You are on page 1of 16

AKLIMATISASI AEROB

Aklimatisasi, bertujuan untuk mendapatkan kultur biomassa yang telah teradaptasiterhadap air limbah yang akan
diteliti. Setelah melalui proses pembenihan,maka dilakukan aklimatisasi. Aklimatisasi adalah pengadaptasian
mikroorganismeterhadap air limbah yang akan diolah. Pada proses ini dilakukan dengan sistem bacthkarena
diharapkan mikroorganisme dapat tumbuh dan berkembang biak sertaberadaptasi dengan kondisi baru.
Pengapdaptasian dilakukan dengan cara menggantipemberian glukosa dengan air limbah pabrik . Akhir dari
proses iniadalah konsentrasi COD menjadi stabilPembenihan (seeding) merupakan tahapan awal sebelum
penelitian. Tujuan dariproses ini adalah untuk mendapatkan suatu populasi mikroorganisme yang
mencukupiuntuk memulai penelitian proses lumpur aktif dan mampu mengoksidai zat zat organicyang
terkandung didalam air limbah. Dalam penelitian ini mikroorganisme yangdigunakan berasal dari bak aerasi. Pada
tahap ini diharapkan mikroorganisme tersebutdapat tumbuh dan berkembang biak dengan baik dengan pemberian
nutrien danoksigen secara teratur. Parameter yang diamati adalah VSS dan COD. Pada haripertama pembenihan,
COD adalah sebesar 610,22 mg/l dan konsentrasi VSS adalahsebesar 3096 mg/l.Jika konsentrasi BOD atau COD
dalam tempat pengembangan telah relatifkonstan,dengan fluktuasi sekitar 5% maka konsentrasi umpan dan
volume pembibitanditambah. Prosesini terus dilakukan hingga volume pembibitan mencapai sekitar 10%kolam
yang pengolahanyang dibuat dan VSS sekitar 3000-4000 mg/l.Parameter yang dianalisis adalah VSS (Volatile
Suspended Solid ) dan kebutuhanoksigen kimiawi (COD). VSS adalah untuk mengetahui banyaknya
mikroorganismeyang hidup. Nilai VSS merupakan indicator adanya mikroorganisme yang aktif danmemegang
peranan penting dalam proses biologis. Pengukuran ini digunakan denganmenggunakan metode gravimetri.Salah
satu parameter yang sering digunakan dalam pengolahan limbah cairsistem lumpur aktif adalah Mixed Liquor
Suspended Solids (MLSS). Mixed liquorsuspended solids adalah jumlah dari bahan organik dan mineral berupa
padatanterlarut, termasuk mikroorganisme di dalam mixed liquor.Selama periode aklimatisasi ini dilakukan
pemeriksaan parameterorganik (mg/l KmnO4), VSS, pH, dan temperatur. Konsentrasi oksigenterlarut selalu
dijaga diatas 4 mg/l untuk memastikan proses aerob dapatberlangsung baik. Temperatur dalam proses juga dijaga
pada temperaturkamar dan dalam rentang pH normal. Proses aklimatisasi dianggap selesai jika pH, VSS,
temperatur dan efisiensi penyisihan senyawa organik telahkonstan dengan fluktuasi yang tidak lebih
dari 10%



PENGOLAHAN LIMBAH CAIR DENGAN LUMPUR AKTIF
CARA PEMBUATAN
Urutan proses pengolahan limbah di PT. Unitek secara garis besar dibagi dalam 5 unit
proses yang meliputi proses primer, sekunder, dan tersier, yaitu :
1. Unit 1 : adalah proses penghilangan warna dengan sistem koagulasi dan sedimentasi.
2. Unit 2 : adalah proses penguraian bahan organik yang terkandung di dalam air limbah dengan
sistem lumpur aktif.
3. Unit 3 : adalah proses pemisahan air yang telah bersih dengan lumpur aktif dari kolam aerasi.
4. Unit 4 : adalah proses penghilangan padatan tersuspensi setelah pengendapan.
5. Unit 5 : adalah proses pemanfaatan lumpur padat setelah pengepresan di belt press.
Untuk jelasnya lihat Gambar 19. Sistem Pengolah Limbah Lumpur Aktif PT. UNITEX.
Proses Pengolahan Limbah
Proses pengolahan air limbah PT. Unitek terbagi menjadi tiga tahap pemrosesan, yaitu :
1. Proses primer, Proses primer merupakan perlakuan pendahuluan yang meliputi :
a). Penyaringan kasar,
b). Penghilangan warna,
c). Ekualisasi,
d). Penyaringan halus, dan
e). Pendinginan.
2. Proses sekunder, Proses biologi dan sedimentasi.
3. Proses tersier, merupakan tahap lanjutan setelah proses biologi dan sedimentasi.

