You are on page 1of 31

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Dalam beberapa tahun terakhir bisnis dan investasi pengembangan
perkebunan kelapa sawit di Indonesia telah terjadi booming. Permintaan
atas minyak nabati dan penyediaan untuk biofuel telah mendorong
peningkatan permintaan minyak nabati yang bersumber dari Crude Palm
Oil (CPO). Hal ini disebabkan tanaman kelapa sawit memiliki potensi
menghasilkan minyak sekitar 7 ton / hektar bila dibandingkan dengan
kedelai yang hanya 3 ton / hektar. Indonesia memiliki potensi
pengembangan perkebunan kelapa sawit yang sangat besar karena
memiliki cadangan lahan yang cukup luas, ketersediaan tenaga kerja,
dan kesesuaian agroklimat.
Luas perkebunan kelapa sawit Indonesia pada tahun 2007 sekitar
6,8 juta hektar yang terdiri dari sekitar 60% diusahakan oleh perkebunan
besar dan sisanya sekitar 40% diusahakan oleh perkebunan rakyat. Luas
perkebunan kelapa sawit diprediksi akan meningkat menjadi 10 juta
hektar pada 5 tahun mendatang. Mengingat pengembangan kelapa sawit
tidak hanya dikembangkan di wilayah Indonesia bagian barat saja, tetapi
telah menjangkau wilayah Indonesia bagian timur.
Perkembangan industri pengolahan kelapa sawit di Indonesia
pada era pembangunan ini sangat pesat. Pada tahun 1990 di Indonesia
dijumpai 84 unit pabrik kelapa sawit yang mengolah 10 juta ton tandan
buah segar, dengan kapasitas yang bervariasi antara 20 - 60 ton tandan
segar per jam.
Selama proses pengolahan buah kelapa sawit menjadi minyak
sawit diperoleh limbah baik berupa limbah cair maupun limbah padat.
Limbah padat berupa jajangan, serat-serat dan cangkang dapat diolah
menjadi bahan yang berguna. Janjangan dibakar dan abu hasil
pembakaran dapat dimanfaatkan sebagai pupuk. Sedangkan serat-serat
1
2

dan sebagian kulit dibakar dan panas yang dihasilkan digunakan
sebagai sumber energi. Cangkang yang tersisa dapat digunakan sebagai
bahan baku industri yang aktif maupun industri hard board.
Limbah yang dihasilkan dari pengolahan kelapa sawit ini
tentunnya memiliki dampak negative bagi lingkungan jika tidak
sesegera mungkin untuk dikelola secara berkelanjutan. Oleh karena itu
dalam makalah ini kami memaparkan usaha mengatasi keberadaan
limbah padat dan cair dari industri kelapa sawit yang deapat
dimanfaatkan sebagai bahan pakan ternak, sebagai pupuk organic,
diogas dan sebagainya. Hasil yang didapat menunjukan bahwa dari
pengelolaan limbah kelapa sawit ini dapat membantu mengurangi
timbunan limbah padatnya serta menambah nilai guna dari limbah cair
yang diperoleh dari proses pengolahan minyak kelapa sawit.

1.2. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari penulisan makalah ini adalah,
antara lain:
1. Bagaimana definisi kelapa sawit.
2. Bagaimana perkebunan kelapa sawit.
3. Bagaimana industri minyak kelapa sawit.
4. Apa saja komposisi kimia dalam minyak kelapa sawit.
5. Bagaimana proses pengolahan minyak kelapa sawit.
6. Bagaimana limbah industri kelapa sawit.
7. Bagaimana komposisi limbah kelapa sawit dan pemanfaatannya.
8. Bagaimana pengolahan limbah cair buangan industri kelapa sawit.
9. Bagaimana pengolahan limbah padat industri kelapa sawit.





3

1.3. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini antara lain:
1. Mengetahui definisi kelapa sawit.
2. Mengetahui perkebunan kelapa sawit.
3. Mengetahui industri minyak kelapa sawit.
4. Mengetahui komposisi kimia dalam minyak kelapa sawit.
5. Mengetahui proses pengolahan minyak kelapa sawit.
6. Mengetahui limbah industri kelapa sawit.
7. Mengetahui komposisi limbah kelapa sawit dan pemanfaatannya.
8. Mengetahui pengolahan limbah cair buangan industri kelapa sawit.
9. Mengetahui pengolahan limbah padat industri kelapa sawit.

1.4. Manfaat Penulisan
Manfaat yang diharapkan dari penulisan makalah ini adalah:
1. Mahasiswa(i) mengetahui bagaimana poses pengelolaan limbah
kelapa sawit.
2. Memahami berbagai jenis sumber dan jenis jenis limbah yang
dihasilkan dari proses industri pengolahan kelapa sawit.
3. Mengetahui bagaimana teknik pengolahan limbah industri kelapa
sawit.
4. Mengetahui pemanfaatan dari limbah industri kelapa sawit.










3
4

BAB II
ISI

2.1. Definisi Kelapa Sawit


Kelapa Sawit adalah tumbuhan industri penting penghasil minyak
masak, minyak industry, maupun bahan bakar (biodiesel). Tinggi kelapa
sawit dapat mencapai 24 meter. Bunga dan buahnya berupa tandan, serta
bercabang banyak. Buahnya kecil dan apabila masak, berwarna merah
kehitaman. Daging buahnya padat. Daging dan kulit buahnya mengandungi
minyak. Minyaknya itu digunakan sebagai bahan minyak goreng, sabun,
dan lilin. Hampasnya dimanfaatkan untuk makanan ternak, khususnya
sebagai salah satu bahan pembuatan makanan ayam. Tempurungnya
digunakan sebagai bahan bakar dan arang.
Kelapa sawit didatangkan ke Indonesia oleh pemerintah Hindia
Belanda pada tahun 1848. Beberapa bijinya ditanam di Kebun Raya Bogor,
sementara sisa benihnya ditanam di tepi-tepi jalan sebagai tanaman hias
di Deli, Sumatera Utara pada tahun 1870-an. Pada saat yang bersamaan
meningkatlah permintaan minyak nabati akibat Revolusi
Industri pertengahan abad ke-19. Dari sini kemudian muncul ide membuat
perkebunan kelapa sawit berdasarkan tumbuhan seleksi dari Bogor dan Deli,
maka dikenallah jenis sawit "Deli Dura".
Pada tahun 1911, kelapa sawit mulai diusahakan dan dibudidayakan
secara komersial dengan perintisnya di Hindia Belanda adalah Adrien
Hallet, seorang Belgia, yang lalu diikuti oleh K. Schadt. Perkebunan kelapa
5

sawit pertama berlokasi di Pantai Timur Sumatera (Deli) dan Aceh. Luas
areal perkebunan mencapai 5.123 ha. Pusat pemuliaan dan penangkaran
kemudian didirikan di Marihat (terkenal sebagai AVROS), Sumatera
Utara dan di Rantau Panjang, Kuala Selangor, Malaya pada 1911-1912. Di
Malaya, perkebunan pertama dibuka pada tahun 1917 di Ladang Tenmaran,
Kuala Selangor menggunakan benih dura Deli dari Rantau Panjang. Di
Afrika Barat sendiri penanaman kelapa sawit besar-besaran baru dimulai
tahun 1910.
Hingga menjelang pendudukan Jepang, Hindia Belanda merupakan
pemasok utama minyak sawit dunia. Semenjak pendudukan Jepang,
produksi merosot hingga tinggal seperlima dari angka tahun 1940.
Usaha peningkatan pada masa Republik dilakukan dengan program
Bumil (buruh-militer) yang tidak berhasil meningkatkan hasil, dan pemasok
utama kemudian diambil alih Malaya (laluMalaysia).
Baru semenjak era Orde Baru perluasan areal penanaman digalakkan,
dipadukan dengan sistem PIR Perkebunan. Perluasan areal perkebunan
kelapa sawit terus berlanjut akibat meningkatnya harga minyak bumi
sehingga peran minyak nabati meningkat sebagai energi alternatif.
Beberapa pohon kelapa sawit yang ditanam di Kebun Botani Bogor
hingga sekarang masih hidup, dengan ketinggian sekitar 12m, dan
merupakan kelapa sawit tertua di Asia Tenggara yang berasal dari Afrika.

