You are on page 1of 9

PROSES PEMBENTUKAN BATUBARA

I.1 Pengertian Batubara


Batu bara atau batubara adalah salah satu bahan bakar fosil. Pengertian umumnya
adalah batuan sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari endapan organik, utamanya adalah
sisa-sisa tumbuhan dan terbentuk melalui proses pembatubaraan. Unsur-unsur utamanya
terdiri dari karbon, hidrogen dan oksigen.
Batu bara juga adalah batuan organik yang memiliki sifat-sifat fisika dan kimia yang
kompleks yang dapat ditemui dalam berbagai bentuk.
Analisa unsur memberikan rumus formula empiris seperti C137H97O9NS untuk
bituminus dan C240H90O4NS untuk antrasit.
I.2 Batubara Secara Umum
I.2.1 Umur batu bara
Pembentukan batu bara memerlukan kondisi-kondisi tertentu dan hanya terjadi pada era-
era tertentu sepanjang sejarah geologi. Zaman Karbon, kira-kira 340 juta tahun yang lalu (jtl),
adalah masa pembentukan batu bara yang paling produktif dimana hampir seluruh deposit
batu bara (black coal) yang ekonomis di belahan bumi bagian utara terbentuk.
Pada Zaman Permian, kira-kira 270 jtl, juga terbentuk endapan-endapan batu bara yang
ekonomis di belahan bumi bagian selatan, seperti Australia, dan berlangsung terus hingga ke
Zaman Tersier (70 - 13 jtl) di berbagai belahan bumi lain.

I.2.2 Materi pembentuk batu bara
Hampir seluruh pembentuk batu bara berasal dari tumbuhan. Jenis-jenis tumbuhan
pembentuk batu bara dan umurnya menurut Diessel (1981) adalah sebagai berikut:
1. Alga, dari Zaman Pre-kambrium hingga Ordovisium dan bersel tunggal. Sangat sedikit
endapan batu bara dari perioda ini.
2. Silofita, dari Zaman Silur hingga Devon Tengah, merupakan turunan dari alga. Sedikit
endapan batu bara dari perioda ini.
3. Pteridofita, umur Devon Atas hingga KArbon Atas. Materi utama pembentuk batu bara
berumur Karbon di Eropa dan Amerika Utara. Tetumbuhan tanpa bunga dan biji, berkembang
biak dengan spora dan tumbuh di iklim hangat.
4. Gimnospermae, kurun waktu mulai dari Zaman Permian hingga Kapur Tengah. Tumbuhan
heteroseksual, biji terbungkus dalam buah, semisal pinus, mengandung kadar getah (resin)
tinggi. Jenis Pteridospermae seperti gangamopteris dan glossopteris adalah penyusun utama
batu bara Permian seperti di Australia, India dan Afrika.
5. Angiospermae, dari Zaman Kapur Atas hingga kini. Jenis tumbuhan modern, buah yang
menutupi biji, jantan dan betina dalam satu bunga, kurang bergetah dibanding gimnospermae
sehingga, secara umum, kurang dapat terawetkan.
I.2.3 Kelas dan jenis batu bara
Berdasarkan tingkat proses pembentukannya yang dikontrol oleh tekanan, panas dan
waktu, batu bara umumnya dibagi dalam lima kelas: antrasit, bituminus, sub-bituminus, lignit
dan gambut.
a. Antrasit adalah kelas batu bara tertinggi, dengan warna hitam berkilauan (luster) metalik,
mengandung antara 86% - 98% unsur karbon (C) dengan kadar air kurang dari 8%.
b. Bituminus mengandung 68 - 86% unsur karbon (C) dan berkadar air 8-10% dari beratnya.
