You are on page 1of 20

TEKNOLOGI PRODUKSI AGENS HAYATI

Oleh
FIRDAUSI INDAH LESTARI
105040213111057


Diajukan Sebagai Tugas Pengganti Absensi Mata Kuliah Teknologi Produksi
Agens Hayati


























UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS PERTANIAN
JURUSAN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN
MALANG
2014S
A. Agens Hayati
Agens hayati adalah setiap organisme yang dalam semua tahap
perkembangannya dapat dipergunakan untuk keperluan pengendalian hama
dan penyakit atau organisme pengganggu tumbuhan dalam proses produksi,
pengolahan hasil pertanian dan berbagai keperluannya. Organisme yang
termasuk dalam agens hayati, yaitu, nematoda, protozoa, cendawan (fungi),
bakteri, virus, mikoplasma.
Pengelempokan Agens Hayati
1. Musuh alami
a. Predator
Hewan yang memangsa hewan lain. Predator membunuh beberapa
individu mangsa selama satu siklus hidup. Yang termasuk predator
antara lain kumbang coccineliddae, laba-laba, tawon, tungau predator,
belalang sembah.
b. Parasitoid
Serangga yang hidup sebagai parasit di dalam atau pada tubuh
serangga lain (serangga inang), dan membunuhnya secara pelan-pelan.
Parasitoid berguna karena membunuh serangga hama. Ada beberapa
jenis tawon (tabuhan) kecil sebagai parasitoid serangga hama .
Parasitoid yang aktif adalah stadia larva sedangkan imago hidup bebas
bukan sebagai parasit dan hidupnya dari nectar, embun madu, air, dan
sebagainya. Yang termasuk parasitoid, antara lain serangga yang
tergolong dalam family Braconidae, Ichneumonidae, dan
Trichogrammatidae.
c. Patogen serangga
Organisme yang dapat menyebabkan penyakit pada serangga.
Seperti halnya tumbuhan, manusia dan hewan lainnya, serangga dan
tungau juga dapat terinfeksi pathogen. Yang termasuk dalam pathogen
serangga, antara lain bakteri, cendawan, virus, dan nematoda.
d. Antagonis pathogen
Mikroorganisme yang menyebabkan terhambat, disintegrasi dan
atau matinya pathogen. Yang termasuk dalam antagonis pathogen,
antara lain bakteri dan cendawan, virus, dan nematoda.
e. Biopestisida.
Pestisida yang bahan aktifnya berasal dari mahkluk hidup, yaitu
mikroorganisme (pestisida mikroba) dan tanaman (pestisida nabati).

B. Prospek Agens Hayati
Pengendalian hayati, walaupun usahanya memerlukan waktu yang
cukup lama dan berspektrum sempit (inangnya spesifik), tetapi memiliki
banyak keuntungan, antara lain:
1. Agens hayati memiliki inang spesifik dan kisaran inang sempit
2. Aman bagi lingkungan, digunakan sebagai alternative pengendalian
yang aman bagi organisme bukan sasaran termasuk manusia dan
serangga-serangga yang berguna
3. Dapat dipadukan dengan cara pengendalian lainnya, misalnya kultur
teknis, varietas tahan, dan kimiawi.
Pengendalian secara hayati/biologis merupakan salah satu cara
pengendalian yang cukup menjanjikan karena pengendalian hayati sangat
dilatarbelakangi oleh berbagai pengetahuan dasar ekologi terutama teori
tentang pengaturan populasi oleh pengendali alami dan keseimbangan
ekosistem. Agen pengendali hayati merupakan pengendali alami utama
hama yang bekerja tergantung pada kepadatan populasi hama (density-
dependent). Adanya populasi hama yang meningkat sehingga
mengakibatkan kerugian ekonomi bagi petani disebabkan karena keadaan
lingkungan yang kurang memberi kesempatan bagi musuh alami untuk
menjalankan fungsi alaminya.
C. Metode Pengendalian Hayati
Pengendalian hayati yaitu suatu metode pengendalian hama
(termasuk serangga, tungau, gulma dan penyakit tanaman) yang bergantung
pada predasi, parasitisme, herbivory, atau mekanisme alam lainnya.
Merupakan komponen yang penting dari program pengendalian hama
terpadu (PHT). Secara umum pengertian pengendalian hama secara
biologi/hayati adalah penggunaan makhluk hidup untuk membatasi populasi
organisme pengganggu tumbuhan (OPT).
