You are on page 1of 19

1.

HASIL PENGAMATAN

1.1. Tabel Pengamatan Fermentasi Substrat Cair Nata de Coco
Hasil pengamatan fermentasi substrat cair Nata de Coco dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil pengamatan Fermentasi Substrat Cair Fermentasi Nata de Coco
Kel Tinggi
media awal
cm
Tinggi ketebalan nata cm Lapisan nata
0

14 0

14
A1 1 0 0, 0, 0 0 0
A2
0,
0 1 0,5
0 100 50
A3 1,2 0 0, 0, 0 8,33 41,6
A4 1 0 0,8 0, 0 80 0
A 1 0 1 0,8 0 100 80
Berdasarkan Tabel 1. dapat dilihat bahwa persentase lapisan nata pada hari ke-0 untuk
semua kelompok adalah 0% dan mengalami kenaikan pada hari ke-7. Sedangkan, pada
hari ke-14 persentase lapisan nata mengalami penurunan pada semua kelompok kecuali
persentase lapisan nata pada kelompok A1 yang besarnya tetap yaitu 90%. Semakin
tinggi ketebalan nata dengan semakin rendahnya tinggi media awal, maka persentase
lapisan nata akan semakin besar.

1.2. Tabel Pengamatan Uji Sensori Nata de Coco
Hasil pengamatan uji sensori Nata de Coco dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil Pengamatan Uji Sensori Nata de Coco
Kelompok Aroma Warna Tekstur Rasa
A1 +++ ++ ++ +++
A2 ++++ ++ ++ +++
A3 ++++ ++ +++ +++
A4 ++++ ++ +++ ++++
A ++++ ++ +++ ++++
Keterangan :
Aroma Warna Tekstur Rasa
++++ : Tidak asam Putih Sangat kenyal Sangat manis
+++ : Agak asam Putih bening Kenyal Manis
++ : Asam Putih agak bening Agak kenyal Agak manis
+ : Sangat asam Kuning Tidak kenyal Tidak manis

Berdasarkan Tabel 2. dapat dilihat bahwa aroma Nata de Coco kelompok A2, A3, A4,
dan A5 tidak asam, sedangkan aroma Nata de Coco kelompok A1 agak asam. Warna
Nata de Coco semua kelompok yaitu putih bening. Nata de Coco kelompok A1 dan A2
memiliki tekstur agak kenyal, sedangkan Nata de Coco kelompok A3, A4, dan A5
memiliki tekstur kenyal. Rasa Nata de Coco yang dihasilkan oleh kelompok A1, A2,
dan A3 manis. Sedangkan Nata de Coco yang dihasilkan oleh kelompok A4 dan A5
berasa sangat manis.
2. PEMBAHASAN

Praktikum fermentasi substrat cair fermentasi Nata de Coco yang dilakukan bertujuan
untuk mengetahui prinsip pembuatan Nata de Coco, memanfaatkan limbah air kelapa
sebagai bahan baku pembuatan Nata de Coco, dan mengetahui proses fermentasi Nata
de Coco. Produk yang dibuat pada praktikum ini adalah Nata de Coco. Nata de Coco
merupakan suatu pertumbuhan berupa gel yang mengandung gula dan asam yang
terapung pada permukaan medium, merupakan hasil fermentasi oleh bakteri
Acetobacter xylinum (Hakimi & Daddy, 2006).

Nata de coco juga dapat diartikan sebagai selulosa bakterial yang mengandung air
kurang dari 98% dan memiliki tekstur yang agak kenyal. Pada mulanya, Nata de coco
berasal dari Filipina. Dalam 100 gram nata, terkandung 146 kalori dengan lemak
sebesar 0,2%, karbohidrat 36,1 mg, kalsium 12 mg, fosfor 2 mg, dan Fe sebesar 0,5 mg
(Hakimi & Daddy, 2006). Oleh karena itu, nata merupakan sumber makanan dengan
kandungan energi yang tergolong rendah sehingga cocok dikonsumsi orang yang sedang
menjalani program diet maupun bagi penderita diabetes. Selain itu, kandungan serat
nata yang tinggi berfungsi untuk memperlancar proses pencernaan dalam tubuh
(Wijayanti et al., 2010).

