You are on page 1of 7

ASUHAN KEPERAWATAN MATERNITAS PADA PENDARAHAN

POST PARTUM
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kehamilan (alamiah) terjadi akibat adanya pembuahan sel telur di dalam indung telur
wanita oleh sperma. Dalam proses alamiah, ini terjadi karena sperma masuk ke
indung telur melalui saluran rahim pada saat melakukan berhubungan badan.
Normalnya, wanita hanya memproduksi satu sel telur setiap bulannya. Dilain tubuh
pria bisa memproduksi sperma terus menerus dalam jumlah besar. Rata-rata setiap
semprotan air mani mengandung 100-200 juta sperma. Namun dari jumlah tersebut
hanya satu yang berhasil menembus indung telur dan membuahi sel telur. Ini
merupakan salah satu bentuk seleksi alam untuk memilih bibit yang terbaik.
Apabila pembuahan ini berhasil, dari satu sel telur yang telah dibuahi dan berukuran
0.2 mm akan terus berkembang biak dan berpindah ke dalam rahim.
Kurang lebih sekitar 7-10 hari setelah pembuahan, sel telur yang telah dibuahi akan
masuk dan menempel di selaput dalam rahim. Dianalogikan dengan kasur, selaput
dalam rahim ini tebal dan lunak sehingga bisa melindungi sel telur yang telah
dibuahi. Pada tahap ini kehamilan sudah dimulai.
Perdarahan setelah melahirkan atau post partum hemorrhagic (PPH) adalah
konsekuensi perdarahan berlebihan dari tempat implantasi plasenta, trauma di traktus
genitalia dan struktur sekitarnya, atau keduanya.
Diperkirakan ada 14 juta kasus perdarahan dalam kehamilan setiap tahunnya
paling sedikit 128.000 wanita mengalami perdarahan sampai meninggal. Sebagian
besar kematian tersebut terjadi dalam waktu 4 jam setelah melahirkan. Di Inggris
(2000), separuh kematian ibu hamil akibat perdarahan disebabkan oleh perdarahan
post partum.
Di Indonesia, Sebagian besar persalinan terjadi tidak di rumah sakit, sehingga
sering pasien yang bersalin di luar kemudian terjadi perdarahan post partum
terlambat sampai ke rumah sakit, saat datang keadaan umum/hemodinamiknya sudah
memburuk, akibatnya mortalitas tinggi.
3
Menurut Depkes RI, kematian ibu di
Indonesia (2002) adalah 650 ibu tiap 100.000 kelahiran hidup dan 43% dari angka
tersebut disebabkan oleh perdarahan post partum.
B. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1. Mengetahui dan memahami definisi post partum haemorargig beserta gejala,
manifestasi klinik yang timbul.
2. Mengetahui asuhan keperawatan ibu dengan post partum haemorargig.
3. Semoga dapat menjadi referensi untuk pengembangan ketrampilan praktik di masa
yang akan datang.

BAB II
PERDARAHAN POST PARTUM
A. Definisi
Perdarahan postpartum adalah perdarahan lebih dari 500-600 ml selama 24
jam setelah anak lahir. Termasuk perdarahan karena retensio plasenta. Perdarahan
post partum adalah perdarahan dalam kala IV lebih dari 500-600 cc dalam 24 jam
setelah anak dan plasenta lahir (Prof. Dr. Rustam Mochtar, MPH,
1998). Haemoragic Post Partum (HPP) adalah hilangnya darah lebih dari 500 ml
dalam 24 jam pertama setelah lahirnya bayi (Williams, 1998). HPP biasanya
kehilangan darah lebih dari 500 ml selama atau setelah kelahiran (Marylin E
Dongoes, 2001).
Perdarahan Post partum diklasifikasikan menjadi 2, yaitu:
Early Postpartum : Terjadi 24 jam pertama setelah bayi lahir
Late Postpartum : Terjadi lebih dari 24 jam pertama setelah bayi lahir
Tiga hal yang harus diperhatikan dalam menolong persalinan dengan komplikasi
perdarahanpost partum :
1. Menghentikan perdarahan.
2. Mencegah timbulnya syok.
3. Mengganti darah yang hilang.
Frekuensi perdarahan post partum 4/5-15 % dari seluruh persalinan. Berdasarkan
penyebabnya :
1. Atoni uteri (50-60%).
2. Retensio plasenta (16-17%).
3. Sisa plasenta (23-24%).
4. Laserasi jalan lahir (4-5%).
5. Kelainan darah (0,5-0,8%).
B. Etiologi
Penyebab umum perdarahan postpartum adalah:
1. Atonia Uteri
Atonia uteri adalah uterus yang tidak berkontraksi setelah janin dan plasenta lahir.
Atonia uteri (relaksasi otot uterus) adalah Uteri tidak berkontraksi dalam 15 detik
setelah dilakukan pemijatan fundus uteri (plasenta telah lahir). (JNPKR, Asuhan
Persalinan Normal, Depkes Jakarta ; 2002)
2. Retensi Plasenta
Retensio Plasenta adalah tertahannya plasenta atau belum lahirnya plasenta liingga
atau melebihi waktu 30 menit setelah bayi lahir (Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal, 2002:178).

