You are on page 1of 4

Sejarah Kimia Koordinasi

BAB 5
Teori-Teori Kimia Koordinasi Sebelum Tahun 1930

Dalam banyak bidang ilmu yang termasuk dalam sains, pada umumnya teori tertinggal dibandingkan
fakta eksperimen yang ada. Biasanya fakta eksperimen yang cukup banyak harus dikumpulkan lebih dulu,
kemudian diikuti dengan perumusan suatu teori sebagai penjelasan terhadap fakta eksperimen yang ada.
Pada tahap selanjutnya teori nyang telah dirumuskan tersebut digunakan untuk meramalkan fakta
eksperimen yang akan dating. Namun, dalam bidang kimia koordinasi yang terjadi adalah sebaliknya.
Pada paroh pertama abad 19, penemuan senyawa koordinasi adalah sagat jarang dan sering kali terjadi
karena factor kebetulan. Disamping itu, penelitian tentang senyawa koordinasi umumnya dilakukan
secara sporadis, tidak sistematik, sehingga data tentang senyawa koordinasi yang berhasil diperoleh
sangat terbatas dan tidak sistematis. Berdasarkan data yang sangat terbatas dan tidak sistematis tersebut
beberapa pakar kimia berusaha mengajukan teori tentang senyawa koordinasi. Mula-mula teori yang
diajukan dapat dianggap berhasil dalam menjelaskan fakta tentang senyawa koordinasi yang ada. Akan
tetapi, dengan bertambah banyaknya senyawa koordinasi baru yang berhasil ditemukan tampaklah
kelemahan yang dimiliki oleh suatu teori. Hal ini mendorong untuk ditinggalkannya teori tersebut setelah
dikemukakannya alternative teori baru yang lebih baik. Gejala ini berlangsung secara terus-menerus
selama kurang lebih 100 tahun, sampai sebelum tahun 1930. dalam kurun waktu itu teori-teori tentang
senyawa koordinasi bermunculan secara silih berganti.
Teori yang pertama kali muncul adalah teori ammonium yang dikemukakan oleh Graham, kemudian
disusul dengan teori-teori yang lain seperti teori konjugat dari Berzelius, teori ammonia dari Claus, teori
senyawa molekuler dari Kekule, teori rantai dari Blomstrand dan Jorgensen, serta teori koordinasi dari
Werner. Berikut ini adalah penjelasan dari teori-teori tersebut:

a. Teori Amonium Graham
Teori ini dikemukakan oleh Thomas Graham (1805-1869). Berdasarkan teori ini, amina-amina ligam
dianggap sebagai senyawa-senyawa ammonium yang tersubstitusi. Contohnya dapat digambarkan dalam
senyawa kompleks pada diaminatembaga(II) klorida. Menurut Graham, dua atom hydrogen, masing-
masing satu dari setiap ion ammonium, disubstitusi oleh sebuah atom tembaga. Dua atom hydrogen dapat
disubstitusi oleh satu atom tembaga karena tembaga memiliki valensi dua sedangkan hydrogen satu. Pada
waktu Graham mengajukan teori amoniumnya, teori tentang ikatan kovalen belum muncul, teori ikatan
kovalen baru muncul pada era Kossel dan Lewis, sekitar tahun 1916.
Sayangnya teori ammonium dari Graham hanya dapat diterapkan bila jumlah NH3 ynag terikat pada atom
logam jumlahnya sama dengan valensi ligam atau elektrovalensi dari logam. Diperolehnya fakta banyak
senyawa kompleks yang mengandung NH3 yang jumlahnya berbeda dengan valensi atom logam, seperti
CoCl3.6NH3, CoCl3.5NH3, dan CoCl3.5NH3.H2O, menyebabkan ditinggalkannya teori tersebut.