Strategi Pengendalian Hayati antara lain:
1. Konservasi
Melindungi dan mempertinggi populasi musuh alami yang dapat
digunakan sebagai pengendali yang sudah ada di alam dan di lapangan,
baik yang sebagai predator, parasit, maupun patogen (pada hama dan
penyakit).
2. Introduksi
Menambah atau memasukkan populasi makhluk yang digunakan untuk
pengendali (baik parasit, predator atau patogen), kemudian dilepaskan ke
lapangan untuk mengendalikan jasad pengganggu pada tanaman (hama
dan penyakit)
3. Inokulasi
Memasukkan atau memberikan makhluk yang digunakan untuk
pengendali ke lapangan dalam jumlah yang sedikit dengan harapan dapat
berkembang biak dengan sendirinya di lapangan dengan cepat dan
mengendalikan jasad pengganggu tanaman.
4. Integrasi
Usaha dengan menekan populasi jasad pengganggu memakai pestisida
atau cara lain, diiringi dengan melestarikan musuh alami yang
dikembangbiakkan terlebih dahulu di laboratorium.
5. Augmentasi
Usaha mempertinggi daya guna musuh alami yang ada di lapangan
yaitu dengan membiakan jenis musuh alami atau makhluk pengendali di
laboratorium lalu dilepaskan ke lapangan untuk menambah populasi yang
masih sedikit agar efektif mengendalikan jasad pengganggu.




D. PARASITOID
1. Pengertian Parasitoid
Parasitoid ialah organisme yang menghabiskan sebagian besar
hidupnya di dalam organisme inang tunggal yang akhirnya membunuh
karena menjadikan inang sebagai makanannya. Organisme inang tempat
parasitoid berkembang merupakan serangga. Biasanya parasitoid tidak
menyerang serangga dewasa melainkan pada fase pra dewasa (telur, larva,
dan pupa), sementara parasitoid yang menyerang serangga dewasa
parasitoid tersebut disebut hyperparasit.
Parasitoid termasuk kedalam serangga entomophagus yang menyerang
serangga lain atau hidup dengan memakan serangga lain. Berbeda dengan
predator parasitoid hanya memakan satu jenis inang saja hingga
pertumbuhannya mencapai dewasa. Selain itu pertumbuhannya di dalam
tubuh inang biasanya menghancurkan inangnya, ukuran inang biasanya
lebih besar dari pada parasitoid, inang biasanya memiliki kelas taksonomi
yang sama hanya larva parasitoid yang hidup pada tubuh inang, sementara
dewasanya hidup bebas, parasitoid tidak memperlihatkan keberagaman
yang tinggi, dan dinamika populasinya hampir serupa dengan inangnya.
2. Jenis parasitoid
a. Parasitoid idiobion
Yaitu parasit yang mencegah pertumbuhan inang setelah
parasitisasi awal, khusus melibatkan tahapan hidup inang yang tak
bergerak (misalnya, telur atau kepompong), dan hampir tanpa
pengecualian parasitoid tinggal di luar inang.
b. Parasitoid koinobion
Yaitu parasit yang memugkinkan inangnya terus berkembang
dan sering tidak membunuh atau mengambil makanan dari inang
hingga menjadi kepompong ataupun dewasa; khusus melibatkan
tahapan hidup dalam inang bergerak. Koinobion dapat dibagi lagi
menjadi endoparasitoid, yang tumbuh dalam inangnya, dan
ektoparasitoid, yang tumbuh di luar badan inang, meskipun sering
berikatan atau berlekatan dengan jaringan inang.
c. Hubungan dan perilaku parasitoid
Perilaku (behavior) dapat diartikan sebagai bentuk tanggapan
atau reaksi individu terhadap rangsangan atau lingkungan yang
divisualisasikan dengan aksi atau tindakan tertentu. Pola aksi atau
tindakan tertentu untuk melakukan tanggapan terhadap situasi tertentu
yg dipelajari oleh individu dan yang dilakukannya secara berulang
untuk hal yang sama disebut sebagai kebiasaan (habit). Sementara
seleksi dapat diartikan sebagai pemilihan untuk mendapatkan yang
terbaik. Karena parasitoid hanya hidup pada satu jenis inang dengan
kelas taksonomi yang sama, keberadaannya hanya ditemukan dimana
serangga inang tersebut berada, sehingga menyebabkan terjadi
hubungan yang tergantung kepadatan (density dependent) antara
parasitoid dan inangnya dimana semakin banyak inang maka akan
semakin banyak juga parasitoidnya. Akan tetapi, secara alami di alam,
pada inang yang sama pun parasitoid memilih inang terbaik yang
ditunjukkan dengan kesukaannya untuk menginfestasikan
keturunannya pada inang tertentu.
