You are on page 1of 6

Workshop Nasional Diversifikasi Pangan Daging Ruminansia Kecil 2011

104
KOMPOSISI KIMIA DAGING KAMBING KACANG,
PERANAKAN ETAWAH DAN KEJOBONG JANTAN
PADA UMUR SATU TAHUN
(Meat Chemical Composition of Kacang Goats, Etawah Crossbred Goats,
and Kejobong Goats Male at One Year Old)
G. EL AQSHA, E. PURBOWATI dan A.N. AL-BAARI
Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Kampus Tembalang, Semarang
ABSTRACT
One of many factors that give different chemical composition of meat was breed. The objective of the
research was to study chemical composition of meat (moisture, ash, protein, fat and cholesterol content) from
three different breed of goats.As many as 12 goats with the age of one year consisting of four Kacang goats,
four Etawah Crossbred goats, and four Kejobong goats, respectively. The observed parameters were chemical
composition of Longissimus dorsi (LD) and Biceps femoris (BF) muscle. The research using Independent
Sample Comparison Methods.The F-test was used to analyze data and any differences among groups were
further tested using Duncan Multiple Range Tests (DMRT).The results of research show that the moisture,
ash, fat and protein content of three different breed of goats were not significantly different (P >0.05), both in
LD and BF muscle.The average of moisture, ash, protein, and fat content on LD muscle were 77.50, 1.30,
18.65 and 1.96%, respectively.The average of moisture, ash, protein, and fat content on BF muscle were
77.53, 1.05, 18.76 and 2.03%, respectively. Cholesterol content of Etawah Crossbred goats on LD muscle
(90.87 mg/100 g of meat) was higher (P <0.01) than Kacang goats (81.22 mg/100 g meat) and Kejobong
goats (80.97mg/100 g meat).Cholesterol content of Etawah Crossbred goats on BF muscle (82.77mg/100 g
meat) was higher (P <0.05) than Kacang goats (71.77mg/100 g meat) and Kejobong goats (65.50 mg/100g of
meat).It can be concluded that the moisture, ash, protein, and fat content of Kacang goats, Etawah Crossbred
goats, and Kejobong goats were relatively similar, whereas cholesterol content of Etawah Crossbred goats
was higher than Kacang goats and Kejobong goats.
Key Word: Chemical Composition, Meat, Goat
ABSTRAK
Salah satu faktor sebelum pemotongan yang mempengaruhi komposisi kimia daging adalah bangsa
ternak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui komposisi kimia daging (kadar air, abu, protein, lemak dan
kolesterol) dari tiga bangsa kambing yang berbeda, yaitu kambing Kacang, Peranakan Etawah (PE) dan
Kejobong. Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah 11 ekor kambing jantan dengan umur 1 tahun
(poel 1) yang terdiri atas 4 ekor kambing Kacang, 4 ekor kambing Peranakan Etawah dan 3 ekor kambing
Kejobong. Sampel daging diambil dari otot Longissimus dorsi (LD) dan Biceps femoris (BF). Penelitian
menggunakan metode Independent Sample Comparison. Data hasil penelitian dianalisis dengan uji F dan
apabila terdapat perbedaan dilanjutkan dengan uji Wilayah-Berganda Duncan. Hasil Penelitian menunjukkan
bahwa kadar air, abu, lemak dan protein pada ketiga bangsa kambing tidak berbeda nyata (P >0,05), baik
pada otot LD maupun BF. Rata-rata kadar air, abu, protein, dan lemak daging kambing pada otot LD adalah
77,50; 1,30; 18,65 dan 1,96%, sedangkan pada otot BF adalah 77,53; 1,05; 18,76 dan 2,03%. Kadar kolesterol
daging kambing PE pada otot LD (90,87 mg/100 g daging) sangat nyata (P <0,01) lebih tinggi daripada
daging kambing Kacang (81,22 mg/100 g daging) maupun kambing Kejobong (80,97 mg/100 g daging).
Kadar kolesterol daging kambing PE pada otot BF (82,77 mg/100 g daging) nyata (P <0,05) lebih tinggi
daripada daging kambing Kacang (71,77 mg/100 g daging) maupun Kejobong (65,50 mg/100 g daging).
