You are on page 1of 48

Percobaan VI

TITRASI SPEKTROFOTOMETRI
BISMUT & TEMBAGA EDTA
I. Tujuan : Praktikan mampu mengidentifikasi zat dalam suatu sampel serta
mampu menetapkan kadarnya menggunakan prinsip reaksi pembentukan
kompleks.

II. Hari / Tanggal : Sabtu / 1 Februari 2014

III. LANDASAN TEORI

Titrasi adalah pengukuran suatu larutan dari suatu reaktan yang dibutuhkan
untuk bereaksisempurna dengan sejumlah reaktan tertentu lainnya. Titrasi
kompleksometri juga dikenal sebagai reaksi yang meliputi reaksi pembentukan ion-ion
kompleks ataupun pembentukan molekul netralyang terdisosiasi dalam larutan.
Persyaratan mendasar terbentuknya kompleks demikian adalah tingkat kelarutan tinggi.
Selain titrasi komplek biasa seperti di atas, dikenal pula kompleksometri yang dikenal
sebagai titrasi kelatometri, seperti yang menyangkut penggunaan EDTA. Gugus-yang
terikat pada ion pusat, disebut ligan, dan dalam larutan air, reaksi dapat dinyatakan oleh
persamaan :
M(H
2
O)
n
+ L = M (H
2
O)
(n-1)
L +H
2
O
Asam etilen diamin tetra asetat atau yang lebih dikenal dengan EDTA,
merupakan salah satu jenis asam amina polikarboksilat. EDTA sebenarnya adalah ligan
seksidentat yang dapat berkoordinasi dengan suatu ion logam lewat kedua nitrogen dan
keempat gugus karboksil-nya atau disebut ligan multidentat yang mengandung lebih
dari dua atom koordinasi permolekul, misalnya asam 1,2-diaminoetanatetraasetat (asam
etilena diamina tetraasetat, EDTA) yang mempunyai dua atom nitrogen penyumbang
dan empat atom oksigen penyumbang dalam molekul (Rival, 1995).
Suatu EDTA dapat membentuk senyawa kompleks yang mantap dengan
sejumlah besar ion logam sehingga EDTA merupakan ligan yang tidak selektif. Dalam
larutan yang agak asam, dapat terjadi protonasi parsial EDTA tanpa pematahan
sempurna kompleks logam, yang menghasilkan spesies seperti CuHY-. Ternyata bila
beberapa ion logam yang ada dalam larutan tersebut maka titrasi dengan EDTA akan
menunjukkan jumlah semua ion logam yang ada dalam larutan tersebut (Harjadi, 1993).
Selektivitas kompleks dapat diatur dengan pengendalian pH, misal Mg, Ca, Cr,
dan Ba dapat dititrasi pada pH = 11 EDTA. Sebagian besar titrasi kompleksometri
mempergunakanindikator yang juga bertindak sebagai pengompleks dan tentu saja
kompleks logamnyamempunyai warna yang berbeda dengan pengompleksnya sendiri.
Indikator demikian disebutindikator metalokromat. Indikator jenis ini contohnya adalah
Eriochrome black T; pyrocatecholviolet; xylenol orange; calmagit; 1-(2-piridil-
azonaftol), PAN, zincon, asam salisilat, metafaleindan calcein blue. (Khopkar, 2002).
Satu-satunya ligan yang lazim dipakai pada masa lalu dalam pemeriksaan kimia
adala ionsianida, CN-, karena sifatnya yang dapat membentuk kompleks yang mantap
dengan ion perak dan ion nikel. Dengan ion perak, ion sianida membentuk senyawa
kompleks perak-sianida,sedagkan dengan ion nilkel membentuk nikel-sianida. Kendala
yang membatasi pemakaian- pemakaian ion sianoida dalam titrimetri adalah bahwa ion
ini membentuk kompleks secara bertahap dengan ion logam lantaran ion ini merupakan
ligan bergigi satu. (Rival, 1995).
Dalam praktek, kestabilan kompleks-kompleks logam EDTA dapat diubah
dengan (a) merubah pH dan (b) adanya zat-zat pengkompleks lain. Maka tetapan
kestabilan kompleks EDTA akan berbeda dari nilai yang dicatat untuk suatu pH
tertentu, dalam larutan air EDTA akan berbeda dari nilai yang dicatat untuk kondisi-
kondisi baru ini dinamakan tetapan kestabilan nampak atau tetapan kestabilan menurut
kondisi. Oleh karena itu efek dari kedua faktor ini perlu kita teliti dengan agak
terperinci.

a). Efek pH.
Tetapan kestabilan nampak pada suatu pH tertentu dapat dihitung dari angka
banding K/a, diamana a adalah angka banding dari EDTA total yang tak tergabung
(dalam semua bentuk) terhadap EDTA dalam bentuk Y4-. Begitulah KH, tetapan
kesatbilan namapak untuk kompleks logam EDTA pada suatu pH tertentu, dapat ditulis
dari pernyatan.
log KH = log K log a
b). Efek zat-zat pengkompleks lain
Jika suatu zat pengkompleks lain (misalnya NH3) juga terdapat dalam larutan,
maka dalam persamaan (6), [Mn+] akan berkurang karena pengkompleksan ion logam
itu dengan molekul-molekul amonia. Pengurangan dalam konsentrasi efektif, ini akan
mudah ditunjukkan, denganmenampilkan suatu faktor b, yang didefinisikan sebagai
angka banding (dari) jumlah konsentrasi semua bentuk ion logam yang tak
terkomplekkan dengan EDTA terhadap konsentrasi ion sederhana (terhidrasi). Maka
tetapan kestabilan namapak dari kompleks Logam EDTA, jika kita perhitungkan efek-
efek baik dari pH maupun dari adanaya zat-zat pengkompleks lain, diberikan oleh :
log KHZ = log K - log a - log b (Basset, 1994)
Syarat-syarat indikator logam, yaitu:
- Reaksi warnanya harus sensitif, dengan kepekaan yang besarterhadap logam.
- Reaksi warnanya harus spesifik.
- Perbedaan warna dari indikator bebas dengan indikator kompleks harus
mempunyai kestabilan yang efektif dimana pH titrasi tidak boleh tidak
teroksidasi dan tereduksi.
- Kestabilan kompleks logam indikator harus cukup.
- Reaksi pengusiran indikator oleh EDTA harus belangsung cepat.
(Underwood, 1993)
berdasarkan perubahan warna dari indikator logam ini dapat kita beda-bedakan :
- Cara titrasi langsung, pada titrasi ini larutan ion logam ditambah larutan dapar
dan indikator, kemudian langsung dititrasi dengan komplekson III. Titrasi ini
digunakan untuk penentuan ion-ion logam kalium, magnesium dan zink.
- Cara titrasi tidak langsung, digunakan untuk menentukan senyawa aluminium
dan bismth, karena pada titrasi secara langsung terjadi kesalahan yang
disebabkan karena pengendapan dari logam sebagai hidroksida dalam suasana
alkali. (Susanti, 2003)
IV. ALAT & BAHAN PERCOBAAN
Alat
- Spectronic- 20
- Pengaduk Magnet
- Kertas pH
- Gelas Kimia
- Sendok Kaca
- Gelas Ukur
- Botol Semprot
- Kaca Arloji

V. Prosedur Kerja
a. Menstandarisasi Larutan EDTA


Di masukkan 20 ml larutan standar Bi-Nitrat
Di tambahkan 2 gr CH
3
COOHCl dan 1 ml larutan Cu
2+
0,2 M
Di encerkan 1 menit
Di atur pH larutan menjadi 2 dengan penambahan NaOH 5M 100 ml
Di tuangkan larutan secukupnya kedalam kuvet spectronik-20



Di tempatkan di dalam alatpengukur spectronik-20
Di isi kembali dari larutan mikro buret 0,4 ml larutan EDTA
Di aduk dengan pengaduk magnet
Di hentikan proses pengadukan


Di isi dengan larutan yang sama seperti di atas
Di ukur A pada panjang gelombang 745 nm
Di ulangi perlakuan, namun di tambahkan 0,4 ml larutan EDTA sampai
nilai A konstan
Bahan
- Larutan EDTA 0,1 M
- Larutan Cu
2+
0,2 M
- Larutan NaOH 5 M
- Larutan Bi
3+
0,01 M
- HCL Asetat padat murni
Gelas kimia 250 ml
Kuvet berisi larutan
sampel
Kuvet bersih


b. Titrasi spektrofotometri Campuran Bismut dan Tembaga


Di perlakukan seperti percobaan (a), tidak di tambahkan dengan larutan
sampel
Di catat berapa nilai A dan %T larutan
Di hitung molaritas bismut dan tembaga



