi introitus
vagina. Kelenjar Bartholin berada di bawah otot konstriktor vagina
dan kadang-kadang ditutupi sebagian oleh bulbus vestibuli. Selama
perangsangan seksual, kelenjar ini mengeluarkan cairan mukoid.
(Norman, 2010)

Uretra
Dua pertiga bawah uretra terletak tepat di atas dinding vagina anterior
dan berakhir di sebelah luar pada orifisium uretra. Orifisium uretra
terletak digaris tengah vestibulum, 1-1,5 cm dibawah arkus pubis dan
dekat dengan introitus vagina. Stuktur ini biasanya tampak keriput.
(Norman, 2010)

Introitus Vagina
Introitus vagina terletak dibagian bawah vestibulum dan memiliki
ukuran serta bentuk yang sangat bervariasi. Pada gadis, struktur ini
sering tersembunyi seluruhnya oleh labium minus yang tumpang-
tindih dan jika labium minus dibuka, struktur ini biasanya tampak
hampir tertutup total oleh himen (selaput dara) membranosa.
(Norman, 2010)




8

b. Organ reproduksi internal
Vagina
Vagina adalah struktur muskulomembranosa tubular yang
menghubungkan vulva dengan uterus, vagina berada di antara uretra
dan kandung kemih disebelah anterior dan rektum di posterior.
Vagina adalah organ yang memiliki banyak fungsi, yaitu sebagai
organ eksresi uterus yang merupakan tempat keluarnya sekresi uterus
dan darah haid, sebagai organ kopulasi perempuan, dan sebagai
bagian jalan lahir pada persalinan pervaginam. Bagian atas vagina
berasal dari duktus mulleri, bagian bawah terbentuk dari sinus
urogenitalis. Di sebelah anterior, vagina berkontak dengan kandung
kemih dan uretra, dipisahkan oleh jaringan ikat yang sering disebut
sebagai septum vesikovaginale. Di sebelah posterior yaitu antara
bagian bawah vagina dan rektum terdapat jaringan serupa yang
membentuk septum rektovaginale. Seperempat bagian atas vagina
biasanya dipisahkan dari rektum oleh ekskavasio rektouterina atau
kadang-kadang disebut kavum Douglasi. (Norman, 2010)

Ujung atas vagina adalah tempat berakhirnya bagian bawah serviks
uterus yang menonjol. Bagian vagina ini dibagi lagi menjadi forniks
anterior, forniks posterior, dan dua forniks lateral. Forniks lateralis
memiliki kedalaman sedang. Forniks berperan cukup penting dari
segi klinis karena organ-organ panggul internal yang biasanya dapat
diraba melalui dinding forniks yang tipis. Selain itu, foniks posterior
9

biasanya dapat dijadikan akses bedh untk mencapai rongga
peritoneum. (Norman, 2010)

Pada garis tengah dinding anterior dan posterior, terdapat rigi-rigi
longitudinal kasar yang menonjol ke dalam lumen vagina. Pada
perempuan nulipara, rigi-rigi kasar tranversal, atau rugae, ini berjalan
ke arah luar dari dan hampir tegak lurus terhadap rigi longitudinal
vagina. Mukosa vagina terdiri atas epitel sekuamosa berlapis yang
tidak bertanduk. Di bawah epitel, terdapat lapisan fibromuskular tipis
dan biasanya terdapat selapis otot polos sirkular di bagian dalam serta
selapis otot polos longitudinal di sebelah luar. Terdapat selapis
jaringan ikat tipis yang melapisi mukosa dan otot serta kaya akan
pembuluh darah dan mengandung beberapa kelenjar getah bening
kecil. Pada keadaan normal, tidak terdapat kelenjar di vagina.
(Norman, 2010)

Vagina mendapat banyak pasokan darah sepertiga atas diperdarahi
oleh percabangan arteri uterina kearah serviks dan vagina, sepertiga
tengah oleh arteri servikalis inferior, dan sepertiga bawah oleh arteri
haemorrhoidalis (rektalis) media dan arteri pudenda interna. Vagina
dikelilingi oleh pleksus vena yang luas, pembuluh-pembuluh tersebut
mengikuti perjalanan arteri. Akhirnya, vena ini akan bermuara ke
vena iliaka interna. Umumnya limfe yang berasal dari vulva dan
sepertiga bawah vagina dialirkan ke kelenjar getah bening
10

inguinalis, limfe dari sepertiga tengah vagina ke kelenjar getah
bening hipogastrika, dan limfe dari sepertiga atas vagina ke kelenjar
getah bening iliaka. (Norman, 2010)

Uterus
Uterus adalah organ muskular yang sebagian ditutupi oleh
peritoneum atau serosa. Permukaan rongga uterus dilapisi oleh
endometrium. Selama kehamilan, uterus berfungsi sebagai tempat
untuk penerimaan, implantasi, retensi, dan nutrisi konseptus, yang
akan dikeluarkan saat persalinan. Uterus perempuan yang tidak
hamil terletak di rongga panggul antara kandung kemih di sebelah
anterior dan rektum di sebelah posterior. Bagian inferior yaitu serviks
menonjol ke dalam vagina. Hampir seluruh dinding posterior uterus
dilapisi oleh serosa, atau peritoneum. Bagian bawah dinding
posterior uterus membentuk batas anterior ekskavasio rectouterina
atau kavum Douglasi. Hanya bagian atas dinding anterior uterus yang
seluruhnya dilapisi peritoneum. (Norman, 2010)

Bentuk uterus mirip dengan buah pir pipih dan terdiri atas dua
bagian utama yang bentuknya tidak sama, yakni bagian segitiga di
sebelah atas, yaitu korpus (atau badan), dan bagian fusiform atau
silindrik di sebelah bawah, yaitu serviks. (Norman, 2010)


11

Tuba uterina
Tuba uterina (oviduk suatu tuba fallopi) membentak dari kornu uteri
ke tempat dekat ovarium dan merupakan akses perjalanan ovum
menuju rongga uterus. Tuba uterina memiliki panjang yang bervariasi,
mulai dari 8 sampai 14 cm, dan ditutupi oleh peritoneum, sedangkan
lumennya dilapisi oleh membrane mukosa. Masing-masing tuba
uterina dibagi menjadi bagian interstitial, isthmus, ampula, dan
infundibulum. Ketebalan tuba uterine berbeda-beda; bagian tersempit
(isthmus) berdiameter 2-3 mm dan bagian terlebar (ampula)
berdiameter antara 5-8 mm. tuba uterine dikelilingi seluruhnya oleh
peritoneum, kecuali diperlekatkan mesosalping. Secara umum, otot
tuba uterine terdiri atas dua lapisan-lapisan dalam yang sirkular dan
lapisan luar yang longitudinal. (Norman, 2010)

Tuba uterine dilapisi membrane mukosa yang epitelnya terdiri atas
selapis sel kolumner, sebagian bersilia dan yang lainnya bersifat
sekretorik. Arus yang ditimbulkan oleh sislia tuba adalah sedemikian
rupa sehingga arah alirannya menuju ke rongga uterus, terbukti benda
asing kecil dalam rongga abdomen hewan dapat keluar melalui vagina
setelah benda tersebut disalurkan melalui tuba dan rongga uterus.
Perisatalsis tuba diperkirakan merupakan faktor penting dalam
transportasi ovum. (Norman, 2010)


12

Ovarium
Ovarium adalah organ yang bentuknya hampir seperti buah badam
(almond-shaped) yang berfungsi sebagai tempat perkembangan dan
pengeluaran ovum serta sintesis dan sekresi hormon steroid. Ukuran
ovarium cukup bervariasi. Selama masa subur, ovarium memiliki
panjang 2,5-5cm, lebar 1,5-3 cm, dan tebal 0,6-1,5 cm. Setelah
menopause, ukuran ovarium jauh berkurang. (Norman, 2010)

Ovarium melekat ke ligamentum latum melalui mesovarium.
Ligamentum utero ovarikum, yang juga disebut ligamentum ovarii
proprium, membentang dari bagian lateral dan posterior uterus, tepat
dibawah insersi tuba, ke ekstremitas uterine (bawah) ovarium.
Ligamentum suspensorium ovarii membentang dari ekstremitas
tubaria (atas) ovarium kedinding panggul. Ligamentum ini dilalui
pembuluh dan saraf ovarium. (Norman, 2010)

