You are on page 1of 148

ANALISIS PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

PT RlAU ANDALAN PULP AND PAPER DALAM


KAITANNYA DENGAN UPAYA PENINGKATAN
KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA
DEW1 RAHAYU
SEKOLAHPASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2007
PERNYATAAN MENGENAI TESlS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Analisis Program
Pemberdayaan Masyarakat PT Riau Andalan Pulp and Paper dalam Kaitannya
dengan Upaya Peningkatan Ketahanan Pangan Rumah Tangga adalah hasil
karya saya dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bangian akhir
tesis ini.
Bogor, Juni 2007
Dewi Rahayu
NRP A551030041
ABSTRACT
DEW1 RAHAYU. Analysis of PT Riau Andalan Pulp and Paper Community
Development Program in Relation to the Effort of Household Food Security
Improvement. Under direction of DRAJAT MARTIANTO and YAYUK FARIDA
BALIWATI.
Poverty Abolition is considered an important part in realizing food security,
especially in improving food accessibility and sustainability. The company's
involvement in fighting the poverty and food scarcity problem in the community
can be done through community development program. This research is
conducted in order to analyze the company's community development program in
relation to the effort of improving household food security. The design used in
this research is restropective, and conducted in Banjar Benai and Koto Benai
village of Benai subdistrict. Kuantan Singingi regency, Province of Riau, where
PT Riau Andalan Pulp and Paper's community development program is located.
The integration of community development program within the company's
policy as its commitment is regarded good, based on several indicators, i.e.
written policy, a certain division being assigned to handle the program, capable
human resources to back it up, strategic planning, fund provision and agreement
with an out-source. The potential impact of Integrated Farming System Program
(Sistem Pertanian Terpadu [SPT]), Social and Infrastructure Program (Program
Sosial dan Infrastruktur[PSI]), Small and Medium Enterprises Program (Program
Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah[PUKM]) and Vocational Training
(VT) in relation to the effort of improving the food security has touched the food
provision subsystem, distribution subsystem, and food consumption subsystem.
However, these programs are nor suitably designed to have link connected with
each other.
The execution of SPT and PUKM are affected by several supporting and
counteracting factors from both assisting officers, target and policy, as well as
natural condition. SPT able to improve of household food security, is not yet able
to improve household food security, though it is capable of increasing target's
income. Even though SPT and PUKM have been introduced for quite a long
time, the targeted community is still expecting to get support from the company,
especially for new programs of rubber replanting, as it is the main living of most
residents, and saprodi subsidization as a part of SPT program.
Keywords: household food security, community development
DEW1 RAHAYU. Analisis Program Pemberdayaan Masyarakat PT Riau Andalan
Pulp and Paper dalam Kaitannya dengan Upaya Peningkatan Ketahanan Pangan
Rumah Tangga. Dibimbing oleh DRAJAT MARTIANTO dan YAYUK FARIDA
BALIWATI.
Pengentasan kemiskinan dipandang sebagai bagian penting untuk
mewujudkan ketahanan pangan terutama dalam meningkatkan aksesibilitas
terhadap pangan dan keberlanjutannya. Keterlibatan perusahaan dalam
menanggulangi kemiskinan dan rawan pangan masyarakat sekitar perusahaan
dapat diwujudkan melalui program pemberdayaan masyarakat. Penelitian ini
secara umum bertujuan untuk menganalisis program pemberdayaan masyarakat
yang dilakukan oleh perusahaan dalam kaitannya dengan upaya peningkatan
ketahanan pangan rumah tangga
Penelitian ini menggunakan restropective design. Pengumpulan data
dilaksanakan pada April-Mei 2006 di Desa Banjar Benai dan Desa Koto Benai
Kecamatan Benai Kabupaten Kuantan Singingi Propinsi Riau. Pemilihan tempat
penelitian dilakukan secara purposive dengan pertimbangan sebagai tempat
pelaksanaan program pemberdayaan PT Riau Andalan Pulp and Paper.
Pertimbangan lain adalah karena kedua desa tersebut memiliki nilai penting bagi
perusahaan sebagai lalu lintas angkutan kayu dan merupakan daerah dekat
lokasi hutan perusahaan. Selain itu, masyarakat di desa ini hampir 100%
merupakan suku asli yaitu Melayu dan telah tinggal di kawasan tersebut sebelum
kegiatan perusahaan beroperasi. Unit penelitian adalah rumah tangga.
Penelitian ini meneliti seluruh rumah tangga yang menjadi sasaran program
pemberdayaan masyarakat PT Riau Andalan Pulp and Paper dan masih aktif
mengikuti serta melaksanakan program pemberdayaan. Jumlah seluruh rumah
tangga yang diteliti adalah 34 orang (29 orang sasaran program Sistem
Pertanian Terpadu dan 5 orang sasaran program Pengembangan Usaha Kecil
dan Menengah).
Data primer yang dikumpulkan adalah karakteristik kebijakan program
pemberdayaan masyarakat oleh perusahaan, ketahanan pangan rumah tangga
dan karakteristik sosial rumah tangga (pendapatan, pengetahuan gizi ibu,
pendidikan ibu, dan besar rumah tangga) dan aspirasi atau kebutuhan
masyarakat. Data primer diperoleh dari wawancara berdasarkan kuesioner yang
dibuat. Wawancara untuk mendapatkan data tentang karakteristik program
pemberdayaan masyarakat oleh perusahaan dilakukan dengan Manajer
Community Development (CD) perusahaan. lnformasi tambahan tentang
program pemberdayaan masyarakat yang dijalankan dapat dikonfirmasikan
kepada pihak lain seperti penerima sasaran, yayasan pelaksana kegiatan
pemberdayaan masyarakat. Wawancara untuk menggali ketahanan pangan
rumah tangga dan karakteristik sosial rumah tangga dilakukan terutama dengan
ibu rumah tangga. Data ini juga di konfirmasikan kepada anggota rumah tangga
lain seperti kepala rumah tangga dan orang dewasa lain selaku anggota rumah
tangga. lnformasi tambahan tentang responden diperoleh dari pendamping
program yang hidup ditengah masyarakat. Data sekunder adalah data tentang
program pemberdayaan masyarakat dan diperoleh dari buku yang dikeluarkan
oleh perusahaan. Data sekunder lainnya adalah karakteristik demografis desa
yang diperoleh dari monografi desa.
Kualitas dan keberhasilan program sangat ditentukan adanya komitmen
yang dibangun tentang program tersebut. Komitmen perusahaan dibuktikan
dengan integrasi program pemberdayaan ke dalam kebijakan perusahaan yang
tercerrnin dari adanya kebijakan tertulis mengenai tanggung jawab sosial
perusahaan tentang pemberdayaan masyarakat (visi dan misi. kebijakan, tujuan
dan strategi yang ingin dicapai), adanya divisi khusus, kompetensi SDM, rencana
strategi, ketersediaan dan kejelasan dana, serta integrasi dengan pihak lain.
Seluruh indikator integrasi program pemberdayaan ke dalam kebijakan
perusahaan memiliki skor baik, hanya satu indikator yaitu kompetensi SDM
dalam menangani program pemberdayaan masyarakat memiliki skor sedang.
Berdasarkan skoring ini maka dihasilkan penilaian yang baik tentang komitmen
perusahaan dalam melaksanakan program pemberdayaan masyarakat.
Jenis Program Pemberdayaan Masyarakat PT Riau Andalan Pulp and
Paper (PPMR) mencakup Sistem Pertanian Terpadu (SPT), Program Sosial dan
lnfrastruktur (PSI), Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah (PUKM) dan
Program Pelatihan Kejuruan. SPT berpotensi berdampak pada peningkatan
produksi yang berarti berkontribusi pada ketersediaan pangan di pasar dan
bertambahnya pendapatan yang di dapat dari penjualan hasil produksi ini. PSI
bidang kesehatan berpotensi berkontribusi pada peningkatan asupan pangan
sasaran dan peningkatan derajat kesehatan sasaran. PSI bidang pendidikan
memiliki potensi berkontribusi meningkatkan daya beli atau akses terhadap
pangan serta dapat meningkatkan kapasitas dan motivasi sasaran dalam turut
aktif memperjuangkan dan memenuhi hak dasarnya terhadap pangan.
Selanjutnya PSI berupa penyediaan infrastruktur berupa penyediaan sarana air
bersih memberikan peluang bagi masyarakat sasaran mendapatkan jaminan air
bersih yang penting bagi kesehatan. Keberadaan infrastruktur jalan serta
jembatan yang dibangun atau diperbaiki sangat berarti bagi peningkatan
ketahanan pangan karena dapat memudahkan kegiatan pertanian dalam upaya
penyediaan pangan serta dapat memberikan jaminan bagi kelancaran distribusi
pangan. PUKM dan pelatihan kejuruan memungkinkan terjadinya peningkatan
keuntungan yang berdampak pada peningkatan pendapatan. Selain itu
pengembangan usaha memungkinkan terbukanya lapangan kerja baru bagi
masyarakat sehingga kondisi ekonomi masyarakat lebih membaik. Dengan
demikian program SPT, PSI, PUKM dan pelatihan kejuruan berpotensi
memberikan dampak positif dalam kaitannya dengan upaya peningkatan
ketahanan pangan rumah tangga. Potensi dampak positi program ini
menyentuh subsistem ketersediaan pangan, subsistem distribusi, dan subsistem
konsumsi pangan.
Berdasarkan temuan di lapangan, diketahui beberapa faktor pendukung
keberhasilan program dan kemandirian sasaran SPT antara lain (1)tumbuhnya
kepercayaan masyarakat terhadap komitmen perusahaan; (2)kebijakan
perusahaan membentuk dan mengalokasikan organisasi, SDM dan dana secara
khusus; (3)adanya mekanisme pendampingan secara langsung; (4)adanya Kios
Plus; (5)faktor internal individu sepetii semangat bekerja dan kepercayaan diri.
Namun, adanya fakta sasaran tidak aktif melampaui separuh dari total sasaran,
baik yang ada di Desa Banjar Benai (62,2%) maupun di Desa Koto Benai (60%)
Program tidak tepat sasaran, menunjukkan adanya kelemahan dan keterbatasan
pelaksanaan SPT. Adapun beberapa penyebab timbulnya kelemahan dan
keterbatasan program ini adalah (1)adanya sasaran yang sekedar
memanfaatkan program untuk kepentingan jangka pendek; (2)asumsi yang
dibangun bahwa kelompok telah mandiri: (3)keadaan sasaran yang mengalami
kelemahan kondisi fisik atau sakit; (4)adanya alternatif usaha lain yang lebih
menguntungkan (berkebun karet); (5)keputusasaan sasaran karena gagal panen
berulang-ulang. Fakta yang sama berupa tidak aktiinya sasaran ditemukan pada
pelaksanaan PUKM. Beberapa alasan tidak aktifnya sasaran ini antara lain
(1)terbatasnya atau kekurangan modal kerja; (2) peluang pasar yang terbatas
atau permintaan rendah; (3)kurang percaya diri dalam berwirausaha; (4)faktor
internal sasaran.
Hasil penelitian menemukan bahwa persentase terbesar (52,9%)
kontribusi pendapatan dari program pemberdayaan masyarakat terhadap total
pendapatan rumah tangga sasaran berada pada kategori sedang dan hanya
23,5% rumah tangga saja yang memiliki kontribusi pendapatan dari program
terhadap total pendapatan berada pada kategori tinggi. Bila dilihat per program
maka kontribusi pendapatan dari program terhadap total pendapatan bagi
sasaran SPT sebagian besar (55.2%) masuk kategori sedang dan pada program
PUKM masing-masing 40% berada pada kategori rendah dan sedang.
Kontribusi pendapatan dari program SPT dan PUKM terhadap pendapatan total
rumah tangga sasaran tersebar dalam kategori rendah, sedang, dan tinggi. Hal
ini dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain (1)perbedaan input sumberdaya
yang dimiliki; (2)besarnya pendapatan dari non program (terutama berasal dari
kegiatan berkebun tanaman karet).
Setelah mengikuti program SPT, terjadi kenaikan persentase rumah
tangga yang tahan pangan dari 27,6% menjadi 65.5% dan berkurangnya
persentase rumah tangga yang tidak tahan pangan tanpa kelaparan dari 31h
menjadi 20,7% dan tidak tahan pangan dengan kelaparan (sedang) dari 37,9%
menjadi 13.8%. Bahkan terlihat bahwa tidak ada rumah tangga yang mengalami
tidak tahan pangan dengan kelaparan (berat). Keadaan ini terjadi hampir pada
semua kelompok rumah tangga, baik yang memiliki nilai kontribusi pendapatan
dari program berada pada kategori rendah, sedang maupun tinggi. Kenaikan
persentase rumah tangga yang tahan pangan paling banyak terjadi pada rumah
tangga yang memperoleh pendapatan dari program dalam kategori sedang
(62,5%) dan tinggi (71,4%). Hal ini menunjukkan bahwa pendapatan dari
program berperan dalam peningkatan status ketahanan pangan rumah tangga
sasaran. Adapun program pada PUKM, sebelum mengikuti program, persentase
terbesar (80%) rumah tangga berada pada status tahan pangan, selebihnya
(20%) tidak tahan pangan dengan kelaparan (sedang). Jumlah ini tidak
mengalami perubahan setelah rumah tangga mendapatkan tambahan
pendapatan dari program PUKM. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
program PUKM diperkirakan dapat meningkatkan pendapatan namun belum
dapat meningkatkan ketahanan pangan.
Sasaran program SPT secara umum merasa puas terhadap pelatihan,
bantuan sapi (62,1%), saprodi (82,8%) dan pelatihan (65%). Adapun sasaran
PUKM, merasa puas dan kurang puas dalam jumlah yang sama besar (masing-
masing 40%) terhadap bantuan peralatan maupun bantuan berupa fasilitas
pelatihan kejuruan. Program baru berupa peremajan karet merupakan suatu
harapan besar masyarakat. Terdapat jumlah aspirasi yang paling tinggi agar
adanya program baru berupa peremajaan karet dengan bantuan bibit. Selain itu
sasaran juga mengharapkan adanya upaya melanjutkan pemberian bantuan
berupa subsidi sarana produksi pertanian, serta perlunya program peningkatan
keterampilan ibu-ibu dan serta upaya perbaikan dalam pemilihan usia sapi hak
milik petani yang tidak terlalu kecil. Aspirasi sasaran yang telah menjadi
kenyataan antara lain divenivikasi jenis tanaman, adanya koperasi dan
perkuatan kelompok tani.
Kata kunci: ketahanan pangan rumah tangga, pemberdayaan masyarakat
@ Hak cipta milik IPB, tahun 2007
Hak cipta dilindungi
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari
lnstitut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam
bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya
ANALISIS PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
PT RlAU ANDALAN PULP AND PAPER DALAM
KAITANNYA DENGAN UPAYA PENINGKATAN
KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA
DEW1 RAHAYU
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga
SEKOLAHPASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2007
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. lkeu Tanziha, MS
Judul Tesis
Nama
NRP
: Analisis Program Pemberdayaan Masyarakat PT Riau
Andalan Pulp and Paper dalam Kaitannya dengan
Upaya Peningkatan Ketahanan Pangan Rumah
Tangga
: Dewi Rahayu
: A551030041
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Dra & a artianto MSi
Ketua
Dr.lr. Yavuk Farida Baliwati, MS
Anggota
Diketahui
Ketua Program St
dan Sumberdaya Keluarga
Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, MS
Tanggal Ujian: 1 Mei 2007
Tanggal Lulus:2g Juni 2007
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SVVT atas segala
karunia-Nya sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Tesis ini merupakan syarat
untuk mendapatkan gelar Magister Sains di Departemen Gizi Masyarakat dan
Sumberdaya Keluarga.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Dr. Ir. Drajat Martianto, MS
dan Dr. Ir. Yayuk Farida Baliwati, MS selaku pembirnbing, yang telah banyak
memberikan masukan dan bimbingan dalam proses penyelesaian tesis ini.
Ucapan terima kasih juga penulis sarnpaikan kepada seluruh pernberdaya dari
PT Riau Andalan Pulp and Paper, terutama Bapak Amru Mahalli dan Bapak
Syamsurya, serta Bapak Kholis, Bapak Mus Syafran dan lbu Neneng dari Cecom
yang telah memberikan izin dan bantuan dalam proses penelitian ini.
Akhirnya penulis rnengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada
Bapak dan lbu, seluruh keluarga, khususnya kepada suami dan anak tercinta
yang telah rnemberikan do'a, dukungan dan pengorbanannya. Demikian juga
terima kasih yang sedalarn-dalamnya kepada rekan-rekan seangkatan yang
telah banyak membantu dan bekerjasama selama menjalani rnasa studi, serta
kepada semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu, sernoga bantuan
dan amal baik yang telah diberikan mendapat Ridlo Allah SWT. Pada akhirnya,
penulis berharap semoga penelitian dapat memberikan rnanfaat yang besar bagi
semua pihak. Amin.
Bogor, Juni ZOO7
Dewi Rahayu
Penulis dilahirkan di Sedinginan, Riau, pada tanggal 4 Juni 1979. Penulis
adalah anak ketiga dari tujuh bersaudara dari keluarga Bapak Muhammad
Syukur dan lbu Nurbaya Kasim.
Tahun 1997, penulis lulus dari SMUN 2 Mandau, Duri, Riau, dan pada
tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui Undangan Seleksi Masuk IPB
(USMI) dan tercatat sebagai rnahasiswa pada jurusan Gizi Masyarakat dan
Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian. Penulis rnenyelesaikan pendidikan
sarjana tahun 2002.
Pada tahun 2001-2002, penulis pemah bekerja di lembaga training
"Salamaisya Expert", tahun 2002-2003 menjadi pengajar di PGTK Tarbiyatun
Nisaa'. Selanjutnya, kesempatan untuk melanjutkan ke program magister pada
program studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga IPB diperoleh pada
tahun 2003.
DAFTAR IS1
Halaman
DAFTAR TABEL ........................................................................................... xv
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xiiiv
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xix
PENDAHULUAN
Latar Belakang .................................................................................. I
Perumusan Masalah ................................ 6
. .
Tujuan Penel~t~an ................................................... 7
. .
Kegunaan Penel~tran ................................... 7
TINJAUAN PUSTAKA
Ketahanan Pangan ............................................................................ 8
Definisi dan Konsep Ketahanan Pangan .................................... 8
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ketahanan Pangan Rumah
Tangga ......................................................... ....................... . . . 16
Besar Rumah Tangga ........................................................... 16
Pendidikan Ibu Rumah Tangga ............................................ 17
Pengetahuan Gui Ibu Rumah Tangga ................................... 17
Pendapatan Rumah Tangga ................................................ 18
lndikator dan Pengukuran Ketahanan Pangan Rumah Tangga ... 19
Pengukuran Ketahanan Pangan Rumah Tangga
dengan Metode Skala Ketahanan Pangan ............................. 20
Pengukuran Ketahanan Pangan Rumah Tangga dengan
Metode Skor Keragaman Pangan ....................................... 24
Pemberdayaan Masyarakat ............................................................... 25
Konsep Pemberdayaan Masyarakat dan Strategi dalam
Pembangunan Sosial 25
Pemberdayaan Masyarakat Sebagai Wujud Corporate Social
. ..
Respons~b~lrty ......................................................................... 28
Program Pemberdayaan Masyarakat oleh Perusahaan
dan Pembangunan Ketahanan Pangan Rumah Tangga ............. 36
KERANGKA PEMlKlRAN ........................................................................... 47
METODE PENELlTlAN
Disain. Waktu dan Tempat ................................................................
50
Unit penelitian ................................................................................... 50
. .
Tahapan penel~t~an ............................................................................ 51
Jenis dan Cara Pengumpulan Data ................................................... 51
Pengolahan dan Analisis Data ......................................................... 56
HASlL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Urnum Lokasi Penelitian ..................................................... 57
Keadaan Umum Desa Banjar Benai ........................................ 57
Keadaan Umum Desa Koto Benai ................................................ 58
Karakteristik Kebijakan Program Pemberdayaan Masyarakat
dalam Kaitannya dengan Upaya Peningkatan
................................................... Ketahanan Pangan Rumah Tangga 59
lntegrasi Program Pemberdayaan Masyarakat
dalam Kebijakan Perusahaan ..................................................... 59
Potensi Dampak Program Pemberdayaan Masyarakat
Dalam Kaitannya dengan Upaya Peningkatan
............................................ Ketahanan Pangan Rumah Tangga 66
Sistem Pertanian Terpadu ................................................ 69
Program Sosial dan Infrastruktur .................................... 71
Pelatihan Kejuruan dan Pengembangan
Usaha Kecil dan Menengah ................................................... 74
Pelaksanaan dan Peran Program Pemberdayaan Masyarakat
dalam Kaitannya dengan Upaya Peningkatan Ketahanan
Pangan Rumah Tangga ..................................................................... 76
Pelaksanaan Program Pemberdayaan Masyarakat ..................... 76
Sistem Pertanian Terpadu ................................................... 81
Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah ....................... 88
Peran Program Pemberdayaan Masyarakat dalam
Kaitannya dengan Upaya Peningkatan Ketahanan
Pangan Rumah Tangga ............................................................. 92
Karakteristik Rumah Tangga Sasaran ............................... 92
Ketahanan Pangan Rumah Tangga ................................... 96
Hubungan Besar Rumah Tangga. Pendidikan Ibu.
Pengetahuan Gizi lbu dan Pendapatan Rumah Tangga
Dengan Ketahanan ........................................................... 100
Kontribusi Pendapatan dari Program terhadap
Ketahanan Pangan Rumah Tangga ................................. 104
Aspirasi Sasaran terhadap Program Pemberdayaan
Masyarakat dalam Kaitannya dengan Upaya Peningkatan
Ketahanan Pangan Rumah Tangg 109
Tingkat Kepuasan terhadap Program .......................................... 109
Sistem Pertanian Terpadu ............................................... 109
Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah .................... 110
Aspirasi dan Kebutuhan Sasaran ............................................. 111
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan ........................................................................................... 114
Saran ................................................................................................. 114
DAFTAR PUSTAKA ................... . 116
LAMPIRAN ................................................................................................... 123
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Pemanfaatan dana sosial perusahaan tahun 2001 ...................................... 33
2 Paradigma pelaksanaan pemberdayaan masyarakat
oleh perusahaan ......................................................................................... 33
3 Evaluasi keberhasilan program pemberdayaan masyarakat ........................ 35
4 Data yang dikumpulkan, metode pengukuranlanalisis.
parameter dan sumber perolehan data ........................................................ 55
5 kebijakan PPMR .......................................................................................... 59
6 lntegrasi program pemberdayaan masyarakat dalam kebijakan
perusahaan .................................................................................................. 61
7 Pengeluaran aktual PPMR 1999-2005 ......................................................... 64
8 Besaran dana sumbangan tanggung jawab sosial perusahaan
berdasarkan jenis perusahaan ..................................................................... 65
9 Kelebihan dan kekurangan pendekatan self managing dan out sourching ... 65
10 Tujuan dan sasaran serta potensi dampak program PPMR dalam
kaitannya dengan upaya peningkatan ketahanan pangan rumah tangga ..... 67
11 Pelaksanaan program PPMR di Desa Banjar Benai ..................................... 77
12 Pelaksanaan program PPMR di Desa Koto Benai ........................................ 77
13 Sasaran dan waktu pelaksanaan program PPMR ........................................ 79
14 Input dan sumber input yang penting bagi sistem pertanian terpadu ........... 81
15 Tahapan kemandirian sasaran di Desa Banjar Benai
dan Desa Koto Benai ................................................................................... 82
16 Sebaran sasaran program sistem pertanian terpadu menurut
status keaktiian ............................................................................................ 64
17 Fluktuasi harga karet tahun 2000-2006 ........................................................ 85
18 Peran pokok Community Development Officier (CDO) ................................. 87
19 Jenis usaha, besar bantuan dan bentuk bantuan yang diperoleh
sasaran PUKM ............................................................................................. 89
20 Sasaran PUKM yang tidak berhasil membuka usaha
dan bantuan yang pemah diperoleh berdasarkan jenis
pelatihan kejuruan yang diikuti ..................................................................... 89
21 Sebaran rumah tangga berdasarkan besar rumah tangga ........................... 93
.................................... 22 Sebaran rumah tangga berdasarkan pendidikan ibu 93
23 Sebaran rumah tangga berdasarkan pengetahuan gizi ibu .......................... 93
24 Sebaran rumah tangga berdasarkan pertanyaan tentang
. . .
pengetahuan g ~ z ~ ~bu .................................................................................... 94
25 Sebaran rumah tangga berdasarkan pendapatan bukan program ............... 95
26 Sebaran rumah tangga berdasarkan pendapatan dari program ................... 95
27 Sebaran rumah tangga berdasarkan pendapatan total ................................ 96
28 Sebaran rumah tangga berdasarkan batas kemiskinan ................................ 96
29 Sebaran rumah tangga berdasarkan ketahanan pangan rumah
tangga sebelum dan sebelum menerima program SPT ............................... 97
30 Sebaran rumah tangga berdasarkan ketahanan pangan rumah
tangga sebelum dan setelah menerima program PUKM .............................. 97
31 Sebaran keseluruhan rumah tangga berdasarkan kejadian tidak tahan
pangan sebelum menerima program ........................................................... 98
32 Sebaran keseluruhan rumah tangga berdasarkan kejadian tidak tahan
pangan setelah menerima program ............................................................. 99
33 Sebaran rumah tangga berdasarkan besar rumah tangga
dan ketahanan pangan rumah tangga .................................................... 101
34 Sebaran rumah tangga berdasarkan pendidikan ibu rumah tangga
dan ketahanan pangan rumah tangga ....................................................... 102
35 Sebaran rumah tangga berdasarkan pengetahuan gizi
ibu rumah tangga dan ketahanan pangan rumah tangga ........................... 103
36 Sebaran rumah tangga berdasarkan pendapatan rumah
tangga dan ketahanan pangan rumah tangga ....................................... 104
37 Sebaran rumah tangga berdasarkan kontribusi pendapatan
program terhadap pendapatan total ........................................................... 105
38 Sebaran rumah tangga menurut kontribusi pendapatan dari
program SPT dan ketahanan pangan rumah tangga sebelum
. .
meng~kut~ program ..................................................................................... 106
39 Sebaran rumah tangga menurut kontribusi pendapatan
dari program SPT dan ketahanan pangan rumah tangga
setelah mengikuti program ......................................................................... 107
40 Sebaran rumah tangga menurut kontribusi pendapatan dari
program PUKM dan ketahanan pangan sebelum
. .
meng~kut~ program ..................................................................................... 108
41 Sebaran rumah tangga menurut kontribusi pendapatan dari
program PUKM dan ketahanan pangan
. .
setelah rnenglkut~ program ......................................................................... 108
42 Tingkat kepuasan sasaran terhadap program SPT .................................... 110
43 Tingkat kepuasan sasaran terhadap program PUKM ................................. 110
44 Aspirasi dan pelaksanaan aspirasi sasaran ......................................... 112
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Kerangka konsep ketahanan pangan menurut USAID ................................. 10
2 Sistem ketahanan pangan menurut Dewan Ketahanan Pangan (2006) ....... 11
3 Kemiskinan dan tidak tahan pangan-lingkaran setan ................................... 14
4 Perubahan paradigma perusahaan dalam mewujudkan corporate
Citizenship .................................................................................................... 29
5 Kerangka pikir pemberdayaan masyarakat dan sistem ketahanan
............ pangan untuk mewujudkan Desa Mandiri Pangan (DESA MAPAN) 37
6 Komponen program ..................................................................................... 45
7 Kerangka pemikiran analisis program pemberdayaan masyarakat
PT Riau Andalan Pulp and Paper dalam kaitannya dengan
upaya peningkatan ketahanan pangan rumah tangga .................................. 49
8 Gratik tren total pengeluaran aktual PPMR 1999-2005 .............................. 64
9 Skema Sistem Pertanian Terpadu (SPT) ..................................................... 69
10 Komponen program sistem pertanian terpadu ............................................. 70
11 Komponen program kesehatan .................................................................... 72
12 Komponen program pendidikan ................................................................... 73
13 Komponen program infrastruktur .................................................................. 74
14 Komponen program PUKM .......................................................................... 76
15 Alur dan tahapan pemberdayaan mitra PPMR ............................................. 80
16 Grafik kemandirian sasaran di Desa Banjar Benai dan
Desa Koto Benai .......................................................................................... 82
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1 a Kebijakan Umum Ketahanan pangan 2006-2009 .................................. 123
b lntegrasi program pemberdayaan rnasyarakat dalam kebijakan
Perusahaan .......................................................................................... 124
2 Skala ketahanan pangan rumah tangga sasaran SPT dan PUKM ............ 126
3 Pendapatan dan kontribusi pendapatan program SPT terhadap
pendapatan total rumah tangga ................................................................ 127
4 Pendapatan dan kontribusi pendapatan program PUKM terhadap
pendapatan total rumah tangga ............................................................... 127
PENDAHULUAN
Latar belakang
Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VII tahun 2000 bidang pertanian
dan ketahanan pangan merekomendasikan perlunya reorientasi kebijakan
ketahanan pangan dengan mernpertirnbangkan ernpat dimensi utama yaitu:
ketersediaan, aksesibilitas, resiko pangan (vulnerability) dan berkelanjutan
(sustainability). Pengentasan kemiskinan dipandang sebagai bagian penting
rnewujudkan ketahanan pangan untuk meningkatkan aksesibilitas terhadap
pangan dan keberlanjutannya. Hal ini sejalan dengan definisi kemiskinan oleh
BPS (2003) yaitu kondisi dimana individu tidak mampu memenuhi kebutuhan
dasar minirnalnya secara layak (termasuk kebutuhan konsumsi pangan).
Adapun jumlah jumlah penduduk miskin di lndonesia tahun 2003 sekitar 37,3 juta
jiwa (17,4%).
Kerniskinan dapat dipandang sebagai salah satu faktor penting yang
menyebabkan rendahhya ketahanan pangan rumah tangga. Situasi rendahnya
ketahanan pangan rurnah tangga di lndonesia ditunjukkan oleh data (1) jurnlah
penduduk rawan pangan yang mengkonsumsi kurang 90% dari konsumsi yang
direkomendasikan sebesar 2000kkaVkap/hari masih cukup besar yaitu 52,33 juta
jiwa pada tanun 2002. Sebanyak 15,48 juta jiwa diantaranya merupakan
penduduk sangat rawan yaitu rnengkonsurnsi kurang dari 70% dari konsurnsi
yang direkornendasikan: (2) rnasih besamya jumlah balia kurang gizi yaitu 5,02
juta pada tahun 2002 dan 5,12 juta pada tahun 2003 (Dewan Ketahanan
Pangan, 2006).
Propinsi Riau, merupakan salah satu propinsi yang rnemiliki jumlah
penduduk rniskin cukup besar yaitu sekitar 13,5296 (BPS, 2003). Selanjutnya
data dari Badan Ketahanan Pangan propinsi Riau (2004) diperoleh informasi
bahwa sebanyak 1.315.359 jiwa (24,7%) penduduk Riau rnerupakan sangat
rawan pangan, dan 2.612.233 jiwa (49,21%) merupakan penduduk berpotensi
rawan pangan.
Kerniskinan dapat rnenyebabkan terjadinya ketidaktahanan pangan,
sebaliknya, tidak tahan pangan juga dapat memicu terjadinya kerniskinan.
Fenomena ini membentuk sebuah lingkaran setan kerniskinan. Kemiskinan
menyebabkan tidak tahan pangan karena adanya akses yang sangat terbatas
terhadap pangan yang layak untuk dikonsurnsi. Dernikian juga tidak tahan
pangan menyebabkan rendahnya produktivitas yang berakibat pada rendahnya
pendapatan (Andersen, 1982 diacu dari Haddad, Lawrence, Frankenberger,
2003).
Seriusnya dampak kemiskinan telah menyebabkan persoalan kemiskinan
ini menjadi perhatian dunia seiring adanya komitmen untuk mengatasi persoalan
tersebut pada World Summit for Social Development di Kopenhagen tahun
1995. Komitmen ini selanjutnya menjadi awal dari deklarasi PBB sebagai
Millenium Development Goals (MDGs) pada tahun 1999 yang berisi 8 program
tujuan dan dirinci ke dalam 18 target (Saragih, 2005). Persoalan dalam
mengurangi kemiskinan dan kelaparan menjadi perhatian yang sangat penting
terbukti dengan ditetapkan sebagai tujuan pertama dalam MDGs. Adapun target
yang diharapkan dapat dicapai dalam ha1 ini adalah (1) menurunkan proporsi
penduduk yang pendapatannya kurang dari 1 Dollar AS per hari tahun 1990
menjadi setengahnya pada tahun 2015; (2) menurunkan proporsi penduduk yang
menderita kelaparan tahun 1990 menjadi setengahnya pada tahun 2015.
Menindaklanjuti ha1 itu, Indonesia telah melakukan langkah besar dalam
upaya mewujudkan tujuan MDGs terutama dalam upaya mengatasi kemiskinan
dengan membentuk Komite Penanggulangan Kemiskinan pada 7 Desember
2001 melalui Keputusan Presiden No.124 tahun 2001 yang diikuti dengan
Keputusan Presiden No.8 tahun 2002. Kerja keras komite ini telah menghasilkan
Strategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan (SNPK) pada tahun 2004. SNPK
menurut Komite Penanggulangan Kemiskinan (2004) merupakan cara-cara dan
tahapan sistematis yang harus ditempuh dan dijalankan oleh pemerintah,
swasta, masyarakat, dan berbagai pihak dalam upaya mendorong gerakan
nasional penanggulangan kemiskinan.
Secara mendasar, penanggulangan kemiskinan dilakukan dengan
mengedepankan pendekatan berbasis hak (right based approach). Pendekatan
ini mengatur kewajiban negara, yakni pemerintah, DPR, DPD, TNllPOLRl dan
lembaga tinggi negara lainnya untuk menghormati, melindungi, dan memenuhi
hak-hak dasar masyarakat miskin secara bertahap dan progresif. Salah satu
hak dasar masyarakat yang hams dipenuhi dalarn upaya menanggulangi
kemiskinan adalah hak dasar terhadap pangan yang mencukupi dan memenuhi
persyaratan gizi. Menghadapi persoalan ini maka pemerintah telah membuat
kebijakan yang akan ditempuh dalam jangka panjang sebagaimana tertuang
dalam SNPK yang dipertegas dalam Kebijakan Umum Ketahanan Pangan
(KUKP) 2006-2009.
Upaya pemenuhan hak dasar pangan sebagaimana tertuang dalam
SNPK pada hakekatnya bertujuan memenuhi kecukupan pangan yang bermutu
dan terjangkau serta meningkatkan status gizi masyarakat miskin terutama ibu,
bayi dan anak balita. Adapun kebijakan yang dilakukan untuk menghormati,
melindungi dan memenuhi hak atas pangan berdasarkan SNPK adalah:
1. Meningkatkan produksi dan distribusi pangan secara merata.
2. Meningkatkan ketahanan pangan lokal.
3. Meningkatkan pendapatan petani lokal.
4. Meningkatkan pengetahuan masyarakat miskin tentang diversivikasi pangan
yang berrnutu tanpa diskriminasi gender.