Proses Primer

a. Penyaringan Kasar
Air limbah dari proses pencelupan dan pembilasan dibuang melalui saluran pembuangan
terbuka menuju pengolahan air limbah. Saluran tersebut terbagi menjadi dua bagian, yakni
saluran air berwarna dan saluran air tidak berwarna. Untuk mencegah agar sisa-sisa benang atau
kain dalam air limbah terbawa pada saat proses, maka air limbah disaring dengan menggunakan
saringan kasar berdiameter 50 mm dan 20 mm.

b. Penghilangan Warna
Limbah cair berwarna yang berasal dari proses pencelupan setelah melewati tahap
penyaringan ditampung dalam dua bak penampungan, masing-masing berkapasitas 64 m
3
dan 48
m
3
, air tersebut kemudian dipompakan ke dalam tangki koagulasi pertama (volume 3,1 m
3
) yang
terdiri atas tiga buah tangki, yaitu : Pada tangki pertama ditambahkan koagulasi FeSO
4
(Fero
Sulfat) konsentrasinya 600 - 700 ppm untuk pengikatan warna. Selanjutnya dimasukkan ke
dalam tangki kedua dengan ditambahkan kapur (lime) konsentrasinya 150 - 300 ppm, gunanya
untuk menaikkan pH yang turun setelah penambahan FeSO
4
. Dari tangki kedua limbah
dimasukkan ke dalam tangki ketiga pada kedua tangki tersebut ditambahkan polimer
berkonsentrasi 0,5 - 0,2 ppm, sehingga akan terbentuk gumpalan-gumpalan besar (flok) dan
mempercepat proses pengendapan.
Setelah gumpalan-gumpalan terbentuk, akan terjadi pemisahan antara padatan hasil
pengikatan warna dengan cairan secara gravitasi dalam tangki sedimentasi. Meskipun air hasil
proses penghilangan warna ini sudah jernih, tetapi pH-nya masih tinggi yaitu 10, sehingga tidak
bisa langsung dibuang ke perairan. Untuk menghilangkan unsur-unsur yang masih terkandung
didalamnya, air yang berasal dri koagulasi I diproses dengan sistem lumpur aktif. Cara tersebut
merupakan perkembangan baru yang dinilai lebih efektif dibandingkan cara lama yaitu air yang
berasal dari koagulasi I digabung dalam bak ekualisasi.
Tabel 3. Hasil pengamatan konsentrasi, debit, dan laju penambahan koagulan
dan flokulan terhadap limbah air warna (Rapto, 1996)
Agent Konsentrasi (kg/l) Debit (l/jam)
Laju Penambahan
(kg/jam)
Fe SO
4
0.21 13.28 2.84
Lime 0.11 806.76 86.44
Polimer ANP-10 2. 10
-4
561.60 0.11

Tabel 4. Efisiesi removal proses koagulasi dan flokulasi air limbah warna
Tahun 1994 (Rapto, 1996)
Parameter Inlet (mg/l) Outlet (mg/l) Efisiensi removal (%)
TSS 132.33 17.33 86.9
BOD
5
266.12 54.92 79.4
COD 432.33 112.00 74.1
DO 0.4 0.25 37.5