2.1.Pembuatan Media
Bahan yang digunakan dalam pembuatan media Nata de Coco yaitu air kelapa, gula
pasir, asam cuka glasial 95%, dan ammonium sulfat. Air kelapa yang cocok digunakan
sebagai bahan baku Nata de Coco adalah air kelapa murni (tanpa campuran air) yang
berasal dari kelapa tua (Hakimi & Daddy, 2006). Penambahan substrat yang sesuai akan
meningkatkan laju fermentasi dan menghasilkan nata dengan ketebalan maksimal. Air
kelapa pada umumnya mengandung karbohidrat sebesar 4%, lemak 0,1%, kalsium
0,02%, fosfor 0,01%, besi, garam-garam mineral, nitrogen, vitamin C, dan protein
(Wijayanti et al., 2010). Pada umumnya, setiap 1 liter air kelapa akan mengahasilkan
Nata de Coco sebanyak 1 kg (Hakimi & Daddy, 2006).

Air kelapa adalah minuman yang diambil dari bagian dalam buah kelapa. Air kelapa
mengandung gula berupa sukrosa, sorbitol, glukosa, fruktosa, galaktosa xilosa, dan
manosa. Selain itu, terkandung mineral sebanyak 0,4-1% dari air kelapa berupa
potassium, klorida, zat besi, dan sulfur. Asam-asam amino di dalam air kelapa antara
lain alanin, arginin, sistein, dan serin (Prades et al., 2011). Media dapat dibuat dengan
cara air kelapa sebanyak 1 liter disaring menggunakan kain saring dengan tujuan
memisahkan kotoran. Setelah itu, air kelapa ditambahkan gula pasir sebanyak 10% dari
air kelapa tersebut lalu diaduk hingga larut. Penambahan gula pasir dilakukan karena
gula pasir (sukrosa) merupakan sumber karbon yang paling berpotensi menghasilkan
selulosa pada proses fermentasi Nata de Coco oleh bakteri Acetobacter xylinum.
Pemilihan sukrosa pada praktikum ini dilatarbelakangi dengan alasan sukrosa dapat
tersedia dalam jumlah banyak dan harganya terjangkau (Wijayanti et al., 2010).







Gambar 1. Penyaringan Air Kelapa

Berdasarkan teori Hayati (2003), konsentrasi gula optimum yang ditambahkan dalam
pembuatan Nata de Coco adalah sebesar 10% dari air kelapa yang digunakan. Hal ini
menunjukkan bahwa praktikum yang dilakukan telah sesuai dengan teori. Gula dapat
berfungsi mengawetkan, memberikan tekstur, memperbaiki penampakan, dan memberi
flavor pada Nata de Coco. Menurut Sunarso (1982), apabila jumlah gula yang
ditambahkan terlalu banyak, bakteri Acetobacter xylinum tidak dapat memanfaatkannya
secara optimal.

Tahap selanjutnya adalah larutan air kelapa dan gula kemudian ditambah dengan
ammonium sulfat sebanyak 0,5% dari larutan, setelah itu ditambahkan asam cuka
glasial hingga pH larutan menjadi 4-5, kemudian dipanaskan untuk membuat gula larut
dan dilakukan penyaringan kembali. Penambahan asam bertujuan untuk mengatur
keasaman agar sehingga mencapai kondisi keasaman yang dikehendaki, hal ini
disebabkan karena pH optimum pembuatan nata adalah pada pH 4, dan pembentukan
nata dapat terjadi pada kisaran pH 3,5 (Wijayanti et al., 2010). Padahal, pH air kelapa
pada mulanya adalah 5,6. Penambahan ammonium sulfat sebagai nitrogen anorganik
berfungsi sebagai sumber nitrogen bagi bakteri Acetobacter xylinum dan untuk
membersihkan air kelapa dari kotoran maupun bahan-bahan pencampur dalam
pembuatan starter dan Nata de Coco. Dalam pembuatan Nata de Coco, media yang
digunakan tidak boleh tercampur oleh garam karena bakteri Acetobacter xylinum tidak
dapat tumbuh pada media yang asin (tidak tahan garam) (Hakimi & Daddy, 2006).
Pemanasan media bertujuan selain untuk melarutkan gula yaitu untuk membunuh
mikroorganisme kontaminan sehingga pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum tidak
terganggu (Astawan & Astawan, 1991). Penambahan bahan-bahan pembuatan media
telah sesuai dengan teori Jagannath et al. (2008) yang mengatakan bahwa konsentrasi
sukrosa pada 10% dan ammonium sulfat 0,5% dengan pH 4,0 dapat menghasilkan
ketebalan nata paling maksimal.