Kelas batu bara yang paling banyak ditambang di Australia.
c. Sub-bituminus mengandung sedikit karbon dan banyak air, dan oleh karenanya menjadi
sumber panas yang kurang efisien dibandingkan dengan bituminus.
d. Lignit atau batu bara coklat adalah batu bara yang sangat lunak yang mengandung air 35-
75% dari beratnya.
e. Gambut, berpori dan memiliki kadar air di atas 75% serta nilai kalori yang paling rendah.
I.2.4 Pembentukan batu bara
Proses perubahan sisa-sisa tanaman menjadi gambut hingga batu bara disebut dengan
istilah pembatu baraan (coalification). Secara ringkas ada 2 tahap proses yang terjadi, yakni:
a. Tahap Diagenetik atau Biokimia, dimulai pada saat material tanaman terdeposisi hingga
lignit terbentuk. Agen utama yang berperan dalam proses perubahan ini adalah kadar air,
tingkat oksidasi dan gangguan biologis yang dapat menyebabkan proses pembusukan
(dekomposisi) dan kompaksi material organik serta membentuk gambut.
b. Tahap Malihan atau Geokimia, meliputi proses perubahan dari lignit menjadi bituminus dan
akhirnya antrasit.
I.2.4.a Teori Pembentukan Peat (Gambut)
Lapisan batubara umumnya berasal dari peat(gambut) deposit di suatu rawa. Faktor-faktor
penting dalam pembentukkan peat:
1. Evolusi perkembangan flora
Batubara tertua yang berumur Hurorian Tengah dari Michigan berasal dari alga dan
fungi. Sedangkan pada jaman Devon Bawah dan Atas, batubara kebanyakan berasal dari
Psilophites (spt: Taeniocrada decheniana (lower devon)). Kebanyakan batubara dari
jaman ini memiliki rata-rata lapisan yang tipis(3-4m) dan tidak punya nilai ekonomis.
Pada Carbon Atas, tumbuhan mulai tinggi-tinggi hingga mencapai ketinggian lebih
dari 30m namun belum seberagam sekarang. Pada jaman ini didominasi oleh:
Lepidodendron, Sigillaria, Leginopteris oldhamia, Calamitea. Jaman Upper Carboniferous
dikenal sebagai perioda bituminous coal
Lapisan penting batubara berumur Perm terdapat di USSR, dominan terbentuk dari
Gymnosperm cordaites.
Pada jaman Mesozoic terutama Jura dan Cretaceous Bawah,
Gymnosperm(Ginkcophyta, Cycadophyta dan Cornifers) merupakan tumbuhan penting
pembentuk batubara, terutama di Siberia dan Asia Tengah.
Pada rawa-rawa berumur Cretaceous Atas dan Tersier tumbuhan Angiosperm tumbuh
dengan pesat di N. America, Europe, Japan dan Australia.
Jika dibandingkan dengan tumbuhan pada masa Carbon, tumbuhan pada jaman
Mesozoic terutama jaman Tersier lebih beragam dan spesifik serta menghasilkan deposit
peat yang tebal dan beragam dalam tipe fasiesnya.
Perkembangan dan evolusi flora akan berpengaruh pada keragaman jenis dan tipe
batubara yang dihasilkan.

2. Iklim
Pada iklim yang lebih hangat dan basah tumbuhan tumbuh lebih cepat dan beragam.
Lapisan-lapisan kaya batubara berumur Carbon Atas, Cretaceous Atas dan Tersier Awal
diendapkan pada iklim seperti ini. Namun pada hemisphere selatan dan Siberia juga terdapat
endapan batubara yang kaya yang diendapakan pada iklim yang sedang hingga dingin,
contohnya batubara inter-post glacial PermoCarbon Gondwana (dari Ganganopteris
glossopteris) dan batubara umur Perm dan Jura Bawah dari Angara konitnen.
Lapisan batubara yang diendapkan pada iklim hangat dan basah biasanya lebih terang
dan tebal dibandingkan dengan yang diendapkan pada iklim basah.
