You are on page 1of 16

Peritonitis Et Causa Tifoid Perforasi

Makalah
Disusun untuk memenuhi tugas Problem Based Learning

Disusun oleh :
S. Krissattryo Rosarianto I.
Kelompok B-1
102011374
ryo_rosarianto@hotmail.com
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
2012
BLOK 16 Page 2

Pendahuluan
I. Latar Belakang
Peritonitis adalah radang selaput peritoneum yang berada di rongga peritoneum dan
melapisi organ-organ di abdomen. Berdasarkan cara terjadinya, peritonitis dibedakan menjadi
tiga, yaitu peritonitis primer, sekunder dan tersier. Peritonitis ada yang disebabkan oleh
satu/beberapa bakteri yang menginfeksi lapisan peritoneum sehingga menimbulkan reaksi
radang tetapi ada juga peritonitis yang disebabkan karena adanya suatu proses komplikasi dari
penyakit lain. Komplikasi yang ditakutkan dari peritonitis adalah jika bakteri penyebab menyebar
ke organ-organ lain atau bahkan ke seluruh tubuh sehingga meyebabkan sepsis yang dapat
menyebabkan kematian. Penanganan yang tepat dan adekuat terhadap peritonitis tentu dapat
mencegah komplikasi tersebut.
II. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini adalah seorang laki-laki berusia 20 tahun dibawa
ke UGD RS dengan keluhan nyeri perut hebat pada seluruh perutnya sejak 6 jam yang lalu. Sejak
10 hari yang lalu, pasien demam naik turun terutama pada malam hari, disertai mual, konstipasi
dan anoreksia. Sejak 3 hari yang lalu, keadaan pasien semakin melemah dan hanya bisa
berbaring di tempat tidur. Pemeriksaan fisik, keadaan umum lemah, TD: 130/90 mmHg, Nadi:
95x/menit, RR: 24x/menit, T: 38,5C, Abd: tampak distensi abdomen.
III. Hipotesis
Hipotesis dalam makalah ini adalah seorang laki-laki usia 20 tahun tersebut mengalami
peritonitis et causa tifoid perforasi.

BLOK 16 Page 3

Isi
1. Nyeri Perut
Nyeri perut dapat merupakan variasi kondisi dari yang bersifat sangat ringan sampai
yang bersifat fatal. Dapat berasal dari nyeri viseral abdomen akibat rangsang mekanik (seperti
regangan, spasme) atau kimiawi (seperti inflamasi, iskemia). Nyeri viseral bersifat tumpul, rasa
terbakar dan samar batas lokasinya. Sedangkan nyeri peritoneum parietal lebih bersifat tajam
dan lokasinya lebih jelas. Ujung saraf nyeri pada organ seperti hati dan ginjal terbatas pada
kapsulanya, jadi rasa nyeri timbul bila ada regangan karena pembesaran organ. Referred pain
dapat dijelaskan pada keadaan dimana serat nyeri viseral dan serat somatik berada pada satu
tingkat di susunan saraf spinal.
1
a. Anamnesis
Urutan kronologis dari kejadian-kejadian dalam anamnesis pasien sering lebih
penting daripada menunjukkan perhatian pada lokasi nyeri. Bila pemeriksa cukup
terbuka pikirannya dan tidak terburu-buru, ajukan pertanyaan yang tepat, dan
dengarkan, pasien biasanya akan memberikan diagnosis. Perhatian yang seksama harus
ditujukan pada daerah-daerah ekstraabdominal yang mungkin bertanggung jawab untuk
nyeri abdominal. Suatu riwayat menstruasi yang tepat pada seorang pasien perempuan
adalah esensial. Narkotika dan analgetika seharusnya tidak diberikan sampai suatu
diagnosis atau rencana yang definitif dirumuskan karena agen-agen ini sering
mempersulit pemeriksa untuk mendapatkan dan menafsirkan anamnesis dan temuan
fisis.
2

b. Pemeriksaan Fisik
Sebelum memulai pemeriksaan mendetail dari nyeri abdomen, terlebih dahulu
fleksikan lutut pasien secara pasif dengan bantal kecil atau gulingan yang dapat
menyokong dan mempertahankan fleksi. Jika memungkinkan pasien harus tidur
berbaring dengan abdomen terekspos dari payudara hingga simfisis pubis. Pemeriksa
harus mengamati wajah pasien untuk melihat tanda-tanda rasa tidak enak, baik spontan
ataupun ditimbulkan pada waktu pemeriksaan.
3