c. Ekualisasi
Bak ekualisasi atau disebut juga bak air umum memiliki volume 650 m
3
menampung dua
sumber pembuangan yaitu limbah cair tidak berwarna dan air yang berasal dari mesin pengepres
lumpur. Kedua sumber pembuangan pengeluarkan air dengan karakteristik yang berbeda. Oleh
karena itu untuk memperlancar proses selanjutnya air dari kedua sumber ini diaduk dengan
menggunakan blower hingga mempunyai karakteristik yang sama yaitu pH 7 dan suhunya 32
o
C.
Sebelum kontak dengan sistem lumpur aktif, terlebih dahulu air melewati saringan halus dan
cooling tower, karena untuk proses aerasi memerlukan suhu 32
o
C. Untuk mengalirkan air dari
bak ekualisasi ke bak aerasi digunakan dua buah submerble pump atau pompa celup (Q= 60
m
3
/jam).
d. Saringan Halus (Bar Screen f = 0,25 in)
Air hasil ekualisasi dipompakan menuju saringan halus untuk memisahkan padatan dan
larutan, sehingga air limbah yang akan diolah bebas dari padatan kasar berupa sisa-sisa serat
benang yang masih terbawa.
e. Cooling Tower
Karakteristik limbah produksi tekstil umumnya mempunyai suhu antara 35-40
o
C,
sehingga memerlukan pendinginan untuk menurunkan suhu yang bertujuan mengoptimalkan
kerja bakteri dalam sistem lumpur aktif. Karena suhu yang diinginkan adalah berkisar 29-30
o
C.