VI. Data Pengamatan
c. Menstandarisasi Larutan EDTA
Tidak dipraktikumkan

d. Titrasi Spektrofotometri Campuran Bi
3+
dan Cu
2+

Tidak di praktikumkan


VII. PEMBAHASAN
Titrasi kompleksometri adalah titrasi berdasarkan pembentukan senyawa
kompleks antara kation dengan zat pembentuk kompleks. Salah satu zat pembentuk
kompleks yang banyak digunakan dalam titrasi kompleksometri adalah garam dinatrium
etilendiamina tetraasetat (dinatrium EDTA).
Kestabilan dari senyawa kompleks yang terbentuk tergantung dari sifat kation
dan pH dari larutan, oleh karena itu titrasi dilakukan pada pH tertentu. Pada larutan
yang terlalu alkalis perlu diperhitungkan kemungkinan mengendapnya logam
hidroksida.
Ikatan pada EDTA, yaitu ikatan N yang bersifat basa mengikat ion H+ dari
ikatan karboksil yang bersifat asam. Jadi dalam bentuk Ianitan pada EDTA ini terjadi
reaksi intra molekuler (maksudnya dalam molekul itu sendiri), maka rumus senyawa
tersebut disebut "zwitter ion". EDTA dijual dalam bentuk garam natriumnya, yang jauh
lebih mudah larut daripada bentuk asamnya. (Syafei, 1998)
Data analisis
Larutan sampel ( Bi
3+
+
Cu
2+
)
data analisis
Reaksi pengkomplekan dengan suatu ion logam, melibatkan penggantian satu
molekul pelarut atau lebih yang terkoordinasi dengan gugus-gugus nukleofilik lain,
gugus yang terikat oleh pada ion pusat disebut ligan. Ligan dapat berupa sebuah
molekul netral atau sebuah ion bermuatan, ligan dapat dengan baik diklasifikasi atas
dasar banyaknya titik lekat kepada ion logam. Ligan sederhana seperti ion-ion halide
atau molekul-molekul H
2
O atau NH
3
adalah monodentat, yaitu ligan yang terikat pada
ion logam hanya pada satu titik oleh penyumbangan atau pasangan elektron kepada
logam, bila ion ligan itu mempunyai dua atom, maka molekul itu mempunyai dua atom
penyumbang untuk membentuk dua ikatan koordinasi dengan ion logam yang sama,
ligan itu disebut bidentat. Ligan multidentat mempunyai lebih dari dua atom koordinasi
per molekul, kestabilan termodinamik dari satu spesi merupakan ukuran sejauh mana
spesi ini akan terbentuk dari spesi-spesi lain pada kondisi tertentu, jika sistem itu
dibiarkan mencapai kesetimbangan.
Ligan dapat berupa suatu senyawa organik seperti asam sitrat, EDTA, maupun
senyawa anorganik seperti polifosfat. Untuk memperoleh ikatan metal yang stabil,
diperlukan ligan yang mampu membentuk cincin 5-6 sudut dengan logam misalnya
ikatan EDTA dengan Ca. Ion logam terkoordinasi dengan pasangan electron dari
atomatom N-EDTA dan juga dengan keempat gugus karboksil yangh terdapat pada
molekul EDTA.
Ligan dapat menghambat proses oksidasi, senyawa ini merupakan sinerjik anti
oksidan karena dapat menghilangkan ion-ion logam yang mengkatalisis proses oksidasi
(Winarno, 1982).
Berikut uraian bahan percobaan yang digunakan :
A. Dinatrium EDTA (DITJEN POM, 1995)
Nama Resmi : ETILEN DIAMINA TETRA ASETAT
Nama lain : Dinatrium EDTA
RM / BM : C
10
H
14
N
2
Na
2
O
8
.2H
2
O / 372,24
Pemerian : Serbuk hablur, putih.
Kelarutan : Larut dalam air
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan : Sebagai titran
B. Air suling (DITJEN POM, 1979)
Nama Resmi : AQUA DESTILLATA
Nama Lain : Aquades, Air suling
RM / BM : H
2
O / 18,02
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.
Kegunaan : Sebagai pelarut.
C. NaOH (Ditjen POM, 1995)
NamaResmi : NATRII HYDROXIDUM
Nama Lain : Natrium hidroksida
RM / BM : NaOH / 40,00
Pemerian : Putih atau praktis putih, massa melebur, berbentuk pellet,
serpihan atau batang atau bentuk lain, keras, rapuh dan
menunjukkan pecahan hablur. Bila dibiarkan di udara
akan cepat menyerap CO
2
dan lembab.
Kelarutan : Mudah larut dalam air dan dalam etanol
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan : Sebagai pereaksi

Prinsip dari percobaan ini adalah menggunakan metode analisa berdasarkan
pembentukan persenyawaan kompleks ( ion kompleks atau garam dapur sukar
mengion). Merupakan jenis titrasi dimana titran dan titrat saling mengkompleks
membentuk hasil berupa kompleks.
Kompleksometri adalah titrasi pembentukan senyawa kompleks antara ion-ion
logam dengan larutan baku kompleks, dengan menggunakan indicator terhadap ion
logam, guna menentukan kadar atau kemurnian suatu logam.
Titrasi kompleksometri juga dikenal sebagai reaksi yang meliputi reaksi
pembentukan ion-ion kompleks ataupun pembentukan molekul netral yang terdisosiasi
dalam larutan. Persyaratan mendasar terbentuknya kompleks demikian adalah tingkat
kelarutan tinggi. Titrasi kompleksometri atau kelatometri adalah suatu jenis titrasi
dimana reaksi antara bahan yang dianalisis dan titrat akan membentuk suatu kompleks
senyawa. Kompleks senyawa ini dsebut kelat dan terjadi akibat titran dan titrat yang
saling mengkompleks. Kelat yang terbentuk melalui titrasi terdiri dari dua komonen
yang membentuk ligan dan tergantung pada titran serta titrat yang hendak diamati. Kelat
yang terbentuk melalui titrasi terdiri dari dua komponen yang membentuk ligan dan
tergantung pada titran serta titrat yang hendak diamati.
Dalam larutan dengan pH tertentu sebagaian besar kation atau logam dapat
bereaksi dengan KOMPLEKSON yang kemudian membentuk ion kompleks. contoh :
Cu
2+
[Cu(NH)]
1. Suasan terlalu asam
Proton yang dibebaskan pada reaksi yang terjadi dapat mempengaruhi pH,
dimana jika H
+
yang dilepaskan terlalu tinggi, maka hal tersebut dapat terdisosiasi
sehingga kesetimbangan pembentukkan kompleks dapat bergeser ke kiri, karena
terganggu oleh suasana system titrasi yang terlalu asam. Pencegahan : sistem titrasi
perlu didapar untuk mempertahankan pH yang diinginkan.
2. Suasana terlalu basa
Bila pH system titrasi terlalu basa, maka kemungkinan akan terbentuk endapan
hidroksida dari logam yang bereaksi. Jika pH terlalu basa, maka reaksi kesetimbangan
akan bergeser ke kanan, sehingga pada suasana basa yang banyak akan terbentuk
endapan.

Berdasarkan selalu terbentuknya H
+
pada pembentukan ion kompleks dan
melihat harga pK maka pembentukan kompleks akan lebih baik dan lebih stabil dalam
larutan alkalis. Pada umumnya kompleks EDTA dengan kation valensi 2 stabil dalam
larutan yang sedikit asam atau alkalis. kompleks EDTA dengan logam valensi 3 dan 4
stabil dalam larutan dengan pH =1-3. Logam logam bervalensi 2 misalnya Cu dapat
stabil pada pH = 3 sehingga dapat dititrasi secara selektif walaupun tercampur dengan
logam logam alkali tanah. Co stabil dalam larutan HCl pekat.

EDTA dan Complexan
Ini dikenal juga dengan nama Versen, Complexan III, Sequesterene, Nullapon,
Trilon B, Idranat III dan sebagainya, strukturnya:



Terlihat dari strukturnya bahwa molekul tersebut mengandung baik donor
elektron dari atom oksigen maupun donor dari atom nitrogen, sehingga dapat
menghasilkan khelat bercincin sampai 6 secara serempak. Zat pengompleks lian adalah
asam nitriliotriasetat N (CH
2
COOH)
3
. Berbagai logam membentuk kompleks pada pH
yang berneda-beda. Peristiwa yang mengomplekskan tergantung pada aktivitas anion
bebas, misalkan y
+
(jika asamnya) H
4
Y dengan tetapan ionisasi pK
1
= 2,0; pK
2
= 2,64;
pK
3
= 6,16 dan pK
4
= 10,26. Ternyata variasi aktivitas Y
4-
bervariasi terhadap
perubahan pH dari 1,0 sampai 10 secara umum perubahan ini sebanding dengan (H
-
)
pada pH 3,0-8,0CO.






Kestabilan Absolut atau tetapan pemebentukan merupakan suatu kebiasaan
untuk menyusun kedalam daftar untuk berbagai ion logam dan berbagai kilon seperti
EDTA, harga-harga tetapan keseimbangan untuk reaksi-reaksi yang dirumuskan sebagai
berikut :
Mn
+
+ Y
4
-
MY
-
(4-n)
K
abs
= [MY
-
(4-n)
]
[Mn
+
][Y
4
-
]
K
abs
disebut tetapan stabilitas absolute atau tetapan pembentukan absolute.
Pernyataan untuk reaksi EDTA dalam bentuk Y
4
+
dapat diperoleh dengan cara
yang sama seperti yang telah dilakukan bagi asam oksalat. Misalkan CY merupakan
konsentrasi total EDTA yang tidak berkomplek:

CY = [Y
4
-
] + [ HY
4
-
] + [ H
2
Y
2
-
] + [ H
3
Y
+
] +[ H
4
Y]
Substitusikan untuk konsentrasi berbagai zat kedlam suku-suku dari tetapan-
tetapan disosiasi dan menyelesaikan fraksi dalam bentuk Y4- menghasilkan :
[Y
4
-
] = Ka
1
.Ka
2
.Ka
3
.Ka
4