2.2. Fermentasi
Tahapan fermentasi Nata de Coco yaitu sebanyak 100 ml dari larutan (media steril)
dimasukkan ke dalam wadah plastik bening lalu ditutup rapat dengan kertas sampul
coklat kemudian starter ditambahkan ke dalam media sebanyak 10% dari media secara
aseptis dan dikocok perlahan hingga seluruh starter tercampur homogen. Larutan
campuran media dan starter diinkubasi selama 2 minggu pada suhu ruang. Starter yang
ditambahkan dalam media berperan menggumpalkan air kelapa sehingga dapat
dihasilkan Nata de Coco (Hakimi & Daddy, 2006). Dalam pembuatan Nata de Coco,
starter yang digunakan merupakan bakteri Acetobacter xylinum (Wijayanti et al., 2010).
Acetobacter xylinum merupakan bakteri gram negatif yang bersifat aerob dan dapat
mensintesa selulosa secara ekstraseluler (Melliawati, 2008). Bakteri Acetobacter
xylinum akan mengubah gula di dalam media menjadi suatu substansi menyerupai gel di
permukaan media (Wijayanti et al., 2010).

Penambahan starter ke dalam media harus dilakukan secara aseptis dengan tujuan
mencegah kontaminasi yang mungkin terjadi dari lingkungan sekitar starter sehingga
starter hanya berupa biakan murni. Biakan murni dapat diartikan sebagai biakan yang
terdiri dari satu spesies tunggal (Wijayanti et al., 2010). Bahan terbaik yang dapat
digunakan untuk menyimpan bakteri dengan kondisi stabil serta dapat memproduksi
bioselulosa adalah CMC (konsentrasi 4%) dan bubur selulosa (perbandingan bubur
selulosa dengan inokulum adalah 2:1) (Melliawati, 2008).





Gambar 2. Penambahan Starter

Inkubasi dilakukan pada suhu ruang karena suhu optimum yang memungkinkan untuk
fermentasi nata yaitu pada suhu 28-30
o
C (suhu ruang) (Wijayanti et al., 2010).
Berdasarkan teori dari Rahayu et al (1993), apabila suhu inkubasi yang digunakan
terlalu tinggi akan mengakibatkan sebagian bakteri mati. Namun apabila suhu inkubasi
terlalu rendah, akan dihasilkan Nata de Coco yang lunak atau bahkan sama sekali tidak
terbentuk lapisan Nata de Coco.


Gambar 3. Inkubasi Nata de Coco

Sesuai dengan teori Santosa et al. (2012), inkubasi pada proses fermentasi Nata de Coco
dilakukan selama 2 minggu. Selama inkubasi, wadah plastik tidak boleh tergoyang
supaya lapisan yang terbentuk tidak terpisah-pisah. Nata de Coco dapat terbentuk
karena ada enzim ekstraseluler yang dihasilkan oleh bakteri Acetobacter xylinum selama
waktu inkubasi. Enzim ekstraseluler akan mempolimerisasi gula menjadi rantai selulosa
sejumlah ribuan dan akan membentuk jaringan mikrofibril yang panjang dalam cairan
fermentasi. Proses fermentasi Nata de Coco juga akan menghasilkan gas
karbondioksida yang melekat pada jaringan selulosa dan jaringan selulosa ini akan
terangkat ke permukaan cairan. Setelah proses fermentasi berlangsung dalam kurun
waktu tertentu, akan tumbuh jutaan mikroorganisme pada media tersebut dan
membentuk lembaran benang-benang selulosa. Lembaran-lembaran benang selulosa
tersebut akan memadat dan menjadi berwarna putih atau transparan, disebut nata
(Pambayun, 2002 & Palungkun, 1996).