2.2. Perkebunan Kelapa Sawit
Tanaman kelapa sawit merupakan komoditi perkebunan yang terkenal
di Indonesia, dan sebagai tanaman penghasil minyak paling tinggi persatuan
luas. Pemanenan sawit dapat dimulai pada umur 3,5 sampai 4 tahun sejak
pembibitan.
Perkebunan kelapa sawit di Indonesia mayoritas dikelola oleh
perusahaan Negara (BUMN) dan perkebunan besar swasta yang berlokasi
diluar pulau Jawa, seperti Kalimantan, Sumatera Utara, Aceh dan Riau.
Khususnya di Riau dari tahun ketahun perkebunan kelapa sawit selalu
6

mengalami peningkatan yang signifikan, terbukti dalam 20 tahun terakhir
(1985-2005) pertumbuhan perkebunan kelapa sawit baik milik negara,
swasta maupun perkebunan rakyat mencapai lima juta hektare atau
meningkat sampai 83 persen.

2.3. Industri Minyak Kelapa Sawit
Kelapa sawit sebagai tanaman penghasil minyak sawit dan inti sawit
merupakan salah satu primadona tanaman perkebunan yang menjadi sumber
penghasil devisa non migas bagi Indonesia. Cerahnya prospek komoditi
minyak kelapa sawit dalam perdagangan minyak nabati dunia telah
mendorong pemerintah Indonesia untuk memacu pengembangan areal
perkebunan kelapa sawit.
Berkembangnya subsektor perkebunan kelapa sawit di Indonesia
tidak lepas dari adanya kebijakan pemerintah yang memberikan berbagai
insentif, terutama kemudahan dalam hal perijinan dan bantuan subsidi
investasi untuk pembangunan perkebunan rakyat dengan pola PIRBun dan
dalam pembukaan wilayah baru untuk areal perkebunan besar swasta.
Gambar 1. Peta Wilayah Penyebaran Ketersediaan Lahan Produksi
Kelapa Sawit


2.4. Komposisi Kimia Minyak Kelapa Sawit
Minyak kelapa sawit dan inti minyak kelapa sawit merupakan susunan
dari fatty acids, esterified, serta glycerol yang masih banyak lemaknya.
7

Didalam keduanya tinggi serta penuh akan fatty acids, antara 50% dan 80%
dari masingmasingnya. Minyak kelapa sawit mempunyai 16 nama carbon
yang penuh asam lemak palmitic acid berdasarkan dalam minyak kelapa
minyak kelapa sawit sebagian besar berisikan lauric acid. Minyak kelapa
sawit sebagian besarnya tumbuh berasal alamiah untuk tocotrienol, bagian
dari vitamin E. Minyak kelapa sawit didalamnya banyak mengandung
vitamin K dan magnesium. Napalm namanya berasal dari naphthenic acid,
palmitic acid dan pyrotechnics atau hanya dari cara pemakaian nafta dan
minyak kelapa sawit.
Ukuran dari asam lemak (Fas) dalam minyak kelapa sawit sebagai
acuan:


2.5. Proses Pengolahan Minyak Kelapa Sawit
Proses pengolahan minyak kelapa sawit menghasilkan dua produk,
yaitu minyak mentah (Crude Palm Oil) dan Inti Sawit yang dihasilkan
melalui proses dan tahapan-tahapan sebagai berikut :
1. Perebusan
Perebusan buan tandan segar (TBS) kelapa sawit dengan metode
diberikan tekanan uap panas 2,4 sampai 3,4 kg/cm, dengan temperatur
8

1350
0
C 1450
0
C selama 60 90 menit. Tujuan perebusan adalah untuk
sterilisasi bakteri, menonaktifkan enzim yang dapat mengubah minyak
menjadi asam lemak, dan melumatkan daging buah segar mudah dalam
proses selanjutnya. Pada proses perebusan ini dihasilkan air buangan yang
banyak mengandung minyak dan kotoran yang bersifat asam.
2. Pengeperasan
Proses pengeperasan merupakan tahap pemurnian minyak dengan
memisahkan minyak dari kotoran air. Alat yang digunakan adalah decanter,
pada proses ini banyak memerlukan air panas sebagai media pemisah antara
CPO dengan Sludge. Limbah cair yang paling potensial sebagai sumber
pencemar adalah air limbah (sludge) dari proses pengeperasan.
3. Kernel
Inti sawit dan cangkang dipisahkan dengan menggunakan separator,
selanjutnya inti sawit masuk dalam alat pengering. Inti sawit yang sudah
kering dipecah dan menghasilkan cangkang. Untuk memisahkan cangkah
dari inti sawit diperlukan alat hidrocyclone, alat ini banyak memerlukan air
untuk memisahkan dua komponen yang berbeda berat jenisnya, sehingga
banyak dihasilkan sisa air kotor.
Bagan 1. Proses Pengolahan Minyak Kelapa Sawit


9

2.6. Limbah Kelapa Sawit
Limbah kelapa sawit adalah sisa hasil tanaman kelapa sawit yang
tidak termasuk dalam product utama yang merupakan hasil ikutan pada
proses pengolahan kelapa sawit.
Berdasarkan tempat pembentukannya, limbah kelapa sawit dapat
digolongkan menjadi dua jenis, yaitu limbah perkebunan kelapa sawit dan
limbah industri kelapa sawit.
1. Limbah Perkebunan Kelapa Sawit
Limbah perkebunan kelapa sawit adalah limbah yang berasal
dari sisa tanaman yang tertinggal pada saat pembukaan areal
perkebunan serta peremajaansaat panen kelapa sawit. Jenis limbah ini
antara lain kayu, pelepah daun, dan gulma. Dalam satu tahun setiap
satu hektar perkebunan kelapa sawit rata-rata menghasilkan limbah
pelepah daun sebanyak 10,4 ton bobot kering.
2. Limbah Industri Kelapa Sawit
Limbah industri kelapa sawit adalah limbah yang dihasilkan
pada saat proses pengolahan kelapa sawit. Limbah dari industri dapat
membahayakan kesehatan manusia karena dapat merupakan pembawa
suatu penyakit (sebagai vehicle), merugikan segi ekonomi karena
dapat menimbulkan kerusakan pada benda/bangunan maupun tanam
tanaman dan peternakan, dapat merusak atau membunuh kehidupan
yang ada di dalam air seperti ikan dan binatang peliharaan lainnya,
dan dapat merusak keindahan (aestetika), karena bau busuk dan
pemandangan yang tidak sedap dipandang terutama di daerah hilir
sungai yang merupakan daerah rekreasi (Sugiharto, 1987)
Sebagian besar senyawa kimia dalam air termasuk dalam
kategori kimia organik maupun anorganik. Parameter kimia paling
dominan dalam mengukur kondisi badan air akibat buangan industri.
Barangkali parameter ini yang paling banyak menciptakan kecemaran
dan bahaya terhadap lingkungan. Oksigen mempunyai peranan
penting dalam air. Kekurangan oksigen dalam air mengakibatkan
10

