You are on page 1of 14

Jurnal Keuangan & Binsis

Volume 4 No. 1, Maret 2012


FAKTOR-FAKTOR KEPUASAN KERJA DAN PENGARUHNYA TERHADAP DISIPLIN
KERJA PEGAWAI DINAS TATA RUANG DAN TATA BANGUNAN KOTA MEDAN
Audia Junita
(audia.junita@yahoo.com)
Dosen Kopertis Wilayah I Dpk. STIE Harapan Medan
ABSTRACT
The role of human resources is very dominant in determining the companys success. The
companys success is determined by much factors such as employee discipline. If the high employee
discipline, the employeesproductivity will be high as well. One of the ways by which companies to
improve labor discipline is to fulfill the job satisfaction of employees as much as possible. Fullfillment of
employees satisfaction with the employee will work full sense of responsibility, effectively and efficiently
in accordance with applicable rules and standards in the company. Based on this background, the study
was to analyze a description of the level of employee job satisfaction, employee job description and
disciplinary influence job satisfaction of employee working discipline.
This type of research study was causality research and the use of survey methods in
obtaining the primary data research. The technique used to collect research data were
questionnaires and indicators on each variable were employee at the Dinas Tata Ruang dan Tata
Bangunan City Authority of Medan. Research hypotheses were analyzed using regression test. The
study concluded that : (1) Employee on Dinas Tata Ruang dan Tata Bangunan Kota City Authority
of Medan has a high level of job satisfaction ; (2) Dinas Tata Ruang Dan Tata Bangunan City
Authority of Medan also have high levels of relatively high labor discipline; (3) job satisfaction
significant effect on labor discipline. It means that an employee means who has a positive job
satisfaction would show a high labor discipline as well. Conversly, if job satisfaction is not
achieved from their jobs will be build low employee discipline.
Keywords : Job Satisfaction, Work Discipline
PENDAHULUAN
Persaingan di bidang ketenagakerjaan
makin hari makin ketat. Fenomena menarik
tampak pada setiap lowongan kerja yang ada
baik instansi pemerintah maupun perusahaan
swasta selalu dipenuhi oleh pencari
kerja.Tetapi ironisnya, setelah mendapatkan
tempat bekerja terutama para pegawai negeri
sipil, masih ada yang belum mempunyai
kesadaran untuk berdisiplin dalam
menjalankan tugasnya sehari-hari.
Fenomena yang terjadi di Pemerintahan
Kota Medan sebagaimana dilansir oleh
Medan pos on line
(www.medanposonline.com ; 2010), bahwa
pegawai Pemko Medan masih memiliki
tingkat disiplin yang rendah. Masih banyak
pegawai yang tidak memakai papan nama dan
lambang Korpri. Pada jam kerja pagi,
sejumlah bagian masih banyak pegawainya
yang belum hadir bahkan lebih banyak
siswa/siswi SMK yang terlebih dahulu hadir
untuk melaksanakan praktek kerja lapangan
(PKL), dan kondisi ini ditambah lagi masih
banyaknya pegawai yang datang terlambat
(www.hileud.com ; 2010). Kondisi tersebut
sebenarnya dapat dikatakan sebagai
pelanggaran terhadap disiplin kerja karena
pegawai tidak bersikap dan bertindak sesuai
aturan dan prosedur yang telah ditetapkan
oleh organisasi. Padahal di sisi lain, pegawai
negeri adalah pekerja di sektor publik yang
bekerja untuk pemerintah suatu Negara yang
diharapkan memiliki etos kerja serta tanggung
jawab moral, disiplin, profesional guna
meningkatkan produktifitas serta kinerja
pelayanan aparatur kepada masyarakat, yang
kesemuanya diarahkan pada terwujudnya
sistem pemerintahan yang baik (good
corporate governance).
Jurnal Keuangan & Bisnis Maret
14
Tidak dapat dipungkiri bahwa untuk
menjadi pegawai yang berdisiplin tinggi dan
profesional, banyak dipengaruhi oleh
beberapa faktor termasuk di dalamnya
masalah kepuasan kerja pegawai. Kepuasan
kerja itu sendiri merupakan persoalan umum
pada setiap unit kerja, baik itu berhubungan
dengan kedisiplinan, motivasi, kesetiaan
ataupun ketenangan bekerja.
Kepuasan kerja dalam pekerjaan
merupakan suatu kepuasan yang dapat
dinikmati dalam pekerjaan dengan
memperoleh pujian hasil kerja, penempatan,
perlakuan, peralatan, dan suasana lingkungan
kerja yang baik. Kepuasan kerja yang
dirasakan oleh karyawan merupakan kunci
pendorong moral, kedisiplinan, dan prestasi
kerja karyawan dalam mendukung tujuan
perusahaan.
Dalam hal kepuasan kerja menurut Locke
(dalam As'ad, 2003), bahwa kepuasan kerja
seseorang bergantung kepada discrepancy
antara should be (expectation, needs, atau
values) dengan apa yang menurut
perasaannya atau persepsinya telah diperoleh
atau dicapai melalui pekerjaan. Dengan
demikian, orang akan merasa puas bila tidak
ada perbedaan antara yang diinginkan dengan
persepsinya atas kenyataan, karena batas
minimum yang diinginkan telah terpenuhi.
Apabila yang didapat lebih besar daripada
yang diinginkan, maka orang akan menjadi
lebih puas lagi walaupun terdapat
discrepancy, tetapi merupakan discrepancy
yang positif. Sebaliknya makin jauh
kenyataan yang dirasakan itu dibawah standar
minimum sehingga menjadi negative
discrepancy, maka makin besar pula ketidak
puasan seseorang terhadap pekerjaan.
Menurut Gilmer, (dalam As'ad, 2003)
menyebutkan faktor-faktor yang
mempengaruhi kepuasan kerja adalah :
kesempatan untuk maju, keamanan kerja, gaji,
perusahaan dan manajemen, faktor intrinsik
dari pekerjaan, kondisi kerja, aspek sosial
dalam pekerjaan, komunikasi, dan fasilitas.
Sementara itu menurut Heidjrachman dan
Husnan (2002) mengemukakan beberapa
faktor mengenai kebutuhan dan keinginan
pegawai yakni: gaji yang baik, pekerjaan
yang aman, rekan sekerja yang kompak,
penghargaan terhadap pekerjaan, pekerjaan
yang berarti, kesempatan untuk maju,
pimpinan yang adil dan bijaksana, pengarahan
dan perintah yang wajar, dan organisasi atau
tempat kerja yang dihargai oleh masyarakat..
Kepuasan kerja merupakan cermin
perasaan seseorang terhadap pekerjaannya.
Ini nampak dalam sikap positif atau negatif
karyawan terhadap pekerjaan dan segala
sesuatu yang dihadapi di lingkungan kerjanya.
Hal ini dipertegas oleh Handoko (2001)
bahwa kepuasan kerja adalah keadaan
emosional yang menyenangkan atau tidak
menyenangkan dengan mana para karyawan
memandang pekerjaan mereka. Adapun
faktor-faktor yang digunakan untuk mengukur
kepuasan kerja karyawan adalah gaji,
pekerjaan, dan hubungan dengan atasan.