Pengamatan terhadap Nata de Coco meliputi terbentuknya lapisan di permukaan cairan
dan ketebalan lapisan Nata de Coco pada hari ke-7 dan ke-14. Setelah Nata de Coco
jadi, Nata de Coco kemudian dicuci dengan air mengalir dan dimasak dengan air gula
sesuai dengan kesepakatan kelompok.

2.3. Fermentasi Substrat Cair Fermentasi Nata de Coco
Kualitas Nata de Coco ditentukan oleh kualitas media yang digunakan dan proses
fermentasinya. Apabila rasio penambahan karbon dan nitrogen diatur dengan optimal
dan proses fermentasi berlangsung baik, maka semua cairan kelapa akan berubah
menjadi nata tanpa menghasilkan residu (Wijayanti et al., 2010). Oleh karena itu, dalam
praktikum ini ditambahkan gula sebagai sumber karbon dan ammonium sulfat sebagai
sumber nitrogen dengan rasio tertentu terhadap air kelapa yang digunakan.

Berdasarkan teori Wijayanti et al (2010), semakin tinggi kandungan nitrogen dalam
bahan media akan meningkatkan laju fermentasi sehingga meningkatkan hasil
biosintesa dan menghasilkan nata yang semakin tinggi. Selain itu, semakin banyak
sukrosa yang ditambahkan akan menyebabkan terjadinya peningkatan pH, dan dengan
meningkatnya pH maka rendemen nata yang dihasilkan akan semakin banyak.
Meskipun peningkatan pH menghasilkan rendemen nata yang tinggi, namun nata yang
dihasilkan pada kondisi pH yang terlalu tinggi akan memiliki tekstur yang lunak. pH
optimum untuk pembuatan nata adalah pada pH 4.

Ketebalan nata akan memberikan pengaruh terhadap rendemen nata. Ketika nata
semakin tebal, maka rendemen nata akan semakin besar (Wijayanti et al., 2010). Hasil
pengamatan yang dilakukan oleh kelompok A1 sampai A5 telah sesuai dengan teori
tersebut yaitu ketinggian nata berbanding lurus dengan persentase lapisan nata.

Menurut Wijayanti et al (2010), apabila rendemen nata semakin besar, maka
ketersediaan oksigen dalam medium menjadi lebih banyak. Oksigen sangat dibutuhkan
dalam proses metabolisme dan pembentukan pelikel nata oleh bakteri Acetobacter
xylinum. Ketika kandungan oksigen dalam nata banyak, maka petumbuhan bakteri
Acetobacter xylinum akan berlangsung pesat dan nata yang dihasilkan akan memiliki
ketinggian maksimal.

Menurut Seumahu et al. (2007), nata yang baik adalah nata dengan ketinggian 1,5-2 cm
dengan selulosa gel homogen dan memiliki transparansi tinggi. Sedangkan nata dengan
ketinggian kurang dari 0,5 cm dan berwarna putih pucat dikategorikan tidak baik.
Berdasarkan teori Seumahu et al. (2007), setelah dilakukan inkubasi selama 2 minggu
dihasilkan nata yang baik oleh kelompok A1 sampai A5 karena Nata de Coco kelompok
A1 memiliki ketinggian 0,9 cm; kelompok A5 memiliki Nata de Coco dengan
ketinggian 0,8 cm; sedangkan kelompok A2, A3, dan A4 memiliki ketinggian Nata de
Coco sebesar 0,5 cm. Masing-masing kelompok memiliki ketinggian Nata de Coco
yang berbeda-beda karena dipengaruhi oleh panjang dan lebar wadah yang digunakan
serta ketinggian media awalnya.