Kesimpulan penelitian ini adalah kadar air, abu, protein, dan lemak daging kambing Kacang, PE, dan
Kejobong relatif sama, sedangkan kadar kolesterol kambing PE lebih tinggi daripada kambing Kacang dan
kambing Kejobong.
Kata Kunci: Komposisi Kimia, Daging, Kambing
Workshop Nasional Diversifikasi Pangan Daging Ruminansia Kecil 2011
105
PENDAHULUAN
Provinsi Jawa Tengah kaya akan
sumberdaya hayati komoditas ternak dan
sebagian diantaranya merupakan plasma
nutfah. Ternak-ternak tersebut menunjukkan
produktivitas yang cukup tinggi dan mampu
memberikan sumbangan pendapatan bagi
keluarga petani di Jawa Tengah. Beberapa
komoditas ternak kambing di Jawa Tengah
adalah kambing Kacang, kambing Peranakan
Etawah (PE) dan kambing Kejobong (DISNAK
BREBES dan BPTP JAWA TENGAH, 2005).
Kambing Kacang banyak dijumpai di
Indonesia, dengan ciri khas diantaranya adalah
tubuhnya berukuran kecil dan pendek,
bertanduk, telinga kecil dan tegak, lehernya
pendek serta badan bagian belakang meninggi
(SUTAMA dan BUDIARSANA, 2009). Kambing
Peranakan Etawah (PE) merupakan hasil
persilangan antara kambing Etawah dengan
kambing Kacang. Spesifikasi dari kambing ini
adalah bentuk muka agak datar sampai
cembung, hidung agak melengkung, telinga
agak besar, panjang dan terkulai/menggantung
(MURTIDJ O, 1993; SUTAMA dan BUDIARSANA,
2009). Kambing Kejobong banyak dijumpai di
kecamatan Kejobong, Kabupaten Purbalingga.
Diduga kambing Kejobong merupakan hasil
persilangan antara kambing dari India
(Ettawa/Benggala) dengan kambing Kacang
kemudian diseleksi oleh petani secara turun
temurun, akhirnya terjadi keseragaman warna
bulu yaitu hitam (BUDISATRIA, 2009). Hasil
penelitian PURBOWATI dan RIANTO (2010)
menyatakan bahwa warna kambing Kejobong
sebagian besar hitam (91,1%), kombinasi
hitam-putih (7,8%) dan coklat (1,1%).
Umumnya hasil utama yang diharapkan
dari pemeliharaan kambing adalah dagingnya.
Selain rasanya yang lezat, daging memiliki
kandungan gizi yang lengkap. ROMANS et al.
(1994) menyatakan bahwa kualitas daging
dapat ditentukan berdasarkan perubahan
komponen-komponen kimianya seperti kadar
air, protein, lemak dan abu. Sifat kimia daging
bervariasi tergantung spesies ternak, umur,
jenis kelamin, pakan serta lokasi dan fungsi
bagian-bagian otot dalam tubuh. Menurut
MAHMUD et al. (2009), komposisi zat gizi
daging kambing per 100 g adalah air 70,3 g,
protein 16,6 g, lemak 9,2 g, dan abu 3,9 g.
Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui komposisi kimia (kadar air, abu,
protein, lemak dan kolesterol) daging kambing
Kacang, Peranakan Ettawa dan Kejobong.
Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian
ini adalah dapat memberikan informasi kepada
masyarakat dalam memilih daging kambing
berdasarkan komposisi kimianya.
MATERI DAN METODE
Materi yang digunakan dalam penelitian ini
adalah 11 ekor kambing jantan dengan umur 1
tahun (poel 1) yang terdiri dari 4 ekor kambing
Kacang, 4 ekor kambing Peranakan Etawah
dan 3 ekor kambing Kejobong. Timbangan dan
seperangkat alat untuk pemotongan ternak.
Metode penelitian yang digunakan adalah
Independent Sample Comparison yaitu,
membandingkan 3 kelompok kambing dengan
bangsa yang berbeda dengan 4 kali ulangan
(STEEL dan TORRIE, 1993).
Penelitian dilakukan dalam 2 periode, yaitu
periode persiapan (5 minggu) dan pemotongan
ternak serta analisis kimia daging (2 minggu).