Salt (1934,1935,1937) mengklasifikasikan proses seleksi inang
oleh parasitoid terdiri dari tahapan seleksi ekologis [pencarian inang],
seleksi psikologis [pemilihan inang], dan seleksi fisiologis [ketepatan
inang]. Klasifikasi ini dapat dijabarkan menjadi empat tahap yaitu :
1. Pencarian Habitat Inang
Pertamakali parasitoid akan mencari lingkungan tertentu
dimana inangnya berada. Hal inilah yang mendasari bahwa inang
dan parasitoid akan berada pada habitat yang sama. Laing (1937)
menunjukkan bahwa parasit yang siap bertelur pertamakali bukan
mencari inangnya akan tetapi mencari situasi yang spesifik. Alysia
manducator (Panz) yang merupakan parasitoid belatung yang
hidup di dekomposisi bangkai, parasitoid menyerang larva
inangnya sebelum daging terdekomposisi.
2. Pencarian Inang
Ketika parasit sudah dalam habitat inangnya, dia masih harus
mencari lokasi yang tepat dimana individual inangnya berada.
Dalam melakukan pencarian lokasi inangnya, serangga betina
menyebar secara random dan mengarah pada lokasi tertentu.
Angitia sp mencari Plutella maculipennis (Curtis) menunjukkan
cara tengah antara pencarian yang random dan pencarian yang
sistematik. Sensor yang digunakan oleh parasit untuk mendeteksi
keberadaan inangnya sering dilaporkan menggunakan insting dan
penciumannya. Pimpla bicolor Bouche yang merupakan parasit
pupa dari Euproctis terminalia pada pohon cemara di Afrika
Selatan dengan cepat menyerang pupa E. terminalia yang telah
terbuka kokonnya dihutan hanya dalam beberapa menit saja pupa
sudah dikerumuni dengan sekumpulan P. bicolor, normalnya
ketertarikan pada pupa yg masih berkokon masih diragukan
dibandingkan dengan pupa yang sudah terbuka kokonnya.
3. Penerimaan Inang
Parasit tidak langsung menyerang pada saat telah menemukan
inang yang tepat jika stimulannya kurang. Untuk menerimanya
parasitoid benar-benar memilahnya. Proses aktifitas memilah-
milah ini sebetulnya yang merupakan perilaku parasitoid dalam
menyeleksi inangnya. Sementara seleksi psychological menurut
Salt terbatas hanya pada pencarian inang yang subur.
4. Ketepatan Inang
Meskipun parasitoid telah menemukan inang potensial, di
habitatnya dan telah menyeleksinya untuk diserang, parasitisasi
tidak akan sukses apabila inangnya tersebut tahan dan tidak tepat.
Ketepatan inang menjadi faktor pembatas proses parasitisme
berhasil. Proses peletakan telur tidak ditentukan oleh sebuah indeks
ketepatan inang, akan tetapi ketertarikan parasit terhadap inang
sering tergantung pada ketepatan inang tersebut untuk
perkembangan embrionicnya.

E. PENYAKIT TANAMAN
1. Penyakit biotik
Penyakit biotik merupakan penyakit tanaman yang disebabkan oleh
suatu organism infeksius bukan binatang, sehingga dapat ditularkan dari
satu pohon ke pohon lainnya. Organisme yang dapat menyebabkan suatu
penyakit tanaman hutan disebut patogen. Patogen tanaman meliputi
organisme-organisme sebagai berikut :
Jamur.
Jamur ada yang menyebut cendawan atau fungi. Jamur
merupakan mikroorganisme yang organel selnya bermembran
(eukariotik), tidak mempunyai klorofil, berkembangbiak secara
seksual dan atau aseksual dengan membentuk spora, tubuh
vegetatifnya (somatik) berupa sel tunggal atau berupa benang-
benang halus (hifa, miselium) yang biasanya bercabang-cabang,
dinding selnya terdiri dari sellulose dan atau khitin bersama-sama
dengan molekul-molekul organik kompleks lainnya. Untuk
keperluan praktis dalam diagnose penyebab penyakit, jamur
dibedakan berdasarkan ada tidaknya sekat pada hifa dan cara
perkembangbiakannya, sehingga jamur dibedakan menjadi empat
kelompok kelas, yaitu : Phycomycetes, Ascomycetes, Basidiomycetes,
dan Deuteromycetes.