BLOK 16 Page 4

1. Inspeksi
Apakah abdomen mengalami distensi? Jika demikian, apakah distensi
bersifat umum, atau terlokalisir pada satu tempat di abdomen? Apakah
umbilikus mengalami eversi? Apakah ada penonjolan dekat atau mengenai
umbilikius ataupun jaringan parut bedah? Jika ada penonjolan vena, dari arah
mana aliran vena berlangsung?. Apakah perubahan warna menjadi kebiruan
terdapat sekitar umbilikius (tanda Cullen) atau ekimosis yang nyata pada
abdomen atau pinggang (tanda Grey Turner)?Apakah terdapat spider angiomata
pada percabangan kava superior?
3

Apakah tampak gelombang peristaltik?Inspeksi pada abdomen untuk
pergerakan peristaltik dipermudah dengan menerangi lampu secara horizontal
atau dengan sudut transversal rendah menyilang dinding abdomen. Dengar
borborigmi atau bising usus yang terdengar tanpa stetoskop, yang dapat
menyertai gelombang peristaltik yang terlihat.
3

2. Auskultasi
Letakkan diafragma stetoskop dengan ketat pada kuadran abdomen.
Apakah tekanan stetoskop menyebabkan nyeri berkurang atau lebih kecil
daripada palpasi dengan jari tangan tekanan yang sama? Apakah bising usus
terdengar?Jika demikian, apakah normal atau terdiri atas bunyi nada tinggi?
Apakah terdapat gerakan keras dan cepat yang berhubungan dengan
gelombang peristaltik yang terlihat dan/atau nyeri kram yang dirasakan pasien?
Untuk lebih yakin bahwa tidak terdapat bising usus, pemeriksa harus tidak
mendengarnya dalam satu menit penuh.
3

3. Perkusi
Apakah perkusi menyebabkan nyeri, kaku, atau withdrawal? Apakah
bunyi abdomen timpani umum, atau terlokalisir pada satu kuadran?Apakah
terdapat perkusi redup yang memberi kesan pembesaran organ, massa jaringan
padat, atau cairan di dalam rongga peritoneum?
3


BLOK 16 Page 5

4. Palpasi
Jika pasien menyebutkan nyeri terlokalisir, mulai palpasi pada kuadran
yang tidak nyeri dan jauh dari penonjolan atau perubahan warna yang terlihat.
Hipersensitivitas kulit kadang-kadang menunjuk pada sumber nyeri. Jika
sentuhan ringan menyebabkan hipersensitivitas kulit, pertimbangkan
penyebaran dermatom sebagai petunjuk daerah yang terkena.
3

c. Pendekatan Diagnostik
1

Berdasarkan lokasi nyeri:
Lokasi Nyeri Dugaan Sumber Nyeri
Epigastrium Gaster, pankreas,duodenum
Periumbilikus Usus halus, duodenum
Kuadran kanan atas Hati, duodenum, kandung empedu
Kuadran kiri atas Pankreas, limpa, gaster, kolon ginjal

Kualitas nyeri: perlu diketahui kualitas rasa nyeri tersebut. Hal ini tidak mudah,
terutama di Indonesia, dimana ekspresi bahasa tidak sama untuk menggambarkan
rasa nyeri. Pada dasarnya harus dibedakan rasa nyeri kolik seperti pada ibstruksi
intestinal dan bilier, rasa nyeri yang bersifat tumpul seperti pada batu ginjal, rasa
seperti diremas pada kolesistitis, rasa panas seperti pada esofagitis, dan appendisitis
tidak jarang menimbulkan rasa nyeri tumpul dan menetap.
Faktor yang mencetuskan dan faktor yang meringankan nyeri: nyeri perut yang
dapat diringankan dengan minum antasid dapat diperkirakan menderita tukak
peptik (terutama tukak duodenum). Nyeri pada penyakit pankreas sering terjadi
setelah makan, dan juga pada iskemia intestinal. Pada penyakit kolon, rasa nyeri
berkurang setelah buang besar.
Harus juga ditelusuri gejala sistemik lain yang menyertainya.
Pemeriksaan penunjang berupa laboratorium, radiologi. Dan endoskopi sesuai
penyakit yang diduga mendasarinya.