Media fermentasi yang terlalu pekat akan menyebabkan proses pembentukan selulosa
oleh Acetobacter xylinum berjalan semakin lambat akibat meningkatnya tekanan
osmosis sehingga menyebabkan terjadinya lisis pada sel bakteri. Sedangkan
penambahan substrat yang sesuai akan meningkatkan laju reaksi sehingga ketebalan
nata akan semakin meningkat. Semakin baik kualitas nata, kadar air yang terkandung
dalam nata akan semakin sedikit (Wijayanti et al., 2010).

Berdasarkan hasil pengamatan, diperoleh data bahwa persentase lapisan nata semua
kelompok meningkat pada hari ke-7. Namun, pada hari ke-14, persentase lapisan nata
pada kelompok A2 sampai A5 justru menurun yaitu pada kelompok A2 persentase
lapisan nata menurun sebesar 50%; pada kelompok A3 terjadi penurunan persentase
lapisan nata sebesar 16,66%; pada kelompok A4 terjadi penurunan persentase lapisan
nata sebesar 30%; sedangkan persentase lapisan nata pada kelompok A5 mengalami
penurunan sebesar 20%. Penurunan lapisan Nata de Coco dapat disebabkan karena
terjadi goyangan atau gangguan pada saat proses fermentasi Nata de Coco berlangsung
yang kemungkinan terjadi ketika pengamatan nata di hari ke-7 sehingga mengakibatkan
permukaan cairan nata menurun pada hari ke-14 (Pambayun, 2002 & Palungkun, 1996).

2.4. Uji Sensori Nata de Coco
Sebelum dilakukan uji sensori, Nata de Coco dicuci dan direndam dengan air bersih
pada hari ke-12 dan ke-13 dengan tujuan membuang asam yang terdapat di dalam nata
(Rahman, 1992). Tahapan selanjutnya yaitu pemotongan dan pemasakan Nata de Coco
dengan penambahan air gula sesuai kesepakatan kelompok. Kelompok A1
menggunakan air gula yang terbuat dari 100 gram gula yang dilarutkan dalam 300 ml
air, kelompok A2 menggunakan air gula yang terbuat dari 125 gram gula yang
dilarutkan dalam 300 ml air, kelompok A3 menggunakan air gula yang terbuat dari 150
gram gula yang dilarutkan dalam 300 ml air, kelompok A4 menggunakan air gula yang
terbuat dari 175 gram gula yang dilarutkan dalam 300 ml air, dan kelompok A5
menggunakan air gula yang terbuat dari 200 gram gula yang dilarutkan dalam 300 ml
air. Tujuan penambahan air gula adalah untuk memberi rasa manis Nata de Coco, selain
itu juga sebagai pengawet sehingga Nata de Coco memiliki umur simpan yang panjang
(Palungkun, 1996). Pemotongan Nata de Coco yang dilakukan yaitu sebesar 1 x 1 x 1
cm, sesuai dengan teori dari Halib et al. (2012).


Gambar 4. Pencucian Nata de Coco Gambar 5. Perendaman Nata de Coco


Gambar 6. Pemotongan Nata de Coco Gambar 7. Uji Sensori Nata de Coco

Berdasarkan hasil pengamatan, aroma Nata de Coco kelompok A2, A3, A4, dan A5
tidak asam, sedangkan aroma Nata de Coco kelompok A1 agak asam. Menurut Fardiaz
(1992), aroma yang asam pada Nata de Coco disebabkan oleh asam cuka glasial yang
ditambahkan saat pembuatan media dan juga disebabkan karena asam asetat yang
dihasilkan oleh bakteri Acetobacter xylinum selama proses fermentasi berlangsung.
Rahman (1992) menambahkan bahwa aroma asam pada Nata de Coco sangat
dipengaruhi ketika proses pencucian dan perendaman. Berdasarkan teori tersebut,
berarti proses pencucian dan perendaman Nata de Coco kelompok A1 tidak berlangsung
sempurna sehingga asam masih tersisa dan menimbulkan aroma asam pada Nata de
Coco. Sedangkan proses pencucian dan perendaman Nata de Coco kelompok A2 hingga
A5 telah berlangsung secara sempurna.

