i

REFLEKSI FILSAFAT POLITIK ATAS TEKS

PERUMUSAN PANCASILA DALAM PERSIDANGAN
BPUPKI DAN PPKI


Tesis
Untuk memenuhi sebagai persyaratan
Mencapai derajat Sarjana S-2


Program Studi Ilmu Filsafat
Jurusan Ilmu-Ilmu Humaniora









Diajukan oleh:
Sudaryanto
16869/IV-9/180/01



Kepada
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2004



x
INTISARI

Orde Lama maupun Orde Baru pada masa Reformasi dipandang telah
menyimpang dari Pancasila. Namun muatan otentik yang terkandung dalam Pancasila
belum terjelaskan. Salah satu usaha untuk mendapatkan gambaran muatan atau isi dari
Pancasila seharusnya dimulai dengan mengungkap semangat serta gagasan awal
dirumuskannya Pancasila.
Objek material penelitian ini adalah perumusan Pancasila dalam persidangan
BPUPKI dan PPKI, dengan sudut tinjauan filsafat politik. Penelitian ini bertujuan
untuk mengungkapkan makna gagasan-gagasan yang terungkap dalam proses
perumusan Pancasila dan UUD 1945.
Analisis hasil penelitian ini mempergunakan pendekatan hermeneutik, dengan
unsur metodis; deskripsi, kesinambungan historis, koherensi intern dan holistika serta
heuristika.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem kenegaraan dan terutama budaya
politik Pancasila merupakan gagasan baru yang tidak seluruhnya memiliki kontinuitas
dengan sistem politik dan budaya politik tradisional. Gagasan baru tersebut
dipengaruhi oleh konsep politik kenegaraan Barat dan tuntutan politik real yang
berkembang dalam pergerakan nasional.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa kebudayaan sebagai sumber
perumusan Pancasila adalah budaya yang telah mengalami perubahan dinamik cara
berfikir dalam merespon tantangan kehidupan sosial-politik real yang dihadapi bangsa
Indonesia. Akan tetapi, bukan berarti Pancasila tercabut dari akar budaya Indonesia.
Negara kekeluargaan merupakan konsep hubungan sosial asli yang dikembanagkan
dalam budaya politik Pancasila. Para pendiri negara meyakini bahwa negara
kekeluargaan sesuai dengan kepribadian Indonesia, sekaligus sebagai penolakan
konsep negara individualis Barat dan negara kelas konsep Marxisme.







Kata kunci : Pancasila, tradisi, kekeluargaan, reformasi, politik.







xi
ABSTRACT

The Old and New Order in the Reformation era are viewed as the regimes that
deviated from Pancasila. The authentical contents of Pancasila, however, does not
explain yet. One of the attempts to get any features of contents of Pancasila ought to
started by enclosing the spirit and ideas of the time when Pancasila formulated at the
first time.
The subject matter of this research is the formula of Pancasila in the meeting of
BPUPKI and PPKI, and it is reviewed by the political philosophy. The aim of this
research, that is, to enclose the meaning of ideas that lay at the process of formulating
Pancasila and UUD 1945. (The Constution of Republic of Indonesia)
The results analysis of this research use a hermeneutic approach, it consist of
some methodical elements: description, historical continuity, internal-coherence,
holistic, and heuristic.
The results are: that the system of statesmanship, especially Pancasila as
political culture is a new idea that it has no continuity of the traditional political
system and political culture. The new idea is effected by a western political concept
and a real political need that developed in the national movement.
According to this research, I can conclude that culture as a resource of
formulating Pancasila was a culture that have been in a dynamic moving of thought,
especially when it made a respond to the challenge of real social-political life that
faced by Indonesian people. It has no meaning, however, that Pancasila loosed of its
Indonesian cultural root. The brotherhood state is an original concept of social
relationship of Indonesia that develop in Pancasila political culture. The founding
fathers believed that the brotherhood state fit with Indonesian personality, it also as a
refusing to the western concept of individualistic state and the concept of class state
of Marxism.



Keywords: Pancasila, tradition, brotherhood, reformation, and politic.