You are on page 1of 7

1

Vaginismus
Vaginismus, adalah rasa sakit yang muncul karena menegangnya otot-otot
disekitar vagina ketika bersenggama. Biasanya, hal ini sering dialami wanita yang
pertama kali melakukan hubungan intim atau sebelumnya pernah merasakan
trauma. Menurut Manual Diagnostik dan Statistik Gangguan Mental (DSM IV)
mendefinisikan vaginismus sebagai sterjadi keuatu kejadian berulang atau spasme
involunter terus-menerus dari otot-otot dari sepertiga bagian luar vagina yang
mengganggu coitus dan menyebabkan penderitaan atau kesulitan interpersonal.

Di indonesia sendiri, kejadian vaginismus lebih dikenal dengan istilah
gancet. Gencet adalah salah satu fenomena yang sangat jarang terjadi, bahkan
kemungkinan kelainan seksual ii terjadi adalah 1:10000 kejadian karena memang
sabgat jarang terjadi. Pengertian gancet adalah suatu sebutan untuk pasangan yang
tidak bisa dilepas kelaminnya sehabis berhubungan intim, jadi kedua kelamin
tetap 'nempel'. Istilah vaginismus nyaris tidak pernah disebut, tidak saja oleh
media massa tetapi juga oleh kalangan dokter pada umumnya. Karena itu istilah
ini tidak dikenal oleh masyarakat, padahal tidak sedikit wanita yang menderita
karena mengalami disfungsi seksual ini. Paling sedikit ada dua alasan mengapa
disfungsi seksual ini nyaris tidak pernah disebut. Pertama, istilah ini memang
2

sangat khusus untuk suatu disfungsi seksual sehingga sangat sedikit kalangan
dokter yang mengetahui. Kedua, wanita yang mengalaminya enggan
mengungkapkan masalahnya.


Contraction of the puborectalis muscle exerts some
side-to-side compression of the lower vagina. Black spots
show sites of injections. (From Nichols DH, Randall CL.
Vaginal surgery. Philadelphia (PA): Lippincott Williams &
Wilkins; 1989. p. 8.)
Ghazizadeh. Treatment of Refractory Vaginismus. Obstet Gynecol 2004.
Vaginismus dapat dianggap sebagai akibat akhir dari semua disfungsi
seksual yang terjadi pada wanita. Pada keadaan ini muncul reaksi fisik dan psikis
sebagai bentuk penolakan, bukan hanya terhadap hubungan seksual, bahkan
terhadap sentuhan pada bagian kelamin. Akibatnya, hubungan seksual tidak
mungkin dilakukan. Vaginismus ialah suatu disfungsi seksual pada wanita yang
berupa kekejangan abnormal otot vagina sepertiga bagian luar dan sekitar vagina.
Tetapi wanita dengan vaginismus tetap mempunyai dorongan seksual yang
normal. Vaginismus adalah suatu reaksi psikofisiologis yang dapat dialami oleh
3

wanita dari berbagai golongan usia, mulai dan usia ketika pertama kali melakukan
hubungan seksual sampai usia tua. Derajat kekejangan yang terjadi tidak sama
pada setiap orang yang mengalami vaginismus. Kekejangan abnormal yang terjadi
pada vaginismus seakan-akan merupakan suatu reaksi penolakan terhadap
hubungan seksual, bahkan terhadap setiap sentuhan pada kelamin. Reaksi
penolakan tampak jelas dari luar karena wanita dengan vaginismus cenderung
merapatkan kedua tungkainya bila terjadi sentuhan pada bagian kelamin. Diduga
sekitar 2-3% wanita dewasa mengalami vaginismus.
Etiologi Vaginismus
Ada banyak hipotesis mengenai etiologi vaginismus, namun tidak satupun
dari mereka didukung oleh data empiris untuk sebab-akibat. Weijmar Schultz
menyimpulkan bahwa Vaginismus dapat disebabkan oleh faktor fisik ataupun
psikis. Beberapa faktor fisik ialah:
Gangguan selaput dara, termasuk sisanya yang tertarik kalau terjadi
penetrasi penis.
Infeksi yang menimbulkan luka di sekitar lubang vagina atau labia.
Bekas robekan karena melahirkan yang tidak sembuh dengan baik.
Penyebab fisik ini dapat menimbulkan vaginismus sebagai suatu refleks
yang bersifat protektif terhadap rasa sakit yang timbul. Tetapi penyebab psikis
lebih sering berperan untuk terjadinya vaginismus. Beberapa sebab psikis adalah:
Latar belakang keluarga yang memandang seks sebagai sesuatu yang
kotor, dosa atau memalukan. Jadi wanita itu dibesarkan dengan
anggapan bahwa seks adalah sesuatu yang negatif.
Pengalaman seksual yang traumatik, misalnya wanita yang mengalami
perkosaan baik pada masa anak-anak, remaja maupun dewasa. Kalau
pengalaman yang mengerikan itu terjadi setelah wanita menikah, dapat
juga terjadi vaginismus sekunder.
Hubungan seksual yang selalu menimbulkan rasa nyeri karena sebab
psikis. Disfungsi ereksi juga dapat menjadi penyebab.
4

