Strategi dan Taktik Pengendalian Penyakit Citrus Vein Phloem Degeneration (CVPD) Pada Tanaman Jeruk (Citrus sp)
Oleh ARIF BANI D1B1 10 017
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI JURUSAN AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI 2013 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jeruk merupakan komoditas buah-buahan terpenting di Indonesia setelah pisang dan mangga. Jeruk Siam (Citrus nobilis var, microcarpa Hassk) termasuk salah satu varietas jeruk Keprok yang paling banyak diusahakan dan mendominasi 60% pasaran jeruk nasional (Dirjen horti; 2002). Produksi jeruk di Indonesia pada tahun 2001 mencapai 744.052 ton/tahun. Bila kebutuhan konsumsi buah jeruk segar diasumsikan 3,26 kg/kapita/tahun atau 30 buah/kapita/tahun, maka dengan perhitungan jumlah penduduk 204,4 juta jiwa memerlukan ketersediaan buah jeruk segar sebanyak 866.247 ton. Data tahun 2001 menunjukkan bahwa Indonesia mengimpor jeruk sebesar 73.304 ton, sehingga total ketersediaan mencapai jumlah 817.356 ton (Dirjenhorti; 2002). Kebutuhan tersebut masih harus ditambah untuk memenuhi kebutuhan ekspor dan industry pengolahan. Mengingat prospek dan potensi pasar sangat besar baik di dalam maupun diluar negeri, maka pengusahaan jeruk di Indonesia memerlukan peningkatan baik kuantitas, kualitas maupun kontinuitas. Produksi jeruk Indonesia sejak tahun 1995 sampai 1998 mengalami penurunan yaitu tahun 1995 produksi jeruk mencapai 1.004.631 ton turun menjadi 730.860 ton pada tahun 1996, dan 696.422 ton pada tahun 1997 serta 613.759 pada tahun 1998. Sampai sekarang produktivitas di Indonesia masih rendah yaitu berkisar 8,6-15 ton/ha/tahun. Produktivitas yang rendah ini antara lain disebabkan oleh adanya serangan penyakit CVPD (Citrus Vein Phloem Degeneration) yang ditularkan oleh serangga vector Diaphorina citri Kuwayana (Homoptera : Psyllidae), (Hoy & Nguyen, 1998). CVPD merupakan penyakit terpenting dan penyebab utama kehilangan hasil perkebunan jeruk dihampir semua Negara Asia dan Afrika (Jagoeuix et al., 1999). Guna meminimalkan serangan penyakit ini diupayakan penyelamatan dan pelestarian tanaman jeruk dengan cara memasukkan input teknologi dalam teknik budidaya, yaitu dengan pemberian pemberian hormon dan mineral yang diperlukan bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Oleh karena itu, sehingga perlu mengetahui strategi dan teknik pengendalian penyakit CVPD pada tanaman jeruk. B. Tujuan dan Kegunaan Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk mengetahui Strategi dan teknik pengendalian penyakit CVPD pada tanaman jeruk (Citrus sp) Kegunaan dari penyusunan makalah ini adalah dapat mengetahui strategi dan taktik pengendalian penyakit CVPD pada tanaman jeruk (Citrus sp)
II. PEMBAHASAN A. Karakteristik Penyakit CVPD Gejala Luar Pada tanaman muda gejala yang nampak yaitu adanya kuncup yang berkembang lambat, pertumbuhan mencuat ke atas dengan daun-daun kecil dan belang-belang kuning. Tanaman biasanya menghasilkan buah berkualitas rendah. Pada tanaman dewasa, gejala yang sering tampak adalah cabang yang daun- daunnya kuning dan kontras dengan cabang lain yang daun-daunnya masih sehat. Gejala ini dikenal dengan sebutan greening sektoral. Daun pada cabang-cabang yang terinfeksi menjorok ke atas seperti sikat. Gejala