3. Paleogeografi dan Tectonic Requirement
Formasi lapisan tergantung pada hubungan paleogeografi dan struktur pada daerah
sedimentasi. Pembentukan peat(gambut) terjadi pada daerah yang depresi permukaan dan
memerlukan muka air yang relatif tetap sepanjang tahun diatas atau minimal sama dengan
permukaan tanah. Kondisi ini banyak muncul pada flat coastal area dimana banyak rawa yang
berasosiasi dengan persisir pantai. Selain itu rawa-rawa juga muncul di darat(shore or inland
lakes). Tergantung pada posisi asli geografinya, endapan batubara paralic(sea coast) dan
limnic(inland) adalah berbeda.
Paralic coal swamps memiliki sedikit pohon atau bahkan tanpa pohon dan terbentuk
diluar distal margin pada delta. Pembentukkannya merupakan akibat dari regresi dan
transgresi air laut. Banyak coastal swamps besar yang berkembang dibawah perlindungan
sand bars dan pits sehingga dapat menghasilkan endapan batubara yang tebal.
Back samps terbentuk dibelakang tanggul alam sungai besar. Pada back swamps,
peats(gambut) kaya dengan mineral matter akibat banjir yang sering terjadi. Peat deposits
hanya dapat terawetkan pada daerah subsidence. Akibatnya endapan yang kaya batubara
banyak berhubungan dengan daerah ini, seperti yang sering muncul pada foredeep pada suatu
pegunungan lipatan yang besar.
Sikuen sediment yang tebal dimana didalamnya terdapat lapisan tipis batubara(<2m)
dengan penyebaran yang besar dan keberadaan intercalation dari marine bed adalah
karakteristik dari batubara yang diendapkan di foredeeps dari suatu pegunungan lipatan yang
besar. Cyclothem adalah perulangan antara peat dengan inorganic sediment dan sekuen ini
sering berulang.
Pada bagian backdeeps dari suatu pegunungan lipatan yang besar, subsidence
biasanya lebih sedikit dan jumlah lapisan batubara lebih sedikit. Ketika paralic coals
diendapkan di foredeeps, kebanyakan limnic coals diendapkan di dalam cekungan kontinen
yang besar. Limnic coals memiliki karakter: terbentuk pada kontinen graben, jumlah
lapisannya sedikit tapi setiap lapisannya sangat tebal.
I.2.4.b Teori Transportasi Allotocton
Teori ini mengungkapkan bahwa pembentukan batubara bukan berasal dari
degradasi/peluruhan sisa-sisa tanaman yang insitu dalam sebuah lingkungan rawa peat,
melainkan akumulasi dari transportasi material yang terkumpul didalam lingkungan aqueous
seperti danau, laut, delta, hutan bakau. Teori ini menjelaskan bahwa terjadi proses yang
berbeda untuk setiap jenis batubara yang berbeda pula.
I.2.4.c Proses Geokimia dan Metamorfosis
Setelah terbentuknya lapisan source, maka berlangsunglah berbagai macam proses. Proses
pertama adalah diagenesis, berlangsung pada kondisi temperatur dan tekanan yang normal
dan juga melibatkan proses biokimia. Hasilnya adalah proses pembentukan batubara akan
terjadi, dan bahkan akan terbentuk dalam lapisan itu sendiri. Hasil dari proses awal ini adalah
peat, atau material lignit yang lunak. Dalam tahap ini proses biokimia mendominasi, yang
mengakibatkan kurangnya kandungan oksigen. Setelah tahap biokimia ini selesai maka
berikutnya prosesnya didominasi oleh proses fisik dan kimia yang ditentukan oleh kondisi
temperatur dan tekanan. Temperatur dan tekanan berperan penting karena kenaikan
temperatur akan mempercepat proses reaksi, dan tekanan memungkinkan reaksi terjadi dan
menghasilkan unsur-unsur gas. Proses metamorfisme (temperatur dan tekanan) ini terjadi
karena penimbunan material pada suatu kedalaman tertentu atau karena pergerakan bumi
secara terus-menerus didalam waktu dalam skala waktu geologi.
