You are on page 1of 8

Fokus Group Discussion 2

VISUM ET REPERTUM
Definisi
Visum adalah bentuk jamak dari visa yang artinya dilihat dan repertum adalah jamak
dari repere yang berarti ditemukan atau didapati , sehingga terjemahan langsung dari Ver
adalah yang dilihat dan ditemukan. Bantuan dokter kepada kalangan hukum yang paling sering
dan sangat diperlukan adalah pemeriksaan korban untuk pembuatan visum et repertum ( VeR )
atau lebih sering disingkat visum saja. Melalui jalur inilah umumnya terjalin hubungan antara
pihak yang meminta dan menggunakan bantuan.
Walaupun istilah ini berasal dari bahasa Latin namun sudah dipakai sejak zaman Hindia
Belanda dan sudah demikian menyatu dalam bahasa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari.
Jangkauan kalangan hokum dan kesehatan, masyarakat sendiripun akan segera menyadari
bahwa visum pasti berkaitan dengan surat yang dikeluarkan dokter untuk kepentingan polisi
dan pengadilan. Ada usaha untuk mengganti istilah Ver ini ke bahasa Indonesia seperti yang
terlihat dalam KUHAP, dimana digunakan istilah keterangan ahli untuk pengganti visum.
Dirumah sakit pemerintah maupun swasta sampai ke puskesmas , setiap bulan ada ratusan
pemeriksaan yang harus dilakukan dokter untuk membuat visum yang diminta oleh penyidik.
Yang paling banyak adalah visum untuk luka karena perkelahian , penganiayaan dan kecelakaan
lalu lintas, selanjutnya visum untuk pelanggaran kesusilaan atau perkosaan, kemudian diikuti
visum jenazah. Visum lain seperti visum psikiatri, visum untuk korban keracunan , atau
penentuan keraguan siapa bapak seorang anak ( disputed paternity), biarpun tidak banyak
namun merupakan pelayanan yang dapat dilakukan dokter juga.
Visum adalah masalah utama yang menghubungkan dokter dengan kalangan penyidik
atau kalangan peradilan, maka pemahaman mengenai masalah ini harus dikuasai dengan baik,
tidak saja untuk kalangan dokter tetapi juga untuk penyidik, penuntut umum, pembela dan
hakim pengadilan.

PENGERTIAN
Dalam undang-undang ada satu ketentuan hokum yang menuliskan langsung tentang Visum et
Repertum, yaitu pada Staatsblad ( lembaran Negara ) tahun 1937 No 350 yang menyatakan :
Pasal 1
Visa reperta seorang dokter, yang dibuat atas sumpah jabatan yang diucapkan pada waktu
menyelesaikan pelajaran di Negari Belanda ataupun di Indonesia, merupakan alat bukti yang
syah dalam perkara-perkara pidana, selama visa reperta tersebut berisikan keterangan
mengenai hal-hal yang dilihat dan ditemui oleh dokter pada benda yang diperiksa.
Pasal 2
( 1 ) Pada dokter yang tidak pernah mengucapkan sumpah jabatan baik di Negara Belanda
maupun di Indonesia, sebagai tersebut dalam pasal 1 di atas, dapat mengucapkan sumpah
sebagai berikut :
saya bersumpah ( berjanji ), bahwa saya sebagai dokter akan membuat pernyatan-pernyataan
atau keterangan-keterangan tertulis yang diperlukan untuk kepentingan peradilan dengan
sebenar-benarnya menurut pengetahuan saya yang sebaik-baiknya . Semoga Tuhan Yang Maha
esa melimpahkan kekuatan lahir dan bathin .
Bila dirinci isi staatsblad ini mengandung makna :
1. Setiap dokter yang telah disumpah waktu menyelesaikan pendidikannya di Negeri
Belanda ataupun di Indonesia, ataupun dokter-dokter lain berdasarkan sumpah khusus
ayat (2) dapat membuat VeR.
2. VeR mempunyai daya bukti yang syah/alat bukti yang syah dalam perkara pidana.
3. VeR berisi laporan tertulis tentang apa yang dilihat, ditemukan pada benda-benda/
korban yang diperiksa.