Proses Sekunder

a. Proses Biologi
Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) PT. Unitek memiliki tiga bak aerasi dengan
sistem lumpur aktif, yang pertama berbentuk oval mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan
dengan bentuk persegi panjang. Karena pada bak oval tidak memerlukan blower sehingga dapat
menghemat biaya listrik, selain itu perputaran air lebih sempurna dan waktu kontak bakteri
dengan limbah lebih merata serta tidak terjadi pengendapan lumpur seperti layaknya terjadi pada
bak persegi panjang. Kapatas dari ketiga bak aerasi adalah 2175 m
3
. Pada masing-masing bak
aerasi ini terdapat sparator yang mutlak diperlukan untuk memasok oksigen ke dalam air bagi
kehidupan bakteri. Parameter yang diukur dalam bak aerasi dengan sistem lumpur aktif adalah
DO, MLSS, dan suhu. Dari pengalaman yang telah dijalani, parameter-parameter tersebut dijaga
sehingga penguraian polutan yang terdapat dalam limbah dapat diuraikan semaksimal mungkin
oleh bakteri. Oksigen terlarut yang diperlukan berkisar 0,5 2,5 ppm, MLSS berkisar 4000
6000 mg/l, dan suhu berkisar 29 30
o
C.
b. Proses Sedimentasi
Bak sedimentasi II (volume 407 m
3
) mempunyai bentuk bundar pada bagian atasnya dan
bagian bawahnya berbentuk kronis yang dilengkapi dengan pengaduk (agitator) dengan putaran
2 rph. Desain ini dimaksudkan untuk mempermudah pengeluaran endapan dari dasar bak. Pada
bak sedimentasi ini akan terjadi settling lumpur yang berasal dari bak aerasi dan endapan lumpur
ini harus segera dikembalikan lagi ke bak aerasi (return sludge=RS), karena kondisi pada bak
sedimentasi hampir mendekati anaerob. Besarnya RS ditentukan berdasarkan perbandingan nilai
MLSS dan debit RS itu sendiri. Pada bak sedimentasi ini juga dilakukan pemantauan kaiment
(ketinggian lumpur dari permukaan air) dan MLSS dengan menggunakan alat MLSS meter.
Proses Tersier
Pada proses pengolahan ini ditambah bahan kimia, yaitu Alumunium Sulfat (Al
2
(SO
4
)
3
),
Polimer dan Antifoam (Silicon Base); untuk mengurangi padatan tersuspensi yang masih
terdapat dalam air. Tahap lanjutan ini diperlukan untuk memperoleh kualitas air yang lebih baik
sebelum air tersebut dibuang ke perairan.
Air hasil proses biologi dan sedimentasi selanjutnya ditampung dalam bak interdiet
(Volume 2m
3
) yang dilengkapi dengan alat yang disebut inverter untuk mengukur level air,
kemudian dipompakan ke dalam tangki koagulasi (volume 3,6 m
3
) dengan menggunakan pompa
sentrifugal. Pada tangki koagulasi ditambahkan alumunium sulfat (konsentrasi antara 150 300
ppm) dan polimer (konsentrasi antara 0,5 2 ppm), sehingga terbentuk flok yang mudah
mengendap. Selain kedua bahan koagulan tersebut juga ditambahkan tanah yang berasal
pengolahan air baku (water teratment) yang bertujuan menambah partikel padatan tersuspensi
untuk memudahkan terbentuknya flok.
Pada tangki koagulasi ini terdapat mixer (pengaduk) untuk mempercepat proses
persenyawaan kimia antara air dan bahan koagulan, juga terdapat pH kontrol yang berfungsi
untuk memantau pH effluent sebelum dikeluarkan ke perairan. Setelah penambahan koagulan
dan proses flokulasi berjalan dengan sempurna, maka gumpalan-gumpalan yang berupa lumpur
akan diendapkan pada tangki sedimentasi III (volume = 178 m
3
). Hasil endapan kemudian
dipompakan ke tangki penampungan lumpur yang selanjutnya akan diolah dengan belt press
filter machine.
Selain itu pengolahan air limbah dapat juga dilakukan dengan sistem lumpur aktif
konvesional.
Tangki aerasi
Oksidasi aerobik material organik dilakukan dalam tangki ini. Efluent pertama masuk dan
tercampur dengan Lumpur Aktif Balik (Return Activated Sludge =RAS) atau disingkat LAB
membentuk lumpur campuran (mixed liqour), yang mengandung padatan tersuspensi sekitar
1.500 - 2.500 mg/l. Aerasi dilakukan secara mekanik. Karakteristik dari proses lumpur aktif
adalah adanya daur ulang dari biomassa. Keadaan ini membuat waktu tinggal rata-rata sel
(biomassa) menjadi lebih lama dibanding waktu tinggal hidrauliknya (Sterritt dan Lester, 1988).
Keadaan tersebut membuat sejumlah besar mikroorganisme mengoksidasi senyawa organik
dalam waktu yang singkat. Waktu tinggal dalam tangki aerasi berkisar 4 - 8 jam.
Tangki Sedimentasi
Tangki ini digunakan untuk sedimentasi flok mikroba (lumpur) yang dihasilkan selama
fase oksidasi dalam tangki aerasi. Seperti disebutkan diawal bahwa sebaghian dari lumpur dalam
tangki penjernih didaur ulang kembali dalam bentuk LAB kedalam tangki aerasi dan sisanya
dibuang untuk menjaga rasio yang tepat antara makanan dan mikroorganisme (F/M Ratio).
Parameter
Parameter yang umum digunakan dalam lumpur aktif (Davis dan Cornwell, 1985;
Verstraete dan van Vaerenbergh, 1986) adalah sebagai berikut:
1. Mixed-liqour suspended solids (MLSS). Isi tangki aerasi dalam sistem lumpur aktif
disebut sebagai mixed liqour yang diterjemahkan sebagai lumpur campuran. MLSS
adalah jumlah total dari padatan tersuspensi yang berupa material organik dan mineral,
termasuk didalamnya adalah mikroorganisma. MLSS ditentukan dengan cara menyaring
lumpur campuran dengan kertas saring (filter), kemudian filter dikeringkan pada
temperatur 105
0
C, dan berat padatan dalam contoh ditimbang.
2. Mixed-liqour volatile suspended solids (MLVSS). Porsi material organik pada MLSS
diwakili oleh MLVSS, yang berisi material organik bukan mikroba, mikroba hidup dan
mati, dan hancuran sel (Nelson dan Lawrence, 1980). MLVSS diukur dengan
memanaskan terus sampel filter yang telah kering pada 600 - 650
0
C, dan nilainya
mendekati 65-75% dari MLSS.
3. Food - to - microorganism ratio (F/M Ratio). Parameter ini merupakan indikasi beban
organik yang masuk kedalam sistem lumpur aktif dan diwakili nilainya dalam kilogram
BOD per kilogram MLSS per hari (Curds dan Hawkes, 1983; Nathanson, 1986). Adapun
formulasinya sebagai berikut :
Q = Laju alir limbah Juta Galon per hari (MGD)
BOD
5
= BOD
5
(mg/l)
MLSS = Mixed liquor suspended solids (mg/l)
V = Volume tangki aerasi (Gallon)


4. Rasio F/M dikontrol oleh laju sirkulasi lumpur aktif. Lebih tinggi laju sirkulasi lumpur
aktif lebih tinggi pula rasio F/M-nya. Untuk tangki aerasi konvensional rasio F/M adalah
0,2 - 0,5 lb BOD
5
/hari/lb MLSS, tetapi dapat lebih tinggi hingga 1,5 jika digunakan