Periode persiapan yang dilakukan adalah
persiapan alat-alat yang digunakan, persiapan
kandang, dan pembelian ternak. Pada periode
persiapan juga dilakukan penyeragaman isi
saluran pencernaan dengan cara memberi
pakan sebanyak 10% dari bobot badan berupa
daun angsana (Pterocarpus indicus) sebanyak
50% dan daun ketepeng (Cassia alata)
sebanyak 50% selama 2 (dua) minggu, serta air
minum diberikan secara ad libitum.
Pada periode pemotongan ternak dilakukan
secara bertahap, yaitu 3 ekor kambing dengan
bangsa yang berbeda setiap 2 hari sekali yang
diambil secara acak. Sebelum dipotong, ternak
dipuasakan terhadap pakan selama 24 jam,
tetapi air minum tetap diberikan secara ad
libitum, kemudian ditimbang untuk mengetahui
bobot potongnya. Tujuan pemuasaan kambing
sebelum pemotongan adalah untuk
memperkecil variasi bobot potong akibat isi
saluran pencernaan dan untuk mempermudah
pelaksanaan pemotongan.
Prosedur pemotongan ternak dilakukan
secara Islam dengan memotong ternak pada
bagian leher hingga vena jugularis, oesofagus
dan trakea terputus agar terjadi pengeluaran
darah yang sempurna dan darah yang keluar
ditampung kemudian ditimbang. Setelah itu,
Workshop Nasional Diversifikasi Pangan Daging Ruminansia Kecil 2011
106
ternak digantung pada bagian kaki belakang
dan dilakukan pengulitan. Kemudian proses
pengeluaran alat reproduksi, limpa, hati,
jantung, paru-paru, trakea, alat pencernaan,
empedu dan pankreas kecuali ginjal agar
diperoleh karkas segar. Setelah diperoleh
karkas segar maka dilayukan selama 2 3 jam
dengan suhu sekitar 16C. Setelah selesai
pelayuan, karkas dibagi menjadi 2 bagian
secara simetris menjadi bagian kanan dan kiri.
Sampel daging diambil dari bagian karkas
sebelah kanan yaitu pada otot longissimus
dorsi (LD) yang diambil pada bagian loin dan
otot biceps femoris (BF) yang diambil pada
bagian paha. Otot LD merupakan otot yang
jarang bergerak (pasif) dan otot BF merupakan
otot yang sering bergerak (aktif). Berat sampel
daging dari masing-masing otot untuk analisis
kimia sekitar 100 gram. Sampel daging
dimasukkan ke dalam plastik kemudian
dibungkus dengan alumunium foil dan diberi
label, kemudian dibawa ke Laboratorium untuk
diuji komposisi kimianya.
Parameter yang diukur dalam penelitian ini
meliputi kadar air, abu, protein, lemak dan
kolesterol dalam daging yang dilakukan di
Laboratorium Teknologi Hasil Ternak dan
Laboratorium Fisiologi dan Biokimia Ternak,
Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro,
Semarang.
Metode yang digunakan dalam analisis
kimia daging adalah metode Gravitimeter
untuk analisis kadar air, metode tanur untuk
analisis kadar abu, metode Kjeldahl untuk
analisis kadar protein, metode Soxhlet untuk
analisis kadar lemak (AOAC, 1995) dan
analisis metode Sacket dan CHOD-PAP untuk
analisis kadar kolesterol.
Data hasil penelitian dianalisis
menggunakan uji F (ASTUTI, 2007), dan
apabila terdapat perbedaan yang nyata pada
komposisi kimia daging dari 3 (tiga) bangsa
kambing yang diamati, dilanjutkan dengan uji
wilayah berganda Duncan (GASPERZ, 1991).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian menunjukkan bahwa kadar
air, abu, lemak dan protein pada ketiga bangsa
kambing tidak berbeda nyata (P >0,05), baik
pada otot LD maupun BF. Kadar kolesterol
daging kambing PE pada otot LD berbeda
sangat nyata (P < 0,01) dengan kambing
Kacang dan Kejobong, sedangkan kadar
kolesterol daging kambing PE pada otot BF
berbeda nyata (P < 0,05) dengan kambing
Kacang dan Kejobong. Data selengkapnya
disajikan pada Tabel 1 dan 2.