BLOK 16 Page 6

d. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium mungkin sangat berharga untuk menilai pasien
dengan nyeri abdomen, namun dengan hanya beberapa kecualian pemeriksaan ini
jarang dapat membantu menegakkan diagnosis. Leukositosis seharusnya tidak
merupakan faktor penentu tunggal mengenai apakah operasi terindikasi atau tidak.
Diagnosis anemia mungkin lebih membantu daripada jumlah leukosit, khususnya jika
digabung dengan anamnesis.
2

Foto polos abdomen dalam posisi tegak dan lateral dekubitus mungkin paling
besar nilainya. Foto- foto ini biasanya tidak diperlukan pada pasien dengan apendisitis
akut atau hernia eksterna yang mengalami strangulasi. Akan tetapi, pada kasus obstruksi
usus, tukak yang mengalami perforasi dan berbagai kondisi lain, foto mungkin
diagnostik.
2

Bilas peritoneal merupakan suatu tindakan diagnostik yang aman dan efektif
pada para pasien dengan nyeri abdomen akut. Tindakan ini mempunyai nilai khusus
pada pasien dengan trauma tumpul pada abdomen di mana evaluasi abdomen mungkin
sulit karena cedera multipel lainnya pada tulang belakang, pelvis atau iga dan dimana
darah dalam rongga abdomen hanya menimbulkan suatu reaksi peritoneal yang sangat
ringan.
2

e. Etiologi
1

Inflamasi peritoneum parietal: perforasi, peritonitis, appendisitis, diverkulitis,
pankreatitis, kolesistitis.
Kelainan mukosa viseral: tukak peptik, inflammatory bowel disease, kolitis infeksi,
esofagitis.
Obstruksi viseral: ileus obstruksi, kolik bilier atau renal karena batu.
Regangan kapsula organ: hepatitis, kista ovarium, pielonefritis.
Gangguan vaskular: iskemia atau infark intestinal.
Gangguan motilitas: irritable bowel syndrome, dispepsia fungsional.
Ekstra abdominal: herpes, trauma muskuloskletal, infark miokard dan paru.

BLOK 16 Page 7

2. Peritonitis
Peritonitis adalah inflamasi dari lapisan serosa dari rongga peritoneal yang
membatasi rongga abdomen dan organ-organ yang terdapat di dalamnya. Peritonitis
dapat bersifat lokal maupun generalisata, bakterial ataupun kimiawi. Inflamasi dapat
merupakan hasil dari respon terhadap mikroorganisme dan/atau bahan kimia iritan.

Ada dua tipe utama dari peritonitis yaitu peritonitis primer (spontan atau
idiopatik) dan peritonitis sekunder. Ketika tanda/ gejala dari peritonitis dan sepsis
muncul setelah pengobatan untuk peritonitis sekunder dan tidak ditemukan adanya
isolasi dari patogen penyebab dianggap sebagai peritonitis tersier.
Abses intraperitoneal dapat terjadi akibat peritonitis primer yang merupakan
respon inflamasi yang menyebar dari satu atau berbagai tempat, atau peritonitis
sekunder yang terjadi di sumber infeksi pada intra abdominal. Peritonitis juga dapat
terjadi akibat pemasangan kateter untuk dialisis. Peritonitis tersier dapat terjadi akibat
peritonitis sekunder yang telah dilakukan interfensi pembedahan ataupun
medikamentosa. Kejadian peritonitis tersier kurang dari 1% kasus bedah.
4