Kepuasan kerja didefinisikan sebagai
sikap umum sesorang individu terhadap
pekerjaannya (Wibowo, 2007 ; Kreitner dan
Kinicki, 2003 ; Robbins, 2003 ; Gibson
et.al,2003). Kondisi kepuasan kerja yang
rendah dapat menyebabkan karyawan bosan
dengan tugas-tugasnya cepat atau lambat
tidak dapat diandalkan, menjadi mangkir atau
buruk prestasi kerjanya (Kusriyanto dalam
Robbins ; 2003). Kondisi kerja yang dinamis
ditunjukkan pada pekerjaan yang memberi
kesempatan bagi individu untuk berpikir
kreatif, memiliki kebebasan dalam bekerja
dan memiliki kontrol terhadap pekerjaannya.
Salah satu hal yang menjadi indikator
rendahnya kepuasan kerja adalah
kemangkiran. Kemangkiran adalah satu satu
indikator dari ketidakdisiplinan karyawan
dalam bekerja. Menurut Robbins (2003)
masuk akal bahwa karyawan yang tidak puas
besar kemungkinannya untuk tidak masuk
kerja. Perilaku terlambat datang ke tempat
kerja dan tidak masuk kerja dianggap sebagai
perilaku yang tidak efisien, hal ini tentu saja
menimbulkan kerugian bagi organisasi.
Berdasarkan uraian di atas maka
kepuasan kerja merupakan suatu bentuk
respon para karyawan yang menyenangkan
atau tidak dalam memandang pekerjaan yang
mereka kerjakan. Apabila kepuasan kerja
yang dirasakan karyawan sudah dirasakan
baik maka dengan sendirinya karyawan akan
mematuhi segala peraturan-peraturan yang
berlaku diperusahaan itu sendiri.
Kepuasan kerja dapat mempengaruhi
disiplin kerja karyawan karena dengan
karyawan merasa puas baik itu gaji yang
diterima, pekerjaan yang diberikan maupun
hubungan dengan atasannya memberikan
kepuasan maka secara langsung karyawan
2012 Audia Junita
15
akan mematuhi segala peraturan yang berlaku
di perusahaan. Hal ini dipertegas oleh
Hasibuan (2003) yang menyatakan bahwa :
Kepuasan kerja mempengaruhi tingkat
kedisiplinan karyawan, artinya jika kepuasan
diperoleh dari pekerjaan maka kedisiplinan
karyawan baik. Sebaliknya jika kepuasan
kerja kurang tercapai dari pekerjaannya maka
kedisiplinan karyawan rendah.
Kedisplinan merupakan salah satu faktor
penting dalam perusahaan karena semakin
baik disiplin kerja karyawan maka semakin
tinggi prestasi kerja yang dapat dicapai.
Tanpa disiplin yang baik sulit bagi organisasi
perusahaan mencapai hasil yang optimal.
Disiplin yang baik mencerminkan besarnya
rasa tanggung jawab seseorang terhadap
tugas-tugas yang diberikan kepadanya dan hal
inipun mendorong gairah kerja, semangat
kerja dan mendukung tercapainya tujuan
perusahaan.
Disiplin merupakan fungsi operatif
manajemen sumber daya manusia yang
terpenting karena semakin baik disiplin
karyawan, semakin tinggi prestasi kerja dapat
yang dapat dicapainya. Tanpa disiplin
karyawan yang baik, sulit bagi perusahaan
mencapai hasil yang optimal. Disiplin yang
baik mencerminkan besarnya tanggung jawab
seseorang terhadap tugas-tugas yang
diberikan padanya. Hal ini mendorong gairah
kerja, semangat kerja dan terwujudnya tujuan
perusahaan, karyawan dan masyarakat. Untuk
meningkatkan kedisplinan yang baik
memanglah sulit karena banyak faktor yang
mempengaruhinya. Menurut Hasibuan (2003)
disiplin kerja ialah kesadaran dan kesediaan
untuk menaati semua peraturan dan norma-
norma sosial yang berlaku. Menurut Alex S.
Nitisemito (Sudrajat, 2008), disiplin adalah
kegiatan untuk menjalankan standar-standar
organisasional.
Disiplin menurut Siagian (2002) adalah
suatu kondisi yang tercipta dan terbuntuk
melalui proses dari serangkaian perilaku yang
menunjukan nilai-nilai ketaatan, kepatuhan,
kesetiaan, keteraturan, dan atau ketertiban.
Martoyo (2000) mengartikan disiplin
sebagai sikap mental yang tercermin dalam
perbuatan atau tingkah laku perorangan,
kelompok atau masyarakat berupa ketaatan
terhadap peraturan-peraturan atau ketentuan
yang ditetapkan untuk tujuan tertentu. Faktor-
faktor yang menjadi ukuran dalam disiplin
kerja menurut Martoyo (2000) adalah absensi,
sikap dan prilaku, tanggung jawab. Absensi
atau pendataan kehadiran adalah suatu hal
yang paling mudah untuk melihat sejauhmana
seorang karyawan telah mematuhi peraturan
yang berlaku dalam perusahaan. Sikap dan
prilaku adalah tingkat penyesuaian diri
seorang karyawan terhadap peraturan yang
berlaku di perusahaan. Tanggung jawab
merupakan hasil maupun konsekuensi
seorang karyawan atas tugas yang bebankan
kepadanya.
Topik tentang kaitan antara kepuasan
kerja dan disiplin kerja menarik perhatian
peneliti terdahulu terkait akibat-akibat
positif bagi individu sekaligus organisasi
yang dimunculkan oleh variabel-variabel
tersebut. Penelitian yang dilakukan oleh
Pratiwiningsih (2006) berjudul Pengaruh
Faktor-Faktor Kepuasan Kerja Terhadap
Disiplin Kerja Pegawai Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II B di Klaten
membuktikan bahwa faktor-faktor kepuasan
kerja seperti gaji, kepemimpinan, motivasi,
dan komunikasi berpengaruh signifikan
terhadap disiplin kerja, dan variabel yang
paling besar pengaruhnya terhadap disiplin
kerja adalah variabel gaji. Penelitian yang
dilakukan oleh Manggala (2004) berjudul
Pengaruh Kepuasan Kerja Terhadap Disiplin
Kerja Karyawan di Perusahaan Daerah Air
Minum (PDAM) Kabupaten Daerah Tingkat
II Karawang membuktikan bahwa ada
pengaruh signifikan antara kepuasan kerja
dan disiplin kerja pegawai. Selanjutnya Adi
(2011) melakukan riset berjudul Pengaruh
motivasi dan kepuasan kerja terhadap disiplin
kerja karyawan Kusuma Agrowisata Hotel
Batu menyimpulkan bahwa terdapat
pengaruh positif yang signifikan motivasi
kerja dan kepuasan kerja secara bersama-
sama terhadap disiplin kerja karyawan.
Kepuasan kerja merupakan variabel yang
dominan berpengaruh terhadap disiplin kerja.
Dari uraian tersebut tampak adanya
hubungan antara disiplin kerja dengan
kepuasan kerja. Bermula dari fenomena dan
penelitian terdahulu terkait pengaruh
kepuasan kerja dan disiplin kerja pegawai
maka rumusan masalah yang ingin dianalisis
dalam penelitian ini adalah : (1) apakah
karyawan memiliki tingkat kepuasan kerja
tinggi atau rendah ? ; (2) apakah karyawan
memiliki tingkat disiplin kerja yang tinggi
atau rendah ? ; (3) apakah kepuasan kerja
berpengaruh signifikan terhadap disiplin kerja
Jurnal Keuangan & Bisnis Maret
16
pegawai ? Sejalan dengan rumusan masalah
maka tujuan penelitian yang akan dicapai
adalah : (1) untuk mendeskripsikan apakah
karyawan memiliki tingkat kepuasan kerja
yang tinggi atau rendah ; (2) untuk
mendeskripsikan apakah karyawan memiliki
tingkat disiplin kerja yang tinggi atau rendah
? ; (3) untuk menguji apakah ada pengaruh
signifikan kepuasan kerja terhadap disiplin
kerja pegawai ?