F/M = Q x BOD
5

MLSS x V
oksigen murni (Hammer, 1986). Rasio F/M yang rendah mencerminkan bahwa
mikroorganisme dalam tangki aerasi dalam kondisi lapar, semakin rendah rasio F/M
pengolah limbah semakin efisien.
5. Hidraulic retention time (HRT). Waktu tinggal hidraulik (HRT) adalah waktu rata-rata
yang dibutuhkan oleh larutan influent masuk dalam tangki aerasi untuk proses lumpur
aktif; nilainya berbanding terbalik dengan laju pengenceran

V = Volume tangki aerasi
Q = Laju influent air limbah ke dalam tangki
aerasi
D = Laju pengenceran.
6. Umur lumpur (Sludge age). Umur lumpur adalah waktu tinggal rata-rata
mikroorganisme dalam sistem. Jika HRT memerlukan waktu dalam jam, maka waktu
tinggal sel mikroba dalam tangki aerasi dapat dalam hari lamanya. Parameter ini
berbanding terbalik dengan laju pertumbuhan mikroba. Umur lumpur dihitung dengan
formula sebagai berikut (Hammer, 1986; Curds dan Hawkes, 1983) :


Umur Lumpur (Hari) = MLSS x V
SS
e
x Q
e
+ SS
w
X Q
w

MLSS = Mixed liquor suspended solids (mg/l).
V = Volume tangki aerasi (L)
SS
e
= Padatan tersuspensi dalam effluent (mg/l)
SS
w
= Padatan tersuspensi dalam lumpur limbah (mg/l)
Q
e
= Laju effluent limbah (m
3
/hari)
Q
w
= Laju influent limbah (m
3
/hari).
7. Umur lumpur dapat bervariasi antara 5 - 15 hari dalam konvensional lumpur aktif. Pada
musim dingin lebih lama dibandingkan musim panas (U.S. EPA, 1987a). Parameter
penting yang mengendalikan operasi lumpur aktif adalah laju pemuatan organik, suplay

HRT = 1/D = V/ Q
oksigen, dan pengendalian dan operasi tangki pengendapan akhir. Tangki ini mempunyai
dua fungsi: penjernih dan penggemukan mikroba. Untuk operasi rutin, orang harus
mengukur laju pengendapan lumpur dengan menentukan indeks volume lumpur (SVI),
Voster dan Johnston, 1987.

CARA PENGOLAHAN LIMBAH








Dapat dilihat gambar seperti dibawah ini:
Limbah yang datang dari segala macam aktifitas akan ditampung kedalam bak penyaring. bak
penyaring berfungsi sebagai penyaring kotoran padat dan sampah yang dapat mengganggu
proses peralatan selanjutnya atau peralatan lainnya air yang telah disaring selanjutnya menuju ke
bak equalizing, bak equalizing berfungsi sebagai penampung dalam proses awal agar kualitas air
rata dan teratur.
Air kemudian di pompakan ke flow control box untuk selanjutnya masuk ke bak aerasi, bak ini
dilengkapi dengan air difuser yang berfungsi melarutkan udara kedalam air sehingga bakteri
menjadi aktif. Di bak ini air limbah akan diproses dengan cara menambahkan atau melarutkan
udara kedalam air dan menambahkan lumpur aktif yg diperoleh dari bak pengendap atau
sedimentation tank. Bak ini berfungsi untuk mengendapkan lumpur yang datang dari aerasi
dengan tujuan mempercepat pengendapan struktur, sehingga dibuat seperti limas segi empat.
Lumpur yang mengendap akan diangkat oleh airlift melalui udara blower kemudian lumpur
ditampung ke setiap distributor box untuk di distribusikan ke bak aerasi, bak penampungan
lumpur dan bak klorinasi atau clorinasi tank. Setelah air diendapkan proses selanjutnya biasanya
menambahkan bahan kimia yg berfungsi untuk membunuh kuman, namun bisa juga tidak
menggunakan bahan kimia, hal tersebut dapat diatasi dengan menambahkan bakteri aktif pada
saat proses aerasi. Bak penampung air olahan atau efluent tank adalah bak yang berfungsi
sebagai bak penampung air olahan yang dihasilkan oleh unit pengolahan limbah untuk disalurkan
ke water tank, air yang masuk ke bak ini adalah air yg sudah di proses bebas dari kuman Apa Itu
Sludge Thickening? Sludge thickening adalah alat yang berfungsi untuk mengurangi kadar air
(liquid) dalam lumpur, sehingga menambah kandungan solid (padatan) dalam lumpur. Pabrik
pengolahan air limbah pada umumnya menggunakan perangkat penebalan untuk meningkatkan
konsentrasi padatan pada akhir langkah proses tertentu dalam proses lumpur aktif. Penebalan
meningkatkan kandungan padatan lumpur dan mengurangi volume air gratis sehingga
meminimalkan beban unit pada proses hilir seperti pencernaan dan dewatering.