a. Peritonitis primer
Peritonitis primer didefinisikan sebagai infeksi dari rongga peritoneum
tanpa adanya bukti sumber infeksi dari rongga abdomen. Peritonitis primer
dapat terjadi pada semua umur. Di anak-anak biasanya terjadi akibat sirosis dan
sindroma nefrotik. Peritonitis primer juga disebut sebagai peritonitis bakterial
spontan, di orang dewasa sering terlihat ada hubungannya dengan asites karena
berbagai macam sebab tapi yang paling sering adalah karena sirosis alkohol,
terutama pada stadium lanjut.
Peritonitis primer adalah infeksi monomikrobial dan jarang melibatkan
anaerob obligat, jika kultur cairan asites memperlihatkan infeksi polimikrobial
atau bakteri anaerob, perlu dicurigai sebagai peritonitis sekunder. Infeksi
daripada peritonitis primer bisa menyebar secara hematogen, limfogen, atau
migrasi transmural melewati dinding usus, atau pada wanita melewati vagina
melalui tuba fallopi.
BLOK 16 Page 8

Mekanisme patogenik pada sirosis terjadi akibat pertumbuhan bakteri
secara berlebihan di traktus intestinal bagian atas, perubahan di barrier mukosa
usus, translokasi di kelenjar limfe, dan menuju ke aliran darah. Bersihan bakteri
dari darah terhambat pada penderita sirosis dikarenakan berkurangnya aktivitas
fagositik di dalam sistem retikuloendothelial, serta aktivitas netrofil, monosit
dan opsonisasi yang terganggu.
Manifestasi klinis dari peritonitis primer sangat beragam. Pada anak-
anak sering sulit dibedakan dengan appendisitis akut. Gejala yang paling umum
adalah demam, demam bisa terjadi tanpa adanya gejala-gejala/ tanda dari
infeksi abdominal, atau infeksi intraperitoneal dapat terjadi tanpa disertai gejala
klinis.
Asites yang mendahului infeksi hamipr selalu ada. Gejala dan tanda-
tanda lain yang terjadi biasanya adalah nyeri abdominal, mual, muntah, diare,
nyeri abdominal yang menyebar, nyeri lepas dan suara bising usus yang
hipoaktif, dan gejala yang atipikal seperti hipothermia, hipotensi, dll.
Diagnosis dari peritonitis primer biasanya dilakukan dengan
pemeriksaan Computed Tomography (CT). Pemeriksaan dari cairan asitik
dibutuhkan, biasanya leukosit dari cairan asitik lebih dari 250 PMN
leukosit/mm
3
. Pemeriksaan gram dari cairan biasanya negatif karena rendahnya
kadar bakteri dalam cairan asitik. Pemeriksaan darah harus dilakukan untuk
melihat ada/tidaknya bakteremia yang sering terjadi.
Karena pemeriksaan stain gram seringkali negatif pada peritonitis
primer, antibiotik pilihan pertama biasanya empiris dan termodifikasi setelah
hasil dari kultur dan tes susepbilitas tersedia. Terapi inisial harus diarahkan
untuk melawan bakteri enterik gram negatif basil dan gram positif kokus.
Antimikroba yang dapat digunakan antara lain sefalosporin generasi ketiga
(seftriakson dan sefotaksim), sefalosporin generasi keempat (sefepim), atau
generasi terbaru daru fluorokuinolon yang memilki aktivitas terhadap
S.pneumoniae, dan strain lain yang relatif resisten penisilin, dan kombinasi -
lactam antibiotic--lactamase inhibitor(mis: ampicilin-sulbactam, ticarcilin-
klavulanat, atau piperazin-tazobactam).
4