lain adalah daun berukuran lebih sempit, lancip dengan warna kuning di antara tulang daun. Gejala-gejala ini mirip dengan gejala defisien Zn. Apabila gejala tersebut disebabkan oleh defisiensi Zn dalam tanah, seluruh tanaman didalam kebun yang sama biasanya akan menunjukkan gejala. Penyebaran gejala yang tidak merata merupakan indikator yang sangat penting bagi adanya penyakit CVPD. Selama musim hujan, gejala defisiensi Zn biasanya tidak begitu tampak. Buah pada cabang-cabang terinfeksi biasanya tidak dapat berkembang normal dan berukuran kecil, terutama pada bagian yang tidak terkena cahaya matahari. Pada pangkal buah biasanya muncul warna orange yang berlawanan dengan buah-buah sehat. Buah- buah yang terserang rasanya masam dan bijinya kempes, tidak berkembang dan berwarna hitam. Gejala Dalam Pada irisan melintang tulang tengah daun jeruk berturut-turut dari luar hingga ketengah daun akan terlihat jaringan-jaringan epidermis, kolenkim, sklerenkim dan floem. Menurut Tirtawidjaja (1964) gejala dalam pada tanaman jeruk yang terkena CVPD adalah: a) Floem tulang daun tanaman sakit lebih tebal dari floem tulang daun tanaman sehat. b) Pada floem tulang daun tanaman sakit terdapat sel-sel berdinding tebal yang merupakan jalur-jalur mulai dari dekat sklerenkim sampai dekat xilem. Dinding tebal tersebut adalah beberapa lapis dinding sel yang berdesak-desakan. c) Didalam berbagai jaringan dalam daun terjadi pengumpulan secara berlebihan butir- butir halus zat pati. Penyebab Penyakit CVPD Berdasarkan hasil identifikasi terakhir dilaporkan bahwa penyakit CVPD disebabkan oleh bakteri Liberobacter asiaticum yang hidup dan hanya berkembang pada jaringan floem, akibatnya sel- sel floem mengalami degenerasi sehingga menghambat tanaman menyerap nutrisi. Walaupun terdapat di floem, tetapi penyebarannya di bagian tanaman cukup lambat. Penyakit CVPD dapat ditemukan pada semua jenis jeruk yang terdapat di Indonesia. B. Strategi Dan Taktik Pengendalian Penyakit CVPD Pengendalian penyakit CVPD harus dilakukan secara terpadu. Faktor- faktor yang perlu diperhatikan dalam penanggulangan CVPD tersebut antara lain : Avoidan 1. Sanitasi Lingkungan Sanitasi lingkungan Nursery menjadi dasar pengendalian Hama Penyakit yang paling utama. Hindari genangan air, gulma dan sampah-sampah yang berada di lingkungan Nursery. Bakteri Ralstonia sangat menyenangi wilayah yang lembab dan tergenang sehingga harus diminimalkan. Menghilangkan gulma memungkinkan kita untuk mengurangi kemungkinan adanya tumbuhan inang. Beberapa jenis gulma yang menjadi inang Ralstonia adalah Babadotan (Ageratum spp.), Solanaceae (terong hutan), meniran (Pylanthus spp.), bayam-bayaman (Amaranthus spp). 2. Pengadaan dan penggunaan bibit jeruk bebas penyakit Pengadaan bibit mendapat pengawasan dari balai pengawasan dan sertifikasi benih (BPSB). Dalam rangka ini, pusat penelitian dan pengembangan hortikultura telah mengembangkan teknik sambung tunas pucuk (shoot tip grafting, STG) seperti di Riau, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Jawa Barat dan Bali. Eradikasi 1. Monitoring Rutin dan Eradikasi Produksi tanaman yang terserang CVPD adalah rendah, tanaman jarang bahkan tidak menghasilkan buah. Tanaman sakit tersebut merupakan sumber inokulum bagi tanaman disekitarnya. Dengan demikian, tanaman sakit harus dimusnahkan melalui eradikasi. 