CY [H3O-]4+[H3O+]4 Ka1+[H3O+]2Ka1Ka2+[H3O+]Ka1Ka2 Ka3 +Ka1Ka2
Ka3 Ka4
Dengan memberikan lambang 4 untuk fraksi EDTA bentuk Y4-, kita dapat menuliskan.
[Y
4
-
] = 4CY
Harga 4 jelas dapat dihitung pada samba-rang pH yang diinginkan untuk kilon apapun
yang tetapan disosiasinya diketahui. Substitusi 4CY kedalam pernyataan tetapan
stabilitas absolute yang diberikan di atas menghasilkan :
K
abs
= [MY
-
(4-n)
]
[Mn
+
] 4CY
K
ef
disebut ketetapan efektif atau tetapan stabilitas bersyarat. K
ef
berubah-ubah dengan
pH karena ketergantungan pH pada 4.
Suatu EDTA dapat membentuk senyawa kompleks yang mantap dengan
sejumlah besar ion logam sehingga EDTA merupakan ligan yang tidak selektif. Dalam
larutan yang agak asam, dapat terjadi protonasi parsial EDTA tanpa pematahan
sempurna kompleks logam, yang menghasilkan spesies seperti CuHY-. Ternyata bila
beberapa ion logam yang ada dalam larutan tersebut maka titrasi dengan EDTA akan
menunjukkan jumlah semua ion logam yang ada dalam larutan tersebut. Keunggulan
EDTA adalah mudah larut dalam air, dapat diperoleh dalam keadaan murni, sehingga
EDTA banyak dipakai dalam melakukan percobaan kompleksometri. Namun, karena
adanya sejumlah tidak tertentu air, sebaiknya EDTA distandari-sasikan dahulu misalnya
dengan menggunakan larutan kadmium.
Reaksi yang membentuk komplek dapat dianggap sebagai reaksi asam-basa
lewis dengan ligan bekerja sebagai basa dengan memberikan sepasang lectron kepada
kation yang merupakan suatu asam. Ikatan yang terbentuk antara atom logam pusat dan
ligan sering kovalen, tetapi dalam beberapa keadaan interaksi dapat merupakan gaya
penarik columb. Beberapa komplek mengadakan reaksi sustitusi dengan sangat cepat,
dan kompleks demikian dikatakan labil.
Suatu contoh adalah :
Cu (H
2
O)
4
2+
+ 4NH
3
Cu (NH
3
)
4
2+
+ 4H
2
O
Biru muda Biru tua
Reaksinya berlangsung dengan mudah kekanan dengan penambahan amoniak
kepada akuo-komplek; penambahan asam kuat yang menetralisasikan amoniak
menggeser kesetimbangan dengan cepat kembali ke akuo-komplek. Beberapa komplek
mengadakan reaksi substitusi hanya dengan sangat perlahan dan dikatakan tidak labil
atau inert. Faktor-faktor yang akan membantu menaikkan selektivitas, yaitu :
1. Dengan mengendalikan pH larutan dengan sesuai
2. Dengan menggunakan zat-zat penopeng
3. Kompleks-kompleks sianida
4. Pemisahan secara klasik
5. Ekstraksi pelarut
6. Indikator
7. Anion-anion
8. Penopengan Kinetik
EDTA stabil, mudah larut, dan menujukkan komposisi kimiawi yang tertentu.
Selektivitas kompleks dapat diatur dengan pengendalian pH, misal Mg, Cr, Ca, dan Ba
dapat dititrasi pada pH 11; Mn
2+
, Fe, Co, Ni, Zn, Cd, Al, Pb, Cu, Ti, dan V dapat
dititrasi pada pH 4-7. Terakhir logam seperti Hg, Bi, Co, Fe, Cr, Ca, In, Sc, Ti, V, dan
Th dapat dititirasi pada pH 1-4. EDTA sebagai natrium, Na2H2Y sendiri merupakan
standar primer sehingga tidak perlu distandarisasi lebih lanjut. Kompleks yang mudah
larut dalam air ditemukan. Suatu titik ekivalen segera tercapai dalam titrasi dan
akhirnya titrasi kompleksometri dapat digunakan untuk penentuan beberapa logam pada
operasi skala semi-mikro.

VIII. PENUTUP
8.1 Simpulan

Berdasarkan Pembahasan tersebut maka dapat simpulan yang dapat diambil adalah:
Titrasi kompleksometri adalah salah satu metode kuantitatif dengan
memanfaatkan reaksi kompleks antara ligan dengan ion logam utamanya.
Indikator yang banyak digunakan dalam titrasi kompleksometri adalah:
a. Hitam eriokrom
b. Jingga xilenol
c. Biru Hidroksi Naftol
Adapun prinsip kerja dalam penentuan kadar Cu secara kompleksometri yaitu
berdasarkan reaksi pembentukan senyawa kompleks dengan EDTA, sebagai
larutan standar dengan bantuan indikator tertentu. Titik akhir titrasi ditujukkan
dengan terjadinya perubahan warna larutan, yaitu merah anggur menjadi biru.

8.2 Saran
Sebaiknya pada percobaan penentuan bismut dan tembaga secara
kompleksometri tidak hanya diajarkan metode titrasi langsung saja, tetapi juga metode
titrasi kembali, titrasi penggantian dan penentuan tidak langsung. Sehingga hasilnya
lebih beragam dan dapat dibandingkan.

DAFTAR PUSTAKA

Underwood.R.A. Day, JR. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif, edisi 6, Gramedia. :
JAKARTA.
Chadijah, Sitti. 2001. Dasar-dasar Kimia Analitik (Kimia Analitik I). Kendari:
Universitas Haluoleo.
Ibnu, M. Sodiq Ibnu,. 2005. et al.. Kimia Analitik I . Malang: Universitas Negeri
Malang.
Khopkar, S. M. 2010. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: Universitas
Indonesia.
Mursyidi, Achmad dan Abdul Rohman. 2008. Volumetri dan Gravimetri.
Yogyakarta: UGM-Press.
Anonim .2012. Penuntun dan Laporan Kimia Analisisk. Laboraturium Kimia
Farmasi Universitas Muslim Indonesia: Makassar.
Basset, J., 1994, Buku Ajar Vogel : Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. EGC.
Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta
Ditjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Departemen Kesehatan
Republik Indonesia : Jakarta.
Roth. J. & Blaschke G, 1988, Analisis Farmasi, Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta
Harjadi, W. 1993. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Erlangga. Jakarta.
Khopkar S. M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI Press. Jakarta
Susanti, 2003. Analisis Kimia Farmasi Kuantitatif. Fakultas Farmasi Universitas
Muslim Indonesia. Makassar.
Rival, Harrizul. 1995. ASAS PEMERIKSAAN KIMIA. UI Press : Jakarta.
Syafei.1989. KIMIA UNTUK UNIVERSITAS.Erlangga: Jakarta.

PERCOBAAN VIII
PENENTUAN pH SECARA SPEKTROFOTOMETRI

VI. Data Pengamatan
a. Menyiapkan larutan stoc
Tidak di kerjakan
b. Menentukan Absorbansi spektrum masing-masing
Tidak di praktikumkan
c. Penentuan sampel buffer yang tidak diketahui pH-nya
Tidak di praktikumkan

VII. Pembahasan (literatur)
Larutan buffer adalah penambahan asam kuat yang akan dinetralkan oleh basa
lemah, sedangkan penambahan basa kuat akan dinetralkan oleh asam lemah. Larutan
seperti ini disebut sebagai larutan penyangga atau larutan buffer. Pada umumnya,
larutan penyangga merupakan pasangan asam basa konjugasi yang dibuat dari asam /
basa lemah dan garamnya.
a. Campuran asam lemah dengan garam dari asam lemah tersebut. Contoh:
- CH
3
COOH dengan CH
3
COONa
- H
3
PO
4
dengan NaH
2
PO
4

b. Campuran basa lemah dengan garam dari basa lemah tersebut. Contoh:
- NH
4
OH dengan NH4Cl

Keefektifan suatu larutan buffer dalam menolak perubahan pH persatuan asam
atau basa kuat yang ditambahkan, akan paling tinggi bila angka banding asam buffer ke
garam , yaitu sama dengan satu.
Kapasitas suatu buffer merupakan ukuran keefektifan dalam menolak perubahan
pH dengan penambahan asam atau basa. Makin besar konsentrasi asam dan basa
konjugasi , makin besar kapasitas buffer itu. Ini jelas pada tabel 6.1 dalam hal ini


diperlukan basa dua kali lebih banyak untuk meningkatkan pH dari larutan pekat dari
3,79 ke 4,74 daripada untuk larutan encer. (Underwood, 1986: 149 150)
Sifat larutan buffer:
- pH larutan tidak berubah jika diencerkan.
- pH larutan tidak berubah jika ditambahkan ke dalamnya sedikit asam atau basa.