BLOK 16 Page 9

b. Peritonitis Sekunder
Peritonitis sekunder dikaitkan dengan adanya lesi predisposisi intra-
abdominal dan biasanya melibatkan flora gastrointestinal. Beberapa kelainan
intra-abdominal mungkin memicu terjadinya peritonitis sekunder; termasuk
perforasi ulkus peptik, appendisitis, pancreatitis, diverkulitis, dll.
4
Meskipun beberapa tipe mikroorganisme bisa menjadi penyebab,
peritonitis sekunder biasanya adalah infeksi polimikrobial endogen yang
didapat. Rata-rata, sekitar 5 spesies bakterial diisolasi, dan mereka termasuk
obligat dan fakultatif anaerob.
Gejala yang ditunjukkan menyerupai peritonitis primer. Kecepatan
onset, lokasi awal dan luasnya peritoneum yang terlibat bervariasi tergantung
penyebab kejadiannya, sebagai contoh, pertumpahan intraperitoneal dari isi
lambung secara masif dan tiba-tiba ,menyebabkan nyeri epigastrik yang dalam
waktu singkat menyebar ke seluruh perut. Lebih jelasnya, penyebaran nyeri dari
lesi seperti ruptur appendiks atau divertikulum kolon jauh lebih meningkat dan
terbatas sejalan dengan proses inflamasi yang cenderung mereda perlahan-
lahan.
Nyeri adalah simptom utamanya. Nyeri dan sakit pada abdomen
dirasakan sangat maksimal pada saat bagian yang nyeri dan sakit tersebut
dipalpasi (mis: epigastrium karena ulkus peptik, kuadran kanan bawah karena
appendisitis,dll). Gejala lain yang ditemukan antara lain demam, mual, muntah
dan distensi abdomen. Pasien sering mengeluh tidak bisa mengangkat tungkai
dan kakinya ke dada karena akan merangsang nyeri abdominalnya. Tekanan
darah biasanya normal pada awal tetapi dapat menurun pada keadaan syok
septik, mungkin terdapat peningkatan frekuensi pernafasan dan takikardia.
Nyeri lepas dan kekakuan dinding abomen sering terlihat. Bising usus tidak
terdengar.
4

Evaluasi diagnostik harus secara singkat dan teliti karena kondisi kritis
pasien. Pemeriksaan laboratorium antara lain pemeriksaan darah lengkap, liver,
amilase dan lipase. Kultur yang sesuai harus dilakukan dengan tepat, meskipun
kultur dari cairan peritoneum sering terhambat sampai waktu laparotomy.
Radiografi thorak harus dilakukan untuk menyingkirkan kondisi thorak yang
BLOK 16 Page 10

mungkin menstimulasi proses pada intra-abdominal. Radiografi abdomen bisa
sangat membantu, kadang-kadang memperlihatkan adanya udara atau cairan,
distensi kolon, ileus atau edema dinding kolon. Namun, CT abdomen dan pelvis
dengan bahan kontras sangat membantu untuk melokalisir infeksi dan
menunjukkan sumber penyebab.
4

Terapi antimikroba dilakukan awal untuk mengendalikan bakteremia
dan meminimalisir penyebaran infeksi lokal. Pasien dengan hemodinamik,
pernafasan, ginjal dan disfungsi sistem organ lain membutuhkan terapi yang
cepat dan tepat. Pembedahan sering dibutuhkan untuk drainase materi purulen
yang mengandung bakteri, dan kadar proinflamasi sitokin dan adjuvant (feses,
makanan, darah, empedu dan barium) yang akan meningkatkan virulensi dari
infeksi peritoneal.
4

c. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
Anamnesis biasanya berupa nyeri abdomen dengan awitan cepat, demam dan
muntah, biasanya terjadi lebih dari 48 jam. Pemeriksaan fisik menunjukkan nyeri hebat
diseluruh abdomen atau di kuadran bawah. Suara usus biasanya hipoaktif atau
menghilang dan dapat dijumpai kekakuan abdomen. Pasien lebih suka menyukai posisi
berbaring terlentang dan akan merasa sangat tidak nyaman jika bergerak atau dipalpasi.

Radiografi abdomen pasien peritonitis sering memperlihatkan dilatasi intestinal,
edema usus halus, cairan peritoneum, dan hilangnya bayangan psoas. Pasien perforasi
usus secara radiografi dibuktikan dengan adanya udara bebas di dalam rongga
peritoneum. Aspirasi jarum pada cairan peritoneum sebaiknya dilakukan jika dicurigai
adanya peritonitis atau jika pasien mengalami demam yang tidak diketahui sebabnya
dan terdapat cairan dalam abdomen. Cairan peritoneum yang terinfeksi biasanya
mengandung kadar protein yang meningkat dan jumlah leukositnya lebih dari 300/mm
3
,
lebih dari diantaranya adalah leukosit polimorfonuklear. Pewarnaan gram dan kultur
cairan sebaiknya dilakukan untuk memberikan terapi antimikroba yang tepat.
5

d. Pengobatan
Pasien dengan peritonitis memerlukan pemantauan ketat status cairan dan
elektrolit. Di samping itu, sebaiknya diberikan terapi antimikroba parenteral. Terapi
BLOK 16 Page 11

kombinasi dengan ampisilin, gentamisin, dan klindamisin merupakan terapi awal dengan
jangkauan yang tepat. Terapi anti mikroba sebaiknya dimodifikasi berdasarkan pada
hasil kultur dan pewarnaan gram. Evaluasi bedah sebaiknya segera dilakukan karena
eksplorasi bedah mungkin diperlukan untuk mengevaluasi adanya organ dalam yang
mengalami perforasi.
5