Bakteri
Bakteri merupakan mikroorganisme prokariotik bersel
tunggal. Ada kurang lebih 200 jenis bakteri yang dapat menyebabkan
penyakit tanaman. Jenis-jenis bakteri ini terutama berbentuk batang
dan hanya terdiri dari enam genus (marga), yaitu :
1) Agrobacterium dari famili Rhizobiaceae gram negative
2) Corynebacterium dari famili Corynebacteriaceae gram
positif
3) Erwinia dari famili Enterobacteriaceae gram negative
4) Pseudomonas dari famili Pseudomonadaceae gram negatif
5) Streptomyces dari famili gram positif
6) Xanthomonas dari famili Pseudomonadaceae gram negative
Virus
Virus merupakan kesatuan ultramikroskopik yang hanya
mengandung satu atau duabentuk asam nukleat yang dibungkus oleh
senyawa protein kompleks. Asam nukleat dan protein disintesis oleh
sel inang yang sesuai dengan memanfaatkan mekanisme sintesis dari
sel-sel inang untuk menghasilkan substansi viral (asam nukleat dan
protein).
Mikoplasma dan MLO (mycoplasma like organism).
Mikoplasma juga merupakanMikroorganisme prokariotik
seperti bakteri yang organel-organelnya tidak bermembran.
Informasi genetiknya berupa rantai DNA yang berbentuk cincin dan
terdapat bebas dalam sitoplasma. Mikoplasma tidak mempunyai
dinding sel dan hanya diikat oleh unit membrane berupa triple-
layered, mempunyai sitoplasma, ribosom, dan substansi inti yang
tersebar dalam sitoplasma. Mikoplasma dapat berbentuk ovoid
sampai filamen (benang) dan kadang-kadang berbentuk menyerupai
hifa bercabang-cabang dan biasanya dijumpai di dalam jaringan di
luar sel-sel inang. Mikoplasma like organisme (MLO) tanaman
biasanya terdapat dalam cairan floem. Berbeda dengan mikoplasma,
MLO dapat tumbuh pada sitoplasma sel-sel parenkhim floem. MLO
sering dijumpai membentuk koloni yang terdiri dari sel-sel tunggal
yang berbentuk sperikel sampai ovoid. Contoh penyakit tanaman
yang disebabkan oleh mikoplasma yaitu: citrus greening, coconuts
lethal yellowing, dan sugarcane grassy shoot.
Tumbuhan tingkat tinggi parasittik.
Lebih dari 2500 jenis tumbuhan tingkat tinggi dikenal hidup
secara parasitik pada tanaman lain. Tumbuhan parasitik biasanya
mampu menghasilkan biji dan bunga yang mirip dengan biji dan
bunga yang dihasilkan tanaman inangnya. Tumbuhan parasit
merupakan kelompok tumbuhan yang tergantung kepada tanaman
inangnya untuk mencukupi kebutuhan hidupnya.
2. Penyakit Abiotik
Penyakit abiotik merupakan penyakit yang disebabkan oleh faktor-
faktor abiotik. Faktor-faktor abiotik yang menyebabkan penyakit
tumbuhan adalah faktor-faktor fisik dan faktor-faktor kimia yang
menyusun lingkungan tempat tumbuhnya tanaman. Lingkungan fisik dan
kimia ini terdiri dari lingkungan atmosfer tanaman dan lingkungan tanah
tempat tumbuhnya tanaman.
3. Antagonis Patogen
Pengertian
Antagonis patogen adalah mikroorganisme yang menyebabkan
terhambat, disintegrasi dan atau matinya pathogen. Yang termasuk
dalam antagonis pathogen, antara lain bakteri dan cendawan, virus,
dan nematode.
Produksi Massal
Produksi massal mikroba ini kendalanya adalah teknologi
dan biaya. Aspek-aspek yang harus diperhatikan dalam augmentasi
mikroba musuh alami adalah :
Strain/spesies mikroba.
Mencari isolat/strain/spesies yang mempunyai virulensi
tinggi adalah pekerjaan yang utama dalam program augmentasi
mikroba. Jika virulensi dan patogenisitas sebuah strain telah diuji
di laboratorium, maka ilmuwan penyakit tanaman akan menduga
bahwa tidak perbedaan virulensinya di lapang. Hasil ini akan
berbeda dengan patogen tanah, karena hasil di laboratorium dapat
berbeda. Contoh pathogen Verticillium chlamydosporium akan
cepat menginfeksi massa telur nematoda didaerah dekat perakaran
yang menjadi puru. Akan tetapi berbeda isolat berbeda
kemampuan survivalnya di daerah perakaran hal ini berhubungan
dengan kemampuan cendawan tersebut untuk kolonisasi di daerah
perakaran. Sehingga uji mikroba di lapang adalah kritikal sebelum
mikroba diaplikasikan. Perkembangan yang lebih maju dari
penggunaan mikroba bagi augmentasi adalah manipulasi
peningkatan aktivitas.
