Professional Documents
Culture Documents
TENTANG
KEPELABUHANAN
MEMUTUSKAN:
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
25. Tata Ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang.
27. Hak . . .
-5-
Pasal 2
BAB II . . .
-6-
BAB II
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 3
Bagian Kedua
Peran, Fungsi, Jenis dan Hierarki Pelabuhan
Pasal 4
Pasal 5
Pasal 6
Bagian Ketiga
Rencana Induk Pelabuhan Nasional
Paragraf 1
Umum
Pasal 7
Pasal 8
Paragraf 2
Kebijakan Pelabuhan Nasional
Pasal 9
Paragraf 3
Rencana Lokasi dan Hierarki Pelabuhan
Pasal 10
(2) Rencana . . .
-9-
Pasal 11
Pasal 12
Pasal 13
(2) Dalam . . .
- 11 -
Pasal 14
Pasal 15
Pasal 16
Bagian Keempat
Lokasi Pelabuhan
Pasal 17
Pasal 18 . . .
- 13 -
Pasal 18
(1) Lokasi pelabuhan ditetapkan oleh Menteri berdasarkan
permohonan dari Pemerintah atau pemerintah daerah.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
dilengkapi persyaratan yang terdiri atas:
a. Rencana Induk Pelabuhan Nasional;
b. rencana tata ruang wilayah provinsi;
c. rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota;
d. rencana Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah
Lingkungan Kepentingan pelabuhan;
e. hasil studi kelayakan mengenai:
1. kelayakan teknis;
2. kelayakan ekonomi;
3. kelayakan lingkungan;
4. pertumbuhan ekonomi dan perkembangan sosial
daerah setempat;
5. keterpaduan intra-dan antarmoda;
6. adanya aksesibilitas terhadap hinterland;
7. keamanan dan keselamatan pelayaran; dan
8. pertahanan dan keamanan.
f. rekomendasi dari gubernur dan bupati/walikota.
(3) Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), Menteri melakukan penelitian terhadap
persyaratan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari
kerja sejak diterimanya permohonan.
(4) Dalam hal permohonan tidak memenuhi persyaratan,
Menteri menyampaikan penolakan secara tertulis disertai
dengan alasan penolakan.
Pasal 19
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan lokasi
pelabuhan diatur dengan Peraturan Menteri.
BAB III
RENCANA INDUK PELABUHAN, DAERAH LINGKUNGAN KERJA, DAN DAERAH
LINGKUNGAN KEPENTINGAN PELABUHAN
Bagian Kesatu
Rencana Induk Pelabuhan
Pasal 20
Pasal 21
Pasal 22
Pasal 23
Pasal 24
Pasal 25
Pasal 26
Pasal 27
(3) Fasilitas . . .
- 19 -
Pasal 28
(1) Rencana Induk Pelabuhan ditetapkan oleh:
a. Menteri untuk pelabuhan utama dan pelabuhan
pengumpul;
b. gubernur untuk pelabuhan pengumpan regional; atau
c. bupati/walikota untuk pelabuhan pengumpan lokal
serta pelabuhan sungai dan danau.
(2) Menteri dalam menetapkan Rencana Induk Pelabuhan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a harus
terlebih dahulu mendapat rekomendasi dari gubernur
dan bupati/walikota mengenai kesesuaian dengan tata
ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota.
(3) Gubernur dalam menetapkan Rencana Induk Pelabuhan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b harus
terlebih dahulu mendapat rekomendasi dari
bupati/walikota mengenai kesesuaian dengan tata ruang
wilayah kabupaten/kota.
Pasal 29
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan dan
penilaian Rencana Induk Pelabuhan diatur dengan Peraturan
Menteri.
Bagian Kedua
Daerah Lingkungan Kerja dan
Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan
Pasal 30
(2) Wilayah . . .
- 20 -
Pasal 31
Pasal 32
(3) Gubernur . . .
- 21 -
Pasal 33
Pasal 34
Pasal 35
Pasal 36
BAB IV . . .
- 23 -
BAB IV
Bagian Kesatu
Kegiatan Pemerintahan di Pelabuhan
Paragraf 1
Umum
Pasal 37
Pasal 38
Pasal 39 . . .