3. Demam Tifoid
Tifus abdominalis(demam tifoid) adalah penyakit infeksi bakteri hebat yang diawali di
selaput lendir usus dan, jika tidak diobati, secara progresif menyerbu jaringan di seluruh tubuh.
Aspek paling penting dari infeksi ini ialah kemungkinan terjadinya perforasi usus, karena satu
kali organisme memasuki rongga perut, pasti timbul peritonitis yang mengganas. Bila ini terjadi,
prognosisnya sangat jelek. Komplikasi lain ialah pendarahan per anum dan infeksi terlokalisis
(meningitis, dll).
6

Kuman penyebabnya ialah Salmonella typhi (basil-gram negatif) yang memasuki tubuh
melalui mulut dengan perantaraan makanan dan minuman yang telah terkontaminasi.
Singkatnya kuman ini terdapat dalam tinja, kemih atau darah. Masa inkubasinya sekitar 10 hari.
Salah satu sebab mengapa pasien tifus dianjurkan dirawat di rumah sakit adalah karena relatif
mudah menular kepada anggota keluarga lain. Perawat yang menangani pasien ini harus ekstra
hati-hati mencuci tangannya, bukan hanya untuk kepentingan diri sendiri, tetapi agar jangan
menularkan kuman ini kepada pasien lain.
Gejala klinis infeksi ini berupa demam (biasanya > 5 hari, terutama malam hari, makin
tinggi; rambut pasien tertentu bisa rontok), menggigil, nyeri/ kembung abdomen, lidah kotor
dengan tepian merah, sering konstipasi selama beberapa hari.
6


a. Tifoid Perforasi
Komplikasi infeksi dapat terjadi perforasi atau pendarahan. Kuman Salmonella
typhi terutama menyerang jaringan tertentu, yaitu jaringan atau organ limfoid, seperti
limpa yang membesar. Juga jaringan limfoid di usus kecil, yaitu plak Peyeri, terserang
dan membesar. Membesarnya plak Peyeri ini tidak berarti ia tambah kuat; sebaliknya,
jaringan ini menjadi rapuh dan mudah rusak oleh gesekan makanan yang melaluinya.
BLOK 16 Page 12

Inilah sebabnya mengapa kepada pasien tifus harus diberikan makanan lunak, yaitu agar
konsistensi bubur yang melalui liang usus, tidak sampai merusak permukaan plak Peyeri
ini. Bila tetap juga rusak, maka dinding usus setempat, yang memang sudah tipis, makin
menipis, sehingga pembuluh darah setempat ikut rusak dan timbul pendarahan, yang
kadang-kadang cukup hebat. Bila ini berlangsung terus, ada kemungkinan dinding usus
itu tidak tahan dan pecah (perforasi), diikuti peritonitis yang dapat berakhir fatal.
6




BLOK 16 Page 13

Pembahasan
1. Skenario
Seorang laki-laki berusia 20 tahun datang ke UGD RS dengan keluhan nyeri perut hebat
pada seluruh perutnya sejak 6 jam yang lalu. Orang tua pasien tersebut mengatakan, sejak 10
hari yang lalu, pasien demam yang naik turun terutama pada malam hari, disertai mual,
konstipasi dan anoreksia. Sejak 3 hari yang lalu, keadaan pasien semakin melemah dan biasanya
hanya bisa berbaring di tempat tidur. Pada pemeriksaan fisik, keadaan umum lemah, tekanan
darah 130/90mmHg, nadi 95X/menit, frekuensi napas 24x/menit, suhu 38,5C. Pada
pemeriksaan fisik abdomen, tampak distensi abdomen.
2. Mind Map