5. Meningkatkan sistem kewaspadaan dini pangan dan gizi.
Kebijakan lain yang lebih mempertegas upaya untuk mewujudkan
ketahanan pangan tertuang dalam KUKP 2006-2009 yang mencakup kebijakan
pada aspek ketersediaan, konsumsi dan distribusi, yaitu (Dewan Ketahanan
Pangan, 2006):
a Ketersediaan
1 Meningkatkan kualitas sumberdaya alam dan lingkungan
2 Meningkatkan produksi pangan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri
3 Mengembangkan infrastruktur pertanian dan pedesaan
4 Mengembangkan kemarnpuan pengelolaan cadangan pemerintah dan
masyarakat
b Distribusi
1 Meningkatkan sarana dan prasarana untuk efisiensi distribusi dan
perdagangan pangan
2 Mengurangi danlatau menghilangkan perda yang menghambat distribusi
pangan
3 Mengembangkan kelembagaan dan sarana fisik pengolahan dan
pemasaran di pedesaan
4 Menyusun kebijakan harga pangan
c Konsumsi
1 Meningkatkan kemampuan akses pangan rumah tangga sesuai
kebutuhan jumlah, mutu, keamanan, dan gizi seimbang
2 Mendorong, mengembangkan dan memfasilitasi peran serta masyarakat
dalam memenuhi hak atas pangan khususnya bagi kelompok kurang
mampu
3 Meningkatkan efisiensi dan efektifitas inte~ensi bantuan pangan dan
pangan bersubsidi kepada golongan masyarakat rawan pangan
4 Mempercepat proses divesifikasi pangan ke arah konsumsi yang
beragam dan bergizi seimbang
Dalam pemenuhan hak dasar rakyat, pemerintah dapat melakukan
kerjasama dengan berbagai pihak baik swasta (pelaku usaha), pemerintah
negara lain dan lembaga internasional. Kerjasama ini dilakukan berkaitan
dengan keterbatasan kemampuan dan sumberdaya negara. Namun demikian,
berbagai pihak tersebut harus dipastikan untuk melaksanakan kewajiban yang
melengkapi kewajiban negara dengan berupaya untuk menghonati, melindungi,
dan memenuhi hak dasar masyarakat miskin atas dasar prinsip tanpa
diskriminasi (Komite Penanggulangan Kemiskinan, 2004).
Kerjasama dan koordinasi dalam upaya mengatasi persoalan pangan
untuk mewujudkan ketahanan pangan dapat dilakukan oleh pemerintah bersama
dengan perusahaan selaku Non Govement Organizations [NGOs]).
Sebagaimana diketahui, perusahaan merupakan instiusi non pemerintah yang
menjalankan aktivitas bisnis di tengah masyarakat dengan memanfaatkan
sumberdaya yang ada di tengah masyarakat tersebut. Berdasarkan konsep
sustainable dalam 'The Convention on Biological Divemity (CBD), sebagai salah
satu kesepakatan utama yang dihasilkan dari '1992 Rio Summit', ditekankan tiga
dimensi sustainable yaitu sustainable business, sustainable finance, sustainable
development. Berdasarkan konsep tersebut, setiap perusahaan harus memiliki
performa lingkungan dan sosial yang baik. Performa ini dapat diwujudkan
melalui Corporate Social Responsibility (CSR) (Abbot et al., 2002). Hal ini
semakin ditekankan melalui World Summit on Sustuinable Development
(WSSD) di Johannesburg, Afrika Selatan, 2002 yang menghasilkan kesepakatan
pentingnya CSR dalam upaya menghadapi 3 isu penting yaitu pengentasan
kemiskinan, lingkungan hidup, dan peningkatan perekonomian. Lebih jauh
ditekankan dalam pertemuan tersebut bahwa diperlukan sebuah aktivitas tri-
sector partnership untuk mengatasi persoalan kemiskinan, lingkungan hidup, dan
peningkatan perekonomian yaitu kemitraan antara pemerintah, perusahaan,
masyarakat/komunitas dan LSM (Supriatno, 2005).
Program-program CSR dimasyarakat dapat diwujudkan dalam bentuk
program Community Development atau yang dikenal sebagai program
pemberdayaan rnasyarakat. Terkait dengan petwujudan ketahanan pangan
sebagai pernenuhan hak dasar atas pangan maka sudah selayaknya
perusahaan atau pelaku usaha berberan selaku bagian dari masyarakat. Peran
dalam ha1 ini, dapat dapat diawali dan dibuktikan dengan mengintegrasikan
kebijakan pemenuhan hak dasar atas pangan yang serta kebijakan umum
ketahanan pangan ke dalam program pemberdayaan masyarakatnya. Dengan
demikian diharapkan dukungan dan kejasama antara pemerintah, perusahaan
(pelaku usaha), elemen masyarakat lainnya, serta lembaga luar negeri dapat
mengurangi kerniskinan dan kelaparan tepat pada waktunya.
Salah satu perusahaan yang diketahui memberikan perhatian secara
serius terhadap kegiatan pemberdayaan masyarakat adalah PT Riau Andalan
Pulp and Paper. Hal ini diketahui dari berbagai program yang ditujukan kepada
masyarakat sekitar perusahaan. Keseriusan PT Riau Andalan Pulp and Paper
ini mendapat pengakuan dari berbagai kalangan terbukti dengan terpilihnya ia
sebagai finalis dalam anugrah CSR Award 2005 dan mendapatkan penghargaan
Bidang Sosial.
Keseriusan PT Riau Andalan Pulp and Paper untuk turut membangun
masyarakat sekitarnya dilatarbelakangi oleh sebuah kesadaran bahwa
perusahaan ini merupakan salah satu perusahaan manufacturing (pabrik).
tepatnya pabrik yang menghasilkan pulp dan kertas dengan skala cukup besar
yaitu masing-masing dengan kapasitas produksi 2.000.000 tonhahun dan
350.000 tonltahun (Riaupulp, 2006). Perusahaan dengan jenis usaha seperti ini
sangat berpotensi mempengaruhi masyarakat sekitarnya karena adanya
pemanfaatan sumberdaya alam dan dampak dari adanya aktiftas pabrik.
Aktifitas PT Riau Andalan Pulp and Paper melibatkan 311 desa yang
terkait langsung dengan kegiatan perusahaan dan berada di ring satu operasi
perusahaan, tersebar di 44 kecamatan dalam 4 kabupaten dan 1 kotamadya.
Dampak yang dihasilkan antara lain penurunan daya dukung lingkungan,
pencemaran, terganggunya aktiftas perekonomian masyarakat sekitar. Hal
inilah yang menjadi tantangan bagi PT Riau Andalan Pulp and Paper dalam
mewujudkan performa lingkungan yang baik (Program Pemberdayaan
Masyarakat Riau [PPMR] Riaupulp. 2005). Terlebih lagi, PT Riau Andalan Pulp
and Paper beroperasi di propinsi Riau yang terkenal kaya sumberdaya alam
narnun pada kenyataannya memiliki penduduk miskin cukup besar yaitu 13,52%
(BPS, 2003). Sebagaimana tertuang dalam Strategi Nasional Penanggulangan
Kemiskinan tahun 2004 ditekankan pentingnya peran perusahaan dalam upaya
pellanggulangan kemiskinan, sehingga fakta perusahaan ini dan hubungannya
dengan persoalan daerah dirasakan sangat penting untuk dikaji.
Perurnusan Masalah
Pewujudan CSR melalui program pemberdayaan masyarakat bertujuan
untuk menciptakan dampak positif bagi masyarakat ketika perusahaan mencapai
kesuksesan dalam bisnis. Pelaksanaan pemberdayaan masyarakat menuntut
adanya kolaborasi kepentingan bersama antara perusahaan dengan masyarakat
sekitarnya berdasarkan prinsip partisipatif, produktivitas dan keberlanjutan.
Kemiskinan dan kerawanan pangan di masyarakat diyakini merupakan
salah satu persoalan besar saat ini. Gejala penting yang menunjukkan
persoalan kemiskinan dan rawan pangan ini adalah banyaknya rumah tangga
yang tidak mampu memenuhi kebutuhan pangan dan kejadian gizi buruk
terutama dikalangan anak-anak. Tentu saja, masyarakat yang menghadapi
persoalan ini memerlukan bantuan berusahaan yang melakukan aktivitas bisnis
di dekat mereka melalui berbagai bentuk program pemberdayaan masyarakat.
Keterlibatan perusahaan dalam menanggulangi kemiskinan dan rawan
pangan sudah saatnya menjadi perhatian khusus terutama bagi perusahaan itu
sendiri. Sebagaimana diketahui, pemerintah memiliki harapan tertentu terhadap
perusahaan dalam penanggulangan kemiskinan sebagaimana tertuang dalam
SNPK. Oleh karena itu penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
dan penjelasan tentang :
1 Bagaimana karakteristik kebijakan pemberdayaan masyarakat yang
dilakukan perusahaan dalam kaitannya dengan upaya peningkatan
ketahanan pangan rumah tangga?
2 Bagaimana kondisi aktual pelaksanaan dan peran program pemberdayaan
masyarakat yang dilakukan perusahaan dalam kaitannya dengan upaya
peningkatan ketahanan pangan rumah tangga sasaran?
3 Bagaimana aspirasi (kebutuhan) masyarakat sasaran dalam kaitannya
dengan program pemberdayaan masyarakat untuk peningkatan ketahanan
pangan rumah tangga?
Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk menganalisis program
pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh perusahaan dalam kaitannya
dengan upaya peningkatan ketahanan pangan ~ m a h tangga.
Tujuan Khusus
Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk:
1 Mempelajari karakteristik kebijakan pemberdayaan masyarakat yang
dilakukan perusahaan dalam kaitannya dengan upaya peningkatan
ketahanan pangan rumah tangga sasaran.
2 Menganalisis pelaksanaan dan peran program pemberdayaan masyarakat
yang dilakukan perusahaan dalam kaitannya dengan upaya peningkatan
ketahanan pangan rumah tangga sasaran.
3 Mengetahui aspirasi atau kebutuhan masyarakat sasaran dalam kaitannya
dengan program pemberdayaan masyarakat untuk peningkatan ketahanan
pangan rumah tangga sasaran.
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan berkontribusi dalam pengembangan ilmu
pengetahuan terutama tentang ketahanan pangan rumah tangga dan
pengukurannya, serta praktek pemberdayaan masyarakat yang banyak
dikembangkan dan dipraktekkan oleh berbagai pihak baik oleh perguruan tinggi,
pemerintah, lembaga swadaya masyarakat maupun oleh perusahaan. Berbagai
temuan dalam penelitian ini diharapkan dapat memperkaya praktek atau bentuk-
bentuk program pemberdayaan masyarakat dan menjadi pertimbangan dalam
pengembangan program pemberdayaan masyarakat, khususnya program
pemberdayaan masyarakat yang dapat memberikan dampak positif terhadap
peningkatan ketahanan pangan rumah tangga. Hasil penelitian ini juga
diharapkan menjadi motivasi bagi peneliti lain untuk menelli lebih jauh tentang
berbagai program pemberdayaan masyarakat yang berperan dalam peningkatan
ketahanan pangan rumah tangga.
TINJAUAN PUSTAKA
Ketahanan Pangan
Definisi dan Konsep Ketahanan Pangan
lstilah ketahanan pangan dikenal dan menjadi sangat penting pada tahun
1970-an ketika tejadi krisis penyediaan serealia di pasar intemasional. Sejak
saat itu kajian tentang ketahanan pangan mulai diperbincangkan dalam berbagai
forum (Foster, 1992). Lebih ditekankan lagi oleh Maxwell dan Frankenberger
(1992) bahwa perhatian kepada masalah ketahanan pangan pasca krisis pangan
tahun 1972-1974 ditindaklanjuti dengan lahirnya sebuah pengakuan bahwa hak
terhadap pangan merupakan elemen penting standar kecukupan untuk hidup.
Pada awal perkembangannya, konsep ketahanan pangan mengacu pada
kemampuan negara menghasilkan dan atau mendapatkan pangan yang cukup
untuk kebutuhan populasinya. Namun saat ini aplikasi ketahanan pangan lebih
kepada rumah tangga dan individu di dalamnya.
Pada tahun 1970-an isu ketahanan pangan sebagaimana disebutkan
sebelumnya mengacu pada analisa pangan ditingkat nasional. Adapun
penekanannya adalah penyediaan pangan di tingkat nasional yang diukur
dengan menggunakan food balance sheets untuk menentukan status ketahanan
pangan suatu negara. Hingga pada tahun 1980-an ditemukan fakta bahwa
ketersediaan pangan di tingkat nasional tidak menjamin bahwa wilayah di
dalamnya dan terutama rumah tangga memiliki akses yang cukup terhadap
pangan. Diemukannya kelemahan konsep ketahanan pangan nasional telah
melahirkan konsep ketahanan pangan yang baru yaitu ketahanan pangan tingkat
rumah tangga (WFP, 1998). Selanjutnya, Arifin (2004), menyatakan bahwa
ketahanan pangan rumah tangga terutama di tingkat pedesaan merupakan basis
dari konsep ketahanan pangan nasional. Demikian pula, ketahanan pangan
rumah tangga merupakan prakondisi yang sangat penting untuk memupuk
ketahanan pangan tingkat nasional dan regional.
Banyak definisi yang muncul tentang ketahanan pangan namun pada
dasarnya semua itu tidaklah bertentangan bahkan dapat saling mendukung.
Peraturan pemerintah RI no 68 tahun 2002 tentang ketahanan pangan
mendefinisikan ketahanan pangan sebagai kondisi terpenuhinya pangan bagi
rumah tangga yang tercerrnin dari tersedianya pangan yang cukup baik jumlah
maupun mutunya, aman, merata dan tejangkau. Maxwell, 1990 diacu dalam
Braun et a/., 1992 menyatakan bahwa ketahanan pangan secara mendasar
didefinisikan sebagai akses bagi semua orang pada setiap waktu terhadap
kebutuhan pangan agar hidup sehat. Makna yang terkandung dalam definisi
Maxwell menegaskan bahwa konsep ketahanan pangan menunjukkan resiko
orang-orang yang tidak memiliki akses terhadap pangan yang mencukupi.
Resiko ini dapat ditimbulkan misalnya dari produksi pangan maupun pendapatan.
USAlD di dalam "USAID Policy Paper, Februari 1995, mendefinisikan
ketahanan pangan sebagai keadaan dimana semua orang pada setiap waktu
memiliki akses fisik dan ekonomi terhadap pangan yang cukup untuk memenuhi
kebutuhan konsumsinya agar dapat hidup produktif dan sehat. Berdasarkan
definisi USAlD ini maka terdapat poin-poin penting dalam ketahanan pangan
yaitu (WFP, 1998 ; Riely et a/., 1999):
a Ketersediaan pangan (food availability) akan dicapai apabila sejumlah
pangan yang cukup tersedia secara konsisten bagi semua individu di dalam
sebuah negara. Pangan dapat dipenuhi melalui produksi rumah tangga,
output domestik lainnya, impor, atau bantuan pangan.
b Akses pangan (food access) terjamin apabila rumah tangga dan individu di
dalarnnya mamiliki sumberdaya yang cukup untuk mendapatkan pangan
yang tepat untuk konsumsi yang bergizi. Akses tergantung pada pendapatan
rumah tangga, distribusi pendapatan di dalam rumah tangga dan harga
pangan.
c Utilisasi pangan (food utilization) adalah penggunaan sifat biologi yang
dimiliki pangan, kebutuhan akan konsumsi yang memberikan energi dan zat
gizi esensial, air yang sehat dan sanitasi yang baik. Utilisasi pangan yang
efektii tergantung pada pengetahuan tentang penyimpanan pangan dan
tekhnik proses pangan, prinsip dasar gizi dan pengasuhan anak yang baik
serta cara mengatasi penyakit.
Ketersediaan pangan adalah fungsi dari kombinasi stok pangan domestik,
impor, bantuan pangan dan produksi pangan domestik. Akses pangan
dipengaruhi oleh ketersediaan pangan yang sampai di pasar dan harga pasar.
Selanjutnya digambarkan bahwa akses ditentukan oleh kemampuan rumah
tangga memperoleh pangan dari produksi sendiri, cadangan, membeli dari pasar,
dan dari sumber-sumber lain. Faktor-faktor ini pada gilirannya ditentukan oleh
sokongan sumberdaya rumah tangga yang menegaskan adanya sekumpulan
aktivitas produktii yang dapat rnereka lakukan dalarn rnernenuhi pendapatan dan
tujuan ketahanan pangan mereka. Adapun utilisasi pangan direfleksikan
dengan status gizi individu, ditentukan oleh kuantitas dan kualitas asupan
makanan, praktek pemberian makan dan pengasuhan secara umum serta status
kesehatan serta deterrninan-determinannya. Pengasuhan dan praktek
pemberian makan yang kurang baik, kurang akses atau rendahnya kualias
pelayanan kesehatan juga merupakan detemlinan utama kesehatan dan gizi
yang buruk. Gambar 1 menampilkan kerangka ketahanan pangan menurut
USAID.
Gambar 1 Kerangka konsep ketahanan pangan menurut USAlD
-
Status Kesehatan
Pengetahuan.
P~k t e k Budaye. ~ ~ ~ k ~ ~ i pangan SosiaVlnfrastruktur
Alokasi Waktu dalam R~~~~
Produksi Pangan
Pemerintah, NGO.
komunbs, Bank
Stok. Impor,
Bantuan
Pangan
Hasil Pertanian, upah.
Pendapatan Lain
t
Sumberdaya
Manusia
Lingkungan Alam
Lingkungan Kebijakan
-
Lingkungan Sosial
Pada Gambar 1 dapat diketahui kerangka konsep ketahanan pangan
yang berfokus pada dimensi ketersediaan, akses, utilisasi dan hubungan antara
ketiganya, serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Selanjutnya WFP (1998)
menegaskan bahwa ketersediaan, akses dan utilisasi atau pemanfaatan pangan
merupakan tiga pilar ketahanan pangan rumah tangga dan seluruhnya dapat
mengalami 'guncangan' oleh berbagai faktor resiko seperti bencana alam,
adanya konflik dan perubahan kebijakan.
Dewan Ketahanan Pangan (2006) menyatakan bahwa ketahanan pangan
merupakan suatu sistem yang terdiri atas subsistem ketersediaan, distribusi dan
konsumsi. Kinerja dari masing-masing subsistem tersebut tercermin dalam ha1
stabilitas pasokan pangan, akses masyarakat serta pemanfaatan pangan (food
utilization) termasuk pengaturan menu dan distribusi pangan dalam keluarga.
Kinerja dari ketiga subsistem ketahanan pangan akan terlihat pada status gizi
masyarakat, yang dapat dideteksi dari status gizi anak balita (usia dibawah lima
tahun). Apabila salah satu atau lebih, dari ketiga subsistem tersebut tidak
berfungsi dengan baik, maka akan terjadi masalah kerawanan pangan yang akan
berdampak peningkatan kasus gizi kurang danlatau gizi buruk. Dalam kondisi
demikian, negara atau daerah dapat dikatakan belum marnpu mewujudkan
ketahanan pangan (Gambar 2).
Gambar 2 Sistem ketahanan pangan menurut Dewan Ketahanan Pangan (2006)
Berdasarkan sistem ketahanan pangan dari Dewan Ketahanan Pangan
(2006) dapat dijelaskan beberapa ha1 sebagai berikut:
a Subsistem ketersediaan pangan berfungsi menjamin pasokan pangan untuk
memenuhi kebutuhan seluruh penduduk, dari segi kuantitas, kualitas,
keragaman dan kearnanannya. Acuan kuantiiatii untuk ketersediaan pangan
adalah Angka Kecukupan Gizi (AKG) rekomendasi Widya Karya Pangan dan
Gizi Vlll tahun 2004, dalam satuan rata-rata perkapita perhari untuk energi
sebesar 2.200 Kilo kalori dan protein 57 gram. Angka tersebut merupakan
standar kebutuhan energi bagi setiap individu agar mampu menjalankan
aktivitas sehari-hari. Disamping itu juga terdapat acuan untuk menilai tingkat
keragaman ketersediaan pangan, yaitu Pola Pangan Harapan (PPH) dengan
skor 100 sebagai PPH yang ideal. Kinerja keragaman ketersediaan pangan
pada suatu waktu dapat dinilai dengan metoda PPH.
b Subsistem distribusi berfungsi mewujudkan sistem distribusi yang efektii dan
efisien sebagai prasyarat untuk menjamin agar seluruh rumah tangga dapat
memperoleh pangan dalam jumlah dan kualitas yang cukup sepanjang
waktu, dengan harga yang terjangkau. Bervariasinya kemampuan produksi
pangan antar wilayah dan antar musim menuntut kecermatan dalam
mengelola sistem distribusi sehingga pangan tersedia sepanjang waktu di
seluruh wilayah. Kinerja subsistem distribusi dipengaruhi oleh kondisi
prasarana dan sarana, kelembagaan dan peraturan perundangan. Stabilias
pasokan dan harga merupakan indikator penting yang menunjukkan kinerja
subsistem distribusi.
c Subsistem konsumsi berfungsi mengarahkan agar pola pemanfaatan pangan
secara nasional memenuhi kaidah mutu, keragaman, kandungan gizi,
keamanan dan kehalalan, disamping juga efisiensi yang mencegah
pemborosan. Subsistem ini juga mengarahkan agar pemanfaatan pangan
dalam tubuh (food utility) dapat optimal, dengan peningkatan kesadaran atas
pentingnya pola konsumsi beragam dengan gizi seimbang mencakup energi,
protein, vitamin dan mineral, pemeliharaan sanitasi dan higiene serta
pencegahan penyaki infeksi dalam lingkungan rumah tangga. Hal ini
dilakukan melalui pendidikan dan penyadaran masyarakat untuk
meningkatkan pengetahuan, kesadaran, dan kemauan menerapkan kaidah-
kaidah tersebut dalam pengelolaan konsumsinya. Kinerja subsistem ini
tercerrnin dalam pola konsumsi rnasyarakat di tingkat rumah tangga. Pola
konsumsi dalam rumah tangga dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain
kondisi ekonomi, sosial dan budaya setempat.
Terdapat masalah yang sangat mendasar dalam ketahanan pangan yaitu
keterjangkauan pangan oleh rumah tangga dan masalah kehandalan dan
keberlanjutan penyediaan pangan. Keterjangkauan pangan oleh keluarga
ditentukan oleh pendapatan dan tingkat harga pangan, sedangkan kehandalan
dan keberlanjutan penyediaan pangan ditentukan oleh kemampuan dan stabilitas
produksi pangan dalam negara dan kemampuan pembiayaan untuk menyimpan
serta keadaan penyediaan pangan di pasar internasional (Kaslyno, 2004).
Berdasarkan fakta yang telah dikemukakan sebelumnya maka dapat
disimpulkan banwa sebuah negara dan bangsa akan tahan pangan apabila
produksi, pasar, dan sistem sosial bekerja dengan baik sehingga kebutuhan
konsumsi pangan selalu terpenuhi. Ketersediaan pangan dan akses terhadap
pangan me~pakan dua penentu utama ketahanan pangan. Ketersediaan tidak
menjamin adanya akses; pangan bisa tersedia tetapi rurnah tangga kemungkinan
tidak memiliki akses terhadap pangan tersebut. Namun, adanya ketersediaan
pangan yang cukup ditingkat nasional dan lokal tetap merupakan sebuah kondisi
penting untuk mewujudkan ketahanan pangan ~ m a h tangga.
Pentingnya konsep ketahanan pangan tak dapat dipisahkan dari konsep
lain yaitu ketahanan gizi (nutrition security) yang didefinisikan sebagai jumlah
dan kombinasi yang tepat input-input antara lain pangan. gizi dan pelayanan
kesehatan, yang diperlukan untuk menjamin kehidupan yang aktif dan sehat
sepanjang waktu bagi semua orang. Meskipun ketahanan pangan penting,
namun semata-mata ketahanan pangan saja tidak cukup untuk mewujudkan
ketahanan gizi (Haddad, Kennedy dan Sullivan, 1994).
Keadaan dimana kondisi bertolak belakang dari keadaan tahan pangan
disebut dengan tidak tahan pangan atau rawan pangan. World Bank (1986)
dalam Braun et a/. (1992), membagi dua tipe kerawanan pangan rumah tangga
yaitu kronis dan transitori. Kerawanan pangan kronis adalah konsumsi makanan
yang tidak mencukupi secara berkepanjangan disebabkan ketidakmampuan
rumah tangga secara terus menerus untuk memperoleh pangan yang dibutuhkan
baik dengan cara pembelian maupun produksi. Rawan pangan kronis ini berakar
dari kemiskinan. Adapun rawan pangan transitori merupakan penurunan akses
rumah tangga terhadap kebutuhan pangan yang bersifat sementara. Hal ini
tejadi karena adanya faktor-faktor misalnya ketidakstabilan pada harga pangan,
produksi ataupun pendapatan.
Kondisi tidak tahan pangan secara sederhana digambarkan oleh
Hardinsyah dan Martianto (2001) sebagai kondisi pangan yang tidak terpenuhi
untuk hidup sehat, aktif dan produktif. Dalarn wujud nyata di masyarakat
tercermin dari harga-harga pangan yang tidak tejangkau, ketersediaan dan
konsumsi pangan yang tidak memadai, kelaparan, gizi kurang dan pada tingkat
yang lebih parah munculnya dan kematian. Hal ini juga dijelaskan dalam
lingkaran setan kemiskinan dan tidak tahan pangan (Garnbar 3).
Sumber : Andersen (1982) diaw dari Haddad. Lawrence. Frankenberger (2003)
Gambar 3 Kemiskinan dan tidak tahan pangan-lingkaran setan
Kondisi tidak tahan pangan memberikan darnpak yang serius bagi
individu, rumah tangga dan rnasyarakat, termasuk kepada ekonomi negara.
Tidak tahan pangan menyebabkan tejadinya keadaan dimana rumah tangga
atau individu tidak dapat rnengkonsumsi makanan yang cukup sehingga
kekurangan energi dan zat gizi lain yang dibutuhkan untuk aktivitas fisik dan
mental. Selanjutnya kekurangan gizi ini akan menyebabkan kekuatan dan daya
tahan melemah, vitalitas menurun dan rentan terhadap penyakit dan pada
akhimya angka kematianpun akan meningkat. Keadaan tidak tahan pangan
akan menghambat produktivitas masyarakat (baik dalam jangka pendek rnaupun
jangka panjang). Hal ini dapat terus berlanjut, karena ketidaktahanan pangan
akan rentan tejadi pada rumah tangga atau individu yang rnerniliki pendidikan
rendah dan pendapatan rendah. Kondisi akibat maupun penyebab
ketidaktahanan pangan yang erat kaitannya dengan kemiskinan digambarkan
sebagai lingkaran setan.
Menurut Bickel eta/., (2000), penelitian yang difokuskan pada ketahanan
pangan, tidak tahan pangarl dan kelaparan tingkat rumah tangga sudah mulai
berlangsung sejak akhir tah n 1980-an. Masing-masing keadaan didefinisikan
sebagai berikut:
b I
a Tahan pangan yaitu a setiap orang pada setiap waktu terhadap pangan
yang cukup agar bisa aktii dan sehat. Ketahanan pangan mencakup
(1) ketersediaan pang g cukup secara gizi dan aman; dan (2) adanya
jaminan kemampuan emperoleh pangan yang dapat diterima dengan
cara yang juga dap a secara sosial (misalnya tanpa mengambil
persediaan pangan a darurat, mencari makanan dalam sampah,
mencuri, atau bentu
b Tidak tahan panga mana terjadi keterbatasan atau
ketidakpastian aka ng menwkupi baik dari aspek
gizi maupun keam juga berarti keadaan dimana
terjadi keterbatas ampuan untuk memperoleh
pangan yang dap juga dapat diterima secara
sosial.
c Kelaparan yaitu u menyakitkan disebabkan
kekurangan asup i dan secara tidak langsung
akibat kekuranga
Ketidaktahanan pan an dalam pembahasan ketahanan pangan rumah
f
tangga merupakan keadaan ang yang dihasilkan dari keterbatasan sumberdaya
finansial, bukan karena diet dengan alasan tertentu atau karena tidak makan
karena kesibukan. Adapu 1 upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi
kerawanan pangan dan ke~adaran menurut Soekirman (1999/2000), antara lain:
1 Upaya bersifat langsun kepada sasaran, meliputi pelayanan dasar gizi,
i
kesehatan dan pendidika?
2 Upaya tidak langsung kepada sasaran, meliputi:
a Jaminan ketahanan pangan sehingga setiap keluarga dan penduduk
miskin terpenuhi hak asasinya yaitu hak untuk memperoleh makanan
yang cukup
b Memperluas kesempatan kerja untuk meningkatkan daya beli
c Membangun dan mengembangkan industri kecil dan menengah untuk
memberikan desempatan bagi penduduk miskin dalam meningkatkan
pendapatan melalui usaha produksi barang dan jasa
3 Upaya pemantauan status gizi masyarakat di tingkat keluarga dan individu
dari waktu ke waktu berupa kewaspadaan pangan dan gizi
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ketahanan Pangan Rumah Tangga
Hardinsyah dan Martianto (2001) menyatakan bahwa ada tiga faktor
utama yang mewujudkan ketahanan pangan yaitu (1)ketersediaan pangan yang
cukup, beragam dan bermutu; (2)daya beli pangan yang memadai;
(3)pengetahuan gizi masyarakat yang baik. Berdasarkan pemikiran tersebut ada
tiga ha1 utama yang perlu diperhatikan dalam masyarakat terutama keluarga,
yaitu (1)bagaimana menyediakan pangan yang cukup, beragam dan bermutu
bagi setiap keluarga; (2)bagaimana meningkatkan daya beli pangan bagi setiap
keluarga; (3)bagaimana cara memilih pangan yang berrnutu dan relati murah
untuk memenuhi kebutuhan gizi keluarga.
Faktor internal rumah tangga dipandang sangat berkaitan dengan
pemenuhan tiga ha1 yang disebutkan sebelumnya. Beberapa faktor internal
rumah tangga yang dianggap sangat penting dan akan diteliti antara lain besar
keluarga, pendidikan ibu rumah tangga, pengetahuan gui ibu rumah tangga dan
pendapatan rumah tangga.
Besar Rumah Tanqaa
Menurut Sediaoetama (1993) diacu dalam Harefa (2001), besar (ukuran)
rumah tangga memberikan kontribusi tersendiri dalam kaitannya dengan tingkat
atau status ketahan pangan. Hubungan antara jumlah anggota rumah tangga
dan kurang gizi sangat nyata terutama pada rumah tangga yang berpenghasilan
rendah. Dalam ha1 ini, pemenuhan kebutuhan pangan akan lebih mudah jika
yang diberi makan hanya sedikit. Dengan semakin bertambahnya jumlah
anggota rumah tangga maka pengaturan pengeluaran pangan sehari-hari relatif
semakin sulit. Hal ini menyebabkan kuantitas dan kualitas pangan yang dapat
diperoleh semakin tidak mencukupi untuk masing-masing anggota rumah tangga.
FA0 (198811989) sejak lama juga telah menyatakan adanya
kecenderungan bahwa anak-anak yang kurang gizi lebih sering terjadi pada
rumah tangga yang jumlah anggota rumah tangganya terlalu besar sedangkan
sumberdaya yang dimiliki terbatas. Anak-anak kurang gizi ini akan mengalami
pertumbuhan yang lambat dan selanjutnya dapat mengganggu perkembangan
mentalnya.
Pendidikan Ibu Rumah Tanqqa
Suatu ha1 yang perlu disadari bahwa peningkatan pendapatan rumah
tangga, meskipun sebenarnya berarti terjadi peningkatan akses terhadap
pangan, tidak selalu secara langsung dapat meningkatkan status gizi anggota
keluarga. Kondisi ini bisa terjadi disebabkan tambahan pendapatan dibelanjakan
untuk pangan rendah gizi atau dibelanjakan untuk selain pangan (Braun et a/.,
1992). Dalam ha1 ini, pengetahuan ibu yang erat kaitannya dengan pendidikan
ibu akan mempengaruhi perilaku dalam mengalokasikan pendapatan rumah
tangga.
Penelitian yang dilakukan IFPRl (2000) di negara berkembang
membuktikan bahwa peningkatan pendidikan wanita dalam rumah tangga (ibu)
berkontribusi sebesar 43% terhadap penurunan tingkat masalah gizi pada anak
dalam kukrun waktu 1970-1995. Angka ini jauh lebih tinggi dibanding kontribusi
peningkatan ketersediaan pangan yang hanya menyumbang 26% bagi
penurunan masalah gizi pada anak.
Astari (2006) dalam laporan penelitiannya menyatakan bahwa terdapat
hubungan positii yang bermakna antara tingkat pendidikan orang tua (ayah dan
ibu) dengan status gizi anak yang dinilai dari indeks berat badan menurut umur
(BBIU) dan panjang badan menurut umur (PBIU). Widjaja (1986) juga
menyatakan bahwa ibu yang berpendidikan tinggi cenderung lebih bersifat
terbuka terhadap hal-ha1 baru karena sering membaca artikel-artikel maupun
pemberitaan dari berbagai media sehingga pengetahuan ibu tentang anak
semakin baik.
Penaetahuan Gizi Ibu Rumah Tanqqa
Pengetahuan gizi memang sangat penting karena ilmu gizi memberikan
pemahaman yang penting sehingga masyarakat dapat belajar menggunakan
pangan dengan baik bagi kesejahteraan gizinya. Dengan demikian, membantu
masyarakat untuk belajar bagaimana menanam, menyimpan, dan menggunakan
pangan untuk perbaikan konsumsi merupakan salah satu upaya penting yang
perlu dilakukan untuk meningkatkan mutu hidup (Harper, Deaton dan Driskel,
1986).
Pendidikan gizi merupakan suatu strategi yang telah digunakan secara
luas sejak lama untuk meningkatkan konsumsi yang sehat sehingga dapat
meningkatkan pertumbuhan anak dan mengurangi segala bentuk rnasalah gizi.
Adapun dasar program pendidikan gizi seharusnya mencakup konsumsi yang
cukup dan bergizi, perbaikan gaya hidup dan stirnulasi bagi tuntutan pangan
yang tepat. Namun demikian, isi pendidikan gizi harus diformulasikan
berdasarkan analisi masalah yang ada (FAO. 1997)
Pendapatan Rumah Tanqaa
Akses pangan rurnah tangga sangat ditentukan oleh sumberdaya yang
dimiliki dan kemungkinan rumah tangga memiliki sumberdaya pendapatan dan
sumberdaya lain yang menjadi mata pencaharian mereka. Sistem mata
pencaharian ini dibatasi oleh aktifitas "on farm" dan "off-farm: yang dapat
rnemberikan berbagai strategi usaha mendapatkan pangan dan uang. Adapun
sumberdaya total rumah tangga tidak hanya ditentukan oleh kegiatan produktif
dan sumbangan atau pemberian tetapi juga pada posisi sosial dan politik mereka
dalam masyarakat. Dengan demikian dapat dikatakan, mata pencaharian akan
"aman" apabila rumah tangga memiliki kepemilikan yang 'aman" atau akses,
terhadap sumberdaya, dan aktiffias sumber pendapatan, mencakup simpanan
dan asset untuk mengatasi resiko. guncangan yang ringan, dan mengatasi
segala kemungkinan (Chambers dan Coney. 1992; Chambers, 1998 diacu dalam
WFP. 1998).
Berdasarkan ha1 di atas maka ketahanan pangan di tingkat rumah tangga
akan dipengaruhi oleh faktor-faktor produksi seperti luas tanam, luas panen,
produktivitas, benih, pestisida, alat pertanian, tenaga kerja dan sebagainya.
Sementara itu untuk rumah tangga non petani, dalam memperoleh pangan di
pasar akan dipengaruhi oleh kemampuan daya beli (pendapatan dan harga
pangan). Peningkatan daya beli dapat terjadi apabila ada peningkatan
pendapatan ~ m a h tangga. Pada rurnah tangga yang anggotanya mengalami
kekurangan pangan, terjadinya peningkatan pendapatan merupakan salah satu
ha1 yang dapat meningkatkan ketahanan pangan dalam terminologi
meningkatkan akses rumah tangga tersebut terhadap pangan. Peningkatan
pendapatan dapat meningkatkan kesejahteraan gizi yang juga dipengaruhi oleh
konsumsi pangan (Braun, eta/., 1992).
Hasil penelitian Astari (2006) menemukan bahwa ada hubungan positif
yang bernlakna antara pendapatan rumah tangga dengan konsumsi energi dan
zat gizi serta mutu gizi rnakanan. Hurlock (1999), menjelaskan bahwa keluarga
atau rumah tangga dengan status sosial (ekonomi) tinggi cenderung menerapkan
pengasuhan yang lebih baik. Adapun rumah tangga dengan status sosial
(ekonomi) rendah cenderung kurang terorganisasi dengan baik. Hal ini sejalan
dengan pendapat Huston, Mc Loyd dan Coll (1994) sebagairnana yang dikutip
Martin dan Collbert (1997), bahwa kemiskinan menimbulkan resiko tinggi bagi
pengasuhan (termasuk pengasuhan makan). Hal ini berkaitan dengan
kurangnya sumberdaya yang dirniliki.
lndikator dan Pengukuran Ketahanan Pangan Rumah Tangga
Ketahanan pangan merupakan sesuatu yang penting, baik dalam tataran
global, negara maupun komunitas lckal karena merupakan dimensi yang
universal dari kesejahteraan rumah tangga dan individu. Keadaan atau kondisi
dimana kebutuhan dasar pangan tidak dapat terpenuhi dinyatakan sebagai tidak
tahan pangan. Keadaan tidak tahan pangan memungkinkan memicu terjadinya
masalah-masalah gizi, kesehatan, dan perkembangan. Oleh sebab itu,
monitoring ketahanan pangan dapat membantu mengidentifikasi dan memahami
aspek dasar kesejahteraan masyarakat dan mengidentitikasi rnasyarakat atau
wilayah yang mengalami kondisi yang parah (Bickel eta/., 2000).
