Tinjauan pustaka ini membahas dua jenis luka yaitu vulnus laceratum (luka robek) dan vulnus punctum (luka tusuk). Luka ini diklasifikasikan berdasarkan penyembuhan, kedalaman, dan intervensi. Proses penyembuhan luka meliputi fase koagulasi, inflamasi, proliferasi dengan pembentukan jaringan granulasi.
Tinjauan pustaka ini membahas dua jenis luka yaitu vulnus laceratum (luka robek) dan vulnus punctum (luka tusuk). Luka ini diklasifikasikan berdasarkan penyembuhan, kedalaman, dan intervensi. Proses penyembuhan luka meliputi fase koagulasi, inflamasi, proliferasi dengan pembentukan jaringan granulasi.
Tinjauan pustaka ini membahas dua jenis luka yaitu vulnus laceratum (luka robek) dan vulnus punctum (luka tusuk). Luka ini diklasifikasikan berdasarkan penyembuhan, kedalaman, dan intervensi. Proses penyembuhan luka meliputi fase koagulasi, inflamasi, proliferasi dengan pembentukan jaringan granulasi.
BAGIAN / SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA RSUD dr. ZAINOEL ABIDIN 2014
1. Definisi Luka merupakan hilangnya kontinuitas yang bisa di sebabkan oleh trauma atau luka pacsa pembedahan. Luka superficial hanya mengenai jaringan epitel dan membutuhkan waktu yang relatife singkat. (1) Luka adalah suatu gangguan pada integritas kulit yang menyebabkan kehilangan fungsi fisiologis dan pelindung. Luka memberikan banyak bentuk dan untuk menentukan pengobatan yang tepat perlu dilakukan pemilihan perawatan. Vulnus laseratum (luka robek) merupakan gangguan kontinuitas suatu jringan sehingga terjadi pemisahan jaringan yang awalnya normal, luka robek terjadi akibat kekerasan yang hebat sehingga memutus jaringan. Vulnus punctum (luka tusuk) merupakan luka akibat tusukan benda runcing yang biasanya kedalaman luka lebih dari pada lebarnya. Misalnya tusukan pisau yan menembus lapisan otot, tusukan paku dan benda tajam lainnya. (2)
2. Klasifikasi luka 1. Klasifikasi berdasarkan penyembuhan A. Luka akut Luka akut hilangnya struktur anatoi dan jaringan yang disebabkan karena kinetic, zat kimia atau tekanan listrik. Luka akut akan sembuh dalam waktu cepat antara 6-12 minggu, kecuali jika sudah terinfeksi. (2)
a. Luka mekanis 1. Luka lecet biasanya terjadi pada kulit yang superficial disebabkan karena gesekan kulit dengan permukaan yang kasar. Luka lecet biasanya hanya terjadi pada bagian kulit lapisan epidermis. 2. Luka gigitan binatang. Luka gigitan akan menembus lapisan kulit luar dan bisa menyebabkan infeksi seperti stapylococus, streptococus dan basil gram positif. Dan jika tidak terobati dapat menimbulkan gejala yang serius pada fascia, tendon dan tulang. 3. Luka memar di akibatkan karena trauma yang menyebabkan kerusakan struktur dalam tanpa diskontiniutas dari kulit. 4. Luka sayatan biasanya luka dengan pemotongan bersih, hanya mengenai pada bagian ujung kulit yang ditandai dengan tepi luka berupa garis lurus dan beraturan. Luka sayat sering di jumpai pada aktivitas sehari-hari seperti terkena pisau dapur dan sayatan benda tajam (kaca, seng). 5. Luka robek (vulnus laseratum) biasanya luka yang melibatkan kulit dan jaringannya dengan tepi yang tidak beraturan yang disebabkan karena tarikan atau goresan pada benda tumpul. Luka robek biasanya di jumpai pada kecelakaan lalu lintas dimana bentuk luka tidak teratur dan kotor. 6. Luka tusuk (vulnus punctum) dapat diakibatkan oleh pisau, peluru atau bahan peledak, luka akibat kecelakaan yang diakibatkan oleh benda tajam lainnya. Luka tusuk biasanya kedalaman luka lebih dari pada lebarnya. Misalnya tusukan pisau yang menembus lapisan otot. b. Luka bakar dan luka terkena bahan kimia Beberapa perbedaan dari luka bakar yang diakibatkan karena suhu panas, bahan kimia, listrik dan radiasi. Luka yang disebabkan oleh suhu panas merupakan yang paling sering terjadi. Keparahan dari luka suhu panas di pengaruhi oleh temperature dari sumber panas, tingkat konduktifitas panas dari benda, densitas, dan lamanya waktu terpapar. Luka yang tekena suhu panas pada temperature 70 o C akan menyebabkan nekroris pada epidermis dalam satu detik, tapi jika temperature 45 o C akan membutuhkan waktu 6 jam untuk terjadinya kerusakan jaringan. (2)