Ukuran mikroba yang kecil dan genom yang sederhana dari
mikroba menyebabkan manipulasi mikroba telah menjadi focus
dalam bidang rekayasa genetic pada tingkat molecular. Inserting
genes telah banyak dilakukan dalam virus, bakteri, dan cendawan
dan bertujuan untuk meningkatkan virulensi, meningkatkan
resistansi pada pestisida, dan mencegah perluasan inang.
Produksi massal
Mikroba yang telah banyak digunakan dalam program
pengendalian hayati adalah bt yang hanya membutuhkan media
sederhana dan biaya yang murah untuk produksi massal dalam
skala besar menggunakan fermentor. Spesies lain mungkin
membutuhkan optimalisasi nutrisi (sumber karbon, rasio karbon
nitrogen) dan kondisi fermentor (temperatur, pH, dan aerasi).
Akan tetapi yang terpenting dalam produksi massal mikroba
adalah produksi propagul infektif selama produksi massal.
Beberapa mikroba bersifat obligat sehingga hanya bisa diproduksi
massal pada inang yang hidup. Hal ini jelas akan banyak
mempengaruhi dalam produksi massal. Diantara produk
bioinsektisida dari golongan cendawan dan bakteri, umumnya
didominasi spesies/strain yang mudah ditumbuhkan pada kultur
yang bukan inang hidup. Kontrol kualitas aspek dalam
pengembangan produksi massal mikroba sebagai agens
pengendali hayati hama adalah (1) penjaminan bahwa kultur tidak
terkontaminasi, khususnya mikroba patogen manusia, (2)
penjaminan bahwa mikroba tetap virulen pada spesies target, dan
(3) penjaminan bahwa jumlah propagul/unit active/infektif
tercantum jelas didalam produknya.
Penyimpanan dan transportasi.
Beberapa mikroba dapt disimpan untuk bulanan atau
tahunan pada temperatur ruang. Contoh adalah Bacillus
thuringiensis dapat survive bertahun-tahun. Jika mikroba itu tidak
dapat disimpan dalam jangka waktu lama, maka penyimpanan,
transportasi mirip insektisida sintetik. Keuntungan pada mikroba
adalah memberi kesempatan produksi secara terus-menerus dan
mudah disimpan. Beberapa cendawan sangat rawan kehilangan
virulensi ketika disimpan dalam beberap bulan. Verticillium
lecanii yang dijual secara komersil untuk mengendalikan aphid
pada pertanaman di greenhouse, dapat bertahan bila disimpan
dalam kondisi dingin.
Pelepasan.
Salah satu keuntungan penggunaan mikroba dalam
augmentasi, bahwa mikroba tersebut dapat diaplikasikan dengan
menggunakan alat semprot standar seperti yang digunakan untuk
aplikasi pestisida. Mikroba dapat diaplikasikan secara langsung
pada luasan areal yang besar seperti hutan dan dapat diaplikasikan
dari udara. Akantetapi kontras dengan penggunaan parasitoid dan
predator, aplikasi mikroba membutuhkan presisi yang tinggi yaitu
propagul infektif harus sampai pada spesies target, hal ini
disebabkan mikroba tidak mempunyai kemampuan aktif untuk
menyebar dan mencari seperti parasitoid dan predator yang mobil
mencari dan menemukan inangnya. Mikroba juga harus tercampur
dengan bahan lain (carrier) untuk memfasilitasi aplikasinya, hal
ini sering disebut formulasi. Sebagian besar mikroba sangat
sensitive terhadap desikasi dan sinar langsung matahari (UV) dan
tidak mampu melindungi dirinya sendiri setelah aplikasi, sehingga
diperlukan bahan lain yang digunakan untuk memperpanjang
tingkat lngevitas dan survival dari mikroba di alam. Material
dalam formulasi itu bisa meliputi material yang mempermudah
propagul infektif untuk melekat pada daun/inang dan mencegah
ketercucian secara langsung oleh hujan. Material seperti optical
brighteners yang ditambahkan pada virus entomopatogen mampu
meningkatkan aktivitas dan virulensi dari virus tersebut. Spora
cendawan yang membutuhkan bebas air untuk
perkecambahannya, akan diformulasikan dalam minyak sayuran.
Kemudian formulasi ini diaplikasikan dengan menggunakan alat
ultra low volume (ULV). Mikroba juga dapat diformulasikan
untuk meningkatkan daya simpannya, mudah digunakan atau
tingkat kompatibilitas dengan alat semprot seperti pestisida.