TELAAH LITERATUR DAN
PENGEMBANGAN HIPOTESIS
A. Kepuasan Kerja
1. Pengertian Kepuasan Kerja
Kepuasan mempunyai pengaruh
yang cukup besar terhadap
produktivitas organisasi secara
langsung maupun tidak langsung.
Beberapa ahli memberikan definisi
tentang kepuasan kerja.
Menurut Wibowo (2007) kepuasan
kerja merupakan sikap umum sesorang
individu terhadap pekerjaannya.
Seseorang dengan tingkat kepuasan
kerja yang tinggi menunjukkan sikap
kepuasan yang tinggi terhadap
organisasi perusahaan, sebaliknya jika
seseorang tidak merasakan tingkat
kepuasan yang tinggi terhadap
perusahaannya maka akan berdampak
negatif bagi organisasi perusahaan
tersebut. Sutrisno (2009)
mengemukakan kepuasan mempunyai
pengaruh yang cukup besar terhadap
produktivitas organisasi secara
langsung maupun tidak langsung,
beberapa ahli memberikan definisi
tentang kepuasan kerja. Menurut
Kreitner dan Kinicki (2003) Kepuasan
kerja merupakan hubungan kerja yang
kuat dan menunjukkan bahwa manajer
dapat mempengaruhi dengan signifikan
variabel lainnya. Menurut Gibson et.al
(2003) menyatakan kepuasan kerja
sebagai sikap yang dimiliki para
pekerja tentang pekerjaan mereka.
Menurut Robbins (2003) kepuasan
kerja didefinisikan sebagai suatu sikap
umum seseorang terhadap
pekerjaannya. Definisi ini mengandung
pengertian yang luas. Dengan kata lain
kepuasan kerja merupakan
penjumlahan yang rumit dari sejumlah
unsur pekerjaan yang terbedakan dan
terpisahkan satu sama lain (discrete job
elements). Jika mengacu pada George
& Jones, kepuasan kerja merupakan
kumpulan feelings dan beliefes yang
dimiliki orang tentang pekerjaannya
(Pujilistiyani ; 2007).
2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Kepuasan Kerja
Menurut Wexley dan Yukl (Gibson
et.al.; 2003), kepuasan kerja
dipengaruhi oleh sejumlah faktor,
antara lain :
1. Karakter Individu : kebutuhan-
kebutuhan individu, nilai-nilai yang
dianut individu (values) dan ciri-ciri
kepribadian (personality traits).
2. Variabel-variabel yang bersifat
situasional : perbandingan terhadap
situasi sosial yang ada, kelompok
acuan, pengaruh dari pengalaman
kerja sebelumnya.
3. Karakteristik Pekerjaan : imbalan
yang diterima, pengawasan yang
dilakukan atasan, pekerjaan itu
sendiri, hubungan antar rekan
sekerja, keamana kerja serta
kesempatan untuk memeperoleh
perubahan status.
Herzberg (Gibson et.al., 2003)
berdasarkan penelitiannya
mengidentifikasi faktor-faktor yang
menimbulkan kepuasan kerja
(Motivation Factor) berbeda dengan
faktor-faktor yang menimbulkan
ketidakpuasan kerja (Hygiene Factor).
Motivation factor berhubungan
dengan aspek-aspek yang terkandung
dalam pekerjaan itu sendiri. Jadi
berhubungan dengan job content atau
disebut juga aspek intrinsik dari
pekerjaan. Faktor-faktor yang termasuk
di dalamnya :
1. Achievement (Keberhasilan
Menyelesaikan Tugas)
2. Recognition (Penghargaan)
3. Work itself (Pekerjaan Itu Sendiri)
4. Responsibility (Tanggung Jawab)
5. Possibility of Growth (Peluang
Untuk Berkembang)
6. Advancement (Kesempatan Untuk
Maju)
2012 Audia Junita
17
Herzberg berpendapat, faktor-
faktor tersebut jika ada akan
memunculkan
kepuasan kerja. Namun, bila tidak ada,
tidak selalu mengakibatkan
ketidakpuasan kerja.
Hygiene factor adalah faktor yang
berasa di sekitar pelaksanaan pekerjaan
atau berhubungan dengan job context
atau faktor ekstrinsik dari pekerja,
antara lain :
1. Working condition (Kondisi Kerja)
2. Interpersonal Relation (Hubungan
Kerja)
3. Company Policy and Administration
(Kebijaksanaan Perusahaan dan
Pelaksanaannya)
4. Supervision Technical (Teknik
Pengawasan)
5. Job Security (Perasaan Aman
Dalam bekerja)
Menurut Herzberg, perbaikan
terhadap faktor-faktor ini akan
mengurangi atau menghilangkan
ketidakpuasan kerja tetapi tidak akan
menimbulkan kepuasan kerja karena
faktor-faktor tersebut bukan sumber
kepuasan kerja.
Menurut Kreitner dan Kinicki
(2003) faktor-faktor penentu kepuasan
kerja diantaranya adalah gaji, kondisi
kerja dan hubungan kerja (atasan dan
rekan kerja).
1) Gaji/Upah
Menurut Kreitner dan Kinicki
(2003) kepuasan kerja merupakan
fungsi dari jumlah absolut dari gaji
yang di terima, derajat sejauh mana
gaji memenuhi harapan-harapan
tenaga kerja dan bagaimana gaji
diberikan. Selain untuk pemenuhan
kebutuhan dasar, uang juga
merupakan simbol dari pencapaian,
keberhasilan dan pengakuan /
penghargaan. Berdasarkan
pandangannya, orang yang
menerima gaji yang dipersepsikan
terlalu kecil atau terlalu besar akan
mengalami ketidakpuasan. Jika gaji
dipersepsikan adil berdasarkan
tuntutan-tuntutan pekerjaan,tingkat
keterampilan individu dan standar
gaji yang berlaku untuk kelompok
pekerjaan tertentu maka akan ada
kepuasan kerja.
2) Kondisi kerja yang menunjang
Bekerja dalam ruangan atau tempat
kerja yang tidak menyenangkan
akan menurunkan semangat untuk
bekerja. Oleh karena itu perusahaan
harus membuat kondisi kerja yang
nyaman dan menyenangkan
sehingga kebutuhan-kebutuhan fisik
terpenuhi dan menimbulkan
kepuasan kerja
3) Hubungan kerja
a) Hubungan dengan rekan kerja
Dalam kelompok kerja dimana
para pekerjanya harus bekerja
satu tim, kepuasan kerja mereka
dapat timbul karena kebutuhan-
kebutuhan tingkat tinggi mereka
seperti harga diri,aktualisasi diri
dapat dipenuhi dan mempunyai
dampak pada motivasi kerja
mereka.
b) Hubungan dengan atasan
Kepemimpinan yang konsisten
berkaitan dengan kepuasan kerja
adalah tenggang rasa.
Hubungan seorang atasan
dengan pegawai/karyawan suatu
penunjang motivasi tersendiri
dalam menumbuhkan kepuasan
kerja di dalam perusahaan
tersebut, karena jika atasan dan
bawahan tidak saling singkron
maka kepuasan kerja tersebut
tidak akan terjadi. Hal ini dapat
berdampak pada kinerja
karyawan karena merasa tidak
puas sehingga dalam
melakukakan suatu pekerjaan
tidak dengan sungguh-sungguh.