- 24 -
Pasal 39
Pasal 40
Pasal 41
Paragraf 2 . . .
- 25 -
Paragraf 2
Otoritas Pelabuhan
Pasal 42
Pasal 43 . . .
- 26 -
Pasal 43
Paragraf 3
Unit Penyelenggara Pelabuhan
Pasal 44
Pasal 45
Paragraf 4
Aparat Penyelenggara Pelabuhan
Pasal 46
Pasal 47
(4) Kemampuan . . .
- 28 -
Paragraf 5
Organisasi dan Tata Kerja Penyelenggara Pelabuhan
Pasal 48
Pasal 49
Pasal 50
Paragraf 6 . . .
- 29 -
Paragraf 6
Tugas dan Tanggung Jawab Penyelenggara Pelabuhan
Pasal 51
Pasal 52
Pasal 53
Pasal 54 . . .
- 30 -
Pasal 54
Pasal 55
Pasal 56
Pasal 57 . . .
- 31 -
Pasal 57
Pasal 58
Pasal 59
Pasal 60
Pasal 61
(2) Pengusulan . . .
- 32 -
Pasal 62
Pasal 63
Pasal 64 . . .
- 33 -
Pasal 64
Pasal 65
Pasal 66
Pasal 67
Bagian Kedua
Kegiatan Pengusahaan di Pelabuhan
Paragraf 1
Umum
Pasal 68
Paragraf 2
Penyediaan Pelayanan Jasa Kapal,
Penumpang, dan Barang
Pasal 69
Paragraf 3
Kegiatan Jasa Terkait Dengan Kepelabuhanan
Pasal 70
(2) Kegiatan . . .
- 36 -
Paragraf 4
Badan Usaha Pelabuhan
Pasal 71
Pasal 72
Pasal 73 . . .
- 37 -
Pasal 73
Paragraf 5
Konsesi atau Bentuk Lainnya
Pasal 74
Pasal 75
Pasal 76
(2) Kerjasama . . .
- 39 -
Pasal 77
Pasal 78
BAB V
Bagian Kesatu
Izin Pembangunan Pelabuhan
Pasal 79
Pasal 80
Pasal 81
Pasal 82
Pasal 83 . . .
- 41 -
Pasal 83
Pasal 84
Pasal 85
Pasal 86 . . .
- 42 -
Pasal 86
Bagian Kedua
Pelaksanaan Pembangunan Pelabuhan
Pasal 87
Pasal 88
Bagian Ketiga
Pengembangan Pelabuhan
Pasal 89
Pasal 90
Pasal 91
Pasal 92
(2) Dalam . . .
- 44 -
Pasal 93
Bagian Keempat
Pengoperasian Pelabuhan
Pasal 94
Pasal 95
Pasal 96
Pasal 97 . . .
- 46 -
Pasal 97
Pasal 98
Pasal 99
Pasal 100
Pasal 101
Pasal 102
Pasal 103
d. menaati . . .
- 49 -
Pasal 104
Bagian Kelima
Penetapan Lokasi, Pembangunan dan Pengoperasian
Wilayah Tertentu di Daratan Yang Berfungsi Sebagai Pelabuhan
Pasal 105
Pasal 106
(3) Dalam . . .
- 50 -
Pasal 107
Pasal 108
Pasal 109
BAB VI
Bagian Kesatu
Terminal Khusus
Pasal 110
Pasal 111
Pasal 112
Pasal 113
Pasal 114
Pasal 115
Pasal 116
Pasal 117
Pasal 118
(2) Dalam . . .
- 55 -
Pasal 119
Pasal 120
e. tersedianya . . .
- 56 -
Pasal 121
Pasal 122
Pasal 123 . . .
- 57 -
Pasal 123
Pasal 124
Pasal 125
Pasal 126
Pasal 127
Terminal khusus yang sudah tidak dioperasikan sesuai
dengan izin yang telah diberikan:
a. dapat diserahkan kepada Pemerintah, pemerintah
provinsi, atau pemerintah kabupaten/kota;
b. dikembalikan seperti keadaan semula;
c. diusulkan untuk perubahan status menjadi terminal
khusus untuk menunjang usaha pokok yang lain; atau
d. dijadikan pelabuhan.