Struktur umum ovarium paling baik dipelajari melalui potongan
melintang, karena dapat dibedakan dua bagian, yaitu korteks dan
medulla. Korteks, atau lapisan luar, memiliki ketebalan yang
bervariasi sesuai usia dan menjadi semakin tipis seiring dengan
bertambahnya usia. Dilapisan inilah terletak ovum dan folikel de
Graaf. Medulla terdiri atas jaringan ikat longgar yang bersambungan
dengan mesovarium. Terdapat banyak arteri dan vena serta sejumlah
kecil serabut otot polos yang bersambungan dengan serabut di
13

ligamentum suspensorium ovarii, serabut otot berperan dalam
pergerakan ovarium. (Norman, 2010)

Gambar 2. Genetalia interna (Putz, 2007)

II.2 Sistem Hormon Wanita
Sistem hormon wanita, seperti pada pria, terdiri dari tiga hirarki hormon
sebagai berikut:
1. Hormon 'releasing' hipotalamus: 'luteinixing hormone-releasing hormone'
(LHRH).
2. Hormon hipofisis anterior, hormon perangsang folikel (FSH) dan hormon
luteinisasi (LH), yang disekresi akibat respon terhadap 'releasing
hormone' dari hipotalamus.
3. Hormon ovarium: estrogen, dan progesteron, yang disekresi oleh
ovarium akibat respon terhadap dua hormon dari kelenjar hipofisis
anterior.
14

Berbagai hormon tidak disekresi secara konstan, jumlahnya tetap, tetapi
disekresi dengan kecepatan yang berbeda drastis pada berbagai bagian siklus
wanita. (Guyton, 2008)
Siklus Bulanan Ovarium Dan Fungsi Hormon Gonadotropin
Masa reproduksi normal wanita ditandai oleh perubahan berirama bulanan
dalam kecepatan sekresi hormon-hormon wanita dan perubahan yang
sesuai pada organ seks itu sendiri. Gambaran berirama ini dinamakan siklus
seksual wanita (atau yang kurang tepat, siklus menstruasi). Lama siklus
rata-rata 28 hari. Siklus dapat sependek 20 hari atau selama 45 hari bahkan
pada wanita yang normal sama sekali, walaupun panjang siklus yang
abnormal kadang-kadang dihubungkan dengan pengurangan ferlilitas.

Dua hasil bermakna dari siklus seksual adalah: Pertama, hanya satu ovum
matang yang normal dikeluarkan dari ovarium setiap bulan sehingga hanya
satu fetus yang dapat mulai tumbuh pada saat ini. Kedua, endometrium
uterus dipersiapkan untuk implantasi ovum yang telah dibuahi bila
dibutuhkan pada bulan ini. (Guyton, 2008)

Hormon-Hormon Gonadotropik dan Pengaruhnya pada Ovarium
Perubahan ovarium yang terjadi selama siklus seksual bergantung
seluruhnya pada hormon-hormon gonadotropik, FSH dan LH, yang
disekresi oleh kelenjar hipofisis anterior. Tidak adanya hormon-hormon
tersebut membuat ovarium tetap tidak aktif, yang merupakan keadaan pada
masa kanak-kanak, ketika hampir tidak ada hormon-hormon gonadotropik
15

hipofisis yang disekresi. Pada usia 9 sampai 12 tahun, hipofisis secara
progresif mulai menyekresi lebih banyak FSH dan LH, yang menyebabkan
dimulainya siklus seksual bulanan normal yang terjadi antara usia 11 dan
15 tahun. Periode perubahan ini disebut pubertas, dan saat terjadinya
siklus menstruasi pertama disebut menarke. FSH dan LH, keduanya
merupakan glikoprotein kecil dengan berat molekul kira-kira 30.000.

Selama setiap bulan siklus seksual wanita, terjadi kenaikan dan penurunan
jumlah FSH dan LH.Variasi siklus ini menyebabkan terjadinya perubahan
siklus ovarium. Baik FSH maupun LH merangsang sel target ovarium
dengan cara bergabung dengan reseptor FSH dan LH yang sangat spesifik
pada membran sel ovarium target. Selanjutnya, reseptor yang diaktifkan
akan meningkatkan laju kecepatan sekresi dari sel-sel ini biasanya
sekaligus meningkatkan pertumbuhan dan proliferasi sel. Hampir semua
efek perangsangan ini dihasilkan dari pengaktifan sistem second
messenger siklus adenosin monofosfat dalam sitoplasma sel, yang
menyebabkan pembentukan protein kinase dan berbagai fosfolirase dari
enzim-enzim kunci yang merangsang sintesis hormon seksual. (Guyton,
2008)

II.3 Pertumbuhan FolikelFase "Folikular" Siklus Ovarium
Ketika seorang anak perempuan dilahirkan, masing-masing ovum dikelilingi
oleh selapis sel-sel granulosa; ovum, dengan selubung sel granulosa tersebut
disebut folikel primordial, seperti diperlihatkan pada gambar. Sepanjang masa
16

kanak-kanak, sel-sel granulosa diyakini berfungsi memberi makanan untuk
ovum dan untuk menyekresi suatu faktor penghambat pematangan oosit, yang
membuat ovum tetap tertahan dalam keadaan primordial, dalam fase profase
pembelahan meiosis. Kemudian, sesudah pubertas, bila FSH dan LH dari
kelenjar hipofisis anterior mulai disekresikan dalam jumlah yang cukup,
seluruh ovarium, bersama dengan folikelnya, akan mulai tumbuh.

Tahap pertama pertumbuhan folikel berupa pembesaran sedang dari ovum itu
sendiri, yang meningkatkan diameternya menjadi dua sampai tiga kali lipat.
Kemudian diikuti dengan pertumbuhan lapisan sel-sel granulosa tambahan di
dalam beberapa folikel; folikel-folikel ini di-kenal sebagai folikel primer.
(Guyton, 2008)
Perkembangan folikel Antral dan Vesikular.
Selama beberapa hari pertama setiap siklus seksual bulanan wanita,
konsentrasi FSH dan LH yang disekresi dari kelenjar hipofisis anterior
meningkat dari sedikit menjadi sedang, dengan peningkatan FSH yang
sedikit lebih besar dari pada LH dan lebih awal beberapa hari dari LH.
Hormon-hormon ini, khususnya FSH, dapat mempercepat pertumbuhan 6
sampai 12 folikel primer setiap bulan. Efek awalnya adalah proliferasi sel-
sel granulosa yang berlangsung cepat, menyebabkan lebih banyak lapisan
pada sel-sel tersebut. Selain itu, sel-sel berbentuk kumparan yang
dihasilkan dari interstisium ovarium berkumpul dalam beberapa lapisan di
luar sel granulosa, membentuk massa sel kedua yang disebut teka. Teka
terbagi menjadi dua lapisan. Di dalam teka interna, sel-selnya mempunyai
17

karakteristik epitelium yang mirip dengan sel-sel granulosa dan
membentuk kemampuan untuk menyekresi hormon steroid seks tambahan
(estrogen dan progesteron). Lapisan luar, teka ekstena, berkembang
menjadi kapsul jaringan ikat yang sangat vaskular. Kapsul ini akan menjadi
kapsul dari folikel yang sedang tumbuh.

Sesudah tahap awal pertumbuhan proliferasi, yang berlangsung selama
beberapa hari, massa sel granulosa menyekresi cairan folikular yang
mengandung estrogen dalam konsentrasi tinggi, salah satu hormon kelamin
wanita yang penting. Pengumpulan cairan ini menyebabkan munculnya
antrum di dalam massa sel granulose.

Pertumbuhan awal folikel primer menjadi tahap antral dirangsang oleh
FSH sendiri. Kemudian peningkatan pertumbuhan secara besar-besaran
terjadi, menuju ke arah pembentukan folikel yang lebih besar lagi yang
disebut folikel vesikular. Peningkatan pertumbuhan ini terjadi sebagai
berikut: (1) Estrogen disekresikan ke dalam folikel dan menyebabkan sel-
sel granulosa membentuk jumlah reseptor FSH yang semakin banyak;
keadaan ini menyebabkan suatu efek umpan balik positif karena estrogen
membuat sel-sel granulosa jauh lebih sensitive terhadap FSH. (2) FSH
dari hipofisis dan estrogen bergabung untuk memacu reseptor LH sel-sel
granulosa sebenarnya, sehingga terjadi .rangsangan LH sebagai tambahan
terhadap rangsangan oleh FSH dan membentuk peningkatan sekresi
folikular yang lebih cepat. (3) Peningkatan jumlah estrogen dari folikel
18

ditambah dengan peningkatan LH dari kelenjar hipofisis anterior
bersama-sama bekerja untuk menyebabkan proliferasi sel-sel teka
folikular dan juga meningkatkan sekresi folikular.