B. Disiplin Kerja
1. Pengertian Disiplin Kerja
Disiplin merupakan fungsi operatif
manajemen sumber daya manusia yang
terpenting karena semakin baik disiplin
karyawan, semakin tinggi prestasi kerja
dapat yang dapat dicapainya. Tanpa
disiplin karyawan yang baik, sulit bagi
perusahaan mencapai hasil yang
optimal. Displin yang baik
mencerminkan besarnya tanggung
jawab seseorang terhadap tugas-tugas
Jurnal Keuangan & Bisnis Maret
18
yang diberikan padanya. Hal ini
mendorong gairah kerja, semangat
kerja dan terwujudnya tujuan
perusahaan, karyawan dan masyarakat.
Untuk meningkatkan kedisplinan yang
baik memanglah sulit karena banyak
faktor yang mempengaruhinya.
Menurut Hasibuan (2003) disiplin
kerja ialah kesadaran dan kesediaan
untuk menaati semua peraturan dan
norma-norma social yang berlaku.
Dimana kesadaran merupakan sikap
seseorang yang secara sukarela menaati
semua peraturan dan sadar akan tugas
dan tanggung jawabnya. Jadi , dia akan
mematuhi dan mengerjakan semua
tugas nya dengan baik tanpa paksaan.
Disiplin adalah kegiatan
manajemen untuk menjalankan standar-
standar organisasional. Secara
etimologis, kata disiplin berasal dari
kata Latin diciplina yang berarti
latihan atau pendidikan kesopanan dan
kerohanian serta pengembangan tabiat.
Pengertian disiplin juga dikemukakan
oleh Alex S. Nitisemito (Sudrajat ;
2008) sebagai suatu sikap, perilaku dan
perbuatan yang sesuai dengan
peraturan dari perusahaan.
Kenyataaan yang tidak dapat
dipungkiri, sebelum masuk ke suatu
organisasi, seorang karyawan tentu
sudah memiliki norma, aturan dan nilai
di diri sendiri yang terbentuk dari
proses sosialisasi dengan keluarga dan
masyarakatnya. Seringkali nilai, aturan
dan norma diri sendiri tidak sesuai
dengan aturan-aturan organisasi yang
ada. Hal ini memunculkan konflik
pribadi. Misalnya seseornag yang
selalu tepat waktu kemudian berada
dalam organisasi yang kurang
menjunjung tinggi nilai-nilai
penghargaan terhadap waktu. Jika
orang tersebut memegang teguh
prinsip-prinsinya sendiri, ia akan
tersisih dari rekan sekerjanya.
Menurut pendapat Alex S.
Nitisemito, kedisiplinan adalah suatu
sikap tingkah laku dan perbuatan yang
sesuai dengan peraturan dari
perusahaan baik tertulis maupun tidak
tertulis. Menurut pendapat T. Hani
Handoko, disiplin adalah kegiatan
manajemen untuk menjalankan standar-
standar organisasional (www.jurnal-
sdm.blogspot.com (a), 2009).
Pendapat lain di kemukakan oleh
Gibson et.al (2003) yang meyatakan
disiplin adalah beberapa penggunaan
beberapa bentuk hukuman atau sangsi
jika karyawan menyimpang dari
peraturan. Defenisi ini menjelaskan
bahwa disiplin tersebut merupakan
sebuah bentuk hukuman,dikatakan
disiplin jika adanya pengenaan sanksi
atau hukuman terhadap penyimpangan-
penyimpangan tersebut adalah
perbuatan setiap karyawan yang tidak
sesuai dengan ketentuan yang berlaku
dalam perusahaan tersebut.
Keith Davis dalam Mangkunegara
(2000) mengatakan bahwa disiplin
kerja dapat diartikan sebagai
pelaksanaan menajemen untuk
memperteguh pedoman-pedoman
organisasi.
Dari pendapat beberapa ahli dapat
disimpulkan disiplin kerja adalah suatu
usaha dari manajemen organisasi
perusahaan untuk menerapkan atau
menjalankan peraturan ataupun
ketentuan yang harus dipatuhi oleh
setiap karyawan tanpa terkecuali.
Disiplin kerja adalah suatu sikap dan
perilaku yang berniat untuk mentaati
segala peraturan organisasi yang
didasarkan atas kesadaran diri untuk
menyesuaikan diri dengan peraturan
organisasi.
2. Jenis Disiplin Kerja
Ada dua macam disiplin kerja, yaitu :
a. Disiplin diri
Disiplin diri menurut Jasin (1989)
adalah disiplin yang dikembangkan
atau dikontrol oleh diri sendiri. Hal
ini merupakan aktualisasi atau
manifestasi dari tanggung jawab
pribadi, yang berarti mengakui atau
menerima nilai-nilai yang ada di
luar dirinya. Melalui disiplin diri,
karyawan-karyawan merasa
bertanggung jawab dan dapat
mengatur diri sendiri untuk
kepentingan organisasi. Disiplin diri
merupakan hasil sosialisasi dari
keluarga dan masyarakat.
Penanaman nilai-nilai yang
menjunjung tinggi disiplin baik oleh
2012 Audia Junita
19
keluarga, guru ataupun masyarakat,
merupakan bekal positif untuk
terbentuknya disiplin diri. Disiplin
diri sangat besar peranannya dalam
mencapai tujuan organisasi. Melalui
disiplin diri, seorang karyawan
selain menghargai dirinya sendiri
juga menghargai orang lain.
Misalnya, jika karyawan
mengerjakan tugas dan wewenang
tanpa pengawasan atasan, maka
sebenarnya dia telah sadar atas
tanggung jawabnya. Ini berarti
karyawan sanggup melaksanakan
tugasnya, ia menghargai potensi dan
kemampuannya. Di sisi lain, bagi
rekan sejawat akan memperlancar
pelaksanaan tugas kelompok.
b. Disiplin kelompok
Setiap orang dalam organisasi pasti
menjadi bagian dari kelompok kerja
yang ada dalam organisasi tersebut.
Disiplin kelompok akan tumbuh jika
setiap orang telah memiliki disiplin
diri.
Artinya kelompok akan
menghasilkan output yang optimal
jika masing-masing anggota
kelompok dapat memberikan andil
yang sesuai dengan hak dan
tanggung jawabnya.
Disiplin kerja merupakan integrasi
dari sikap dan perilaku. Pembentukan
perilaku menurut Kurt Lewin adalah
interaksi dari faktor kepribadian dan
faktor lingkungan (situasional).
a. Faktor Kepribadian
Faktor yang penting dalam
kepribadian seseorang adalah sistem
nilai yang dianut, dalam hal ini
sistem nilai yang berkaitan langsung
dengan disiplin. Nilai-nilai yang
menjunjung disiplin yang
ditanamkan oleh keluarga dan
masyarakat akan digunakan sebagai
kerangka acuan bagai penerapan
disiplin di tempat kerja. Sistem nilai
akan terlihat dari sikap seseorang.
Sikap diharapkan akan tercermin
dalam bentuk perilaku. Menurut
Kelman (Sudrajat; 2008) ada tiga
tingkatan perubahan sikap kepada
perilaku :
- Disiplin karena kepatuhan
Kepatuhan terhadap aturan-
aturan yang didasarkan atas
perasaan takut. Disiplin kerja
dalam tingkat ini dilakukan
semata untuk mendapatkan
reaksi positif dari pimpinan.
Sebaliknya, jika
pimpinan/pengawas tidak ada di
tempat, maka disiplin kerja tidak
tampak.
- Disiplin karena identifikasi
Kepatuhan aturan yang
didasarkan pada identifikasi
yaitu perasaan kekaguman atau
penghargaan kepada pimpinan.