3. Sisa Plasenta dan selaput ketuban
Pelekatan yang abnormal (plasaenta akreta dan perkreta)
Tidak ada kelainan perlekatan (plasenta seccenturia)
4. Trauma jalan lahir
Episiotomi yang lebar
Lacerasi perineum, vagina, serviks, forniks dan rahim
Rupture uteri
5. Penyakit darah
Kelainan pembekuan darah misalnya afibrinogenemia /hipofibrinogenemia.
Tanda yang sering dijumpai :
Perdarahan yang banyak.
Solusio plasenta.
Kematian janin yang lama dalam kandungan.
Pre eklampsia dan eklampsia.
Infeksi, hepatitis dan syok septik.
6. Hematoma
7. Inversi Uterus
8. Subinvolusi Uterus
Hal-hal yang dicurigai akan menimbulkan perdarahan pasca persalinan. Yaitu;
v Riwayat persalinan yang kurang baik, misalnya:
1. Riwayat perdarahan pada persalinan yang terdahulu.
2. Grande multipara (lebih dari empat anak).
3. Jarak kehamilan yang dekat (kurang dari dua tahun).
4. Bekas operasi Caesar.
5. Pernah abortus (keguguran) sebelumnya.
Hasil pemeriksaan waktu bersalin, misalnya:
1. Persalinan/kala II yang terlalu cepat, sebagai contoh setelah ekstraksi vakum,
forsep.
2. Uterus terlalu teregang, misalnya pada hidramnion, kehamilan kembar, anak besar.
3. Uterus yang kelelahan, persalinan lama.
4. Uterus yang lembek akibat narkosa.
5. Inversi uteri primer dan sekunder.
C. Manifestasi Klinis
Suhu meningkat lebih dari 38
0
C, air ketuban keruh kecoklatan dan berbau,
leukositosis lebih dari 15.000/mm
3
pada kehamilan atau lebih dari 20.000/mm
3
dari
persalinan. (arief mansur, 1999).
Gejala Klinis umum yang terjadi adalah kehilangan darah dalam jumlah yang banyak
(> 500 ml), nadi lemah, pucat, lochea berwarna merah, haus, pusing, gelisah, letih,
dan dapat terjadi syok hipovolemik, tekanan darah rendah, ekstremitas dingin, mual.
Gejala Klinis berdasarkan penyebab:
a) Atonia Uteri
Gejala yang selalu ada: Uterus tidak berkontraksi dan lembek dan perdarahan segera
setelah anak lahir (perarahan postpartum primer).
Gejala yang kadang-kadang timbul: Syok (tekanan darah rendah, denyut nadi cepat
dan kecil, ekstremitas dingin, gelisah, mual dan lain-lain)
b) Robekan jalan lahir
Gejala yang selalu ada: perdarahan segera, darah segar mengalir segera setelah bayi
lahir, kontraksi uteru baik, plasenta baik.
Gejala yang kadang-kadang timbul: pucat, lemah, menggigil.
c) Retensio plasenta
Gejala yang selalu ada: plasenta belum lahir setelah 30 menit, perdarahan segera,
kontraksi uterus baik
Gejala yang kadang-kadang timbul: tali pusat putus akibat traksi berlebihan, inversi
uteri akibat tarikan, perdarahan lanjutan
d) Tertinggalnya plasenta (sisa plasenta)
Gejala yang selalu ada : plasenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh
darah) tidak lengkap dan perdarahan segera
Gejala yang kadang-kadang timbul: Uterus berkontraksi baik tetapi tinggi fundus
tidak berkurang.
e) Inversio uterus
Gejala yang selalu ada: uterus tidak teraba, lumen vagina terisi massa, tampak tali
pusat (jika plasenta belum lahir), perdarahan segera, dan nyeri sedikit atau berat.
Gejala yang kadang-kadang timbul: Syok neurogenik dan pucat
D. Patofisiologi
Dalam persalinan pembuluh darah yang ada di uterus melebar untuk meningkatkan
sirkulasi ke sana, atoni uteri dan subinvolusi uterus menyebabkan kontraksi uterus
menurun sehingga pembuluh darah-pembuluh darah yang melebar tadi tidak
menutup sempurna sehingga perdarahan terjadi terus menerus. Trauma jalan lahir
seperti epiostomi yang lebar, laserasi perineum, dan rupture uteri juga menyebabkan
perdarahan karena terbukanya pembuluh darah, penyakit darah pada ibu; misalnya
afibrinogemia atau hipofibrinogemia karena tidak ada atau kurangnya fibrin untuk
membantu proses pembekuan darah juga merupakan penyebab dari perdarahan
postpartum. Perdarahan yang sulit dihentikan bisa mendorong pada keadaan shock
hemoragik.
Perbedaan perdarahan pasca persalinan karena atonia uteri dan robekan jalan lahir
adalah:
Atonia uteri (sebelum/sesudah plasenta lahir).
1. Kontraksi uterus lembek, lemah, dan membesar (fundus uteri masih tinggi.
2. Perdarahan terjadi beberapa menit setelah anak lahir.
3. Bila kontraksi lemah, setelah masase atau pemberian uterotonika, kontraksi yang
lemah tersebut menjadi kuat.
Robekan jalan lahir (robekan jaringan lunak).
1. Kontraksi uterus kuat, keras dan mengecil.
2. Perdarahan terjadi langsung setelah anak lahir. Perdarahan ini terus-menerus.
Penanganannya, ambil spekulum dan cari robekan.
3. Setelah dilakukan masase atau pemberian uterotonika langsung uterus mengeras
tapi perdarahan tidak berkurang.

You might also like