Sekali folikel antral mulai tumbuh, pertumbuhan folikel-folikel tersebut
terjadi sangat cepat. Diameter ovum sendiri juga membesar tiga sampai
empat kali lipat lagi, menghasilkan peningkatan diameter ovum total dari
awal sampai menjadi 10 kali lipat, atau peningkatan massa sebesar 1000
kali lipat. Ketika folikel membesar, ovum sendiri tetap tertanam di dalam
massa sel granulosa yang terletak pada sebuah kutup folikel. (Guyton,
2008)

Hanya Satu Folikel yang Mengalami Pematangan Penuh Setiap Bulan, dan
Sisanya Mengalami Atresia.
Setelah pertumbuhan selama satu minggu atau lebih tetapi sebelum
terjadi ovulasi salah satu dari folikel mulai tumbuh melebihi semua
folikel yang lain; sisa 5 sampai 11 folikel yang tumbuh berinvolusi (suatu
proses yang disebut atresia), dan sisa folikel ini dikatakan menjadi atretik.
Penyebab atresia masih belum diketahui, tetapi didalilkan sebagai
berikut: Sejumlah besar estrogen yang berasal dari folikel yang tumbuh
paling cepat tersebut bekerja pada hipotalamus untuk lebih menekan
kecepatan sekresi FSH oleh kelenjar hipofisis anterior, denagn cara ini
menghambat pertumbuhan lebih jauh folikel-folikel yang kurang
berkembang. Oleh karena itu folikel yang paling besar dapat melanjutkan
19

pertumbuhannya karena pengaruh efek-efek umpan balik positif
instrinsik yang dimilikinya, setelah semua folikel yang lain berhenti
tumbuh dan mengalami infolusi.

Proses atresia tersebut penting, karena biasanya peristiwa tersebut
normalnya hanya membuat satu folikel tumbuh sampai cukup besar untuk
berovulasi setiap bulan; hal ini mencegah lebih dari satu anak yang
berkembang dalam setiap kehamilan. Folikel tunggal tersebut mencapai
diameter 1-1,5 cm pada saat ovulasi dan disebut sebagai folikel matang.
(Guyton, 2008)

Ovulasi
Ovulasi pada wanita yang mempunyai siklus seksual normal 28 hari terjadi
pada 14 hari sesudah menstruasi dimula. Tidak berapa lama sebelum
ovulasi, dinding luar folikel yang menonjol akan membengkak dengan
cepat, dan daerah kecil pada bagian tengah kapsul folikular, yang disebut
stigma, akan menonjol seperti puting. Dalam waktu 30 menit kemudian,
cairan mulai mengalir dari folikel melalui stigma, dan sekitar 2 menit
kemudian, stigma akan robek cukup besar menyebabkan cairan yang lebih
kental, yang menempati bagian tengah folikel, mengalami evagiansi
keluar. Cairan ini membawa ovum bersamanya, yang dikelilingi oleh
massa dari beberapa ratus sel granulosa kecil yang disebut korona radiata.
(Guyton, 2008)

20

Lonjakan LH Penting dalam Ovulasi.
LH diperlukan untuk pertumbuhan akhir folikel dan ovulasi. Tanpa
hormon ini, walaupun ketika FSH tersedia dalam jumlah besar, folikel
tidak akan berkembang ke tahap ovulasi. Sekitar 2 hari sebelum ovulasi,
laju kecepatan sekresi LH oleh kelenjar hipofisis anterior meningkat
dengan pesat, menjadi 6 sampai 10 kali lipat dan mencapai puncaknya 16
jam sebelum ovulasi. FSH juga meningkat kira-kira 2 sampai 3 kali lipat
pada saat bersamaan, dan FSH dan LH akan bekerja secara sinergistik
untuk mengakibatkan pembengkakan folikel yang berlangsung cepat
selama beberapa hari sebelum ovulasi. LH juga mempunyai efek khusus
terhadap sel granulosa dan sel teka, yang mengubah kedua jenis sel
tersebut terutama menjadi sel yang bersifat menyekresikan progesteron.
Oleh karena itu, kecepatan sekresi estrogen mulai menurun kira-kira 1 hari
sebelum ovulasi, sementara sejumlah peningkatan progesteron mulai
disekresikan.

Pada lingkungan tempat terjadi (1) pertumbuhan folikel yang berlangsung
cepat, (2) berkurangnya sekresi estrogen sesudah fase sekresi estrogen
yang berlangsung lama, dan (3) dimulainya sekresi progesteron, terjadi
ovulasi. Tanpa adanya lonjakan hormon LH praovulasi, ovulasi tidak akan
berlangsung. (Guyton, 2008)



21

Permulaan Ovulasi
Skema permulaan ovulasi, menunjukkan peran LH dalam jumlah besar
yang disekresikan oleh kelenjar hipofisis anterior. LH tersebut
menyebabkan sekresi hormon-hormon steroid folikular dengan cepat, yang
mengandung progesteron. Dalam waktu beberapa jam akan berlangsung
dua peristiwa, keduanya dibutuhkan untuk ovulasi: (1) Teka eksterna
(kapsul folikel) mulai melepaskan enzim proteolitik dari lisosom, dan
enzim tersebut mengakibatkan pelarutan dinding kapsul folikular dan
akibatnya yaitu melemahnya dinding, menyebabkan makin
membengkaknya seluruh folikel dan degenerasi stigma. (2) Secara
bersamaan juga akan terjadi pertumbuhan pembuluh darah baru yang
berlangsung cepat ke dalam dinding folikel, dan pada saat yang sama,
prostaglandin (hormon setempat yang mengakibatkan vasodilatasi) akan
disekresi kedalam jaringan folikular. Kedua efek ini akan mengakibatkan
transudasi plasma ke dalam folikel, yang berperan pada pembengkakan
folikel. Akhirnya, kombinasi dari pembengkakan folikel dan degenerasi
stigma mengakibatkan pecahnya folikel disertai dengan pengeluaran
ovum. (Guyton, 2008)

II.4 Korpus LuteumFase "Luteal" Siklus Ovarium
Selama beberapa jam pertama sesudah ovum dikeluarkan dari folikel, sel-sel
granulosa dan teka interna yang tersisa berubah dengan cepat menjadi sel
lutein. Diameter sel ini membesar dua kali atau lebih dan terisi dengan inklusi
lipid yang memberi tampilan kekuningan. Proses ini disebut luteinisasi, dan
22

seluruh massa dari sel bersama-sama disebut sebagai korpus luteum. Suplai
vaskular yang berkembang dengan baik juga tumbuh ke dalam korpus
luteum.

Sel-sel granulosa dalam korpus luteum mengembangkan retikulum
endoplasma halus intrasel yang luas, yang membentuk sejumlah besar
hormon seks wanita progesteron dan estrogen (lebih banyak progesteron
daripada estrogen). Sel-sel teka terutama lebih membentuk hormon
..androgen, androstenedion dan testosteron dari pada hormon seks wanita.
Akan tetapi, sebagian besar dari hormon-hormon tersebut juga akan
dikonversikan oleh sel-sel granulosa menjadi hormon-hormon wanita.

Pada wanita normal, diameter korpus luteum tumbuh menjadi kira-kira 1,5
sentimeter. Tahap perkembangan ini dicapai dalam waktu 7 sampai 8 hari
setelah ovulasi. Kemudian korpus luteum mulai berinvolusi dan akhirnya
kehilangan fungsi sekresi juga warna kekuningannya, dan sifat lipidnya
dalam waktu kira-kira 12 hari setelah ovulasi, menjadi korpus albikans;
selama beberapa minggu, korpus albikans akan digantikan oleh jaringan ikat
dan dalam hitungan bulan akan diserap. (Guyton, 2008)
Fungsi Luteinisasi LH.
Perubahan sel-sel granulosa dan sel teka menjadi sel lutein sangat
bergantung pada LH yang disekresikan oleh kelenjar hipofisis anterior.
Pada kenyataannya, fungsi inilah yang menyebabkan LH mendapat
julukan "luteinisasi," untuk "kekuningan." Luteinisasi juga bergantung
23

pada pengeluaran ovum dari folikel. Sebuah hormon setempat yang masih
belum diselidiki pada cairan folikel, yang disebut faktor penghambat
luteinisasi, kelihatannya berfungsi menahan proses luteinisasi sampai
sesudah ovulasi. (Guyton, 2008)