I.3 Gasifikasi batu bara
Coal gasification adalah sebuah proses untuk merubah batu bara padat menjadi gas batu
bara yang mudah terbakar (combustible gases), setelah proses pemurnian gas-gas ini karbon
monoksida (CO), karbon dioksida (CO2), hidrogen (H), metan (CH4), dan nitrogen (N2)
dapat digunakan sebagai bahan bakar. hanya menggunakan udara dan uap air sebagai
reacting-gas kemudian menghasilkan water gas atau coal gas, gasifikasi secara nyata
mempunyai tingkat emisi udara, kotoran padat dan limbah terendah.
Tetapi, batu bara bukanlah bahan bakar yang sempurna. Terikat didalamnya adalah
sulfur dan nitrogen, bila batu bara ini terbakar kotoran-kotoran ini akan dilepaskan ke udara,
bila mengapung di udara zat kimia ini dapat menggabung dengan uap air (seperti contoh
kabut) dan tetesan yang jatuh ke tanah seburuk bentuk asam sulfurik dan nitrit, disebut
sebagai "hujan asam" acid rain. Disini juga ada noda mineral kecil, termasuk kotoran yang
umum tercampur dengan batu bara, partikel kecil ini tidak terbakar dan membuat debu yang
tertinggal di coal combustor, beberapa partikel kecil ini juga tertangkap di putaran
combustion gases bersama dengan uap air, dari asap yang keluar dari cerobong beberapa
partikel kecil ini adalah sangat kecil setara dengan rambut manusia.
I.4 Batubara sebagai sediment organik
Batubara merupakan sedimen organik, lebih tepatnya merupakan batuan organik, terdiri
dari kandungan bermacam-macam pseudomineral. Batubara terbentuk dari sisa tumbuhan
yang membusuk dan terkumpul dalam suatu daerah dengan kondisi banyak air, biasa disebut
rawa-rawa. Kondisi tersebut yang menghambat penguraian menyeluruh dari sisa-sisa
tumbuhan yang kemudian mengalami proses perubahan menjadi batubara.
Selain tumbuhan yang ditemukan bermacam-macam, tingkat kematangan juga bervariasi,
karena dipengaruhi oleh kondisi-kondisi lokal. Kondisi lokal ini biasanya kandungan oksigen,
tingkat keasaman, dan kehadiran mikroba. Pada umumnya sisa-sisa tanaman tersebut dapat
berupa pepohonan, ganggang, lumut, bunga, serta tumbuhan yang biasa hidup di rawa-rawa.
Ditemukannya jenis flora yang terdapat pada sebuah lapisan batubara tergantung pada
kondisi iklim setempat. Dalam suatu cebakan yang sama, sifat-sifat analitik yang ditemukan
dapat berbeda, selain karena tumbuhan asalnya yang mungkin berbeda, juga karena
banyaknya reaksi kimia yang mempengaruhi kematangan suatu batubara.
Secara umum, setelah sisa tanaman tersebut terkumpul dalam suatu kondisi tertentu yang
mendukung (banyak air), pembentukan dari peat (gambut) umumnya terjadi. Dalam hal ini
peat tidak dimasukkan sebagai golongan batubara, namun terbentuknya peat merupakan
tahap awal dari terbentuknya batubara. Proses pembentukan batubara sendiri secara singkat
dapat didefinisikan sebagai suatu perubahan dari sisa-sisa tumbuhan yang ada, mulai dari
pembentukan peat (peatifikasi) kemudian lignit dan menjadi berbagai macam tingkat
batubara, disebut juga sebagai proses coalifikasi, yang kemudian berubah menjadi antrasit.