Nilai VeR
Dalam KUHAP kedudukan atau nilai VeR adalah salah satu alat bukti yang sah.
KUHAP pasal 184.
Alat bukti yang sah adalah :
a. Keterangan Saksi
b. Keterangan Ahli
c. Surat
d. Petunjuk
e. Keterangan Terdakwa
Yang dimaksud dengan keterangan ahli dijelaskan dalam KUHAP pasal 186
KUHAP pasal 186
Keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli menyatakan di sidang pengadilan.
Sedangkan laporan atas hasil pemeriksaan dokter yang selama ini disebut VeR digolongkan ke
dalam alat bukti surat dan ini dijelaskan dalam pasal 187
KUHAP pasal 187
Surat sebagaimana tersebut pada pasal 184 ayat (1) huruf ( c ), dibuat atas sumpah jabatan
atau dikuatkan dengan sumpah, adalah :
a. Berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi dibuat oleh pejabat umum yang
berwenang atau yang dibuat dihadapannya, yang membuat keterangan tentang
kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat atau yang dialaminya dan tegas tentang
keterangan itu.
b. Surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan atau surat yang
dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tatalaksana yang menjadi
tanggung jawabnya dan yang diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal atau sesuatu
keadaan.
c. Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya
mengenai sesuatu keadaan yang diminta secara resmi dari padanya.
d. Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat
pembuktian yang lain.
Terlihat bahwa keterangan pada ( c ) mirip dengan pengertian yang terdapat pada staatsblad
1937 No 350 tentang VeR.

Jenis VeR
1. Untuk orang hidup
Yang termasuk visum untuk orang hidup adalah visum yang diberikan untuk korban
luka-luka karena kekerasan, keracunan, perkosaan, psikiatri dan lain-lain.
Berdasarkan waktu pemberiannya visum untuk orang hidup dapat dibedakan
atas :
a. Visum seketika ( definitive ). Visum yang langsung diberikan setelah korban selesai
diperiksa. Visum inilah yang paling banyak dibuat oleh dokter.
b. Visum sementara. Visum yang diberikan kepada korban yang masih dalam
perawatan. Biasanya visum sementara ini diperlukan penyidik untuk menentukan
jenis kekerasan, sehingga dapat menahan tersangka atau sebagai petunjuk dalam
menginterogasi tersangka. Dalam visum sementara ini belum ditulis kesimpulan.
c. Visum lanjutan. Visum ini diberikan setalah korban sembuh atau meninggal dan
merupakan lanjutan dari visum sementara yang telah diberikan sebelumnya. Dalam
visum ini harus dicantumkan nomor dan tanggal dari visum sementara yang telah
diberikan. Dalam visum ini dokter telah membuat kesimpulan. Visum lanjutan tidak
perlu dibuat oleh dokter yang membuat visum sementara, tetapi oleh dokter yang
terakhir merawat penderita.

2. Visum Jenazah
VeR jenazah dapat dibedakan atas ;
a. Visum dengan pemeriksaan luar
b. Visum dengan pemeriksaan luar dan dalam.

Jenis visum ini sering menimbulkan permasalahan antara penyidik, dokter dan
masyarakat terutama dalam visum pemeriksaan luar dan dalam ( autopsy ). Masalah disini
adalah adanya hambatan dari keluarga korban bila visum harus dibuat melalui bedah mayat.
Untuk mencari jalan keluar dari permasalah diatas, telah beberapa kali diselenggarakan
seminar dan temu ilmiah yang melibatkan semua pihak yang berkaitan dengan visum jenazah,
tetapi sampai saat ini belum ditemukan penyelesaiannya yang memuaskan. Dalam KUHP pasal
134 terlihat bahwa pemeriksaan mayat untuk kepentingan peradilan dapat dilakukan melalui
pemeriksaan luar sajadan hanya bila perlu dilakukan pemeriksaan bedah mayat.

KUHP pasal 134
Dalam pasal ini dijelaskan : dalam hal sangat diperlukan dimana untuk keperluan
pembuktian bedah mayat tidak mungkin lagi dihindari, Penyidik wajib memberitahukan terlebih
dahulu kepada keluarga korban. Dalam hal keluarga korban keberatan, penyidik wajib
menerangkan dengan sejelas-jelasnya tentang maksud dan tujuan perlunya dilakukan
pembedahan tersebut. Apabila dalam dua hari tidak ada tanggapan apapun dari keluarga atau
pihak yang perlu diberi tahu tidak ditemukan, penyidik segera melaksanakan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 133 ayat 3 undang-undang ini. Yang menentukan apakah
mayat harus di autopsi atau hanya pemeriksaan luar saja adalah penyidik.

KUHP pasal 133 ayat 2
Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dolakukan secara
tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan mayat dan atau
pemeriksaan bedah mayat.