F. PENDEKATAN PEMBIAKAN MASSAL SERANGGA
ENTOMOFAGA
1. Pembiakan Massal Serangga
Pembikan massal serangga merupakan kegiatan pembiakan
spesies organisme serangga sesuai dengan jumlah yang diharapkan
dengan teknik atau metode tertentu. Teknik pembiakan massal harus
disesuaikan dengan pakan dan tempat atau lingkungan hidupnya di alam.
Dalam usaha pembiakan massal serangga, perlu diperhatikan jumlah
pakan sebagai tahap pertumbuhan; tempat serangga sebagai kandang;
kondisi ruang pembiakan yang mencakup kelembaban, suhu dan
intensitas penyinaran; biologi serangga dan skala jumlah atau banyaknya
serangga yang akan dibiakkan. Lama pembiakan atau tingkatan generasi
dalam pembiakan menentukan kualitas serangga, semakin lama
pembiakkan dilakukan di laboratorium semakin menurun kualitasnya.
Hal ini dikarenakan kondisi laboratorium merupakan bentuk populasi
tertutup yang sangat memungkinkan terjadinya inbreeding serta
terjadinya perubahan sifat biologi dan perilaku sehingga akhirnya dapat
berakibat buruk terhadap serangga biakan. Faktor-faktor yang
mempengaruhi terjadinya perubahan ketika serangga lapang masuk dan
dibiakkan di laboratorium seperti lingkungan abiotik di laboratorium
selalu konstan, lingkungan biotik senantiasa terkontrol, suhu, RH, sinar,
angin sengaja dibuat sesuai, terjadinya density dependent behavior,
proses seleksi pasangan melemah karena terbatasnya ruang gerak
2. Ciri-ciri Inang Ideal
a. Disukai musuh alami
b. Mudah dibiakkan, dapat hidup pada lebih dari satu macam media
makanan
c. Mempunyai kemampuan berbiak yang tinggi
d. Uniparental/ mudah dikarantina
e. Tidak memproduksi hasil sampingan yang merugikan
3. Bentuk Substrat Inang
a. Inang asli
Berada di alam, merupakan makanan asli serangga
b. Inang bukan asli
Hanya dipakai di laboratorium atau tempat pembiakan
massal, di alam mungkin tidak menjadi makanan serangga tersebut
1) Tanaman inang pengganti (altenatif)
Banyak sekali makanan buatan yang dapat mengganti
makanan alami dari serangga inang (herbifor), akan tetapi
beberapa kasus, jika serangga direaring pada makanan buatan,
kadang-kadang musuh alami tidak menerimanya. Alasan
utamanya adalah musuh alami sering mnggunakan senyawa
kimia yang berasal dari tanaman inang dimana serangga hama
itu makan untuk menstimulasi pencarian dan peletakan telur.
Problem ini sering terjadi pada parasitoid dibandingkan
dengan predator.
2) Serangga inang pengganti (alernatif)
Serangga inang pengganti sangat diperlukan jika rearing
serangga inang di laboratorium sangat sulit karena adanya
hambatan biologi, atau keterbatasan biaya rearingnya. Ada
tiga metode yang digunakan untuk mengatasi problema ini
yaitu : inang alternatif, inang yang mati, dan makanan buatan.
Serangga inang alternatf atau disebut factitious
host umumnya hubungan yang dekat serangga inang
utamanya, sebagai contoh penggunaan Heliothis
virescens sering digunakan sebagai serangga inang
pengganti Heliothis armigera, hal ini disebabkan parasitoid
beroviposisi lebih baik pada H. virescens. Ephestia
kuehniella, Sitotroga cerealella, dan Corcyra
cephalonica sering digunakan untuk produksi massal
parasitoid telur Trichogramma untuk mengendalikan
hama Helicoverpa sp. dan Chilo spp.
Penggunaan inang yang telah mati mempunyai beberapa
keuntungan, karena mudah dan segera bisa digunakan ketika
dibutuhkan untuk melepas parasitoid bersama dengan
inangnya. Sebagai contoh parasitoid pupa Pteromalid pada
lalat rumah sering direaring pada pupa lalat rumah yang telah
difrozen. Beberapa produksi massal dari Trichogramma,
parasitoid Encyrtid, dan green lacewing menggunakan telur-
telur yang telah disimpan pada temperatur subfreezing atau
setelah dibunuh dengan menggunakan sinar ultraviolet atau
gamma.
Penggunaan makanan buatan untuk rearing musuh alami
dilakukan ketika untuk rearing tanaman inang dan serangga
inang mengalami kendala yang berarti. China telah berhasil
mengembangkan teknik perbanyakanTrichogramma dengan
menggunakan telur artificial yang mengandung haemolim.