Pimpinan yang kharismatik
adalah figur yang dihormati,
dihargai dan disegani oleh pusat
identifikasi. Karyawan yang
menunjukkan disiplin terhadap
aturan-aturan organisasi bukan
disebabakan karena
menghormati aturan tersebut,
tetapi lebih disebabkan
keseganan pada atasannya. Jika
pusat identifikasi ini tidak ada,
maka perilaku disiplin akan
menurun, pelanggaran aturan
akan meningkat frekuensinya.
- Disiplin karena internalisasi
Disiplin kerja pada tingkat ini
terjadi karena karyawan
mempunyai sistem nilai pribadi
yang menjunjung tinggi nilai-
nilai kedisiplinan. Dalam taraf
ini, orang dikategorikan telah
mempunyai disiplin diri.
Misalnya, dalam situasi yang
sepi di tengah malam hari, ketika
lampu merah menyala maka si
sopir tetap berhenti.
b. Faktor Lingkungan
Disiplin kerja yang tinggi tidak
muncul begitu saja, tetapi melalui
proses belajar yang terus-menerus.
Agar proses pembelajaran efektif,
makapemimpin sebagai agen
pengubah perlu memperhatikan
prinsip-prinsip konsistens, adil,
terbuka dan bersikap positif.
Konsisten adalah menerapkan
aturan secara konsisten dari waktu
Jurnal Keuangan & Bisnis Maret
20
ke waktu. Adil artinya menerapkan
aturan yang sama kepada seluruh
karyawan tidak membeda-bedakan.
Bersikap positif artinya setiap
pelanggaran yang dibuat harus
dicarai fakta dan bukti terlebih
dahulu sebelum menerapkan
tindakan indisipliner. Keterbukaan
dalam berkomunikasi juga penting
dilakukan untuk menjelaskan
berbagai aturan, apa yang boleh dan
apa yang tidak boleh.
Disiplin kerja selain dipengaruhi
oleh faktor lingkungan (budaya kerja)
juga dipengaruhi oleh faktor
kepribadian, maka ketidakhadiran salah
satu faktor akan memunculkan
ketidakdisiplinan.Untuk itu diperlukan
tindakan pendisiplinan agar prinsip-
prinsip disiplin dapat tetap
dipertahankan. Tindakan pendisiplinan
dapat dilakukan dengan menggunakan
prinsip Progressive dicipline yaitu (1)
hukuman untuk pelanggaran pertama
lebih ringan daripada pengulangan
pelanggaran; (2) hukuman untuk
pelanggaran kecil lebih ringan daripada
pelanggaran berat. Adapun cara-cara
yang dapat diterapkan melalui
konseling (diskusi informal), teguran
lisan, teguran tertulis, skorsing dan
pemberhentian kerja.
Indikator-indikator ketidakdisiplinan
kerja menurut Suryohadiprojo (Sudrajat;
2008) antara lain :
1. Tidak patuh dan taat dalam penggunaan
jam kerja, misalnya datang dan pulang
sesuai jadwal, tidak mangkir dalam
bekerja, tidak mencuri-curi waktu
2. Upaya mentaati aturan atas dasar
keterpaksaan
3. Tingkat absensi yang tinggi
4. Penyalahgunaan waku istirahat dan
makan siang
5. Meninggalkan pekerjaan tanpa ijin
6. Membangkang
7. Tidak jujur
8. Berjudi
9. Berkelahi
10. Berpura-pura sakit
11. Merokok pada waktu yang terlarang
12. Perilaku yang menunjukkan semangat
kerja yang rendah
13. Sikap manja yang berlebihan
T. Hani Handoko membagi 3 (tiga)
disiplin kerja (Sudrajat ; 2008) yaitu:
1. Disiplin Preventif yaitu: kegiatan yang
dilaksanakan untuk mendorong para
karyawan agar mengikuti berbagai
standar dan aturan, sehingga
penyelewengan dapat dicegah.
2. Disiplin Korektif yaitu: kegiatan yang
diambil untuk menangani pelanggaran
terhadap aturan-aturan yang mencoba
untuk menghindari pelanggaran-
pelanggaran lebih lanjut. Kegiatan
korektif sering berupa suatu bentuk
hukuman dan disebut tindakan
pendisiplin.
3. Disiplin Progresif yaitu: kegiatan
memberikan hukuman-hukuman yang
lebih berat terhadap pelanggaran-
pelanggaran yang berulang. Tujuan dari
disiplin progresif ini agar karyawan
untuk mengambil tindakan-tindakan
korektif sebelum mendapat hukuman
yang lebih serius.
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi
tegak tidaknya suatu disiplin kerja dalam
suatu perusahaan. Menurut Gouzali Saydam
(www.jurnal-sdm.blogspot.com (b) ; 2009)
faktor-faktor tersebut antara lain :
a. Besar kecilnya pemberian kompensasi
b. Ada tidaknya keteladanan pimpinan
dalam perusahaan
c. Ada tidaknya aturan pasti yang dapat
dijadikan pegangan
d. Keberanian pimpinan dalam mengambil
tindakan
e. Ada tidaknya pengawasan pimpinan
f. Ada tidaknya perhatian kepada pada
karyawan
g. Diciptakan kebiasaan-kebiasaan yang
mendukung tegaknya disiplin
Dengan berlandaskan pada pendapat para
ahli, teori-teori yang relevan yang tersusun
dalam kerangka pemikiran diatas maka
disusun model hubungan antar variabel
penelitian sebagai berikut :
2012 Audia Junita
21
Gambar 1. Kerangka Hubungan Antar Variabel Penelitian
D. Hipotesis
Berdasarkan kajian literature maka
disusunlan hipotesis penelitian sebagai berikut
:
H

= tidak ada pengaruh antara kepuasan


kerja dengan disiplin kerja pegawai
H
a
= ada pengaruh antara kepuasan kerja
dengan disiplin kerja pegawai.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan pendekatan
kuantitatif dengan metode penelitian survei
yaitu penelitian yang mengambil sampel dari
satu populasi dan menggunakan kuesioner
sebagai alat pengumpul data yang pokok.
Berdasarkan pada tujuan penelitian yang telah
ditetapkan, maka jenis penelitian ini adalah
penelitian eksplanatif.
Populasi penelitian adalah seluruh
pegawai Dinas TataRuang dan Tata Bangunan
Kota Medan sejumlah 110 orang. Sedangkan
sampel penelitian adalah sebagian dari
pegawai Dinas Tata Ruang dan Tata
Bangunan Kota Medan yang jumlahnya
diambil berdasarkan bagian-bagian kerja
secara proporsional (proportional random
sampling). Jumlah sampel ditentukan dengan
menggunakan rumus Slovin (Umar, 2003)
sebanyak 52 orang dengan distribusi sampel
proporsional mewakili setiap bagian yang ada
di Dinas Tata Ruang dan Tata Bangunan Kota
Medan.
Berdasarkan perumusan masalah dan
kajian pustaka yang telah diungkapkan pada
bagian sebelumnya, maka dalam penelitian ini
terdapat dua variabel yang akan diteliti, yaitu :
1. Variabel Kepuasan Kerja adalah perasaan
senang atau tidak senang pekerja
terhadap aspek-aspek pekerjaannya.
Dimensi dari variabel kepuasan kerja
adalah lingkungan kerja, pekerjaan itu
sendiri, hubungan dengan rekan kerja,
hubungan dengan atasan. Jumlah item
pertanyaan untuk variabel kepuasan kerja
adalah 8 item.