Pasal 128
(1) Izin operasi terminal khusus hanya dapat dialihkan
apabila usaha pokoknya dialihkan kepada pihak lain.
(2) Pengalihan izin operasi terminal khusus sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) wajib dilaporkan kepada Menteri.
(3) Dalam hal terjadi perubahan data pada izin operasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengelola terminal
khusus paling lama 3 (tiga) bulan setelah terjadinya
perubahan wajib melaporkan kepada Menteri untuk
dilakukan penyesuaian.
Pasal 129
(1) Terminal khusus yang diserahkan kepada Pemerintah,
pemerintah provinsi, atau pemerintah kabupaten/kota
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 127 huruf a dapat
berubah statusnya menjadi pelabuhan setelah memenuhi
persyaratan:
a. sesuai dengan Rencana Induk Pelabuhan Nasional;
b. layak secara ekonomis dan teknis operasional;
c. membentuk atau mendirikan Badan Usaha
Pelabuhan;
d. mendapat konsesi dari Otoritas Pelabuhan;
e. keamanan, ketertiban, dan keselamatan pelayaran;
dan
f. kelestarian lingkungan.
(2) Dalam hal terminal khusus berubah status menjadi
pelabuhan yang diusahakan secara komersial, tanah
daratan dan/atau perairan, fasilitas penahan gelombang,
kolam pelabuhan, alur-pelayaran, dan Sarana Bantu
Navigasi-Pelayaran yang dikuasai dan dimiliki oleh
pengelola terminal khusus sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dikuasai oleh negara dan diatur oleh Otoritas
Pelabuhan.
(3) Pemberian . . .
- 60 -
Pasal 130
Pasal 131
Pasal 132
Pasal 133 . . .
- 61 -
Pasal 133
Pasal 134
Bagian Kedua
Terminal Untuk Kepentingan Sendiri
Pasal 135
Pasal 136
Pasal 137
Pasal 138
Pasal 139
Pasal 140
Pasal 141
Pasal 142
Pasal 143
Pasal 144 . . .
- 65 -
Pasal 144
BAB VII
PENARIFAN
Pasal 145
Pasal 146
Pasal 147
(4) Tarif . . .
- 66 -
BAB VIII
PELABUHAN DAN TERMINAL KHUSUS
YANG TERBUKA BAGI PERDAGANGAN LUAR NEGERI
Pasal 149
(1) Untuk menunjang kelancaran perdagangan luar negeri
pelabuhan utama dan terminal khusus tertentu dapat
ditetapkan sebagai pelabuhan yang terbuka bagi
perdagangan luar negeri.
(2) Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan atas pertimbangan:
a. pertumbuhan dan pengembangan ekonomi nasional;
b. kepentingan perdagangan internasional;
c. kepentingan pengembangan kemampuan angkutan
laut nasional;
d. posisi geografis yang terletak pada lintasan pelayaran
internasional;
e. Tatanan Kepelabuhanan Nasional yang diwujudkan
dalam Rencana Induk Pelabuhan Nasional;
f. fasilitas pelabuhan;
g. keamanan dan kedaulatan negara; dan
h. kepentingan nasional lainnya.
Pasal 150
(1) Pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 149 ayat
(1) ditetapkan oleh Menteri atas permohonan
penyelenggara pelabuhan utama setelah memenuhi
persyaratan.
(2) Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
memenuhi:
a. aspek ekonomi;
b. aspek . . .
- 67 -
Pasal 151
Pasal 152
BAB IX
SISTEM INFORMASI PELABUHAN
Pasal 154
Pasal 155
Pasal 156
Pasal 157
Pasal 158
Pasal 159
Pasal 160
Pasal 161
BAB X
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 162
Pasal 163
Pasal 164
BAB XI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 165
BAB XII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 166
Pasal 168
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 20 Oktober 2009
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 22 Oktober 2009
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
PATRIALIS AKBAR
ATAS
TENTANG
KEPELABUHANAN
I. UMUM
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Cukup jelas.
Pasal 3
Cukup jelas.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Cukup jelas.
Pasal 7
Cukup jelas.
Pasal 8
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Dalam Rencana Induk Pelabuhan Nasional memuat lokasi
pelabuhan yang sudah ada maupun lokasi pelabuhan yang
direncanakan akan dibangun.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3) . . .