Rasa takut yang berlebihan akan terjadinya kehamilan.
Rasa takut terkena penyakit kelamin.
Akibat kekejangan otot vagina sepertiga bagian luar, maka hubungan
seksual tidak dapat berlangsung. Bahkan penis terasa seperti membentur sebuah
penahan yang seolah-olah menutup bagian lubang vagina. Andaikata penetrasi
penis dapat dilakukan, itu pun tidak sempurna dan menimbulkan rasa sakit yang
hebat. Bila dipaksakan, tentu akan sangat menyiksa. Wanita yang mengalami
vaginismus merasa kecewa, bukan saja karena tidak mampu melakukan hubungan
seksual, melainkan juga karena merasa tidak dapat memuaskan pasangannya. Di
pihak lain, pria pasangannya juga merasa kecewa, bahkan merasa takut untuk
melakukan hubungan seksual. Pada akhirnya hal tersebut dapat juga
mengakibatkan disfungsi ereksi pada pasangannya.

Penanganan Vaginismus
Penanganan vaginismus harus dimulai dengan konseling yang mendalam,
termasuk kepada suaminya. Karena itu harus ada komunikasi yang baik antara
wanita yang mengalami vaginismus dengan suaminya. Bagian terpenting dan
penanganan vaginismus ialah menunjukkan kepada pasangan suami istri itu
bahwa kekejangan vagina memang benar terjadi. Ini untuk menghilangkan
keraguan pasangan itu tentang kekejangan yang terjadi. Karena itu penjelasan
mengenai diagnosis vaginismus, yang meliputi anatomi, penyebab, dan
kemungkinan sembuhnya perlu disampaikan, juga kepada suaminya. Pada
pemeriksaan, kekejangan vagina yang terjadi, diperlihatkan kepada pihak wanita
sendiri dan suaminya. Tujuan lebih lanjut pemeriksaan ini ialah untuk
memperkenalkan penggunaan satu seri alat yang disebut dilator dengan berbagai
ukuran.
Sesuai dengan namanya, dilator ini adalah suatu alat terbuat dari bahan
semacam plastik berbentuk silinder yang berfungsi untuk merelaksasi otot vagina
yang mengalami kekejangan tidak normal itu. Sebelum mulai menggunakan
5

dilator, wanita yang mengalami vaginismus diminta melakukan latihan kontraksi
dan relaksasi otot panggulnya. Wanita dengan vaginismus biasanya tidak mampu
melakukan gerakan relaksasi otot panggul. Bila sudah mampu melakukan gerakan
relaksasi ototnya, dilator mulai digunakan dari ukuran terkecil (nomor 1). Dilator
dibiarkan di dalam vagina sekitar 10-15 menit, dan dapat diulang sampai 3-4 kali
pada siang hari, dan sekali lagi menjelang tidur. Kemudian dapat menggunakan
dilator dengan ukuran yang lebih besar, dan demikian selanjutnya. Pada
umumnya, wanita dengan vaginismus dapat menggunakan dilator sampai nomor 3
atau 4 dalam waktu satu minggu. Kalau dilator nomor 3 atau 4 sudah dapat
digunakan dengan nyaman, pasangan itu dapat mencoba melakukan hubungan
seksual dengan posisi wanita di atas. Kalau hubungan seksual dengan posisi
wanita di atas dapat dilakukan, berartj vaginismus sebenarnya sudah dapat diatasi.
Selanjutnya boleh mencoba hubungan seksual dengan posisi yang lain.
Pencegahan Vaginismus
Untuk mencegah agar tidak terjadi vaginismus, perhatikanlah faktor
penyebabnya. Dengan menghindari faktor penyebab, maka terhindar pula
terjadinya vaginismus. Beberapa petunjuk di bawah ini perlu diperhatikan untuk
menghindari terjadinya vaginismus.
Pendidikan seks di dalam keluarga perlu diberikan sehingga seksualitas
dapat dimengerti dengan benar dan wajar sebagai suatu bagian kehidupan
dengan berbagai aspeknya.
Hindari pengalaman traumatik pada hubungan seksual pertama kali.
Untuk mi diperlukan pengertian dan pengetahuan seksual yang benar
sebelum menikah, baik bagi pria maupun wanita.
Membina agar kehidupan seksual dengan suami berlangsung harmonis.
Jangan sampai istri tersiksa setiap kali melakukan hubungan seksual
karena hanya dijadikan obyek seksual oleh suami.
6