Pembentukan batubara ini sangat menentukan kualitas batubara, dimana proses yang
berlangsung selain melibatkan metamorfosis dari sisa tumbuhan, juga tergantung pada
keadaan pada waktu geologi tersebut dan kondisi lokal seperti iklim dan tekanan. Jadi
pembentukan batubara berlangsung dengan penimbunan akumulasi dari sisa tumbuhan yang
mengakibatkan perubahan seperti pengayaan unsur karbon, alterasi, pengurangan kandungan
air, dalam tahap awal pengaruh dari mikroorganisme juga memegang peranan yang sangat
penting.
I.4.1 Penyusun Batubara
Konsep bahwa batubara berasal dari sisa tumbuhan diperkuat dengan ditemukannya
cetakan tumbuhan di dalam lapisan batubara. Dalam penyusunannya batubara diperkaya
dengan berbagai macam polimer organik yang berasal dari antara lain karbohidrat, lignin, dll.
Namun komposisi dari polimer-polimer ini bervariasi tergantung pada spesies dari tumbuhan
penyusunnya.

a. Lignin
Lignin merupakan suatu unsur yang memegang peranan penting dalam merubah
susunan sisa tumbuhan menjadi batubara. Sementara ini susunan molekul umum dari lignin
belum diketahui dengan pasti, namun susunannya dapat diketahui dari lignin yang terdapat
pada berbagai macam jenis tanaman. Sebagai contoh lignin yang terdapat pada rumput
mempunyai susunan p-koumaril alkohol yang kompleks. Pada umumnya lignin merupakan
polimer dari satu atau beberapa jenis alkohol.
Hingga saat ini, sangat sedikit bukti kuat yang mendukung teori bahwa lignin
merupakan unsur organik utama yang menyusun batubara.
b. Karbohidrat
Gula atau monosakarida merupakan alkohol polihirik yang mengandung antara lima
sampai delapan atom karbon. Pada umumnya gula muncul sebagai kombinasi antara gugus
karbonil dengan hidroksil yang membentuk siklus hemiketal. Bentuk lainnya mucul sebagai
disakarida, trisakarida, ataupun polisakarida. Jenis polisakarida inilah yang umumnya
menyusun batubara, karena dalam tumbuhan jenis inilah yang paling banyak
mengandung polisakarida (khususnya selulosa) yang kemudian terurai dan membentuk
batubara.
c. Protein
Protein merupakan bahan organik yang mengandung nitrogen yang selalu hadir sebagai
protoplasma dalam sel mahluk hidup. Struktur dari protein pada umumnya adalah rantai asam
amino yang dihubungkan oleh rantai amida. Protein pada tumbuhan umunya muncul sebagai
steroid, lilin.
I.5 Batu bara di Indonesia
Di Indonesia, endapan batu bara yang bernilai ekonomis terdapat di cekungan Tersier,
yang terletak di bagian barat Paparan Sunda (termasuk Pulau Sumatera dan Kalimantan),
pada umumnya endapan batu bara ekonomis tersebut dapat dikelompokkan sebagai batu bara
berumur Eosen atau sekitar Tersier Bawah, kira-kira 45 juta tahun yang lalu dan Miosen atau
sekitar Tersier Atas, kira-kira 20 juta tahun yang lalu menurut Skala waktu geologi.
Batu bara ini terbentuk dari endapan gambut pada iklim purba sekitar khatulistiwa yang
mirip dengan kondisi kini. Beberapa diantaranya tegolong kubah gambut yang terbentuk di
atas muka air tanah rata-rata pada iklim basah sepanjang tahun. Dengan kata lain, kubah
gambut ini terbentuk pada kondisi dimana mineral-mineral anorganik yang terbawa air dapat
masuk ke dalam sistem dan membentuk lapisan batu bara yang berkadar abu dan sulfur
rendah dan menebal secara lokal. Hal ini sangat umum dijumpai pada batu bara Miosen.
Sebaliknya, endapan batu bara Eosen umumnya lebih tipis, berkadar abu dan sulfur tinggi.