Proses yang digunakan penebalan mencakup penebalan gravitasi, flotasi udara terlarut, sabuk
penebalan gravitasi dan rotary drum penebalan. Jenis penebalan dipilih biasanya ditentukan oleh
ukuran dari pabril limbah, hambatan fisik dan proses hilir. Di pabrik pengolahan air limbah yang
kecil, penebalan biasanya terjadi secara langsung di dalam tangki penyimpanan lumpur. Lumpur
yang dikompersi di bagian bawah tangki hanya oleh gaya gravitasi, sedangkan di atas lapisan
lumpur air keruh terbentuk, yang diambil dari tangki dan kembali ke inllet. Peralatan mekanis
tipe lumpur penebalan menggunakan proses fisik untuk berkonsentrasi lumpur dengan
menghapus bagian air sehingga mengarah ke peningkatan jumlah presentase padat. Ada beberapa
metode yang berbeda untuk mencapai hal ini dari semua pilihan yang tersedia biasanya

isi lumpur dapat ditingkatkan dengan , 4-5 lipatan tergantug pada seberapa baik peralatan
dioperasikan.
Metode mengandalkan pada prinsip gravitasi dapat diterapkan baik diobati primer dan bahkan
limbah lumpur aktif. Hal ini biasanya dilakukan dalam tangki melingkar serupa di desain
dibandingkan dengan tangki sedimentasi tanaman khas. Aliran lumpur berasal dari sistem aerasi
diarahkan ke pusat dengan baik dan desain sedemikian rupa sehingga ada cukup
waktupenahanan yang cukup untuk menyelesaikan baik untuk mengambil tempat.
PERUSAHAAN YANG MEMAKAI LUMPUR AKTIF DALAM IPAL
1. PT UNITEX
2. PT Aneka Bumi Pratama, ( industry karet )
3. PT Muara Kelingi II ( industry karet )
4. PT Prasidha ( industry karet )
5. PT Panca Samudera dan ( industry karet )
6. PT Gajah Ruko( industry karet )
7. PT. Tanjung Enim Lestari PULP dan Paper adalah perusahaan Industri bubur kertas
menggunakan bahan baku kayu acasia mangium 100 %. Perusahaan ini mempunyai
kapasitas produksi pulp sebesar 1.430 ADT/hari atau 450.000 ADT / tahun ,yang
merupakan, Hardword Bleached Kraft Pulp (HBKP). Untuk memproduksi pulp dengan
kapasitas tersebut dibutuhkan bahan baku kayu sebesar 1935000 m
3
/tahun atau 4,3 m
3