Sekresi Korpus Luteum: Fungsi Tambahan dari LH.
Korpus luteum adalah organ yang sangat sekretorik, yang menyekresi
sejumlah besar progesteron dan estrogen. Sekali LH (terutama yang
disekresi selama kebutuhan ovulasi) bekerja pada sel granulosa dan sel
teka untuk menimbulkan luteinisasi, maka sel-sel lutein yang baru
terbentuk kelihatannya diprogram untuk meneruskan tahapan yang sudah
diatur yaitu (1) proliferasi, (2) pembesaran, dan (3) sekresi, diikuti dengan
(4) degenerasi. Semua itu terjadi dalam waktu 12 hari. Kita akan melihat
pada pembahasan mengenai kehamilan, bahwa ada hormon lain dengan
sifat yang persis sama dengan LH, yaitu gonadotropin korionik, yang
disekresi oleh plasenta, dapat bekerja pada korpus luteum untuk
memperpanjang kelangsungan hidupnya biasanya dipertahankan untuk
sekurang-kurangnya 2 sampai 4 bulan pertama kehamilan. (Guyton, 2008)


Involusi Korpus Luteum dan Timbulnya Siklus Ovarium Berikutnya.
Estrogen, khususnya, dan progesteron, dalam jumlah lebih sedikit, yang
disekresi oleh korpus luteum selama tahap luteal dari siklus ovarium,
mempunyai efek umpan balik yang kuat terhadap kelenjar hipofisis
24

anterior untuk mempertahankan kecepatan sekresi FSH maupun LH yang
rendah.

Selain itu, sel lutein juga menyekresi sejumlah kecil hormon inhibin, yang
sama seperti inhibin yang disekresi oleh sel Sertoli dari testis pria. Hormon
ini menghambat sekresi kelenjar hipofisis anterior, khususnya sekresi
FSH. Konsentrasi FSH dan LH dalam darah yang rendah terjadi, dan
hilangnya hormon ini akhirnya menyebabkan korpus luteum berdegenerasi
secara menyeluruh, suatu proses yang disebut involusi korpus luteum.

Involusi akhir biasanya terjadi pada hampir tepat 12 hari dari masa hidup
korpus luteum, sekitar hari ke-26 dari siklus seksual wanita normal, 2 hari
sebelum menstruasi dimulai. Pada saat ini, penghentian tiba-tiba sekresi
estrogen, progesteron, dan inhibin dari korpus luteum akan menghilangkan
umpan balik halangan dari kelenjar hipofisis anterior, memungkinkan
kelenjar meningkatkan sekresi FSH dan LH kembali. FSH dan LH akan
merangsang pertumbuhan folikel baru, memulai siklus ovarium yang baru.
Terhentinya sekresi progesteron dan estrogen secara sementara pada waktu
ini akan menyebabkan menstruasi oleh uterus. (Guyton, 2008)
II.5 Fungsi Hormon-Hormon OvariumEstradiol dan Progesteron
Kedua jenis hormon kelamin ovarium adalah estrogen dan progestin. Sejauh
ini yang paling penting dari estrogen adalah hormon estradiol dan yang paling
penting dari progestin adalah progesteron. Estrogen terutama meningkatkan
proliferasi dan pertumbuhan sel-sel khusus di dalam tubuh yang berperan
25

dalam perkembangan sebagian besar karakteristik kelamin sekunder wanita.
Progestin berfungsi terutama untuk persiapan uterus untuk menerima
kehamilan dan persiapan payudara untuk laktasi. (Guyton, 2008)

Fungsi EstrogenEfeknya pada Karakteristik Kelamin Primer dan Sekunder
Fungsi primer dari estrogen adalah untuk menimbulkan proliferasi sel dan
pertumbuhan jaringan organ-organ kelamin dan jaringan lain yang
berkaitan dengan reproduksi.

Efek Estrogen pada Uterus dan Organ Kelamin Luar Wanita. Selama masa
kanak-kanak, estrogen disekresi hanya dalam jumlah kecil, tetapi pada saat
pubertas, jumlah yang disekresi pada wanita di bawah pengaruh hormon-
hormon gonadotropin hipofisis meningkat sampai 20 kali lipat atau lebih.
Pada saat ini, organ-organ kelamin wanita akan berubah dari yang dimiliki
seorang anak menjadi yang dimiliki seorang wanita dewasa. Ovarium,
tuba fallopii, uterus, dan vagina, semuanya bertambah besar. Selain itu,
genitalia eksterna membesar, dengan deposisi lemak pada mons pubis dan
labia mayora dan disertai pembesaran labia minora.

Selain itu, estrogen juga mengubah epitel vagina dari tipe kuboid menjadi
bertingkat, yang dianggap lebih tahan terhadap trauma dan infeksi
daripada epitel sel kuboid prapubertas. Infeksi vagina pada anak sering
dapat disembuhkan dengan pemberian estrogen hanya karena estrogen
dapat meningkatkan ketahanan epitel vagina.
26

Selama beberapa tahun pertama sesudah pubertas, ukuran uterus
meningkat menjadi dua sampai tiga kali lipat, tetapi yang lebih penting
daripada bertambahnya ukuran uterus adalah perubahan yang berlangsung
pada endometrium uterus di bawah pengaruh estrogen. Estrogen
menyebabkan terjadinya proliferasi yang nyata stroma endometrium dan
sangat meningkatkan perkembangan kelenjar endometrium, yang nantinya
akan membantu memberi nutrisi pada ovum yang berimplantasi. Efek ini
akan dibicarakan nanti di bab yang berkaitan dengan siklus endometrium.

Efek Estrogen pada Tuba Fallopii. Estrogen berpengaruh pada mukosa
yang membatasi tuba fallopii, sama seperti efek estrogen terhadap
endometrium uterus. Estrogen menyebabkan jaringan kelenjar lapisan
tersebut berproliferasi, dan yang penting, estrogen menyebabkan jumlah
sel-sel epitel bersilia yang membatasi tuba fallopii bertambah banyak.
Aktivitas silia juga meningkat. Silia tersebut selalu bergerak ke arah
uterus, yang membantu mendorong ovum yang telah dibuahi ke arah
uterus. (Guyton, 2008)

Fungsi-Fungsi Progesteron
Efek Progesteron pada Uterus. Sejauh ini fungsi progesteron yang paling
penting adalah untuk meningkatkan perubahan sekretorik pada
endometrium uterus selama separuh terakhir siklus seksual bulanan
wanita, sehingga mempersiapkan uterus untuk menerima ovum yang
sudah dibuahi.
27


Selain dari efek terhadap endometrium, progesteron juga mengurangi
frekuensi dan intensitas kontraksi uterus, sehingga membantu mencegah
terlepasnya ovum yang sudah berimplantasi. Efek Progesteron pada Tuba
Fallopii. Progesteron juga meningkatkan sekresi pada mukosa yang
membatasi tuba fallopii. Sekresi ini dibutuhkan untuk nutrisi ovum yang
telah dibuahi, dan sedang membelah, sewaktu ovum bergerak dalam tuba
fallopii sebelum berimplantasi. (Guyton, 2008)

Gambar 3. Sekresi dan efek hormon pada siklus reproduksi wanita (Tortora, 2009)
28


Gambar 4. Regulasi hormonal pada ovarium dan uterus (Tortora, 2009)

Gambar 5. Perubahan konsentrasi hormon (Tortora, 2009)

II.6 Siklus Menstruasi Normal dan Bulanan Endometrium
Produksi berulang dari estrogen dan progesteron oleh ovarium mempunyai
kaitan dengan siklus endometrium pada lapisan uterus yang bekerja melalui
tahapan berikut ini: (1) proliferasi endometrium uterus; (2) perubahan
sekretoris pada endometrium, dan (3) deskuamasi endometrium, yang dikenal
sebagai menstruasi. (Guyton, 2008)
29

Fase Proliferasi (Fase Estrogen) Siklus Endometrium, yang Terjadi
Sebelum Ovulasi.
Pada permulaan setiap siklus seksual bulanan, sebagian besar endo-
metrium telah berdeskuamasi akibat menstruasi. Sesudah menstruasi,
hanya selapis tipis stroma endometrium yang tertinggal, dan sel-sel epitel
yang tertinggal adalah yang terletak di bagian lebih dalam dari kelenjar
yang tersisa serta pada kripta endometrium. Di bawah pengaruh estrogen,
yang disekresi dalam jumlah lebih banyak oleh ovarium selama bagian
pertama siklus ovarium, sel-sel stroma dan sel epitel berproliferasi dengan
cepat. Permukaan endometrium akan mengalami epitelisasi kembali dalam
waktu 4 sampai 7 hari sesudah terjadinya menstruasi.