Nata de Coco kelompok A1 dan A2 memiliki tekstur agak kenyal, sedangkan Nata de
Coco kelompok A3, A4, dan A5 memiliki tekstur kenyal. Berdasarkan teori Nurhayati
(2006), tingkat kekenyalan Nata de Coco tergantung pada kepadatan dan ketebalan
lapisan nata yang terbentuk. Hasil pengamatan yang diperoleh kelompok A2 sudah
sesuai dengan teori yang ada yaitu Nata de Coco memiliki tekstur agak kenyal dengan
persentase Nata de Coco pada hari ke-14 sebesar 50%, demikian juga dengan kelompok
A5 yang menghasilkan Nata de Coco dengan tekstur kenyal memiliki persentase Nata
de Coco pada hari ke-14 yaitu 80%. Namun, terdapat ketidaksesuaian antara hasil yang
diperoleh dengan teori pada kelompok A1 yang menghasilkan Nata de Coco dengan
tekstur agak kenyal, padahal persentase Nata de Coco pada hari ke-14 adalah 90%,
demikian juga pada kelompok A3 dan A4 yang menghasilkan Nata de Coco dengan
tekstur kenyal namun hanya memiliki presentase Nata de Coco sebesar 41,67% dan
50%. Seharusnya, pada kelompok A1 dihasilkan Nata de Coco dengan tekstur kenyal,
sedangkan pada kelompok A3 dan A4 dihasilkan Nata de Coco dengan tekstur agak
kenyal. Ketidaksesuaian antara teori dengan hasil pengamatan dapat disebabkan karena
keterbatasan indera peraba praktikan sehingga kurang peka untuk membedakan tekstur
masing-masing Nata de Coco dari tiap kelompok.

Kekerasan tekstur juga berkaitan dengan kerapatan jaringan selulosa. Apabila
konsentrasi gula yang ditambahkan dalam pembuatan media terlalu banyak atau terlalu
sedikit akan menyebabkan terhambatnya aktivitas Acetobacter xylinum dalam
membentuk selulosa. Penambahan asam cuka glasial yang semakin banyak akan
menyebabkan penurunan tekstur. Tekstur nata yang lunak mengindikasikan semakin
banyaknya serat kasar yang terbentuk pada nata. Banyaknya serat kasar dipengaruhi
oleh aktivitas Acetobacter xylinum ketika proses metabolisme glukosa menjadi selulosa.
Sedangkan jumlah Acetobacter xylinum tergantung dari jumlah nutrisi pada media.
Apabila jumlah nutrisi mencukupi, maka pertumbuhan Acetobacter xylinum akan
optimal (Wijayanti et al., 2010).

Warna Nata de Coco semua kelompok yaitu putih bening. Hal ini sesuai dengan teori
Pambayun (2002) yang mengatakan bahwa lembaran benang-benang selulosa yang
dihasilkan oleh bakteri Acetobacter xylinum akan tampak berwarna putih hingga
transparan dan berbentuk padat. Menurut Wijayanti et al. (2010), semakin tinggi serat
kasar nata akan menghasilkan warna nata yang semakin cerah. Hal ini disebabkan
karena serat kasar yang tinggi menunjukkan pori-pori nata yang semakin kecil dan rapat
sehingga akan memantulkan sinar yang lebih banyak dan menghasilkan nata dengan
tingkat kecerahan yang tinggi atau berwarna lebih putih. Untuk menghasilkan warna
nata yang baik (putih) sebaiknya digunakan sukrosa putih.

Rasa Nata de Coco yang dihasilkan oleh kelompok A1, A2, dan A3 manis. Sedangkan
Nata de Coco yang dihasilkan oleh kelompok A4 dan A5 berasa sangat manis. Rasa
Nata de Coco pada masing-masing kelompok dipengaruhi oleh banyaknya penambahan
air gula sesuai kesepakatan kelompok. Sesuai dengan teori Palungkun (1996) yang
mengatakan bahwa penambahan air gula adalah untuk memberikan rasa manis pada
Nata de Coco. Oleh karena itu, Nata de Coco kelompok A1, A2, dan A3 dengan
penambahan air gula yang terbuat dari 100 gram, 125 gram, dan 150 gram gula yang
dilarutkan dalam 300 ml air akan menghasilkan Nata de Coco dengan rasa manis,
sedangkan Nata de Coco kelompok A4 dan A5 dengan ditambahkan air gula yang
terbuat dari 175 gram dan 200 gram gula dan dilarutkan dalam 300 ml air akan memiliki
rasa yang sangat manis.