Kadar air daging
Kadar air daging hasil penelitian ini tidak
berbeda nyata (P > 0,05) diantara ketiga
bangsa kambing, baik pada otot LD maupun
BF. Rata-rata kadar air daging kambing hasil
penelitian ini adalah 77,49% pada otot LD dan
77,53% pada otot BF. Faktor-faktor yang
mempengaruhi kadar air daging adalah spesies
ternak, umur, jenis kelamin, pakan serta lokasi
dan fungsi bagian-bagian otot dalam tubuh
(ROMANS et al., 1994). Tidak berbedanya
kadar air daging kambing pada penelitian ini
kemungkinan karena kambing yang digunakan
masih dalam pertumbuhan pasca pubertas.
Dugaan ini sesuai dengan pernyataan SEARLE
Tabel 1. Komposisi kimia daging kambing Kacang, Peranakan Etawah dan Kejobong pada otot longissimus
dorsi (LD)
Bangsa kambing
Parameter
Kacang Peranakan Etawah Kejobong
Rata-rata
Air (%) 77,06
a
77,66
a
77,77
a
77,49
Abu (%) 1,31
a
1,30
a
1,29
a
1,30
Protein (%) 19,19
a
18,68
a
18,07
a
18,65
Lemak (%) 2,02
a
1,69
a
2,16
a
1,96
Kolesterol (mg/100 g daging) 81,22
b
90,87
a
80,97
b
84,35
a,b
Huruf yang berbeda pada baris yang sama menyatakan berbeda sangat nyata (P <0,01)
Workshop Nasional Diversifikasi Pangan Daging Ruminansia Kecil 2011
107
Tabel 2. Komposisi kimia daging kambing Kacang, Peranakan Etawah dan Kejobong pada otot Biceps
Femoris (BF)
Bangsa kambing
Parameter
Kacang Peranakan Etawah Kejobong
Rata-rata
Air (%) 77,34
a
77,71
a
77,55
a
77,53
Abu (%) 1,20
a
1,14
a
0,82
a
1,05
Protein (%) 18,72
a
18,84
a
18,83
a
18,79
Lemak (%) 2,16
a
1,70
a
2,23
a
2,03
Kolesterol (mg/100 g daging) 71,77
b
82,77
a
65,50
b
73,34
a,b
Huruf yang berbeda pada baris yang sama menyatakan berbeda nyata (P <0,05)

et al. dan BLAXTER et al. yang disitasi oleh
SOEPARNO (2005) bahwa pada umumnya
pertumbuhan pascapubertas menghasilkan
komposisi karkas yaitu air, lemak, protein dan
abu yang konstan. Hasil penelitian MAHMUD et
al. (2009), melaporkan bahwa kadar air daging
kambing sekitar 70,3%. Dibandingkan dengan
hasil penelitian tersebut, kadar air daging
kambing hasil penelitian ini lebih tinggi,
kemungkinan karena umur kambing dalam
penelitian ini lebih muda. Kadar air daging
hasil penelitian ini masih dalam kisaran kadar
air daging normal menurut SOEPARNO (2005)
yang menyatakan bahwa kadar air daging
berkisar antara 60 85%.
Kadar abu daging
Kadar abu daging hasil penelitian ini tidak
berbeda nyata (P > 0,05) diantara ketiga
bangsa kambing, baik pada otot LD maupun
BF. Rata-rata kadar abu daging kambing hasil
penelitian ini adalah 1,30% pada otot LD dan
1,05% pada otot BF. Tidak berbedanya kadar
air daging kambing karena kadar abu pada
daging menurut JUDGE et al. (1989) relatif
konstan yaitu 1,0%. Hal ini sesuai dengan
PURBOWATI et al. (2006), yang menyatakan
bahwa kadar abu meningkat dengan laju yang
paling rendah dibandingkan dengan komposisi
kimia yang lainnya. Menurut PURBOWATI dan
SURYANTO (2000), kadar abu daging berkisar
antara 2 3%.Hasil penelitian MAHMUD et al.
(2009) melaporkan bahwa kadar abu pada
daging kambing adalah 3,9%. Kadar abu
daging kambing hasil penelitian ini lebih
rendah dibandingkan dengan hasil penelitian
MAHMUD et al. (2009).