-3-
Ayat (3)
Menteri yang terkait dengan kepelabuhanan antara lain, menteri
yang membidangi urusan lingkungan hidup, perikanan,
perindustrian, pertambangan, dan perdagangan.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Perubahan kondisi lingkungan strategis akibat bencana adalah
berubahnya perencanaan pemanfaatan kawasan yang
memerlukan fasilitas pelabuhan akibat bencana.
Pasal 9
Cukup jelas.
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Cukup jelas.
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Cukup jelas.
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3) . . .
-4-
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Letak wilayah administratif memuat nama desa/kelurahan
atau sebutan lain, kecamatan, kabupaten/kota, dan
provinsi.
Pasal 18
Cukup jelas.
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Cukup jelas.
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f . . .
-5-
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Kawasan Industri adalah kawasan tempat pemusatan
kegiatan industri manufaktur yang dilengkapi dengan
sarana dan prasarana penunjang yang dikembangkan dan
dikelola oleh perusahaan kawasan industri yang telah
memiliki Izin Usaha Industri.
Huruf k
Fasilitas umum lainnya antara lain tempat peribadatan,
tempat rekreasi, olah raga, jalur hijau, dan kesehatan.
Pasal 23
Cukup jelas.
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Cukup jelas.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Cukup jelas.
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29
Cukup jelas.
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31 . . .
-6-
Pasal 31
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Keadaan darurat antara lain kapal terbakar.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Pasal 32
Cukup jelas.
Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal 34
Cukup jelas.
Pasal 35
Cukup jelas.
Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2) . . .
-7-
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Kegiatan pemerintahan lainnya yang bersifat tidak tetap
antara lain kegiatan kehutanan dan pertambangan yang
diselenggarakan oleh instansi yang berwenang dalam
rangka mencegah pembalakan liar (illegal logging) dan
penambangan liar (illegal minning) yang ke luar masuk
melalui pelabuhan.
Pasal 38
Ayat (1)
Kegiatan pengaturan meliputi penetapan kebijakan di bidang
kepelabuhanan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 39
Cukup jelas.
Pasal 40
Cukup jelas.
Pasal 41
Cukup jelas.
Pasal 42
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Jaringan jalan adalah jalan akses (acces road) ke terminal.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d . . .
-9-
Huruf d
Keamanan dan ketertiban secara umum di pelabuhan
dijamin oleh Otoritas Pelabuhan yang dilakukan secara
terpadu dan untuk itu dapat dibentuk satuan pengaman
oleh Otoritas Pelabuhan, namun untuk masing-masing
terminal menjadi tanggung jawab Badan Usaha Pelabuhan.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Kondisi tertentu adalah terjadinya sesuatu yang dapat
menghambat pemberian pelayanan jasa kepelabuhanan yang
harus segera dilakukan pemulihan dan tidak dapat menunggu
pembiayaan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
sehingga diperlukan tindakan yang dilakukan oleh Badan Usaha
Pelabuhan atau pengelola Terminal Untuk Kepentingan Sendiri
seizin Otoritas Pelabuhan.
Pasal 43
Cukup jelas.
Pasal 44
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4) . . .
- 10 -
Ayat (4)
Kondisi tertentu adalah anggaran pemerintah pada tahun
anggaran berjalan tidak tersedia untuk pemeliharaan penahan
gelombang, kolam pelabuhan, alur-pelayaran, dan jaringan
jalan.
Pasal 45
Cukup jelas.
Pasal 46
Cukup jelas.
Pasal 47
Cukup jelas.
Pasal 48
Cukup jelas.
Pasal 49
Cukup jelas.
Pasal 50
Cukup jelas.
Pasal 51
Cukup jelas.
Pasal 52
Cukup jelas.
Pasal 53
Cukup jelas.
Pasal 54
Cukup jelas.
Pasal 55
Cukup jelas.
Pasal 56
Cukup jelas.
Pasal 57
Peraturan pemerintah tersendiri adalah peraturan pemerintah yang
mengatur mengenai kenavigasian.
Pasal 58 . . .
- 11 -
Pasal 58
Cukup jelas.