Kedua umur endapan batu bara ini terbentuk pada lingkungan lakustrin, dataran pantai atau
delta, mirip dengan daerah pembentukan gambut yang terjadi saat ini di daerah timur
Sumatera dan sebagian besar Kalimantan.
I.6 Sumberdaya batu bara
Potensi sumberdaya batu bara di Indonesia sangat melimpah, terutama di Pulau
Kalimantan dan Pulau Sumatera, sedangkan di daerah lainnya dapat dijumpai batu bara
walaupun dalam jumlah kecil dan belum dapat ditentukan keekonomisannya, seperti di Jawa
Barat, Jawa Tengah, Papua, dan Sulawesi.
Di Indonesia, batu bara merupakan bahan bakar utama selain solar (diesel fuel) yang
telah umum digunakan pada banyak industri, dari segi ekonomis batu bara jauh lebih hemat
dibandingkan solar, dengan perbandingan sebagai berikut: Solar Rp 0,74/kilokalori
sedangkan batu bara hanya Rp 0,09/kilokalori, (berdasarkan harga solar industri Rp.
6.200/liter).
Dari segi kuantitas batu bara termasuk cadangan energi fosil terpenting bagi
Indonesia. Jumlahnya sangat berlimpah, mencapai puluhan milyar ton. Jumlah ini sebenarnya
cukup untuk memasok kebutuhan energi listrik hingga ratusan tahun ke depan. Sayangnya,
Indonesia tidak mungkin membakar habis batu bara dan mengubahnya menjadi energis listrik
melalui PLTU. Selain mengotori lingkungan melalui polutan CO2, SO2, NOx dan CxHy cara
ini dinilai kurang efisien dan kurang memberi nilai tambah tinggi.
Batu bara sebaiknya tidak langsung dibakar, akan lebih bermakna dan efisien jika
dikonversi menjadi migas sintetis, atau bahan petrokimia lain yang bernilai ekonomi tinggi.
Dua cara yang dipertimbangkan dalam hal ini adalah likuifikasi (pencairan) dan gasifikasi
(penyubliman) batu bara.
Membakar batu bara secara langsung (direct burning) telah dikembangkan teknologinya
secara continue, yang bertujuan untuk mencapai efisiensi pembakaran yang maksimum, cara-
cara pembakaran langsung seperti: fixed grate, chain grate, fluidized bed, pulverized, dan
lain-lain, masing-masing mempunyai kelebihan dan kelemahannya.
I.7 Bagaimana membuat batu bara bersih
Ada beberapa cara. Contoh sulfur, sulfur adalah zat kimia kekuningan yang ada sedikit
di batu bara, pada beberapa batu bara yang ditemukan di Ohio, Pennsylvania, West Virginia
dan eastern states lainnya, sulfur terdiri dari 3 sampai 10 % dari berat batu bara, beberapa
batu bara yang ditemukan di Wyoming, Montana dan negara-negara bagian sebelah barat
lainnya sulfur hanya sekitar 1/100ths (lebih kecil dari 1%) dari berat batu bara. Penting
bahwa sebagian besar sulfur ini dibuang sbelum mencapai cerobong asap.
Satu cara untuk membersihkan batu bara adalah dengan cara mudah memecah batu bara
ke bongkahan yang lebih kecil dan mencucinya. Beberapa sulfur yang ada sebagai bintik
kecil di batu bara disebut sebagai "pyritic sulfur " karena ini dikombinasikan dengan besi
menjadi bentuk iron pyrite, selain itu dikenal sebagai "fool's gold dapat dipisahkan dari batu
bara. Secara khusus pada proses satu kali, bongkahan batu bara dimasukkan ke dalam tangki
besar yang terisi air , batu bara mengambang ke permukaan ketika kotoran sulfur tenggelam.
Fasilitas pencucian ini dinamakan "coal preparation plants" yang membersihkan batu bara
dari pengotor-pengotornya.