Berdasarkan teori, trayek trayek ph indikator adalah sebagai berikut :

Indicator
Low pH
color
Transition
pH range
High pH color
Gentian
violet(Methyl violet
10B)
yellow 0.02.0 blue-violet
Leucomalachite
green (first
transition)
yellow 0.02.0 green
Leucomalachite
green (second
transition)
green 11.614 colorless
Thymol blue (first
transition)
red 1.22.8 yellow
Thymol blue
(second transition)
yellow 8.09.6 blue
Methyl yellow red 2.94.0 yellow
Bromophenol blue yellow 3.04.6 purple
Congo red
blue-
violet
3.05.0 red
Methyl orange red 3.14.4 orange
Bromocresol green yellow 3.85.4 blue
Methyl red red 4.46.2 yellow
Methyl red red 4.55.2 green
Azolitmin red 4.58.3 blue
Bromocresol purple yellow 5.26.8 purple


Pada percobaan penentuan ph indikator yang dipakai adalah bromocresolgreen
dengan trayek pH 3,8 5,4. Langkah pertama menentukan absorbansi asam dan
konjugasi basanya dari indikator Hln. Dari hasil percobaan diperoleh perhitungan harga
absorptivitas molar untuk HIn dan In- . Pada panjang gelombang absorpsi maksimum
masing- masing dengan menggunakan persamaan :
A = . b . C atau = A/ b . C
Lalu ditentukan Absorbansi untuk sampel buffer yang tidak diketahui pH nya
serta kembali di hitung harga absorptivitas molarnya. Setelah didapatkan nilai
absorptivitas molarnya maka kita dapat mengetahui konsentrasi larutan buffer sehingga
harga pH dapat ditentukan dengan cara sebagai berikut :
Cara menghitung larutan buffer
Untuk larutan buffer yang terdiri atas campuran asam lemah dengan garamnya
(larutannya akan selalu mempunyai pH < 7) digunakan rumus:
[H+] = Ka. Ca/Cg
pH = pKa + log Ca/Cg
dimana:
Ca = konsentrasi asam lemah
Cg = konsentrasi garamnya
Ka = tetapan ionisasi asam lemah
Bromothymol blue yellow 6.07.6 blue
Phenol red yellow 6.88.4 red
Neutral red red 6.88.0 yellow
Naphtholphthalein
colorless
to
reddish
7.38.7 greenish to blue
Cresol Red yellow 7.28.8 reddish-purple
Phenolphthalein colorless 8.310.0 fuchsia
Thymolphthalein colorless 9.310.5 blue
Alizarine Yellow R yellow 10.212.0 red
Litmus red 4.5-8.3 blue
Untuk larutan buffer yang terdiri atas campuran basa lemah dengan garamnya
(larutannya akan selalu mempunyai pH > 7), digunakan rumus:
[OH-] = Kb . Cb/Cg
pOH = pKb + log Cg/Cb
dimana:
Cb = konsentrasi base lemah
Cg = konsentrasi garamnya
Kb = tetapan ionisasi basa lemah

Adanya larutan penyangga ini dapat kita lihat dalam kehidupan sehari-hari
seperti pada obat-obatan, fotografi, industri kulit dan zat warna. Selain aplikasi tersebut,
terdapat fungsi penerapan konsep larutan penyangga ini dalam tubuh manusia seperti
pada cairan tubuh. Cairan tubuh ini bisa dalam cairan intrasel maupun cairan ekstrasel.
Dimana sistem penyangga utama dalam cairan intraselnya seperti H
2
PO
4
-
dan HPO
4
2-

yang dapat bereaksi dengan suatu asam dan basa. Adapun sistem penyangga tersebut,
dapat menjaga pH darah yang hampir konstan yaitu sekitar 7,4. Selain itu penerapan
larutan penyangga ini dapat kita temui dalam kehidupan sehari-hari seperti pada obat
tetes mata.



VIII. PENUTUP

8.1. SIMPULAN
Pada percobaan digunakan indikator bromocresol green dengan trayek ph
3,8 5,4.
pH adalah derajat keasaman yang digunakan untuk menyatakan tingkat
keasaman atau kebasaan yang dimiliki oleh suatu larutan. Ia didefinisikan
sebagai kologaritma aktivitas ion hidrogen (H+) yang terlarut. Koefisien
aktivitas ion hidrogen tidak dapat diukur secara eksperimental, sehingga
nilainya didasarkan pada perhitungan teoritis.
Larutan buffer standar : pH = 4,01 ; 7,00 ; 10,01.
secara spektrofotometri pH dapat dihitung dengan mengukur absorbansi dan
diperoleh nilai absortivitas molar yang merupakan konsentrasi dari sampel
yang diukur sehingga dapat ditentukan harga pH larutan sampel tersebut
dengan persamaan buffer asam atau basa.

DAFTAR PUSTAKA
Miller, J.N and Miller, J.C., 2000, Statistics and Chemometrics for
Analytical Chemistry, 4th ed, Prentice Hall, Harlow.
Sastrohamidjojo, H, 1991,Spektroskopi, Liberty, Yogyakarta.
Beran, J.A, 1996. Chemistry in The Laboratory, John Willey & Sons
Vogel, A.I. 1994. Buku Teks Kimia Analisis Kuantitatif, Edisi ke-4.
Jakarta: Kalman Media Pusaka.
Gandjar, Ibnu Gholib. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta :
Pustaka Pelajar.
Marzuki, Asnah. 2012. Kimia Analisis Farmasi. Makassar : Dua
Satu Press.
Wunas, Yeanny dan Susanti. 2011. Analisa Kimia Farmasi
Kuantitatif (revisi kedua). Makassar : Laboratorium Kimia Farmasi
Fakultas Farmasi UNHAS.
Higuchi, T., (1961), Pharmaceutical Analysis, Intersciens Publ,
New York.

PERCOBAAN IX
PENENTUAN Fe DALAM TABLET VITAMIN C
SECARA SPEKTROFOTOMETRI
I. Tujuan :
- menentukan kadar besi (Fe) dalam tablet vitamin C dengan metode
spektrofotometri.
- Mengetahui dan memahami prinsip dasar penentuan kadar dengan metoda
spektrofotometri

II. Hari / tanggal : Sabtu / 01 Februari 2014

III. LANDASAN TEORI :
Kadar mineral yang relatif kecil serta terdapat dalam matriks yang komplek
yaitu dalam tablet multivitamin menjadikan penentuan kadar mineral menjadi sulit
karena adanya gangguan senyawa lain, sehingga proses jaminan kualitas dalam hal ini
adalah penetapan kadar dan keseragaman kadar sulit dilaksanakan. Penetapan mineral
dengan kadar relatif kecil dan terdapat dalam matriks yang komplek memerlukan
metode yang spesifik dan sensitif.
Metode penetapan kadar mineral yang spesifik dan sensitif salah satunya adalah
menggunakan spektrofotometri serapan atom, karena untuk satu logam digunakan
lampu logam tertentu sebagai sumber cahaya. Tetapi sebelumnya harus dilakukan
preparasi sampel apalagi bentuk sediaan adalah tablet salut gula. Penetapan kadar besi
dapat dilakukan secara spektrofotometri UVVis. Sebelum diukur absorbansinya, besi
yang terdapat dalam sampel direaksikan dengan 1,10 fenantrolin membentuk komplek
yang berwarna merah. Setelah itu baru diukur absorbansinya untuk menentukan
konsentrasi besi dalam sampel pada l 511 nm. (Day & Underwood, 1996).
Vitamin C atau asam askorbat, merupakan vitamin yang dapat ditemukan dalam
berbagai buah-buahan dan sayuran. Vitamin C dapat disintesis dari glukosa atau
diekstrak dari sumber-sumber alam tertentu seperti jus jeruk. Vitamin pertama kali
diisolasi dari air jeruk nipis oleh Gyorgy Szent tahun 1928. Vitamin C bertindak ampuh
mengurangi oksigen, nitrogen, dan sulfur yang bersifat radikal. Vitamin C bekerja
sinergis dengan tokoferol yang tidak dapat mengikat radikal lipofilik dalam area lipid
membrane dan protein. Pengobatan dengan vitamin C dapat memulihkan kadar zat besi
dalam tubuh.
Ada beberapa metode yang dikembangkan untuk penentuan kadar vitamin C
diantaranya adalah metode spektrofotometri UV-Vis (panjang gelombang 265 nm) dan
metode iodimetri. Metode Spektrofotometri dapat digunakan untuk penetapan kadar
campuran dengan spektrum yang tumpang tindih tanpa pemisahan terlebih dahulu.
Karena perangkat lunaknya mudah digunakan untuk instrumentasi analisis dan
mikrokomputer, spektrofotometri banyak digunakan di bidang analisis kimia sedangkan
iodimetri merupakan metode yang sederhana dan mudah diterapkan dalam suatu
penelitian.




Gambar. Asam askorbat (vitamin C)
Spektrofotometri adalah sebuah metode analisis untuk mengukur konsentrasi
suatu senyawa berdasarkan kemampuan senyawa tersebut mengabsorbsi berkas sinar
atau cahaya. Spektrofotometri adalah alat yang terdiri dari spektrofotometer dan
fotometer. Spektrofotometer menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang
gelombang tertentu, sementara fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang
ditransmisikan atau diabsorpsi. Istilah spektrofotometri berhubungan dengan
pengukuran energi radiasi yang diserap oleh suatu sistem sebagai fungsi panjang
gelombang dari radiasi maupun pengukuran panjang absorpsi terisolasi pada suatu
panjang gelombang tertentu (Underwood 1994).
Penyerapan sinar UV-Vis dibatasi pada sejumlah gugus fungsional atau gugus
kromofor yang mengandung elektron valensi dengan tingkat eksutasi rendah. Cara kerja
spektrofotometer dimulai dengan dihasilkannya cahaya monokromatik dari sumber
sinar. Cahaya tersebut kemudian menuju ke kuvet (tempat sampel/sel). Banyaknya
cahaya yang diteruskan maupun yang diserap oleh larutan akan dibaca oleh detektor
yang kemudian menyampaikan ke layar pembaca (Hadi 2009).
Analisa kuantitatif adalah suatu analisa yang digunakan untuk mengetahui/
menetapkan kadar suatu zat (Svehla, 1985). Volumetri merupakan suatu cara analisis
kuantitatif dan reaksi kimia. Pada analisis ini zat yang akan ditentukan kadarnya
direaksikan dengan zat lainnya telah diketahui konsentrasinya sampai tercapai suatu
titik ekuivalensi hingga kepekatan zat yang kita cari dapat dihitung. Larutan yang kita
ketahui konsentraasinya dengan teliti disebut larutan standar. Larutan ini biasanya
diteteskan dari buret ke dalam erlenmeyer yang mengandung reaksinya selesai. Proses
ini dinamakan titrasi. Titik dimana terjadi perubahan karena indikator disebut titik
titrasi. Titik ini seharusnya jatuh pada titik yang bersamaan, tetapi hal ini sulit karena
kesulitan dalam mencari indikator yang pH intervalnya mendekati pH ekuivalen.
Perbedaan antara titik ekuivalen dengan titik titrasi disebut kesalahan titrasi (Day dan
Underwood, 2002).
Indikator adalah asam organik lemah atau basa organik lemah yang dalam
larutan akan terionisasi sebagian dimana warna yang terionisasi berbeda dengan warna
yang tak terionisasi (Sumardjo, 1994).