Pasal 59
Cukup jelas.
Pasal 60
Cukup jelas.
Pasal 61
Cukup jelas.
Pasal 62
Cukup jelas.
Pasal 63
Cukup jelas.
Pasal 64
Cukup jelas.
Pasal 65
Cukup jelas.
Pasal 66
Cukup jelas.
Pasal 67
Cukup jelas.
Pasal 68
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Jasa terkait dengan kepelabuhanan adalah kegiatan yang
menunjang kelancaran operasional dan memberikan nilai
tambah bagi pelabuhan antara lain perkantoran, fasilitas
pariwisata dan perhotelan, instalasi air bersih, listrik dan
telekomunikasi, jaringan air limbah dan sampah, pelayanan
bunker, dan tempat tunggu kendaraan bermotor.
Pasal 69
Cukup jelas.
Pasal 70 . . .
- 12 -
Pasal 70
Cukup jelas.
Pasal 71
Cukup jelas.
Pasal 72
Cukup jelas.
Pasal 73
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Keikutsertaan Badan Usaha Pelabuhan menjaga keselamatan,
keamanan, dan ketertiban yang menyangkut angkutan di
perairan adalah hanya terbatas di tambatan.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Pasal 74
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b . . .
- 13 -
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Sanksi adalah pengakhiran perjanjian dalam hal Badan
Usaha Pelabuhan tidak melaksanakan kewajibannya
termasuk kewajiban memberikan pelayanan jasa
kepelabuhanan sesuai standar kinerja pelayanan yang
ditetapkan oleh Otoritas Pelabuhan.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k
Cukup jelas.
Pasal 75
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Kerjasama pemanfaatan adalah pengoperasian fasilitas pokok
dan fasilitas penunjang pelabuhan oleh Badan Usaha Pelabuhan
dalam jangka waktu tertentu dalam rangka peningkatan
penerimaan negara bukan pajak dan sumber pembiayaan
lainnya.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 76 . . .
- 14 -
Pasal 76
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Penyewaan lahan, penyewaan gudang, dan/atau penyewaan
penumpukan adalah pemanfaatan lahan tanah pelabuhan,
fasilitas gudang dan fasilitas penumpukan oleh Badan Usaha
Pelabuhan, badan usaha lainnya, atau orang perseorangan
warga negara Indonesia dalam jangka waktu tertentu dan
menerima imbalan uang tunai.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 77
Cukup jelas.
Pasal 78
Cukup jelas.
Pasal 79
Cukup jelas.
Pasal 80
Cukup jelas.
Pasal 81
Cukup jelas.
Pasal 82
Cukup jelas.
Pasal 83
Cukup jelas.
Pasal 84
Cukup jelas.
Pasal 85
Cukup jelas.
Pasal 86
Cukup jelas.
Pasal 87
Cukup jelas.
Pasal 88 . . .
- 15 -
Pasal 88
Ayat (1)
Sisi darat antara lain berupa gudang, gedung, dan lapangan
penumpukan.
Ayat (2)
Sisi perairan antara lain berupa dermaga, fasilitas tambat,
reklamasi, dan talud.
Pasal 89
Cukup jelas.
Pasal 90
Cukup jelas.
Pasal 91
Cukup jelas.
Pasal 92
Cukup jelas.
Pasal 93
Cukup jelas.
Pasal 94
Cukup jelas.
Pasal 95
Cukup jelas.
Pasal 96
Cukup jelas.
Pasal 97
Ayat (1)
Pengoperasian pelabuhan dilakukan dengan mempertimbangkan
kesiapan fasilitas dan sumber daya manusia operasional sesuai
dengan frekuensi kunjungan kapal, bongkar muat barang, dan
naik turun penumpang.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 98 . . .
- 16 -
Pasal 98
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Kondisi alur antara lain kedalaman, pasang surut, dan
Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Fasilitas pelabuhan antara lain lampu penerangan,
dermaga, gudang, dan lapangan penumpukan.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Sumber daya manusia operasional sesuai kebutuhan yaitu
petugas instansi pemerintah pemegang fungsi keselamatan
dan keamanan pelayaran, kekarantinaan, kepabeanan dan
keimigrasian.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Pasal 99
Cukup jelas.