Terdapat sejurnlah indikator yang bisa digunakan untuk rnenggarnbarkan
ketahanan pangan rumah tangga. lndikator ini dibagi dalam indikator proses
yang rnerefleksikan penyediaan pangan dan akses pangan serta indikator hasil
yang disajikan sebagai proksi konsumsi pangan. lndikator yang merefleksikan
penyadiaan pangan mencakup input dan ukuran produksi pertanian (data-data
agrometeorologi), akses terhadap surnberdaya alarn, pemberdayaan
institusional, dan infrastruktur pasar serta eksposur terhadap konflik regional
beserta konsekuensinya. lndikator yang merefleksikan akses pangan adalah
berbagai maksud atau strategi yang digunakan rumah tangga untuk mernenuhi
kebutuhan ketahanan pangannya (Maxwell dan Frankenberger, 1992).
lndikator hasil dapat dibedakan dalam dua kelompok yaitu indikator
langsung dan tidak langsung. lndikator langsung konsumsi pangan mencakup
ha1 yang lebih bemubungan dengan konsumsi aktual misalnya dengan
melakukan survey konsumsi ~ m a h tangga. lndikator tidak langsung secara
umum digunakan ketika indikator langsung tidak tersedia atau terlalu mahal
untuk dikumpulkan (dalam terminologi waktu dan dana). lndikator ini misalnya
estimasi simpanan dan pengukuran status gizi. Indikator-indikator ini digunakan
tergantung pada dana yang tersedia, sumberdaya manusia, instiiusi, dan
ketersediaan sumberdaya infrastruktur (Maxwell dan Frankenberger, 1992).
USAID (1990) diacu dalam Rely et a/., (1999) menyatakan bahwa
terdapat beberapa tipe indikator yang umum digunakan dalam pengukuran
ketahanan pangan rumah tangga yaitu 1)produksi pangan; (2)pendapatan;
(3)total pengeluaran; (4)pengeluaran pangan; (5)konsumsi kalori; (6)status gizi.
Penaukuran Ketahanan Panqan Rumah Tanaaa denaan Skala
Ketahanan Panaan
Bickel et a/. (2000), berdasarkan berbagai penelitian pada akhirnya
menyimpulkan bahwa ukuran-ukuran pendapatan dan kemiskinan selama ini
tidak memberikan informasi yang jelas tentang ketahanan pangan, meskipun
ketahanan pangan dan kelaparan berasal dari adanya keterbatasan sumberdaya
finansial. Sebagai bukti, analisis data ketahanan pangan menunjukkan bahwa
rumah tangga dengan pendapatan rendah ternyata keadaannya tahan pangan,
dan sebaliknya terdapat (meskipun persentasenya kecil) rumah tangga yang
tidak miskin atau mampu terkategori sebagai tidak tahan pangan.
Keadaan tidak tahan pangan sebagai kebalikan keadaan tahan pangan
merupakan suatu ha1 yang bersifat kompleks, fenomena yang multidimensional
dengan berbagai rangkaian tahapan hingga kondisi menjadi sangat parah.
Setiap tahap rangkaian kejadian ini mengandung karakteristik kondisi dan
pengalaman kekurangan pangan dalam memenuhi kebutuhan dasar anggota
rumah tangga, dan respon perilaku anggota rumah tangga terhadap kondisi yang
terjadi. Selanjutnya menurut Bickel et a/., (2000), fenomena sebenarnya dari
keadaan tidak tahan pangan dan kelaparan tidak dapat ditangkap dengan satu
indikator, dengan demikian perlu ditentukan dengan mendapatkan informasi
berbagai kondisi spesifik, pengalaman, dan perilaku yang memberikan berbagai
indikator dari berbagai kedalaman tingkat keparahan kondisi ketahanan pangan.
Para peneliti sejak dua dekade lalu telah mengidentifikasi seperangkat
pola kondisi, pengalaman dan perilaku yang secara konsisten menggambarkan
fenomena ketidaktahanan pangan dan kelaparan. Pertanyaan untuk berbagai
indikator ini telah tertuang dalam Current Population Survey (CPS) Food
Security Supplement 1995, yang menjadi dasar bagi pengukuran skala
ketahanan pangan. Secara spesifik, "modul inti" CPS (bagian kunci CPS Food
Security Supplement) menanyakan tentang berrnacam kondisi, kejadian, perilaku
dan reaksi subjektif berupa :
1 Kekwatiran bahwa anggaran pangan rumah tangga atau ketersediaan
pangan kemungkinan tidak mencukupi.
2 Persepsi bahwa konsumsi orang dewasa atau anak-anak dalam rumah
tangga tidak mencukupi dari segi kualitas.
3 Kejadian mengurangi asupan makanan orang dewasa dalam rumah tangga,
atau berbagai akibat yang muncul dari mengurangi asupan makanan.
4 Kejadian mengurangi makanan atau berbagai akibat yang muncul karena
mengurangi asupan makanan pada anak-anak dalam rumah tangga.
Seluruh pertanyaan modul inti ketahanan pangan memiliki dua
karakteristik (1) setiap pertanyaan bertujuan untuk memastikan bahwa perilaku
atau kondisi yang terjadi akibat keterbatasan sumberdaya finansial rumah tangga
dengan mencakup frase "karena kami tidak dapat menghasilkannya" atau karena
tidak ada uang yang cukup untuk makanan"; (2) setiap pertanyaan menanyakan
secara eksplisit tentang keadaan yang terjadi selama 12 bulan yang lalu atau
periode waktu tertentu.
Setiap topik yang tercakup dalam pertanyaan ketahanan pangan
merefleksikan penemuan-penemuan penelitian sebelumnya, yang menunjukkan
bahwa rumah tangga mengalami pengalaman yang berbeda dan tahapan
perilaku seiring keadaan tidak tahan pangan semakin parah. Kejadian tahap
awal yaitu ketika rumah tangga mengalami kekurangan ketersediaan pangan dan
anggaran pangan, perasaan kwatir terhadap kecukupan asupan makanan untuk
memenuhi kebutuhan dasar, dan membuat penyesuaian anggaran untuk
makanan dengan tip8 makanan yang akan disajikan. Pada saat kondisi menjadi
lebih parah, asupan makanan orang dewasa dikurangi dan orang dewasa
mengalami kelaparan, tetapi mereka menghindarkan anak-anak dari kejadian ini.
Pada tahap ketiga, anak-anak juga mengalami perlgurangan asupan makanan
dan mengalami kelaparan, adapun pengurangan asupan makanan bagi orang
dewasa semakin parah.
Meskipun pertanyaan modul inti mencakup dimensi mendalam
ketidaktahanan pangan rumah tangga, namun ia tidak merepresentasikan
seluruh aspek fenomena ketidaktahanan pangan rumah tangga. Pertanyaan
yang ada fokus pada apakah rumah tangga memiliki cukup pangan atau uang
untuk memenuhi kebutuhan pangan yang mendasar dan perilaku normal serta
respon subjektif bagi kondisi tersebut.
Sekumpulan pertanyaan yang tercakup dalam modul inti dikombinasikan
kedalam suatu ukuran yang disebut skala ketahanan pangan. Selanjutnya skala
ketahanan pangan disederhanakan ke dalam pengkategorian yang bermakna
"tingkat keparahan", antara lain:
a Tahan pangan yaitu apabila rumah tangga menunjukkan tidak ada atau
hanya sedikit bukti ketidaktahanan pangan.
b Tidak tahan pangan tanpa kelaparan yaitu keadaan tidak tahan pangan
terbukti pada anggota rumah tangga yang perhatian terhadap kecukupan
supplai pangan rumah tangga dan menyesuaikannya dengan manajemen
rumah tangga dengan cara menurunkan kualitas pangan dan meningkatkan
bentuk koping yang luar biasa. Dalam ha1 ini hanya sedikit atau tidak ada
pengurangan asupan makanan anggota rumah tangga.
c Tidak tahan pangan dengan kelaparan (sedang) tejadi apabila asupan
makanan bagi orang dewasa dalam rumah tangga dikurangi, sehingga
mengalami pengalaman sensasi fisik berupa kelaparan yang berulang. Pada
sebagaian besar rumah tangga tidak tahan pangan yang memiliki anak,
tindakan mengurangi asupan makanan pada anak-anak tidak terbukti.
d Tidak tahan pangan dengan kelaparan (berat) yaitu keadaan bagi semua
rumah tangga yang memiliki anak melakukan pengurangan asupan makanan
untuk anak-anak sehingga anak-anak mengalami kelaparan. Bagi beberapa
rumah tangga lain yang memiliki anak, ha1 ini telah terjadi pada saat awal
tahap keparahamyang berat. Adapun keadaan orang dewasa dalam rumah
tangga yang memiliki anak maupun yang tidak memiliki anak mengalami
pengalaman yang berulang dan lebih meluas dalam ha1 pengurangan asupan
makanannya.
Rumah tangga diklasifikasikan ke dalam suatu kategori status ketahanan
pangan berdasarkan skor skala ketahanan pangan yang ditentukan respon
terhadap keseluruhan pertanyaan. Rumah tangga dengan skor skala yang
sangat rendah (0) berarti tidak ada atau sangat sedikii pengalaman tidak tahan
pangan atau kelaparan sehingga dikategorikan ke dalam tahan pangan.
Sebaliknya, rumah tangga dengan skor skala sangat tinggi (10) berarti
mengalami sejumlah besar kondisi tidak tahan pangan sehingga dikategorikan
tidak tahan pangan dengan kelaparan (berat).
Apabila rumah tangga berada pada selang skala dimana mengalami
paling sedikit 3 kondisi indikator hingga adanya bukti yang memastikan terjadinya
kelaparan masih kurang maka dikategorikan sebagai tidak tahan pangan tanpa
kelaparan. Seterusnya, ~ m a h tangga dengan skala lebih besar dan mengalami
paling sedikit (biasanya dewasa) tiga indikator kelaparan maka dikategorikan
dalam tidak tahan pangan dengan kelaparan. Rumah tangga yang dikategorikan
tidak tahan pangan dengan kelaparan (sedang) bermakna bahwa terdapat bukti
adanya kelaparan dikalangan anggota rumah tangga yang dewasa namun tidak
terbukti pada anak-anak. Adapun kategori yang paling parah adalah rumah
tangga tidak tahan pangan dengan kelaparan (berat) yang berarti terjadi
kelaparan yang menimpa anak-anak. Pada kategori ini, termasuk rumah tangga
yang tidak memiliki anak akan menunjukkan bukti bahwa seringnya tidak makan
disebabkan oleh kurangnya sumberdaya. Lebih jelasnya, respon terhadap
pertanyaan yang tercakup dalam modul inti akan menentukan skor skala
ketahanan pangan dan meletakkan rumah tangga pada status ketahanan
pangan tertentu.
Modul inti yang didesain tidak hanya digunakan untuk survey nasional
tetapi juga untuk survey lokal yang ingin mengetahui luasan dan tingkat
keparahan ketidaktahanan pangan dan kelaparan dalam komunitasnya, dengan
menggunakan suatu metode yang secara tekhnik memiliki dasar atau alasan
tepat dan teruji. Survey lokal sedemikian ditujukan untuk menghasilkan
perkiraan prevalensi lokal dibandingkan dengan gambaran skala negara (Bickel
et el.. 2000). Dalam penelitian inipun digunakan quesioner modul inti untuk
rnenentukan skala ketahanan pangan rumah tangga yang selanjutnya
diterjemahkan kedalam status ketahanan rumah tangga. Status ketahanan
rumah tangga ini dalam tahapan berikutnya akan dikaji dalam kaitan
hubungannya dengan program Community Development (pemberdayaan
masyarakat) perusahaan.
Penqukuran Ketahanan Panqan Rumah Tanqqa
denqan Skor Keraaaman Panqan
Keragaman pangan rumah tangga merupakan sejumlah kelompok
pangan berbeda berdasarkan 12 kelompok pangan yaitu sereal, akar dan umbi,
sayuran, buah-buahan, daging, telur, ikan dan seafood, kacang-
kacanganlpolong-polongan, susu dan produks susu, minyakllemak, gulalrnade,
dan lain-lain (bumbulrempah, kopi, teh dan lainnya) (Swindale dan Bilinsky,
2005). Selanjutnya skor ini akan menentukan kategori rumah tangga yaitu
konsumsi sangat beragam, cukup beragam dan kurang beragam yang
dikonsumsi selama periode waktu tertentu. Menurut Swindale dan Bilinsky
(2005), alat ukur ini memiliki kelebihan atau keistimewaan antara lain:
1 Konsumsi pangan yang lebih beragam merupakan suatu dampak yang
penting.
2 Konsumsi pangan yang lebih beragam berhubungan dengan sejumlah
dampak yaitu berat lahir, status antropometri anak dan konsentrasi
hemoglobin.
3 Konsumsi pangan yang beragam berkorelasi tinggi dengan kecukupan kalori
dan protein, persentase protein dari sumber pangan hewani (protein kualitas
tinggi), dan pendapatan rumah tangga. Dalam ha1 ini, rumah tangga miskin
yang mengalami peningkatan pengeluaran pangan yang berasal dari
penghasilan tambahan berkaitan dengan peningkatan kuantiias dan kualitas
pangan.
4 Pertanyaan tentang keragaman pangan dapat ditanyakan pada tingkat rumah
tangga maupun individu, ha1 ini memungkinkan untuk mengevaluasi
ketahanan pangan pada tingkat rumah tangga maupun intra rumah tangga.
5 Pertanyaan tentang keragarnan pangan relatii memberikan jawaban
responden yang lebih terbuka atau lebih berterus terang.
Agar lebih akurat dalam menangkap perubahan dalam skor keragaman
konsumsi pangan rumah tangga maka pengumpulan data seharusnya dilakukan
selama periode kekurangan pangan paling berat misalnya segera sebelum
panen. Guna tujuan evaluasi maka pengumpulan data juga dilakukan pada
waktu yang sama untuk mencegah terjadinya perubahan cuaca dan lainnya.
Adapun informasi tentang konsumsi pangan rumah tangga didasarkan
pada 12 kelompok pangan yaitu sereal, akar dan umbi, sayuran, buah-buahan,
daging, telur, ikan clan seafood, kacang-kacanganlpolong-polongan, susu dan
produks susu, minyaknemak, gulalmade, dan lain-lain (bumbulrempah, kopi, teh
dan lainnya) (Swindale dan Bilinsky, 2005). Selanjutnya skor keragaman pangan
ini akan menentukan kategori rumah tangga yaitu konsumsi sangat beragam,
cukup beragam dan kurang beragam.
Data dikumpulkan dengan menanyakan pertanyaan dalam skor
keragaman konsumsi pangan rumah tangga kepada responden yang
bertanggung jawab terhadap proses penyiapan makanan atau orang dewasa
dalam rumah tangga yang ada dan mengkonsumsi makanan di rumah.
Pertanyaan-pertanyaan ini mengacu pada rumah tangga secara keseluruhan,
bukan pada satu orang tertentu dalam rumah tangga. Adapun makanan tertentu
yang dikonsumsi di luar rumah, dan tidak disajikan di dalam rumah maka tidak
masukkan dalam perhitungan. . Peningkatan jumlah kelompok pangan yang
dikonsumsi menggambarkan akses pangan rumah tangga. Secara umum,
peningkatan keragaman konsumsi pangan rumah tangga merefleksikan semakin
baiknya keadaan konsumsi rumah tangga.
Pemberdayaan Masyarakat
Konsep Pemberdayaan Masyarakat dan Strategi Pembangunan Sosial
Konsep pemberdayaan (empowerment) mulai tampak ke permukaan
sekiiar dekade 1970-an, dan terus berkembang sepanjang dekade 1980-an
hingga 1990-an (akhir abad ke-20) (Hikmat, 2001). Konsep pernberdayaan
dalam wacana pembangunan masyarakat selalu dihubungkan dengan konsep
mandiri, partisipasi, jaringan kerja dan keadilan. Pada dasamya pemberdayaan
diletakkan pada tingkat individu dan sosial.
Menurut lfe (1995, 2002), community development atau pemberdayaan
masyarakat merupakan suatu proses membangun atau membangun kembali
struktur komunitas manusia dengan cara-cara baru, pengorganisasian kehidupan
sosial, dan pemenuhan kebutuhan manusia sehingga menjadi lebih
memungkinkan. Pemberdayaan masyarakat menurut Husted (2003) diacu
dalam Yakovleva (2005) merupakan aktivitas yang mencakup pengubahan
sumberdaya perusahaan untuk menghasilkan barang-barang dan pelayanan
sosial.
Rappaport (1987), sebagaimana yang dikutip Hikmat (2001) mengartikan
pemberdayaan sebagai pemahaman secara psikologis pengaruh kontrol individu
terhadap keadaan sosial, kekuatan politik dan hak-haknya menurut undang-
undang. Sementara itu masih di dalam buku yang sama Hikmat (2001) juga
mengutip definisi pemberdayaan menurut McArdle (1989) sebagai proses
pengambilan keputusan oleh orang-orang yang secara konsekuen
melaksanakan keputusan tersebut. Pemberdayaan masyarakat saat ini menurut
ldrus (2002) mengandung arti sebagai suatu kegiatan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, terutama dimana ada kesenjangan antara beberapa
lapisan rnasyarakat di lokasi tersebut, melalui kemampuan masyarakat itu
sendiri. Selanjutnya, pemberdayaan masyarakat dalam bidang ketahanan
pangan adalah program atau kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan
kemampuan masyarakat agar dapat berpartisipasi dalam mewujudkan
ketahanan pangan sehingga dapat mencapai kesejahteraan (Badan Bimas
Ketahanan Pangan, 2005).
Adapun tujuan pemberdayaan masyarakat perspektif lfe (1995) adalah
mengembalikan masyarakat sebagai tempat pengalaman hidup yang penting
dan tempat pemenuhan kebutuhan hidup dari pada sekedar
mempercayakanlmenyandarkan pada sesuatu yang lebih besar, lebih tidak
manusiawi, dan struktur yang kurang dapat duangkau berupa negara sosialis
(welfare state), ekonomi dunai, birokrasi, elit profesional, dan lainnya.
Selanjutnya. Ife (1995) menyatakan bahwa pemberdayaan masyarakat
memiliki enam dimensi penting. Enam dimensi pemberdayaan masyarakat ini
tidak selarnanya berbeda atau bertentangan, dan saling berinteraksi satu dengan
yang lain dengan cara yang kompleks. Enam aspek pemberdayaan masyarakat
ini penting, dan untuk memiliki suatu masyarakat yang benar-benar sehat dan
berfungsi maka sangat penting pula untuk memiliki nilai tinggi keeenam dimensi
ini. Konsep pemberdayaan masyarakat yang demikian dikenal dengan
pemberdayaan masyarakat yang terintegrasi, yaitu integrasi antara enam
dimensi: pemberdayaan sosial, pemberdayaan ekonomi, pemberdayaan politik,
pemberdayaan budaya, pemberdayaan lingkungan dan pemberdayaan
personallspritual.
Menurut Iskandar, (2004) terdapat dua sudut pandang pemberdayaan
masyarakat, yaitu :
1 Sudut pandang ekologis (ecological)
Dari sudut pandang ini, kebutuhan akan pemberdayaan masyarakat
dipandang sebagai akibat dari kegagalan struktur negara, industrial
kapitalistik, dan pasar dalam penyelenggaraan pembangunan yang
berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan diyakini hanya dapat
diselenggarakan dengan mengikuti prinsip-prinsip ekologi. Di samping itu,
tidak dapat disangkal bahwa lingkungan hidup yang baik dan sehat juga
merupakan salah satu kebutuhan insani yang sangat hakiki. Contoh dalam
ha1 ini misalnya, persoalan kekurangan prasarana dan sarana di perkotaan
sebagai salah satu wujud dari ketidakberlanjutan disikapi dan ditanggapi
dengan melaksanakan pembangunan yang "lapar tanah". Kota-kota (polis)
segera berubah wujud tak terkendali menjadi kota metro (metropolitan) dan
kota mega (megapolitan) yang seringkali tak lebih dari sekedar sebuah "desa
raksasa" yang 'rakus' dan 'lapar akan segala sumberdaya.
2 Sudut pandang keadilan sosial
Tidak jauh berbeda dari sudut pandang ekologis, dalam sudut pandang
sosial, kebutuhan akan pemberdayaan masyarakat juga dipandang sebagai
akibat dari kegagalan struktur negara, industrial kapitalistik, dan pasar dalam
penyelenggaraan pembangunan yang berkeadilan sosial. Pembangunan
yang tidak berkelanjutan nampaknya juga dapat menimbulkan ketidakadilan
sosial. Kembali ke contoh "kota raksasa" seperti diuraikan sebelumnya,
semakin lama semakin menyerupai gurita yang menghisap segala
sumberdaya dari sekelilingnya untuk membiayai upaya-upaya yang tidak
berkelanjutan dalam mengatasi segala persoalan ketidakberlanjutannya.,
masalah barupun timbul yaitu terjadinya kesenjangan sosial dengan kota lain.
Konsep pemberdayaan masyarakat diyakini bergabung dengan konsep
pengorganisasian komunitas (community organization) membentuk satu
kesatuan dan saling komplementer dalam konsep pembangunan masyarakat.
Adapun pembangunan masyarakat didefinisikan sebagai perubahan sosial yang
direncanakan (planned social change) yang tewujud dalam berbagai program
dan kegiatan-kegiatan yang ditujukan untuk masyarakat (Hikmat, 2001).
Sebagaimana diketahui, isu kegagalan pembangunan akibat dominasi
paradigma pembangunan ekonomi yang kurang seimbang dalam pembangunan
sosial menjadi transparan setelah Word Summit for Social Developement pada
tahun 1995, di Kopenhagen, Denmark. Konferensi ini menampilkan tiga isu
pokok untuk mengatasi kesenjangan kesejahteraan manusia secara global,
regional dan nasional. Ketiga isu itu meliputi (Hikmat, 2001) :
1 Penanggulangan kemiskinan
2 Peningkatan produktivitas kerja dan rnengurangi pengangguran
3 Meningkatkan integrasi sosial
Selanjutnya Komisi Hukum Resources Development dari Economic and
Social Comission for Asia and the Pasific (ESCAP) sejak 1999
merekomendasikan pentingnya strategi pemberdayaan masyarakat secara
partisipatif (participatory communrty empowerment) dalam melaksanakan agenda
pembangunan sosial (Hikmat, 2001).
Pembeldayaan Masyarakat oleh Perusahaan Sebagai Wujud Corporate
Social Responsibility
Kehadiran perusahaan yang merupakan sebuah institusi dalarn sebuah
masyarakat seringkali menirnbulkan kesenjangan. Fakta yang tidak dapat
dipungkiri, perusahaan adalah bagian masyarakat karena terletak di dalam
lingkungan masyarakat dan menggunakan asset masyarakat (tenaga, lahan dan
lain-lain). Kemajuan perusahaan berpotensi menimbulkan kesenjangan yang
semakin besar dan mernungkinkan tirnbulnya ketegangan sosial. Di sisi lain,
saat ini Corporate Social Responsibility (CSR) bukan sebuah wacana lagi. Hal
ini dibuktikan dengan telah banyaknya perusahaan mempraktekkan CSR dengan
aktivitas yang beragam sesuai dengan karakteristik perusahaan yang dimiliki.
Asian Forum of CSR yang diselenggarakan pada bulan September 2005 dan
juga ajang CSR Award pada bulan Desember 2005 merupakan momentum yang
memperlihatkan bahwa telah muncul kesadaran dan apresiasi atas aktivitas CSR
sebagai bentuk kontribusi dunia usaha dalam rnewujudkan pembangunan
berkelanjutan (sustainaDle development).
CSR sesungguhnya memiliki esensi sebagai sebuah konsep dirnana
perusahaan memutuskan secara sukarela untuk memberikan kontribusi kepada
suatu masyarakat agar lebih baik kesejahteraannya dan kepada lingkungan agar
lebih benih dan lestari (Nuryana, 2005). CSR, menurut Vasin, Heyn and
Company (2004) sebagaimana yang dikutip oleh Nuryana (2005) merupakan
kesanggupan perusahaan untuk berkelakuan dengan azas ekonomi, sosial, dan
lingkungan dengan tetap mengindahkan kepentingan langsung dari stakeholder.
World Business Council for Sustuinable Development (WBCSD) mendefinisikan
CSR sebagai komitmen dunia usaha untuk berkontribusi terhadap pembangunan
ekonomi yang berkelanjutan, bekerja dengan para karyawan dan keluarganya,
masyarakat tempatan dan masyarakat secara luas dalam meningkatkan kualitas
hidup mereka (Supriatno, 2005).
CSR diakui sebagai salah satu upaya dalam mewujudkan good corporate
governance dan good business ethics serta merupakan implementasi dari good
corporate citizenship. Dengan demikian perusahaan tidak cukup hanya
memikirkan kepentingan shareholder (pemilik modal) tapi juga haws mempunyai
orientasi untuk memenuhi kepentingan seluruh stakeholder.(masyarakat,
karyawan, konsumen, lembaga pemerintah dan lain-lain).
Gambar 4 menguraikan bagaimana perubahan paradigma perusahaan
dalam mewujudkan corporate citizenship. Gambar ini mengisyaratkan bahwa
dimensi CSR dapat disederhanakan menjadi dua sebagaimana yang
diungkapkan oleh Nuryana, (2005) yaitu dimensi internal dan dimensi eksternal.
Sumber : Supriatno dan Tim CFCD
Dimensi CSR:
Pemberdayaan masy.
. Lingkungan
Gambar 4 Perubahan paradigma perusahaan dalam mewujudkan corporate
citizenship
Perubahan paradigma perusahan:
Dari shareholders kepada stakeholders
Dimensi eksternal CSR berarti praktek CSR dalam perusahaan yang
pada dasarnya dilakukan dengan cara melibatkan pegawai dengan isu-isu
seperti investasi dalam human capital, kesehatan dan keselamatan kerja,
mengelola perubahan, juga mencakup praktek CSR yang melibatkan lingkungan
Hub. lntumasioml
. Akuntabiiitas: auditing,
monitoring 8 pelaporan
PERUSAHAAN :
dl1
Stockholders
. Jajaran pimpinan Corporate
. Karyawan citizenship
Manajer
Dim memilih tujuannya,
penrsh, h a w
memperthnbangkan
berbagai faktor:
Midmalisssi poluri
-
. Meiindungi lingkungan.
Keselamatan kerja
Memperkuat masy. iokal.
. Peningkatan penghasilan
~at ak
dl1
terutama berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya alam yang digunakan
dalam produksi Adapun dimensi eksternal CSR bermakna sebagai praktek CSR
atau kontribusi yang melampaui pintu perusahaan masuk ke dalam komunitas
lokal dan melibatkan banyak stakeholder di luar pegawai dan shareholder antara
lain mitra bisnis, pemasok, pelanggan, otoritas publik, LSM yang mewakili
komunitas dan lingkungan (Supriatno dan Tim CFCD, 2005).
Archie 8. Carrol (1997) diacu dari Saidi (2004) telah mengembangkan
konsep piramida tanggung jawab sosial perusahaan yang terdiri dari empat
jenjang yaitu :
1 Make a profit (tanggung jawab ekonomi): pondasi bagi kehidupan
perusahaan sekaligus sebagai prasyarat untuk berkembang yaitu
menghasilkan laba.
2 Obey the law (tanggung jawab legal): dalam mencapai tujuannya mencari
laba, sebuah perusahan hams mentaati hukum.
3 Be ethical (tanggung jawab etis): perusahaan berkewajiban menjalankan ha1
yang baik dan benar, adil dan fair, menghindarkan diri dari praktek yang
bertentangan dengan nilai tersebut.
4 Be a good corporate citizen (tanggung jawab filantropis): pemberian
kontribusi kepada publik yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas
kehidupannya.
Menurut Jalal (2003), ada empat skema yang setidaknya biasa
dipergunakan untuk menjalankan tanggung jawab sosial perusahaan yaitu:
1 Kontribusi pada pernberdayaan masyarakat: banyak dipilih ketika komitmen
dan kemampuan pemerintah dalam mendorong pembangunan masyarakat
dipandang masih kurang dan ini sangat sesuai dengan kondisi lndonesia.
2 Pendanaan kegiatan sesuai kerangka legal: biasa dilaksanakan ketika
pemerintah memiliki suatu kerangka yang cukup kokoh untuk mengatur ha1
ini.
3 Partisipasi masyarakat dalam usaha: ini dapat dipandang menguntungkan
dalam konteks lndonesia karena ha1 ini penting untuk meningkatkan rasa
memiliki masyarakat lokal terhadap perusahaan.
4 Tanggapan atas tekanan kelompok kepentingan.: khususnya LSM maka
perlu bagi perusahaan untuk memilih tuntutan-tuntutan yang penting untuk
ditanggapi.
Berdasarkan berbagai penjelasan yang ada, maka dapat disimpulkan
bahwa sumbangan atau bantuan perusahaan dalam bentuk kegiatan
pemberdayaan masyarakat diyakini merupakan sebuah aktualisasi dari dimensi
eksternal CSR yang dilaksanakan bagi masyarakat sekitar perusahaan.
Pentingnya pemberdayaan masyarakat oleh perusahaan, didasarkan pada
pertimbangan bahwa keberadaan perusahaan di tengah masyarakat
menyebabkan (Supriatno, 2005):
1 Ada penguasaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi yang bersifat
eksploitatif, ekspansif dan akumulatif
2 Terjadinya peminggiran masyarakat ketika perusahaan menempatkan dirinya
lebih kuat dari masyarakat
3 Adanya tuntutan bahwa perusahaan adalah entitas sosial disamping sebagai
entitas bisnis, sehingga harus mempunyai social responsibility
4 Timbulnya ketidaknyamanan (discomfort) dan ketidakseimbangan antara
masyarakat dan perusahaan.
Lebih lanjut, lsmawan (2002) menyatakan bahwa program
pemberdayaan masyarakat yang diselenggarakan oleh perusahaan bersama-
sama dengan masyarakat selain dapat mengurangi masalah kesenjangan yang
seringkali timbul ternyata dapat memajukan masyarakat. Program ini juga
merupakan kompensasi bagi masyarakat akibat berbagai ha1 yang ditimbulkan
karena kehadiran perusahaan misalnya berupa limbah, polusi udara, polusi
suara, penetrasi terhadap pasar dan lain-lain. Namun demikian, kegiatan
pemberdayaan rnasyarakat di Indonesia diakui masih memiliki beberapa
kelemahan antara lain (Supriatno, 2005):
1 Masih sebagai 'pemadam kebakaran (bush fire)" dan "obat tenang"
2 Dibutuhkan saat kondisi tetjepit: "konflik dengan masyarakat"
3 Masih terbatas pada kegiatan sosial karitatii (corporate giving) bukan
sustainability program
4 Masih rendahnya komitmen para pemberdaya di perusahaatv?op
management, sehingga posisi pemberdayaan masyarakat dalam struktur
perusahaan masih berada pada posisi marginal
Sebenarnya, paradigma pengembangan masyarakat mulai diadopsi oleh
kalangan usaha pada era 1990-an akhir dan awal 2000-an (Saidi, 2004). Sejak
saat itu terlihat banyaknya kegiatan sosial yang dilakukan dunia usaha. Di
Indonesiapun, keterlibatan dunia usaha dalam kegiatan sosial sudah menjadi
kelaziman, dan intensitasnya akhir-akhir ini semakin meningkat. Dilihat dari
kontribusinya, secara finansial jumlahnya relatif cukup besar. Dari penelitian
pendahuluan PlRAC diketahui bahwa tahun 2001 dana yang teralokasikan lebih
dari Rp 115 milyar (sekitar US$ 11.5 juta) dari 180 perusahaan bagi 279 kegiatan
sosial yang terekam oleh media massa. Berdasarkan angka kumulatif tersebut
maka rata-rata perusahaan pada 2001 menyumbangkan dana sosial sebesar
Rp640 juta; atau Rp 413 juta per kegiatan. Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa sumbangan sektor perusahaan dalam kegiatan sosial di lndonesia cukup
besar (Saidi dan Abidin, 2004).
Namun demikian tafsiran lebih jauh terhadap hasil penelitian PlRAC ini
seakan menjelaskan pendapat Supriatno (2005) tentang kelemahan pelaksanaan
pemberdayaan masyarakat di lndonesia yang masih sangat konvensional,
berjangka pendek dan didasari motivasi untuk menolong anggota masyarakat
yang dalam kesulitan, dengan kata lain baru sekedar menyelesaikan masalah
sesaat. Sebagian besar (80%) kegiatan sosial perusahaan adalah insidental;
umumnya (45% kegiatan) disalurkan untuk pelayanan sosial dan gawat darurat.
lndikasi lain dari watak bersedekahnya perusahaan ini adalah kenyataan bahwa
hampir seperuh (49%) donasi dilakukan menjelang Rarnadhan, Lebaran dan
Natal .
Pada Tabel 1 tergambar suatu permasalahan yang muncul dalam
persoalan perkembangan kedermawanan perusahaan yaitu adanya
kecenderungan bahwa perusahaan tampaknya ternyata lebih menyenangi model
pemberian bantuan secara langsung baik kepada organisasi maupun
masyarakat yang bersifat memenuhi keperluan segera atau sesaat dan
konsumtif. Dengan kata lain, perusahaan di lndonesia lebih banyak memberikan
hibah sosial dibandingkan hibah pembangunan. Kondisi ini, bila dibandingkan
dengan di Afrika Selatan, maka tercatat bahwa perusahaan di negara ini sudah
mampu rnewujudkan peralihan dari corporate giving rnenuju perhatian kepada
pemberdayaan masyarakat rnelalui pendidikan dan mendorong masyarakat itu
berusaha meningkatkan kesejahteraannya sendiri.
Tabel 1 Pemanfaatan dana sosial perusahaan tahun 2001
Agar pemberdayaan masyarakat lebih berrnakna dari sekedar
sumbangan karitatif yang lebih bersifat bagi-bagi duit semata maka penting bagi
perusahaan untuk mengintegrasikannya dengan upaya mewujudkan good
corporate citizenship. Tabel 2 menjelaskan berbagai paradigma pelaksanaan
pemberdayaan masyarakat oleh perusahaan (Saidi, 2004).
Tabel 2 Paradigma pelaksanaan pemberdayaan masyarakat oleh perusahaan
Kontribusi
lnspirasi
Hibah sosial
Kewajiban I 7 Kepentingan Bersama
Hibah pembangunan
Hibah (sosial8
pembangunan) dan
keterlibatan sosial
Paradigma philantropi dalam pemberdayaan masyarakat oleh
perusahaan dapat rnemberikan keuntungan bagi bisnis perusahaan karena
dapat dijadikan sebagai alat pemasaran yang strategis untuk mencapai tujuan-
tujuan bisnis, antara lain (Goldberg, 1997 ; Bennet, 1998; Max, 1998 diacu
dalam Yakovleva, 2005) :
1 Memfasilitasi hubungan dengan pemerintah dan sasaran penting lainnya
2 Meningkatkan citra perusahaan dan loyalitas pelanggan
3 Memperkuat motivasi, loyalitas dan produktivitas pegawai
4 Menarik perhatian media massa
5 Merubah kebiasaan atau perilaku masyarakat
6 Mernberikan keuntungan bagi masyarakat
7 Promosi
Adapun besarnya kegiatan pemberdayaan masyarakat oleh perusahaan
tergantung pada beberapa determinan antara lain (Buchholz et a/., 1999 diacu
dalam Yakovleva 2005) (1)ukuran perusahaan; (2)komposisi pengurus;
(3)perforrna financial; (4)nilai chief executive officer; (5)kekuatan institusional;
(6)sektor industri dan usia organisasi.