2. Variabel Disiplin Kerja adalah suatu
sikap tingkah laku dan perbuatan yang
sesuai dengan peraturan dari perusahaan
baik tertulis maupun tidak tertulis.
Dimensi dari variabel disiplin kerja
adalah disiplin waktu, disiplin terhadap
perbuatan dan tingkah laku, disiplin diri
dan disiplin kelompok. Jumlah item
pertanyaan untuk variabel disiplin kerja
adalah 12 item.
Indikator-indikator pada setiap variabel
diukur menggunakan skala interval dengan
tipe Skala Likert 5 (lima) titik diawali dengan
sangat tidak setuju (skor 1) hingga sangat
setuju (skor 5). Operasionalisasi variabel
hingga menjadi indikator didesain sendiri oleh
peneliti dengan mengacu pada kajian teoritis.
Dalam penelitian ini ada data yang
dikumpulkan untuk menjawab permasalahan
penelitian adalah data primer yaitu data yang
bersumber dari pegawai Dinas Tata Ruang
dan Tata Bangunan Kota Medan. Alat
pengumpul data dalam penelitian ini adalah
kuesioner yaitu seperangkat pertanyaan yang
disusun untuk diisi oleh responden.
Pengujian hipotesa dalam penelitian ini
menggunakan statistik inferensial. Oleh
karena variabel memiliki ciri interval maka
cara yang paling tepat untuk mengukur
pengaruh antar variabel adalah dengan
menggunakan regresi sederhana dan berganda
(Kuncoro, 2003) dengan terlebih dahulu
Kepuasan kerja
- Lingkungan Kerja
- Pekerjaan Itu Sendiri
- Hubungan Dengan Rekan
Kerja
- Hubungan Dengan atasan
(Robert L. Mathis & John H.
Jackson, 2001:98)
Disiplin Kerja
- Disiplin Waktu
- Disiplin Perbuatan dan
Tingkah Laku
- Disiplin Diri
- Disiplin Kelompok
(Muchdarsah Sinungan,
(1995:145)
Jurnal Keuangan & Bisnis Maret
22
memenuhi uji asumsi klasik atas model
regresi.
Uji hipotesis dilakukan dengan
menggunakan uji regresi sederhana
dimaksudkan untuk menguji apakah ada
pengaruh kepuasan kerja terhadap disiplin
kerja pegawai. Adapun model hipotesis
pertama sebagai berikut :
H : Y = + X + .
Dimana :
Y : Disiplin Kerja
X : Kepuasan Kerja
: Koefisien Regresi
: Error
Uji hipotesis dilakukan dengan
membandingkan nilai probabilitas variabel
dengan tingkat signifikansi 5 %.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Karakteristik Responden
Profil responden dalam penelitian
ini dapat dijelaskan berdasarkan jenis
kelamin, umur, status keluarga, tingkat
pendidikan
akhir, lama kerja dan kedudukannya
dalam organisasi. Mayoritas responden
berjenis kelamin laki-laki (59,6%),
berusia dalam rentang usia 31-40 tahun
(36,5%), sudah berkeluarga (80,8%),
tingkat pendidikan akhir Sarjana
(44,2%), lama kerja dalam rentang 6-10
tahun (57,7%) dan berkedudukan
sebagai staf dalam organisasi (82,7%).
2. Uji Validitas dan Reliabilitas
Uji validitas dimaksudkan untuk
mengukur sah atau valid tidaknya suatu
kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan
valid jika pertanyaan pada kuesioner
mampu mengungkapkan sesuatu yang
akan diukur oleh kuesioner tersebut.
Aturan umum yang dipakai adalah item
total correlation tiap-tiap item harus
lebih besar dari 0,30 (Hair et al, 2005).
Uji reliabilitas dilakukan untuk
mengukur bahwa instrumen yang
digunakan benar-benar bebas dari
kesalahan, sehingga diharapkan
mendapatkan hasil yang konsisten.
Reliabilitas instrumen diuji dengan
menggunakan nilai cronbachs alpha
yang lebih besar dari 0,60 (Ghozali,
2001).
Berdasarkan hasil uji validitas data
penelitian, diketahui variabel kepuasan
kerja, dari 8 item pertanyaan yang diuji
diketahui semua item valid. Untuk item
disiplin kerja, dari 12 item pertanyaan
yang diuji validitasnya, diketahui ada 1
item yang tidak valid (DK 12) dan
harus dikeluarkan dari analisa.
Berdasarkan hasil uji reliabilitas
data penelitian diketahui data dari
kedua variabel tersebut dinyatakan
reliabel karena nilai koefisien
Cronbachs alpha di atas 0,60. Nilai
koefisien Cronbachs Alpha untuk
variabel kepuasan kerja sebesar 0,925
dan variabel disiplin kerja sebesar
0,867.
3. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk
menguji apakah dalam model regresi,
variabel terikat dan variabel bebas
keduanya mempunyai distribusi normal
ataukah tidak. Model regresi yang baik
haruslah memiliki distribusi data
normal atau mendekati normal. Dalam
penelitian ini, uji statistik yang
digunakan untuk menguji normalitas
data adalah dengan Kolmogorov-
Smirnov Test.
Berdasarkan hasil uji normalitas
dengan menggunakan Kolmogorov-
Smirnov Test diketahui distribusi data
normal untuk model persamaan Y = +
X + . Sebaran data disimpulkan
normal jika nilai signifikansi
Kolmogorov-Smirnov Test di atas
tingkat signifikansi penelitian (alpha).
Dalam hal ini nilai K-S Test untuk
model hipotesis (H) sebesar 0,320 ada
di atas 0,05, sehingga disimpulkan
model penelitian berdistribusi normal.
4 Deskripsi Variabel Penelitian
a. Deskripsi Kepuasan Kerja
Devis dan Newstrom (1985)
mengemukakan kepuasan kerja
adalah perasaan senang atau tidak
senang pekerja terhadap
2012 Audia Junita
23
pekerjaannya; Osborn (1982)
mendefinisikan kepuasan kerja
sebagai derajat positif dan negatif
perasaan seseorang mengenai segi
tugas-tugas pekerjaannya, tatanan
kerja serta hubungan antar sesama
pekerja (dalam Gibson et. al.; 2003).
Berkaitan dengan kepuasan
kerja, Winardi (www.jurnal-
sdm.blogspot.com (b) ; 2009)
mengatakan bahwa seseorang akan
bekerja dengan penuh semangat bila
kepuasan yang diperolehnya dari
pekerjaan tinggi dan pekerjaan
tersebut sesuai dengan apa yang
diinginkan pegawai.
Tinggi atau rendahnya tingkat
kepuasan kerja responden di Dinas
Ruang dan Tata Bangunan Kota
Medan dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1.
Distribusi Frekuensi
Tingkat Kepuasan Kerja
Tingkat
Kepuasan
Kerja
Frekuensi
Persentase
(%)
Sedang
Tinggi
15
37
28,8
71,2
Jumlah 52 100,0
Sumber : Data Primer Diolah ; 2011
Berdasarkan data yang tampak
pada Tabel 1. diketahui bahwa
responden memiliki tingkat
kepuasan kerja bervariasi yaitu
kepuasan kerja tinggi sebesar
71,2% dan kepuasan kerja sedang
sebesar 28,8%.
Bentuk-bentuk kepuasan kerja
yang dirasakan responden dapat
diurai dalam beberapa dimensi.
Berdasarkan dimensi kepuasan
terhadap lingkungan kerja diketahui
bahwa rata-rata responden merasa
puas terhadap adanya kejelasan
tugas di lingkungan kerja (mean =
4,12), puas terhadap lingkungan
kerja yang memberikan peluang
untuk berinovasi (mean = 3,90).