tumbuhnya mikroorganisme dan bakteri. Bakteri berfungsi untuk
merugikan zat organik dalam air. Dalam air terjadi reaksi oksigen
dengan zat organik oleh adanya bakteri aerobik. Atas dasar reaksi ini
dapat diperkirakan bahan pencemar oleh zat organik (Perdana
Gintings, 1992). Limbah ini digolongkan dalam tiga jenis yaitu limbah
padat, limbah cair, dan gas.
a. Limbah padat
Salah satu jenis limbah padat industri kelapa sawit adalah
tandan kosong kelapa sawit (TKKS). Limbah padat mempunyai
ciri khas pada komposisinya. Komponen terbesar dalam limbah
padat tersebut adalah selulosa, disamping komponen lain
meskipun lebih kecil seperti abu, hemiselulosa dan liqnin. Selain
itu limbah padat lainnya adalah serat sisa perasan buah sawit
dan tempurung/cangkang kelapa sawit.
b. Limbah cair
Limbah cair pabrik kelapa sawit merupakan salat satu produk
samping berupa buangan dari pabrik pengolahan kelapa sawit yang
berasal dari :
1. Hasil kondensasi uap air pada unit pelumatan ( digester) dan
unit pengempaan (pressure). Injeksi uap air pada unit pelumatan
bertujuan mempermudah pengupasan daging buah, sedangkan
injeksi uap bertujuan mempermudah pemerasan minyak. Hasil
kondensasi uap air pada kedua unit tersebut dikeluarkan dari
unit pengempaan.
2. Kondensat dari depericarper, yaitu untuk memisahkan sisa
minyak yang terikut bersama batok/cangkang.
3. Hasil kondensasi uap air pada unit penampung biji/inti. Injeksi
uap kedalam unit penampung biji bertujuan memisahkan sisa
minyak dan mempermudah pemecahan batok maupun inti pada
unit pemecah biji.
11

4. Kondensasi uap air yang berada pada unit penampung atau
penyimpan inti.
5. Penambahan air pada hydrocyclone (claybath) yang bertujuan
mempermudah pemisahan serat dari cangkang.
6. Penambahan air panas dari saringan getar, yaitu untuk
memisahkan sisa minyak dari ampas.
Apabila limbah tersebut langsung dibuang ke sungai maka
sebagian akan mengendap, terurai secara perlahan, mengonsumsi
oksigen terlarut, menimbulkan kekeruhan, mengeluarkan bau yang
sangat tajam, dan dapat merusak daerah pembiakan ikan. Oleh karena
itu industri kelapa sawit melakukan suatu perlakuan terhadap limbah
cairnya sebelum dibuang kebadan air sehingga mengurangi
pencemaran limbah cair PKS pada badan air. Limbah cair PKS
mengandung padatan melayang dan terlarut maupun emulsi minyak
dalam air.
c. Limbah gas
Industri kelapa sawit selain menghasilkan limbah padat dan cair,
juga menghasilkan limbah bahan gas. Limbah bahan gas ini antara
lain dari gas cerobong dan buangan uap air pada saat perebusan.

2.7. Komposisi Limbah Kelapa Sawit Dan Pemanfaatannya
Limbah kelapa sawit yang dapat dimanfaatkan sebagai berikut :
a. Tandan kosong
Tandan kosong merupakan limbah yang paling banyak dihasilkan
oleh pabrik pengolahan sawit. Tandan kosong kelapa sawit dapat
dimanfaatkan untuk pembuatan pupuk kompos dengan proses fermentasi
dan dimanfaatkan kembali untuk pemupukan kelapa sawit itu sendiri.
Penggunaan pupuk tandan kosong kelapa sawit dapat menghemat
penggunaan pupuk kalium hingga 20 %. Satu ton tandan kosong kelapa
sawit dapat menghasilkan 600-650 kg kompos. Selain itu tandan kosong
kelapa sawit mengandung 41,3 - 46,5 % selulose, 25,3 33,8 %
12

hemiselulose dan 27,5 32,5 % lignin. Tingginya kadar selulose pada
polisakarida tersebut dapat dihidrolisis menjadi gula sederhana dan
selanjutnya difermentasi menjadi bioetanol. Bioetanol ini dapat digunakan
sebagai bahan bakar yang ramah lingkungan dan dapat diperbaharui
dengan cepat (renewable). Satu ton tandan kosong kelapa sawit dapat
menghasilkan 120 liter bioetanol (Anonymous, 2009).
Tandan kosong kelapa sawit juga dapat dimanfaatkan sebagai salah
satu bahan pulp untuk pembuatan kertas dan papan partikel. Selain itu
dapat dimanfaatkan untuk pembuatan sabun dan media budidaya jamur,
sehingga dapat menambah pendapatan dan mengurangi limbah padat.
Tandan kosong ini juga mengandung protein 3,7 % sehingga dapat
dimanfaatkan sebagai pakan ternak dan nilai gizinya sama atau lebih baik
dari pada jerami (Osman, 1998). Akan tetapi, teksturnya keras seperti kayu,
sehingga, tidak disukai oleh ternak kecuali bahan ini diolah lebih dahulu
dalam bentuk lain yang lebih disukai.
b. Cangkang Sawit dan serat perasan buah
Cangkang dan serat kelapa sawit dapat dipergunakan sebagai sumber
energi potensial. Cangkang dan serat kelapa sawit biasanya dibakar untuk
menghasilkan energi. Energi yang dihasilkan oleh pembakaran cangkang
dan serat telah mencukupi kebutuhan energi pengolahan pabrik kelapa
sawit. Namun seiring dengan pelarangan pembakaran cangkang dan serat,
maka serat dan cangkang dimanfaatkan untuk keperluan lain. Cangkang
sawit mengandung selulosa sebesar 45% dan hemiselulosa 26% yang baik
untuk dimanfaatkan sebagai arang aktif, papan partikel dan bahan campuran
pembuatan keramik.
Serat sisa perasan buah sawit merupakan serabut berbentuk seperti
benang. Bahan ini mengandung protein kasar sekitar 4% dan serat kasar
36%. Dari komposisi kimia yang dimiliki, bahan ini mempunyai kandungan
gizi yang setara dengan rumput.
Penggunaan serat perasan buah sawit dalam ransum sapi telah diteliti
oleh Hutagalung et al. (1986). Bahan ini mernpunyai nilai kecernaan sekitar
13