Belajar dari berbagai pemberdayaan masyarakat oleh perusahaan di
dunia, nampaknya akhir-akhir ini harapan menuju perubahan juga disandarkan
pada peran perusahaan, dan memang mulai nampak terjadinya peralihan
paradigma pemberdayaan masyarakat oleh perusahaan ke arah upaya
mewujudkan kemandirian masyarakat.
Semakin terwujudnya kemandirian dalam masyarakat ditandai dengan
berkurangnya sedikit demi sedikit beban perusahaan untuk berhubungan dengan
kelompok masyarakat itu. Untuk itu, perusahaan perlu menciptakan program-
program yang mernang dirancang untuk meningkatkan kemandirian kelompok
masyarakat sasaran, sehingga sumberdaya yang dicurahkan oleh perusahaan
dapat dimanfaatkan kelompok masyarakat atau wilayah lain. Menurut lskandar
(2005), ada beberapa indikator masyarakat yang rnandiri atau berdaya, yaitu:
a Mampu mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi, rnerumuskan serta
menetapkan prioritasnya.
b Mampu merumuskan alternatif jalan keluar untuk mengatasi permasalahan
tersebut.
c Mampu mengorganisasikan din, sebagai salah satu cara penanggulangan
secara bersama.
d Mampu mengembangkan aturan main, nilai, norma yang disusun, disepakati
serta dipatuhi bersama.
e Mampu memperluas kerjasama serta mampu menjalin "kemitraan" yang
setara.
Badan Bimas Ketahanan Pangan (2005) telah menetapkan indikator
keberhasilan program pemberdayaan masyarakat sebagai bentuk kemandirian
masyarakat (Tabel 3).
Tabel 3 Evaluasi keberhasilan program pemberdayaan masyarakat
Upaya mewujudkan kemandirian masyarakat, dinyatakan oleh CFCD
(2005a) erat kaitannya dengan upaya menjamin adanya keberlanjutan terhadap
segala ha1 positif yang telah terbangun ketika program pemberdayaan
masyarakat dilaksanakan. Keberlanjutan program, mencakup:
a Keberlanjutan organisasi-organisasi rnasyarakat yang telah terbangun
b Keberlanjutan dana dan program oleh masyarakat
c Keberlanjutan visi, misi, prinsip dan nilai-nilai yang dianut dalam pelaksanaan
program pemberdayaan masyarakat oleh perusahaan
Program Pemberdayaan Masyarakat oleh Perusahaan dan
Pembangunan Ketahanan Pangan Rumah Tangga
Pada dasarnya, ketahanan pangan diwujudkan oleh hasil kerja suatu
sistem ekonomi pangan yang terdiri atas subsistern produksi, subsistem
distribusi dan subsistem konsumsi yang saling berinteraksi secara
berkesinambungan. Subsistem ketersediaan mencakup pengaturan kestabilan
dan kesinambungan penyediaan pangan baik yang berasal dari produksi dalam
negeri, cadangan, maupun impor dan ekspor. Pembangunan subsistem
distribusi mencakup pengaturan untuk menjamin aksesibilitas penduduk secara
fisik dan ekonomis terhadap pangan antar wilayah dan antar waktu serta
stabilitas harga pangan strategis. Pembangunan subsistem konsumsi mencakup
pengelolaan pangan di tingkat daerah maupun rumah tangga untuk menjamin
setiap individu memperoleh pangan dalam jumlah, mutu gizilnutrisi, keamanan
dan keragaman sesuai kebutuhannya dan pilihannya (Dewan Bimas Ketahanan
Pangan, 2001).
Adapun pembangunan ketahanan pangan pada hakekatnya adalah
pemberdayaan masyarakat yang berarti meningkatkan kemandirian dan
kapasitas masyarakat untuk berperan aktii rnewujudkan ketersediaan, distribusi
dan konsumsi pangan dari waktu ke waktu. Hal ini mencakup seluruh pihak yang
terkait baik produsen, pedagang, konsumen, aparatur pemerintah, perguruan
tinggi dan lembaga swadaya masyarakat.
Dalam konsep Aksi Desa Mandiri Pangan (DESA MAPAN), Badan
Ketahanan Pangan (2006) menggambarkan pemberdayaan masyarakat untuk
meningkatkan ketahanan pangan yang harus mengacu pada kerangka pikir
sistem ketahanan pangan itu sendiri (Gambar 5). Sehingga dalam
pelaksanaannya, perlu harmonisasi dari subsistem-subsistem pembentuk sistem
ketahanan pangan. Keberhasilan pembangunan ketiga subsistem ketahanan
pangan tersebut perlu didukung oleh faktor-faktor input berupa sarana,
prasarana, dan kelembagaan dalam kegiatan produksi, distribusi, pemasaran.
pengolahan, dan sebagainya.
PROSES PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
(Pelat han. Pendampingan, Peninqkatan Akses)
T
PENGUATAN KELEMBAGAAN
a. Penguatan kelembagaan aparat
b. Penguatan keiembagaan masyarakat
c. Penguatan kelembagaan koordinasi pangan dan gizi
d. Penguatan fungsi lembaga pelayanan dan penunjang
-
+
P
SlSTEM KETAHANAN PANGAN OUTPUT
a. Memadainya
INPUT ketersediaan Bdistribusi
a. Pelatihan
pangan
b. Pendamping
b. Cukup nya kemampuan
c. Dana konsumsi pangan akses pangan rumah
d. Bahan, b. Pengembangan
tangga
Peralatan kelancaran distribusi teknologi pengolahan c. Cukupnya kemampuan
e. Tenaga Kerja
cadangan pangan pangan antar wiiayah dan produk pangan mengelola konsumsi
1. Teknologi
c. Pengembangan jar. c. Peningkatan kmadaran pangan dengan gizi
infonnasi pasar dan masy thdp pangan 38 seimbang dan aman
-
d. Memberikan pendidikan d. Cukupnya kemampuan
mengatasi masalah
pangan
e. Terciptanya usaha
Garnbar 5 Kerangka pikir pernberdayaan rnasyarakat dan sistern ketahanan pangan untuk
mewujudkan Desa Mandiri Pangan (DESA MAPAN)
FASlLlTASl
a. lnfrastruktur
b. Transportasi
c. Komunikasi
d. lnvestasi
e. Sarana pendidikan dan kesehatan
f. Listrik
g. Pemasaran
h. Pemberian insentif
IMPACT
Masyarakat Tahan Pangan
produktif
f. Terciptanya aliansi utk
meningkatkan partisipasi
masy dlm me lawan
kelaparan 8 kemiskinan
OUTCOME
Berkurangnya Kerawanan
Pangan dan Gizi
Pemberdayaan masyarakat tersebut dapat ditinjau dari dua aspek yaitu
untuk mengatasi masalah rawan pangan kronis disebabkan oleh keterbatasan
sumberdaya dan kemampuan produksi, serta rendahnya pendapatan dan akses
terhadap sumberdaya pangan, rnaupun rawan pangan transitori yang terjadi
karena adanya bencana alam, kerusuhan atau sebab lain yang menyebabkan
pasokan pangan dan akses terputus (Dewan Bimas Ketahanan Pangan, 2001).
Berdasarkan paparan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa untuk
mewujudkan ketahanan pangan perlu dilakukan dengan cara mengangkat
masyarakat dari kemiskinan yang rnembelenggunya. Dalam ha1 ini menurut lfe
(1995, 2002) perlu dilakukan prioritas pada pemberdayaan ekonomi masyarakat.
Pemberdayaan ekonomi rnasyarakat perlu dilakukan dengan tepat dengan
mengedepankan perspektif pemberdayaan masyarakat yaitu mengembangkan
pendekatan altematif dengan cara menampung aktifitas ekonomi dalam
masyarakat, bekerja untuk mencari manfaat bagi masyarakat dengan tujuan
memfungsikan kembali rnasyarakat lokal dan untuk meningkatkan kualitas hidup.
Terdapat berbagai aktor yang berperan dalam peningkatan ketahanan
pangan rumah tangga, antara lain rumah tangga itu sendiri, organisasi non
pemerintah (NGOs), pemerintah lokal, pemerintah nasional, lembaga-lembaga
internasional dan bantuan bilateral (Braun eta/.. 1992). Keberadaan perusahaan
di lingkungan masyarakat tidak dapat dilepaskan dari persoalan sosial di dalam
masyarakat tersebut termasuk adanya persoalan kemiskinan, yang dapat
menimbulkan citra buruk bagi perusahaan. Dalam ha1 ini maka perusahaan
diiuntut untuk ikut terlibat dalam menyelesaikan kemiskinan tersebut terutama
berkaitan dengan upaya perbaikan sosial ekonomi masyarakat.
Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2002 menyatakan bahwa
masyarakat (termasuk perusahaanlswasta) memiliki kesempatan yang seluas-
luasnya dalam mewujudkan ketahanan pangan seperti dalam kegiatan
(l)produksi, perdagangan, distribusi dan konsurnsi; (2) penyelenggaraan
cadangan pangan masyarakat; (3) melakukan pencegahan dan penanggulangan
masalah pangan. Keterlibatan perusahaan dalam mewujudkan ketahanan
pangan perlu mengacu pada Kebijakan Urnum Ketahanan Pangan yang
dikeluarkan oleh Dewan Ketahanan Pangan (2006). Dengan mengacu pada
kebijakan tersebut diharapkan terjadi sinergi dari berbagai pihak sehingga
kondisi tahan pangan dapat segera tetwujud. Adapun kebijakan umum
ketahanan pangan terdiri dari:
b Ketersediaan
1 Meningkatkan kualitas sumberdaya alam dan lingkungan
Peningkatan kualitas sumberdaya alarn khususnya lahan dan air
diarahkan untuk menjamin penyediaan pangan yang cukup, aman dan
berkelanjutan.
2 Meningkatkan produksi pangan untuk memenuhi kebutuhan dalarn negeri
Peningkatan produksi pangan diarahkan untuk memenuhi kebutuhan
pangan dan gizi rumah tangga dengan bertumpu pada kemampuan
produksi dalam negeri melalui pengembangan sistem produksi, efisiensi
sistern usaha pangan, pengembangan teknologi produksi pangan.
pengembangan sarana dan prasarana produksi pangan, perlindungan
dan pengembangan lahan produktif, serta pemanfaatan potensi
sumberdaya lokal.
3 Mengembangkan infrastruktur pertanian dan pedesaan
Peningkatan dan perbaikan infrastruktur pertanian dilakukan untuk
mempersingkat waktu dan biaya produksi yang harus dikeluarkan untuk
rnenghasilkan bahan pangan yang siap dipasarkan ke konsumen.
4 Mengernbangkan kemampuan pengelolaan cadangan pemerintah dan
masyarakat
Cadangan pangan dilakukan untuk mengantisipasi kekurangan pangan,
kelebihan pangan, gejolak harga dan keadaan darurat. Cadangan pangan
diutamakan berasal dari produksi dalarn negeri dan pemasukan atau
impor pangan hanya dilakukan apabila produksi pangan dalam negeri
tidak mencukupi.
b Distribusi
1 Meningkatkan sarana dan prasarana untuk efisiensi distribusi dan
perdagangan pangan
Pemerintah mengembangkan sarana, prasarana dan pengaturan
distribusi pangan serta mendorong partisipasi masyarakat dalam
mewujudkan sistern distribusi pangan yang efisien. Perhatian khusus
diberikan pada daerahdaerah terpencil yang rawan terhadap gangguan
bencana alam.
2 Mengurangi danlatau rnenghilangkan perda yang menghambat distribusi
pangan antar daerah
Pemerintah, khususnya pemerintah daerah meminimalkan Perda yang
mengakibatkan tingginya biaya retribusi. Hal ini dimaksudkan agar
masyarakat yang tinggal di daerah terpencil tidak hams menanggung
biaya distribusi yang memberatkan, baik terhadap input produksi maupun
terhadap hasil produksi pangan.
3 Mengembangkan kelembagaan dan sarana fisik Pengolahan dan
pemasaran di pedesaan
Pengembangan kelembagaan dan sarana pengolahan dan pemasaran di
pedesaan dilaksanakan untuk menjaga kualitas bahan pangan yang
dihasilkan di tingkat produsen, meningkatkan posisi tawar dari petani
produsen, memfasilitasi berkembangnya usaha pengolahan pangan
untuk meningkatkan pendapatan masyarakat.
4 Menyusun kebijakan harga pangan untuk melindungi produsen,
pedagang dan konsumen
Penetapan kebijakan harga pangan tertentu yang bersifat pokok
dilakukan untuk menghindari terjadinya gejolak harga yang
mengakibatkan keresahan masyarakat.
d Konsumsi
1 Meningkatkan kemampuan akses pangan rumah tangga sesuai
kebutuhan jumlah, mutu, keamanan, dan gizi seimbang
Akses rumah tangga terhadap pangan di uj udkan melalui pengendalian
stabilitas harga pangan, peningkatan daya beli, pemberian bantuan
pangan dan pangan bersubsidi. Pemerintah memantau dan
mengidentifkasi secara dini tentang kekurangan dan surplus pangan,
kerawanan pangan dan ketidakmampuan rurnah tangga dalarn mernenuhi
kebutuhan pangannya serta rnelakukan tindakan pencegahan dan
penanggulangan yang diperlukan. Bantuan pangan dan pangan
bersubsidi disalurkan kepada kelompok rawan pangan dan keluarga
miskin untuk meningkatkan kualitas gizinya.
2 Mendorong, mengembangkan dan memfasilitasi peran serta masyarakat
(LSM, Organisasi Profesi, Koperasi, Organisasi Massa) dalam memenuhi
hak atas pangan khususnya bagi kelompok kurang mampu
Pemerintah bersama dengan masyarakat mempunyai tanggung jawab
yang sama dalarn mewujudkan ketahanan pangan nasional hingga ke
tingkat rumah tangga.
3 Meningkatkan efisiensi dan efektifitas intervensi bantuan pangan dan
pangan bersubsidi kepada golongan masyarakat rawan pangan termasuk
kelompok lanjut usia dan penyandang cacat ganda
Pencegahan keadaan rawan pangan dan gizi dilakukan melalui
pengembangan dan pemantapan sistem isyarat dini dan i nte~ensi
bantuan yang memadai. Oleh karena itu, perlu ditingkatkan efisiensi dan
efektifitas intervensi bantuan pangan pangan bersubsidi melalui
penghapusan hambatan dan halangan yang bersifat birokratif dan
administratif.
4 Mempercepat proses divesifikasi pangan ke arah konsumsi yang
beragam dan bergizi seimbang
Konsumsi pangan yang beragam dengan gizi seimbang merupakan salah
satu faktor penting yang menentukan tingkat kesehatan dan intelegensia
manusia. Kemampuan dan pola konsumsi pangan rumah tangga
dipengaruhi oleh kondisi ekonomi, sosial, dan budaya setempat. Oleh
karena itu perlu dilakukan sosialisasi mengenai diversifikasi pangan
didukung oleh media massa agar pemahaman mengenai diversifikasi
pangan dapat dipahami secara tepat oleh masyarakat luas.
Peran serta perusahaan yang di pandang sebagai bagian dari
masyarakat dalam mewujudkan ketahanan pangan masyarakat mencakup
pengembangan aktivitas produksi, perdagangan dan distribusi pangan,
pengelolaan cadangan pangan, konsumsi pangan bergizi seimbang, serta
pencegahan dan penanggulangan masalah pangan. Dengan demikian,
masyarakat menjadi pemeran utama dalam setiap upaya untuk mewujudkan
ketahanan pangan. Pemerintah dan Pemerintah Daerah melaksanakan peran
fasilitas dan pendukung yang bekerja sama dengan masyarakat dalam proses
yang partisipatif.
Suryadi (2002) menyatakan bahwa peran perusahaan dalam mengatasi
kemiskinan dapat dilakukan melalui program pemberdayaan masyarakat yang
secara maksimal berdampak bagi perbaikan tingkat kesejahteraan sosial
ekonomi baik yang bersifat langsung dalam bentuk penyerapan tenaga kerja
maupun pertumbuhan aktivitas usaha ekonomi produktif masyarakat lingkungan
perusahaan]
Selain itu, Braun et a/. (1992) menyatakan bahwa peran NGOs termasuk
di dalamnya perusahaan dapat berupa optimalisasi kemampuannya dalam
memberikan atau menyediakan sumberdaya antara lain dana, tekhnik, dan
manajerial, yang sangat kurang pada level lokal. Hal senada diungkapkan oleh
Kasryno (2004), bahwa ketahanan pangan hanya mungkin dicapai dengan
strategi pembangunan yang berpihak pada masyarakat miskin, dan CSR
terrnas.uk di dalamnya program pemberdayaan masyarakat merupakan strategi
untuk pembangunan pertanian dan pedesaan.
Mengacu pada Strategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan (SNPK)
tentang langkah-langkah yang perlu dilakukan oleh perusahaan (pelaku usaha)
termasuk perbankan dalam penanggulangan kerniskinan yang terkait dengan
pemenuhan hak dasar pangan dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan
adalah:
1 Meningkatkan pertanggungjawaban sosial dalarn berbagai bentuk seperti
pemberian beasiswa, pemberdayaan masyarakat, dukungan pada lembaga
pendidikan dan penelitian.
2 Menyediakan akses pekerjaan dan berusaha kepada masyarakat miskin
melalui perluasan lapangan kerja, kemitraan usaha dan keterkaitan usaha.
3 Memperkuat usaha koperasi, usaha mikro dan kecil melalui pendampingan,
bantuan teknis dan permodalan.
4 Menggalang dana sosial untuk disalurkan kepada perorangan dan kelompok
masyarakat miskin.
Riely et a/. (1999) melaporkan tujuan-tujuan program yang dapat
meningkatkan ketahanan pangan berdasarkan penelitian yang dilakukan di
Amerika Tengah. Adapun tujuan program tersebut adalah:
1 Untuk Meningkatkan ketersediaan pangan pokok, dengan tujuan khusus:
a Meningkatkan produksi dan keragarnan pangan
b Meningkatkan cadangan pangan dan konse~asi pangan
c Perluasan pemasaran pangan dan input bagi produksi pertanian
2 Untuk meningkatkan akses pangan, dengan tujuan khusus:
a Meningkatkan pendapatan ~ m a h tangga
b Meningkatkan stabilitas harga pangan lokal
c Meningkatkan persediaan pangan untuk kelompok rawan pada saat
dibutuhkan
3 Untuk meningkatkan utilisasi pangan, dengan tujuan khusus:
a Meningkatkan kualitas pengasuhan dan pelayanan reproduksi
b Meningkatkan ketersediaan, kualitas dan akses terhadap pelayanan
kesehatan air bersih dan sanitasi
4 Untuk meningkatkan kapasitas institusi atau lembaga dalam mengelola
i nt e~ensi pembangunan nasional dan lokal dan menyediakan sumberdaya
untuk pembangunan ketahanan pangan.
Badan Bimas Ketahanan Pangan (2005) menyatakan terdapat beberapa
proses yang dilakukan dalam pemberdayaan masyarakat untuk
meningkatkan ketahanan pangan. Proses tersebut antara lain:
1 Mencari pemecahan masalah berdasarkan kemampuan dan keterbatasan
yang dimiliki.
2 Mengembangkan usaha dengan segala kemampuan dan sumberdaya yang
dimiliki.
3 Mengembangkan sistem untuk mengakses sumberdaya yang diperlukan.
Dalam operasionalnya kegiatan pemberdayaan masyarakat dapat
mengambil berbagai bentuk, seperti:
1 Pemberdayaan sebagai partisipasi
Partisipasi masyarakat dalam berbagai program pembangunan maupun
pengambilan keputusan.
2 Pemberdayaan sebagai demokratisasi
Masyarakat lebih berperan dalam proses politik
3 Pemberdayaan sebagai pengembangan kapasitas
4 Pemberdayaan sebagai perbaikan ekonomi
5 Pemberdayaan sebagai pengembangan individu, yaitu pengembangan
kesadaran kritis dari individu dan memutuskan sikap berdasarkan kesadaran
tersebut.
Aplikasinya, perusahaan dituntut untuk me~muskan visi program
pemberdayaan masyarakat secara tepat. Sehingga program pemberdayaan
masyarakat dapat dijadikan salah satu media "public relation" perusahaan yang
bersifat konkrit dalam kerangka mengurangi citra negatif perusahaan yang
seringkali dianggap tidak adil dan berorientasi komersial semata serta
berkontribusi bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat khususnya dalam
upaya peningkatan ketahanan pangan masyarakat. Adapun program
pemberdayaan masyarakat oleh perusahaan perlu dirancang dan diaplikasikan
sebagai "mitra" dalam memberdayakan dan mengembangkan potensi
sumberdaya untuk meningkatkan kesejahteraan sosial ekonomi secara
berkelanjutan. Kegagalan program pemberdayaan masyarakat dalam
mendukung kesejahteraan hidup masyarakat setempat akan semakin
menempatkan perusahaan pada citra "eksploitatir di tingkat publik.
Mencerrnati persoalan yang ada, Suryadi (2002) menyatakan ada tiga
persyaratan yang perlu dipenuhi oleh perusahaan jika ingin mewujudkan
pelaksanaan program pernberdayaan masyarakat yang efektii yaitu:
1 Program pemberdayaan masyarakat tidak lagi bersifat sektoral dan
ditentukan oleh manajemen dalam konteks rnemenuhi kewajiban sosial
perusahaan. Terlebih lagi apabila program hanya untuk mendukung
keamanan dan efisiensi aktivitas perusahaan.
2 Program pemberdayaan masyarakat tidak lagi lebih diprioritaskan bagi tujuan
pemenuhan kernudahan dalam akses pelayanan dasar masyarakat seperti:
infrastruktur jalan dan kesehatan yang terkesan sebagai 'hadiah" ketimbang
program yang secara nyata dibutuhkan dan merupakan bagian dalam proses
"investasi" masyarakat.
3 Program pemberdayaan masyarakat harus melibatkan masyarakat penerima
rnanfaat secara aktif dalarn proses pengambilan keputusan atas gagasan,
tujuan, dan perencanan dari setiap jenis kegiatan program pemberdayaan
masyarakat, bukan turun dari perusahaan untuk memenuhi kewajiban
norrnatii kepada pemerintah.
Suatu ha1 yang tidak bisa diabaikan dalarn pelaksanan program
pemberdayaan rnasyarakat oleh perusahaan adalah perlunya evalusi baik dari
sisi pelaksanaannya (monitoring) maupun pencapaiannya (evaluasi). Riely et a/.
(1999) merekomendasikan pendalaman terhadap komponen program dalam
rnelakukan monitoring dan evaluasi suatu program. Dengan jelasnya komponen
program antara lain input, proses, output dan dampak program maka akan
rnudah menetapkan indikator-indikator dalam rnelakukan monitoring dan
evaluasi. Penelitian ini juga menggunakan metode mempelajari komponen
program guna menganalisis program lebih mendalam dan untuk mengetahui
potensi dampak program dalarn kaitannya dengan upaya peningkatan ketahanan
pangan rumah tangga. Gambar 6 menyajikan komponen suatu program menurut
Riely et a/. (1999).
Proses Eksternal
Gambar 6 Komponen program
Penjelasan dari komponen program, antara lain:
1 lnput program adalah semua sumberdaya berupa bahan mentah yang
digunakan dalam melaksanakan program. lnput program mencakup
sumberdaya manusia dan finansial, fasilitas fisik, peralatan, kebijakan
operasional yang memungkinkan program dapat dilaksanakan dengan baik.
2 Proses program adalah sekumpulan aktivitas atau merupakan wilayah
fungsional dimana input program digunakan untuk mencapai hasil yang
diharapkan.
3 Output program merupakan hasil dari pelaksanaan program, berkenaan
dengan kualitas dan kuantitas barang dan jasa yang dihasilkan program.
4 Proses eksternakkejadian luar yang mempengaruhi hubungan antara output
dan dampak.
5 Dampak program adalah seperangkat hasil berupa perubahan pada akses
dan kualitas sumberddya, perubahan perilaku, atau peningkatan
kesejahteraan yang tejadi pada penerima program yang dapat secara
langsung dikaitkan dengan kegiatan-kegiatan program dan output. Dampak
dapat diuraikan dengan membedakan:
a Dampak pada kapabilitas yaitu hasil menengah program (selanjutnya
disebut outcome). Contoh outcome adalah peningkatan kualitas dan
akses terhadap sumberdaya, peningkatan pengetahuan dan
prakteklpengalaman penerima program.
b Dampak pada kesejahteraan yaitu hasil akhir program pada tingkat
penerima program. Dampak ini secara langsung berhubungan dengan
status ketahanan pangan dan kesejahteraan. Misalnya, tingkat
konsumsi, perubahan hasil panen, produksi pangan dan pendapatan.
Untuk program yang berhubungan dengan gizi dan kesehatan, dampak
pada kesejahteraan dapat dinyatakan dalam peningkatan status gizi,
penurunan pada angka kematian dan angka kesakitan.
Berdasarkan berbagai kriteria pemberdayaan rnasyarakat oleh
perusahaan disadari bahwa terdapat perbedaan antara program yang
dilaksanakan oleh pemerintah dan perusahaan (NGOs). Perusahaan cenderung
mengkonsentrasikan sumberdaya mereka pada cakupan wilayah yang lebih
kecil, misalnya rnenggunakan sejurnlah bahan bangunan, input pertanian baru
dan keahlian-keahlian yang bersifat tekhnis disarnping para pelaksana dalam
proyek pangan yang dilaksanakan. Perusahaan kernungkinan berhubungan
dengan individu rumah tangga atau kelompok masyarakat yang sangat kecil,
rnisalnya dengan orangtua tunggal yang wanita, dengan rnemberikan bahan
makanan sebagai insentif atau subsidi (WFP. 1998).
Meskipun cakupan program yang dilakukan oleh perusahaan tidak seluas
yang dapat dilakukan oleh pemerintah, sesungguhnya perusahaan dapat
memainkan peran penting dalarn peningkatan ketahanan pangan rurnah tangga,
baik rnelalui program yang bergerak dalam bidang yang bertujuan untuk
meningkatkan ketersediaan pangan (rnisalnya dengan membantu petani
menyediakan alat pertanian canggih), akses pangan (misalnya dengan program
yang dapat rneningkatkan pendapatan rurnah tangga) rnaupun utilisasi pangan
(rnisalnya dengan rnenyediakan pelayanan kesehatan).
KERANGKA PEMIKIRAN
Program Community Development (pemberdayaan masyarakat)
perusahaan merupakan pendekatan komprehensif dalam pengembangan
ekonomi, sosial maupun lingkungan yang dalam prosesnya melibatkan
masyarakat dalam dialog mengenai masalah di masyarakat serta langkah yang
harus diambl untuk perbaikan kondisi masyarakat tersebut. Melalui pelaksanaan
program-program pemberdayaan masyarakat yang tepat, diharapkan
perusahaan dapat memberikan kontribusi nyata dalam bentuk investasi sosial
(social investment) bagi masyarakat dan stakeholder lainnya.
Ketahanan pangdn tingkat rumah tangga berhubungan dengan
kemampuan rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam jumlah
dan mutu yang cukup bagi seluruh Anggota rumah tangganya sepanjang waktu.
lndividu dalam rumah tangga dikatakan tahan pangan apabila asupan
makanannya cukup untuk memenuhi kebutuhan aktivitas, kesehatan,
pertumbuhan dan perkembangan.
Dalam konteks mewujudkan ketahanan pangan rumah tangga
masyarakat sekiiar perusahaan, program pemberdayaan masyarakat dapat
direalisasikan dalam berbagai bentuk peningkatan pemberdayaan seperti,
penyediaan fasilitas, perluasan kesempatan kerja dan lain-lain. Dampak positif
program pemberdayaan masydrakat terhadap ketahanan pangan dapat melalui
upaya peningkatan peningkatan produksi, pendapatan, kesehatan dan lain-lain..
Berbagai program pemberdayaan masyarakat PT Riau Andalan Pulp and Paper
adalah program Sistem Pertanian Terpadu (SPT), Program Sosial dan
lnfrastruktur (PSI), Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah (PUKM)serta
pelatihan kejuruan.
Banyak akernatif indikator yang bisa digunakan untuk mengukur
ketahanan pangan. lndikator yang paling umum digunakan untuk mengukur
ketahanan pangan adalah mengukur konsumsi berupa asupan kalori atau
kemampuan memenuhi kecukupan pangan rumah tangga sepanjang waktu.
Keadaaan konsumsi pangan, akses pangan, distribusi pangan dan lainnya dapat
digali secara kualitatif.
Terdapat berbagai faMor yang mempengaruhi ketahanan pangan rumah
tangga. Program pemberdayaan masyarakat diharapkan dapat memberikan
pengaruh yang positii terhadap peningkatan ketahanan pangan rumah tangga
sasarannya. Namun demikian intervensi dari luar rumah tangga (ekstemal)
dalam ha1 ini program pemberdayaan masyarakat perusahaan sangat erat
kaitannya dengan kondisi internal rumah tangga itu sendiri yang kemungkinan
pengaruhnya juga sangat besar karena terkait dengan pemahaman dan praktek
perilaku seperti alokasi pendapatan untuk pangan dan alokasi pangan untuk
anggota rumah tangga. Adapun faktor internal rumah tangga yang
rnempengaruhi ketahanan panga rumah tangga antara lain besar rumah tangga,
pendidikan ibu rumah tangga dan pengetahuan gizi ibu rumah tangga.
Kebijakan Aspirasi (Kebutuhan)
Perusahaanl Masyarakat
Program Pemberdayaan
Masyarakat Riaupulp:
Keterangan:
SPT : Sistem Pertanian Terpadu
PSI : Program Sosial dan InfraSt~kt~r
PUKM : Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah
VT : Vocational Training (Pelatihan Kejuman)
1 : Peubah yang Diteliti
- - - - - - -
,----..!
: Peubah yang Tidak Diteliti
Garnbar 7 Kerangka pernikiran analisis program pernberdayaan masyarakat
PT Ri au Andalan Pul p and Paper dalam kaitannya dengan upaya
peningkatan ketahanan pangan rurnah tangga
METODE PENELlTlAN
Desain, Waktu dan Tempat
Penelitian ini menggunakan restropective design yaitu membandingkan
keadaan rumah tangga sebelum terkena program pemberdayaan masyarakat
dengan setelah terkena program pemberdayaan masyarakat. Keikutsertaan
rumah tangga dalam program tidak sama, sehingga untuk desa Banjar Benai,
keadaan rumah tangga sebelum terkena program dibagi dalam tiga waktu yaitu
tahun 2000, 2001 dan 2002, adapun keadaan rumah tangga setelah terkena
program dilihat pada kondisi saat ini (tahun 2006). Sedangkan di Desa Koto
Benai, keadaan rumah tangga sebelum terkena program dibagi dalam 2 waktu
yaitu tahun 2001 dan 2003, dan keadaan rumah tangga setelah terkena program
dilihat pada kondisi saat ini (tahun 2006).
Pengumpulan data dilapangan dilaksanakan pada April-Mei 2006.
Selanjutnya proses pengolahan data, analisis data dan penulisan hasil penelitian
akan dilakukan sejak pengambilan data dilapangan hingga Maret 2007. Adapun
tempat penelitian adalah Desa Banjar Benai dan Desa Koto Benai Kecamatan
Benai Kabupaten Kuantan Singingi Propinsi Riau. Pemilihan tempat penelitian
dilakukan secara purposive dengan pertimbangan sebagai tempat pelaksanaan
program pemberdayaan P i Riau Andalan Pulp and Paper. Pertimbangan lain
adalah karena kedua desa tersebut memiliki nilai penting bagi perusahaan
sebagai lalu lintas angkutan kayu dan hutan perusahaan. Selain itu, masyarakat
di desa ini hampir 100% merupakan suku asli yaitu Melayu dan telah tinggal di
kawasan tersebut sebelum kegiatan perusahaan beroperasi.
Unit Penelitian
Unit penelitian adalah rumah tangga. Penelitian ini meneliti s e l u ~ h
rumah tangga yang menjadi sasaran program pemberdayaan masyarakat PT
Riau Andalan Pulp and Paper dan masih aMif mengikuti serta melaksanakan
program pemberdayaan dari PT Riau Andalan Pulp and Paper. Adapun jumlah
s e l u ~ h rumah tangga yang diteliti adalah 34 orang (29 orang sasaran program
Sistem Pertanian Terpadu dan 5 orang sasaran program Pengembangan Usaha
Kecil dan Menengah).
Tahapan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam 2 tahap yaitu:
1 Tahap pendahuluan, terdiri dari:
a Mempelajari karakteristik kebijakan program pemberdayaan masyarakat
PT Riau Andalan Pulp and Paper.
b Mengidentifikasi seluruh program pemberdayaan masyarakat dan
mempelajari potensi dampak dalam kaitannya dengan upaya peningkatan
ketahanan pangan rumah tangga.
2 Tahap survey ke lapangan untuk mempelajari peran program pemberdayaan
masyarakat oleh perusahaan dalam kaitannya dengan upaya peningkatan
ketahanan pangan rumah tangga. Survey dilakukan pada rumah tangga
sasaran program pemberdayaan dengan karakteristik:
a Memiliki potensi dampak terhadap peningkatan ketahanan pangan rumah
tangga.
b Dilaksanakan dalam jangka waktu tertentu dalam artian memiliki periode
waktu pelaksanaan.
c Program yang berkaitan langsung dengan unit rumah tangga sebagai
sasaran utama.
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Jenis
data primer yang dikumpulkan adalah karakteristik kebijakan program
pemberdayaan masyarakat oleh perusahaan, ketahanan pangan rumah tangga
dan karakteristik sosial rumah tangga (pendapatan, pengetahuan gizi ibu,
pendidikan ibu, dan besar rumah tangga) dan aspirasi atau kebutuhan
masyarakat.
Data primer diperoleh dari wawancara berdasarkan kuesioner yang
dibuat. Wawancara untuk mendapatkan data tentang karakteristik program
pemberdayaan masyarakat oleh perusahaan dilakukan dengan Manajer
Community Development (CD) perusahaan. lnformasi tambahan tentang
program pemberdayaan masyarakat yang dijalankan dikonfirmasikan kepada
pihak lain seperti penerima sasaran, yayasan pelaksana kegiatan pemberdayaan
masyarakat. Wawancara menggali ketahanan pangan rumah tangga dan
karakteristik sosial rumah tangga dilakukan terutarna dengan ibu ~ m a h tangga.
Data ini juga di konfirrnasikan kepada anggota rumah tangga lain seperti kepala
rumah tangga dan orang dewasa lain selaku anggota rumah tangga. lnforrnasi
tambahan tentang responden diperoleh dari pendamping program yang hidup
ditengah masyarakat.
Data sekunder adalah data tentang program pemberdayaan masyarakat,
diperoleh dari buku yang dikeluarkan oleh perusahaan. Data sekunder lainnya
adalah karakteristik demografis desa yang diperoleh dari monografi desa.
Pengukuran beberapa peubah yang diteliti dilakukan dengan cara sebagai
berikut (definisi operasional):
Ketahanan Pangan Rumah Tangga adalah jumlah seperangkat pola kondisi,
pengalaman dan perilaku yang secara konsisten menggambarkan
fenomena atau bukti ketidaktahanan pangan dan kelaparan.
Seperangkat pola kondisi, pengalaman dan perilaku terlebih dahulu diberi
skor dan selanjutnya di kategorikan berdasarkan skala ketahanan pangan
yang telah dibakukan (Tabel 4).
lntegrasi program pemberdayaan masyarakat dalam kebijakan perusahaan
(komitmen perusahaan) adalah penilaian terhadap keputusan
perusahaan mencakup adanya kebijakan tertulis, divisi khusus, SDM
yang kapabel, rencana strategi, pendanaan dan kerjasama dengan pihak
lain (Lampiran lb). Skoring dilakukan pada tiap indikator berdasarkan
wawancara dan mempelajari dokumen yang ada. Skor 1 berarti rendah,
2 berarti sedang dan 3 berarti baik. Selanjutnya, berdasarkan skor ini,
ditetapkan selang guna mengkategorikan komitmen perusahaan. Selang
6-10 kategori rendah, 11-14 kategori sedang, dan 15-18 kategori baik.
lntegrasi program pemberdayaan masyarakat dalam kebijakan
perusahaan terkait upaya peningkatan ketahanan pangan diketahui
dengan melakukan content analysis berdasarkan KUKP 2006-2009
(Lampiran 1 a).