Dari dimensi kepuasan terhadap
pekerjaan itu sendiri, diketahui
bahwa rata-rata responden merasa
puas terhadap prosedur pekerjaan
yang ditetapkan secara jelas (mean =
4,04), puas terhadap adanya struktur
kerja dalam organisasi (mean =
4,04). Berdasarkan dimensi
kepuasan terhadap rekan kerja,
diketahui bahwa rata-rata responden
merasa puas terhadap komunikasi
yang berlangsung antar rekan kerja
dalam organisasi (mean = 4,00)
serta puas terhadap suasana kerja
yang akrab dalam organisasi (mean
= 3,94). Dari dimensi kepuasan
terhadap atasan, diketahui bahwa
rata-rata responden merasa puas
terhadap perilaku pemimpin yang
adil terhadap seluruh karyawan
(mean = 3,94) dan puas terhadap
perilaku keteladanan pemimpin
(mean = 3,92).
b. Deskripsi Disiplin Kerja
Dalam kaitannya dengan
pekerjaan, disiplin kerja diartikan
sebagai suatu sikap atau perilaku
yang menunjukkan ketaatan
karyawan terhadap aturan
organisasi. Menurut pendapat Alex
S. Nitisemito, kedisiplinan adalah
suatu sikap tingkah laku dan
perbuatan yang sesuai dengan
peraturan dari perusahaan baik
tertulis maupun tidak tertulis.
Menurut pendapat T.Hani Handoko,
disiplin adalah kegiatan manajemen
untuk menjalankan standar- standar
organisasional (www.jurnal-
sdm.blogspot.com (a) ; 2009).
Disiplin kerja selain
dipengaruhi oleh faktor lingkungan
(budaya kerja) juga dipengaruhi oleh
faktor kepribadian, maka
ketidakhadiran salah satu faktor
akan memunculkan
ketidakdisiplinan.
Tinggi-rendahnya disiplin kerja
karyawan di Dinas Tata Ruang dan
Tata Bangunan Kota Medan dapat
dilihat pada Tabel 2.
Jurnal Keuangan & Bisnis Maret
24
Tabel 2.
Distribusi Frekuensi
Tingkat Disiplin Kerja Responden
Tingkat Disiplin
Kerja
Frekuensi
Persentase
(%)
Sedang
Tinggi
15
37
28,8
71,2
Jumlah 52 100,0
Sumber : Data Sekunder Diolah
Berdasarkan data yang tampak
pada Tabel 2. diketahui bahwa
tingkat disiplin kerja responden di
Dinas Tata Ruang dan Tata
Bangunan Kota Medan bervariasi,
responden yang berdisiplin kerja
tinggi sebesar 71,2% dan responden
yang memiliki disiplin kerja sedang
sebesar 28,8%.
Tingkat disiplin kerja
responden yang tinggi tersebut
didukung data bahwa mayoritas
responden menampilan perilaku
kerja dalam berbagai dimensi
disiplin kerja (Tabel 2.). Jika diukur
dari dimensi disipllin terhadap
waktu, maka rata-rata responden taat
dalam menggunakan jam kerja
(mean = 3,90), menyelesaikan
pekerjaan tepat waktu (mean =
3,96), taat menggunakan jam
istirahat (mean = 3,79). Berdasarkan
dimensi disiplin terhadap perbuatan
dan tingkah laku, diketahui bahwa
karyawan selalu berusaha mematuhi
peraturan yang berlaku (mean =
3,87), selalu berupaya menjaga
image positif organisasi (mean =
4,04), selalu bekerja dengan baik
dengan tujuan menghindari sanksi
(mean = 4,10).
Berdasarkan dimensi disiplin
diri, diketahui bahwa rata-rata
responden mentaati peraturan
dengan suka rela (mean = 3,92),
karyawan tidak pernah
menggunakan fasilitas kantor untuk
kepentingan pribadi (mean = 3,92),
karyawan juga tidak memperpanjang
waktu istirahat untuk keperluan
pribadi (mean = 3,83). Berdasarkan
dimensi disiplin kelompok,
diketahui bahwa rata-rata responden
berupaya menghindari kesalahan
untuk menghindari sanksi terhadap
(mean = 3,98) dan responden selalu
berupaya memberikan kontribusi
dalam penyelesaian kerja kelompok
(mean = 3,88).
5. Pengujian Hipotesis Penelitian
Pengujian hipotesis bertujuan
menguji apakah ada pengaruh
signifikan kepuasan kerja secara
langsung terhadap disiplin kerja
karyawan. Berdasarkan hasil analisa
regresi sederhana tampak bahwa
kepuasan kerja berpengaruh signifikan
terhadap disiplin kerja pada = 0,05 (
= 0,009) dan bertanda positif (Tabel 3).
Artinya hipotesis 1 dalam penelitian ini
dapat diterima (H
0
ditolak). Dengan
kata lain ada pengaruh signifikan
kepuasan kerja terhadap disiplin kerja
karyawan.
Tabel 3.
Hasil Analisis Regresi Hipotesis
Variabel Koefisien Beta Standar Error t- Value Ket.
Kepuasan Kerja (X) 0,293 0,107 2,738 0,009 S
Konstanta 2,756 0,432 6,373 0,000
R
2
= 11,3% n = 52 S = Signifikan
Dependen Variabel : Disiplin Kerja
Sumber : Data Primer Diolah ; 2011
Berdasarkan hasil uji regresi
sederhana juga tampak bahwa disiplin
kerja dapat dijelaskan oleh variabel
kepuasan kerja sebesar 11,3%, dapat
dilihat nilai R Square (R
2
) sebesar
11,3%. Nilai F test yang signifikan
juga memberikan pemahaman bahwa
persamaan regresi yang dihasilkan
yaitu Y = 2,756 + 0,293X + dapat
digunakan untuk memprediksi variabel
disiplin kerja.
2012 Audia Junita
25
B. Pembahasan Penelitian
Berdasarkan hasil uji hipotesis diketahui
bahwa kepuasan kerja berpengaruh signifikan
terhadap disiplin kerja pegawai. Dengan kata
lain kepuasan kerja yang ada dalam diri
pegawai dapat meningkatkan disiplin kerja
mereka. Semakin tinggi tingkat kepuasan
kerja pegawai maka akan semakin tinggi pula
disiplin kerja mereka dan sebaliknya semakin
rendah tingkat kepuasan kerja pegawai maka
akan menurunkan tingkat disiplin kerja
mereka.
Dengan demikian hasil uji hipotesis
dalam penelitian ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Penelitian yang
dilakukan oleh Pratiwiningsih (2006)
berjudul Pengaruh Faktor-Faktor Kepuasan
Kerja Terhadap Disiplin Kerja Pegawai
Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B di
Klaten membuktikan bahwa faktor-faktor
kepuasan kerja seperti gaji, kepemimpinan,
motivasi, dan komunikasi berpengaruh
signifikan terhadap disiplin kerja, dan
variabel yang paling besar pengaruhnya
terhadap disiplin kerja adalah variabel gaji.
Penelitian yang dilakukan oleh Manggala
(2004) berjudul Pengaruh Kepuasan Kerja
Terhadap Disiplin Kerja Karyawan di
Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM)
Kabupaten Daerah Tingkat II Karawang
membuktikan bahwa ada pengaruh signifikan
antara kepuasan kerja dan disiplin kerja
pegawai. Selanjutnya Adi (2011) melakukan
riset berjudul Pengaruh motivasi dan
kepuasan kerja terhadap disiplin kerja
karyawan Kusuma Agrowisata Hotel Batu
menyimpulkan bahwa terdapat pengaruh
positif yang signifikan motivasi kerja dan
kepuasan kerja secara bersama-sama
terhadap disiplin kerja karyawan. Kepuasan
kerja merupakan variabel yang dominan
berpengaruh terhadap disiplin kerja.