47%. Penggunaan serat perasan dalam ransum sapi disarankan sekitar 10%
dari konsumsi bahan kering. Serat perasan ini kurang disukai oleh ternak
sapi, oleh karena itu perlu pengolahan agar bahan ini dapat digunakan secara
optimal. Selain itu serat juga dimanfaatkan untuk pembuatan pupuk, pulp
untuk pembuatan kertas dan papan partikel.
c. Pelepah kelapa sawit dan batang kelapa sawit
Limbah yang dihasilkan oleh perkebunan kelapa sawit berupa pelepah
kelapa sawit yang mengandung protein kasar 9,22% dan lemak kasar 3,34%
dan batang kelapa sawit telah dimanfaatkan sebagai bahan pulp untuk
pembuatan kertas dan perabot. Sedangkan daun dan pelepah kelapa sawit
digunakan untuk pakan ternak ruminansia.
d. Lumpur sawit
Dalam proses pengolahan minyak sawit (CPO) dihasilkan limbah
cairan yang sangat banyak, yaitu sekitar 2,5 m
3
/ton CPO yang dihasilkan.
Limbah ini mengandung bahan pencemar yang sangat tinggi, yaitu.
biochemical oxygen demand (BOD) sekitar 20.000-60.000 mg/l (Wenten,
2004). Pengurangan bahan padatan dari cairan ini dilakukan dengan
menggunakan suatu alat decanter, yang menghasilkan solid decanter atau
lurnpur sawit. Bahan padatan ini berbentuk seperti lumpur, dengan
kandungan air sekitar 75%, protein kasar 11-14% dan lemak kasar 10-14%.
Kandungan air yang cukup tinggi, menyebabkan bahan ini mudah busuk.
Apabila dibiarkan di lapangan bebas dalam waktu sekitar 2 hari, bahan ini
terlihat ditumbuhi oleh jamur yang berwarna kekuningan. Apabila
dikeringkan, lumpur sawit berwarna kecoklatan dan terasa sangat kasar dan
keras. Banyak penelitian telah dilaporkan tentang penggunaan lumpur sawit
sebagai bahan pakan ternak ruminansia maupun non-ruminansia.
Berdasarkan percobaan yang dilakukan pada ternak sapi, Suharto (2004)
menyimpulkan bahwa kualitas lumpur sawit lebih unggul dan dedak padi.
e. Solid Membran
Limbah cairan yang dikeluarkan setelah pengutipan lumpur sawit,
masih mengandung bahan padatan yang cukup banyak. Oleh karena, itu,
14

bahan ini merupakan sumber kontaminan bagi lingkungan bila, tidak
dikelola, dengan baik. Suatu metoda baru untuk memisahkan padatan dan
cahun~ dengan menggunakan alat penyaring membran keramik sedang
dikembangkan di P.T. Agricinal -Bengkulu (Wenten, 2004). Aplikasi teknik
ini dapat mengutip padatan dengan jumlah sekitar dua, kali lipat lebih
banyak dari padatan yang dikutip oleh decanter. Bahan ini disebut solid
heavy phase atau solid membran, berbentuk pasta dengan kadar air sekitar
90%, dan berwarna kecoklatan. Bahan yang sudah dikeringkan mengandung
protein kasar sekitar 9 %, serat kasar 16% dan lemak kasar 15%. Dari
kandungan gizinya, kemungkinan bahan ini bukan hanya, cocok digunakan
sebagai bahan pakan untuk temak ruminansia, tetapi kemungkinan juga.
baik untuk temak non- nuninansia. Belum ada, penelitian tentang
penggunaan bahan ini sebagai bahan pakan temak, eksplorasi untuk ini
sedang dilakukan di Balai Penelitian Temak - Ciawi.
f. Limbah Cair
Limbah cair pabrik kelapa sawit mengandung senyawa anorganik dan
organic seperti karbohidrat, protein dan lemak yang dapat dan tidak dapat
dirombak oleh mikroorganisme. Limbah yang mengandung senyawa
organik umumnya dapat dirombak oleh bakteri dan dapat dikendalikan
secara biologis. Salah satu alternatif pengolahan limbah cair adalah dengan
mengolahnya menjadi biodiesel. Pembuatan biodiesel dengan bahan baku
CPO parit sebagai sumber energi terbarukan adalah suatu pemanfaatan yang
relatif baru.

2.8 Pengolahan Limbah Cair Buangan Industri Kelapa Sawit
Limbah buangan pabrik kelapa sawit terdiri dari limbah padat dan
limbah cair. Limbah cair buangan pabrik kelapa sawit merupakan limbah
yang mengandung padatan terlarut dan emulsi minyak di dalam air dan
senyawa organik. Limbah cair buangan pabrik kelapa sawit dapat
dikelompokkan:

15

1. Low polluted effluent
Low polluted effluent adalah limbah cair yang tidak berdampak
pada lingkungan sehingga tidak memerlukan perlakuan khusus dalam
pengelolaannya. Dalam konteks pabrik kelapa sawit tersebut, hanya
memiliki suhu di atas rata-rata (40-80
0
C), sedangkan parameter lain
memenuhi persyaratan, sehingga limbah cair ini hanya membutuhkan
proses pendingin secara alami saja, sebelum di buang ke lingkungan.
Low polluted effluent bersumber dari kegiatan boiler (berupa air blow
down dan regenerasi), turbin (sisa air pendingin), serta kondensat sisa
uap pemanas dan air dari proses pencucian.
2. High polluted effluent
High polluted effluent adalah limbah cair yang sangat
berdampak terhadap lingkungan, sehingga memerlukan perlakuan
khusus sebelum dibuang ke lingkungan. Limbah ini mempunyai
karakteristik BOD, COD, TSS, pH dan paramter lain yang tidak
memenuhi persayaratan. High polluted effluent bersumber dari proses
sterilisasi (berupa kondesat rebusan), klarifikasi (berupa air bercampur
lumpur dan minyak), hydrocylone (air pemisah kernel dan cangkang).

Salah satu bentuk teknik pengendalian dan pengeporasian limbah cair
buangan pabrik kelapa sawit adalah dengan melakukan bio degradasi
terhadap komponen organik menjadi senyawa organik sederhana dalam
kondisi anaerob sehingga baku mutu limbah cair dapat disesuaikan dengan
daya dukung lingkungan. Proses pengolahan limbah cair secara umum dapat
dilakukan dalam beberapa metode atau sistem yaitu mencakup sistem
aplikasi lahan, sistem kolam dan sistem kolam dengan elektrokoagulasi:
1. Sistem Aplikasi Lahan (Land Application)
Sistem ini hanya menggunakan kolam limbah cair untuk proses
pengolahannya, selanjutnya hasil akhir dimanfaatkan ke areal tanaman
yang dapat dijadikan sebagai susitusi pemupukan kedalam lahan-lahan
16

tanaman yang telah dibuat sedemikian rupa dalam bentuk sistem
distribusinya limbah cair.
Secara skematis dapat dilihat pada gambar 2.1 berikut:

Gambar 2.1. Pengaliran Limbah Cair Buangan PKS pada Areal Kebun Kelapa
Sawit dengan Sistem Aplikasi Lahan
Pada prinsipnya konsep pembuangan limbah cair pabrik kelapa sawit
ke areal perkebunan kelapa sawit seperti di jelaskan diatas adalah suatu
metode pemamfaatan limbah cair yang dapat berfungsi sebagai pupuk
sehingga dapat menghemat dalam pemupukan terhadap tanaman kelapa
sawit, dari aspek ekonomis metode ini sangat menguntungkan tetapi tetap
harus memperhatikan aspek kesehatan lingkungan dengan berpegang pada
baku mutu sebelum dialirkan ke parit-parit didalam kebun, Tidak
dibenarkan pembuangan atau mengalirkan tanpa memperhatikan ketentuan
yang berlaku dalam pengelolaan limbah cair dari hasil produksi kelapa
sawit. Pemanfaatan metode ini meliputi pengawasan terhadap pemakaian
limbah di areal, agar diperoleh keuntungan dari segi agronomis dan tidak
menimbulkan dampak yang merugikan (Dirjen PHP, 2006). Pemilihan
teknik aplikasi yang sesuai untuk tanaman kelapa sawit sangat tergantung
kepada kondisi maupun faktor berikut:
a. Jenis dan volume limbah cair, topografi lahan yang akan dialiri,
b. Jenis tanah dan kedalaman permukaan air tanah, umur tanaman
kelapa sawit,
17