Kemudian, selama satu setengah minggu berikutnya yaitu, sebelum terjadi
ovulasi ketebalan endometrium sangat meningkat karena jumlah sel stroma
bertambah banyak dan karena pertumbuhan kelenjar endometrium serta
pembuluh darah baru yang progresif ke dalam endometrium. Pada saat
ovulasi, endometrium mempunyai ketebalan 3 sampai 5 milimeter.

Gambar 6. Fase pertumbuhan endomentrium dan menstuasi selama setiap siklus
(Guyton, 2008)

30


Kelenjar endometrium, khususnya dari daerah serviks, akan menyekresi
mukus yang encer mirip benang. Benang mukus akan tersusun di sepanjang
kanalis servikalis, membentuk saluran yang membantu mengarahkan sperma
ke arah yang tepat dari vagina menuju ke dalam uterus. (Guyton, 2008)
Fase Sekretorik (Fase Progestasional) Siklus Endometrium, yang Terjadi
Setelah Ovulasi.
Selama sebagian besar separuh akhir siklus bulanan, setelah ovulasi terjadi,
progesteron dan estrogen bersama-sama disekresi dalam jumlah yang besar
oleh korpus luteum. Estrogen menyebabkan sedikit proliferasi sel tambahan
pada endometrium selama fase siklus ini, sedangkan progesteron
menyebabkan pembengkakan yang nyata dan perkembangan sekretorik dari
endometrium. Kelenjar makin berkelok-kelok; kelebihan substansi
sekresinya bertumpuk di dalam sel epitel kelenjar. Selain itu, sitoplasma
dari sel stroma bertambah banyak, simpanan lipid dan glikogen sangat
meningkat dalam sel stroma, dan suplai darah ke dalam endometrium lebih
lanjut akan meningkat sebanding dengan perkembangan aktivitas sekresi,
dengan pembuluh darah yang menjadi sangat berkelok-kelok. Pada puncak
fase sekretorik, sekitar 1 minggu setelah ovulasi, ketebalan endometrium
sudah menjadi 5 sampai 6 milimeter.

Maksud keseluruhan dari semua perubahan endometrium ini adalah untuk
menghasilkan endometrium yang sangat sekretorik, yang mengandung
sejumlah besar cadangan nutrien yang membentuk kondisi yang cocok un-
31

tuk implantasi ovum yang sudah dibuahi selama separuh akhir siklus
bulanan. Dari saat sebuah ovum yang sudah dibuahi memasuki kavum uteri
dari tuba fallopii (yang terjadi 3 sampai 4 hari setelah ovulasi) sampai
waktu ovum berimplantasi (7 sampai 9 hari setelah ovulasi), sekret uterus,
yang disebut "susu uterus," menyediakan makanan bagi pembelahan awal
ovum. Kemudian, sekali ovum berimplantasi di dalam endometrium, sel-sel
trofoblas pada permukaan blastokis yang berimplantasi mulai mencerna
endometrium dan mengabsorbsi substansi yang disimpan endometrium, jadi
menyediakan jumlah persediaan nutrisi yang semakin besar untuk embrio
yang berimplantasi. (Guyton, 2008)
Menstruasi.
Jika ovum tidak dibuahi, kira-kira 2 hari sebelum akhir siklus bulanan,
korpus luteum di ovarium tiba-tiba berinvolusi, dan hormon-hormon
ovarium (estrogen dan progesteron) menurun dengan tajam sampai kadar
sekresi yang rendah terjadilah menstruasi.

Menstruasi disebabkan oleh berkurangnya estrogen dan progesteron,
terutama progesteron, pada akhir siklus ovarium bulanan. Efek pertama
adalah penurunan rang-sangan terhadap sel-sel, endometrium oleh kedua
hormon ini, yang diikuti dengan cepat oleh involusi endometrium sendiri
menjadi kira-kira 65 persen dari ketebalan semula. Kemudian, selama 24
jam sebelum terjadinya menstruasi, pembuluh darah yang berkelok-kelok,
yang mengarah ke lapisan mukosa endometrium, akan menjadi vasospastik,
mungkin disebabkan oleh efek involusi, seperti pelepasan bahan
32

vasokonstriktor mungkin salah satu tipe vasokonstriktor prostaglandin
yang terdapat dalam jumlah sangat banyak pada saat ini.

Vasospasme, penurunan zast nutrisi endometrium, dan hilangnya rangsangan
hormonal menyebabkan dimulainya proses nekrosis pada endometrium,
khususnya dari pembuluh darah. Sebagai akibatnya, darah akan merembes
ke lapisan vaskular endometrium, dan daerah perdarahan akan bertambah
besar dengan cepat dalam waktu 24 sampai 36 jam. Perlahan-lahan, lapisan
nekrotik bagian luar dari endometrium terlepas dari uterus pada daerah
perdarahan tersebut, sampai kira-kira 48 jam setelah terjadinya menstruasi,
semua lapisan superficial endometrium sudah berdeskuamasi. Massa
jaringan deskuamasi dan darah di dalam kavum uteri, ditambah efek
kontraksi dari prostaglandin atau zat-zat lain di dalam lapisan yang
terdeskuamasi, seluruhnya bersama-sama akan merangsang kontraksi uterus
yang menyebabkan dikeluarkannya isi uterus.

Selama menstruasi normal, kira-kira 40 mililiter darah dan tambahan 35 ml
cairan serosa dikeluarkan. Cairan menstruasi ini normalnya tidak
membentuk bekuan, karena fibrinolisin dilepaskan bersama dengan bahan
nekrotik endometrium. Bila terjadi perdarahan yang berlebihan dari
permukaan uterus, jumlah fibrinolisin mungkin tidak cukup untuk mencegah
pembekuan. Adanya bekuan darah selama menstruasi sering merupakan
bukti klinis adanya kelainan patologi dari uterus.
33

Dalam waktu 4 sampai 7 hari sesudah dimulainya menstruasi, pengeluaran
darah akan berhenti, karena pada saat ini endometrium sudah mengalami
epitelisasi kembali. (Guyton, 2008)

Leukore Selama Menstruasi.
Selama menstruasi, sangat banyak leukosit dikeluarkan bersama dengan
bahan nekrotik dan darah. Ada kemungkinan bahwa beberapa substansi
yang dilepaskan karena nekrosis endometrium merupakan penyebab
pengeluaran leukosit. Sebagai akibat dari pengeluaran leukosit ini dan
kemungkinan faktor yang lain juga, uterus menjadi sangat resisten terhadap
in-feksi selama menstruasi, walaupun permukaan endometrium telanjang.
Tentu saja, ini merupakan perlindungan yang sangat bernilai. (Guyton,
2008)

II.7 Pengaturan Ritme Bulanan WanitaHubungan Antara Hormon
Ovarium dan Hipotalamus-Hipofisis.
Hipotalamus Menyekresikan GnRH, yang Menyebabkan Kelenjar
Hipofisis Anterior Menyekresikan LH dan FSH
Sekresi sebagian besar hormon-hormon hipofisis anterior diatur oleh "hor-
mon pelepas" yang dibentuk di hipotalamus dan dibawa ke kelenjar
hipofisis anterior melalui sistem porta hipotalamus-hipofisis. Bila
menyangkut gonadotropin, ada satu faktor pelepas yang penting, yaitu
GnRH. Hormon ini sudah dimurnikan dan telah terbukti merupakan suatu
dekapeptida dengan rumus sebagai berikut. (Guyton, 2008)
34



Sekresi GnRH yang Intermiten dan Pulsatil oleh Hipotalamus
Merangsang Pelepasan LH yang Pulsatil dari Kelenjar Hipofisis
Anterior.
Penelitian menunjukkan bahwa hipotalamus tidak menyekresikan GnRH
secara terus menerus tetapi sebaliknya menyekresi GnRH secara pulsatil
selama 5 sampai 25 menit yang terjadi setiap 1 sampai 2 jam. Saat GnRH
diinfus secara terus menerus supaya GnRH terdapat sepanjang waktu, jadi
tidak secara pulsatil, maka kemampuan GnRH dalam menyebabkan
pelepasan LH dan FSH oleh kelenjar hipofisis anterior akan hilang. Oleh
karena itu, untuk alasan yang tidak diketahui, sifat asli pelepasan GnRH
dengan cara pulsatil bersifat penting untuk fungsi GnRH sendiri. Pelepasan
GnRH dengan cara pulsatil menyebabkan pengeluaran sekresi LH secara
intermiten setiap 90 menit. (Guyton, 2008)
Pusat Hipotalamus untuk Pelepasan GnRH.
Aktivitas saraf yang menyebabkan pelepasan GnRH dengan cara pulsatil
terutama terjadi di dalam hipotalamus mediobasal, khususnya di nukleus
arkuatus daerah ini. Oleh karena itu, diyakini bahwa nukleus arkuatus
mengatur sebagian besar aktivitas seksual wanita, walaupun saraf-saraf
yang terletak di daerah preoptik hipotalamus anterior juga menyekresikan
GnRH dalam jumlah yang cukup. Banyak pusat saraf dalam sistem
"limbik" otak (sistem untuk pengaturan psikis) menghantarkan sinyal ke
Glu-His-Trp-Ser-Tyr-Gly-Leu-Arg-Pro-Gly-NH
2