Kadar protein daging
Kadar protein daging hasil penelitian ini
tidak berbeda nyata (P >0,05) diantara ketiga
bangsa kambing, baik pada otot LD maupun
BF. Rata-rata kadar protein daging kambing
hasil penelitian ini adalah 18,79% pada otot
LD dan 18,79% pada otot BF. Tidak
berbedanya kadar protein daging kambing
karena kadar protein daging relatif tetap dan
tidak dipengaruhi oleh umur dan pakan
(TILLMAN et al., 1989). MAHMUD et al. (2009)
menyatakan bahwa kadar protein pada daging
kambing sebesar 16,6%. Kadar protein daging
kambing hasil penelitian ini lebih tinggi
dibandingkan dengan hasil penelitian tersebut,.
Kadar protein daging kambing hasil penelitian
ini masih dalam kisaran normal menurut JUDGE
et al. (1989) yaitu antara 16 22%.
Kadar lemak daging
Kadar lemak daging hasil penelitian ini
tidak berbeda nyata (P >0,05) diantara ketiga
bangsa kambing, baik pada otot LD maupun
BF. Rata-rata kadar lemak daging kambing
hasil penelitian ini adalah 1,96% pada otot LD
dan 2,03% pada otot BF. Tidak berbedanya
kadar lemak daging kambing hasil penelitian
ini karena kemungkinan umur kambing masih
muda sehingga laju penimbunan lemak belum
maksimal. Sebagaimana pernyataan SOEPARNO
(2005), bahwa lemak merupakan jaringan
tubuh yang laju pertumbuhan berada pada
urutan terakhir setelah jaringan saraf, tulang
dan otot. Hasil penelitian MAHMUD et al.
(2009), melaporkan bahwa kadar lemak daging
kambing sekitar 9,2%. Dibandingkan dengan
Workshop Nasional Diversifikasi Pangan Daging Ruminansia Kecil 2011
108
hasil penelitian tersebut, kadar lemak daging
kambing hasil penelitian ini lebih rendah. Hal
ini kemungkinan karena umur kambing yang
digunakan dalam penelitian ini lebih muda
daripada penelitian MAHMUD et al. (2009).
Dugaan kambing penelitian ini masih muda
berdasarkan kadar air daging hasil penelitian
ini yang lebih tinggi daripada penelitian
MAHMUD et al. (2009). Menurut MINISH dan
FOX (1979), kadar lemak daging berkolerasi
negatif dengan kadar air daging. Semakin
rendah kadar lemak, maka semakin tinggi
kadar air.
Kadar kolesterol daging
Kadar kolesterol daging kambing PE pada
otot LD (90,87 mg/100 g daging) sangat nyata
(P < 0,01) lebih tinggi daripada daging
kambing Kacang (81,22 mg/100 g daging)
maupun Kejobong (80,97 mg/100 g daging).
Demikian pula dengan kadar kolesterol daging
kambing PE pada otot BF (82,77 mg/100 g
daging) nyata (P <0,05) lebih tinggi daripada
daging kambing Kacang (71,77 mg/100 g
daging) maupun Kejobong (65,50 mg/100 g
daging). Kadar kolesterol daging kambing PE
lebih tinggi daripada kambing Kacang dan
kambing Kejobong, dikarenakan perbedaan
bangsa kambing. Hal ini sesuai dengan
pendapat SOEPARNO (1992), bahwa kolesterol
merupakan lemak jaringan yang terdapat dalam
lemak intramuskuler (marbling) yang
deposisinya berbeda dipengaruhi oleh spesies
diantara ternak, umur dan lokasi otot. Kadar
kolesterol daging kambing hasil penelitian ini
lebih tinggi jika dibandingkan dengan hasil
penelitian LIPI (2009) (kecuali kambing
Kejobong pada otot BF).
KESIMPULAN
Kesimpulan penelitian ini adalah kadar air,
abu, protein, dan lemak daging Kambing
Kacang, PE, dan Kejobong relatif sama,
sedangkan kadar kolesterol kambing PE lebih
tinggi daripada kambing Kacang dan
Kejobong. Bagi konsumen yang menginginkan
daging kambing dengan kadar kolesterol lebih
rendah, disarankan untuk memilih daging dari
Kambing Kacang atau Kambing Kejobong.