c. Luas lahan yang tersedia dan jaraknya dari pabrik, dekat
tidaknya dengan air sungai atau pemukiman penduduk
2. Sistem Kolam (Ponding System)
Pengolahan limbah cair dengan menggunakan sistem kolam ini
merupakan sistem yang lazimnya digunakan oleh sejumlah pabrik
kelapa sawit di Indonesia. Penggunaan sistem ini bertujuan untuk
menanggulangi masalah limbah cair pada unit pengolahan limbah cair,
pengolahan limbah cair buangan pabrik kelapa sawit yang
menggunakan sistem kolam (Ponding System) secara umum
membutuhkan lahan yang cukup luas untuk proses tahapan sehingga
dapat menghasilkan limbah cair akhir yang sesuai dengan nilai baku
mutu air limbah yang direkomendasikan.
Adapun tahapan tersebut adalah:
a. Fat, fit ( Kolam Pengumpulan Losis Minyak)
Pada kolam ini minyak yang masih ada dan terikut pada
limbah cair hasil proses klarifikasi dapat diambil kembali.
b. Sludge Recovery Pons (Kolam Pengendapan Lumpur)
Lumpur yang berasal dari pabrik kelapa sawit yaitu serat
halus dari Tandan Buah Segar ikut serta dalam limbah cair,
maka perlu dilakukan pengendapan.
c. Cooling Tower (Menara Pendingin)
Menara ini diperlukan untuk mendinginkan limbah cair
buangan agar proses selanjutnya lebih mudah dilakukan, dan
jika masih ada sisa minyak didalamnya, dapat diambil kembali
pada kolam pendingin dan juga untuk proses pada kolam
anaerob limbah cair yang masih panas.
d. Cooling Pond (Kolam Pendingin)
Kolam ini merupakan lanjutan proses pendinginan dari
menara pendingin, proses ini dilakukan agar menghasilkan suhu
yang sesuai untuk proses anaerobik dengan memanfaatkan
bakteri.
18

e. Mixing Pond (Kolam Pencampur)
Air limbah pada kolam ini mengalami asidifikasi, sehingga
air limbah yang mengandung bahan organik lebih mudah
mengalami biodegradasi dalam suasana anaerobik. Setelah
hidrolisis sempurna, pH air limbah dinetralkan (pH 7,0-7,5), dan
kemudian diteruskan pada proses selanjutnya.
f. Primary An Aerobik (Kolam Anaerobik)
Pada kolam ini limbah cair buangan pabrik kelapa sawit
yang mengandung senyawa organik kompleks seperti lemak,
karbohidrat dan protein akan dirombak oleh bakteri an aerobik
menjadi asam organik dan selanjutnya menjadi gas metana,
karbohidrat dan air.
g. Secondary An Aerobik Pond (Kolam Penyempurnaan
Anaerobik)
Pada kolam ini proses an aerobik yang belum sempurna
dari kolam an aerobik primer dilakukan penyempurnaan.
h. Facultative Pond (Kolam Peralihan)
Kolam ini merupakan kolam peralihan dari kolam an
aerobik ke kolam aerobik. Pada kolam ini proses an aerobik
masih tetap berlanjut, yaitu menyelesaikan proses yang belum
terselesaikan pada an aerobik.
i. Aerobik Pond (Kolam aerobik)
Pada kolam ini cairan limbah cair diperkaya kandungan
oksigen dengan aerator, oksigen ini diperlukan untuk proses
oksidasi (proses aerobik) yang dilakukan oleh bakteri aerobik.
j. Stabilisation
Pada kolam ini limbah cair sudah dibuang ke badan air,
tetapi sebelumnya di stabilisasi baik sifat fisik maupun sifat
kimianya.


19

3. Sistem Kolam dengan Elektrokoagulasi
Sistem ini juga menggunakan kolam seperti pada sistem kolam
diatas, namun dilakukan pengembangan untuk memfasilitasi jumlah
padatan terlarut yang menyebabkan limbah cair berwarna coklat
kehitam-hitaman. Penggunaan elektrokoagulasi pada prinsipnya
adalah menggunakan sel dalam elektrolisis, dimana anoda merupakan
tempat berlangsungnya reaksi oksidasi dan katoda sebagai tempat
berlangsungnya reaksi reduksi. Elektrolik berfungsi sebagai media
transportasi ionic, sekaligus mencegah terjadinya hubungan singkat
antara anoda dan katoda. Elektron yang dilepaskan pada reaksi
anodic, dimana berpindahnya rangkaian listrik menuju sumber arus
yang dipandang di luar sel.
Elektron dari sumber arus mengalir menuju katoda, sehingga
pada katoda terjadi reaksi reduksi. Reaksi elektrolisis merupakan
suatu proses kimia heteregon yang mencakup perpindahan muatan
dari atau ke sebuah elektroda. Untuk mencegah terjadi akumulasi
muatan positif dan muatan negatif di suatu tempat di dalam sel, maka
jumlah elektron yang digunakan untuk proses oksidasi pada anoda
harus sama.
Teknik Pengolahan Limbah Cair Untuk Biodiesel
Limbah cair juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan untuk
pengolahan biodiesel dengan dua proses, yaitu esterifikasi dan
transesterifikasi yang termasuk dalam proses alkoholisis.
Sebelum melakukan reaksi esterifikasi, limbah cair yang akan
direaksikan terlebih dahulu dimasukkan ke dalam sentrifuse untuk
memisahkan kotoran padat (total solid) dan air dari CPO parit
sehingga tidak mengganggu reaksi esterifikasi nantinya.
Proses esterifikasi yaitu mereaksikan methanol (CH3OH)
dengan limbah cair dengan bantuan katalis asam yaitu asam sulfat
(H2SO4). Dalam pencampuran ini, asam lemak bebas akan bereaksi
dengan methanol membentuk ester. Pencampuran ini menggunakan
20

perbandingan rasio molar antara FFA dan methanol yaitu 1 : 20,
dengan jumlah katalis asam sulfat yang digunakan adalah 0,2% dari
FFA (Warta PPKS, 2008). Kadar methanol yang digunakan adalah
98% (% b) sedangkan kadar asam sulfat yaitu 97%. Reaksi
berlangsung selama 1 jam pada suhu 63 0C dengan konversi 98%
(Warta PPKS, 2008). Kemudian sebelum diumpankan ke reaktor
transesterifikasi, hasil reaksi dipisahkan dalam sentrifuse selama 15
menit. Lapisan ester, trigliserida, dan FFA sisa diumpankan ke reaktor
transesterifikasi sedangkan air, methanol sisa, dan katalis diumpankan
ke methanol recovery.
Pada proses transesterifikasi I dan II prinsip kerjanya sama yaitu
mencampurkan kalium hidroksida (KOH) dan metanol (CH3OH)
dengan hasil reaksi pada esterifikasi. Proses transesterifikasi ini
melibatkan reaksi antara trigliserida dengan methanol membentuk
metil ester. Adapun perbandingan rasio molar trigliserida dengan
methanol adalah 1 : 6 dan jumlah katalis yang digunakan adalah 1%
dari trigliserida (Warta PPKS, 2008). Kadar KOH yang digunakan
untuk reaksi ini adalah 99% (% b) yang biasa dijual di pasar-pasar
bahan kimia. Semakin tinggi kemurnian dari bahan yang digunakan
akan meningkatkan hasil yang dicapai dengan kualitas yang tinggi
pula. Hal ini berhubungan erat dengan kadar air pada reaksi
transesterifikasi. Adanya air dalam reaksi akan mengganggu jalannya
reaksi transesterifikasi. Lama reaksi transesterifikasi adalah 1 jam,
suhu 630C dengan yield 98% (Warta PPKS, 2008). Hasil reaksi
transesterifikasi I dimasukkan terlebih dahulu ke sentrifuse sebelum
diumpankan ke reaktor transesterifikasi II. Di sini terjadi lagi
pemisahan antara lapisan atas berupa metil ester, sisa FFA, sisa
trigliserida, dan sisa metanol dengan lapisan bawah yaitu gliserol, air,
dan katalis asam maupun basa.
Kemudian proses dilanjutkan ke tahap pencucian biodiesel.
Temperatur air pencucian yang digunakan sekitar 60C dan jumlah air
21