untuk setiap ton pulp yang dihasilkan. Bahan baku tersebut di peroleh dari Hutan
Tanaman Industri PT. Musi Hutan Persada (PT. MHP) yang terletak di Benakat Suban
Jeriji sebesar 20- 30 km dari lokasi pabrik.
Adapun proses produksi pulp di PT. Tanjung Enim Lestari Pulp and Paper terdiri dari
beberapa tahapan proses,yaitu sebagai berikut :
1. Proses Pengulitan (Debarking)
Proses pengulitan yang efektif sangat diperlukan untuk menjamin kualitas yang baik agar dapat
menghasilkan mutu pulp yang tinggi. Alat yang digunakan untuk pengelupasan kulit kayu ini
disebut Drum Barker yang mempunyai kapasitas 500 m
3
/jam. Selanjutunya kayu yang sudah
dikupas kulitnya dikirim ke Chipper dan kulit kayu dikirim ke Bark Crusher untuk dihaluskan
untuk dijadikan bahan bakar di Power Boiler.
2. Pembentukan Serpih Kayu (Chipping)
Kayu yang telah dikuliti akan dilewatkan dengan belt Conveyor ke unit Chipper untuk dibentuk
menjadi serpihan-serpihan yang berukuran seragam, yaitu berkisar antara 2 cm x 3 cm x 0,2 cm.
Bahan baku yang telah diserpih dan dan memenuhi persyaratan, dilakukan pengayakan dan
dikumpulkan di Chip Yard yang dilengkapi Conveyor untuk pengiriman ke unit pemasakan
(Digester).
3. Pemasakan Serpih Kayu (Digester)
Proses pulp yang digunakan adalah proses Kraft dengan bahan kimia pemasak yang disebut
White Liqour yang merupakan campuran larutan Na
2
S dan NaOH. Dari proses pemasakan akan
diperoleh pulp yang belum diputihkan (Unbleach Pulp) dan Black Liquor (lindi hitam). Juga
dihasilkan limbah padat pada proses penyaringan (screening) yang selanjutnya dikirim ke Power
Boiler sebagai bahan bakar . Sedangkan limbah gas NCG (H
2
S, Methyl Mercaptan, dan
Dimethyl Sulfida) berupa HVLC dialirkan ke Boiler untuk dibakar.
4. Pencucian (Washing)
Proses ini bertujuan untuk memisahkan lindi hitam dari pulp dengan menyemprotkan air panas
dari aliran yang berlawanan dengan aliran pulp. Selanjutnya pulp yang telah terpisah dari lindi
hitam disaring lagi untuk memisahkan serat-serat kayu yang tidak terolah dengan baik
sebagaimana telah diuraikan pada proses pemasakan di atas. Pulp (serat) yang telah dicuci
selanjutnya dikirim ke unit Oxygen Delignification, sedangkan Black Liquor yang dihasilkan
dikirim ke unit Multi Efek Evaporator untuk dilakukan pemekatan.
4. Delignifikasi Oksigen (Oxygen Delignification)
Proses Delignifikasi Oksigen bertujuan sebagai proses pra-bleaching (sebelum pemutihan) yang
bertujuan untuk mengurangi bilangan kappa, sehingga dapat mengurangi pemakaian bahan kimia
pemutih pada proses pemutihan. Bahan kimia yang dibutuhkan pada proses ini adalah NaOH dan
O
2
(Oksigen). Dari proses ini akan dihasilkan pulp berwarna coklat yang akan dikirim ke unit
pemutihan (Bleaching) dan filtrat yang dikirim ke unit pengolahan limbah cair (Effluent
Treatment Plant).
5. Pemutihan (Bleaching)
Pada proses ini bertujuan untuk menghilangkan sisa lignin, warna, kotoran atau bahan lain yang
terdapat didalam pulp. Sistem yang digunakan adalah ECF (Elemental Chorine Free) dimana
tidak menggunakan Cl
2
tetapi menggunakan ClO
2
100%. Hasil dari proses pemutihan berupa
bubur serat (pulp) yang sudah berwarna sangat putih selanjutnya disimpan pada stock chest
sebelum dikirim ke proses pengeringan, sedangkan filtratnya dikirim ke Effluent Treatment
Plant.
6. Pengeringan dan Pembentukan Lembaran Pulp
Proses yang berlangsung di pulp Machine unit ini merupakan tahap akhir pembuatan pulp.
Proses ini mengubah pulp menjadi lembaran-lembaran pulp dengan ukuran yang diinginkan,
yang sebelumnya mengalami beberapa perlakuan sebagai berikut :
a. Pembersihan terakhir sebelum pengeringan
b. Pengeringan akan menghilangkan sisa air yang masih terdapat pada lembaran-lembaran pulp
dengan cara mengalirkan uap panas pada bagian atas dan bawah lembaran di air bone type dryer,
Dengan tingkat kekeringan 87-95 %.
c. Pemotongan pada lembaran pulp kering dan pengepakan lembaran pulp akhir yang siap dikirim
ke gudang penyimpanan produk akhir pulp.