2. Eradikasi Selektif Tanaman Terserang Eradikasi selektif yaitu dengan memusnahkan tanaman terserang penyakit CVPD. Tindakan ini dilakukan untuk memutus siklus penyebaran penyakit CVPD ke tanaman sehat. Proteksi Dalam rangka mencegah CVPD, telah dikeluarkan surat keputusan menteri pertanian nomor 129/Kpts/Um/3/1982 yang isinya melarang pengangkutan tanaman / bibit jeruk dari daerah endemik ke daerah yang masih bebas CVPD. 1. Fisik a) Membongkar tanaman (termasuk akarnya) yang terserang berat, kemudian membakarnya b) Mengumpulkan sisa - sisa tanaman dan memotong cabang - cabang yang terserang penyakit berat, kemudian dibakar. 2. Biologis Serangga penularan dalam penyebaran CVPD adalah D. citri. Vektor ini menularkan CVPD dipersemaian dan kebun serta terutama ditemukan pada tunas (Tirtawidjaja, 1964). penggunaan agensia hayati dilakukan untuk pengendalian kutu loncat yaitu dapat dikendalikan oleh dua parasit nimfa: Tamarixia radiata dan Diaphorencyrtus aligarhensis dengan tingkat parasitisme berturut-turut 90 % dan 60-80 %. Predator seperti Curinus coeruleus juga mampu mengendalikan populas hama ini. Entomopatogen Hirsutella sp. dapat menginfeksi kutu dewasa hingga 60%. 3. Kimia Serangga penularan dalam penyebaran CVPD adalah D. citri. Agar populasinya tidak bertambah, penggunaan pestisida dapat dipertimbangkan. Insektisida yang dapat mengendalikan populasi vektor tersebut diantaranya dimethoate (perfekthion, roxion 40 EC, rogor 40 EC, cygon) yang diaplikasikan pada daun atau disuntikan pada batang, dan edosulfan (dekasulfan 350 EC). Aplikasi insektisida hendaknya dilakukan pada saat tanaman menjelang dan ketika bertunas. Resisten 1. Penggunaan Varietas Tahan Penggunaan varietas tahan merupakan salah satu tindakan preventif yang dapat dilakukan untuk menekan tingkat serangan penyakit CVPD. Perbedaan genetik masing- masing varietas merupakan salah satu penyebab perbedaan ketahanan terhadap suatu patogen. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa penggunaan varietas tahan mampu meminimalisir kerusakan akibat penyakit CVPD. Berikut ini beberapa varietas jeruk dengan berbagai kriteria ketahanannya. Varietas jeruk yang toleran terhadap penyakit CVPD di antaranya adalah Konde Purworejo, Jeruk Nambangan. 2. Perlakuan Perendaman Bibit dengan Senyawa Kimiawi Untuk memperoleh bibit jeruk yang bebas penyakit dapat dilaksanakan melalui teknik penyambungan tunas pucuk secara in vitro. Penggunaan senyawa kimia untuk menekan serangan CVPD dapat dilakukan terutama pada fase pembibitan. Beberapa penelitian membuktikan bahwa penggunaan senyawa kimiawi dapat menginduksi ketahanan pada tanaman dari serangan patogen. Di China pengadaan bibit jeruk bebas penyakit melalui penyambungan masih dianggap kurang sehingga tunas pucuk tersebut perlakuannya masih ditambah dengan kombinasi pencelupan matat tempel jerukd alam air panas atau dalam larutan antibiotik tetrasiklin 1.000-2.000 ppm selama 2 jam, dalam kurun waktu 5 tahun tanaman masih terbebas dari penyakit greening huanglongbig (Chung & Zhou, 1987). Menurut Roesmiyanto et al. (2000), tanaman yang direndam dalam larutan penisilin 1000 ppm, pada umur 15 minggu setelah perlakuan tidak menunjukkan adanya gejala CVPD serta memberikan