Nata de Coco banyak didistribusikan dalam bentuk minuman instan dalam kemasan.
Supaya minuman instan tersebut tidak mudah rusak, perlu ditambahkan penstabil
berupa CMC (Carboxy Methyl Cellulosa), gum arabic, atau gelatin. Tujuan
penambahan penstabil tersebut adalah untuk membentuk cairan Nata de Coco dengan
viskositas yang stabil dan homogen dalam waktu lama. CMC merupakan penstabil yang
paling efektif dibandingkan gum arabic maupun gelatin. Persentase penambahan CMC
yang tepat adalah sekitar 0,5-3% untuk menstabilkan suspensi (Santosa et al., 2012).

Penambahan dekstrin pada produk minuman instan, termasuk Nata de Coco akan
menghasilkan warna yang cerah. Semakin banyak dekstrin dan CMC yang ditambahkan
pada produk akan menyebabkan warna produk lebih stabil. Selain itu, penambahan
CMC juga berfungsi untuk menjaga tekstur dan mengikat komponen flavor dari Nata de
Coco (Santosa et al., 2012).
3. KESIMPULAN

Nata de Coco berupa gel yang mengandung gula dan asam yang terapung pada
permukaan medium.
Nata de Coco merupakan hasil fermentasi Acetobacter xylinum
Air kelapa yang sesuai sebagai bahan baku Nata de Coco adalah air kelapa tua
murni.
Gula pasir merupakan sumber karbon bagi Acetobacter xylinum.
Asam berfungsi untuk mengatur keasaman agar.
Ammonium sulfat merupakan sumber nitrogen anorganik bagi Acetobacter xylinum.
Konsentrasi sukrosa 10%, ammonium sulfat 0,5%, dan pH 4,0 akan menghasilkan
ketebalan nata paling maksimal.
Acetobacter xylinum merupakan bakteri gram negatif yang bersifat aerob dan dapat
mensintesa selulosa secara ekstraseluler.
Penambahan starter harus dilakukan secara aseptis dengan tujuan mencegah
kontaminasi.
Inkubasi pada suhu ruang (28-30
o
C) merupakan suhu optimum untuk fermentasi
nata.
Inkubasi paling optimum pada fermentasi Nata de Coco yaitu selama 2 minggu.
Nata de Coco dapat terbentuk karena ada enzim ekstraseluler yang dihasilkan oleh
Acetobacter xylinum selama inkubasi.
Semakin tebal nata, maka rendemen akan semakin besar.
Nata yang baik memiliki ketinggian 1,5-2 cm, selulosa gel homogen dengan
transparansi tinggi.
Penurunan lapisan Nata de Coco disebabkan karena terjadi gangguan ketika proses
fermentasi
Pencucian dan perendaman Nata de Coco bertujuan untuk membuang asam dalam
nata.
Penambahan air gula bertujuan untuk memberi rasa manis dan sebagai pengawet.
Aroma asam pada Nata de Coco disebabkan adanya asam cuka glasial dan asam
asetat.
Tingkat kekenyalan Nata de Coco tergantung pada kepadatan dan ketebalan lapisan
nata.
Kekerasan tekstur berkaitan dengan kerapatan jaringan selulosa.
Nata de Coco akan berwarna putih hingga transparan.
Rasa Nata de Coco dipengaruhi oleh banyaknya penambahan air gula.
CMC sering ditambahkan pada minuman instan Nata de Coco sebagai penstabil dan
pengikat flavor, sedangkan dekstrin untuk menghasilkan warna yang cerah.


Semarang, 4 Juni 2014 Asisten Dosen,
- Chrysentia Archinitta L.M.