IV. ALAT DAN BAHAN
Alat yang digunakan yaitu :
destilasi
labu alat
Timbang
Gelas beaker 100 ml
Kertas pH




Bahan yang digunakan :
Larutan hyroquinone
Larutan tiosodium citrate 25 g/l
larutan O-Penantrolin 2,5 g/L
Larutan Fe 0,004 mg/ml
HCl

V. BAGAN PROSEDUR KERJA

A. Menyiapkan Larutan Stok


Ditimbang 5 gram hyroquinane
Diencerkan dengan air distilasi sampai tanda bata dalam sebuah labu
500ml


Ditambahkan sebanyak 12,5 gr tisodium citrate
Dilarutkan serta encerkan dengan air destilasi sampai tanda batas
dalam sebuah labu 500 ml


Ditimbangkan sebanyak 1,25 gr
Dilarutkan dengan 50 ml methanol dan 450 ml air distilasi dalam
labu 500 ml
Dilaarutkan ini disimpan dalam labu yang berwarna gelap


Ditimbangkan
Dilarutkan 0,141 gr Fe(NH
4
)2(SO
4
)
2
.6H
2
O dalam air
Di destilasi dalam sebuah labu 500 ml yang mengandung 0,5 ml
H
2
SO
4



B. Menyiapkan larutan tablet vitamin C


Ditempatkan yang mengandyng Fe dalam sebuah gelas beaker

larutan hyroquinane 10 g/l
larutan trisodium citrate 25
gram
larutan o-penantrolin 2,5 gr
Larutkan Fe 0,004 mg/ml

catat hasil pengamatan
Satu tablet Vitamin C
Didihkan secara perlahan dengan 25 ml HCl 6M selama 15 Menit
Disaring larutan No 1 diatas kedalam labu 100 ml
Disemprotkan beaker dan kertas saring dengan air
Didinginkan larutan
Diencerkan sampai tanda batas
Di kocok larutan sampai homogen


Di teteskan 5ml larutan Vitamin C dalam lab 100 ml lain
Diencerkan dengan air destilasi



C. Menentukan Jumlah Na-Sitrat yang diperlkan untuk larutan Stok Fe


Dipipetkan sebanyak 10 ml kedalam gelas beaker 100ml
Diukurkan PH dengan kertas PH universal
Dicatat Harga PH
Diteteskan larutan sodium citrate
Dihitung Jumlah tetes sodium citrate yang diperlukan



D. Menyiapkan Larutan Standar Fe

Disiapkan sebanyak 5 labu
Di isi larutan Fe 0,04 mg/ mL masing-masing sebanyak 10, 5,
2, 1 dan 0 ml
pipet
Catat Hasil
Larutan Stok Fe 0,04 mg/L
Catat Hasil
Labu takar 100ml
Di tambahkan sodium citrate sebanding dengan masing-
masing larutan stok Fe



E. Menentukan Jumlah Na- sitrat Yang Di perlukan Larutan Tablet
Vitamin C

Di masukkan kedalam beaker 100 ml
Di ukur pH dan catat hasil pengukuran
Di teteskan larutan sodium citrate samapai pH larutan sekitar
3,5
Di hitung jumlah tetesan penambahan sodium citrate



F. Menyiapkan Larutan Tablet Vitamin C

Di masukkan kedalam labu takar 100 ml
Di tambahkan sodium citrate sebnyak percobaan yang atas
Di tambahkan larutan stok hydroquinone 10 g/L 2 ml
Di encerkan dengan H
2
O sampai tanda batas pada labu
Di kocok samapai homogen



Data pengamatan
10 ml larutan tablet vit. C
Data pengamatan
Vitamin C 10 ml
Pengamatan
VI. DATA PENGAMATAN
a. Menyiapkan larutan stok
Tidak di lakukan
b. Menyiapkan larutan tablet vitamin C
Tidak di lakukan
c. Menentukan Jumlah Na-sitray Yang di perlukan Untuk Larutan stok
Fe
Tidak di lakukan
d. Menyiapkan Larutan Standar Fe
Tidak di lakukan
e. Menetukan Jumlah Na-sitrat Yang Di perlukan Larutan Tablet
Vitamin C
Tidak di lakukan


VII. PEMBAHASAN (literatur)
Kadar mineral yang relatif kecil serta terdapat dalam matriks yang komplek
yaitu dalam tablet multivitamin menjadikan penentuan kadar mineral menjadi sulit
karena adanya gangguan senyawa lain, sehingga proses jaminan kualitas dalam hal ini
adalah penetapan kadar dan keseragaman kadar sulit dilaksanakan.
Penetapan mineral dengan kadar relatif kecil dan terdapat dalam matriks yang
komplek memerlukan metode yang spesifik dan sensitif. Metode penetapan kadar
mineral yang spesifik dan sensitif salah satunya adalah menggunakan spektrofotometri
serapan atom, karena untuk satu logam digunakan lampu logam tertentu sebagai sumber
cahaya. Tetapi sebelumnya harus dilakukan preparasi sampel apalagi bentuk sediaan
adalah tablet salut gula. Penetapan kadar besi dapat dilakukan secara spektrofotometri
UVVis. Sebelum diukur absorbansinya, besi yang terdapat dalam sampel direaksikan
dengan 1,10 fenantrolin membentuk komplek yang berwarna merah. Setelah itu baru
diukur absorbansinya untuk menentukan konsentrasi besi dalam sampel pada l 511 nm
(Day & Underwood, 1996).

Pembuatan pereaksi
Pereaksi yang disiapkan adalah dapar amonium asetat pH 3,3, asam
klorida, hidroksilamin HCl, 1,10- fenantrolin. Larutan uji ditimbang 10 tablet dan dicari
bobot rata-ratanya, menurut FI III. Sampel tablet digerus halus hingga homogen,
ditimbang kurang lebih 500 mg kemudian ditambah asam klorida sebanyak 25 mL,
larutan tersebut dipanaskan selama 15 menit. Setelah 15 menit kemudian disaring.

Larutan standar besi
Larutan standar besi Fe(NO3)3 dalam bentuk larutan dengan konsentrasi 1000
ppm. Kemudian diencerkan dengan mengambil 10 mL diencerkan hingga 100 mL
dengan akuades. Dari larutan tersebut diambil sebanyak 1,5;2,0;2,5;3,0 dan 3,5 mL
dimasukkan dalam labu takar 100 mL diencerkan sampai batas sehingga diperoleh
konsentrasi 1,5;2,0;2,5;3,0 dan 3,5 ppm.

Penentuan panjang gelombang maksimum
Larutan stok standar dengan kadar 3 ppm sebanyak 50,0 mL, ditambah 2,0 mL
HCl pekat dan 1 mL hidroksilamin HCl. Dipanaskan 5 menit, kemudian ditambah 10
mL dapar amonium asetat dan 2 mL 1,10 fenantrolin., warna yang terbentuk dilakukan
scanning pada spektrofotometer pada panjang gelombang 400-700 nm, sehingga
diperoleh panjang gelombang yang memberikan serapan yang paling besar.

Penentuan waktu reaksi optimum
Larutan stok standar dengan kadar 3 ppm sebanyak 50,0 mL, ditambah 2,0 mL
HCl pekat dan 1 mL hidroksilamin HCl. Dipanaskan 5 menit, kemudian ditambah 10
mL dapar amonium asetat dan 2 mL 1,10 fenantrolin. Absorbansinya diukur pada
panjang gelombang 511 nm pada menit ke 10,12,13,14 dan 15.



Penentuan koefisien korelasi kurva baku
Larutan stok standar dengan kadar 1,5,2,2,5,3 dan 3,5 ppm sebanyak 50 mL
ditambah 2,0 mL HCl pekat dan 1 mL hidroksilamin HCl. Dipanaskan 5 menit,
kemudian ditambah 10 mL dapar amonium asetat dan 2 mL 1,10 fenantrolin. Larutan
tersebut didiamkan 15 menit kemudain diukur absorbansinya pada l maksimum.

Penetapan kadar
Larutan uji sebanyak 50 mL ditambah 2 mL HCl pekat dan 1 mL hidroksilamin
HCl. Dipanaskan 5 menit, kemudian ditambah 10 mL dapar amonium asetat dan 2 mL
1,10 fenantrolin. Larutan tersebut didiamkan 15 menit kemudian diukur
absorbansinya pada l maksimum. Replikasi dilakukan sebanyak enam kali dengan
pembacaan absorbansi dilakukan duplo.