Pasal ini menghilangakn keraguan-keraguan, siapa sesungguhnya yang menentukan
apakah mayat harus dibedah atau tiddak perlu menjadi jelas, yuaitu oleh penyidik. Pasal ini
akan mengatasi masalah dalam menghadapi keluarga korban yang keberatan dilakukan otopsi,
dimana penyidik masih berdalih terserah kepada dokter mau di otopsi atau tidak. Keraguan-
keraguan diatas berasal dari ketentuan dalam hokum acara pidana yang lama pasal 69 RIB yang
menyatakan :

Dalam hal mati ruda paksa ( mati tergagah , atau mati yang mendatangkan syok,
sedemikian juga dalam hal luka parah, percobaan meracuni dan membakar lain akan
membianasakan nyawa orang, hendaklah pegawai penuntut umum membawa serta 1 atau 2
orang dokter yang akan member laporan tentang sebab-sebab kematian atau perlukaan dan
tentang mayat itu atau badan orang yang dilukai dan dimana perlu mejalankan pemeriksaan
mayatnya, atau membuat visum menurut keadaan luka pasien pada saat permintaan visum
datang.

Bentuk dan susunan VeR
Konsep visum yang digunakan selama ini merupakan karya pakar bidang kedokteran
kehakiman yaitu Prof. Sutomo Tjokronegoro sejak puluhan tahun yang lalu ( Nyowito hamdani,
ilmu kedokteran Kehakiman, edisi Kedua,1992 ).
Konsep Visum ini disusun dakam kerangka dasar yang terdiri dari :
1. Pro-Yustisia
2. Pendahuluan
3. Pemeriksaan
4. Kesimpulan
5. Penutup

Pro-Yustisia
Menyadari bahwa semua surat baru sah di pengadilan bila dibuat di atas kertas materai
dan hal ini akan menyulitkan bagi dokter bila setiap visum yang dibuatnya harus memakai
kertas materai. Berpedoman kepada Peraturan pos, maka bila dokter menulis prro-Yustisia
dibagian atas visum, maka itu sudah dianggap sama dengan kertas materai. Penulisan kata pro-
yustisia ada bagian atas dari visum lebih diartikian agar pembuat maupun pemakain visum dari
semula menyadari bahwa laporan itu adalah demi keadilan ( Pro-yustisia ).



Pendahuluan
Bagian pendahuluan berisi tentang siapa yang memeriksa, siapa yang diperiksa, saat
pemeriksaan ( tanggal, hari dan jam), dimana diperik, mengapa diperiksa dan atas permintaan
siapa visum itu dibuat. Data dari korban diisi sesuai dengan yang tercantum dalam permintaan
visum.

Pemeriksaan
Bagian terpenting dsri vidum sebenarnya terletak pada bagian pemeriksaan, karena apa
yang dilihat dan ditemukan dokter sebagai terjemahan dari visum et revertum itu terdapat
dibagian ini,. Pada bagian ini dokter melaporkan hasil pemeriksaannya secara objektif. Biasanya
pada bagian ini dokter menuliskan luka, cedera atau kelainan pada tubuh korban seperti apa
adanya, misalnya didapati satu luka, dokter menuliskan dalam visum suatu luka berbentuk
panjang, dengan lebar, pinggir luka, kedalaman. Sebagai tambahan pada bagian ini, bila dokter
mendapatkaan kelainan yang banyak atau luas dan akan sulit menjelaskannya dengan kata-
kata, maka penjelasan ini disertai photo. Tujuannya sederhana saja, karena dengan lampiran
photo atau sketsa pemakai visum akan lebih mudah memahami penjelasan yang ditulis dengan
kata-kata dalam visum.

Kesimpulan
Untuk pemakai visum, ini adalah bagian yang terpenting karena diharapkan dokter dapat
menyimpulkan kelainan yang terjadi pada korban menurut keahliannya. Pada korban luka perlu
penjelasan tentang jenis kekerasan, hubungan sebab-akibat dari kelainan, tentang derajat
kualifikasi luka, berapa lama korban dirawat dan bagaimana harapan kesembuhan.
Pada korban perkosaan atau pelanggaran kesusilaan perlu penjelasan tentang jenis
kekerasan, kesadaran korban serta umur korban ( tereutama pada anak yang belum cukup
umur atau belum mampu untuk dikawini ).



Penutup
Bagian ini mengingatkan pembuat dan pemakai visum bahwa laporan tersebut dibuat
sejujur-jujurnya dan mengingat sumpah. Untuk menguatkan pernyataan itu dokter
mencantumkan staatsblad 1937 no 350, atau dalam konsep visum yang baru ditulis sesuai
KUHP.
Lampiran photo
Lampiran foto terutama perlu untuk memudahkan pemakai visum memahami laporan
yang disampaikan dalam visum. Pada luka yang sulit disampaikan dengan kata-kata, dengan
lampiran photo akan memudahkan pemakai visum memahami apa yang ingin disampaikan
dokter.
VeR untuk kejadian yang telah lalu
Kadang-kadang dokter diperlukan untuk membuat VeR untuk kejadian yang telah lalu,
artinya permintaan visum baru dating beberapa hari bahkan minggu sesudah korban diperiksa.

You might also like