Tinjauan tentang Limbah
Ditinjau dari sumbernya, limbah cair industri pulp dan kertas dapat berasal dari bermacam-
macam tahap didalam prosesnya. Jumlah limbah yang dikeluarkan umumnya sesuai dengan
jumlah pemakaian air karena selisihnya hanya sekitar 5-10%. Limbah cair industri pulp dan
kertas umumnya menimbulkan masalah warna, bau, pH, zat padat tersuspensi,BOD
5
, COD dan
toksinitas.
Semua air buangan yang biodegradable dapat diolah secara biologi. Sebagai pengolahan
sekunder, pengolahan secara biologi dipandang sebagai pengolahan yang paling murah dan
efisien. Dalam beberapa dasawarsa telah berkembang berbagai
metode pengolahan biologi dengan segala modifikasinya. Pada dasarnya, reaktor pengolahan
secara biologi dapat dibedakan atas dua jenis yaitu:
1. Reaktor Pertumbuhan tersuspensi (Suspended Growth Reaktor )
2. Reaktor pertumbuhan lekat (attached growth reaktor).

Tinjauan Lumpur aktif
Sluge merupakan bentuk semi solid dari impurities-impurities yang terkonsentrasi didalam
suatu larutan, dalam hal ini adalah air limbah. Jumlah dan jenis sluge tergantung pada
areakteristik air laimbah serta pada jenis efisiensinproses treatmentnya .

Pada proses mikrobiologis terjadi perubahan secara kimia dari suatu subrat yang disebabkan oleh
adanya aktivitas mikroorganisme, disamping itu pula pada proses ini terjadi pembiakan
mikroorganisme. Pembiakan mikroorganisme ini sangat diperlukan karena mikroorganisme
inilah yang bertanggung jawab terhadap penguraian zat-zat organic yang terdapat pada air
limbah. Selang beberapa waktu kemudian di dalam fasa pertumbuhan terakhir, jumlah
mikroorganisme menjadi sangat besar dan zat yang akan diuraikan semakin berkurang serta
semua makanan telah habis terkomsumsi.

Hal ini mengakibatkan aktivitas mikroorganisme semakin menurun sehingga pertumbuhannya
terhenti. Karena pengaruh gravitasi, mikroorgainsme ini akan mengendap . Endapan
mikroorganisme berwarna putih kecoklatan, oleh karena itu disebut sebagai Lumpur biologis
(biological sluge).

Proses dengan pertumbuhan melekat
Peningkatan sistem pendaur-ulangan air maupun serat dalam proses pembuatan kertas
menyebabkan karakteristik air limbah yang dihasilkan mengandung senyawa organik dan
anorganik terlarut yang cukup tinggi. Dengan perkembangan tersebut, maka sistem pengolahan
air limbah yang cocok diterapkan di industri kertas adalah pengolahan biologi dengan sistem
biofilm. Dalam reaktor biofilm, biomassa yang tumbuh menempel pada permukaan media
sebagai film. Mikroorganisma yang tumbuh melekat sebagai film pada permukaan media akan
melakukan oksidasi substrat organik di dalam air limbah dengan oksigen dari udara.
Mikroorganisma dapat tumbuh menjadi film biomassa yang semakin meningkat karena
memperoleh makanan dari air limbah dan oksigen dari aerasi. Film yang semakin meningkat
ketebalannya dapat menyebabkan kondisi anaerobik terutama pada lapisan yang paling dekat
dengan permukaan media. Gas yang timbul akan menyebabkan film mengelupas dari permukaan
media dan akan digantikan dengan pertumbuhan lainnya. Massa mikroba yang mengalami
kematian akan terlepas dari media dan terbawa aliran effluen. Dengan demikian pada metode
bio-filter ini juga diperlukan tangki pengendapan untuk memisahkan bio-solid yang terbawa
aliran efluen.

Media Filter
Secara umum karbon/arang aktif biasanya dibuat dari arang tempurung dengan
pemanasan pada suhu 600-2000C pada tekanan tinggi. Pada kondisi ini akan terbentuk rekahan-
rekahan (rongga) sangat halus dengan jumlah yang sangat banyak, sehingga luas permukaan
arang tersebut menjadi besar.
Parameter limbah
a.Chemical Oxygen Demand (COD)
b. Total Suspended Solid (TSS)
c. pH (Derajat Keasaman)
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi pada Proses Lumpur aktif
a. Nutrisi
b. Temperatur
c. pH
d. Udara

You might also like