Penentuan recovery
Ditimbang sampel dengan bobot 500 mg secara duplo, kemudian salah satu
ditambah standar Fe(NO
3
)
3
yaitu 10 ppm sebanyak 1,0 mL keduanya ditambah asam
klorida sebanyak 25 mL dan dipanaskan selama 15 menit, disaring. Larutan uji
sebanyak 50 mL ditambah 2 mL HCl pekat dan 1 mL hidroksilamin HCl. Dipanaskan 5
menit, kemudian ditambah 10 mL dapar amonium asetat dan 2 mL 1,10 fenantrolin.
Larutan tersebut didiamkan 15 menit kemudain diukur absorbansinya pada l maksimum.

Penentuan presisi
Larutan uji sebanyak 50,0 mL ditambah 2,0 mL HCl pekat dan 1 mL
hidroksilamin HCl. Dipanaskan 5 menit, kemudian ditambah 10 mL dapar amonium
asetat dan 2 mL 1,10 fenantrolin. Larutan tersebut didiamkan 15 menit kemudian diukur
absorbansinya pada l maksimum. Replikasi dilakukan sebanyak enam kali dengan
pembacaan absorbansi dilakukan duplo. Replikasi dilakukan sebanyak enam kali dan
dihitung koefisien variasinya rentang 400-700 nm. Hasil menunjukkan bahwa panjang
gelombang maksimum hasil reaksi Fe (II) dengan 1,10 fenantrolin adalah berada pada
511 nm, hasil scanning spektrum dapat dilihat pada Gambar 1.













Penetapan waktu optimum larutan pereaksi dengan Fe (III)
Hasil penelitian menunjukkan waktu reaksi optimum pada metode ini adalah 15
menit. Pembuatan kurva baku Hasil yang diperoleh adalah y = 0,1526x + 0,0301
koefisien korelasi yang diperoleh adalah r = 0,9963 dan a = 8,68. Nilai r tabel adalah
0,878 dengan df = 3 dan taraf kepercayaan 95% (De Muth, 1999).

VIII. SIMPULAN
Dari pembahasan yang praktikan tulis berdasarkan literatur, maka dapat di
simpulkan sebagai berikut :
Metode spektrofotometri visibel dapat digunakan untuk penetapan kadar Fe (II)
dalam tablet multivitamin dengan kadar rata-rata yang diperoleh adalah 15,11
mg/tablet. Persamaan regresi linearnya adalah y = 0,1526x + 0,0301 dengan nilai
r = 0,9963, LOD = 0,4069 ppm, presisi mempunyai nilai CV 1,70%, sedangkan
recovery 100%.
Pemberian suplemen besi dengan vitamin C secara bersamaan mampu
memperbaiki penyerapan dari besi, dan menyebabkan peningkatan kadar
hemoglobin lebih tinggi dibandingkan tanpa vitamin C.
Vitamin C mampu meningkatkan penyerapan besi, sehingga besi dalam darah
meningkat yang akan meningkatkan sintesis hemoglobin, oksigen yang
terangkut menjadi lebih besar yang akhirnya meningkatkan daya tahan aerob.


KEPUSTAKAAN
Day, R. A. dan A. L. Underwood. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif. Erlangga,
Jakarta.

Sumardjo. 1997. Petunjuk Praktikum Kimia Dasar I. Fakultas Kedokteran
Umum, Semarang.

Svehla, G. 1985. Kimia Analisis. PT. Kalman Media Pusaka, Jakarta.
Terjemahan Setiono.

Day, R.A. & A.L.Underwood. 1996. Analisa Kimia Kuantitatif, Edisi kelima.
(terjemahan) H.A. Pudjatmaka. Erlangga, Jakarta.

De Muth, J.E. 1999. Basic Statistic and Pharmaceutical Statistical Applications.
University of Wisconsin Madison, Marcel Dekker Inc.,New York.

PERCOBAAN III
Sifat Baik Dan Sifat Tidak Baik Untuk Keperluan Analisis
Kolorimetri Thiosinat, Ortofenantrolin

I. Tujuan : - Meneliti apa saja sifat baik dan sifat buruk analisis thiosianat
dan oftofenantrolin dengan metode kolorimetri.
- Mempelajari pengaruh pH, waktu, dan anion terhadap nilai
Absorbansi suatu larutan sampel yang akan di uji.

II. Hari / Tanggal : Sabtu / 1 Februari 2014

III. Landasan Teori :
Besi adalah metal berwarna putih keperakan, liat, dan dapat dibentuk, biasanya
di alamdidapat sebagai hematit. Besi merupakan elemen kimiawi yang dapat dipenuhi
hampir di semua tempat di muka bumi, pada semua bagian lapisan geologis dan semua
badan air. Pada air permukaan, jarang ditemui kadar Fe lebih besar dari 1 mg/L, tetapi
didalam air, kadar tanah Fe dapat jauh lebih tinggi. Konsentrasi Fe yang tinggi dapat
dirasakan dan dapat menodai kain dan perkakas dapur, selain itu juga menimbulkan
pengendapan pada dinding pipa, pertumbuhan bakteri besi, kekeruhan karena adanya
koloidal yang terbentuk.
Tubuh manusia hanya mengandung besi sebanyak 4g. Adanya unsur besi di
dalam tubuh berfungsi untuk memenuhi kebutuhan akan unsur tersebut dalam mengatur
metabolisme tubuh. Dalam tubuh, sebagian besar unsur besi terdapat dalam
hemoglobin, pigmen merah yang terdapat dalam sel darah merah. Karena itulah
masukan besi setiap hari sangat diperlukan untuk mengganti zat besi yang hilang
melalui tinja, air kencing, dan kulit. Namun masukan zat besi yang dianjurkan juga
harus dipenuhi oleh dua faktor yaitu kebutuhan fisiologis perseorangan dan persediaan
zat besi di dalam makanan yang disantap. (Trianjaya, Zunaedi. 2009).
Metode analisis besi yang sering digunakan adalah dengan spektrofotometri
sinar tampak, karena kemampuannya dapat mengukur konsentrasi besi yang rendah.
Analisis kuantitatif besi dengan spektrofotometri dikenal dua metode, yaitu metode
orto-fenantrolin dan metode tiosinat. Besi bervalensi dua maupun besi bervalensi tiga
dapat membentuk kompleks berwarna dengan suatu reagen pembentuk kompleks
dimana intensitas warna yang terbentuk dapat diukur dengan spektrofotometri sinar
tampak. Karena orto fenantrolin merupakan ligan organik yang dapat membentuk
kompleks berwarna dengan besi(II) secara selektif (Kartasasmita, et al. 2009).
Spektrofotometri adalah suatu metode analisis yang berdasarkan pada
pengukuran serapan sinar monokromatis oleh suatu lajur larutan berwarna pada panjang
gelombang yang spesifik dengan menggunakan monokromator prisma atau kisi difraksi
dan detector vacuum phototube atau tabung foton hampa. Alat yang digunakan adalah
spektrofotometer, yaitu sutu alat yang digunakan untuk menentukan suatu senyawa baik
secara kuantitatif maupun kualitatif dengan mengukur transmitan ataupun absorban dari
suatu cuplikan sebagai fungsi dari konsentrasi. Pada titrasi spektrofotometri, sinar yang
digunakan merupakan satu berkas yang panjangnya tidak berbeda banyak antara satu
dengan yang lainnya, sedangkan dalam kalorimetri perbedaan panjang gelombang dapat
lebih besar. Dalam hubungan ini dapat disebut juga spektrofotometri adsorpsi atomic
(Harjadi, 1990).
Spektrometer menghasilkan sinar dari spectrum dengan panjang gelombang
tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau
diabsorbsi. Kelebihan spectrometer dibandingkan fotometer adalah panjang gelombang
dari sinar putih dapat lebih terseleksi dan ini diperoleh dengan alat pengurai seperti
prisma, grating, atau celah optis. Pada fotometer filter dari berbagai warna yang
mempunyai spesifikasi melewatkan trayek panjang gelombang tertentu. Pada fotometer
filter tidak mungkin diperoleh panjang gelombang yang benar-benar monokromatis,
melainkan suatu trayek panjang gelombang 30-40 nm. Sedangkan pada
spektrofotometer, panjang gelombang yang benar-benar terseleksi dapatdiperoleh
dengan bantuan alat pengurai cahaya seperti prisma. Suatu spektrofotometer tersusun
dari sumber spektrum tampak yang kontinyu, monokromator, sel pengabsorbsi untuk
larutan sampel atau blanko dan suatu alat untuk mengukur perbedaan absorbsi antara
sampel dan blanko ataupun pembanding. (Khopkar, 2002).