Pasal 100
Cukup jelas.
Pasal 101 . . .
- 17 -
Pasal 101
Cukup jelas.
Pasal 102
Cukup jelas.
Pasal 103
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Melaporkan kegiatan operasional dapat dilaksanakan dengan
memanfaatkan teknologi informasi.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Ketentuan peraturan perundang-undangan dari instansi
Pemerintah lainnya antara lain ketentuan di bidang perpajakan
serta bea dan cukai.
Pasal 104
Cukup jelas.
Pasal 105
Cukup jelas.
Pasal 106
Cukup jelas.
Pasal 107
Cukup jelas.
Pasal 108
Cukup jelas.
Pasal 109
Cukup jelas.
Pasal 110
Ayat (1)
Kegiatan tertentu adalah kegiatan untuk menunjang kegiatan
usaha pokok yang tidak terlayani oleh pelabuhan terdekat
dengan kegiatan usahanya karena sifat barang atau kegiatannya
memerlukan pelayanan khusus atau karena lokasinya jauh dari
pelabuhan.
Ayat (2) . . .
- 18 -
Ayat (2)
Huruf a
Ditetapkan menjadi bagian dari pelabuhan terdekat yaitu
bahwa pengaturan dan pembinaan, pengendalian, dan
pengawasan kegiatan pengoperasian terminal khusus
dilakukan oleh penyelenggara pelabuhan terdekat dan
pengawasan serta pelaksanaan fungsi keselamatan dan
keamanan pelayaran dilaksanakan oleh Syahbandar pada
pelabuhan terdekat.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Pasal 111
Huruf a
Badan usaha adalah badan hukum Indonesia yang didirikan
berdasarkan ketentuan hukum Republik Indonesia, termasuk
anak perusahaan sesuai dengan usaha pokok yang sejenis dan
pemasok bahan baku dan peralatan penunjang produksi untuk
keperluan badan usaha yang bersangkutan.
Huruf b
Cukup jelas.
Pasal 112
Cukup jelas.
Pasal 113
Cukup jelas.
Pasal 114
Cukup jelas.
Pasal 115
Cukup jelas.
Pasal 116
Cukup jelas.
Pasal 117 . . .
- 19 -
Pasal 117
Cukup jelas.
Pasal 118
Cukup jelas.
Pasal 119
Cukup jelas.
Pasal 120
Cukup jelas.
Pasal 121
Cukup jelas.
Pasal 122
Cukup jelas.
Pasal 123
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Ketentuan peraturan perundang-undangan dari instansi
Pemerintah lainnya antara lain ketentuan di bidang
pertambangan, energi, kehutanan, pertanian, perikanan,
industri, pariwisata, dok dan galangan kapal, penelitian,
pendidikan dan pelatihan, sosial, perpajakan, serta bea dan
cukai.
Pasal 124
Cukup jelas.
Pasal 125
Cukup jelas.
Pasal 126
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Kondisi alur antara lain kedalaman perairan, pasang surut,
dan Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran.
Huruf b . . .
- 20 -
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Fasilitas terminal khusus antara lain lampu penerangan,
dermaga, gudang, dan lapangan penumpukan.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Sumber daya manusia operasional sesuai kebutuhan yaitu
petugas instansi pemerintah pemegang fungsi keselamatan
dan keamanan pelayaran, kekarantinaan, kepabeanan dan
keimigrasian.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Pasal 127
Cukup jelas.
Pasal 128
Cukup jelas.
Pasal 129
Cukup jelas.
Pasal 130
Cukup jelas.
Pasal 131
Cukup jelas.
Pasal 132
Cukup jelas.
Pasal 133 . . .
- 21 -
Pasal 133
Ayat (1)
Pembinaan, pengendalian, dan pengawasan operasional terminal
khusus dilaksanakan oleh Syahbandar pada pelabuhan terdekat
dalam kaitan terhadap kegiatan yang dilakukan oleh pengelola
terminal khusus antara lain menyangkut penggunaan perairan,
pelayanan pandu, pelayanan jasa kepelabuhanan yang
dilakukan untuk melayani pihak ketiga karena kegiatan-
kegiatan tersebut merupakan kewenangan dari Pemerintah.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 134
Cukup jelas.