Tidak semua sulfur bisa dibersihkan dengan cara ini, bagaimanapun sulfur pada batu
bara adalah secara kimia benar-benar terikat dengan molekul karbonnya, tipe sulfur ini
disebut "organic sulfur," dan pencucian tak akan menghilangkannya. Beberapa proses telah
dicoba untuk mencampur batu bara dengan bahan kimia yang membebaskan sulfur pergi dari
molekul batu bara, tetapi kebanyakan proses ini sudah terbukti terlalu mahal, ilmuan masih
bekerja untuk mengurangi biaya dari prose pencucian kimia ini.
Kebanyakan pembangkit tenaga listrik modern dan semua fasilitas yang dibangun
setelah 1978 telah diwajibkan untuk mempunyai alat khusus yang dipasang untuk
membuang sulfur dari gas hasil pembakaran batu bara sebelum gas ini naik menuju cerobong
asap. Alat ini sebenarnya adalah "flue gas desulfurization units," tetapi banyak orang
menyebutnya "scrubbers" karena mereka men-scrub (menggosok) sulfur keluar dari asap
yang dikeluarkan oleh tungku pembakar batu bara.
- Membuang NOx dari batu bara
Nitrogen secara umum adalah bagian yang besar dari pada udara yang dihirup, pada
kenyataannya 80% dari udara adalah nitrogen, secara normal atom-atom nitrogen
mengambang terikat satu sama lainnya seperti pasangan kimia, tetapi ketika udara dipanaskan
seperti pada nyala api boiler (3000 F=1648 C), atom nitrogen ini terpecah dan terikat dengan
oksigen, bentuk ini sebagai nitrogen oksida atau kadang kala itu disebut sebagai NOx. NOx
juga dapat dibentuk dari atom nitrogen yang terjebak didalam batu bara.
Di udara, NOx adalah polutan yang dapat menyebabkan kabut coklat yang kabur yang
kadang kala terlihat di seputar kota besar, juga sebagai polusi yang membentuk acid rain
(hujan asam), dan dapat membantu terbentuknya sesuatu yang disebut ground level ozone,
tipe lain dari pada polusi yang dapat membuat kotornya udara.
Salah satu cara terbaik untuk mengurangi NOx adalah menghindari dari bentukan asalnya,
beberapa cara telah ditemukan untuk membakar barubara di pemabakar dimana ada lebih
banyak bahan bakar dari pada udara di ruang pembakaran yang terpanas. Di bawah kondisi
ini kebanyakan oksigen terkombinasikan dengan bahan bakar daripada dengan nitrogen.
Campuran pembakaran kemudian dikirim ke ruang pembakaran yang kedua dimana terdapat
proses yang mirip berulang-ulang sampai semua bahan bakar habis terbakar. Konsep ini
disebut "staged combustion" karena batu bara dibakar secara bertahap. Kadang disebut juga
sebagai "low-NOx burners" dan telah dikembangkan sehingga dapat mengurangi kangdungan
Nox yang terlepas di uadara lebih dari separuh. Ada juga teknologi baru yang bekerja seperti
"scubbers" yang membersihkan NOX dari flue gases (asap) dari boiler batu bara. Beberapa
dari alat ini menggunakan bahan kimia khusus yang disebut katalis yang mengurai bagian
NOx menjadi gas yang tidak berpolusi, walaupun alat ini lebih mahal dari "low-NOx
burners," namun dapat menekan lebih dari 90% polusiNox

Secara lebih rinci, proses pembentukan batu bara dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Pembusukan, bagian-bagian tumbuhan yang lunak akan diuraikan oleh bakteri anaerob.
2. Pengendapan, tumbuhan yang telah mengalami proses pembusukan selanjutnya akan
mengalami pengendapan, biasanya di lingkungan yang berair. Akumulasi dari endapan ini
dengan endapan-endapan sebelumnya akhirnya akan membentuk lapisan gambut.