Aspirasi dan kebutuhan sasaran adalah jumlah pernyataan kepuasan,
keinginan dan harapan serta masukan sasaran baik menyangkut program
yang telah bejalan maupun menyangkut program yang akan datang.
Program pemberdayaan masyarakat PT Riau Andalan Pulp and Paper
(Riaupulp) adalah seluruh program pemberdayaan yang dilakukan oleh
PT Riau Andalan Pulp and Paper bagi komunitas sekitar perusahaan dan
ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan serta kemandirian
komunitas tersebut.
rurnah tangga dan orang dewasa lain selaku anggota rurnah tangga. lnformasi
tarnbahan tentang responden diperoleh dari pendamping program yang hidup
ditengah rnasyarakat.
Data sekunder adalah data tentang program pemberdayaan masyarakat,
diperoleh dari buku yang dikeluarkan oleh perusahaan. Data sekunder lainnya
adalah karakteristik demografis desa yang diperoleh dari monografi desa.
Pengukuran beberapa peubah yang diteliti dilakukan dengan cara sebagai
berikut (definisi operasional):
Ketahanan Pangan Rumah Tangga adalah jumlah seperangkat pola kondisi,
pengalaman dan perilaku yang secara konsisten menggambarkan
fenomena atau bukti ketidaktahanan pangan dan kelaparan.
Seperangkat pola kondisi, pengalaman dan perilaku terlebih dahulu diberi
skor dan selanjutnya di kategorikan berdasarkan skala ketahanan pangan
yang telah dibakukan (Tabel 4).
lntegrasi program pemberdayaan masyarakat dalam kebijakan perusahaan
terkait upaya peningkatan ketahanan pangan adalah penilaian dengan
melakukan content analysis terhadap keputusan perusahaan mengenai
program pernberdayaan masyarakat dalam kaitannya upaya peningkatan
ketahanan pangan dengan berdasarkan KUKP 2006-2009 (Lampiran l a) .
Selanjutnya, integrasi program pemberdayaan rnasyarakat dalam
kebijakan perusahaan sebagai komitmen perusahaan adalah penilaian
dengan melakukan skoring terhadap keputusan perusahaan mengenai
kebijakan tertulis, divisi khusus, SDM yang kapabel, rencana strategi,
pendanaan dan kerjasarna dengan pihak lain (Lampiran l b) . Skoring
dilakukan pada tiap indikator berdasarkan wawancara dan mempelajar~
dokurnen yang ada. Skor 1 berarti rendah, 2 berarti sedang dan 3 berarti
baik. Selanjutnya, berdasarkan skor ini, ditetapkan selang guna
rnengkategorikan komitmen perusahaan. Selang 6-10 kategori rendah,
11-14 kategori sedang, dan 15-18 kategori baik.
Aspirasi dan kebutuhan sasaran adalah jurnlah pernyataan kepuasan,
keinginan dan harapan serta masukan sasaran baik menyangkut program
yang telah bejalan maupun menyangkut program yang akan datang.
Program pemberdayaan masyarakat PT Riau Andalan Pulp and Paper
(Riaupulp) adalah seluruh program pernberdayaan yang dilakukan oleh
PT Riau Andalan Pulp and Paper bagi kornunitas sekitar perusahaan dan
ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan serta kemandirian
komunitas tersebut.
Sistem pertanian terpadu adalah seluruh kegiatan yang bergabung dan saling
berintegrasi memperkuat satu sama lain, membentuk suatu sistem
pertanian berorientasi agribisnis.
Program sosial dan infrastruktur adalah seluruh program pemberdayaan
masyarakat mencakup pelayanan bidang kesehatan, pendidikan,
keagamaan, budaya dan olah raga serta pengadaan dan penyediaan
infrastruktur bagi masyarakat.
Pelatihan kejuruan (vocational training) merupakan seluruh bentuk program
yang
bertujuan untuk melatih pemuda desa khususnya yang putus
sekolah agar memiliki keterampilan yang dibutuhkan oleh PT Riau
Andalan Pulp and Paper (in line) maupun keterampilan untuk membuka
usaha sendiri (off line).
Pengembangan usaha kecil dan menengah yaitu seluruh kegiatan yang
diarahkan untuk meningkatkan kemampuan sasaran sasaran agar
mampu menganalisa potensi diri dan lingkungannya untuk dikembangkan
menjadi peluang usaha yang selanjutnya dikelola sehingga manghasilkan
keuntungan.
Pendapatan rumah tangga dari program adalah jumlah pendapatan yang
berasal dari usaha sebadai intervensi program pemberdayaan
masyarakat yang dihasilkan oleh anggota rumah tangga (sasaran
program) dinilai dalam rupiah per kapita dalam periode waktu satu bulan.
Dengan menghitung kuartil maka jumlah pendapatan yang berada di
bawah Q1 disebut mempunyai pendapatan rendah. Jika berada antara
Q1 dan Q3 disebut mempunyai pendapatan sedang. Jika berada diatas
Q3 disebut mempunyai pendapatan tinggi.
Pendapatan rumah tangga bukan dari program adalah jumlah pendapatan
yang bukan berasal dari usaha sebagai intervensi program
pemberdayaan masyarakat (berupa gaji atau hasil produksi) yang
dihasilkan oleh seluruh anggota rumah tangga (kepala rumah tangga, ibu
rumah tangga maupun orang lain yang hidup bersama di bawah satu atap
dan melakukan aktiftas ekonomi secara bersama-sama baik produksi
maupun konsumsi), dinilai dalam rupiah per kapita dalam periode waktu
satu bulan. Dengan menghitung kuartil maka jumlah pendapatan yang
berada di bawah Q1 disebut memounvai oendaoatan rendah. Jika
berada antara Q1 dan 03 disebut mem~unvai ~endaoatan sedano. Jika
berada diatas 0 3 disebut memounvai oendaoatan tinaai.
Besar rumah tanaaa meruoakan keseluruhan iumlah anaaota rumah tanaoa
vana terdiri dari avah, ibu. anak rnaupun orana lain vana hidup bersama
di bawah satu atap dan melakukan aktifitas ekonorni secara bersarna-
sarna baik produksi maupun konsumsi. Rumah tangga dengan iumlah
anggotanva s4 (memiliki anak atau anggota rumah tangga lain satu
sarnpai dua orang) disebut rumah tangga kecil. Apabila jurnlah anggota
rumah tangga 5-6 (memiliki anak atau anggota rumah tangga lainnya tiga
sampai empat orang) disebut rumah tangga sedang. Selanjutnya apabila
jumlah anggota rumah tangga 27 (memiliki anak atau anggota rumah
tangga lainnya lebih dari empat orang) disebut rumah tangga besar.
Pendidikan ibu rumah tangga adalah tingkat pendidikan formal yang pernah
dijalani oleh ibu. Pengukuran dilakukan berdasarkan jumlah tahun
menjalani pendidikan formal. Selanjutnya berdasarkan jumlah tahun
menjalani pendidikan ini dilakukan pengkategorian tingkat pendidikan
yaitu rendah apabila rnaksimal hanya rnencapai standar wajib belajar 9
tahun (SD-SLTP), sedang apabila mencapai 12 tahun (SLTA) dan tinggi
apabila lebih dari 12 tahun (Perguruan Tinggi).
Pengetahuan gizi ibu rumah tangga adalah tingkat pengetahuan ibu tentang
pangan dan gizi. Tingkat pengetahuan gizi ibu ini diperoleh berdasarkan
jawaban ibu atas 14 pertanyaan dan selanjutnya dikategorikan sehingga
terdapat tiga kategori yaitu rendah apabila berada di bawah Q1, sedang
apabila berada antara Q1 dan Q3 dan tinggi apabila berada diatas Q3.
Pertanyaan tentang pengetahuan gizi ibu yang awalnya bejurnlah 16
pertanyaan telah diujicobakan pada 12 responden untuk mengetahui
reliabilitasnya (Lampiran 1). Penentuan reliabilitas menggunakan metode
belah dua (split-half method) yaitu dengan cara mengkorelasikan antara
skor pada item pertanyaan ganjil dengan total skor pertanyaan genap,
dilanjutkan dengan pengujian dengan rumus Sperman-Brown, dengan
rumus (At Husin, 20u3):
r,,= 2r%%
(i+rYzY~)
Ket : r%%= korelasi antara skor-skor belahan tes
rll=Koefisien reliabilitas yang sudah disesuaikan
Secara ringkas, data yang dikurnpulkan, metode pengukuranlanalisis,
parameter dan suber perolehan data penelitian tertera pada Tabel 4.
Tabel 4 Data yang dikurnpulkan, rnetode pengukuran/analisis. parameter
dan surnber perolehan data
DataIPeubah I Metode PengukuranlAnalisis I Parameter I Sumber Data
Komitmen I Content analvsis berdasarkan I I Buku
Perusahaanl
kebijakan
Besar RT
,~ ~ ~ ~~~ ~
KUKP 20062009 (Lampiran l a)
lndikator dikembangkan dari
lrpan Kadir dan Jalal (2004)
mencakupaspekadanya
kebijakan tertulis, bagianldivisi
khusus, SDM, renstra.
pendanaan, kerjasama dg
keluarga kecil(2 anak) dari I Besar - : 17
Kurang : 6-10
Sedang :11-14
Baik :15-18
.
pihak lain (Lampiran 1b)
perusahaan,
Wawancara
dengan CDO
Wawancara dg
I RT
Pengkategorian jumlah anggota
keluarga berdasarkan konsep
I Ibu I mei a~ani ~endi di kan berdasarkanl Sedang : 10-12 th (SLTA) I IRT
Kecil : 54
Sedang : 5-6
I gizi ibu I berdasarkanpertanyaan dari I Sedang : 3.51-1 1 I IRT - I
kuesioner yang dibuat.
Pengkategorian dilakukan
non prog pendapatan rumah tangga dari
non oroaram / kaohln
I ber&s&kan kuakl
Pendapatan I Pengkategorian jumlah
prog pendapatan rumah tangga dan
program / kaphln berdasarkan
Tingg i: 112
Rendah: S325.000
Sedang: 325.100-
735.000 -. -.-
Tinggi: 1735.100
Rendah: S100.000
Sedang:l00.100-366.700
Tinaai: 1 366.800
Wawancara dg
KRT dan IRT
Wawancara dg
KRT dan IRT
Ketahanan
Pangan
I kuarti~
kapibln berdasarkan kuartil -'
--
Dengan skal ketahanan pangan
di dasarkan pada seperangkat
pola kondisi, pengalaman dan
perilaku yang secara konsisten
menggambarkan fenomena atau
bukti ketidaktahanan pangan
dan kela~aran
1.602.075
Tinggi: 2 1.002.100
Rurnah tangga rnemiliki
Pendapatan
total
. .
anak:
TP : 0-2
TTPTK : 3-7
TTPKs : 8-12
TTPKb :13-18
Rumah tangga tanpa
anak:
TP : 0-2
TTPTK : 3-5
Wawancara dg
IRT
Pengkategorian jumlah
pendapatan total rumah tanaaal
1 masikan sasaran I sasaran (KRT) I
Ket: TP : Tahan Pangan CDO : Communitv Develoomenl Omanizer
Rendah:Y150.000
Aspirasi dan
kebutuhan
TTPTK Tldak Tahai Pangan Tanpa Kelaparan IRT Ibu mmah Tangg;
TTPKs ndak Tahan Pangan dengan Kelaparan (Sedang KRT Kepala Rumah Tangga
TTPKb T dak Tahan Pangan dengan r(e aparan (Berat)
Wawancara dg
Sedana:450 100- KRT dan IRT
Jumlah pernyataan kepuasan,
keinginan dan harapan serta
TTPKs : 6-8
l TPKb :9-10
Wawancara
denaan
Pengolahan Data dan Analisis Data
Kegiatan pengolahan data meliputi :
1. Mengkoding data dan memasukkan data.
2. Membuat tabel frekuensi dan tabel silang.
3. Mengedit data.
Selanjutnya content analysis dilakukan terhadap data yang diperoleh dari
pihak perusahaan serta sasaran program pemberdayaan terkait potensi dampak
program pemberdayaan masyarakat dalam kaitannya dengan upaya peningkatan
ketahanan pangan. Analisis deskriptif berdasarkan teori dilakukan untuk
mengetahui peran program pemberdayaan masyarakat dalam kaitannya dengan
upaya peningkatan ketahanan pangan rumah tangga
HASlL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum Lokasi Penelitian
Keadaan Umum Desa Banjar Benai
Desa Banjar Benai terrnasuk dalarn wilayah di kecarnatan Benai,
Kabupaten Kuantan Singingi. Luas Desa Banjar Benai sekitar 7600 ha. Luas
tanah diperuntukkan sebagai jalan sepanjang 30,3 krn, sawah dan ladang
sebanyak 75 ha, tanah yang belurn dikelola berupa rawa seluas 100 ha,
selebihnya diperuntukkan sebagai pernukirnan dan perkebunan serta fasilitas
urnurn. Secara geografis, Desa Banjar Benai rnerniliki batas wilayah antara lain:
sebelah utara berbatasan dengan Sungai Kuantan, sebelah selatan berbatasan
dengan Riaupulp sektor Cerenti, sebelah barat berbatasan dengan Desa
TalontarnIKecarnatan Kopung Tenga, dan sebelah tirnur berbatasan dengan
Gunung KesiangadPT Cerenti Subur. Desa Banjar Benai berjarak 4 km dari
pusat kecarnatan dan berjarak 14 krn dari pusat kabupaten.
Jurnlah Keluarga di Desa Banjar Benai sekitar 790 Keluarga dengan
jurnlah penduduk keseluruhan rnencapai 3030 orang. Secara urnum, penduduk
di desa ini bekerja sebagai petani, selainnya bekerja sebagai pegawai negeri
sipil, pegawai swasta, wiraswasta, buruh tani, buruh bangunan dan lain-lain.
Sarana dan prasarana urnurn di Desa Banjar Benai antara lain: tempat
ibadah yang terdiri dari 8 mesjid dan 4 rnushalla, sarana kesehatan berupa
polikliniklbalai kesehatan (3), sarana pendidikan meliputi TK (I), Sekolah Dasar
Negeri (2), Sekolah Lanjutan Menengah Pertarna (2). Pasar yang menyediakan
kebutuhan konsurnsi pangan sehari-hari atau yang biasa disebut pasar pagi
hanya terdapat di kecarnatan. Pasar ini hanya ada satu kali dalarn serninggu
yaitu pasar kamis. Dernikian juga transportasi urnum, hanya tersedia pada hari
yang sama untuk rnernfasilitasi para ibu ke pasar. Transportasi yang digunakan
oleh penduduk sehari-hari sangat tergantung pada kenderaan pribadi yang
rnereka rniliki berupa sepeda dan motor. Akses listrik belum ada di desa ini.
Beberapa anggota rnasyarakat rnenggunakan rnesin diesel sebagai penerang di
rnalam hari.
Keadaan Umum Desa Koto Benai
Desa Koto Benai terrnasuk dalam wilayah di kecamatan Benai.
Kabupaten Kuantan Singingi. Luas Desa Koto Benai 2800 ha. Luas tanah
diperuntukkan sebagai jalan sebanyak 4 km, sawah dan ladang sebanyak 20 ha,
perkarangan sebanyak 15 ha, tegalan sebanyak 5 ha, perkebunan rakyat
sebanyak 483 ha, selebihnya dimanfaatkan untuk berbagai kepertuan
(pemukiman, fasilitas umum dan lainnya). Secara geograhs, desa Koto Benai
memiliki batas wilayah antara lain : sebelah utara berbatasan dengan Desa
Benai Kecil, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Pulau Kopung dan
Talontam, sebelah barat berbatasan dengan Desa Pulau Kopung, dan sebelah
timur berbatasan dengan Desa Talontam. Desa Koto Benai berjarak 1 km dari
pusat kecamatan dan berjarak 10 km dari pusat kabupaten.
Jumlah Keluarga di Desa Koto Benai sekitar 83 Keluarga dengan jumlah
penduduk keseluruhan mencapai 309 orang. Secara umum, penduduk di desa
ini bekerja sebagai petani, selebihnya bekerja sebagai pegawai negeri sipil,
pegawai swasta, wiraswasta, buruh tani, buruh bangunan dan lain-lain.
Sarana dan prasarana umum di Desa Koto Benai sangat terbatas. Desa
ini memiliki tempat ibadah yang terdiri dari 1 mesjid dan 2 mushalla, sarana
kesehatan hanya ada bewpa 1 klinik, sedangkan sarana pendidikan hanya ada 1
madrasah saja, sehingga orang tua biasanya menyekolahkan anaknya di desa
lain atau di pusat kecamatan. Sebagaimana di Banjar Benai, sarana pasar yang
menyediakan kebutuhan konsumsi pangan sehari-hari atau yang biasa disebut
pasar pagi juga terdapat di kecamatan. Pasar ini hanya ada satu kali dalam
seminggu yaitu pasar kamis. Demikian juga transportasi umum, hanya tersedia
pada hari yang sama untuk memfasilitasi para ibu ke pasar. Transportasi yang
digunakan oleh penduduk sehari-hari sangat tergantung pada kenderaan pribadi
yang mereka miliki berupa sepeda dan motor. Akses listrik di Desa Koto Benai
lebih baik dibandingkan dengan di Desa Banjar Benai, karma PLN telah
beroperasi di desa ini.
Karakteristik Kebijakan Pemberdayaan Masyarakat dalam Kaitannya
dengan Upaya Peningkatan Ketahanan Pangan Rumah Tangga
lntegrasi Program Pemberdayaan Masyarakat dalam Kebijakan Perusahaan
Bentuk kepedulian dan tanggung jawab sosial PT Riau Andalan Pulp and
Paper diwujudkan melalui Program Pemberdayaan Masyarakat Riau
(PPMR=Riau Community Empowerment Program) yang dibentuk pada Mei 1999.
PPMR merupakan penyempurnaan kegiatan sosial kemasyarakatan yang
dilaksanakan sebelumnya sebagai bagian dari kegiatan kehumasan
(Departemen Humas).
PPMR adalah suatu mekanisme pendukung untuk mernbantu
peningkatan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, PPMR memiliki
konsentrasi program yang didasarkan pada community empowerment
(pemberdayaan masyarakat) yang bertitik tolak pada aspirasi dan kebutuhan
masyarakat itu sendiri. Secara umum PT Riau Andalan Pulp and Paper
melaksanakan kegiatan pemberdayaan masyarakat berdasarkan kebijakan yang
telah ditetapkan mengenai PPMR. Kebijakan tersebut rnencakup visi dan misi,
kebijakan, tujuan, dan strategi PPMR (Tabel 5).
Tabel 5 Kebijakan PPMR
Kebijakan Umum Ketahanan Pangan (KUKP) 2006-2009 menegaskan
bahwa upaya mewujudkan ketahanan pangan melibatkan berbagai pihak
termasuk perusahaan melalui program pemberdayaan masyarakatnya. Dengan
demikian, sudah selayaknya perusahaan memasukkan muatan-muatan dalam
KUKP 2006-2009 ke dalam kebijakan program pemberdayaan masyarakatnya.
Adapun Kebijakan dalam KUKP 2006-2009 tertuang dalam Lampiran l a.
Visi mengandung keinginan perusahaan untuk meningkatkan
kesejahteraan dan kemandirian masyarakat. Visi perusahaan dapat dikatakan
mendukung kebijakan pemerintah sebagaimana tertuang dalam SNPK yaitu
mengenai keterlibatan perusahaan dalam pemberantasan kemiskinan yang
menyebabkan masyarakat tidak memperoleh berbagai hak dasamya termasuk
hak dasar atas pangan. Sebagaimana diketahui, pemberantasan kemiskinan
sangat penting dalam konsep pelwujudan ketahanan pangan terutama dalam
meningkatkan akses terhadap pangan yang layak. Selanjutnya, misi PPMR juga
sangat mendukung misi yang tertuang dalam KUKP 2006-2009.
Kebijakan PPMR bertumpu pada visi dan misinya. Visi dan rnisi PPMR
secara umum mengarah pada peningkatan kesejahteraan ekonomi masyarakat
namun demikian kebijakan PPMR menyentuh subsistem ketersediaan, distribusi
dan konsumsi:
a Kebijakan untuk menciptakan lapangan kerja baru: meningkatkan akses
rumah tangga (subsistem konsumsi)
b Meningkatkan penerimaan daerah: sangat tergantung pada bentuk program,
misalnya pembangunan jalan:
Merupakan infrastruktur untuk pertanian (subsistem ketersediaan)
Merupakan sarana untuk efisiensi distribusi pangan dan perdagangan
pangan (subsistem distribusi)
Jalan yang memadai akan memudahkan tersedianya pangan yang baik dan
menjamin harga yang stabil (subsistem konsurnsi)
c Membina dan mengembangkan sentra ekonomi baru: sangat tergantung
pada bentuk kegiatan atau program. Misalnya pembentukan koperasi:
Menyediakan pinjaman modal: penting untuk meningkatkan produksi
(subsistem ketersediaan)
Prasarana untuk distribusi dan perdagangan pangan (subsistem distribusi)
Memberikan kesempatan pemasaran produksi hasil pertanian dengan
harga yanga lebih baik memungkinkan tejadinya peningkatan pendapatan
petani (subsistem konsumsi)
d Meningkatkan kinerja masyarakat: dapat meningkatkan produktivitas
masyarakat sehingga berdampak pada peningkatan pendapatan masyarakat
(subsistem konsumsi)
Tujuan PPMR menggambarkan bahwa meskipun visi, misi dan kebijakan
PPMR mendukung perwujudan ketahanan pangan, namun sesungguhnya ha1
tersebut belum seutuhnya dilandasi oleh konsep ketahanan pangan itu sendiri.
Adapun strategi pemberdayaan PPMR dapat diterapkan dan dapat mendukung
strategi dalam meningkatkan kemandirian ketahanan pangan.
Kualitas dan keberhasilan program pemberdayaan masyarakat sangat
ditentukan adanya komitmen yang dibangun tentang program tersebut.
Komitmen perusahaan dibuktikan dengan integrasi program pemberdayaan
dalam kebijakan perusahaan mencakup adanya kebijakan tertulis mengenai
tanggung jawab sosial perusahaan tentang pemberdayaan masyarakat, adanya
divisi khusus, kompetensi SDM, rencana strategi, ketersediaan dan kejelasan
dana, serta kerjasama dengan pihak lain. Dari Tabel 6 dapat diketahui besamya
komitmen perusahaan dalam melaksanakan program pemberdayaan
masyarakat.
Tabel 6 lntegrasi program pernberdayaan masyarakat dalam
kebijakan perusahaan
a am menanganl program
Berdasarkan penilaian dengan skoring terhadap beberapa indikator pada
Tabel 6 dihasilkan penilaian yang baik tentang komitmen perusahaan dalam
melaksanakan program pemberdayaan masyarakat. Penjelasan tentang
integrasi program pemberdayaan masyarakat dalam kebijakan perusahaan
sekaligus gambaran besarnya komitmen PT Riau Andalan Pulp and Paper dalam
melaksanakan program pemberdayaan masyarakat antara lain:
1 Adanya kebijakan formal yang tertulis dapat menunjukkan keseriusan
perusahaan dalam mencurahkan berbagai sumberdaya untuk
memberdayakan masyarakat (PIRAC dan Ford Foundation, 2003).
Kebijakan tersebut dapat berupa pernyataan visi dan rnisi, kebijakan, tujuan,
dan strategi (Tabel 5). Isi visi program pemberdayaan masyarakat PT Riau
Andalan Pulp and Paper (PPMR) mengandung keinginan perusahaan untuk
meningkatkan kesejahteraan dan kemandirian masyarakat. Hal ini
menunjukkan adanya kesadaran perusahaan dalam mewujudkan tanggung
jawab sosial perusahaan terhadap stakeholder terutama bagi masyarakat
yang secara langsung terkena dampak aktivitas perusahaan. Selanjutnya,
misi, kebijakan, tujuan, strategi serta program PPMR mempertegas visi
PPMR dalarn rangka meningkatkan kemandirian dan kesejahteraan
masyarakat yang sangat penting bagi upaya penvujudan katahanan pangan.
2 Kepemilikan divisi atau struktur manajemen khusus merupakan indikasi
keseriusan perusahaan dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat.
Berdasar penelitian PIRAC tahun 2002, perusahaan berskala besar, multi
nasional dan nasional serta perusahan publik, lebih besar proporsinya dalam
mernbentuk divisi atau yayasan yang khusus rnengurus kegiatan
pemberdayaan dibanding perusahaan skala menengah, perusahaan lokal
dan milik pribadi. Sejalan dengan penelitian tersebut, ha1 yang sama terbukti
di PT Riau Andalan Pulp and Paper selaku perusahaan multi nasional, yaitu
adanya Departemen Pemberdayaan Masyarakat (Community Development
Departement). Departemen ini dipimpin oleh seorang Direktur, dengan
deskripsi tugas pelaksanaan yang sangat sangat jelas (tertuang dalam SOP).
3 Staf pemberdayaan masyarakat atau sering disebut Community Development
Officer (CDO) dalam ha1 ini adalah para pelaku program dalam struktur
Departemen Pemberdayaan Masyarakat PT Riau Andalan Pulp and Paper
dan struktur yayasan Care and Empowerment for Community (CECOM) yang
mengelola PPMR (outsourching PT Riau Andalan Pulp and Paper dan
CECOM). Perekrutan orang-orang dalam struktur memang
mempertimbangkan kompetensi berupa latar belakang pendidikan yang
relevan dan pengalaman yangmemadai. Namun demikian, penemuan
dilapangan dan wawancara dengan beberapa CDO diketahui bahwa masih
terdapat CDO yang tidak memiliki latar belakang pendidikan dan pengalaman
memadai. Upaya PT Riau Andalan Pulp and Paper dan CECOM dalam
mewujudkan kompetensi sebagai pekerja komunitas (community organizer)
adalah memfasilitasi karyawannya dengan berbagai pelatihan dan studi
banding dengan berbagai lembaga baik dalam negeri maupun luar negeri.
4 Penelitian PlRAC tahun 2002 menemukan bahwa perusahaan kategori besar
(multi nasional dan nasional) dan perusahaan publik cenderung lebih
merencanakan program dan budget untuk sumbangan dibanding perusahaan
skala menengah, perusahaan lokal dan perusahaan milik pribadi. Hasil
penelitian di perusahaan PT Riau Andalan Pulp and Paper menemukan
bahwa pe~sahaan memiliki tujuan dan rencana program yang berisi
penjelasan umum mengenai kegiatan yang akan dilakukan dalam jangka
waktu tertentu serta program tahunan secara jelas disertai tujuan, sasaran,
indikator serta sistem pemantauan. Rencana dan target pencapaian program
tertuang dalam Balance Score Codes (BSC).
5 Salah satu sumberdaya yang diperlukan untuk keberhasilan pemberdayaan
masyarakat adalah dana. Pendanaan yang direncanakan dan jelas
merupakan salah satu bentuk keseriusan dalam menjalankan kegiatan
pemberdayaan masyarakat. Pendanaan yang dimaksud bukan saja b e ~ p a
uang tunai yang dikeluarkan, namun juga berupa in kind yang besarannya
dapat dikonversi dalam nilai uang, seperti peminjaman alat-alat, kesempatan
masyarakat lokal berdamawisata atau jam kerja karyawan lain membantu
kegiatan CDO untuk kegiatan pemberyaan masyarakat yang dibiayai oleh
perusahaan. Dari hasil pemeriksaan dokumen dan hasil wawancara dengan
CDO alokasi pendanaan community development tersedia dan memiliki
kejelasan. Sebagai gambaran, alokasi dana untuk program pemberdayaan
masyarakat dalam beberapa tahun terlihat pada Tabel 7, sedangkan tren
fluktuasinya tertera pada Gambar 8.
Tabel 7 Pengeluaran aktual PPMR 1999-2005
N
0
1
- ,
. -- -. . - . - . -- . -. .- .
I Total 1 4.613 1 14.661 1 11.467 1 20.397 1 34.280 1 31.613 1 29.713
Ket: Jumlah dana dalam juta rupiah
2
3
4
5
A
Berdasarkan Tabel 7 dan Gambar 8 terlihat bahwa tren total pengeluaran
atau alokasi dana kadang mengalami peningkatan (1999 ke 2000, 2001 ke
2002 dan 2002 ke 2003) kadang mengalami penurunan (2000 ke 2001, 2003
hingga 2005). Total pengeluaran aktual mengalami kenaikan yang paling
tinggi terjadi dari tahun 2002 ke tahun 2003 (dari Rp 20.397 juta naik menjadi
Rp 34.280 juta).
Program
S. Pert. Terpadu
1998 1999 2000 2001 2M12 2003 2004 2005 2M)6
Tahun
~~~ ~-~~p~-~~- ~.
I -+- Pengeluaran Aktual ;
I .-~ -.
Tahun
1999 1 2000 1 2001 1 2002 1 2003 1 2004 1 2005
2.735 1 3.412 1 3.556 1 6.867 1 6.304 1 7.020 1 5.486
Sos & lnfrastruktur
Pengmb.UKM
Pelthn. Keju~an
Overhead
Canex
Gambar 8 Grafik tren total pengeluaran aktual PPMR 1999-2005
Apabila jumlah dana setiap tahun dibandingkan dengan hasil penelitian
PlRAC mengenai kegiatan kedermawanan perusahaan tahun 2001,
sebagaimana tercantum pada Tabel 8, maka sumbangan PT Riau Andalan
Pulp and Paper sendiri sebesar 14, 5% dari total sumbangan, selebihnya
85,5% berasal dari 64 perusahaan multi nasional lainnya atau apabila dirata-
ratakan maka setiap perusahaan lainnya hanya berkontribusi sekitar 1,3%.
1.032
693
1.53
9.495
1.697
67
5.595
2.303
I 2
7.416
681
1.612
3.749
73
19.520
1.387
1.271
5.618
1 Rn
14.228
1.053
848
7.683
7R1
13.024
1.947
883
7.882
491
Tabel 8 Besaran dana sumbangan tanggung jawab sosial perusahaan
berdasarkan jenis perusahan
6 Pelibatan (kerjasama) dengan pihak lain dalam pemberian sumbangan
mengandung makna bahwa perusahaan mengarah pada transparansi
kegiatan pemberdayaannya dan berupaya memisahkan kepentingan bisnis
dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat (PIRAC dan Ford Foundation,
2003). Pelaksanaan program PPMR telah melibatkan berbagai pihak baik
masyarakat, pemerintah daerah, LSM maupun institusi lainnya. Bahkan
sejak pertengahan 2005 telah dilakukan out sourching beberapa program
PPMR kepada pihak CECOM meskipun pada kenyataannya yayasan ini
masih dipimpin oleh direktur CD PT Riau Andalan Pulp and Paper. Berikut
analisis kelebihan dan kekurangan apabila kegiatan pemberdayaan
masyarakat oleh perusahaan dilakukan secara self managing maupun out
sourching:
Tabel 9 Kelebihan dan kekurangan pendekatan self managing
1 Program mudah di evaluasi
oleh pe~~ahaan, karena ada
diluar struktur
pernbengkakan biaya kecil,
karena sudah sesuai dengan
dan out sourching
Tidak bisa di intervensi secara
langsung karena berada di luar
struktur perusahaan
Pendekatan
Self
Managing
Kebaikan
Pe~sahaan dapat leluasa
merancang program
pemberdayaan untuk
masyarakat sekitar perusahaan
Kekurangan
1 Seringkali menemukan
ma~l al ah kurangnya
profesionalime CDO
2 Pembengkakan biaya yang
diakibatkan pembatasan
program yang tidak jelas
3 Tidak daoat dievaluasi secara
Potensi Dampak Program Pemberdayaan Masyarakat dalam Kaitannya
dengan Upaya Peningkatan Ketahanan Pangan Rumah Tangga
Mengaw pada kerangka sistem ketahanan pangan dari Dewan
Ketahanan Pangan (2006) disimpulkan bahwa ketahanan pangan merupakan
suatu sistem yang dipengaruhi oleh subsistem ketersediaan, distribusi dan
konsurnsi pangan. Setiap upaya atau intervensi untuk peningkatan ketahanan
pangan perlu ditujukan pada program yang dapat meningkatkan ketiga
subsistern ketahanan pangan tersebut.
Tabel 10 menyajikan potensi dampak program PPMR dalam kaitannya
dengan upaya peningkatan ketahanan pangan rumah tangga berdasarkan 12
elemen penting kebijakan umum dalam KUKP 2006-2009. Berdasarkan Tabel
10 diketahui bahwa potensi darnpak program PPMR dalam kaitannya dengan
upaya peningkatan ketahanan pangan rumah tangga menyentuh ketiga
subsistem ketahanan pangan. Hanya saja program-program tersebut tidak
didesain guna membentuk suatu rantai program yang saling berkaitan. Hal ini
era! kaitannya dengan tujuan PPMR itu sendiri yang lebih mengarah kepada
peningkatan kemandirianlkesejahteraan dari aspek ekonomi dan belum secara
spesifik dilatarbelakangi oleh konsep ketahanan pangan. Kondisi ini
kemungkinan disebabkan belum tersosialisasinya konsep ketahanan pangan
kepada perusahaan secara umum dan belum adanya peraturan yang merniliki
kekuatan hukum yang mengikat peran perusahaan secara khusus. Padahal,
agar program-program PPMR atau pemberdayaan masyarakat mampu
mendukung sistem ketahanan pangan, perlu rancangan program yang diiesaian
seperti rantai membentuk sistem ketahanan pangan. Sebagai contoh, program
peningkatan produksi pertanian melalui program pertanian terpadu dapat
meningkatkan taraf ekonomi atau pendapatan petani dengan pemasaran yang
tepat. Selanjutnya, peningkatan pendapatan petani ini menjadi sangat berarti
apabila pendapatan tersebut dialokasikan dengan tepat pula, untuk itu, ibu
rumah tangga sebagai pengatur rumah tangga perlu diberikan pengetahuan
tentang mengelola pendapatan termasuk diberi bekal keterampilan pengasuhan
anak dan peningkatan pengetahuan gizi dan kesehatan. Dengan demikian,
peningkatan pendapatan dapat meningkatkan ketahanan pangan rumah tangga
dan memberikan dampak positif berupa status gizi dan kesehatan yang baik bagi
anggota rumah tangga.
Tabel 10 Tujuan dan sasaran serta potensi dampak program PPMR dalam kaitannya
dengan upaya peningkatan ketahanan pangan rumah tangga
Sarana 1 prasarana air bersih
a. Kemitraan
4
b. Kewirausahaan
Pelalihan Kejuruan Memberi bekal keterampilan
individu
lndividu
lndividu Peningkatan akses pangan
Potensi dampak setiap program PPMR dalam kaitannya dengan upaya
peningkatan ketahanan pangan rumah tangga dapat lebih dijelaskan dengan
melakukan analisis terhadap komponen program PPMR. Analisis dilakukan
dengan menggali komponen input program, proses, output, outcome dan
dampak program.
Sistem Pertanian Ter~adu
Program Sistem Pertanian Terpadu (SPT) merupakan program utama
(core program) PPMR PT Riau Andalan Pulp and Paper. SPT didefinisikan
sebagai suatu sistem pertanian yang merupakan gabungan dari beberapa
kegiatan pertanian meliputi peternakan, tanaman pangan dan hortikultura serta
perikanan dalam suatu area pertanaman yang saling berintegrasi dan
mernperkuat satu sama lain, berorientasi agribisnis (Garnbar 9). Peserta
program SPT adalah petani marginal yang kekurangan modal usaha,
pengetahuan dan keterampilan, serta motivasi untuk meningkatkan pendapatan
dan kual'aas hidupnya. Petani ini bergabung dalam satu kelompok tani yang
dibina oleh petugas lapang dan pendamping. Dalam proses mewujudkan sistem
pertanian terpadu, input diperoleh baik dari petani selaku sasaran maupun dari
perusahaan.
Sumber : Program Pemberdayaan Masyarakat Riau (PPMR) Riaupulp (2005)
Gambar 9 Skema Sistem Pertanian Terpadu
Cakupan SPT antara lain:
1 Peternakan
a Budidaya ternak
b Penggemukan ternak
2 Pertanian
a Budidaya tanaman pangan
b Budidaya tanaman hortikukura
3 Perikanan
a Budidaya ikan dalam kolam
b Budidaya ikan dalam keramba
Analisis terhadap komponen program SPT dapat dilihat pada Gambar 10.