Makanan buatan juga telah dikembangkan untuk
memproduksi predator seperti kumbang koksinelid, green
lacewing, dan kepik.
4. Informasi Mengenai Pakan Inang
a. Sesuai dengan keadaan sekitar dan teknik yang dipakai
b. Menyediakan kebutuhan gizi dalam jumlah yang cukup
c. Selalu terssedia dengan biaya yang murah
d. Tidak cepat membusuk
5. Hal-hal yang perlu diperhatikan pada pembiakan massal serangga
entomofaga
a. Kecukupan nutrisi sangat essensial untuk memperoleh
kebugaran optimal dan potensi maksimum dari reproduksi
b. Respon serangga entomophagus terhadap tersedianya nutrisi
sangat kompleks
c. Parasitoid dan predator berinteraksi dengan inang atau mangsa
berdasarkan sinyal fisik dan kimia yang dikeluarkan inang atau
mangsa dan juga berasal dari lingkungan.
d. Menjaga Kesehatan dalam Rearing Musuh Alami
e. Kontrol kualitas
Adalah masalah umum rearing serangga dan menjadi
aspek krusial dalam produksi secara massal musuh alami
meskipun rearing musuh alami dalam skala kecil.
f. Aspek efek kepadatan
Kepadatan musuh alami akan dapat mengakibatan
kelaparan, laju survival yang rendah, dan mereduksi ukuran
tubuh. Pada predator kepadatan ini akan mengakibatkan
terjadinya kanibalisme, sedangkan pada parasitoid
menyebabkan terjadinya apa yang dikenal sebagai
superparasitisme, dimana satu inang diparasit lebih dari satu
parasitoid dalam satu spesies. Pada parasitoid soliter jika
terjadi satu inang diparasit oleh lebih dari satu parasitoid akan
meningkatkan kematian dari larva parasitoid, karena mereka
akan berkompetisi didalam mencari makanan. Dan larva
parasitoid yang menjadi imago adalah parasitoid yang
mempunyai ukuran normal. Pada parasitoid gregarious,
superparasitisme akan menyebabkan terjadinya banyak progeny
/larva dengan ukuran kecil. Ukuran imago pada gregarious
sangat tergantung pada ukuran progeny. Imago yang berukuran
kecil akan mempunyai karakter : longevitas yang pendek,
fekunditas yang rendah dan kapasitas pencarian yang buruk.
Parasitoid umumnya mencegah sendiri terjadinya
superparasitisme dengan membuat tanda/marker pada
tempat/site dimana mendepositkan telur baik diluar atau di
dalam tubuh inang. Akan tetapi, perilaku ini dapat ditembus,
jika jumlah serangga inang yang ada sedikit dan parasitoid lain
banyak. Jika pada serangga inang terjadi superparasitisme
yang berat, maka akan menyebabkan kematian cepat dari inang
yang pada akhirnya menyebabkan kematian larva
parasitoidnya. Kematian cepat ini dapt juga diakibatkan oleh
banyak tusukan ovipositor parasitoid. Menjaga stok serangga
inang dalam jumlah tertentu untuk jumlah tertentu parasitoid
serta mengganti inang secara periodic, akan dapt
meminimalkan efek kepadatan pada rearing musuh alami.
g. Perubahan sex ratio
Pada parasitoid hymenoptera, sex ratio bervariasi dari 1:1.
akan tetapi sex ratio ini bisa terjadi 100 % betina ke 1:1
jantan:betina. Problema umum pada rearing soliter parasitoid
sex rasio ini bisa menarah ke jantan. Perubahan sex rasio
dalam produksi massal musuh alami akan menyebabkan efek
pada produktivitas program augmentasi dan pada beberapa
kasus menyebabkan kegagalan, karena terlalu banyaknya
jantan. Perubahan sex rasio bisa disebabkan oleh beberapa hal
yaitu:
1) Inbreeding dapat menyebabkan munculnya semua jantan
2) Betina yang tidak kawin akan menghasilkan jantan
3) Kebanyakan spesies cenderung meletakkan sebanyak
mungkin telur bila parasitoid lain ada dan akan
menyebabkan terjadinya kepadatan populasi
4) Superparasit inang. Jantan pada dasarnya lebih dulu
muncul pada inang yang terjadi superparasit, karena jantan
umumnya berkembang lebih cepat dari inangnya
5) Jantan sepertinya diproduksi dari inang yang kualitasnya
rendah atau kecil (karena betina cenderung meletakkan
telurnya pada inang dengan ukuran besar) Oleh sebab itu
perlu ada perbandingan musuh alami yang dari lapang
dengan yang ada di di laboratorium.
h. Perubahan genetik musuh alami di laboratorium
Untuk mencegah terjadinya inbreeding, para ilmuwan
menganjurkan untuk memulai program rearing dengan 200-500
individu yang dikoleksi dari berbagai tempat. Pada parasitoid
gregarious yang kawin didekat atau pada inangnya akan
menyebabkan inbreeding dan inbreeding pada parasitoid
gregarious menyebabkan efek kecil terhadap erjadinya
perubahan sex rasio. Pada parasitoid soliter inbreeding akan
menyebabkan perubahan sex rasio secara drastis.