Penelitian-penelitian terdahulu tersebut
menyimpulkan bahwa kepuasan kerja
berpengaruh signifikan terhadap disiplin
kerja.
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diperoleh
melalui penelitian ini antara lain sebagai
berikut :
1. Pegawai Dinas Tata Ruang dan Tata
Bangunan Kota Medan memiliki tingkat
kepuasan kerja yang tinggi. Rata-rata
responden merasa puas atas dimensi
lingkungan kerja, pekerjaan itu sendiri,
rekan kerja dan puas terhadap atasan.
2. Pegawai Dinas Tata Ruang dan Tata
Bangunan Kota Medan memiliki tingkat
disiplin kerja yang tinggi pula. Rata-rata
responden merasa puas atas dimensi
lingkungan kerja, pekerjaan itu sendiri,
rekan kerja dan puas terhadap atasan.
Mayoritas pegawai menampilan perilaku
kerja dalam berbagai dimensi disiplin
kerja antara lain disiplin terhadap waktu,
perbuatan dan tingkah laku, disiplin diri
serta disiplin kelompok.
3. Ada pengaruh signifikan kepuasan kerja
terhadap disiplin kerja karyawan.
Kepuasan kerja yang tinggi dalam suatu
organisasi dapat meningkatkan disiplin
kerja pegawai dan sebaliknya Jika dalam
organisasi, kepuasan kerja pegawainya
rendah maka dapat menurunkan tingkat
disiplin kerja mereka. Kontribusi
variabel kepuasan kerja terhadap disiplin
kerja karyawan sebesar 11,3%, sisanya
dipengaruhi oleh variabel lain.
B. Saran
Saran yang diajukan terkait dengan
simpulan yang diperoleh dalam penelitian
ini:
1. Dinas Tata Ruang dan Tata Bangunan
perlu berupaya meningkatkan kepuasan
kerja pegawai sekaligus meniadakan
ketidakpuasan kerja pegawai, caranya
dengan memenuhi faktor-faktor intrinsik
dan ekstrinsik dalam pekerjaan.
Perhatian pada aspek kepuasan kerja
pegawai, akan berdampak positif
terhadap disiplin kerja mereka.
2. Penelitian ini adalah penelitian
persepsional, selain memiliki
keunggulan juga memiliki kelemahan.
Salah satu kelemahan yang mungkin
muncul adalah adanya respon yang bias
dari para responden.
3. Untuk peneliti yang tertarik meneliti
topik yang berkenaan dengan kepuasan
kerja, hendaknya membedakan faktor-
faktor yang memunculkan kepuasan
Jurnal Keuangan & Bisnis Maret
26
kerja dan faktor-faktor yang meniadakan
ketidakpuasan kerja dalam kaitannyanya
dengan disiplin kerja. Penelitian tersebut
akan memberikan gambaran
komprehensif mengenai variabel
kepuasan kerja serta dampaknya pada
variabel-variabel lain.
DAFTAR PUSTAKA
Adi, Windy Rizki. (2011). Pengaruh
Motivasi dan Kepuasan Kerja Terhadap
Disiplin Kerja Karyawan Kusuma
Agrowisata Hotel Batu.
http://library.um.ac.id/
As'ad, M. (2003). Psikologi Industri : Seri
Sumber Daya Manusia. Yogjakarta,
Liberty.
Ghozali, Imam. (2001). Aplikasi Multivariate
Dengan Program SPSS. Semarang,
Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Gibson, James L., Ivancevich, John. M., &
Donelly, James Jr. (2003). Organisasi
dan Manajemen: Perilaku, Struktur dan
Proses. Jilid I (ahli bahasa oleh Drs
Djakarsih, MPA). Jakarta, Erlangga.
Hair, J.F.Jr, Anderson, R.E., Tatham, R.L. &
Black, W.C. (2005). Multivariate Data
Analysis. 5
th
editions. Prentice-Hall.
Handoko, T. Hani. (2001). Manajemen
Personalia dan Sumber Daya Manusia.
Yogjakarta, BPFE .
Hasibuan, Malayu S.P.(2003). Manajemen
Sumber Daya Manusia. Edisi Revisi,
Cetakan Ketiga. Jakarta, Bumi Aksara.
Heidjrachman dan Suad Husnan. (2002).
Manajemen Personalia. Yogjakarta,
BPFE.
Jasin, A. (1989). Peningkatan Pembinaan
Disiplin Nasional Dalam Sistem dan Pola
Pendidikan Nasional; Dalam Analisis
CSIS No. 4 Tahun XVII; Juli-Agustus
1989; Jakarta, Centre for Strategic and
International Studies.
Kreitner, Robert & Kinicki, Angelo de.
(2003). Perilaku Organisasi. Edisi
Kelima, Jakarta, Salemba.
Kuncoro, M. (2003). Metode Riset Untuk
Bisnis & Ekonomi. Jakarta, Penerbit
Erlangga.
Manggala, Dikky Purnama SyafeI Dibia.
(2004). Pengaruh Kepuasan Kerja
Terhadap Disiplin Kerja Karyawan di
Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM)
Kabupaten Daerah Tingkat II Karawang.
Tesis. Fakultas Ekonomi
UNIKOM.http://digilib.itb.ac.id/
Mankunegara, A.A Anwar Prabu. (2000).
Manajemen Sumber Daya Manusia
Perusahaan. Bandung, Penerbit Remaja
Rosdakarya.
Martoyo, S. (2000). Manajemen Sumber
Daya Manusia. Yogjakarta, BPFE.
Pratiwiningsih, Widyastuti. (2006). Pengaruh
Faktor-Faktor Kepuasan Kerja Terhadap
Disiplin Kerja Pegawai Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II B di Klaten.
Tesis. Program Pasca Sarjana Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
http://etd.eprints.ums.ac.id/6982/1/P1000
40076.pdf
Pujilistiyani, Angelina Yuri. (2007). Analisis
Teori Kepuasan Kerja. www.angel-
crysta-corp.com. 19 Januari 2007.
Robbins, Stephens P. (2003). Perilaku
Organisasi. Edisi Kesepuluh. Indonesia,
PT. Macanan Jaya Cemerlang.
Siagian, S. P. (2002). Manajemen Sumber
Daya Manusia. Jakarta, Bumi Aksara
Indonesia.
Sudrajat, Akhmad. (2008).
Sekilas tentang Disiplin Kerja.
www.akhmadsudrajat.wordpress.com. 5
November 2008.
Sutrisno, Edy. (2009). Manajemen Sumber
Daya Manusia. Jakarta, Penerbit
Kencana.
Umar,Husein.2003. Metode Riset Bisnis.
Jakarta, Gramedia Pustaka Utama
Wibowo. (2007). Manajemen Kinerja.
Jakarta, PT.Raja Grafindo Persada.
www. jurnal-sdm.blogspot.com(a); (2009).
Disiplin Kerja Karyawan.
www.jurnal-sdm.blogspot.com (b). (2009).
Kajian Terhadap Konsep Budaya
Organisasi.
www.hileud.com. (2010). Walikota Pergoki
PNS Tak Disiplin.
www.medanposonline.com. (2010). 100 Hari
Kepemimpinan Rahudman-Eldin Belum
Maksimal.

You might also like