b. Teori Senyawa Molekuler Kekule
Pada tahun 1958 Kekule menerbitkan sebuah makalah yang sangat masyhur. Dalam makalah itu, Kekule
mengemukakan bahwa:(1) atom karbon memiliki valensi empat (quadrivalent); (2) rumus metana adalah
CH4; (3) atom-atom karbon dapat membentuk rantai. Kekule juga berhasil mengemukakan struktur dari
benzene dengan tepat. Keberhasilan Kekule tersebut mungkin menyebabkan banyak orang menganggap
dia sebagai seorang ahli kimia organik. Faktanya adalah tidak demikian. Pada era sebelum era 1930 dapat
dianggap semua ahli kimia mempelajari kimia secara umum, tidak mengkhusus seperti sekarang,
sehingga ahli-ahli kimia pada waktu itu tidak ada yang bisa dikatakan sebagai ahli kimia organik,
anorganik, fisik, analitik atau biokimia. Para ahli kimia pada waktu itu dapat dianggap memiliki minat di
banyak cabang dari ilmu kimia. Kekule misalnya, selain memiliki minat dalam kimia organik, juga
berminat dalam bidang kimia anorganik sehingga dia juga mengajukan teori yang berkaitan dengan
senyawa kompleks, yaitu teori senyawa molekuler.
Pada tahun 1854 konsep tentang valensi sedang dirumuskan dan dikembangkan oleh sejumlah pakar ilmu
kimia, diantaranya adalah Kekule, Frankland, Wiliamson, Odling, Kolbe dan Couper. Kebanyakan
perintis konsep valensi pada waktu itu mengakui adanya kemungkinan suatu unsure memiliki lebih dari
satu harga valensi atau memiliki valensi variable (variable valence). Kekule (1829-1896) dengan kaku
dan fanatiknya mengikuti prinsip valensi konstan (constant valence), yaitu unsure hanya memiliki satu
harga valensi. Kekule berpegang pada pendapatnya bahwa valensi unsur (atau atomisitas unsure menurut
istilah Kekule) merupakan sifat fundamental yang harganya tetap dan tidak berubah-ubah, sebagaimana
harga berat atom yang selalu tetap. Pada waktu itu konsep tentang isotop belum dikenal.
Berdasarkan pendapatnya tentang valensi konstan, Kekule membagi senyawa menjadi dua golongan,
yaitu senyawa atomic (atomic compound) dan senyawa molekuler (molecular compound). Menurut
Kekule senyawa atomic merupakan senyawa yang perbandingan jumlah atom-atomnya bersesuaian
dengan valensi tetapnya, misalnya H2O, NH3,HCl, PCl3, NaCl, dan CoCl3. senyawa molekuler oleh
Kekule dianggap tersusun dari beberapa senyawa atomic. Misalnya NH4Cl dianggap sebagai senyawa
molekuler yang tersusun dari senyawa-senyawa atomic NH3 dan HCl, sehingga rumusnya ditulis
NH3.HCl.
Kekule tidak menjelaskan jenis gaya yang terlibat dalam pembentukan senyawa molekuler dari senyawa-
senyawa atomik. Dia hanya menyatakan bahwa gaya yang bekerja antara senyawa-senyawa atomik
didalam senyawa molekuler adalah lebih lemah dibandingkan gaya antara atom-atom dalam senyawa
atomik. Berdasarkan pendapat Kekule tersebut maka seharusnya senyawa-senyawa molekuler bersifat
tidak stabil dan mudah terurai menjadi senyawa-senyawa atomik penyusunnya. Fakta eksperimen
memang menunjukkan banyak senyawa-senyawa yang oleh Kekule dianggap sebagai senyawa molekuler,
bersifat tidak stabil dan mudah terurai menjadi senyawa-senyawa atomic penyusunnya, seperti NH4Cl
dan PCl5. akan tetapi tidak sedikit senyawa-senyawa molekuler yang bersifat stabil seperti CoCl3.6NH3
dan Co(NO3)3.6NH3. Berdasarkan fakta tersebut maka banyak pakar kimia pada waktu itu menganggap
pembagian senyawa menjadi senyawa atomik dan senyawa molekuler yang dikemukakan Kekule tidak
ada artinya, sehingga pendapat Kekule tersebut ditinggalkan. Meskipun demikian, ide penulisan senyawa
molekuler yang termasuk senyawa kompleks seperti CoCl3.6NH3 dan Co(NO3)3.6NH3 tetap dipakai
sampai munculnya teori koordinasi yang dikemukakan oleh Werner, bahkan sampai saat ini yaitu dalam
menuliskan rumus garam rangkap seperti FeSO4.(NH4)2SO4.6H2O.

c. Teori Rantai Blomstrand-Jorgensen
Pada waktu Kekule sibuk mempertahankan pendapatnya tentang senyawa atomik dan senyawa molekuler,
pakar kimia yang lain mengembangkan teori untuk menjelaskan konstitusi atau cara atom-atom dalam
suatu senyawa membentuk suatu susunan atau berikatan. Teori yang paling berhasil pada waktu itu adalah
teori rantai (chain theory) yang dirintis oleh Christian Wilhelm Blomstrand (1826-1897) yang kemudian
disempurnakan oleh muridnya Sophus Mads Jorgensen (1837-1924). Jorgensen adalah professor kimia
pada salah satu universitas di Kopenhagen.
Menurut Blomstrand dan Jorgensen didalam senyawa kompleks, jumlah NH3 yang terikat pada atom
logam tergantung pada valensi logam. Misalnya, atom logam yang memiliki valensi tiga, seperti kobalt,
dapat mengikat tiga buah NH3 apabila tidak ada atom lain yang didikat oleh atom kobalt tersebut.
Jorgensen membuat beberapa ketentuan berkaitan dengan kereaktifan atom-atom dan gugus-gugus yang
terdapat dalam senyawa kompleks sebagai berikut. Untuk senyawa kompleks yang mengandung halogen,
atom halogen dibagi dua macam, yaitu atom halogen lebih dekat (nearer halogen) dan atom halogen lebih
jauh (farther halogen). Atom hydrogen farther dapat diendapkan sebagai perak halide apabila larutan
senyawa kompleks yang mengandung halogen ditambah dengan larutan perak nitrat., sedangkan atom
hydrogen nearer tidak dapat diendapkan. Atom halogen farther tidak terikat langsung pada atom logam,
sedangkan atom halogen nearer terikat langsung pada atom logam.
Struktur yang diajukan oleh Jorgensen adalah tidak cocok dengan fakta-fakta eksperimen yang ada.
Mungkin dia merupakan salah satu pengikut aliran valensi konstan sehingga tidak berani mengajukan
struktur dengan tiga atom halogen dan satu atom nitrogen terikat pada atom kobalt karena bila demikian
maka valensi dari atom kobalt adalah 4. ketidakcocokan struktur yang diajukan oleh Jorgensen dengan
fakta eksperimen mendorong untuk munculnya teori baru yang mampu menjelaskan semua fakta
eksperimen secara lebih baik. Teori tersebut adalah teori koordinasi dari Werner.