penampilan yang lebih baik 3. Pengendalian Serangga Vektor Upaya mengendalikan serangga vektor D. citri mutlak dilakukan guna memutus siklus penyebaran penyakit CVPD dari satu tanaman ke tanaman lainnya. Untuk keberhasilan tindakan ini, diperlukan pemantauan populasi hama agar tindakan yang kita lakukan sesuai dengan kaidah pengelolaan hama terpadu. Tindakan pengendalian dapat dilakukan melalui berbagai cara seperti menggunakan perangkap serangga berwarna kuning berperakat, pemanfaatan parasitoid maupun pengendalian dengan menggunakan insektisida Imidakloprid, Dimethoate, Alfametrin/Alfa sipermetrin, Teta sipermetrin, Profenofos, Metidation, Sipermetrin dan Diazinon 4. Penggunaan Antibiotika Oksitetrasiklin Tanaman jeruk yang terkena CVPD dengan tingkat serangan ringan, masa produktivitasnya dapat diperpanjang dengan infusan oksitetrasiklin HCI konsentrasi 200 ppm. Penyembuhan yang terjadi hanya bersifat sementara sehingga cara ini harus diulangi. Untuk memperoleh hasil optimum, tanaman yang telah diinfus harus dipupuk dan mendapat pengairan yang cukup (Hutagalung, 1985). 5. Teknologi Infus Batang Pada Tanaman Dewasa Teknologi infus batang telah banyak diterapkan ketika terjadi endemi penyakit CVPD di Sumatera Selatan. Caranya adalah sebanyak 5 g senyawa oxytetracycline-HCl (Terramycin) dilarutkan dalam 10 l air untuk 10-20 pohon (0,5-1 l per mst) serta dibarengi dengan pemupukan tanaman secara teratur dan setelah diadakan penginfusan sebaiknya dilakukan penyemprotan insektisida guna menekan serangan hama yang bisa memicu munculnya penyakit baru.
Terapi Sistem Pengendalian dengan bantuan manajemen stool-plants dan Tracking Clone /Cutting . Adanya serangan penyakit CVPD sangat sulit untuk diprediksi dan dideteksi dengan cepat. Virus bisa saja sudah masuk ke dalam jaringan tanaman , tetapi tanaman belum menunjukkan gejala (kita sebut dengan istilah symptomless) atau gejala laten (tersembunyi). Karena kondisi seperti ini, maka tindakan yang dapat dilakukan adalah pembuatan dan pelaksanaan sistem managemen stoolplant dan tracking cutting sampai ke lapangan. Sistem management stoolplant yang dimaksud adalah : - Masing-masing sand bed diberi kode (penomoran) identifikasi, misalnya sand bed 1, 2, 3 ..dst - Masing-masing sand bed diketahui historicalnya (misalnya tanggal tanam, sumber stool-plants apakah Tissue culture plants atau hasil topping, perkembangan survival , perkembangan produksi shoot, jenis pemeliharaan. - Masing-masing sand bed memiliki alat kerja yang khusus (terutama gunting pangkas shoot) Dengan mengelola stoolplant dengan sistem di atas, diharapkan shoot yang dihasilkan sampai produksi cutting dan Bibit siap tanam (BST)-nya akan dapat di tracking. Apabila kita menemukan gejala layu bakteri pada tingkat cutting atau BST, maka kita bisa telusuri sampai ke sand bed. Apabila hasil investigasi sand bed menunjukkan hasil positif terkontaminasi virus, maka kita dapat dengan segera melakukan tindakan pengendalian khusus hanya pada sand bed tersebut (misalnya eradikasi, kita hanya akan melakukan pada satu sand bed yang terbukti terkontaminasi) Sistem tracking BST sampai ke lapangan sangat berguna untuk menelusuri apabila terjadi serangan penyakit CVPD di lapangan. Ini juga untuk verifikasi apakah kontaminasi bakteri terjadi saat di phase stool-plants, di phase cutting/Nursery, atau memang serangan terjadi setelah ditanam di lapangan. Karantina Tindakan karantina merupakan tindakan preventif yang sangat efektif untuk mencegah penyebaran penyakit CVPD ini. Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian No. 38/KPTS/HK.060/I/2006, penyakit CVPD dikategorikan sebagai Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina (OPTK) Kategori A2 yang memiliki daerah sebar meliputi Papua, Jawa, Kalimantan, Nusa Tenggara, Sulawesi dan Sumatera. 1. Sterilisasi alat-alat Mengingat bahwa penyakit dapat menular melalui alat-alat pertanian yang digunakan seperti gunting pangkas, pisau okulasi dan semacamnya, maka perlu dilakukan sterilisasi alat-alat itu bisa dengan cara dipanaskan selama 10-15 menit menggunakan api lilin sebelum digunakan pada tanaman jeruk yang belum terinfeksi. 2. Pemetaan daerah terkena penyakit CVPD Data ini sangat penting untuk penyusunan program secara lengkap. Data yang diperlukan adalah jumlah daerah perbanyakan jeruk, jumlah tanaman yang terkena CVPD, intensitas/tingkat serangan, penyebaran penyakit, cara pengendalian serta pengembangan pengendalian penyakit CVPD.
III. PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa beberapa pengendalian pada penyakit CVPD pada tanaman jeruk dapat di lakukan dengan beberapa taktik yaitu sebagai berikut 1. Avoidan dapat dilakukan dengan beberapa strategi seperti sanitasi lahan dan Pengadaan dan penggunaan bibit jeruk bebas penyakit. 2. Eradikasi dapat dilakukan dengan strategi seperti monitoring rutin dan Eradikasi Selektif Tanaman Terserang. 3. Proteksi dapat dilakukan dengan strategi seperti proteksi secara kimia, fisik, dan biologi. 4. Tanaman dapat resisten harus dilakukan dengan strategi seperti penggunaan varietas tahan, Perlakuan Perendaman Bibit dengan Senyawa Kimiawi, pengendalian serangga vector, Penggunaan Antibiotika Oksitetrasiklin, dan Teknologi Infus Batang Pada Tanaman Dewasa. 5. Taktik seperti terapi dapat dilakukan dengan strategi seperti Sistem Pengendalian dengan bantuan manajemen stool-plants dan Tracking Clone /Cutting . 6. Karantina dapat dilakukan dengan strategi seperti Pemetaan daerah terkena penyakit CVPD B. Saran Saran yang saya ajukan dalam penulisan makalah ini adalah di harapakan kepada para pembaca untuk masukannya sebagai penyempurnaan dari penyusunan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2002. http://litbang.deptan.go.id. Di akses tanggal 13 Oktober 2012 Hutagalung, L. 1985. Antibiotika dan penyakit CVPD pada tanaman jeruk di Indonesia. Kongr. Nas. VIII PFI, Cibubur, Jakarta, Okt. 1985 : 43-45 Semangun, H. 1996. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Tirtawidjaja, S. 1964. Citrus Vein Phloem Degeneration Virus, penyebab Citrus Chlorosis di Jawa. Disertasi, Inst. Pert. Bogor. Djafarudin. 2001. Dasar-dasar Perlindungan Tanaman (Umum). Bumi Aksara. Jakarta Martoredjo, T. 1984. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan Bagian dari Perlindungan Tanaman. Andi Offset. Yogyakarta
Tjoa Tjiem. 1956. Memberantas Hama-hama Jeruk. Pusat Jawatan Pertanian Rakyat. Djakarta
Untung, A. 1992. Konsep dan Strategi Pengendalian Hama Terpadu. Sandi Offset. Yogyakarta
Yudiarti, T. 2007. Ilmu Penyakit Tumbuhan. Graha Ilmu. Yogyakarta.