yang digunakan 30% dari metil ester yang akan dicuci. Tujuan
pencucian itu sendiri adalah agar senyawa yang tidak diperlukan (sisa
gliserol, sisa metanol, dan lain-lain) larut dalam air. Kemudian hasil
pencucian dimasukkan ke dalam centrifuge untuk memisahkan air dan
metal ester berdasarkan berat jenisnya.
Selanjutnya adalah proses pengeringan metil ester dengan
menggunakan evaporator yang bertujuan untuk menghilangkan air
yang tercampur di dalam metal ester. Pengeringan dilakukan lebih
kurang selama 15 menit dengan temperature 105C. Keluaran
evaporator didinginkan untuk disimpan ke dalam tangki penyimpanan
biodiesel.

2.9 Pengolahan Limbah Padat Industri Kelapa Sawit
Limbah padat yang dihasilkan oleh industri pengolahan kelapa sawit
terdiri atas tandan kosong kelapa sawit (20-23%), serat (10-12%), dan tempurung
/ cangkang (7-9 %). Tandan kosong kelapa sawit dapat dimanfaatkan untuk
pembuatan pupuk kompos, sebagai biogas alam, untuk bahan pulp, sebagai energi
potensial, sebagai bahan campuran pembuatan keramik, sebagai pakan ternak
ruminansia Berikut akan dijelaskan beberapa pengolahan limbah padat kelapa
sawit.
a. Tandan Kosong Sawit (TKS) sebagai Kompos dan Pupuk Organik
Kompos merupakan limbah padat yang mengandung bahan organik yang
telah mengalami pelapukan, dan jika pelapukannya berlangsung dengan baik
disebut sebagai pupuk organik. Limbah yang dimanfaatkan sebagai bahan baku
pembuatan kompos disini adalah tandan kosong sawit. Adapun teknik-teknik
dalam pengolahan pupuk organic adalah:
1. Sebelum melakukan pengkomposan Tankos (Tandan Kosong), bahan baku
ini dirajang terlebih dahulu dengan ukuran antara 3-5 cm dengan memakai
mesin rajang agar dekomposisi dapat dipercepat.
2. Penguraian bahan organik, dimana ini tergantung kepada kelembaban
lingkungan. Kelernbaban optimum antara 50-60%, dan jika kadar air
22

bahan >85%, perlu ditambahkan aktifator untuk mengurangi kadar air,
agar masa fermentasi lebih cepat. Selanjutnya dilakukan pengaturan pH
antara 6,8-7,5.
3. Inokulum yang digunakan dapat berasal dari bakteri yang diisolasi atau
kotoran ternak sebanyak 15-20%, dan dicampurkan dengan pupuk urea
sebagai sumber nitrogen, lalu diaduk secara merata dengan Tankos.
4. Limbah padat ini kemudian dimasukkan ke dalam fermentor yang disebut
tromol dengan kapasitas 3 m
3
. Waktu fermentasi berlangsung cukup lama
yaitu antara 14-21 hari dengan menggunakan bakteri mesofil dan termofil.
Tromol diputar selama 5-7 jam perhari dengan kecepatan 2-3 rpm, dan
suhu fermentasi antara 45-60
o
C. Pemutaran tromol bertujuan untuk
mempercepat homogenasi dan penguraian bahan organik majemuk
menjadi bahan organik sederhana.
5. Setelah fermentasi, dan limbah mengalami biodegradasi menjadi kompos,
lalu dikeluar-kan dari dalam tromol, dan selanjutnya ditimbun dengan
ketinggian 1 meter, atau volume 1 m
3
. Tinggi rendahnya timbunan ini
berpengaruh terhadap suhu fermentasi selama penimbunan. Fermentasi di
tempat terbuka ini masih berlangsung antara 5-7 hari pada suhu antara 60-
70

C.
6. Selanjutnya timbunan kompos ditebarkan pada hamparan yang cukup luas
untuk menurunkan suhunya, dan diayak dengan ukuran tertentu dan
dikering anginkan.

b. Pembuatan Papan Partikel dari Sabut Kelapa Sawit
Sabut kelapa sawit merupakan salah satu limbah terbesar yang dihasilkan
dalam proses pengolahan minyak sawit. Kebanyakan limbah berupa sabut ini
biasanya hanya dijadikan bahan bakar, dibuang atau ditimbun di dalam tanah saja.
Sabut kelapa sawit ini bisa dijadikan sebagai bahan pembuatan papan partikel
yang berarti bisa mengatasi masalah pembuangan limbah sabut kelapa sawit
sekaligus memberikan nilai tambah secara ekonomi. Minyak yang terdapat pada
sabut kelapa sawit dapat mengganggu proses perekatan dalam pembuatan papan
23

partikel. Oleh karena itu kadar minyak harus dikurangi seminimal mungkin.
Pengurangan kadar minyak dapat dilakukan salah satunya dengan memasak sabut
kelapa sawit dalam larutan NaOH 10% selama 1 jam. Tahapan pembuatan papan
partikel sebagai berikut:
Serat dari sabut kelapa sawit yang akan digunakan dalam pembuatan
papan partikel baik yang belum mengalami proses pengurangan kadar
minyak ataupun yang sudah mengalami proses pengurangan kadar minyak,
dibilas dan dicuci sampai bersih dan dikeringanginkan hingga kadar air
maksimal 10%.
Timbang sabut kelapa sawit sesuai kebutuhan.
Perekat diteteskan sedikit demi sedikit pada sabut kelapa sawit dan diaduk
secara merata. Masukan adonan ke dalam cetakan di atas plat besi dan
dipa-datkan secara merata.
Kemudian ditambahkan semen ke serat yang telah dibasahi tersebut,
kemudian diaduk dengan cepat sampai campuran kelihatan homogen dan
sempurna.
Campuran tersebut kemudian dimasukan ke dalam cetakan yang telah
diolesi dengan minyak pelumas, kemudian dikempa sampai tercapai tebal
papan 1,2 cm.
Papan dikempa selama 24 jam
Papan yang dihasilkan dibiarkan dalam ruangan yang sirkulasi udaranya
baik selama 28 hari.
c. Pembuatan Pulp dari Sabut Kelapa Sawit
Kertas adalah salah satu kebutuhan pokok dalam kehidupan modern.
Peranannya sangat penting baik dalam memenuhi kebutuhan pendidikan dan
kebudayaan maupun untuk keperluan industri, rumahtangga serta keperluan lain
yang sesuai dengan kemajuan zaman. Pemanfaatan sabut kelapa sawit merupakan
alternatif bahan baku bagi pabrik-pabrik kertas untuk hasilkan kertas HVS,
doorslag, manila, karton, duplicator/cycto style dll. Tahapan pembuatan :
Sediakan sabut kelapa sawit kurang lebih 0,5 kg yang bersih dari daunnya.
Potong sabut kelapa sawit dengan ukuran panjang 3 cm.
24