35

dalam nukleus arkuatus untuk memodifikasi intensitas pelepasan GnRH dan
frekuensi pulsasi, sehingga menyediakan suatu penjelasan parsial mengenai
mengapa faktor-faktor psikis sering memodifikasi fungsi seksual wanita.
(Guyton, 2008)
Efek Umpan Balik Negatif Estrogen dan Progesteron dalam
Menurunkan Sekresi LH dan FSH
Dalam jumlah yang kecil, estrogen mempunyai efek yang kuat untuk
menghambat produksi LH dan FSH. Selain itu, bila terdapat progesteron,
efek penghambatan dari estrogen akan berlipat ganda, walaupun
progesteron sendiri hanya mempunyai efek yang kecil.

Efek umpan balik ini kelihatannya terutama bekerja pada kelenjar hipofisis
anterior secara langsung namun efek tersebut juga bekerja sedikit pada
hipotalamus untuk menurunkan sekresi GnRH, terutama dengan mengubah
frekuensi pulsasi GnRH. (Guyton, 2008)
Hormon Inhibin dari Korpus Luteum Menghambat Sekresi FSH dan LH.
Selain dari efek umpan ba-lik oleh estrogen dan progesteron, terdapat
hormon lain yang kelihatannya ikut berperan, khususnya inhibin, yang
disekresikan bersama dengan hormon seks steroid oleh sel-sel granulosa
dari korpus luteum ovarium dengan cara yang sama seperti sel-sel Sertoli
menyekresikan inhibin pada testis pria. Hormon tersebut mempunyai efek
yang sama pada wanita seperti halnya pada priamenghambat sekresi
FSH, dan sedikit menghambat LH lewat kelenjar hipofisis anterior. Oleh
36

karena itu, diyakini bahwa hormon inhibin mungkin cukup penting dalam
menyebab-kan berkurangnya sekresi FSH dan LH pada akhir siklus
bulanan seksual wanita. (Guyton, 2008)

Efek Umpan-Balik Positif Estrogen Sebelum OvulasiLonjakan LH
Praovulasi
Dengan alasan yang masih belum diketahui seluruhnya, kelenjar hipofisis
anterior dapat menyekresi jumlah LH yang sangat meningkat selama 1
sampai 2 hari mulai 24 sampai 48 jam sebelum ovulasi.

Eksperimen telah menunjukkan bahwa pemberian infus estrogen pada
wanita di atas kecepatan kritis selama 2 sampai 3 hari selama bagian
terakhir paruh pertama siklus ovarium, akan menyebabkan makin cepatnya
pertum-buhan folikel ovarium, demikian juga semakin cepatnya sekresi
estrogen dari ovarium. Selama periode ini, baik sekresi FSH maupun LH
oleh kelenjar hipofisis anterior mula-mula sedikit tertekan. Kemudian
secara mendadak sekresi LH meningkat menjadi enam kali lipat sampai de-
lapan kali lipat, dan sekresi FSH meningkat kira-kira dua kali lipat.
Peningkatan sekresi LH yang sangat besar ini menyebabkan ovulasi.

Penyebab kenaikan yang mendadak dari sekresi LH masih belum
diketahui. Akan tetapi, beberapa penjelasan yang mungkin adalah sebagai
berikut: (1) Diperkirakan bahwa estrogen pada saat siklus ini mempunyai
efek umpan balik positif khusus untuk merangsang sekresi LH demikian
37

juga sedikit merangsang FSH; ini sangat berbeda dengan efek umpan-balik
negatif yang normal, yang berlangsung selama sisa siklus bulanan wanita.
(2) Sel-sel granulosa dari folikel mulai menyekresi progesteron dalam
jumlah sedikit tetapi meningkat, sehari atau beberapa hari sebelum terjadi
lonjakan LH praovulasi, dan sudah diperkirakan bahwa hal ini merupakan
faktor yang merangsang kelebihan sekresi LH. (Guyton, 2008)

II.8 Perubahan yang terjadi selama siklus menstruasi
Ovarium
Ovarium mengalami perubahan-perubahan dalam besar, bentuk, dan
posisinya sejak bayi dilahirkan hingga masa tua seorang wanita. Di
samping itu, terdapat perubahan-perubahan histologik yang disebabkan
oleh rangsangan berbagai kelenjar endokrin. Pada masa pubertas ovarium
berukuran 2,5-5 cm panjang, 1,5-3 cm lebar dan 0,6-1,5 tebal. Pada salah
satu pinggirnya terdapat hilus, tempat keluar masuknya pembuluh-
pembuluh darah dan serabut-serabut saraf. Ovarium dihubungkan oleh
mesovarium dengan ligamentum latum, dan oleh ligamentum ovarii
proprium dengan uterus. Permukaan ovarium ditutupi oleh satu lapis sel
kuboid yang disebut epitel germinativum. Di bawahnya terdapat tunika
albugenia yang kebanyakan terdiri dari serabut-serabut jaringan ikat.
(Hanifa, 2007)
38


Gambar 7. Perubahan selama pembentukan folikel (Hanifa, 2007)
Pada garis besarnya ovarium terbagi atas dua bagian, yaitu korteks dan
medulla. Korteks terdiri atas stroma yang padat, dimana terdapat folikel-
folikel dengan sel telurnya. Folikel dapat dijumpai dalam berbagai tingkat
perkembangan, yaitu folikel primer, sekunder, dan folikel yang masak
(folikel de Graaf). Juga ada folikel yang telah mengalami degenerasi yang
disebut atresia folikel. Dalam korteks juga dapat dijumpai korpus rubrum,
korpus luteum dan korpus albikans. (Hanifa, 2007)

Makin muda usia wanita makin banyak folikel dijumpai. Pada bayi baru
lahir terdapat 400.000 folikel pada kedua ovarium. Rata-rata hanya 300-
400 ovum yang dilepaskan selama masa reproduksi. Pada masa
39

pascamenopause sangat jarang dijumpai folikel karena kebanyakan telah
mengalami atresia. Dalam medulla ovarium terdapat pembuluh-pembuluh
darah, serabut-serabut saraf, dan jaringan ikat elastis. (Hanifa, 2007)

Pada masa kanak-kanak, ovarium boleh dikatakan masih beristirahat dan
baru pada masa pubertas mulai menunaikan faalnya. Perubahan-perubahan
yang terdapat pada ovarium dalam siklus haid ialah sebagai berikut.
Dibawah pengaruh FSH beberapa folikel mulai berkembang; akan tetapi
hanya satu yang terus tumbuh sampai menjadi matang. Pada folikel ini
mula-mula sel-sel di sekitar ovum berlipat ganda dan kemudian di antara
sel-sel itu timbul suatu rongga yang berisi cairan disebut liquor folikuli.
Ovum sendiri terdesak ke pinggir dan terdapat di tengah tumpuka sel yang
menonjol ke dalam rongga folikel. Tumpukan sel dengan ovum di
dalamnya itu disebut kumulus oophorus. Antara ovum dan sel-sel
sekitarnya terdapat zona pellusida. Sel-sel lainnya yang membatasi
ruangan folikel disebut membrana granulosa. Dengan tumbuhnya folikel,
jaringan ovarium di sekitar folikel tersebut terdesak ke luar dan
membentuk dua lapisan, yaitu teka interna yang banyak mengandung
pembuluh darah dan teka eksterna terdiri dari jaringan ikat yang padat.
Dengan bertambah matang folikel hingga akhirnya matag benar dan oleh
karena pembentukan cairan folikel makin bertambah, maka folikel makin
terdesa ke permukaan ovarium, malahan menonjol ke luar. Sel-sel pada
permukaan ovarium menjadi tipis dan pada suatu waktu oleh mekanisme
40

yang belum jelas betul, folikel pecah dan keluarlah cairan dari folikel
bersama-sama ovum yang dikelilingi sel kumulus ooforus. (Hanifa, 2007)