Berdasarkan Gambar 10 diketahui bahwa seluruh input SPT dari perusahaan
berupa dana, tenaga pendamping dan ketersediaan balai pelatihan dimanfaatkan
untuk kegiatan pemberian subsidi sarana produksi, proses pendampingan dan
pelatihan. Subsidi sarana produksi menjamin ketersediaan sarana ini bagi petani
sehingga memungkinkan kegiatan pertanian dapat berjalan dengan baik.
Pelatihan tentang tekhnik bertani, berternak dan atau memelihara ikan
memberikan pengetahuan bertani yang baik bagi sasaran. Pengetahuan yang
diperoleh sasaran dapat merubah perilaku bertani, beternak, atau memelihara
ikan yang selama ini kurang tepat menjadi lebih tepat. Selanjutnya, dampak
yang dapat dirasakan oleh petani adalah meningkatnya produksi yang berarti
berkontribusi pada ketersediaan pangan di pasar dan bertambahnya pendapatan
yang di dapat dari penjualan hasil produksi ini.
INPUT PROSES OUTPUT OUTCOME DAMPAK
Subsidi sarana
h
Dana
Gambar 10 Komponen program sistem pertanian terpadu
t
Pendampins
pendapatan
Baiai Pelatihan
Proqram Sosial dan lnfrastruktur
Program Sosial dan lnfrastruktur (PSI) mencakup pelayanan bidang
kesehatan, pendidikan, keagamaan, budaya dan olah raga serta pengadaan dan
penyediaan infrastruktur bagi masyarakat. Cakupan tiap bidang antara lain:
1 Pelayanan kesehatan, terdiri dari:
a Pengobatan massal
b lmmunisasi ibu hamil dan balita
c Paket gizi untuk ibu hamil dan balita
d Bedah minor, antara lain khitanan massal, operasi katarak dan
bibir sumbing
e Penyuluhan kesehatan
f Kerjasama lintas sektoral
2 Pendidikan, terdiri dari:
a Beasiswa SD-SLTP-SLTA (paket peralatan sekolah)
b Beasiswa mahasiswa perguruan tinggi (donasi)
c Honorarium untuk guru honorer
d Renovasi dan pembangunan sekolah
e Penyediaan furnitur dan sarana belajar
f Donasi operasional sekolah
g Buku tulis bersubsidi
3 Keagamaan
a Renovasi dan pembangunan rumah ibadah
b Renovasi dan pembangunan pesantren
c Penyediaan perlengkapan peribadatan
d Donasi Ongkos Naik Haji (ONH)
4 Budaya dan olah raga:
a Renovasi dan pembangunan rumah adatltradisional
b Donasi Kegiatan kesenian rakyat
c Pengadaan buku cerita rakyat
d Pembangunanlrenovasi lapangan olahraga
e Penyediaan saranalalat olahraga
5 lnfrastruktur, terdiri dari:
a Sarana 1 prasarana air bersih
b Genset listrik
c Renovasi kantor kepala desalBabinsalbidan desa
d Pengadaan furnitur kantor kepala desa
e Pembangunan balai pertemuan desa
f Perbaikan jalan dan jembatan
Analisis tiap komponen program PSI antara lain:
1 Bidang Kesehatan
Berdasarkan Gambar 11 diketahui bahwa program kesehatan berupa
pemberian paket gizi bagi ibu hamil dan balita dapat meningkatkan asupan
makanan melalui peningkatan akses pangan bergizi. lmunisasi bagi ibu hamil
dan balita dapat meningkatkan kekebalan tubuh, sedangkan pengobatan massal
dapat meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan. Adapun
penyuluhan kesehatan memungkinkan masyarakat memiliki pengetahuan guna
meningkatkan kualitas hidup dan kesehatannya. Selanjutnya dengan semakin
baiknya kekebalan tubuh, kemudahan akses terhadap pelayanan kesehatan
disertai pengetahuan yang baik maka akan menyebabkan peningkatan
kesehatan masyarakat. Hal ini tentu saja sangat penting dalam upaya
peningkatan ketahanan pangan karena adanya asupan yang cukup didukung
kesehatan yang baik dapat rneningkatkan konsumsi pangan.
Pangan
Dana
Tenaaa ahli
+ kualitas hidup
pengetahuan Bkesehatan
INPUT PROSES OUTPUT OUTCOME DAMPAK
Gambar 11 Komponen program kesehatan
2 Bidang Pendidikan
Program pemberdayaan masyarakat PT Riau Andalan Pulp and Paper
bidang pendidikan dengan kegiatan pemberian honor bagi guru honorer
berpotensi memberikan dampak bagi peningkatan ketahanan pangan rumah
tangga guru. Hal ini disebabkan tejadinya peningkatan pendapatan guru dan
semakin besarnya daya beli atau akses terhadap pangan. Adapun program
pemberian beasiswa dan penyediaan berbagai sarana dan prasarana pendidikan
dapat meningkatkan kapasitas dan motivasi sasaran dalam turut aktif
memperjuangkan dan memenuhi hak dasarnya terhadap pangan serta
mewujudkan ketahanan pangan dalam skala yang lebih luas (Gambar 12).
INPUT PROSES OUTPUT OUTCOME DAMPAK
Gambar 12 Komponen program pendidikan
3 lnfrastruktur
Berbagai infrastruktur sangat diperlukan sebagai fasilitas yang dapat
mempengaruhi sistem ketahanan pangan. Berdasarkan Gambar 13, sarana air
bersih yang disediakan oleh PT Riau Andalan Pulp and Paper dapat
meningkatkan akses masyarakat terhadap air bersih dan pada akhirnya dapat
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Kesehatan yang baik sangat
penting karena dapat meningkatkan utilisasi pangan oleh tubuh. lnfrastruktur
berupa jalan serta jembatan yang dibangun atau diperbaiki sangat berarti bagi
peningkatan ketahanan pangan karena dapat memudahkan kegiatan pertanian
dalam upaya penyediaan pangan serta dapat memberikan jaminan bagi
kelancaran distribusi pangan.
INPUT PROSES OUTPUT OUTCOME
DAMPAK
Garnbar 13 Komponen program infrastruktur
Pelatihan Keiuruan dan Penqembanqan
Usaha Kecil dan Menenqah
Pembahasan PUKM dan pelatihan kejuruan digabungkan karena secara
fakta diiemukan kaitan antara kedua program tersebut yaitu pelatihan kejuruan
atau keterampilan dipandang sebagai input bagi PUKM. Program pelatihan
kejuruan bertujuan untuk melatih pemuda desa khususnya yang putus sekolah
agar memiliki keterampilan yang dibutuhkan oleh PT Riau Andalan Pulp and
Paper (in line) maupun keterampilan untuk membuka usaha sendiri (off line).
Alumni pelatihan yang memenuhi beberapa persyaratan dapat direkrut pada
program lanjutan untuk dibina menjalankan usaha kecil atau menengah.
Pelatihan yang pernah dilakukan adalah:
a Pelatihan pembuatan perabot
b Pelatihan tata rias
c Pelatihan mekanik elektronik
d Pelatihan mekanik otomotif
e Pelatihan dinamo
f Pelatihan ukiran
g Pelatihan menjahit
h Pelatihan mengemudi
i Pelatihan tata boga
j Pelatihan sablon
k Pelatihan manajemen koperasi
Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah (PUKM) merupakan program
pendukung SPT. Program ini bertujuan menumbuhkembangkan kewirausahaan
para pengusaha kecil dan menengah. Kegiatan program ini antara lain
pelatihan yang diberikan pada pengusaha kecil dan menengah maupun pemuda
putus sekolah yang ingin membangun usaha, bantuan peralatan, modal dan
pembinaan serta pemantauan atau pendarnpingan.
Program PUKM mencakup program pengembangan kernitraan dan
kewirausahaan. Program kemitraan merupakan program yang ditujukan pada
kegiatan atau usaha yang mendukung secara langsung kegiatan operasional
perusahaan (in line), sedangkan program kewirausahaan me~pakan program
yang ditujukan pada kegiatan atau usaha yang t i ak mendukung secara
langsung kegiatan operasional perusahaan (off line).
1 Kemitraan:
a Produksi pallet
b Angkutan kayu
c Harvesting akasia
d Tenaga kebersihan (cleaning service)
e Penyediaan tenaga kerja
f Transportasi pulp
g Perbaikan dan pembersihan container
h Penanaman dan perawatan akasia
i General Suppliedkontruksi
2 Kewirausahaan:
a lndustri Nmah tangga seperti batu bata, makanan dan minuman
b Kerajinan tanganlsouvenir seperti tenun Siak, bordir, Carvingffurniture
dan kertas daur ulang
c Usaha ritel (minimarket dan kantinlkatering) serta
d Usaha jasa (bengke1,menjahit dan sablon)
Gambaran pentingnya pelatihan kejuruan dan PUKM dalarn
meningkatkan subsistem akses pangan dapat dilihat dari Gambar 14. Input
berupa kebijakan perusahaan rnernbuka peluang kerjasama dengan pengusaha
lokal ukuran kecil dan menengah, pelatihan kejuman, pendampingan dan
penyediaan dana memunculkan usaha baru yang mendukung secara langsung
kegiatan operasional perusahaan (in line) dan tidak secara langsung mendukung
kegiatan operasional perusahaan (off line). Usaha yang in line dengan kegiatan
operasional perusahaan selanjutnya akan memiliki hubungan kemitraan dengan
PT Riau Andalan Pulp and Paper. Biasanya skala usaha ini lebih besar dan
minimal status adalah CV. Contoh usaha mitra PT Riau Andalan pulp and Paper
adalah usaha pembuatan pallet dan tenaga kebenihan.
Usaha yang tidak mendukung secara langsung kegiatan operasional
perusahaan (off line) tetap memiliki hubungan dengan PT Riau Andalan Pulp and
Paper melalui kegiatan pendampingan, namun terkategori ke dalam program
kewirausahaan. Biasanya skala usaha kewirausahaan ini lebih kecil di banding
usaha kemitraan.
Adanya status sebagai mitra usaha dan wirausaha dampingan
memberikan peluang bagi usaha-usaha ini berupa akses modal dan peluang lain
yang dapat memperlancar jalannya usaha sehingga terjadi peningkatan
keuntungan yang berarti terjadi peningkatan pendapatan. Selain itu
pengembangan usaha memungkinkan terbukanya lapangan kerja baru bagi
masyarakat sehingga kondisi ekonorni masyarakat lebih membaik.
-
kernitfaan -. -
Pelatihan ketr
-
Danalsarana J
INPUT PROSES OUTPUT OUTCOME OAMPAK
Gambar 14 Komponen program PUKM
Pelaksanaan dan Peran Program Pemberdayaan Masyarakat dalam
Kaitannya dengan Upaya Peningkatan Ketahanan Pangan Rumah Tangga
Pelaksanaan Program Pemberdayaan Masyarakat
Pelaksanaan program sangat beragam di berbagai lokasi sekiar
perusahaan, ha1 ini tergantung pada kebutuhan lokasi bagi perusahaan disertai
karakteristik lokasi dan masyarakat. Desa Banjar Benai dan Koto Benai
memberikan peran penting bagi perusahaan karena sangat dekat dengan hutan
perusahaan (sekitar 20-30 km) selain dimanfaatkannya jalan desa sebagai lalu
lintas truk yang rnembawa kayu ke pabrik. Hutan perusahaan dan jalur
transportasi, diakui membawa dampak bagi masyarakat desa misalnya, akses
masyarakat terhadap lahan hutan sebelumnya menjadi putus, terjadi polusi
udara, polusi suara dan adanya gangguan dalam kehidupan sosial budaya
masyarakat setempat yang notabene masyarakat asli dengan budaya
tradisionalnya.
Pelaksanaan program PPMR di Desa Banjar Banai dan Koto Benai
(Tabel 11 dan 12) dimaksudkan perusahaan tidak hanya sekedar agar
perusahaan dikenal oleh masyarakat tetapi lebih dari itu dimaksudkan agar
perusahaan dapat diterima dan dipercayai oleh masyarakat (PPMR PT Riau
Andalan Pulp and Paper, 2006). Untuk itu perusahaan berupaya agar bantuan
yang diberikan kepada masyarakat tidak sekedar berupa karitas (donasi), namun
pendekatan lebih diarahkan pada pemberdayaan masyarakat yang membawa
masyarakat pada kemandirian terutama dari sisi ekonomi.
Tabel 11 Pelaksanaan program PPMR di Desa Banjar Benai
Tabel 12 Pelaksanaan program PPMR di Desa Koto Benai
Tabel 11 dan Tabel 12 menggambarkan sebaran pelaksanaan program
dalam kurun waktu 2000-Maret 2006 di Desa Banjar Benai dan Koto Benai.
Desa Banjar Benai terlebih dahulu mendapatkan program PPMR dibanding Desa
Koto Benai, demikian pula jumlah program dan bantuan yang diterima Desa
Banjar Benai lebih banyak dibanding Desa Koto Benai.
Tabel 13 menyediakan data tentang tujuan, sasaran dan waktu
pelaksanaan program PPMR. Tabel 13 mempermudah penentuan program yang
akan disurvei di lapangan. Penelitian lebih difokuskan pada program yang
memiliki karakteristik antara lain:
1 Program yang berkaitan langsung dengan unit rumah tangga sebagai
sasaran utama
2 Program tersebut bukanlah bersifat insidental namun bersifat jangka panjang
dalam artian memiliki periode waktu pelaksanaan
Karakteristik sedemikian memunculkan konsekuensi adanya interaksi
antara pihak perusahaan dan rumah tangga dalam jangka waktu tertentu yang
berdampak pada peningkatan ketahanan pangan rumah tangga. Berdasarkan
data Tabel 13 maka program yang di s u~ei dilapangan yaitu SPT dan PUKM
yaitu kewirausahaan. Program honorarium untuk guru honorer, tidak diteliti
meskipun memenuhi karakteristik yang akan diteliti, ha1 ini disebabkan program
hanya ada di satu desa penelitian dan hanya diterima oleh satu orang guru.
Tabel 13. Sasaran dan waktu pelaksanaan program PPMR
PT Riau Andalan Pulp and paper telah mengembangkan mekanisme
pelaksanaan program secara sistematis untuk mewujudkan tujuan program
pemberdayaan masyarakat, yakni meningkatkan SDM untuk pengembangan
SDA berkelanjutan, mengembangkan masyarakat untuk mengaktualisasikan
kreativitas dan menciptakan tatanan berkeadilan dan demokratis antara
perusahaan dan masyarakat. Mekanisme pelaksanaan program sebagaimana
terlihat pada Gambar 15 meliputi input, proses, output dan outcome.
PiT"
Alil,:S:S
SWOT
T
Sumber : Program Pemberdayaan Masyarakat Riau (PPMR) Riaupulp (2005)
Gambar 15 Alur dan tahapan pemberdayaan mitra PPMR
Dalam proses pelaksanaan program PPMR. PT Riau Andalan Pulp and
paper menunjukkan keterkaitan yang jelas antara komitmen kebijakan
perusahaan yang telah diuraikan sebelumnya dengan implementasi program,
yakni adanya pengelolaan program secara terorganisir dan terencana. Untuk
mengarahkan program berlangsung sesuai dengan tujuan dan mekanisme yang
ditetapkan perusahaan juga melakukan pendampingan. Di Desa Banjar Benai
dan Koto Benai, terdapat satu pendamping lapangan dan satu orang koordinator
pendamping.
Sistem Pertanian Ter~adu
Sistem pertanian terpadu di desa Banjar Benai dan Koto Benai
memadukan pertanian tanaman pangan dan hortikultura (cabe, kacang panjang.
timun, dll) dengan peternakan sapi. Dalam proses mewujudkan sistem pertanian
terpadu, input diperoleh baik dari petani selaku sasaran maupun dari perusahaan
(Tabel 14). Bentuk input berupa bantuan yang diterima sasaran dari perusahaan
adalah pelatihan yang bertujuan rneningkatkan kepercayaan diri dan
keterampilan petani, berbagai saprodi serta sapi yang akan digemukkan dan
kotorannya akan dimanfaatkan sebagai pupuk organik.
Tabel 14 lnput dan sumber input yang penting bagi sistem pertanian terpadu
Bibit (cabe dan sayur)
Pupuk
Pestisida
Herbisida
Fungisida
lnsektisida
Mulsa
Alat penyemprot
Mesin air.dll
No
1
2
Khusus bantuan saprodi, pada awalnya diberikan dengan subsidi 100%
meliputi bibit, pupuk, pestisida, herbisida, fungisida, pompa air, alat penyemprot
dan lain-lain. Bantuan berupa alat pertanian seperti mesin air, alat penyemprot.
dan sejenisnya diberikan untuk kelompok, sedangkan bantuan berupa bibit,
pupuk, pestisida, herbisida, fungisida dan sejenisnya diberikan kepada individu
anggota kelompok. Besar bantuan bagi individu anggota kelompok ini berbeda-
beda tergantung kebutuhan anggota yang didasarkan luasan lahan pertanian.
Selanjutnya, subsidi yang 100% wajib dikembalikan dalam bentuk uang oleh
anggota kepada kelompoknya. Pengembalian ini bertahap, diawali dengan
pengembalian 25%, 50% dan 100%. Besarnya pengembalian subsidi
berdasarkan penilaian terhadap kelompok, hingga pada pengembalian subsidi
loo%, berarti kelompok telah mandiri.
Dana yang diperoleh kelompok dari pengembalian subsidi anggotanya
selanjutnya dikelola oleh kelompok untuk peningkatan kesejahteraan dan
kemandirian kelompok. Apabila kemandirian kelompok 100% maka kelompok
tani diberikan "kios plus" yaitu sebuah kios lengkap dengan berbagai saprodi
Sumber lnput
Perusahaan
lnformasi dan tekhnik
Sapi
Sa~rodi
Sasaran (masyarakat)
Lahan
Tenagakeja
-
sebagai modal kelompok dalam mengembangkan usaha bersama. Kios ini
menjaga ketersediaan kebutuhan saprodi bagi sasaran atau petani lainnya. Bagi
sasaran program, kernudahan yang diperoleh dari adanya "kios plus" ini adalah
pembelian dengan cara utang atau kredit, serta pembagian keuntungan.
Tahap subsidi 100 % diawali di Desa Banjar Benai terlebih dahulu (tahun
2000) dibanding Desa Koto Benai (tahun 2001). Kelompok tani di Desa Banjar
Benai dan Desa Koto Benai telah mandiri pada tahun 2004 (kurang dari 5 tahun).
Saat ini masing-masing kelompok tani rnengelola "kios plus" masing-masing.
Berikut adalah tabel dan grafik tahapan kernandirian sasaran di Desa Banjar
Benai dan Koto Benai:
Tabel 15. Tahapan kernandirian sasaran di Desa Banjar Benai
dan Desa Koto Benai
2000 2001 2002 2003 2003 2004 2004
(awl) (akhir) (awal) (akhir)
Tahun
~~~ ~~ ~ ~~~ ~
Tahun
2000
2001
2002
2003 (awal)
2003 (akhir)
2004 (awal)
2004 (akhir)
Gambar 16 Grafik kemandirian sasaran di Desa Banjar Benai dan
Desa Koto Benai
Ket:Tingkat kernandirian ditetapkan oleh PT Riau Andalan Pulp and Paper berdasarkan
Kemandirian Sasaran (%)
Desa Banjar Benai
0
0
25
50
50
100
100
Desa Koto Benai
Belum
0
0
0
50
50
100
Berdasarkan temuan di lapangan, diketahui beberapa faktor pendukung
keberhasilan program dan kemandirian sasaran SPT antara lain:
1 Turnbuhnya kepercayaan masyarakat terhadap komitmen perusahaan dalam
rnelaksanakan program yang ditindaklanjuti dengan penawaran program oleh
perusahaan secara terbuka dan transparan. Berdasarkan wawancara dengan
sasaran dan pendamping lapang, diketahui bahwa awalnya masyarakat tidak
menyambut baik program yang ditawarkan perusahaan, namun dalam
perjalanannya setelah melihat hasil-hasil yang diperoleh sebagian
masyarakat, akhirnya masyarakat tertarik dan menyambut baik rencana
program pemberdayaan dari perusahaan.
2 Kebijakan perusahaan membentuk dan mengalokasikan organisasi, SDM
dan dana secara khusus memberikan peluang program dapat berkembang
secara berkelanjutan sehingga hubungan dengan sasaran program tetap
terjaga. Hubungan kerja antara sasaran dan perusahaan dibangun melalui
kelompok dan pe rjanjian ke rja.
3 Mekanisme pendampingan secara langsung dalam proses pelaksanaan
program sebagaimana penjelasan dari alur dan tahapan pemberdayaan yang
ditetapkan perusahaan menyebabkan terjadinya kontrol dan koordinasi
program antara sasaran dengan perusahaan. Artinya dengan mekanisme
pendarnpingan, peluang penyimpangan program dapat diminimalisasi lebih
dini dan sasaran juga mendapatkan pembinaan. Berdasarkan wawancara
dengan pendamping dan sasaran, diketahui bahwa ada pertemuan rutin
antara pendamping dan seluruh anggota kelompok serta interaksi rutin
antara pendamping dan sasaran.
4 Pengorganisasian sasaran dalam bentuk kelompok pada akhir program
dibakukan dengan nama kelompok Kios Plus. Pembentukan lembaga ini
sebagai simbol kemandirian bahwa program pemberdayaan masyarakat
telah dinilai mampu mengelola anggota-anggotanya serta lembaga secara
mandiri. Lembaga ini diberikan kebebasan mengembangkan diri untuk
bekerjasama dengan perusahaan secara sejajar atau dengan lembaga-
lembaga lainnya (perbankan, dll).
5 Selain faktor diatas, sasaran yang berhasil melanjutkan program sehingga
usahanya tetap berjalan dan keanggotaan dalam kelompok tetap aktif
didukung oleh beberapa faktor internal individu seperti sikap mental berupa
semangat bekerja dan kepercayaan din. Hasil wawancara dengan sasaran
dan pendamping menunjukkan anggota kelompok yang senantiasa serius
dan aktii dalam pertemuan kelompok umumnya adalah peserta yang
akhirnya bisa bertahan dalam kelompok.
Pada awalnya, sasaran program sistem pertanian terpadu PPMR dan
masing-masing tercatat sebanyak 45 orang di Desa Banjar Benai dan 30 orang
di Koto Benai. Namun dalam perjalanannya, sebagian sasaran yang dapat
melanjutkan usaha secara mandiri dan sebagian sasaran program lainnya
berstatus tidak aktif menurut kriieria peneliti (tidak berkebun dan atau tidak
memelihara sapi dari perusahaan). Hingga pada saat ini, anggota yang tidak
aktif melampaui separuh dari total sasaran, baik yang ada di Desa Banjar Benai
(62,2%) maupun di Desa Koto Benai (60%) (Tabel 16).
Tabel 16 Sebaran sasaran program sistem pertanian terpadu
menurut status keaktifan
Faktor-faktor penghambat keberhasilan atau penyebab terjadinya
kejadian sebagian besar sasaran program tidak aktif dan tidak melanjutkan
program, berdasarkan perolehan informasi di lapangan antara lain:
1. Program tidak tepat sasaran. Ditemukan sasaran yang sekedar
memanfaatkan program untuk kepentingan jangka pendek. Setelah
mendapatkan bantuan misalnya sapi atau saprotan, bantuan yang diberikan
tidak dijalankan sesuai dengan kesepakatan. Menurut CFCD (2005b)
kelemahan semacam ini seharusnya tidak perlu terjadi jika mekanisme
kesepakatan antara sasaran dan PPMR lebih dahulu dibangun secara
bersama dengan kelompok sasaran, lalu kemudian kesepakatan antara
individu dengan kelompoknya. Kesepakatan kelompok tentunya dapat
mengidentiikasi lebih dini anggota kelompok yang bermasalah atau memiliki
kepentingan berbeda dengan tujuan kelompok. Selain itu, seharusnya
sasaran yang memiliki kepentingan lain atau gagal berkelohpok segera
dipisahkan dari keanggotaan atau diberlkan punishmen yang tegas.
2. Asumsi yang dibangun bahwa kelompok telah mandiri, sementara ada
beberapa anggota yang belum bisa dikatakan mandiri karena masih dalam
Status
Sasaran
Aktif
Tidak Aktif
Total
Desa Banjar Benai
Jumlah
17
28
45
Desa Koto Benai
%
37,8
62,2
100
Jumlah
12
18
30
%
40
60
100
tahap paradigma ketergantungan terhadap program dan juga belum
memahami tujuan berkelompok sehingga pada tahap terminasi atau program
tidak lagi mendapatkan subsidi dan pendampingan dari PPMR.
3. Kelemahan kondisi fisik atau sakit. Beberapa sasaran tidak dapat bekerja
dan melanjutkan program karena faktor kondisi fisik yang lemah akibat sakit.
Dari hasil wawancara sasaran, umumnya sakit yang diderita antara lain
stroke, kanker, penyakit liver, dan lain-lain.
4. Alternatif usaha lain yang lebih menguntungkan. Khusus kegiatan
hortikultura seperti bertani cabe dan sayuran umumnya dijadikan sebagai
sebagai usaha sampingan di dua desa penelitian ini. Sementara usaha
utama masyarakat pada umurnnya sebagai berkebunlrnenderes karet, serta
menanam padi. Masyarakat akan menanam sayuran ketika produksi karet
dirasakan kurang banyak dan harga rendah, namun sebaliknya ketika harga
karet cukup tinggi, maka bertanam sayuran tidak menjadi prioritas. Tahun
2000-2004, program hortikultura menjadi pilihan masyarakat, karena harga
karet sangat rendah dibanding harga tahun 200512006. Sebagai gambaran
perkembangan dan fluktuasi harga karet dalam beberapa tahun dapat dilihat
pada Tabel 17.
Tabel 17. Fluktuasi harga karet tahun 2000-2006
5. Sasaran gagal panen berulang-ulang, dan banjir. Bertanam cabe termasuk
jenis budidaya pertanian yang terkategori memiliki resiko cukup tinggi dan
membutuhkan modal usaha yang cukup banyak pula.
Penjelasan faMor pendukung keberhasilan program dan penghambat
keberhasilan program sebagaimana yang telah diuraikan di atas menunjukkan
bahwa PPMR akan lebih optimal bila rnampu mempertahankan komitmen dan
kebijakan program yang telah dilaksanakan selama ini serta memperbaiki
beberapa ha1 yang berkenaan dengan pelaksanaan program, baik di tingkat
Tahun
2000
2001
2002
2003
2004
Pertengahan2005
Akhir 2005
2006
Harga per kg
(Dalam Rp)
1200
1800
1800-2000
2000-2500
3000
3500
4000-5000
7000-8000
organisasi PPMR, pendampinglCommunity Development Officier (CDO) maupun
di tingkat kelompok sasaran program.
Oleh karena itu langkah-langkah yang dirasakan perlu dilaksanakan
adalah:
1 Peningkatan peran aktif masyarakat dalam alur dan tahapan program.
Dalam kaitannya dengan upaya pelaksanaan program pemberdayaan
masyarakat secara efektif, dan kondisi masyarakat dewasa ini, CFCD
(2005b) menyatakan bahwa satu-satunya instrumen pengorganisasian yang
paling efektif adalah pembangunan partisipatif. Adapun pembangunan
partisipatif mensyaratkan penerapan langkah-langkah pokok siklus
pembangunan atau siklus proyek secara partisipatif pula. Dengan demikian
masyarakat belajar mengorganisir kesadaran, potensi, dan tindakan mereka
dalam mengatasi masalah yang dihadapi. Masyarakat menjadi subjek
pelaksana program, sedangkan pihak lain berfungsi sebagai fasilitator atau
mediator. Dalam alur dan tahapan pelaksanaan program yang dikembangkan
PT Riau Andalan Pulp and Paper (Gambar 14) perlu melibatkan masyarakat
lebih dalam, mulai dari tahap identifikasi kebutuhan dan potensi hingga
evaluasi program.
2 Melakukan pengorganisasian ulang kembali sasaran yang keluar (tidak aktif).
Sasaran yang telah mandiri atau usaha tetap berkelanjutan adalah kelompok
sasaran yang berhasil mengikuti program, sedangkan sasaran yang t i ak
aktii perlu mendapatkan perhatian tindak lanjut, mulai dari proses identifikasi
permasalahan, identifiksi potensi dan kebutuhan serta program penawaran
baru. Seharusnya sasaran tidak aktif menjadi fokus program dan
pendampingan tahap berikutnya bila kebijakan perusahaan memungkinkan
ha1 ini dilakukan dibandingkan dengan melaksanakan program dilokasi yang
berbeda. Karena sasaran yang tidak aktii pada dasarnya telah memiliki
peluang dan pengalaman yang berharga dari kegagalan yang telah mereka
peroleh selama ini (CFCD. 2005b).
3 Meningkatkan kinerja para pendamping pemberdaya masyarakat (CDO)
secara maksimal sebagaimana yang disebutkan oleh lfe (2002).
Peningkatan kine rja dapat ditempuh dengan berbagai program khusus CDO,
karena CDO juga memiliki kelemahan dan siklus bekerja yang terbatas.
Sebagaimana manajemen sumberdaya manusia di perusahaan, pendamping
juga membutuhkan berbagai macam perlakuan agar memiliki motivasi kerja.
wawasan, kreatifnas serta keterampilan yang lebih tinggi. Menurut lfe (2002).
peran pokok para pelaku pemberdaya masyarakat yang perlu diberikan baik
sebagai wawasan atau untuk peningkatan keterampilan meliputi (Tabel 18)
Tabel 18 Peran pokok Community Development Oficier (CDO)
4 Menetapkan dan mempertegas aturan atau norma kelompok. Menurut CFCD
(2005b) dalam pengembangan kelompok, peran pendamping harus mampu
mendorong kelompok untuk mernbuat aturan main atau nona berkelompok
yang berasal dari kesepakatan para anggota kelompok itu sendiri. Dengan
f
3
a
b
c
d
Transforrnasi
pengetahuan dan
pengalaman dalam
komunitas
Peran Teknis (Technical
Analisis data
Pelaporan
Manajemen
Pengawasan dan
Pengendalian
R o k )
Kemampuan melakukan riset keal
Ketersediaan laporan
Memampukan kelompok komunitas (Planning,
Organizing, Actuating dan Cootding (POAC)
Membangun transparansi dan akuntabilitas.
demikian, keberadaan kelompok menjadi kebutuhan bersama karena adanya
kepentingan yang sama dan kesepahaman aturan main yang dipahami
bersama-sama pula. Dengan adanya norma itu, diharapkan akan muncul
kontrol sosial dan sikap saling mendukung baik dalam menyukseskan
program ataupun mengatasi masalah bersama.
Penaembanoan Usaha Kecil dan Menenaah (Kewirausahaan)
Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah (PUKM) yang diamati di
lapangan yaitu kewirausahaan mempakan program pendukung SPT. Program
ini bertujuan menumbuhkembangkan kewirausahaan para pengusaha kecil dan
menengah yang usaha utamanya tidak terkait langsung (off line) dengan usaha
Riaupulp. Kegiatan program ini antara lain pelatihan yang diberikan pada
pengusaha kecil dan menengah maupun pemuda putus sekolah yang ingin
membangun usaha, bantuan peralatan, modal dan pembinaan serta pemantauan
atau pendampingan. Program PUKM di desa Banjar Benai mencakup antara
lain usaha bengkel motor, bengkel mobil, bengkel las listrik, salon dan menjahit.
Sedangkan untuk Desa Koto Benai, program ini belum ada.
Berdasarkan penelitian di lapangan diketahui bahwa setelah sasaran
mendapatkan pelatihan keterampilan dan kewirausahaan, diharapkan mereka
mulai bergerak lebih maju dan lebih bersemangat khususnya yang telah memiliki
usaha. Program PUKM tidak serta merta menjamin bahwa bagi yang telah
mendapatkan pelatihan kejuman secara otomatis akan mendapatkan batuan
modal berupa peralatan atau dana. Faktor kemauan dan kegigihan menjadi
penilaian utama pemsahaan dalam memberikan bantuan. Salah satu indikator
yang menjadi penilaian tingkat kemauan dan kegigihan sasaran adalah adanya
tersedianya kios usaha atau usaha tampak telah berjalan. Contoh kasus adalah
bengkel "Em", yang memulai usaha dengan membangun bengkel kecil-kecilan.
Namun selanjutnya, pendamping memberikan rekomendasi sehingga
mendapatkan bantuan alat yang memadai. Demikian juga penjahit "Budaya
Tailof yang memulai usaha menjahit di ~ m a h hingga mendapatkan bantuan
kios dan mesin bordir. Besar dan bentuk bantuan yang diberikan perusahaan
kepada sasaran berbeda tergantung skala usaha dan kebutuhan sasaran (Tabel
19).
Tabel 19 Jenis usaha, besar bantuan dan bentuk bantuan yang diperoleh
I Pelaminan
2 1 Peniahit I Plank usaha
sasaran PUKM
I Alat-alat bengkel
4 1 Benakel Mobil I Plank usaha
Bantuan
Plankusaha
Alat-alat salon
Pakaian adat pengantin (minang, melayu, jawa)
No.
Ssrn
1
3
-
( Alat-alat bengkel (kompresor dll)
5 1 Bengkel Las I Plank usaha
Usaha
Salon dan Rias
Pengantin
.
I Bantuan kredit mesin diesel (* 25 jt)
Bengkel Motor
Di Desa Banjar Benai, ada beberapa orang sasaran lain yang sebenarnya
diharapkan dapat mernbuka usaha setelah mengikuti pelatihan kejuruan. Namun
pada kenyataannya mereka gagal membuka dan mengembangkan usahanya
padahal mereka telah menerima bantuan peralatan (Tabel 20).
Tabel 20 Sasaran PUKM yang tidak berhasil membuka usaha dan
mengembangkan bantuan yang pernah diperoleh
Berdasarkan jenis pelatihan kejuruan yang diikuti
Kios
Mesin jahit, mesin bordir
Beberapa kain (bahan dasar)
Alat-alat menjahit lainnya
Plank usaha
Beberapa alasan yang diternukan berdasarkan penuturan sasaran di
lapangan terkait kegagalan membuka usaha antara lain:
1 Terbatasnya atau kekurangan modal kerja. Beberapa sasaran menjadikan
kekurangan atau tidak memiliki modal ke rja menjadi alasan sehingga rnereka
tidak bisa mengembangkan usahapeluang pasar yang terbatas atau
perrnintaan rendah. Hal ini terutama dirasakan oleh sasaran yang mengikuti
pelatihan menyablon, ukiran meubel, serta sopir. Berdasarkan kenyataan ini.
Keterampilan
Tata Boga
Sopir
Sablon
Ukiran (Meubel)
Menjahit
Servis Dinamo
Jlh sasaran
(orang)
2
1
2
2
1
1
Bantuan
Alat-alat masakan makanan dan kue
Surat izin mengernudi mobil
Alat-alat sablon
-
Mesin jahit dan bahan dasar (kain)
-
maka sasaran perlu mendapatkan pembinaan lebih lanjut untuk dapat
mengakses pasar yang lebih jauh, tidak hanya di sekitar lokasi usaha.
2 Kurang percaya diri dalam belwirau~aha~karena merasa ragu tehadap
penguasaan ilmu dan keterampilan yang dimiliki. Faktor ini dapat dikatakan
sebagai alasan penting dan utama bagi umumnya sasaran pelatihan
sehingga mereka tidak berani berkarya sendiri dan berkembang. Hal ini
terutama diungkapkan oleh peserta pelatihan tata boga, menjahit, servis
dinamo.
3 Selain alasan yang bersumber dari internal sasaran program PUKM,
berdasarkan analisis terhadap alur dan tahapan program ini disadari bahwa
program PUKM perlu mendapatkan pengelolaan atau pendampingan yang
lebih spesifik dan berbeda dengan program SPT. Kenyataan bahwa PUKM
mencakup jenis usaha yang sangat beragam menyebabkan silang informasi
atau saling belajar sulit tejadi antara sasaran. Selain itu, PUKM tidak
memiliki kelompok sehingga kontrol dan motivasi sepenuhnya bersumber dari
individu sasaran program. Dalam ha1 ini, bagi sasaran dirasakan perlu
dikembangkan sikap mental dan proaktif, adapun bagi pendamping, perlu
peningkatan kemampuan sebagai konsultan usaha.