3. Dekomposisi, lapisan gambut akan mengalami perubahan melalui proses biokimia dan
mengakibatkan keluarnya air dan sebagian hilangnya sebagian unsur karbon dalam bentuk
karbondioksida, karbonmonoksida, dan metana. Secara relatif, unsur karbon akan bertambah
dengan adanya pelepasan unsur atau senyawa tersebut.
4. Geotektonik, lapisan gambut akan mengalami kompaksi akibat adanya gaya tektonik dan
kemudian akan mengalami perlipatan dan patahan. Batubara low gradedapat berubah menjadi
batubara high grade apabila gaya tektonik yang terjadi adalah gaya tektonik aktif, karena gaya
tektonik aktif dapat menyebabkan terjadinya intrusi atau keluarnya magma. Selain itu, lingkungan
pembentukan batubara yang berair juga dapat berubah menjadi area darat dengan adanya gaya
tektonik setting tertentu.
5. Erosi, merupakan proses pengikisan pada permukaan batubara yang telah mengalami proses
geotektonik. Permukaan yang telah terkelupas akibat erosi inilah yang hingga saat ini
dieksploitasi manusia.

Faktor-Faktor Dalam Pembentukan Batubara
Faktor-Faktor dalam pembentukan batubara sangat berpengaruh terhadap bentuk maupun
kualitas dari lapisan batubara. Beberapa faktor yang berpengaruh dalam pembentukan batubara
adalah :
1. Material dasar, yakni flora atau tumbuhan yang tumbuh beberapa juta tahun yang lalu, yang
kemudian terakumulasi pada suatu lingkungan dan zona fisiografi dengan iklim clan topografi
tertentu. Jenis dari flora sendiri amat sangat berpengaruh terhadap tipe dari batubara yang
terbentuk.
2. Proses dekomposisi, yakni proses transformasi biokimia dari material dasar pembentuk
batubara menjadi batubara. Dalam proses ini, sisa tumbuhan yang terendapkan akan mengalami
perubahan baik secara fisika maupun kimia.
3. Umur geologi, yakni skala waktu (dalam jutaan tahun) yang menyatakan berapa lama material
dasar yang diendapkan mengalami transformasi. Untuk material yang diendapkan dalam skala
waktu geologi yang panjang, maka proses dekomposisi yang terjadi adalah fase lanjut clan
menghasilkan batubara dengan kandungan karbon yang tinggi.
4. Posisi geotektonik, yang dapat mempengaruhi proses pembentukan suatu lapisan batubara
dari :
a. Tekanan yang dihasilkan oleh proses geotektonik dan menekan lapisan batubara yang
terbentuk.
b. Struktur dari lapisan batubara tersebut, yakni bentuk cekungan stabil, lipatan, atau patahan.
c. Intrusi magma, yang akan mempengaruhi dan/atau merubah grade dari lapisan batubara yang
dihasilkan.
5. Lingkungan pengendapan, yakni lingkungan pada saat proses sedimentasi dari material dasar
menjadi material sedimen. Lingkungan pengendapan ini sendiri dapat ditinjau dari beberapa
aspek sebagai berikut:
a. Struktur cekungan batubara, yakni posisi di mana material dasar diendapkan. Strukturnya
cekungan batubara ini sangat berpengaruh pada kondisi dan posisi geotektonik.
b. Topografi dan morfologi, yakni bentuk dan kenampakan dari tempat cekungan pengendapan
material dasar. Topografi dan morfologi cekungan pada saat pengendapan sangat penting
karena menentukan penyebaran rawa-rawa di mana batubara terbentuk. Topografi dan morfologi
dapat dipengaruhi oleh proses geotektonik.
c. Iklim, yang merupakan faktor yang sangat penting dalam proses pembentukan batubara karena
dapat mengontrol pertumbuhan flora atau tumbuhan sebelum proses pengendapan. Iklim
biasanya dipengaruhi oleh kondisi topografi setempat.

You might also like