Pasal 135
Ayat (1)
Kegiatan tertentu meliputi pertambangan, energi, kehutanan,
pertanian, perikanan, industri, pariwisata, dok dan galangan
kapal, penelitian, pendidikan dan pelatihan, serta sosial.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 136
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Bukti kerjasama dapat berupa kerjasama pengelolaan
terminal untuk kepentingan sendiri.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f . . .
- 22 -
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Pasal 137
Cukup jelas.
Pasal 138
Cukup jelas.
Pasal 139
Cukup jelas.
Pasal 140
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Fasilitas lainnya antara lain peralatan bongkar muat,
gudang, akses jalan masuk, dan sumber daya manusia
yang menangani.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Pasal 141
Bencana alam antara lain gempa bumi, tsunami, gunung meletus,
banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor.
Peristiwa . . .
- 23 -
Pasal 142
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Ketentuan peraturan perundang-undangan dari instansi
Pemerintah lainnya antara lain ketentuan di bidang
pertambangan, energi, kehutanan, pertanian, perikanan,
industri, pariwisata, dok dan galangan kapal, penelitian,
pendidikan dan pelatihan, sosial, perpajakan, serta bea dan
cukai.
Pasal 143
Cukup jelas.
Pasal 144
Cukup jelas.
Pasal 145
Cukup jelas.
Pasal 146
Cukup jelas.
Pasal 147
Cukup jelas.
Pasal 148
Cukup jelas.
Pasal 149 . . .
- 24 -
Pasal 149
Ayat (1)
Terminal khusus tertentu adalah terminal khusus yang
dibangun dan dioperasikan untuk menunjang kegiatan usaha
yang hasil produksinya untuk diekspor.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 150
Cukup jelas.
Pasal 151
Cukup jelas.
Pasal 152
Cukup jelas.
Pasal 153
Cukup jelas.
Pasal 154
Cukup jelas.
Pasal 155
Cukup jelas.
Pasal 156
Dalam menyampaikan laporan, Badan Usaha Pelabuhan dapat
menggunakan teknologi informasi yang tersedia (e-portnet).
Pasal 157
Cukup jelas.
Pasal 158
Cukup jelas.
Pasal 159
Cukup jelas.
Pasal 160
Cukup jelas.
Pasal 161
Cukup jelas.
Pasal 162 . . .
- 25 -
Pasal 162
Cukup jelas.
Pasal 163
Cukup jelas.
Pasal 164
Cukup jelas.
Pasal 165
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Penentuan waktu 3 (tiga) tahun dalam ketentuan ini
dimaksudkan untuk memberikan waktu yang cukup bagi
Pemerintah merencanakan pengembangan pelabuhan dan
Badan Usaha Milik Negara. Untuk keperluan pengembangan
tersebut atas perintah Menteri dilakukan:
a. evaluasi aset Badan Usaha Milik Negara yang
menyelenggarakan usaha pelabuhan; dan
b. audit secara menyeluruh terhadap aset Badan Usaha Milik
Negara yang menyelenggarakan usaha pelabuhan.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “tetap diselenggarakan oleh Badan
Usaha Milik Negara” adalah Badan Usaha Milik Negara yang
didirikan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun
1991, Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 1991, Peraturan
Pemerintah Nomor 58 Tahun 1991, dan Peraturan Pemerintah
Nomor 59 Tahun 1991, tetap menyelenggarakan kegiatan usaha
di pelabuhan yang meliputi:
a. kegiatan yang diatur dalam Pasal 90 ayat (1), ayat (2), ayat
(3), dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008
tentang Pelayaran;
b. penyediaan kolam pelabuhan sesuai dengan peruntukannya
berdasarkan pelimpahan dari Pemerintah dan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
c. pelayanan jasa pemanduan berdasarkan pelimpahan dari
Pemerintah dan ketentuan peraturan perundang-undangan;
dan
d. penyediaan dan pengusahaan tanah sesuai kebutuhan
berdasarkan pelimpahan dari Pemerintah dan ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang pertanahan.
Pasal 166 . . .
- 26 -
Pasal 166
Cukup jelas.
Pasal 167
Cukup jelas.
Pasal 168
Cukup jelas.