Melany Isabella D.C
11.70.0078
4. DAFTAR PUSTAKA

Astawan, M. & M. W. Astawan. (1991). Teknologi Pengolahan Nabati Tepat Guna
Edisi Pertama. Akademika Pressindo. Bogor.

Fardiaz, S. (1992). Mikrobiologi Pangan 1. PT Gramedia. Jakarta.

Hakimi, R dan Daddy B. (2006). Aplikasi Produksi Bersih (Cleaner Production) pada
Industri Nata de Coco. Jurnal Teknik Mesin 3(2) : 89-98.

Halib, N., Mohd Cairul Iqbal Mohd Amin, and I. Ahmad. (2012). Physicochemical
Properties and Characterization of Nata de Coco from Local Food Industries as a
Source of Cellulose. Sains Malaysiana 41(2)(2012): 205211
.
Hayati, M. (2003). Membuat Nata de Coco. Adi Cita Karya Nusa. Yogyakarta.

Jagannath, Kalaiselvan S. S, Manjunatha P. S, Raju A. S. Bawa. (2008). The effect of
pH, sucrose and ammonium sulphate concentrations on the production of bacterial
cellulose (Nata-de-coco) by Acetobacter xylinum. World J Microbiol Biotechnol (2008)
24:25932599.

Melliawati, R. (2008). Kajian Bahan Pembawa untuk Meningkatkan Kualitas Inokulum
Pasta Nata de Coco. Biodiversitas 9(4) : 255-258.

Nurhayati, Siti. (2006). Kajian Pengaruh Kadar Gula dan Lama Fermentasi Terhadap
Kualitas Nata De Soya. Universitas Terbuka p1-8.

Palungkun, R. (1996). Aneka Produk Olahan Kelapa. Penebar Swadaya. Jakarta.

Pambayun, R. (2002). Teknologi Pengolahan Nata de coco. Kanisius. Yogyakarta.

Prades, A., M. Dornier, N. Diop, and J. P. Pain. (2011). Coconut Water Uses,
Composition and Properties: a Review. Fruits Journal vol. 67, p. 87-107.

Rahayu, E. S.; R. Indriati; T. Utami; E. Harmayanti & M. N. Cahyanto. (1993). Bahan
Pangan Hasil Fermentasi. UGM. Yogyakarta.

Rahman, A. (1992). Teknologi Fermentasi. ARCAN Pusat Antar Universitas Pangan
dan Gizi IPB. Bandung.
Santosa B; Ahmadi K; dan Teque D. (2012). Dextrin Concentration and Carboxy
Methyl Cellulosa (CMC) in Making of Fiber-Rich Instant Beverage from Nata de Coco.
International Journal of Science and Technology (IJSTE) 1(1) : 6-11.

Seumahu, Cecilia Anna, Antonius Suwanto, Debora Hadisusanto, dan Maggy
Thenawijaya Suhartono. (2007). The Dynamics of Bacterial Communities During
Traditional Nata de Coco Fermentation. Microbiology Indonesia, August 2007, p 65-
68.

Sunarso. (1982). Pengaruh Keasaman Media Fermentasi Terhadap Ketebalan Pelikel
pada Pembuatan Nata de coco. Skripsi. UGM. Yogyakarta.

Wijayanti, F; Sri K; dan Masud E. (2010). Pengaruh Penambahan Sukrosa dan Asam
Asetat Glacial terhadap Kualitas Nata dari Whey Tahu dan Substrat Air Kelapa. Jurnal
Industria 1(2) : 86-93.
5. LAMPIRAN
5.1. Perhitungan
Perhitungan Lapisan Nata





Kelompok A1
Hari ke-0





Hari ke-





Hari ke-14





Kelompok A2
Hari ke-0





Hari ke-





Hari ke-14








Kelompok A3
Hari ke-0





Hari ke-





Hari ke-14





Kelompok A4
Hari ke-0





Hari ke-





Hari ke-14





Kelompok A
Hari ke-0





Hari ke-




Hari ke-14



x 100 = 80

5.2. Report Viper
5.3. Abstrak Jurnal

You might also like