Menyikapi persoalan yang melingkupi program PUKM di Banjar Benai,
solusi yang bisa menjawab penoalan itu adalah bahwa PPMR melalui para
pendamping perlu lebih kreatif meningkatkan motivasi, mentalitas, keterampilan
maupun dari sisi pembiayaan. Sedangkan bagi para CDO juga tidak berhenti
melakukan pendekatan dan meyakinkan manajemen perusahaan untuk terus
komitmen peduli dan tetap berpihak pada pengusaha kecil ini.
Pendam~inaan SPT dan PUKM sebaqai Strateai Pemberdavaan. Untuk
mengoptimalkan program SPT dan PUKM yang telah dijalankan PT Riau
Andalan Pulp and Paper di Desa Banjar Benai dan Koto Benai, perlu adanya
proses penguatan pemberdayaan sebagai salah satu komponen utama dalam
proses pemberdayaan untuk mencapai tujuan pemberdayaan. Menurut CFCD
(2005b), terdapat lima kegiatan penting yang dapat dilakukan dalam melakukan
pendampingan sosial:
1 Memotivasi. Sasaran program perlu didorong untuk membentuk kelompok
yang merupakan mekanisme kelembagaan penting untuk mengorganisir dan
melaksanakan kegiatan pengembangan masyarakat di desanya. Motivasi
berkelompok akan menumbuhkan modal sosial dan ikatan sosial yang lebih
kuat sehingga kelak akan memotivasi sasaran lain ikut serta dalam program
dengan kelompok yang lama atau kelompok baru.
2 Peningkatan kesadaran dan pelatihan kemampuan. Peningkatan kesadaran
masyarakat dapat menggugah kesadaran, cara pandang dan kekritisan
terhadap kehidupan. Demikian halnya dengan pelatihan akan memberikan
wawasan dan keterampilan dll.
3 Manajemen diri. Kelompok harus mampu memilih pemimpin mereka sendiri
dan mengatur kegiatan mereka sendiri, seperti melaksanakan pertemuan-
pertemuan, melakukan pencatatan dan pelaporan, mengoperasikan
tabungan dan kredit, resolusi konflik dan manajemen kepemilikan
masyarakat. Pada tahap awal, pendamping dari luar dapat membantu
mereka dalam mengembangkan sebuah sistem dan norma. Selanjutnya,
kelompok dapat diberi wewenang penuh untuk melaksanakan dan mengatur
sistem tersebut.
4 Mobilisasi sumber. Merupakan sebuah metode untuk menghimpun sumber-
sumber individual melalui tabungan reguler dan sumbangan sukarela dengan
tujuan menciptakan modal sosial. Ide ini didasari pandangan bahwa setiap
orang memiliki sumbernya sendiri yang jika dihimpun dapat meningkatkan
kehidupan sosial ekonomi secara substansial. Pengembangan sistem
penghimpunan, pengalokasian dan penggunaan sumber perlu dilakukan
secara cermat sehingga semua anggota memiliki kesempatan yang sama.
Hal ini dapat menjamin kepemilikan dan pengelolaan secara berkelanjutan.
5 Pembangunan dan pengembangan jaringan. Pengorganisasian kelompok-
kelompok perlu disertai dengan peningkatan kemarnpuan para anggotanya
membangun dan mempertahankan jaringan dengan berbagai sistem sosial di
sekitarnya. Jaringan ini sangat penting dalam menyediakan dan
mengembangkan berbagai akses terhadap sumber dan kesempatan bagi
peningkatan keberdayaan sasaran.
Menurut Suharto (1997) diacu dalam CFCD (2005b) dinyatakan bahwa
dalam kaitannya dengan lima aspek pemberdayaan di atas dapat dilakukan
melalui lima strategi pemberdayaan yang dapat disingkat menjadi 5P, yaitu:
Pemungkinan, Penguatan, Perlindungan, Penyokongan dan Pemeliharaan.
1 Pemungkinan. Menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi
masyarakat berkembang secara optimal. Pemberdayaan harus mampu
membebaskan masyarakat dari sekat-sekat kultural dan struktural yang
menghambat.
2 Penguatan. Memperkuat pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki
masyarakat dalam memecahkan masalah dan memenuhi kebutuhan-
kebutuhannya. Pemberdayaan harus mampu menumbuhkembangkan
segenap kemampuan dan kepercayaan diri masyarakat yang menunjang
kemandirian mereka.
3 Perlindungan. Melindungi masyarakat terutama kelompok-kelompok lemah
agar tidak tertindas oleh kelompok kuat, menghindari terjadinya persaingan
yang tidak seimbang (apalagi tidak sehat) antara yang kuat dan lemah, dan
mencegah terjadinya eksploitasi kelompok kuat terhadap kelompok lemah.
Pemberdayaan hams diarahkan pada penghapusan segala jenis diskriminasi
dan dominasi yang tidak menguntungkan masyrakat.
4 Penyokongan. Memberikan bimbingan dan dukungan agar masyarakat
mampu menjalankan peranan dan tugas-tugas kehidupannya.
Pemberdayaan harus mampu menyokong masyarakat agar tidak terjatuh ke
dalam keadaan dan posisi yang semakin lemah dan terpinggirkan.
5 Pemeliharaan. Memelihara kondisi yang kondusif agar tetap terjadi
keseimbangan distribusi kekuasaan antara berbagai kelompok dalam
masyarakat. Pemberdayaan harus mampu menjamin keselarasan dan
keseimbangan yang memungkinkan setiap orang memperoleh kesempatan
berusaha.
Peran Program Pemberdayaan Masyarakat dalam Kaitannya dengan
Upaya Peningkatan Ketahanan Pangan Rumah Tangga
Karakteristik Rumah Tanoaa Sasaran
1 Besar Rumah Tangga
Besar rumah tangga keseluruhan program dalam penelitiin ini berkisar
antara 2-8 orang dengan rata-rata jumlah anggota rumah tangga sebanyak 4
orang. Sebagian besar rumah tangga merupakan rumah tangga kecil (52,9%)
dengan jumlah anggota rumah tangganya s4, selebihnya merupakan rumah
tangga sedang (38,2%) dan rumah tangga kecil(8,8%).
Apabila sasaran dibedakan berdasarkan program yang diperoleh maka
terlihat bahwa penentase ~ m a h tangga kecil mempakan angka yang paling
besar pada kedua program, yaitu 51,7% pada program SPT dan 60% pada
program PUKM (Tabel 21).
Tabel 21 Sebaran rumah tangga berdasarkan besar rumah tangga
2 Pendidikan Ibu Rumah Tangga
Pendidikan ibu rumah tangga sasaran secara keseluruhan berkisar
antara tidak tamat Sekolah Dasar (SD) sampai dengan Strata 1 (SI), lama
pendidikan ibu rumah tangga berkisar dari 1 tahun hingga 17 tahun dengan rata-
rata 8 tahun.
Apabila dilakukan pengkategorian berdasarkan lama pendidikan ibu,
secara keseluruhan maka persentase terbesar pendidikan ibu adalah
berpendidikan rendah (70,6%). Selebihnya berpendidikan sedang (20,6%) dan
berpendidikan tinggi (8,8%). Persentase pendidikan ibu rumah tangga yang
rendah dikelornpok program SPT sebesar 72,4% dan PUKM (60%) (Tabel 22).
Tabel 22 Sebaran rumah tangga berdasarkan pendidikan ibu
3 Pengetahuan gizi lbu
Pengetahuan gizi ibu rumah tangga sasaran secara keseluruhan yang
terbanyak adalah pada kategori sedang (47,136) selebihnya tersebar merata
pada kategori rendah dan tinggi (masing-masing 26,5%) (Tabel 23).
Tabel 23 Sebaran rurnah tangga berdasarkan pengetahuan gizi ibu
Pengetahuan gizi ibu rumah tangga sasaran program SPT paling banyak
tersebar dalam kategori sedang (48,3%). Pengetahuan gizi ibu rumah tangga
sasaran program PUKM paling banyak tersebar dalam kategori rendah dan
sedang (masing-masing 40%). Sebaran keseluruhan rumah tangga berdasarkan
pertanyaan tentang pengetahuan gizi ibu dapat dilihat pada Tabel 24.
Tabel 24 Sebaran keseluruhan rumah tangga berdasarkan pertanyaan
tentang pengetahuan gizi ibu
Sebaran sasaran keseluruhan (SPT. PUKM) berdasarkan pertanyaan
tentang pengetahuan gizi (Tabel 24) memperlihatkan bahwa hanya 6 pertanyaan
(dari 14 pertanyaan) yang dapat dijawab oleh lebih dari 50% sasaran, selebihnya
(8 pertanyaan) hanya dapat dijawab kurang dari 50% sasaran. Pertanyaan
tentang buah-buahan sumber vitamin C adalah pertanyaan yang sangat sedikit
dlawab dengan benar oleh peserta (23,5%).
4 Pendapatan per Kapita Rumah Tangga
Pendapatan rumah tangga terdiri dari pendapatan yang berasal dari
bukan program dan pendapatan yang berasal dari pekerjaan atau usaha sebagai
i nt e~ensi dari perusahaan melalui program pemberdayaan masyarakatnya.
a Pendapatan bukan program
Pendapatan rumah tangga yang berasal dari pekerjaan atau usaha tanpa
adanya intewensi perusahaan melalui program pemberdayaan masyarakat
berkisar antara Rp100.000/kapita/bulan sampai Rp 1.340.000/kapita/bulan
dengan rata-rata Rp 537.547lkapitalbulan. Pengkategorian pendapatan ini
dapat dilihat pada Tabel 25.
Secara keseluruhan, sebagian besar sasaran berpendapatan sedang
(51.4%). Apabila dilihat per program maka terlihat bahwa pada sasaran
SPTsebagaian besar berpendapatan sedang (55,2%) dan pada sasaran
PUKM sebagian besar berpendapatan tinggi (60%).
Tabel 25 Sebaran rumah tangga berdasarkan pendapatan bukan program
b Pendapatan dari program
Pendapatan rumah tangga yang berasal dari pekerjaan atau usaha sebagai
intewensi dari perusahaan berkisar antara Rp 12.500/kapita/bulan sampai
Rp1.300.000/kapita/bulan dengan rata-rata Rp263.932kapitalbulan.
Pengkategorian pendapatan ini dapat dilihat pada Tabel 26.
Secara keseluruhan, sebagian besar sasaran berpendapatan sedang
(51,4%). Apabila dilihat per program maka terlihat bahwa sasaran SPT
sebagaian besar berpendapatan sedang (55,2%) dan sasaran PUKM
persentase terbesar berpendapatan rendah dan sedang (masing-masing
40%).
Tabel 26 Sebaran rumah tangga berdasarkan pendapatan dari program
c Pendapatan total
Total pendapatan rumah tangga merupakan pendapatan rumah tangga yang
berasal dari pekerjaan atau usaha non program digabungkan dengan
pendapatan rumah tangga yang berasal dari pekejaan atau usaha sebagai
intewensi dari perusahaan. Total pendapatan setiap bulan berkisar antara
Rpl66.700/kapita/bulan sampai Rp 2.640.000kapita/bulan dengan rata-rata
Rp801.479/kapitalbulan.
Secara keseluruhan, sebagian besar sasaran berpendapatan sedang
(52,9%). Apabila dilihat per program maka terlihat bahwa sasaran SPT
sebagaian besar berpendapatan sedang (55,2%) dan sasaran PUKM
persentase terbesar berpendapatan sedang dan tinggi (masing-masing 40%)
(Tabel 27).
Tabel 27 Sebaran rumah tangga berdasarkan pendapatan total
Pengkategorian rumah tangga berdasarkan batas kemiskinan diperoleh
dengan membandingkan pendapatan total rumah tangga terhadap batas
kemiskinan propinsi Riau yaitu sebesar Rp 134.202/kapita/bulan (BPS, 2003).
Berdasarkan Tabel 28 diketahui bahwa seluruh rumah tangga berada di atas
batas kemiskinan ha1 ini menunjukkan bahwa seluruh rumah tangga
dikategorikan sebagai rumah tangga yang tidak miskin.
Tabel 28 Sebaran rumah tangga berdasarkan batas kemiskinan
Kategori Jumlah
Presentase
Miskin
Tidak Miskin 34 100
Total 34 100
Ketahanan Panaan Rumah Tanaaa
Ketahanan Pangan rumah tangga dilihat dalam dua kondisi yaitu pada
saat rumah tangga belum menerima program dan setelah rurnah tangga
menerima program. Hal ini dilakukan untuk melihat ketepatan sasaran program
dan peran program dalam meningkatkan ketahanan pangan rumah tangga.
1 Sistem Pertanian Terpadu
Status ketahanan pangan rumah tangga sasaran program SPT tercantum
pada Tabel 29. Dari tabel terlihat bahwa sebelum program, persentase terbesar
(37,9%) ketahanan pangan sasaran berada pada kategori tidak tahan pangan
dengan kelaparan sedang, namun setelah program, persentase terbesar
(65,5%) ketahanan pangan sasaran berada pada kategori tahan pangan dan
tidak ada sasaran yang tidak tahan pangan dengan kelaparan berat.
Tabel 29 Sebaran rumah tangga berdasarkan ketahanan pangan sebelum dan
setelah menerima program SPT
Ketahanan Pangan
2 Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah
lnformasi pada Tabel 30 menyajikan status ketahanan pangan rumah
tangga sasaran program PUKM sebelum dan setelah' menerima program.
Berdasarkan Tabel 30 diketahui bahwa tidak ada perbedaan angka pada kolom
status ketahanan pangan sebelum dan setelah menerima program. Persentase
terbesar (80%) ketahanan pangan rumah tangga sebelum dan setelah menerima
program berada pada kategori tahan pangan.
Tabel 30 Sebaran rumah tangga berdasarkan status ketahanan pangan
sebelum dan setelah menerima program PUKM
I Sebelum I Setelah 1
Ketahanan Pangan
Tabel 31 menyajikan informasi tentang situasi ketahanan pangan rumah
tangga sasaran program SPT dan PUKM sebelum menerima program. Dari
Tabel 31 diketahui bahwa kejadian tidak tahan pangan yang paling banyak
dialami oleh rumah tangga adalah kekwatiran apabila makanan habis padahal
uang untuk membeli tidak ada (82,4%) dan kondisi dimana makanan yang dibeli
tidak cukup karena tidak memiliki uang lagi (82,4%). Keadaan tidak tahan
pangan terberat yang pemah terjadi pada orang dewasa adalah penurunan
berat badan karena kekurangan makan, sedangkan kejadian terparah yang
menimpa anak-anak adalah melompati jadwal makan dan kejadian kelaparan.
Namun demikian baik orang dewasa maupun anak-anak belum pernah tidak
makan selama sehari karena biasanya orang tua masih memiliki alternati
menyediakan makan dengan memancing di sungai atau mengambil makanan di
hutan.
Tabel 31 Sebaran kesel u~han rumah tangga berdasarkan kejadian tidak
tahan pangan sebelum menerima program
I kenablian uang unluk mernbell makanan
I I I I
5' 1 Tmak dapat mernben anak-anak makanan yang se~mbang 1 19 1 67.9 1 9 1 32.1
I Keiadian menguran~U akibat mengurangl asurmn I I I I
6'
7a
7b
- -
makanan bagirnakanak
Anak-anak tiiak mengkonsumsi makanan dengan wkup
Kejadian mttngunngil akibat mengunngi asupan
makanan bagi orang dewasa
lbu atau orang dewasa lain dalam Nmah tanpga pernah
mengurangi porsi makanan atau rnelompati jadwal makan
karena tidak memiliki wkup uang untuk makanan
. -
Frekuensi kejadian jiia pemah tejadi
lbu makan lebih sedikii dari yang dirasakan (kekurangan
makan)
Ibu pernah merasa lapar tetapi t i i k makan karena tidak
da~at memiliii makanan warm w k u ~
10
I l a
I tidak memiliii cukup uang untuk membeli makanan
I
15
12
11 b
8
15
11
Ibu mengalami penurunan berat badan karena tiiak memiliii
makanan yang cukup untuk dmakan
Ibu alau orang dewasa lain dalam rumah langga pemah tidak
makan selama sehari karena tiiak merniliii wkup uang untuk
membeli makanan
t I I I I I I
. -
Ket: 'Penanyaan hanya diajukan pada mmah tanwa yang memil~ki anak lbejumlah 28 RT dari 34 RT) Anak
dalam ha1 int adalah orang yang be~si a 017 tahun (kurang dari 18 tahun)
53.6
35.3
Frekuensi kejadian jika pernah tejadi
Kejadian mengurangil akibat mengunngi asupan
makanan baai anak-anak
13b
14*
15'
23.5
44.1
32.4
5
0
13
22
0
Frekuensi kejadian jika pernah terjadi
Anak-anak pemah kelaparan tetapi lbu tidak dapat
menyediakan makanan lagi
Anak-anak pernah tidak makan selama sehari karena tidak
merniliki w k u ~ uana untuk membeli makanan
46.4
64.7
26
19
23
14.7
0
76.5
55.9
67,6
0
1
2
0
29
34
85.3
100
34
3.6
7.1
0
100
27
26
28
96.4
92.9
100
Situasi ketahanan pangan rumah tangga sasaran SPT dan PUKM setelah
mendapatkan program dapat dilihat pada Tabel 32. Kejadian tidak tahan pangan
yang paling banyak dialami oleh rumah tangga masih pada perasaan kwatir
apabila makanan habis padahal uang untuk membeli tidak ada (47,1%)
meskipun persentasenya lebih kecil dibanding sebelum menerima program.
Tabel 32 Sebaran keseluruhan rumah tangga berdasarkan kejadian tidak
tahan pangan setelah menerima program
3
4'
I makanan bagi orang dewasa
I I I I
7 1 Ibulorana dewasa lain dalam rumah tanoaa mmah 1 6 1 17.6 1 28 1 82.4
''
6.
I I
-- .
mengur&ngi poni makanan atau metompati jadwal
makan karena tidak memiliki w k u ~ uana I 1 . 1 I I
dewa&anakanak tidak mencukupi
Tidak dapat menyediikan makanan yang se~mbang
Mengandalkan hanya pada sedikit jenis makanan
vana berharga murah untuk memberi makan anak-
anak karengkehabisan uang untuk membeli makanan
Tidak dapat memberi anak-anak makanan yang
seimbang
Kejadian mengurangil akibat mengurangi asupan
makanan bagi anak-anak
Anak-anak tidak mengkonsumsi makanan dengan
cukup
Kejadian mengurangil akibat mengurangi asupan
Ket: 'Pertanyaan hanya diajukan pada ~ ma h tangga yang memiliki anak (berjumlah 30 RT dari 34 RT). Anak
dam ha1ini adalah orang yang berusia 017 tahun (kurang dari 18 tahun)
11
12
7b
lo
'la
12
11
32.4
40
Frekuensi kejadian jika pernah te4adi
Ibu makan lebih sedikii dari yang dirasakan
(kekurangan makan)
Ibu pemah merasa lapar tetapi tidak makan karena
tidak t memiliki makanan yang cukup
Ibu mengalami penurunan berat badan karena tidak
memiliki makanan yang cukup untuk dimakan
Ibu atau orang dewasa lain dalam rumah tangga
wmah tidak makan selama sehari karena tidak
38.7
36.7
23
18
5
4
3
2
0
67.6
60
18
19
60
63,3
14.7
11.8
8,8
5.9
0
29
30
31
32
34
85.3
88.2
91,2
94.1
100
Keadaan tidak tahan pangan terberat yang pernah terjadi pada orang
dewasa adalah penurunan berat badan karena kekurangan rnakan, sedangkan
kejadian terparah yang menirnpa anak-anak adalah pengurangan porsi
rnakanan. Angka-angka ini juga relatif kecil dibanding sebelurn rnendapatkan
program. Sasaran program menyatakan bahwa kejadian tidak tahan pangan
biasanya mereka alami pada rnusin hujan, yaitu pada saat karet tidak bisa
disadap. Dengan adanya program PPMR mereka dapat rnernanfaatkan hasil
pertaniannya untuk dijual rnaupun untuk dikonsurnsi langsung. Narnun dernikian,
rneskipun pendapatan sasaran bisa dikatakan besar, kejadian tidak tahan
pangan juga terjadi, ha1 ini disebabkan kurangnya kebiasaan rnenabung
sehingga tidak ada investasi pada rnasa-rnasa sulit.
Hubunaan Besar Rurnah Tanaaa. Pendidikan Ibu. Penqetahuan Gizi lbu dan
Penda~atan Rurnah Tanqaa denaan Ketahanan Panaan
Untuk rnelihat hubungan ketahanan pangan rurnah tangga dengan besar
rurnah tangga, pendidikan ibu ~ m a h tangga dan pendapatan rurnah tangga
digunakan tabel silang antara masing-masing variabel.
1 Besar Rurnah Tangga dan Ketahanan Pangan Rurnah Tangga
Pada Tabel 33 berdasarkan persentase tehadap besar rurnah tangga
diketahui bahwa sebagian besar rumah tangga kecil (77,8%), sedang (53,8%)
rnaupun besar (66.7%) rnemiliki status tahan pangan narnun dernikian
persentase paling besar adalah rurnah tangga kecil (77,8%). Selanjutnya,
berdasarkan persentase terhadap ketahanan pangan diketahui bahwa
persentase terbesar rurnah tangga tahan pangan merupakan rumah tangga kecil
(60,9%), disusul ~ m a h tangga sedang (30,4%) dan ~ m a h tangga besar (8,7%).
Data ini rnenunjukkan adanya kecenderungan bahwa ukuran rumah tangga
berhubungan dengan status ketahanan pangan rurnah tangga. Menurut
Sediaoetama(l993) diacu dalarn Harefa (2001), pernenuhan kebutuhan pangan
akan lebih mudah jika anggota rumah tangga yang diberi rnakan hanya sedikii
(rurnah tangga kecil) sebab dengan sernakin bertarnbahnya jurnlah anggota
keluarga rnaka pengaturan pengeluaran pangan sehari-hari relatii semakin sulit.
Hal ini rnenyebabkan kuantitas dan kualitas pangan yang dapat diperoleh
semakin tidak rnencukupi untuk masing-rnasing anggota keluarga.
Tabel 33 Sebaran rumah tangga berdasarkan besar rumah tangga dan
ketahanan pangan rumah tangga
2 Pendidikan Ibu Rumah Tangga dan Ketahanan Pangan Rumah Tangga
Tabel 34 menunjukkan adanya kecenderungan bahwa pendidikan ibu
yang memadai mendukung ketahanan pangan rumah tangga. Berdasarkan
persentase terhadap pendidikan ibu rumah tangga diketahui bahwa seluruh
rumah tangga (100%) dengan status pendidikan ibu rumah tangga sedang dan
tinggi memiliki status ketahanan pangan rumah tangga yang tahan pangan.
Selanjutnya, berdasarkan persentase terhadap ketahanan pangan rumah tangga
diketahui bahwa seluruh rumah tangga (100%) tidak tahan pangan tanpa
kelaparan dan rumah tangga tidak tahan pangan dengan kelaparan (ringan)
berasal dari rumah tangga dengan status pendidikan ibu yang rendah.
Penelitian yang dilakukan menemukan gejala bahwa pendidikan ibu yang rendah
berdampak pada minimnya informasi dan pengetahuan tentang gizi dan
kesehatan serta kurang memunculkan motivasi ibu rumah tangga melakukan
perubahan dalam perilaku hidupnya. Hal ini sejalan dengan pernyataan Atmarita
dan Fallah (2004) diaw dalam Astari (2006) bahwa tingkat pendidikan sangat
berpengaruh terhadap perubahan sikap dan perilaku hidup sehat. Selanjutnya
W~djaja (1986) menegaskan bahwa ibu yang berpendidikan tinggi cenderung
lebih bersifat terbuka terhadap hal-ha1 baru karena sering membaca artikel-artikel
maupun pemberitaan dari dari berbagai media sehingga pengetahuan ibu
tentang anak semakin baik.
Tabel 34 Sebaran rumah tangga berdasarkan pendidikan ibu rumah tangga
dan ketahanan pangan rumah tangga
3 Pengetahuan Gizi Ibu Rurnah Tangga dan Ketahanan Pangan
Rumah Tangga
Status pengetahuan gizi ibu sangat erat kaitannya dengan status
pendidikan ibu (Widjaja,l986). Dari Tabel 35, berdasarkan persentase terhadap
pengetahuan gizi ibu ~ m a h tangga terlihat bahwa sebagian besar rumah tangga
(88,9%) dengan status pengetahuan gizi ibu berada pada kategori tinggi memiliki
status ketahanan pangan rumah tangga yang tahan pangan. Namun jumlah
rumah tangga yang tahan pangan dari rumah tangga dengan status
pengetahuan gizi ibu berada pada kategori sedang lebih rendah (56,3%)
dibanding jumlah rumah tangga yang tahan pangan dari ~ m a h tangga dengan
status pengetahuan gizi ibu berada pada kategori rendah (66,7%).
Selanjutnya dari Tabel 35, berdasarkan persentase terhadap ketahanan
pangan diketahui bahwa persentase terbesar rurnah tangga (39,1%) tahan
pangan adalah rumah tangga dengan status pengetahuan gizi ibu pada kategori
sedang, diikuti rumah tangga dengan status pengetahuan gizi ibu pada kategori
tinggi (34,8%) dan rumah tangga dengan status pengetahuan gizi ibu pada
kategori rendah (26,1%). Data ini menunjukkan bahwa meskipun status
pengetahuan gizi ibu penting, namun tidak selalu menjadi faktor utama yang
mernpengaruhi ketahanan pangan rumah tangga. Pengetahuan gizi ibu dalam
peneliiian ini sangat terbatas hanya pada kebiasaan dan adat seternpat.
Tabel 35 Sebaran rumah tangga berdasarkan pengetahuan gizi ibu rumah
tangga dan ketahanan pangan rumah tangga
4 Pendapatan Rumah Tangga dengan Ketahanan Pangan Rumah Tangga
Pendapatan rumah tangga dalam ha1 ini adalah jumlah total dari
pendapatan dari program dan pendapatan bukan dari program. Tabel 36
menunjukkan adanya kecenderungan bahwa pendapatan yang tinggi
mendukung ketahanan pangan rumah tangga. Berdasarkan persentase
terhadap pendapatan rumah tangga diketahui bahwa persentase terbesar rumah
tangga (87,5%) rumah tangga tahan pangan adalah rumah tangga dengan
pendapatan tinggi. Selanjutnya, berdasarkan persentase terhadap ketahanan
pangan diketahui bahwa persentase terbesar rumah tangga (56,5%) tahan
pangan merupakan rumah tangga dengan pendapatan sedang, diikuti oleh
rumah tangga berpendapatan tinggi (30,4%) dan rumah tangga berpendapatan
rendah (13%).
Hasil penelitian Astari (2006) membuktikan adanya hubungan positif yang
bennakna antara pendapatan rumah tangga dengan konsumsi energi dan zat
gizi serta mutu gizi makanan. Penelitian ini menemukan bahwa pendapatan
yang mencukupi memudahkan rumah tangga mengakses makanan dan
menyediakan makanan yang beragam untuk seluruh anggota rumah tangga
serta tidak mengalami kekuatiran terhadap ketersediaan pangan di rumah
tangga.
Tabel 36 Sebaran rumah tangga berdasarkan pendapatan rumah tangga
dan ketahanan pangan rumah tangga
Kontribusi Pendapatan dari Proaram terhadap Ketahanan Pan~an
Rumah Tanqaa
Untuk melihat peran program terhadap status ketahanan pangan rumah
tangga (pengukuran dengan skor skala ketahanan pangan) perlu diketahui
pendapatan yang mereka peroleh dari aktifitas menjalankan program maupun
pendapatan dari aktifitas selain program. Secara umum, besaran pendapatan
dari program pemberdayaan masyarakat berkisar Rp 12.500/kapita/bulan hingga
Rp 1.300.000/kapita/bulan. Pendapatan ini terutama dimanfaatkan dalam
memperbaiki konsumsi pangan rumah tangga. Selain itu, pendapatan dari
program pemberdayaan masyarakat secara umum lebih kecil dari pendapatan
selain program. Sasaran yang mengandalkan pendapatan dari program
pemberdayaan masyarakat terutama adalah mereka yang tidak memiliki atau
hanya sedikit memiliki tanaman karet. Namun demikian, bagi sasaran yang telah
memiliki pendapatan tinggi dari usaha lain, merasakan pendapatan dari program
program pemberdayaan masyarakat (terutama SPT) sangat berarti, terutama
dalam membantu pemenuhan kebutuhan hidup lainnya seperti biaya sekolah
anak, menambah aset rumah tangga dan lainnya.
Berdasarkan data pada Tabel 37, persentase terbesar (52,9%) kontribusi
pendapatan dari program pemberdayaan masyarakat terhadap total pendapatan
rumah tangga sasaran berada pada kategori sedang dan hanya 23,5% rumah
tangga saja yang merniliki kontribusi pendapatan dari program terhadap total
pendapatan berada pada kategori tinggi. Bila dilihat per program maka
TinOgi % thdp Ketahanan Pangan 30.4 16.7 0 23.5 .
% thdp Total
n
% thdp Pendapatan RT
: % thdp Ketahanan Pangan
% thdp Total
20.6
23
67.6
100
67.6
2,Q
6
17.6
1 00
17.6
0
5
14,7
100
14,7
23,5
34
100
100
100
kontribusi pendapatan dari program terhadap total pendapatan bagi sasaran SPT
sebagian besar (55.2%) masuk kategori sedang dan pada program PUKM
masing-masing 40% berada pada kategori rendah dan sedang.
Kontribusi pendapatan dari program SPT dan PUKM terhadap
pendapatan total rumah tangga sasaran tersebar dalam kategori rendah, sedang,
dan tinggi. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:
a Perbedaan input sumberdaya yang dimiliki. Pada program SPT input yang
sangat berarti adalah berupa luas lahan, pagar lahan dan tenaga kerja.
Ketiga faktor produksi ini tidak disediakan oleh perusahaan namun menjadi
bahan pertimbangan bagi perusahaan dalam memberikan bantuan berupa
bibit, pupuk dan lainnya. Selain itu, kualitas input juga sangat berpengaruh,
seperti kesuburan lahan, penguasaan sasaran terhadap tekhnik bertani,
ketekunan dan lain-lain. Bagi PUKM, input ini berupa tempat usaha dan
tenaga kerja.
b Besarnya pendapatan dari non program. Pendapatan ini terutama berasal
dari kegiatan berkebun tanaman karet.
Tabel 37 Sebaran rumah tangga berdasarkan kontribusi pendapatan dari
program terhadap pendapatan total
1 Sistem Pertanian Terpadu
Berdasarkan Tabel 38 dan 39 dapat diperoleh informasi tentang kondisi
ketahanan pangan rumah tangga sebelum dan sesudah mendapatkan tambahan
pendapatan dari program SPT. Dan tabel 38 dapat diperoleh informasi penting,
antara lain:
a Sebelum mengikuti program pemberdayaan masyarakat, persentase terbesar
(37,9%) rumah tangga berada pada status tidak tahan pangan dengan
kelaparan (sedang). Selanjutnya angka ini disusul oleh rumah tangga tidak
tahan pangan tanpa kelaparan (31%) dan rumah tangga tahan pangan
(27,6%). Data ini menunjukkan indikasi bahwa sasaran program kurang
menjangkau rumah tangga yang seharusnya menjadi prioritas utama
menerima bantuan. Dalam ha1 ini yang seharusnya menjadi prioritas
menerima bantuan secara berturut adalah rumah tangga yang mengalami
tidak tahan pangan dengan kelaparan (berat), tidak tahan pangan dengan
kelaparan (sedang), tidak tahan pangan tanpa kelaparan dan selanjutnya
rumah tangga yang tahan pangan.
b Kejadian tidak tahan pangan dengan kelaparan (berat) pernah dialami oleh
rumah tangga yang berhasil memperoleh pendapatan tinggi dari program.
Penemuan di lapangan menemukan bahwa kejadian kelaparan inilah yang
menjadi motivasi utama rumah tangga ini menekuni program pemberdayaan
masyarakat hingga meraih pendapatan yang tinggi.
Tabel 38 Sebaran rumah tangga menurut kontribusi pendapatan
dari program SPT dan ketahanan pangan rumah
tangga sebelum mengikuti program
Ket: l=Tahan pangan 3=T'dak tahan pangan dengan kelaparan(sedang)
2=T'dak tahan pangan tanpa kelaparan 4;;Tidak tahan pangan dengan kelaparan (bent
Selanjutnya, setelah mengikuti program pemberdayaan masyarakat
diternukan beberapa fakta berdasarkan Tabel 39 antara lain:
a Terjadi kenaikan persentase rumah tangga yang tahan pangan menjadi
65,5% dan berkurangnya persentase rumah tangga yang tidak tahan pangan
tanpa kelaparan menjadi 20,7% dan tidak tahan pangan dengan kelaparan
(sedang) menjadi 13,8%. Bahkan terlihat bahwa tidak ada rumah tangga
yang mengalami tidak tahan pangan dengan kelaparan (berat).
b Kenaikan persentase rumah tangga yang tahan pangan dan berkurangnya
rumah tangga yang tidak tahan pangan tanpa kelaparan maupun tidak tahan
pangan dengan kelaparan (sedang dan berat) terjadi hampir pada semua
kelornpok rumah tangga, baik yang memiliki nilai kontribusi pendapatan dari
program berada pada kategori rendah, sedang maupun tinggi.
c Kenaikan persentase rumah tangga yang tahan pangan paling banyak terjadi
pada ~ m a h tangga yang memperoleh pendapatan dari program dalam
kategori sedang (62,5%) dan tinggi (71,4%). Hal ini menunjukkan bahwa
pendapatan dari program berperan dalam peningkatan status ketahanan
pangan rumah tangga sasaran.
Tabel 39 Sebaran rumah tangga menurut kontribusi pendapatan
dari program SPT dan ketahanan pangan rumah
tangga setelah mengikuti program
Ket: l=Tahan pangan
2-Tidak tahan pangan tanpa kelaparan
3=Mak tahan pangan dengan kelaparan(sedan9)
2 Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah
Tabel 40 dan 41 menyajikan informasi tentang kondisi ketahanan pangan
rumah tangga sebelum dan sesudah rnendapatkan tambahan pendapatan dari
program PUKM. Dari Tabel 40 terlihat bahwa:
a Sebelum mengikuti program pemberdayaan masyarakat, persentase terbesar
(80%) rumah tangga berada pada status tahan pangan, selebihnya (20%)
tidak tahan pangan dengan kelaparan (sedang). Sebagaimana program
SPT, data ini menunjukkan indikasi bahwa sasaran program kurang
menjangkau rumah tangga yang seharusnya menjadi prioritas utama
rnenerima bantuan.
b Kejadian tidak tahan pangan dengan kelaparan (sedang) pemah dialami oleh
rumah tangga yang berhasil mernperoleh pendapatan tinggi dari program.
Kejadian tidak tahan pangan ini menjadi motivasi utama rumah tangga ini
menekuni program PUKM hingga meraih pendapatan yang tinggi.
Tabel 40 Sebaran rumah tangga menurut kontribusi pendapatan dari program
PUKM dan ketahanan pangan sebelum mengikuti program
n
% thdp Kontribusi Pd
% thdp Ketahanan Pggan
% thdp Total
"
Ket: l=Tahan pangan
Tdal
2=Tclak tahan pangan lanpa kelaparan
3=Tidak tahan pangan dengan kelaparan(sedan9)
0
0
0
0
A
I
-
I " I I
"
% thdp Kontribusi Pdpt 1 80 1 0 1 20 1 100
% thdp Ketahanan Pangan 1 1 0 0 1 0 1 1 0 0 [ 100
% thdp Total 1 8 0 1 0 1 2 0 1 1 0 0
Selanjutnya Tabel 41 meperlihatkan data yang tidak berbeda dengan
Tabel 40. Hal ini membuktikan bahwa program belum mampu merubah
meningkatkan kesejahteraan dan kemandirian sasaran meskipun pada
kenyataannya terjadi peningkatan pendapatan rumah tanggalkapitalbulan.