Sumber radiasi untuk spektroskopi UV-Vis adalah lampu tungsten. Cahaya yang
dipancarkan sumber radiasi adalah cahaya polikromatik. Cahaya polikromatik UV akan
melewati monokromator yaitu suatu alat yang paling umum dipakai untuk
menghasilkan berkas radiasi dengan satu panjang gelombang (monokromator).
Monokromator radiasi UV, sinar tampak dan infra merah adalah serupa yaitu
mempunyai celah (slit), lensa, cermin dan perisai atau grating.
Wadah sampel umumnya disebut sel/kuvet. Kuvet yang terbuat dari kuarsa baik
untuk spektrosokopi UV dan juga untuk spektroskopi sinar tampak. Kuvet plastik dapat
digunakan untuk spektroskopi sinar tampak.
Radiasi yang melewati sampel akan ditangkap oleh detektor yang berguna untuk
mendeteksi cahaya yang melewati sampel tersebut. Cahaya yang melewati detektor
diubah enjadi arus listrik yang dapat dibaca melalui recorder dalam bentuk transmitansi
absorbansi atau konsentrasi. (Hendayana, S, dkk,2001 : 67)

IV. Alat dan Bahan Percobaan
Sistem Fe
3+

FeCl
3
Kertas indikator pH

NH
4
SCN Na-dihidrogenfosfat
HCl Na-tartrat
NaOH Labu volumetrik 100ml
NaF Spectronik 20
Na- oksalat
Sistem Fe
2+


FeCl
3
Volumatrik 100 ml
Na
2
OH. HCl Spektronik- 20
Ortopenantrolin Na- oksalat
Na- asetat Na-tartrat
NH
3
pekat Na-dehidrogenfosfat
NaOH Kertas lakmus
NaF


V. Prosedur Kerja

Sistem Besi (II) tiosianat
a. Pengaruh Waktu Terhadap Absorbansi Mutlak

Di masukkan kedalam labu takar larutan induk besi (III) Cl 5 ml
Di tambahkan larutan NH
4
SCN jenuh dan 92 ml aquades
Diukur nilai A dengan alat pengukur spektronik = 480 nm
Di ulangi pengukuran setiap 20 menit 5x
Di catat A pada setiap waktu







Encerkan
Data analisis
b. Pengaruh kelebihan pereaksi terhadap absorbansi mutlak


Di encerkan dengan aquades sampai 100 ml dalam 6 tempat
Di ukur nilai A pada 480 nm


c. Pengaruh pH terhadap absorbansi mutlak

Di encerkan 4 ml larutan induk Fe (III), 2 ml larutan jenuh NH
4
SCN dan
8 ml larutan HCl dengan aquades sampai 100 ml
Di kocok atau diaduk secara perlahan
Di ukur nilai A pada 480 nm

Di perlakukan sama seperti pH 0 , penambahan NH
4
SCN 2 ml dan HCl
pekat 13 tetes dengan aquades samapi 100 ml

Di buat larutan 3 larutan sampel dengan ukuran pH yang bermacam-
macam dengan perbandingan 4 ml ; 2 ml ; 0,5 ml menggunakan aquades
sampai 100 ml
Di ukur setiap pH larutan sampel
Di ukur nilai A dengan alat pengukuran spektronik 20
Di plot nilai A yang di peroleh terhadap pH






Larutan besi (III) 0.001 M,
NH
4
SCN 0,5 ml SCN, Fe
Data Analisis
pH 0
pH 2
Berbagai ukuran pH
Data
Pengamatan
d. Pengaruh anion terhadap absorbansi mutlak

Di tambahkan sebutir kecil NaF padat dalam kuvet yang telah berisi
larutan sampel yang akan di uji
Di tutp rapat lubang kuvet kemudian kocok larutan sampai homogen
Di tambahkan sebutir NaF
Di kocok kembali dengan kuat jika tidak terjadi perubahan setelah
penambahan di atas
Di ukur pH dan nilai A

Di ukur A
Di tambahkan sebutir kecil Na-oksalat
Di kocok kuat
Di ulangi perlakuan yang sama setelah penambahan Na-tartratdan K
dehidrogenfosfat


VI. Data Pengamatan
a. Pengaruh Waktu Terhadap Absorbansi mutlak ( kestabilan warna)
No waktu (menit) Absorbansi (A)
1 0 menit 2, 332
2 5 menit 2, 332
3 10 menit 2,247

b. Pengaruh pH Terhadap Absorbansi Mutlak
No. pH Absorbansi (A)
1 0 2,438
2 1 1,832
3 3 tetes NaOH 2,165
4 4 tetes NaOH 2,003
5 5 tetes NaOH 1,949


Larutan pH 1
Kuvet bersih
Data analisis
c. Pengaaruh Anion Terhadap Absorbansi Mutlak
No. Nama Anion Absorbansi (A)
1 NaF 1,636
2 Na-oksalat 1,994
3 Asam Tartrat 2,139
4 K-dihidrogenfosfat 1,648


VII. Pembahasan Analisis
Kolorimetri merupakan suatu metoda analisa kimia yang di dasarkan pada
tercapainya kesamaan besaran warna antara larutan sampel dengan larutan standar
dengan menggunakan sumber cahaya polikromatis dan detektor mata. Metode ini dapat
di terapkan untuk penentuan komponen zat warna ataupun komponen yang belum
bewarna, namun dengan menggunakan reagen pewarna yang sesuai dapat menghasilkan
senyawa yang bewarna yang merupakan fungsi dari kandungan komponennya. Jika
telah tercapai kesamaan warna maka jumlah molekul zat penyerap yang di lewati sinar
pada kedua sisi tersebut telah sama dan ini dapat dijadikan dasar perhitungan.
Pada percobaan ini larutan induk besi (III) Cl di buat bewarna dengan pereaksi
NH
4
SCN. Jumlah radiasi yang di serap berbanding lurus dengan konsentrasi zat
penyerap dalam larutan.
Dalam menguji larutsn sampel pada percobaan ini, praktikan mengunakan
bahan- bahan seperti Na-oksalat. Ligan oksalan mempunyai empat atom donor yang
berfungsi sebagai jembatan.


Senyawa Kompleks









Metoda kolorimetri merupakan bagian dari analisis fotometri. Fotometri adalah
bagian dari optik yang mempelajari mengenai kuat cahaya (intensity) dan derajat
penerangan ( brightness).
Beberapa metode penentuan kadar dengan kolorimetri di antaranya :
Metode deret standar, contohnya tabung Nessler.
Tabung tabung seragam yang tidak bewarna dengsn dasar tabung Nessler di gunkan
untuk menampung larutan bewarna dengan jumlah volume tertentu. Pada dasarnya,
pengukuran Nessler bekerja berdasarkan prinsip perbandingan warna.
Metode Pengenceran
Larutan sampel dan larutan standar dengan konsentrasi larutan sampel Cx dan
Cy di tempatkan pada tabung kaca dengan ukuran yang sama. Larutan yang lebih pekat
di encerkan sampai warnanya mempunyai intensitas yang sama dengan yang lebih
encer.
Metode Kesetimbangan
Metode ini merupakan metode yang paling umum di gunakan pada kolorimetri
visual.
Kolorimetri di lakukan dengan membandingkan larutan standar dengan aplikasi
yang sama dan menggunakan tabung Nessler atau kolorimeter Dubosque. Dengan
kolorimeter, jumlah cahaya yang di serap berbanding lurus dengan konsentrasi larutan.
Metode ini sering di gunakan dalam menentukan konsentrasi besi dalam air, terutama
air minum.
Zat-zat yang dapat menimbulkan warna adalah ion-ion kompleks. Warna
tersebut muncul karena adanya elktron-elektron yang tidak berpasangan. Konsentrasi
bewarna dapat di perkirakan secara visual. Hal ini dapat di lakukan dengan cara
membnadingkan cuplikan dengan sederet larutan yang konsentrasinya sudah di ketahui
terlebih dahulu yaitu larutan standar.
Prinsip metode kolorimetri pada penetapan kadar asam asetilsalisilat adalah
pembentukan kompleks antara besi nitrat dengan gugus fenolik asam salisilat pada asam
asetilsalisilat menjadi kompleks besi salisilat yang bewarna ungu.
Asam salisilat mempunyainama sinoni asetosal, asam salisilat asetat dan yang
paling umum adalah aspirin (brand name produk) dari Brayer. Serbuk asam
asetilsalisilat dari tidak bewarna atau kristal putih (serbuk granul putih). Asam salisilat
stabil dalam udara kering tapi terdegrasi perlahan jika terkena uap air menjadi asam
asetat dan asam salisilat. Nilai titik lebur dari asam asetilsalisilat adalah 135
o
C. Asam
ini larut dalam air (1 : 300), etanol (1 : 5), kloroform (1 : 17), dan eter (1 : 10-15), larut
dalam larutan asetat, sitrat dan dengan adanya senyawa yang terdekomposisi, asam
asetilsalisilat larut dalam larutan hidroksida dan karbonat.
Asetosal merupakan ester fenolik dari asam salisilat dan tidak dapt bereaksi
dengan NaOH sehingga terbebtuk Na-salisilat dan Na- asetat. Setelah di asamkan
dengan HCl, asam salisilat hasil hidrolisis asetosal dapat membentuk kompleks dengan
pereaksi besi (III) yang bewarna ungu yang dapat di ukur serapannya pada panjang
gelombang sinar tampak 525 nm.
Pada percobaan ini, yaiti pada bagian A, langkah pertama yang di lakukan
dengan menghasilkan larutan standar besi yang berada di dalam labu takar, dengan
larutan NH
4
SCN (ammonium tiosulfat) yang merupakan pereaksi warna dan reaksinya
dengan larutan besi yang merupakan senyawa kompleks (Fe(SCN))
2+
. Pereaksi ini akan
menghasilkan warna yang menyerap dengan kuat sehungga dapat di gunakan untuk
analisa besi dalam kadar kecil.
Suatu larutan yang di jadikan sebagai pereaksi harus memenuhi beberapa
persyaratan. Ammonium tiosulfat merupakan pereaksi warna, karena reaksinya dengan
zat yang di analisis yaitu besi selektif dan sensitif, yaitu membentuk kompleks besi
tiosianat yang bewarna ungu kemerahan, stabil unutk jangka waktu yang lama, sehingga
serapannya berubah-ubah samapi akhir analisis. Larutan ini tidak membentuk warna
dengan za-zat lin, yaitu ion H
+
, Cl
-
dan NO
3
-
yang ada dalam larutan.
Warna ungu kemerahan yang di hasilkan dalam percobaan ini, mempunyai
warna komplementer hijau-biru. Warna komplementer terbentuk ketika cahaya putih
yang berisi seluruh spectrum panajng gelombang melewati suatu medium (larutan kimia
bewarna) yang tembus cahaya pada panjang gelombang tertentu tetapi menyerang
panjang gelombang yang lai, akibatnya medium itu akan tampak bewarna bagi mata
pengamat.
Pengukuran serapan atau absorbansi spektrometri biasanya di lakukan pada
suatu panjang gelombang yang sesuai dengan serapan maksimum karena konsentrasi
besar terletak pada titik tersebut, artinya serapan larutan encer masih terdeteksi.
Pengukuran absorbansi untuk laruta standar besi dan absorbansi sampel yang
mengandung besi di ukur pada panjang gelombang minimum, yaitu 330 nm. Dalam
percobaan ini praktikum menggunakan panajang gelombnag tersebut karena untuk
mendapatkan gambaran kurva yang baik dan dari kurva tersebut pengamat dapat
menentukan pada panjang gelombang ke berapa yang menunjukkan nilai absorbansi
paling tinggi, yakni 2, 438 A.
Secara literatur, pemakain panjang gelombang maksimum bertujuan agar zat-zat
pengganggu tidak ikut terserap ataupun memberikan serapan, dalam hal ini yang akan
memberikan serapan hanya logam yang di analisis, Yitu logam besi (Fe). Salah satu
syarat pereaksi yang baik adalah pereaksi tidak boleh ikut memberikan serapan.
Pengukuran serapan atau absorbansi spektrofotometri biasanya di lakukan pada suatu
panjang gelombang yang sesuai dengan serapan maksimum karena konsentrasi besar
pada titik ini, artinya serapan larutan encer masih terdeteksi oleh alat pengukur seperti
spectronik 20.
Berdasarkan nilai absorbansi dan konsentrasi larutan-larutan standar besi yang di
peroleh maka kita bisa membuat kurva kalibrasi dari data yang telah di peroleh pada
percobaan kali ini adalah linear yang artinya memenuhi hukum Lambert- Beer.
Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil analisis pada percobaan
ini adalah sebagai berikut :
Kesalahan dalam menempatkan sampel dalam alat pengukuran
Kurang teliti dalam melakukan pengenceran larutan sampel
Alat dan bahan kurang steril dan telah terkontaminasi
Faktor-faktor yang mempengaruhi warna pada metoda kalorimetri adalah :
Untuk mendapatkan warna spesifik di butuhkan kondisi tertentu
Kepekaan detektor mata masing-masing orang berbeda
Volume reagen pewarna sebanding dengan volume larutan