d. Teori Koordinasi Werner
Alfred Werner merupakan salah satu pakar kimia yang merupakan pesaing dalam Jorgensen dalam
mengemukakan konstitusi atom-atom dalam suatu senyawa kompleks atau struktur senyawa kompleks.
Dia sangat terkesan dengan fakta eksperimen berkaitan dengan senyawa-senyawa kompleks dari CoCl3
dengan ligan NH3, khususnya senyawa kompleks CoCl3.3NH3. Cukup lama waktu yang dia habiskan
untuk memecahkan masalah itu sampai akhirnya pada akhir tahun 1892, sekitar jam 02.00 pagi, dia
terbangun dari tidurnya setelah ia mendapat ilham dalam mimpinya yang dating padanya secepat kilat,
sewaktu dia tidur, tentang konstitusi atom-atom dalam senyawa kompleks dari CoCl3 dengan NH3.
berdasarkan ilham yang dia peroleh, Werner langsung menganalisis konstitusi semua senyawa kompleks
dari CoCl3 dengan NH3 dan etilenadiamina, serta senyawa-senyawa kompleks lainnya, lalu hasil
analisisnya ditulis dalam bentuk artikel. Werner menulis artikelnya dengan sekuat kemampuannya dan
tanpa adanya interupsi, sehingga artikel itu dapat diselesaikan pada jam 17.00 hari berikutnya. Jadi,
Werner berhasil menyelesaikan analisis dan menuangkannya dalam bentuk tulisan dalam waktu hanya 39
jam. Artikel tersebut berjudul : Beitrag zur Konstitution Anorganischer Verbindungen, yang berarti
Kontribusi terhadap Konstitusi senyawa-senyawa Anorganik. Artikel ini merupakan artikel paling
masyhur dari semua artikel yang ditulis oleh Werner. Artikel inilah yang akhirnya menjadi landasan
untuk munculnya teori koordinasi Werner. Teori koordinasi Werner muncul sebelum ditemukannya
elektron oleh J. J Thompson pada tahun 1896.
Dalam teori koordinasi, Werner mempostulasikan adanya dua macam valensi, yaitu valensi primer dan
valensi sekunder. Dua macam valensi ini hanya dimiliki oleh atom logam dalam senyawa kompleks.
Valensi primer dari suatu atom logam hanya dapat dipenuhi oleh anion. Valensi sekunder disebut juga
dengan bilangan koordinasi. Valensi sekunder dapat dipenuhi oleh anion atau molekul netral. Lebih lanjut
Werner mengemukakan bahwa valensi sekunder dari suatu atom logam adalah diarahkan pada posisi
tertentu dalam ruang disekitar atom logam yang disebut sebagai atom pusat. Atom pusat dengan anion
atau molekul netral yang terikat pada atom pusat tersebut membentuk suatu kompleks. Kompleks yang
atom pusatnya memiliki bilangan koordinasi empat struktur khasnya adalah tetrahedral atau bujur
sangkar. Dalam larutan pada umumnya kompleks ini terdapat sebagai partikel-partikel diskrit.
Fakta eksperimen seperti yang dijelaskan, mengarahkan Werner pada satu kesimpulan bahwa pada
kompleks luteo, purpureo, dan praseo, valensi sekunder atau bilangan koordinasi atom kobalt adalah
enam. Berdasarkan penulisan rumus senyawa kompleks yang berlaku pada saat ini, rumus kimia dari
kompleks luteo, purpureo, dan praseo dapat ditulis sebagai [Co(NH3)CL3, [Co(NH3)Cl]Cl2, dan
[Co(NH3)4Cl2]Cl, sedangkan kompleks praseo dengan ligan etilenadiamina ditulis sebagai
[Co(en)2Cl2]Cl. Penulisan rumus senyawa kompleks dengan model tersebut secara langsung
menunjukkan banyaknya ion yang dapat dihasilkan bila senyawa-senyawa kompleks tersebut terdapat
dalam larutan, sekaligus sifat elektrolit atau nonelektrolit dari senyawa kompleks.

You might also like