Tabel 41 Sebaran rumah tangga menurut kontribusi pendapatan dari program
PUKM dan ketahanan pangan setelah mengikuti program
0
0
0
0
n
- -- - -
I
.-
% thdp Total 1 4 0 1 0 I 0 1 40
I . l I 7 I n 1 n I
Kontribttsi Pendapatan dari Program
n
% thdp Kontribusi Pdpt
% thdp Ketahanan Pansan
Ket: l=Tahan pangan 2=Tidak tahan pangan tanpa kelaparan
3=Tdak tahan pangan dengan kelaparan(sedan9)
1
100
100
20
4
1
100
20
20
C
Total
2
100
dn
Ketahanan Pangan
1
2
100
5n
2
0
0
n
3
0
0
n
Aspirasi Sasaran terhadap Program Pemberdayaan Masyarakat
dalam Kaitannya dengan Upaya Peningkatan
Ketahanan Pangan Rumah Tangga
Tingkat Kepuasan terhadap Program
Sistem Pertanian ter~adu
Evaluasi tingkat kepuasan terhadap program terfihat pada Tabel 42.
Bantuan yang diberikan kepada sasaran program sistem pertanian terpadu dapat
dikelompokkan pada tiga bentuk bantuan yaitu saprodi, pelatihan pada sebagian
sasaran (20 orang) dan bantuan sapi. Berdasarkan Tabel 42 dapat dilihat bahwa
sasaran pada urnumnya merasa puas (82,8%) terhadap bantuan saprodi.
Alasan utarna sasaran merasa puas adalah karena bantuan sangat berarti bagi
mereka narnun dirasakan masih terbatas misalnya karena ada beberapa alat
yang harus dipergunakan bersama seperti alat penyemprot.
Bantuan berupa fasilitas pelatihan hanya diikuti oleh sebagian sasaran
mewakili kelompok tani yang ada. Pelatihan yang diberikan terutama mengenai
tekhnik bertani yang baik mencakup tanaman pangan dan hortikultura seperti
cabe, kacang panjang, timun dan lainnya. Sasaran yang belum atau tidak
mengikuti pelatihan biasanya rnendapatkan infonnasi ilmu pertanian dari rekan
kelompoknya yang telah mengikuti pelatihan, dari pendamping dan dari petugas
lapang. Dari keselu~han contoh yang diteliti. hanya 20 orang yang pemah
mengikuti pelatihan. Secara umum, 65% sasaran yang mengikuti pelatihan
menyatakan puas dan hanya 5% menyatakan kurang puas. Alasan yang
dikemukakan contoh secara keseluruhan bersifat positif. Peserta yang merasa
kurang puas menyatakan bahwa frekuensi pelatihan dirasakan kurang, sehingga
diharapkan rnereka lebih diberi peluang untuk rnengikuti berbagai pelatihan
lainnya terkait tekhnik bertani yang baik.
Bantuan sapi dinilai memuaskan oleh sebagian besar sasaran program
(62,1%). Hanya 17,2% sasaran yang rnerasa bantuan sapi kurang memuaskan.
Alasan yang dikernukakan oleh sasaran yang merasa kurang puas adalah bahwa
jumlah sapi yang diberikan sedikit sehingga kadangkala apabila luas tanam cabe
atau sayuran besar, petani rnerasa kekurangan kotoran sapi sebagai pupuk
organik. Selain itu, sasaran juga rnerasa kurang puas terhadap bantuan sapi ini
karena sapi yang diterima sebagai hak milik masih terlalu kecil bahkan masih
menyusui.
Tabel 42 Tingkat kepuasan sasaran terhadap program SPT
Penaembanaan Usaha Kecil dan Menenaah (Kewirausahaan)
Sasaran program yang diteliti dalam penelitian ini adalah peserta yang
pernah mengikuti pelatihan berbagai keterampilan yang difasilitasi oleh PPMR
dalam program Vocational Training (VT). Sasaran berjumlah 5 orang terdiri dari
4 usaha kecil dan 1 usaha menengah. Tingkat kepuasan sasaran terhadap
bantuan yang selama ini diperoleh dapat dilihat pada Tabel 43.
Berdasarkan Tabel 44 diketahui bahwa banyaknya sasaran yang merasa
puas dan kurang puas terhadap bantuan peralatan sama besar (masing-masing
40%). Sasaran menyatakan kurang puas karena bantuan alat masih kurang,
baik dari sisi jumlah maupun kualitasnya. Hal ini dirasakan terutama oleh
pengusaha bengkel rnobil dan motor.
Tabel 43 Tingkat kepuasan sasaran terhadap program PUKM
Mengenai bantuan berupa fasilitas pelatihan keterampilan yang ditekuni,
sasaran menyatakan sangat puas sama banyak dengan sasaran yang
menyatakan kurang puas (masing-masing 40%). Alasan yang menyebabkan
contoh kurang puas adalah karena pelatihan yang diberikan masih tingkat dasar,
selain itu sasaran kurang puas karena tidak ada uji atau tes kemampuan di akhir
pelatihan yang berdampak pada tidak ada bukti kelulusan atau sertiikat. Kedua
alasan ini diakui menyebabkan kurangnya rasa percaya diri untuk meningkatkan
skala usaha. Kondisi ini terutama dirasakan oleh penjahit dan bengkel motor.
Aspirasi dan Kebutuhan Sasaran
Sasaran program PPMR yang menikmati bantuan perusahaan
merasakan berartinya bantuan yang selama ini mereka terima. Namun demikian
untuk lebih meningkatkan taraf kesejahteraan terkait dengan upaya peningkatan
ketahanan pangan rumah tangga tetap terdapat harapan adanya bantuan lain
yang dirasakan sangat mereka perlukan. Berdasarkan pertanyaan dalam
kuesioner tentang kebutuhan masyarakat, diketahui bahwa adanya masukan
sebagai aspirasi masyarakat sebagaimana tertera dalam Tabel 44. Aspirasi ini
mencakup program yang selama ini diterima sasaran maupun aspirasi lain
tentang kebutuhan masyarakat. Hal ini dapat dijadikan indikasi bahwa pada
hakikatnya, sasaran program belum mandiri atau berdaya. Sasaran masih
tergantung pada bantuan yang diberikan oleh perusahaan.
Aspirasi yang disampaikan sasaran erat kaitannya dengan perbaikan
terhadap program yang pernah diterima sasaran karena didasari oleh
kekurangan dan keterbatasan yang mereka rasakan. Terdapat jumlah aspirasi
yang paling tinggi agar adanya program baru berupa peremajaan karet dengan
bantuan bibit. Selain itu sasaran juga mengharapkan adanya upaya melanjutkan
pemberian bantuan berupa subsidi sarana produksi pertanian, serta perlunya
program peningkatan keterampilan ibu-ibu dan pemilihan usia sapi hak milik
petani yang tidak terlalu kecil.
Berdasarkan survey, ada aspirasi sasaran yang telah diwujudkan oleh
pihak perusahaan yaitu pengembangan sistem pertanian terpadu dengan
melakukan diversivikasi tanaman yaitu salak pondoh. Saat ini pe~sahaan telah
melakukan persiapan dengan melaksanakan pelatihan dan telah memantau
persiapan lahan calon petani salak. Selain itu, koperasi simpan pinjam (koperasi
Bina Madani) juga telah terbentuk bahkan dalam jangkauan yang luas mencakup
seluruh anggota kelompok tani binaan perusahaan dan melibatkan pihak luar
lainnya. Perkuatan kelompok tani juga telah dilakukan namun belum secara
menyeluruh dan terpadu terutama dalam kaitannya dalam upaya merangkul
kembali sasaran yang kurang aktif menjalankan program.
Tabel 44 Aspirasi dan pelaksanaan aspirasi sasaran
Aspirasi (Harapan)
Aspirasi untuk bantuan sapi:
Pemberian modal penggemukan sapi
Pemilihan sapi yang tidak b e ~ s i a terlalu kecil
Pemilihan sapi jenis lain (selain Sapi Bali)
Aspirasi utk bantuan tanmn pangan dan
. .
ho&kultura:
Bantuan pagar untuk lahan tanaman
Bantuan lahan tanaman
Melanjutkan subsidi saprodi (individu yg blm
mandiri)
Diversifikasi dg tanaman buah 8 bantuan bibit
buah
Perkuatan kelompok tani
Sedang dirintis, penanaman
tumpang sari salak pondoh
dan pisang
Dilakukan, namun belum
Inenvel u~h
Jum'ah
Aspirasi
2
4
1
Pelaksanaan(Kenyataan)
I Pemasaran 3
program pelatihan ketrampilan utk ibu-ibu
(bertani, rumah tangga)
Bantuan untuk guru mengaji
Pembangunan sekolah Taman Kanak-Kanak
Perintisan penanaman sawit
Program b a ~ berupa peremajan karet merupakan suatu harapan besar
masyarakat. Selama ini, kehidupan utama masyarakat termasuk sasaran
program PPMR rnasih didominasi oleh usaha karet, sehingga sangat sulit bagi
rnereka untuk beralih kepada usaha lain, terlebih dukungan dari sisi harga karet
yang cukup tinggi. Selain itu harapan yang besar juga ditujukan akan adanya
program peningkatan keterampilan ibu-ibu. Berdasarkan wawancara, sasaran
program PPMR mengharapkan peningkatan pendapatan yang mereka peroleh
dapat dimanfaatkan oleh keluarga temtama untuk konsumsi keluarga yang baik
dan pendidikan anak. Untuk itu, mereka mengharapkan kaum ibu memiliki ilmu
dan pengetahuan yang memadai agar dapat mengalokasikan penghasilan
mereka dalam dua sektor tersebut secara maksimal.
Pengamatan peneliti dilapangan juga menemukan fenomena yang
memerlukan sentuhan. Terdapat pembagian tugas yang kurang baik antara
kaum ibu dan kaum bapak dalam rumah tangga secara umum. Kaum bapak,
biasanya bertugas menyadap karet, yang biasa dilakukan sekali dalam sehari (5
harilminggu). Aktifitas ini dilakukan selarna sekitar 4 jam (jam 06.00-10.00 WIB
atau 14.00-16.00 WIB). Setelah itu, kaum bapak menghabiskan waktunya di
warung kopi.
4
1
1
1
~embentukan koperasi simpan pinjam
3
1
Usulan program b a ~ , antara lain:
Peremaiaan karet dan bantuan bibit karet
Sudah terbentuk, melalui KlOS
PLUS dan koperasi pusat di
lbukota Propinsi
9
Aktifitas kaum ibu secara umum adalah mengurus rurnah tangga
(melayani suami dan anak), bekerja di sawah, dan rnengurus ternak atau kebun.
Kesibukan kaurn ibu, praktis rnernbatasi mereka dari akses pengembangan diri
rnisalnya rneningkatkan keterarnpilan pengasuhan anak, perawatan kesehatan
keluarga dan lainnya. Kehadiran program PPMR (khususnya SPT) sangat
berarti, karena dapat rnemberikan aktifitas alternatif kaurn bapak, meskipun
kenyataanya aktiftas inipun pada akhirnya banyak dikelola oleh kaurn ibu. Oleh
karena itu, peneliti merasakan pentingnya program khusus bagi ibu-ibu terutarna
yang dapat rnendukung upaya peningkatan ketahanan pangan rurnah tangga.
Sebagaimana diketahui, ibu adalah ujung tombak pengelola ~ r n a h tangga, maka
mutlak baginya rnerniliki ilmu dalarn rnengalokasikan keuangan, memilih
rnakanan yang bergizi, rnengasuh anak dengan baik serta menciptakan
lingkungan dan kehidupan yang sehat di rurnah tangganya.
SlMPULAN DAN SARAN
Simpulan
1 a Kebijakan program pemberdayaan PT Riau Andalan Pulp and Paper
mendukung 12 elemen penting Kebijakan Umum ketahanan Pangan
2006-2009.
lntegrasi program pemberdayaan masyarakat dalam kebijakan
perusahaan sebagai komitmen perusahaan dinilai berdasarkan
beberapa indikator antara lain adanya kebijakan tertulis, adanya
bagian khusus yang menangani program pemberdayaan masyarakat,
kompetensi SDM, adanya rencana strategis, ketersediaan dan
kejelasan dana serta kerjasama dengan pihak lain (outsourching).
Seluruh indikator dinilai baik kecuali kompetensi SDM dinilai sedang.
b Program pemberdayaan SPT, PSI, PUKM dan pelatihan kejuruan
berpotensi memberikan dampak positif dalam kaitannya dengan upaya
peningkatan ketahanan pangan rumah tangga. Potensi dampak positif
program ini menyentuh subsistem ketersediaan pangan, subsistem
distribusi, dan subsistem konsumsi pangan.
2 a Keberhasilan pelaksanaan PPMR dipengaruhi oleh berbagai faktor
pendukung dan penghambat baik dari sisi pelaksanaan pemberdayaan
masyarakatnya, CDO maupun sasaran.
b Program SPT dapat meningkatkan ketahanan pangan, sedangkan PUKM
belum dapat meningkatkan ketahanan pangan meskipun pada
kenyataannya sudah dapat meningkatkan pendapatan sasaran
3 Bebarapa aspirasi sasaran yang telah menjadi kenyataan antara lain
diversivikasi jenis tanaman, adanya koperasi dan perkuatan kelompok tani.
Saran
1 Sebagai masukan terhadap perrnasalahan program SPT yaitu banyaknya
sasaran yang tidak aMi, dirasakan perlu melakukan langkah-langkah:
a Peningkatan peran aktif masyarakat dalam alur dan tahapan program
b Pengorganisasian ulang sasaran yang tidak aktif (keluar)
c Pengembangan kapasitas SDM selaku CDO, termasuk dalam bidang
ketahanan pangan
d Menetapkan dan memperjelas aturan dan norma kelompok
Masukan terhadap masalah atau hambatan yang timbul dalam pelaksanaan
program PUKM adalah:
a Perlu adanya pelatihan cara mengakses permodalan misalnya
berhubungan dengan perbankan atau mengkuti program dana bergulir
perusahaan (bila ada).
b Perlu bagi sasaran program untuk mendapatkan pembinaan lebih lanjut
mengenai cara mengakses pasar yang lebih jauh, tidak hanya di sekitar
lokasi usaha.
c Peningkatan percaya diri sasaran melalui peningkatan kualitas pelatihan
keterampilan dan pengakuan atas kapasitas yang dimiliki setelah
mengikuti pelatihan.
d Bagi sasaran perlu dikembangkan sikap mental dan proaktif, adapun bagi
pendamping perlu peningkatan kemampuan sebagai konsultan usaha.
Secara keseluruhan, baik program SPT maupun PUKM memerlukan
penguatan pendampingan dengan melakukan strategi pendampingan.
2 Pemberdayaan masyarakat perlu disinergikan dengan upaya
penanganggulan kemiskinan dan pemenuhan hak dasar atas pangan. Untuk
itu, sekalipun tujuan program diarahkan untuk meningkatkan pendapatan
namun tetap perlu dibangun kesadaran sasaran program akan pemanfaatan
peningkatan pendapatan tersebut secara benar dalam mendukung
ketahanan pangan rumah tangganya. Untuk itu perlu adanya paket program
yang membentuk mata rantai dan mendukung ketiga subsistern ketahanan
pangan.
3 Guna mengarahkan program pemberdayaan masyarakat oleh perusahaan
agar berkontribusi lebih besar terhadap upaya peningkatan pendapatan untuk
pemenuhan konsumsi pangan dan perbaikan status gizi, maka perlu disusun
masterplan yang sejajar dengan strategi program pemberdayaan masyarakat
yang telah ada.
DAFTAR PUSTAKA
Abbot C et al. 2002. Bussiness & Biodiversity. Switzeriand : ATAR Roto Press.
Astari, LD. 2006. Faktor-FaMor yang Berpengaruh terhadap Kejadian Stunting
Anak Usia 6-12 bulan di Kab. Bogor. [tesis]. Bogor: lnstiiut Pertanian
Bogor, Sekolah Pascasa jana.
Badan Bimas Ketahanan Pangan. 2005. Pedoman Umum Pendampingan
dalam Rangka Pemberdayaan Masyarakat dalam Mewujudkan Desa
Mandiri Pangan (DESA MAPAN). Jakarta: Badan Bimas Ketahanan
Pangan Departemen Pertanian.
Badan Ketahanan Pangan. 2004. Laporan Pemetaan Kerawanan Pangan
Tingkat KabupatenKota di Propinsi Riau Tahun 2003. Pekanbam:
Badan Ketahanan Pangan Pemerintah Propinsi Riau.
Bickel G, Nord M, Price C. Hamilton W. Cook, J. 2000. Guide to Measuring
Household Food Security. Alexandria: U.S. Departement of
Agriculture, Food and Nutrition Service.
[BPS] Biro Pusat Statistik. 2003. Statistik Indonesia. Jakarta:BPS,
Braun JV, Bouis H, Kumar S, Pandya-Lorch R. 1992. Improving Food Security
of the Pooc Concept, Policy, and Programs. Washington: International
Food Policy Research Institute.
[CFCD] Corporate Forum for Community Development. 2005a. Corporate
Social Responsibility sebagai Strategi lmplementasi Gwd Corporate
Citizenship. Di dalam: Community Development for Corporate; The
New Competency of COOS and Solution for CD Operating Procedure.
Bahan Bacaan Peserta Advance Training. Jakarta: CFCD.
. 2005b. Perbedaan Pembentukan Organisasi dan
Pengorganisasian. Di dalam: Community Development for Corporate
and Government; Strategy and Technique. Bahan Bacaan Peserta
Participatory Training CFCD Chapter Riau . Jakarta: CFCD.
Dewan Bimas Ketahanan Pangan. 2001. Kebijakan Pemantapan ketahanan
Pangan Nasional. Jakarta: Sekretariat Dewan Bimas Ketahanan
Pangan.
Dewan Bimas Ketahanan Pangan. 2006. Pedoman Operasional Program Aksi
Desa Mandiri Pangan tahun 2007. Jakarta: Badan Ketahanan Pangan
Departemen Pertanian.
Dewan Ketahanan Pangan. 2006. Kebijakan Umum Ketahanan Pangan 2006-
2009. Jakarta. Dewan Ketahanan Pangan.
[FAO] Food and Agriculture Organization 198611999. Population and Nutrition.
FAO: Rome, Italy.
. 1997. Human Nutrition in the Developing World. FAO:
Rome, Italy.
Haddad, Lawrence , T. Frankenberger. 2003. Integrating Relief and
Development to Accelerate Reductions in Food lnsecurily in Shock-
Prone Areas. Washington, DC: Food and Nutrition Technical
Assistance (FANTA) Project, Academy for Educational Development
(AED).
Haddad L. Kennedy E, Sullivan J. 1994. Choice of Indicators for Food Security
and Nutrition Monitoring (Reprinted). Food Policy 1994; 19:329-343.
Hardinsyah, Martianto D. 2001. Pembangunan Ketahanan Pangan yang
Berbasis Agribisnis dan Pemberdayaan masyarakat. Di dalam:
Pemberdayaan masyarakat untuk Mencapai Ketahanan Pangan dan
Pemulihan Ekonomi Prosiding Seminar Nasional; Jakarta, 29 Maret
2001. Jakarta; Pusat Studi Kebijakan Pangan dan Gizi (PSKPG) IPB,
Agrinda Aneka Consult. Partnership for Economic Growth (PEG),
USAID, Badan Bimas Ketahanan Pangan-Deptan.
Harefa TP. 2001. Konsumsi dan Ketahanan Pangan Rumah Jangga Peserta
Program Pemberdayaan Keluarga di Desa Cikaroya dan Ciwalen
Kecamatan Warung Kondang Cianjur Jawa Barat. [skripsi]. Bogor:
lnstitut Pertanian Bogor, Fakultas Pertanian, Jurusan Gizi Masyarakat
dan Sumberdaya Keluarga.
Harper LJ, Deaton BJ, Driskel JA. 1986. Pangan, Gizidan Pertanian. Suhardjo.
penerjemah. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia. Terjemahan dari:
Food, Nutrition and Agriculture.
Hikmat H. 2001. Strategi Pemberdayaan masyarakat. Bandung: Humaniora
Utama Press.
Hurlock EB. 1999. Perkembangan Anak Jilid 2 (edisi 6). Jakarta: Erlangga.
ldrus N. 2002. Paradigma Baru Community Development; Sebuah Agenda
Strategis. Di dalam: The New Paradigm of Community Development by
Corporate. Prosiding Workshop; Jakarta. 9-10 Oktober 2002. Jakarta;
Dompet Dhuafa Republika dan Community Development Circle.
Ife J. 1995. Community Development: Creating Community Alternatives-Vision,
Analysis and Practice. Australia: Longman.
2002. Community Development: Creating Community Alternatives-
Vision, Analysis and Practice (edisi kedua). Australia: Longman.
[IFPRI]. International Food Policy Research Institute. 2000. Women: The Key
to Food Security : Looking into the Household. IFPRI: Washington.
lsmawan B. 2002. Community Development sebagai Salah Satu Wujud
Corporate Social Responsibility di Era Global. Di dalam: The New
Paradigm of Community Development by Corporate. Prosiding
Workshop; Jakarta. 9-10 Oktober 2002. Jakarta: Dompet Dhuafa
Republika dan Community Development Circle
lrawan PB, Romdiaty H. 2000. Dampak Krisis Ekonorni terhadap Kemiskinan
dan Beberapa lmplikasinya untuk Strategi Pembangunan. Prosiding
Widya Karya Pangan dan Gizi VII; Jakarta, 29 Februari-2 Maret 2000.
Jakarta: Lembaga llmu Pengetahuan Indonesia.
Jalal. Juni-Juli 2003. Program CD Perusahaan Sebagai Wujud Tanggung
Jawab Sosial. Info Comdev: 16-1 8.
Kasryno F. 2004. Kebijakan Pembangunan Pertanian dalam Era Globalisasi
dan Otonomi: Ketahanan Pangan dan Penanggulangan Kemiskinan. Di
dalam: Ketahanan Pangan dan Gizi di Era Otonomi Daerah dan
Globalisasi. Prosiding Widya Karya Pangan dan Gizi VIII; Jakarta, 17-
19 Mei 2004. Jakarta: Lembaga llmu Pengetahuan Indonesia.
Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup. 1997. Agenda 21 Indonesia :
Strategi Nasional untuk Pembangunan Berkelanjutan. Jakarta: Kantor
Menteri Negara Lingkungan Hidup
Komite Penanggulangan Kemiskinan. 2004. Strategi Nasional Penanggulangan
Kemiskinan (SNPK). Jakarta: Sekretariat kelompok Ke rja Perencanaan
Makro Penanggulangan Kemiskinan, Bappenas, Komite Penanggulan
Kemiskinan..[22 Februari 20061.
Mantra IB, Kasto. 1995. Penentuan Sampel. Di dalam: Masri S. Sofian E.
editor. Metode Penelitian Survei Jakarta: LP3ES. Hlm149-174.
Martin CA, KK Collbert. 1997. Parenting: A Life Span Perspective. New York:
McGraw-Hill Companies.
Maxwell S, Frankenberger TR. 1992. Household Food Security: Concepts,
Indicators, Measurements. NewYork: IFAD, Rome and UNICEF.
Maxwell DG. 1996. Measuring Food Insecurity: the Frequency and Severity of
Coping Strategies (Reprinted). Food Policy 1996:21;291-303.
Nuryana M. 2005. Corporate Social Responsibility. Makalah Advance Training
CFCD- 3' Batch; Bogor, 7-1 1 Juni 2005. Jakarta: CFCD.
[PPMR] Program Pemberdayaan Masyarakat Riau Riaupulp. 2005.
Berkembang Bersama Rakyat. Pekanbaru: Program Pemberdayaan
Masyarakat Riau (PPMR) Riaupulp.
Riaupulp. 2006. Riaupulp: Program Pemberdayaan Masyarakat Riau.
Presentasi Progrsm Pemberdayaan Masyarakat Riau (PPMR) Riaupulp;
Jakarta, Februari 2006. Pekanbaru: Riaupulp.
Riely F, Mock N, Cogill 0, Bailey L, Kenefick E. 1990. Food Security Indicators
and Framework for Use in the Mon~ori ng and Evaluation of Food Aid
Programs. Washington DC: AED. FANTA, USAID.
Saidi 2. 2004. Membangun CSR dan Filantropi yang Aplikatif. Di dalam:
Menjadi Bangsa Pemurah: Wacana dan Praktek Kedermawanan Sosial
Pe~Sahaan di Indonesia. Jakarta: Ford Foundation dan PIRAC. hlm
59-70.
-, Abidin H. 2004. Menjadi Bangsa Pemurah: Wacana dan Praktek
Kederrnawanan Sosial Perusahaan di Indonesia. Jakarta: Ford
Foundation dan PIRAC.
Saragih S. 2005. Millenium Development Goals dan Pengentasan
Kemiskinan:Komitmen Global yang Memudar. Makalah Pertemuan
Forum ke 11 CFCD; Jakarta, 13 September 2005. Jakarta: CFCD,
Pertamina.
Soekinnan. 199912000. llmu Gizi dan Aplikasinya : Unfuk Keluarga dan
Masyarakat. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
Departemen Pendidikan Nasional.
Supriatno T. 2005. Millenium Development Goals. Makalah Advance Training
CFCD- 3rd Batch; Bogor, 7-1 I Juni 2005. Jakarta: CFCD.
. 2005. Community Development and Corporate Social Responsibility
In Corporate Strategic. Makalah Participatory Training CFCD-loth
Batch; Bogor, 12-15 Juli 2005. Jakarta: CFCD.
Supriatno T. 2005. Community Development & Corporate Social
Responsibi1ity:a Business Initiative. Makalah Participatory Training
CFCD-lom Batch; Bogor, 12-15 Juli 2005. Jakarta: CFCD
Supriatno T, Tim CFCD . 2005. Corporate Social Responsibility sebagai Strategi
lmplementasi Good Corporate Citizenship. Makalah Participatory
Training CFCD-lom Batch; Bogor, 12-15 Juli 2005. Jakarta: CFCD
Suryadi S. 2002. Strategi penyelesaian Konflik antara Perusahaan dan
Masyarakat melalui lmplementasi Program Community Development
yang Kreatif. Di dalam: The New Paradigm of Community Development
by Corporate. Prosiding Workshop; Jakarta. 9-10 Oktober 2002.
Jakarta: Dompet Dhuafa Republika dan Community Development
Circle.
Swindale A. Bilinsky P. 2005. Household Dietary Diversity Score (HDDS) for
Measurement of Household Food Access: Indicator Guide.
Washington: Food and Nutrition Technical Assistance Project (FANTA).
. [20 April 20061.
Usfar A.A. 2002. Household Coping Strategies for Food Security in Indonesia
and the Relation to Nuirional Status: A Comparison before and After the
1997 Economic Crisis. Germany: Verlag Grauer.
Widjaja. H. 1986. Hubungan antara Pengasuhan Anak dan Ketergantungan
Kernandirian. [disertasi]. Bandung: Univenitas Padjajaran.
Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi. 2002. Prosiding;Jakatta, 29 Febmari-2
Maret 2000. Jakarta: Lembaga llmu Pengetahuan Indonesia.
PSJFP] Word Food Programme. 1998. Time for Change:Food Aid and
Development Consultation. Rome, Italy: WFP.
Yakovleva N. 2005. Corporate Social Responsibility in the Mining Industries.
USA: Ashgate.
Lampiran 1 a Kebijakan Umurn Ketahanan Panoan 2006-2009
-
G
--
Kebijakan Umum Ket aGnm Pangan 2008-2009
1
kemandlnan pangan, untuk meniamln ketersediaan dan konsumsi pangan yang
wkup, aman, bermdtu. dan bemizi seimbana nada linakat rumah tangga, daerah, dan nas~onal
-
- - - ... . =. . - .
- ~
dan merata "
Lampiran l b lntegrasi program pemberdayaan masyarakat dalam kebijakan
perusahaan
N
0
1
Salah satu bentuk pembuktian
bahwa Program pemberdayaan
masyarakat merupakan suatu
strategi yang integral adalah
adanya bukti tertuls yang
menyatakan bahwa
perusahaan bersungguh-
sungguh berkeinginan untuk
meningkatkan kesejahteraan
masyarakat sekitar.
Pemyataan tenebut dapat
berupa pemyataan visi dan
misi perusahaan, motto dan
sebagainya yang disertai
dengan penjelasan yang lebih
detail mengenai pernyataan-
pemyataan itu.
lndikator
Terdapat kebijakan
tertulis perusahaan
terkail dengan
program
pemberdayaan
masyarakat yang
mendukung
ketahanan pangan
Penjelasan
Nilai dan Norma 1
I
3 (Baik)
Perusahaan memiliki dokumen tertulis
program strategis pemberdayaan
masyarakat yang memuat visi dan misi
program, kwnitmen terhadap kesejahteraan
masyarakal dan uraian strategi yang
digunakan untuk mencapai tujuan.
2 (Cukup)
Dokumen tertulis program hanya memuat
garis besar kebijakan perusahaan tanpa
rincian yang jelas mengenai strategi yang
digunakan untuk mencapai tujuan tenebut.
1 (Kurang)
Tidak terdapat dokumen tertulis yang dibuat
secara rinci mengenai program
pemberdayaan masyarakat yang akan
dilakukan. Perusahan menjalankan pmgram
terbatas sebagai sikap reaktif untuk
memenuhi tuntutan masyarakat,
2
3
Terdapat
organisasilteam
khusus yang
menangani program
pemberdayaan
masyarakat
Sumberdaya
manusia yang
bekeda unbk Program
memiliki kanpetensi
yang mencukupi,
dipemkh dari
pendidikan, pelatihan
dan pengalaman keja
yang relevan
program Dengan kesadaran pemberdayaan bahwa
masyarakat sangat penting
dalam peningkatan
keseJahteraan dan
keberhasilannya merupakan
tujuan dari investasi sosial
p e ~ ~ h a a n , maka suatu
organisasineam khusus harus
jelas. Selain lu,
organisasinearn ini dapat
bekeja sama secara efektif
dengan organisasineam lain
Yang juga behubungan
dengan kepentingan
pemberdayaan masyarakat
semisal organbasineam
program lain.
Kernampuan yang
be*ubungan dengan 'Iogram
merupakan sum prasyarat
kebehasilan pmgram.
Kemampuan tersebut dapat
dipemleh melalui pendaikan
yang rekvan, maupun dengan
peningkatan kapasitas melalui
pelatihan-pelatihan atau
pengalaman keja yang
relevan.
3 (Baik)
Terdapat organisasineam khusus program
dan dapat bekeja efektldengan bagian lain
yang terkait.
2 (Cukup)
Terdapat organisasineam khusus program
dan kurang dapat atau kurang efektii bekeja
dengan bagian lain yang terkait.
(Kunng)
Organisasinearn khusus program kurang
atau OvafIaPping sehingga kurang
dapat bekeja efekfi dengan bagian lain
yaw terkait
3 (Baik)
SDM merniliki latar belakang pendiikan
terkait dengan pmgram dan atau
pengalaman dalam menangani dan
memiliki kkesempatan unluk terus
meningkatkan kapabilis yang difasilitasi
?: : $haan.
SDM program memilii latar belakang
pendidikan kurang relevan, tetapi memiliki
kemampuan belajar dan berpengalaman
menangani program yang diperokh dari
pelatihan atau kursus yang relevan
1 (Kunng)
SDM memiliki latar belakang pendidikan
yang kurang relevan dan atau kunng
merniliki pengalaman. Perusahaan juga
tidak memfasilisi prcgram peningkatan
kapasitas yang memadai. Disamping itu
ada klaim ketidakpuasan para pemangku
kepentingan aias fungsi SDM.
Lampiran I b Lanjutan
N
0
kejelasan alokasi
dana untuk
melaksanakan
4
program yang
direncanakan
lndikator
Program tertuang
dalam rencana kerja
strategis
dilaksanakan
bersama-sama
dengan masyarakat
ju9a pihak-pihak lain
yang memiliki
kompetensi yang
tepat untuk
melakukannya
(integrasi dengan
pihak lain).
Pmgram tidak akan berhasil
kalau hanya dsandarkan pada
Pmgrampmgram jangka
pendek saja, dikarenakan nilai
Jtrategh program jangka
pendek adalah rendah.
Karenanya, perusahaan hams
menyusun suatu rencana
strategis dengan pemyataan-
pemyataan tujuan jangka
menengah, tujuan jangka
pendek, indikator-indikator
keberhasilan setiap kegiatan
dan indikator keberhasilan
secara keseluruhan.
Penjelasan
3 (Baik)
Perusahaan memiliki rencana program
yang berisi penjelasan-penjelasan umum
mengenai kegiatan yang akan dilakukan
dalam jangka waktu tertentu disertai
perincian yang jelas mengenai tujuan.
sasaran, indikator keberhasilan, sistem
pemantauan dan evaluasi serta
mekanisme umpan balik
2 (Cukup)
Rencana program jangka panjang,
menengah dan pendek tidak disertai
penjelasan yang rinci yang jelas tentang
tujuan, sasaran, pmsedur implementasi.
indikalor keberhasilan, pemantauan dan
evaluasi maupun rnekanisme umpan balik
Nilai dan Norma
1 (Kunng)
Program hanya dibuat setiap awal tahun
pelaksanaan bersama-sama dengan
masyarakat. Tidak terdapat rincian yang
ielas tentang tujuan, sasaran, prosedur
impkmentasi, indikator keberhasilan.
pemantauan dan evaluasi maupun
mekanme umpan balik
I
,-..
perusahaan, namun juga
sunber pendanaan berupa in
kind dari perusahaan yang
berarannya dapat dikonversi ke
Salah satu curahan sumberdaya
yang di i uk an untuk
kebemasilan pmgram adalah
dana. Pendanaan yang jelas
metupakan salah satu pertanda
kmitmen terpenting dari
perusahaan. Dalam ha1 ini,
pendanaan yang dimaksud
bukan berupa tunai
dkeluarkan oleh
dalam nilai uang, seperti
pemilljaman alat-alat ataupun
jam keja karyawan untuk
kegiatan Program yang dlbiayai
Okh perusahaan.
3 (Balk)
Alokasi pendanaan berupa jumlah dan
sumbemya tersedia dan jelas dalam
anggaran untuk menyelenggarakan
!$G:p,
Besar dana yang dialokasikan tidak jelas
untuk kebutuhan pmgram
3 (Kunng)
Alokasi pendanaan tidak ada sama sekali
I
Karena keterbatasan
kemampuan perusahaan dalam
omram, maka sebaglan beMr
. . . . . - .
masyarakat.
r~ --
tanggung jawab sesingguhnya
berada pada masyarakat dan
pihakpihak lain
kmibnen dan kanpetensi untuk
melakukannya. Pelaksanaan
diserahkan kepada mereka
yang kbih mengetahui kondisi
setempat, sedangkan
pewhaan bertindak sebagai
fasilator agar programprogram
itu bemas#. ~~1 yang
harus dilakukan oleh
*Iah m-Ukan
seluruh komponen masyarakat
dan pihak lainnya yang memiliki
maksud baik dan kemampuan
melakukan pemberdayaan
3 (Baik)
Ada pendelegasian atau kejasama erat
antara pihak perusahaan dengan pihak-
pihak lain (pemerintah, kelompok
masyankat. omop, akademisi), utamanya
kelwnpok-kelom~ok masyarakat setempat
yang dianggap mampu
~ ( " c " ~ ~ ~ ~ g a r a k a n prC%7am
Program sebagian besar dilakukan sendiri
Okh dengan bekal
pengetahuan hasil konsultasi dengan
pihak yaw berkmpeten, sebagian
lainnya dilaksanakan deh kelompok-
kelompok masyarakat
1 (Kunng)
Keai&n pemberdayaan masyarakat
dilakuksn sendiri deh perusahaan dan
~ $ $ ~ , * . ~ ~ n ~ ~ ~ ~ P a t n Y a
pelaksanaan program
Lampiran 2 Skala ketahanan pangan rumah tangga sasaran SPT dan PUKM
Lampiran 3 Pendapatan dan kontribusi pendapatan program SPT terhadap
pendapatan total rumah tangga
2 = Sedang
3 = Tinggi
Lampiran 4 Pendapatan dan kontribusi pendapatan program PUKM terhadap
pendapatan total rumah tangga
2 a Sedang
3 = Tinggi

You might also like