Gambar 8. Ovarium dan folikel-folikel dalam berbagai tingkat perkembangan
(Guyton, 2007)

Sel-sel dari membrana granulosa dan teka interna yang tinggal pada
ovarium membentuk korpus rubrum yang berwarna merah oleh karena
perdarahan waktu ovulasi dan yang kemudian menjadi korpus luteum.
Korpus luteun berwarna kuning karena mengandung zat kuning yang
disebut lutein; ia mengeluarkan hormon progesteron dan estrogen.jika
tidak terjadi pembuahan (konsepsi), setelah 8 hari korpus luteum mulai
berdegenarasi dan setelah 14 hari mengalami atrofi menjadi korpus
albikans (Jaringan parut). Korpus luteum tadi disebut korpus luteum
41

menstruasionis. Jika terjadi konsepsi, korpus luteum dipelihara oleh
hormon chorionic gonadotropin (hCG) yang dihasilkan oleh
sinsitiotrofoblas dari korion. Ini dinamakan korpus luteum graviditas dan
berlangsung hingga 9-10 minggu. (Hanifa, 2007)

Pada manusia, ovulasi biasanya terjadi hanya dari satu ovarium, walapun
kadang-kadang lebih dari satu folikel dapat pecah pada satu waktu yang
dapat menghasilkan kehamilan kembar dizigotik. Ovum yang dilepaskan
berukuran kira-kira 150m dan cepat mengalami degenerasi kecuali jika
terjadi fertilisasi. Fertilisasi biasanya terjadi dalam tuba dekat dengan
fimbrium-fimbrium. Perjalanan ovum di tuba memakan waktu selama 3
hari dan implantasi blastokist pada uterus biasanya terjadi 6-7 hari setelah
fertilisasi. (Hanifa, 2007)

Endometerium
Pada masa reproduksi dan dalam keadaan tidak hamil, selaput lendir uterus
mengalami perubahan-perubahan siklik yang berkaitan erat dengan
aktivitas ovarium. Dapat dibedakan 4 fase endometrium dalam siklus haid,
yaitu.
o Fase menstruasi atau deskuamasi
Dalam fase ini endometrium dilepaskan dari dinding uterus disertai
perdarahan. Hanya stratum basale yang tinggal utuh. Darah haid
mengandung darah vena dan arteri dengan sel-sel darah merah dalam
hemolisis atau aglutinasi, sel-sel epitel dan stroma yang mengalami
42

desintegrasi dan otolisis, dan sekret dari uterus, serviks, dan kelanjar-
kelenjar vulva. Fase ini berlangsung 3-4 hari. (Hanifa, 2007)
o Fase pascahaid atau fase regenerasi
Luka endometrium yang terjadi akibat pelepasan sebagian besar
berangsur-angsur sembuh dan ditutup kembali oleh selaput lendir baru
yang tumbuh dari sel-sel epitel endometrium. Pada waktu ini tebal
endometrium 0,5 mm. Fase ini telah mulai sejak fase menstruasi dan
berlangsung 4 hari. (Hanifa, 2007)
o Fase intermenstruum atau fase proliferasi
Dalam fase ini endometrium tumbuh menjadi setebal 3,5 mm. Fase
ini berlangsung dari hari ke-5 sampai hari ke-14 dari siklus haid. Fase
proliferasi dapat dibagi atas 3 subfase, yaitu:
a. Fase proliferasi dini (early proliferation phase)
Fase proliferasi dini berlangsung antara hari ke-4 samapi hari
ke-7. fase ini dapat dikenal dari epitel permukaan yang tipis
dan adanya regenerasi epitel, terutama dari mulut kelenjar.
Kelenjar-kelenjar kebanyakan lurus, pendek dan sempit.
Bentuk kelenjar ini merupakan ciri khas fase proliferasi; sel-sel
kelenjar mengalami mitosis. Sebagian sediaan masih
menunjukkan suasana fase menstruasi di manaterlihat
perubahan-perubahan involusi dari epitel kelenjar yang
berbentuk kuboid. Stroma padat dan sebagian menunjukkan
aktivitas mitosis, sel-selnya berbentuk bintang dan dengan
43

tonjolan-tonjolan anastomosis. Nukleus sel stroma relatif besar
sebab sitoplasma relatif sedikit. (Hanifa, 2007)

b. Fase proliferasi madya (mid proliferation phase)
Fase ini berlangsung antara hari ke-8 sampai hari ke-10. fase
ini merupakan bentuk transisi dan dapat dikenal dari epitel
permukaan yang berbentuk torak dan tinggi. Kelenjar berlekuk-
lekuk dan bervariasi. Sejumlah stroma mengalami edema.
Tampak banyak mitosis dengan inti berbentuk telanjang (naked
nucleus). (Hanifa, 2007)

c. Fase proliferasi akhir (late prolieration phase)
Fase ini berlangsung pada hari ke-11 sampai hari ke-14. fase ini
dapat dikenal dari permukaan kelenjar yang tidak rata dan
dengan banyak mitosis. Inti epitel kelenjar membentuk
pseudostratifikasi. Stroma bertumbuh aktif dan padat. (Hanifa,
2007)
o Fase prahaid atau fase sekresi
Fase ini mulai sesudah ovulasi dan berlangsung dari hari ke-14 sampai
ke-28. pada fase ini endometrium kira-kira tetap tebalnya, tetapi
bentuk kelenjar berubah menjadi panjang, berlekuk-lekuk dan
mengeluarkan getah yang makin lama makin nyata. Daam
endometrium telah tertimbun glikogen dan kapuk yang kelak
diperlukan sebagai makanan untuk telur yang dibuahi. Memang tujuan
44

perubahan ini adalah untuk mempersiapkan endometrium menerima
telur yang dibuahi. Fase sekresi dibagi atas:
a. Fase sekresi dini
Dalam fase ini endometrium lebih tipis daripada fase
sebelumnya karena kehilangan cairan. Pada saat ini dapat
dibedakan beberapa lapisan, yakni:
1. Stratum basale, yaitu lapisan endometrium bagian dalam
yang berbatasan dengan lapisan miometrium; lapisan ini
tidak aktif, kecuali mitosis pada kelenjar.
2. Stratum spongiosum, yaitu lapisan tenga berbentuk
anyaman seperti spons. Ini disebabkan oleh banyaknya
kelenjar yang melebar dan berkeluk-keluk dan hanya
sedikit stroma di atasnya.
3. Stratum kompaktum, yaitu lapisan atas yang padat. Saluran-
saluran kelenjar sempit, lumennya berisi sekret dan
stromanya edema.
b. Fase sekresi lanjut
Endometrium dalam fase ini tebalnya 5-6 mm. Dalam fase ini
terdapat peningkatam dari fase sekresi dini, dengan
endometrium sangat banyak mengandung pembuluh darah
yang berkeluk-keluk dan kaya dengan glikogen. Fase ini
sangat ideal untuk nutrisi dan perkembangan ovum. Sitoplasma
sel-sel stroma bertambah. Sel stroma menjadi sel desidua jika
terjadi kehamilan. (Hanifa, 2007)
45


II.9 Faktor yang mempengaruhi siklus menstruasi
Mekanisme haid belum diketahui seluruhnya, akan tetapi sudah dikenal
beberapa faktor yang, kecuali faktor hormonal, memegang peranan dalam hal
ini. Yang penting adalah:
Faktor-faktor enzim :
Dalam fase proliferasi estrogen mempengaruhi tersimpannya enzim-enzim
hidrolitik dalam endometrium, serta merangsang pembentukan glikogen
dan asam-asam mukopolisakarida. Zat-zat yang terakhir ini ikut serta
dalam pembangunan endometrium, khususnya dengan pembentukan
stroma di bagian bawahnya. Pada pertengahan fase luteal sintesis
mukopolisakarida terhenti, dengan akibat mempertinggi permeabilitas
pembuluh-pembuluh darah yang sudah berkembang sejak permulaan fase
proliferasi. Dengan demikian, lebih banyak zat-zat makanan mengalir ke
stroma endometrium sebagai persiapan untuk implantasi ovum, apabila
terjadi kehamilan. Jika kehamilan tidak terjadi, maka dengan menurunnya
kadar progesteron, enzim-enzim hidrolitik dilepaskan dan merusakkan
bagian sel-sel yang berperan dalam sintesis protein. Karena itu, timbul
gangguan dalam metabolisme endometrium yang mengakibatkan regresi
endometrium dan perdarahan. (Hanifa, 2007)
Faktor-faktor vaskular :
Mulai fase proliferasi terjadi pembentukan sistem vaskularisasi dalam
lapisan fungsional endometrium. Pada pertumbuhan endometrium ikut
tumbuh pula arteria-arteria, vena-vena dan hubungan antaranya, seperti
46

digambarkan di atas.Dengan regresi endometrium timbul stasis dalam
vena-vena serta saluran-saluran yang menghubungkannya dengan arteri
dan akhirnya terjadi nekrosis dan perdarahan dengan pembentukan
hematom, baik dari arteri maupun dari vena. (Hanifa, 2007)
Faktor prostaglandin :
Endometrium mengandung banyak prostaglandin E2 dan F2. dengan
desintegrasi endometrium, prostaglandin terlepas dan menyebabkan
berkontraksinya miometrium sebagai suatu faktor untuk membatasi
perdarahan pada haid. (Hanifa, 2007)