DAFTAR PUSTAKA
AOAC. 1995. Offical Methods of Analysis. 16
th
ed.
AOAC Int.,Washington D. C.
ASTUTI, M. 2007. Pengantar Ilmu Statistika Untuk
Peternakan dan Kesehatan Hewan. Penerbit:
BINASTI Publisher, Bogor.
BUDISATRIA, I.G.S. 2009. Plasma Nutfah Kambing
di Indonesia. CV Bawah Sadar, Yogyakarta.
DISNAK BREBES dan BPTP J AWA TENGAH. 2005.
Inventarisasi Sumberdaya Hayati Ternak
Lokal J awa Tengah. Dinas Peternakan Brebes
Kerjasama dengan Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian J awa Tengah. Ungaran.
GASPERZ, V. 1991. Teknis Analisis dalam Penelitian
Percobaan. Tarsito, Bandung.
J UDGE, M. D., E. D. ABERLE, J . C FORREST, H. B.
HEDRICK, and R. A. MERKEL. 1989. Principles
of Meat Science. Kendall/Hunt Publishing
Co., Iowa.
LIPI. 2009. Pangan dan Kesehatan. http://www.
bit.lipi.go.id/pangan-kesehatan/documents/
artikel_kolesterol/gaya_hidup_sehat.pdf. (16
Maret 2011).
MAHMUD, M.K., HERMANA, N. A. ZULFIANTO, R. R.
APRIYANTONO, I. NGADIARTI, B. HARTATI,
BERNADUS dan TINEXCELLY. 2009. Tabel
Komposisi Pangan Indonesia. PT Elex Media
Komputindo, J akarta.
MINISH, G.L. and D.G. FOX, 1979. Beef Production
and management. Reston Publishing Co. Inc
A. Prentice Hall Co. Reston, Virginia.
MURTIDJO, B.A. 1993. Memelihara Kambing
Sebagai Ternak Potong dan Ternak Perah.
Kanisius, Yogyakarta.
PURBOWATI, E. dan E. SURYANTO. 2000. Komposisi
kimia otot Longissimus dorsi dan Biceps
fermoris domba yang diberi pakan dasar
jeranmi padi dan avas konsentrat yang
berbeda. J . Pengembangan Peternakan Tropis
25(2): 66 72.
PURBOWATI, E., C.I. SUTRISNO, E. BALIARTI, S.P.S.
BUDHI dan W. LESTARIANA. 2006. Komposisi
Kimia otot Longissimus dorsi dan Biceps
femoris domba lokal jantan yang dipelihara di
pedesaan pada bobot potong yang berbeda. J.
Anim. Prod. 8 (1): 1 7.
PURBOWATI, E. dan E. RIANTO. 2010. Study of
Physical Characteristics and Performance of
Kejobong Goats in Kejobong, Purbalingga,
Central Java, Indonesia. AAPP Animal
Science Congress 14
th
. Taiwan
Workshop Nasional Diversifikasi Pangan Daging Ruminansia Kecil 2011
109
ROMANS, J .R., W.J. COSTELLO, C.W. CARLSON, M.L.
GREASER and K.W. J ONES. 1994. The Meat We
Eat. Interstate Publisher, Inc. Danville, Illnois.
SOEPARNO. 1992. Ilmu dan Teknologi Daging.
Cetakan Ke-1. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
SOEPARNO. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging
Cetakan ke-4. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
STEEL, R.G.D dan J.H. TORRIE. 1993. Prinsip dan
Prosedur Statistika Cetakan ke-3. Gramedia
Pustaka Utama, J akarta. Diterjemahkan oleh:
SUMANTRI, B.
SUTAMA, K. dan I-G.M. BUDIARSANA. 2009.
Panduan Lengkap Kambing dan Domba.
Penebar Swadaya. Jakarta.
TILLMAN, A. D., H. HARTADI, S. REKSOHADIPRODJ O,
S. PRAWIROKUSUMO dan S. LEBDOSOEKOJ O.
1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah
Mada University Press, Yogyakarta.

You might also like