Jagalah kesehatan kelamin agar jangan sampai terkena penyakit infeksi.
Untuk ini tentu diperlukan pengertian dan kesadaran suami juga agar
menjaga kesehatan kelaminnya.
Kesehatan kelamin tetap harus dijaga setelah melahirkan, khususnya
bekas robekan harus sembuh dengan baik dan kembali normal. ada juga
cara mengatasi dengan cara yang lain.
Pengobatan diawali dengan latihan ringan pada otot persetubuhan bagian
dalam. Sering pasien diajari untuk melakukan latihan-latihan Kegel,
mengencangkan dan melonggarkan otot-otot tulang pinggul, dengan maksud agar
otot-ototnya rileks dan untuk mengembangkan kemampuan pengendalian otot-
otot yang telah menjadi kejang itu dengan baik. Setelah belajar bagaimana
merelakskan otot-otot vaginanya, dia akan diberi petunjuk bagaimana
menyelipkan serangkaian alat pembesar vagina dengan ukuran yang paling kecil
ke dalam vaginanya. (Alat pembesar vagina biasanya dibuat dari plastik yang
kenyal dan keras yang berbentuk mirip pion permainan catur dan dibuat dalam
rangkaian-rangkaian yang ditandai, dari mulai yang lebih kecil dari ibu jari hingga
sebesar ukuran penis. Alat pembesar pertama dibiarkan tetap di tempat hingga
kurang lebih 10 menit, kemudian diangkat.
Beberapa dokter memberi pasien-pasiennya satu set alat-alat pembesar
vagina yang dapat mereka gunakan di rumah beberapa kali dalam sehari dan
setiap kali membiarkan alat-alat tersebut tetap di dalam vagina selama 15 hingga
30 menit dan bahkan kadang-kadang tidur dengan alat-alat itu tetap di dalam
vaginanya. Dengan praktek setiap hari, dalam waktu beberapa mingggu atau
bulan, ia secara bertahap beranjak ke rangkaian alat-alat pembesar yang terbesar.
Dan pada akhirnya, ia diharapkan siap untuk melakukan persetubuhan dengan
pasangannya. (Para ahli terapi biasanya tidak akan menganjurkan persetubuhan
sebelum ia siap betul karena sebuah pengalaman yang buruk dapat membuat
seluruh siklus yang tidak menyenangkan itu terjadi lagi). Beberapa dokter
menyarankan bahwa sebagai ganti penggunaan alat-alat pembesar ini, seorang
wanita dapat menggunakan satu jari tangannya yang diberi pelumas, kemudian
7

dua jari, kemudian jari-jari suaminya. Begitu suaminya dapat memasukkan kedua
jarinya ke dalam vaginanya secara berlahan-lahan dia dapat melakukan
persetubuhan (pertama-tama tanpa dorongan penis). Para ahli terapi lainnya
menyarankan untuk memulainya dengan jari manis yang diberi pelumas atau
potongan kapas yang kecil yang diberi pelumas, lalu beranjak ke sayur-sayuran
yang dikupas yang berukuran sebesar penis seperti timun kecil atau wortel.
Mengatasi vaginismus bukan hanya melibatkan wanita saja -- pasangan
seks si wanita juga harus benar-benar ikut dalam terapi seks ini karena mereka
juga ikut menderita karena gangguan yang di alami wanita pujannya. Tidak
mengherankan, beberapa suami mengalami masalah-masalah ereksi karena
mereka khawatir akan melukai istri-istri mereka dengan persetubuhan itu atau
karena usaha-usaha persetubuhan yang telah gagal berulang kali. Itulah sebabnya
mengapa banyak ahli terapi yang ingin melibatkan kedua pasangan dalam sebuah
terapi seks dan mengapa kesabaran, sikap yang bijak dan kelembutan (dari kedua
belah pihak) begitu penting.
Daftar Pustaka
Crawley T., 2006. Recommendations for the management ofvaginismus: BASHH
Special Interest Groupfor Sexual Dysfunction. International Journal of STD
& AIDS
Ghazizadeh S., 2004. Botulinum Toxin in The Treatment of Refractory
Vaginismus. The American College of Obstetricians and Gynecologists.
Published by Lippincott Williams & Wilkins.
Werner M., 2012. Treatment Protocol for Vaginismus. the Medical Center for
Female Sexuality, Purchase, NY.

You might also like