Ambil kurang lebih 5 gr sabut kelapa sawit yang telah bersih kemudian
dipotong halus dengan pisau.
Timbang berat sabut kelapa sawit yang telah dihaluskan tadi dengan
ketelitian 4 desimal.
Tentukan kadar air dengan metode Oven (dipanaskan sekaligus selama 4
jam dan ditimbang beratnya).
Hitung kadar air bahan dan persentase Berat Bahan Kering (BBK).
Ambil serabut kelapa yang tersedia dari sabut kelapa sawit yang bersih
(point 1).
Hitung kebutuhan NaOH yaitu 12% dari BBK.
Hitung kebutuhan air untuk pemasakan jika perbandingan bahan (BBK)
dengan air (ratio pemasakan) 1 : 10.
Hitung kebutuhan air yang ditambahkan yaitu kebutuhan air sesungguhnya
dikurangi dengan air dalam bahan.
Larutkan NaOH yang telah dipersiapkan ke dalam air (point 10).
Masak sabut kelapa sawit (point 7) di dalam larutan NaOH selama 3,5 jam
dalam suasana mendidih.
Cuci pulp yang diperoleh sampai netral.
Saring
Peras air yang masih ada dalam pulp sekaligus pulp yang didapat dijadikan
1 gumpalan.
Timbang gumpalan pulp tersebut (ketelitian dua desimal).
Ambil 10 gr dari gumpalan pulp dan keringkan dalam Oven 105
o
C
(selama 4 jam/berat konstan).
Hitung BBK yang diperoleh dalam persentase. Dengan bantuan angka
pada point di atas dapat diketahui berat pulp yang diperoleh sesungguhnya
pada point 16.

d. Pembuatan Arang Aktif dari Cangkang Kelapa Sawit
Proses Karbonasi
25

Tujuan: untuk menghilangkan senyawa-senyawa yang mudah menguap
dalam bentuk unsur-unsur non karbon, hidrogen dan oksigen.
1. Cangkang kelapa sawit yang sudah kering dimasukkan kedalam drum atau
kaleng yang telah dibuang tutup bagian atasnya
2. Beri lubang sebanyak 4 buah dengan jarak yang sama pada tutup bagian
bawahnya. Ukuran lubang harus cukup besar agar memungkinkan udara
masuk.
3. Drum ditempatkan pada 2 pipa di atas tanah dan dibakar.
4. Selama api menyala ditambahkan cangkang sawit sedikit demi sedikit
sampai setingga permukaan drum atau kaleng.
5. Penambahan dilakukan dengan api yang menyala kecil.
6. Setelah itu drum/kaleng ditutup dengan pelepah pisang atau karung basah
dan dilapisi dengan penutup dari logam yang ditutupkan rapat.
7. Biarkan sampai menjadi dingin selama semalam.
Proses karbonasi dipengaruhi oleh pemanasan dan tekanan. Semakin cepat
pemanasan semakin sukar diamati tahap karbonasi dan rendemen arang yang
dihasilkan lebih rendah sedangkan semakin tinggi tekanan semakin besar
rendemen arang.
Proses Aktifasi
Tujuan: Untuk meningkatkan keaktifan dengan adsorbsi karbon dengan cara
menghilangkan senyawa karbon pada permukaan karbon yang tidak dapat
dihilangkan pada proses karbonasi. Proses aktifasi dapat dilakukan secara kimia
menggunakan aktifator HNO
3
1% atau dapat juga dilakukan proses dehidrasi
dengan garam mineral seperti MgCL
2
10% dan ZnCl
2
10%.
1. Arang hasil pembakaran dihaluskan dan diayak dengan ukuran 150m.
2. Untuk aktifasi atau menghilangkan ion logam yang terdapat pada arang
cangkang sawit, material direndam dengan HNO
3
1% atau MgCL
2
10% dan
ZnCl
2
10% selama 3 jam.
3. Kemudian dicuci dengan aquades hingga pH netral.
4. Dikeringkan pada temperatur kamar 1 minggu sebelum digunakan.
26

Manfaat arang aktif diantaranya adalah : Bahan bakar alternative, Zat
penghilang bau, Pengontrol kelembaban yang efektif, Industri rumah tangga,
Pemanasan di industri peternakan.

e. Batang dan pelepah sawit untuk pakan ternak
Batang dan pelepah dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Hasil
penelitian, menunjukkaan pelepah sawit menjadi produk silase tidak
meningkatkan kecernaan, namun jika menambahkan urea sebanyak 3 - 6%
akan meningkatkan kandungan protein bahan dari 5,6 menjadi 12,5 atau 20%.
Pada prinsipnya terdapat tiga cara pengolahan batang kelapa sawit untuk
dijadikan pakan ternak, yaitu pertama pengolahan menjadi silase, kedua
dengan perlakuan NaOH dan yang ketiga adalah pengolahan dengan
menggunakan uap.
1. Proses pembuatan silase dilakukan dengan mencacah bahan menjadi
partikel yang halus. Cacahan diberi salah satu bahan seperti : tepung
kanji, tepung jagung, onggok atau molases sebanyak 3-5% dari berat
bahan. Dasar pemilihan bahan adalah murah dan mudah didapat.
tambahkan juga urea 3 - 6%, kemudian semua bahan dimasukkan
kedalam drum
2. Padatkan dan tutup rapat untuk mempertahankan kondisi tanpa udara
(anerob) selama 2-3 minggu baru bisa digunakan.
3. Pada saat silase dibuka, kering anginkan terlebih dulu baru diberikan
kepada ternak.

f. Asap Cair Dari Cangkang Kelapa Sawit
Asap cair merupakan hasil kondensasi dari pirolisis kayu yang mengandung
sejumlah besar senyawa yang terbentuk akibat proses pirolisis konstituen kayu
seperti selulosa, hemiselulosa dan lignin. Proses pirolisa melibatkan berbagai
proses reaksi yaitu dekomposisi, oksidasi, polimerisasi, dan kondensasi.
Pembuatan asap cair dilakukan dengan destilasi. Adapun tahapan dalam mengolah
asap cair yaitu:
27