III. Proses Konsepsi dan Terbentuknya Plasenta
1. Konsepsi
Konsepsi (pembuahan) adalah merupakan awal dari kehamilan, dimana
satu sel telur dibuahi oleh satu sperma. Ovulasi (pelepasan sel telur)
merupakan bagian dari siklus menstruasi normal, yang terjadi sekitar 14
hari sebelum menstruasi. Sel telur yang dilepaskan bergerak ke ujung
tuba falopii (saluran telur) yang berbentuk corong, yang merupakan
tempat terjadinya pembuahan. Jika tidak terjadi pembuahan, sel telur
akan mengalami kemunduran (degenerasi) dan dibuang melalui vagina
bersamaan dengan darah menstruasi. Jika terjadi pembuahan maka sel
47

telur yang telah dibuahi oleh sperma ini akan mengalami serangkaian
pembelahan dan tumbuh menjadi embrio (bakal janin).

Jika pada ovulasi dilepaskan lebih dari 1 sel telur dan kemudian diikuti
dengan dengan pembuahan. Maka akan terjadi kehamilan ganda,
biasanya kembar dua. Kasus seperti ini merupakan kembar fraternal.
Kembar identik terjadi jika pada awal pembelahan sel telur yang telah
dibuahi membelah menjadi 2 sel yang terpisah atau dengan kata lain,
kembar identik berasal dari satu sel telur. Pada saat ovulasi, lapisan
lendir di dalam serviks (leher rahim) menjadi lebih cair, sehingga sperma
mudah menembus ke dalam rahim. Sperma bergerak dari vagina sampai
keujung tuba falopii yang berbentuk corong dalam waktu 5 menit. Sel
yang melapisi tuba falopii mempermudah terjadinya pembuahan dan
pembentukan zigot (sel telur yang telah dibuahi).

2. Nidasi
Selanjutnya pada hari keempat hasil konsepsi mencapai stadium blastula
disebut blastokista (blastocyst). Nidasi sendiri adalah penempelan
blastosis ke dinding rahim, yaitu pada tempatnya tertanam. Blastosis
biasanya tertanam di dekat puncak rahim, pada bagian depan maupun
dinding belakang. Dinding blastosis memiliki ketebalan 1 lapis sel,
kecuali pada daerah tertentu terdiri dari 3-4 sel. Blatosis merupakan
suatu bentuk yang dibagian luarnya adalah trofoblas dan di bagian
dalamnya disebut masa inner cell. Massa inner cell ini berkembang
48

menjadi janin dan trofoblas ini akan berkembang menjadi plasenta.
Sejak trofoblas terbentuk, produksi hormone human chorionic
gonadotropin (hCG) di mulai, suatu hormone yang memastikan bahwa
endometrium akan menerima (reseptif) dalam proses implantasi embrio.
Keberhasilan nidasi dan plasentasi yang normal adalah hasil
keseimbangan proses antara trofoblas dan endometrium.

3. Plasentasi
Plasentasi adalah proses terbentuknya struktur dan jenis plasenta. Setelah
nidasi embrio ke dalam endometrium, plasentasi dimulai. Pada manusia
plasentasi berlangsung sampai 12-18 minggu setelah fertilisasi. Tiga
minggu pascafertilisasi sirkulasi darah janin dini dapat diidentifikasikan
dan dimulai pembentukan vili korialis.
Sirkulasi darah janin ini berakhir di lengkung kapilar (capillary loops) di
dalam vili korialis yang ruang intervilinya dipenuhi dengan darah
maternal yang dipasok oleh arteri spiralis dan dikeluarkan melalui vena
uterine. Vili korialis ini akan bertumbuh menjadi suatu massa jaringan
yaitu plasenta.

Lapisan desidua yang meliputi hasil konsepsi kearah kavum uteri disebut
desidua kapsularis, yang terletak antara hasil konsepsi dan dinding
uterus disebut desidua basalis, di situ plasenta akan dibentuk. Desidua
yang meliputi dinding uterus yang lain adalah desidua parietalis. Hasil
konsepsi sendiri diselubungi oleh jonjot-jonjot yang dinamakan vili
49

korialis dan berpangkal pada korion. Sel-sel fibroblast mesodermal
tumbuh di sekitar embrio dan melapisi pula sebelah dalam trofoblas.
Dengan demikian, terbentuk chorionic membrane yang kelak menjadi
korion. Selain itu, vili korialis yang berhubungan dengan desidua basalis
tumbuh dan bercabang-cabang dengan baik, di sini korion disebut korion
frondosum. Yang berhubungan dengan desidua kapsularis kurang
mendapat makanan, karena hasil konsepsi bertumbuh kea rah kavum
uteri sehingga lambat laun menghilang, korion yang gundul ini disebut
korion laeve.

Darah ibu dan darah janin dipisahkan oleh dinding pembuluh darah janin
dan lapisan korion. Plasenta yang demikian dinamakan plasenta jenis
hemokorial. Disini jelas tidak ada percampuran darah antara darah janin
dan darah ibu. Ada juga sel-sel desidua yang tidak dapat dihancurkan
oleh trofoblas dan sel-sel ini akhirnya membentuk lapisan fibrinoid yang
disebut lapisan Nitabuch. Ketika proses melahirkan, plasenta terlepas
dari endometrium pada lapisan Nitabuch ini.







50

BAB III
KESIMPULAN


Menstruasi merupakan pengeluaran, secara berkala dan fisiologis, darah
dan jaringan mukosa melalui vagina dari uterus yang tidak hamil. Proses ini di
bawah kendali hormon secara normal berulang, biasanya dengan interval sekitar
empat minggu, jika tidak terjadi kehamilan selama masa subur periode produktif
(pubertas sampai menopause). Siklus menstruasi meliputi tiga fase yaitu
proliferasi, sekresi dan menstruasi. Dalam siklus menstruasi terjadi perubahan
pada ovarium dan endometrium. Selain itu siklus menstruasi dipengaruhi oleh
faktor enzim, vaskular dan prostaglandin.











51

DAFTAR PUSTAKA

Cunningham FG, ed. Williams Obstetrics 22
nd
edition. USA ; McGraw-Hill
Professional, 2001.
Dorland. 2002. Kamus Kedokteran Edisi 29. EGC, Jakarta.
Gant, Norman F,. Cunningham, F Gray. 2010. Dasar-dasar Ginekologi dan
Obsentri. Jakarta. EGC
Guyton A.C., Hall J.E. 2008. Buku ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta.
EGC.
Guyton AC, Hall JE. Textbook of Medical Physiology 10th edition. Philadelphia;
WB Saunders, 2000.
Price, Sylvia A., Lorraine M.W. Patofisiologi. Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Penerbit Buku Kedokteran :EGC, 1995.
Putz, Reinhard and Reinhard pabst. 2007. Atlas Anatomi Manusia Sobotta Edisi
22. Jakarta. EGC.
Schnatz, Rebecca Heuer. 2011. Female Reproductive Organ Anatomy . [Diunduh
dari http://emedicine.medscape.com/article/1898919-overview#showall
tanggal 21 Juni 2012]
Tortora, Gerard J dan Bryan H. D. 2009. Principles of Anatomy and Physiology.
Edisi 12. Wiley. 1097-1119
Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachmidhani T. Ilmu Kandungan edisi kedua.
Jakarta, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2009.
52

Wiknjosastro, Hanifa. 2007. Ilmu Kandungan Edisi 2. Jakarta. Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo

You might also like