Pada percobaan yang bagian B tidak praktikan lakukan karena bahan yang akan
di uji tidak tersedia. Secara literatur, cahaya terdiri dari radiasi terhadap mana mata
manusia peka, gelombang dengan panjang berlainan akan menimbulkan cahaya
berlainan, sedangkan campuran cahaya dengan panjang-panjang ini akan menyusun
cahay putih. Cahaya putih meliputi seluruh spektrum nampak 400-760 nm.
pH adalah derajat keasaman atau kebasaan yang di miliki oleh suatu larutan.
Skala pH bukanlah skala absolut, ia bersifat relatif terhadap sekumpulan larutan standar
yang pH-nya di tentukan berdasarkan persetujuan internasional. Adanya overlapping
antara spectra dari bentuk basa dan asam dari indikator, maka perlu untuk mengevaluasi
absorbtivitas molar untuk masing-masing bentuk (asam dan basa) pada dua panjang
gelombang.
Penentuan kalibrasinya dapat di lakukan dengan cara :
IX. Teknik satu titik, yaitu pada pH yang akan di ukur yakni kalibrasi dengan
larutan buffer.
X. Teknik dua titik (di utamakan), apabila sistem bersifat asam, maka di
gunakan 2 buffer satandar berupa pH 4,01 dan 7,00. Apabila sistem
bersifat basa, di gunakan 2 buffer standar berupa pH 7,00 dan 10,01
XI. Teknik multi titik, kalibrasi di lakukan dengan menggunakan 3 buffer
standar.

LAMPIRAN PERCOBAAN III
A. PENGARUH WAKTU TERHADAP ABSORBANSI MUTLAK



1. 0 MENIT
GEL. A %T
330 nm 2,332 0,5
340 nm 1,946 0,1
350 nm 1,708 2
360 nm 1,572 2,7
370 nm 0,744 18
380 nm 0,311 48,9
390 nm 0,007 98,4
400 nm 0,007 98,3
410 nm 0,008 98,2
420 nm 0,008 98,2
2. 10 MENIT
GEL A %T
330 nm 2,247 0,5
340 nm 1,952 1,1
350 nm 1,754 1,9
360 nm 1,613 2,6
370 nm 0,754 18
380 nm 0,312 48,8
390 nm 0,007 98,4
400 nm 0,008 98,3
410 nm 0,008 98,2
420 nm 0,008 98,2
3. 5 MENIT
GEL A %T
330 nm 2,332 0,5
340 nm 1,997 1,1
350 nm 1,726 1,9
360 nm 1,594 2,7
370 nm 0,747 17,9
380 nm 0,314 48,5
390 nm 0,007 98,4
400 nm 0,007 98,3
410 nm 0,008 98,2
420 nm 0,008 98,2

B. Pengaruh pH terhadap absorbansi
pH : 0 dan pH : 1






pH = 0
GEL. A %T
330 nm 2,438 0,4
340 nm 2,07 0,9
350 nm 1,782 1,6
360 nm 1,578 2,6
370 nm 0,68 20,9
380 nm 0,227 59,3
390 nm 0,007 98,4
400 nm 0,008 98,2
410 nm 0,008 98,1
420 nm 0,008 98,1
pH = 1
GEL. A %T
330 nm 1,832 1,5
340 nm 1,574 2,6
350 nm 1,396 4
360 nm 1,301 5
370 nm 0,522 30,1
380 nm 0,161 69
390 nm 0,007 98,4
400 nm 0,008 98,3
410 nm 0,008 98,2
420 nm 0,008 98,1
430 nm 0,008 98,1
440 nm 0,008 98,1

pH BERMACAM - MACAM



BAGIAN A
GEL. A %T
330 nm 2,165 0,7
340 nm 1,855 1,4
350 nm 1,662 2,2
360 nm 1,534 2,9
370 nm 0,704 19,8
380 nm 0,292 51,1
390 nm 0,007 98,4
400 nm 0,008 98,3
410 nm 0,008 98,1
420 nm 0,008 98,1
BAGIAN B
GEL. A %T
330 nm 2,003 1
340 nm 1,743 1,8
350 nm 1,536 2,9
360 nm 1,44 3,7
370 nm 0,622 24,3
380 nm 0,207 62,2
390 nm 0,007 98,4
400 nm 0,008 98,2
410 nm 0,008 98,1
420 nm 0,008 98,1
BAGIAN C
GEL. A %T
330 nm 1,949 1,1
340 nm 1,719 2
350 nm 1,524 3,1
360 nm 1,42 3,9
370 nm 0,605 24,8
380 nm 0,229 58,3
390 nm 0,007 98,4
400 nm 0,008 98,2
410 nm 0,008 98,1
420 nm 0,008 98,1
PENGARUH ANION TERHADAP ABSORBANSI MUTLAK
























KESIMPULAN
Warna komplementer terbentuk ketika cahaya putih yang berisi seluruh
spectrum panajng gelombang melewati suatu medium (larutan kimia bewarna)
yang tembus cahaya pada panjang gelombang tertentu tetapi menyerang
panjang gelombang yang lai, akibatnya medium itu akan tampak bewarna bagi
mata pengamat.
Spektrofotometri adalah suatu metode analisis yang berdasarkan pada
pengukuran serapan sinar monokromatis oleh suatu lajur larutan berwarna pada
panjang gelombang yang spesifik dengan menggunakan monokromator prisma
atau kisi difraksi dan detector vacuum phototube atau tabung foton hampa.
pemakain panjang gelombang maksimum bertujuan agar zat-zat pengganggu
tidak ikut terserap ataupun memberikan serapan, dalam hal ini yang akan
memberikan serapan hanya logam yang di analisis, Yitu logam besi (Fe).
Ammonium tiosulfat merupakan pereaksi warna, karena reaksinya dengan zat
yang di analisis yaitu besi selektif dan sensitif, yaitu membentuk kompleks besi
tiosianat yang bewarna ungu kemerahan, stabil unutk jangka waktu yang lama,
sehingga serapannya berubah-ubah samapi akhir analisis.

KEPUSTAKAAN
Day, R.A. & A.L.Underwood. 1996. Analisa Kimia Kuantitatif, Edisi kelima.
(terjemahan) H.A. Pudjatmaka. Erlangga, Jakarta.
Khopkar, S. M. 2010. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: Universitas
Indonesia.
Mursyidi, Achmad dan Abdul Rohman. 2008. Volumetri dan Gravimetri.
Yogyakarta: UGM-Press.
Anonim .2012. Penuntun dan Laporan Kimia Analisisk. Laboraturium Kimia
Farmasi Universitas Muslim Indonesia: Makassar.
Basset, J., 1994, Buku Ajar Vogel : Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. EGC.
Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta
Ditjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Departemen Kesehatan
Republik Indonesia : Jakarta.
Roth. J. & Blaschke G, 1988, Analisis Farmasi, Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta.

You might also like