1. Bahan cangkang sawit sebelumnya dianalisa kadar hemiselulosa, selulosa
dan lignin kemudian kadar airnya dibuat menjadi 8%, 13% dan 18%
dengan pengering kabinet.
2. Asap cair dibuat dengan memasukkan 1 kg cangkang sawit ke dalam
reaktor kemudian ditutup dan rangkaian kondensor dipasang.
3. Selanjutnya dapur pemanas dihidupkan dengan mengatur suhu dan waktu
yang dikehendaki. Pada penelitian ini suhu yang digunakan 350C, 400C
dan 450 C sedangkan waktu yang digunakan adalah 45 menit, 60 menit
dan 75 menit yang dihitung pada saat tercapai suhu yang dikehendaki.
4. Asap yang keluar dari reaktor akan mengalir ke kolom pendingin melalui
pipa penyalur asap yang mana pada pipa ini terdapat selang yang
dihubungkan botol penampung untuk menampung tar , kemudian ke dalam
kolom pendingin ini dialirkan air dengan suhu kamar menggunakan
aerator sehingga asap akan terkondensasi dan mencair. Embunan berupa
asap cair yang masih bercampur dengan tar ditampung kedalam
erlenmeyer, selanjutnya disimpan di dalam botol, sedangkan asap yang
tidak terembunkan akan terbuang melalui selang penyalur asap
sisa.Selanjutnya asap cair + tar yang terdapat didalam botol dilakukan
pengendapan untuk memisahkan tar dan asap cair.
g. Batang kelapa sawit untuk perabot dan papan artikel
Batang kelapa sawit yang sudah tua tidak produktif lagi, dapat dimanfaatkan
menjadi produk yang bernilai tinggi. Batang kelapa sawit tersebut dapat dibuat
sebagai bahan perabot rumah tangga seperti mebel, furniture,atau sebagai papan
partikel. Dari setiap batang kelapa sawit dapat diperoleh kayu sebanyak 0.34 m
3
.
h. Potensi Produksi Xylose dari tandan kosong
Rahman et.al (2006) meneliti bahwa tandan buah kosong kelapa sawit dapat
dijadikan sumber yang potensial untuk produksi xylosa. Biomassa tandan kosong
mengandung sellulosa, hemisellulosa dan lignin. Diperkirakan 24% dari total
biomassa tandan kosong tersusun atas xylan, polimer gula yang tediri dari gula
pentose yaitu xylose. Xylosa dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar pembuatan
senyawa lain melalui proses kimia dan bioteknologi,salah satunya adalah xylitol.
28

Penggunaan xylitol sangat luas, mulai dari industri pangan (sebagai pemanis
alternative untuk penderita diabetes), sebagai antikariogenik dalam formula pasta
gigi,sebagai lapisan pembungkus tablet vitamin,dan sebagainya.
Pembuatan xylose dengan cara hirolisis asam,yaitu
1. merendam tandan kosong kelapa sawit dengan H
2
SO
4
dengan
konsentrasi,suhu dan waktu tertentu.
2. Setelah reaksi selesai,padatan yang dihasilkan dipisahkan dari liquid
dengan cara filtrasi. Disebutkan bahwa kondisi optimum yang
menghasilkan yield xylose terbanyak adalah pada suhu 119C, waktu
hidrolisis 60 menit,dengan konsentrasi asam sulfat 2%.





















29

BAB III
PENUTUP

3.1. SIMPULAN
Perkembangan perkebunan kelapa sawit di Indonesia mengalami
mengingkatan yang sangat signifikan. Hal ini disebabkan tingginya
permintaan atas Crude Palm Oil (CPO) sebagai sumber minyak nabati dan
penyediaan untuk biofuel. Namun industri pengolahan kelapa sawit
merupakan industri yang yang sarat dengan residu hasil pengolahan. Jika
tidak dilakukan pengolahan secara baik dan profesional, maka limbah
industri merupakan sebuah potensi bencana bagi manusia maupun
lingkungan. Konsep pengelolaan limbah sawit dilakukan dengan strategi
pengelolaan lingkungan yang bersifat preventif, terpadu, dan diterapkan
secara terus menerus pada setiap kegiatan mulai dari hulu hingga hilir yang
terkait dengan proses produksi, produk, dan jasa untuk meningkatkan
efesiensi pemakaian sumberdaya alam, mencegah terjadinya pencemaran
lingkungan dan dan mengurangi terbentuknya limbah pada sumbernya.
Limbah indsutri kelapa sawit terdiri dari limbah cair, padat, dan gas.
Limbah cair dimanfaatkan untuk pembuatan biodiesel dengan teknik
esterifikasi dan transesterifikasi dan air sisanya dapat digunakan untuk
pengairan bila telah memenuhi standar baku mutu lingkungan. Sementara
limbah padat dapat dimanfaatkan untuk produksi kompos, bahan pulp untuk
pembuatan kertas, pembuatan sabun dan media budidaya jamur, sumber
energi, pembuatan berikat arang aktif, bahan campuran pembuatan keramik,
serta pakan ternak ruminansia dengan teknik pengolahan yang berbeda-
beda.





29
30

3.2. SARAN
Saran yang dapat kami sampaikan setelah membuat makalah ini yaitu:
1. Sebaiknya dalam pengelolaan industri kelapa sawit jangan hanya
memanfaatkan untuk memperoleh minyaknya saja melainkan harus
memikirkan proses pengolahan limbahnya juga.
2. Mengelola lahan industri kelapa sawit sebaik mungkin karena dari
makalah ini terlihat bahwa begitu besar manfaat limbah pabrik kelapa
sawit yang selama ini terkadang hanya terbuang percuma dan malah
sering merusak ekosistem sekitarnya jika tidak diolah dengan baik.
3. Melakukan beberapa kegiatan yang bersahabat dengan lingkungan,
pengendalian hama tanaman secara hayati dan mengubah sampah
organik menjadi pupuk merupakan sebuah langkah awal.
4. Menjaring pengetahuan sebanyak-banyaknay tentang pemanfaatan
akan limbah industri kelapa sawit agar dapat memanfaatkan limbah
kelapa sawit seefisien mungkin.
5. Jika perlu untuk setiap indutri menjaring karyawan lagi untuk
mengelola limbah hasil industri mereka menjadi pupuk kompos,
arang, dan energi biodiesel sehingga dapat memakmurkan masyarakat
sekitar.












31

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2010. Chapter I & II Penelolaan Limbah Industri Kelapa
Sawit. Jurnal Teknik Kimia. Universitas Sumatera Utara, Medan.
Anonim. 2007. Gambaran Sekilas Industri Minyak Kelapa Sawit.
Departemen Perindustrian. Jakarta Selatan.
Djajadiningrat, Surna T dan Famiola, Melia. 2004. Kawasan Industri
Berwawasan Lingkungan. Bandung; Penerbit Rekayasa Sains
Hidayanto, M. 2008. Limbah Kelapa Sawit Sebagai Sumber Pupuk
Organik dan Pakan Ternak. Jurnal Pertanian, Kalimantan Timur.
Irvan Hulman, Herdhata Agusta dan Sudirman Yahya. 2009. Pengelolaan
Limbah Kelapa Sawit. Makalah Seminar Departemen Agronomi dan
Hortikultura, Fakultas Pertanian
Menurung, Renita. 2004. Proses Anaerobik Sebagai Alternatif Untuk
Mengolah Limbah Sawit. Jurnal Teknik Kimia, Universitas Sumatera
Utara.
Naibaho, Ponten M., 1996. Teknologi Pengolahan Kelapa Sawit, Medan:
Pusat Penelitian Kelapa Sawit.
Rahardjo, Petrus Nugro. 2009. Studi Banding Teknologi Pengolahan
Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit. Jurnal Teknik Lingkungan 10
(1), Jakarta. Institut Pertanian Bogor..
Suryanto, Muhammad. 2010. Makalah Pengelolaan Limbah Industri.
http://suryantomuhammad.blogspot.com/2010/05/makalah-
pengelolaan-limbah-industri.html.(Online). Diakses 24
September 2012
Wikipedia. 2010. Kelapa Sawit.
http://id.wikipedia.org/wiki/Kelapa_sawit(Online). Diakses
tanggal 20 September 2012.

You might also like