3. Pembahasan
Dari kasus kita mengetahui bahwa pasien merasa nyeri yang hebat pada seluruh
perutnya sejak 6 jam yang lalu. Dari hal ini kita dapat mengetahui bahwa pasien mengalami
nyeri akut abdomen. Dari data anamnesis diperoleh bahwa sejak 10 hari yang lalu, pasien
demam yang naik turun terutama pada malam hari, disertai mual, konstipasi dan anoreksia, dan
sejak 3 hari yang lalu keadaan pasien semakin melemah dan hanya bisa berbaring di tempat
laki-laki 20 tahun
dengan keluhan
nyeri perut yang
hebat pada seluruh
perutnya sejak 6
jam yang lalu
Gejala Klinis
Anamnesis
Patogenesis
Faktor Risiko
Penatalaksanaan
dan Pengobatan
WD DD
Pemeriksaan Fisik
dan Penunjang
Komplikasi
Prognosis
BLOK 16 Page 14

tidur. Dari data tersebut kita dapat mengetahui bahwa pasien sudah mengalami suatu penyakit
sebelum ia merasakan nyeri yang hebat pada perutnya, dari sini kita dapat menduga bahwa ada
keterkaitan antara gejala penyakit yang dialami sebelumnya dan nyeri perut yang baru saja
dialaminya.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan hasil keadaan umum lemah, tekanan darah 130/90
mmHg, nadi 95x/menit, RR 24x/menit, suhu 38,5C dan pada pemeriksaan fisik abdomen
didapatkan distensi abdomen. Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan gejala yang dialami pasien
diduga pasien mengalami demam tifoid, karena umumnya penyakit ini memiliki gejala yang khas
yaitu demam naik turun pada malam hari dan konstipasi, untuk meyakinkan hal ini tentu peru
diadakan adanya pemeriksaan penunjang. Selain itu, nyeri perut yang dialaminya mungkin saja
disebabkan karena adanya peritonitis et causa perforasi tifoid. Hal ini dapat terjadi apabila
demam tifoid yang dialami pasien sebelumnya tidak mendapat penanganan yang tepat dan
adekuat sehingga dapat menimbulkan perforasi tifoid akibat pecahnya dinding usus karena
infeksi berulang di plak peyeri oleh kuman salmonella typhi yang menyebabkan melemahnya
dinding usus sehingga menjadi mudah pecah.
Penanganan utama pada pasien ini adalah pemberian antibiotik yang tepat untuk
eradikasi kuman, pemberian cairan serta transfusi darah apabila telah terjadi pendarahan
intestinal. Pemilihan antibiotik sebaiknya yang berspektrum luas agar tidak hanya mengatasi
bakteri salmonella typhi tetapi juga mengatasi kemungkinan adanya bakteri-bakteri lain yang
memperberat infeksi, Umumnya dapat diberikan kombinasi kloramfenikol dan ampisilin secara
intravena. Untuk kontaminasi usus dapat diberikan gentamisin dan metronidazol. Kecukupan
cairan dan darah juga harus diperhatikan.

BLOK 16 Page 15

Penutup
I. Kesimpulan
Kesimpulan dari makalah ini adalah laki-laki berusia 20 tahun tersebut diduga
mengalami peritonitis et causa tifoid perforasi.
BLOK 16 Page 16

Daftar Pustaka
1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid 3
Ed 5. Jakarta: Interna Publishing,2009.h. 444-5.
2. Isselbacher,Braunwald,Wilson,Martin,Fauci,Kasper. Harrison prinsip-prinsip ilmu penyakit
dalam. Vol 1. Jakarta: EGC 2002.h. 76-7.
3. Janis LW, Henry s, Paula SA. Diagnosis fisik: evaluasi diagnosis dan fungsi di bangsal. Jakarta:
EGC, 2003.h. 146.
4. Schlossberg. Clinical infectious disease. Cambridge University.h. 397-400.
5. Schwartz MW. Pedoman klinis pediatri. Jakarta : EGC, 2004.h. 146.
6. Tambayong J. Patofisiologi untuk keperawatan. Jakarta: EGC, 2000.h. 143-4.

You might also like