Perubahan kondisi dari hidup secara bebas di lapang
kemudian beradaptasi dalam kondisi rearing di laboratorium
pada beberapa parasitoid telah penurunan kapasitas pencarian
inangnya atau preferensi inangnya. Masalah ini umum terjadi
pada musuh alami yang direaring pada inang alternatif.
Kapasitas pencarian dan preferensi inang adalah proses
perilaku yang terjadi sebagai bentuk respon parasitoid pada
serial stimuli yang dikeluarkan oleh serangga inang dan
tanaman inang. Kemampuan ini kebanyakan adalah pewarisan
dari induknya, akan tetapi parasitoid
memerlukan learning dahulu sebelum mempunyai karakter
tersebut. Kemampuan parasitoid untuk menemukan inangnya
aspek utama didalam augmentasi. Jika problem itu disebabkan
secara genetic, maka hanya dengan breeding dan seleksi
parasitoid yang mempunyai kemampuan di atas yang dapat
mencegah dari problema itu dan ini membutuhkan waktu yang
tidak sebentar.
G. BEBERAPA CONTOH PENGENDALIAN HAYATI YANG TELAH
DIKEMBANGKAN
1. Pengendalian hama Armona caffeazia yang banyak merusak daun teh
di Sailan dengan parasit Macrocentrus yang sengaja didatangkan dari
Pulau Jawa pada tahun 1935 berhasil memuaskan,
2. Pengendalian hama kutu tempurung (Icerya purchasi) pada tanaman
jeruk di Amerika Serikat dengan menggunakan sejenis kumbang
Vedelia.
3. Di Indonesia, pengendalian hayati yang telah dilaksanakan antara lain
pengendalian hama kumbang daun kelapa (Brontispa longisima) di
Sulawesi Selatan dengan parasitoid Tetrasistichus pada tahun 1930an
mencapai sukses besar.
4. pengendalian hama Plutula xylostella yang banyak merusak tanaman
kubis dengan parasitoid Diadegma eucerophaga,
5. Di Jawa Barat pernah digalakkan pengendalian hama kutu loncat
(Heterophylla sp) pada tanaman lamtorogung dengan sejenis predator
Eurinus coerucus, serta usaha-usaha pengendalian hayati lainnya yang
kini terus diteliti dan dikembangkan.



























DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2013. Agens Hayati. http://Saungurip.Blogspot.Com/2011/02/Agens-
Hayati.Html. Diakses tanggal 24 Agustus 2013
Anonim, 2013. Agens Hayati. http://redyprasdianata.blogspot.com/2013/04/
pengenalan-dan-pemanfaatan-musuh-alami.html. Diakses tanggal 24
Agustus 2013
Anonim, 2013. Pengendallian Hayati. http://Biologicalc.Blogspot.Com/
2011/10/Prospek-Agens-Hayati.Html. Diakses tanggal 24 Agustus 2013.
Anonim, 2013. http://armeinachevana.wordpress.com/2012/03/30/augmentasi-
inokulasi-inundasi/. Diakses tanggal 24 Agustus 2013
Anonim, 2013. Perrilaku Parasitoid. http://rudyhs.blogspot.com/2013/08/perilaku-
parasitoid-menyeleksi-inang.html. Diakses tanggal 24 Agustus 2013
Arifin, M. 1999. Teknik produksi dan pemanfaatan musuh alami dalam
pengendalian hama tanaman perkebunan. Pertemuan Pembahasan Teknis
Perlindungan Tanaman, Direktorat Proteksi Tanaman, Direktorat Jendral
Perkebunan. Bogor, 26-29 Juli 1999. 13 p.
Bambang Purnomo, 2007. Penyakit Biotik dan Abiotik. Faperta Unib.
Deciyanto, S. 1939. Pengendalian terpadu hama utama tanaman lada di Indonesia.
Jurnal Litbang Pertanian. VIII(3): 69-74.
Winarno, Baskoro. 1989. Pengantar Praktis pengelolaan Hama Terpadu. Fakultas
Pertanian Universitas Brawijaya : Malang

You might also like