B. Luka kronik Luka kronik merupakan luka akut yang terlambat di obati atau lama dalam melakukan penangan pertama. Luka kronik antara lain: a. Luka ganas b. Ulkus pada kaki c. Terdapat tekanan pada daerah ulkus d. Ulkus pada penderita Diabetes Mellitus Tabel 2.1 perbedaan luka akut dan luka kronik (1)
Luka akut Luka kronis Sembuh dalam waktu yang relative singkat Sembuh dalam waktu yang lama Sembuh tanpa komplikasi Terdapat komplikasi Respon inflamasi normal Respon inflamasi berlanjut Produksi eksudat berkurang Adanya peningkatan produksi eksudat dengan waktu yang lebih lama Cairan luka kuat menstimulasi proliferasi sel Cairan luka kronis memyebabkan enzim penghancur jaringan bertahan lebih lama Berkurangnya aktifitas protease cairan luka akut Peningkatan aktifitas protease pada cairan luka kronis menyebabkan degradasi protein sel untuk perbaikan kulit. 2. Klasifikasi berdasarkan intervensi 1. Luka dalam yang bisa diobati dilakukan pengobatan secara primer. 2. Luka dibiarkan terbuka selama beberapa hari kemudian dilakukan pembedahan untuk penutupan luka. 3. Penutupan luka dengan skin graft 4. Penutupan luka dengan flap 5. Luka dibiarkan sembuh dengan timbulnya jaringan granulasi. (2)
3. Klasifikasi berdasarkan kedalaman luka (jaringan yang hilang). (3)
Tabel 2.2 Klasifikasi kedalaman luka Kedalaman luka pengertian Kasus dan penyembuhan Luka superfisial Hanya terjadi pada epidermis Terkena sinar matahari, ulkus stage 1, ulkus diabetes stage 0. Luka ini bisa sembuh dengan sendiri. Luka parsial Lebih dalam dari epidermis tapi tidak sampai mengenai dermis Luka robek, abrasi, dermatitis perineal Karen inkonensia. Dapat sembuh dengan perbaikan epitelisasi Luka dalam Lebih dalam dari pada epidermis sampai ke lepisan Ulserasi vena, luka operasi. , bisa disembuhkan oleh formasi dan lemak sub kutan dan struktur yang lebih dalam. kontraksi jaringan granul.
Luka subkutan klasifikasi tambahan dari luka dalam yang ,mencapai jaringan sub kutan. luka operasi, luka iskemik arteri dan dapat sembuh oleh formasi dan kontraksi jaringan granulasi
Penyembuhan Luka Penyembuhan luka di bagi menjadi 2, primer dan sekunder. 1. Penyembuhan luka primer ketika tidak ada jaringan yang hilang dan tepi kulit dapat menjadi melekat kembali dengan baik, seperti pada luka yang di jahit. 2. Penyembuhan luka sekunder terdapat pada jaringan yang hilang dan tepi kulit berjauhan dan tepi luka tidak melekat dengan baik. Penyembuhan luka ini di mulai dari basal ke epidermis. Seperti pada ulkus, ulkus pada kaki, eksisi terbuka pada perut .(1) Mekanisme penyembuhan luka Harus diketahui bahwa pnjang luka dan dalamnya luka sangat penting di pertimbangkan, seperti pada luka setelah bercukur, biasanya luka bisa sembuh dari dalam karena masih ada keratinosit pada kulit. Luka yang dalam (luka tusuk) harus bergantung pada migrasi keratinosit dan proliferasi dari tepi luka. Sehingga lukayang sangat dalam akan sulit untuk sembuh dan akan membuat jaringan parut. Pada hewan percobaan ditemukan bahwa proses penyembuhan berhubungan dengan protein dan mediator-mediator tertentu seperti terjadinya defisiensi beberapa molekul pada fase imflamasi (E dan P-selectin), tikus tanpa plasminogen ( uPA dan tPA), tanpa fibroblast growt factor 2 (FGF-2) atau yang di injus dengan Nitric Oxide (NO). (4)
1. Fase koagulasi dan imflamasi Fase inflamasi berlansung sejak terjadinya luka sampai kira-kira hari kelima. Pembuluh darah yang terputus pada luka akan menyebabkan perdarahan dan tubuh akan berusaha menghentikannya dengan vasokonstriksi, pengerutan ujung pembuluh yang putus ( retraksi), dan reaksi hemostatis. Hemostatis terjadi karena trombosit yang keluar dari pembuluh darah saling melengket, dan bersama jala fibrin yang terbentuk, membukukan darah yang keluar dari pembuluh darah. Sementara itu, terjadi reaksi inflamasi. Fase inflamasi terjadi segera setelah terjadinya luka, platelet menempel pada pembuluh darah yang rusak menyebabkan reaksi dan memulai hemostasis sehingga terjadi pembekuan darah yang dapat mencegah perdarahn yang minimal dan melindungi area yang cedera. Seperti yang telah diketahui, platelet melepaskan growt factor, sitokin dan zat yang menginduksi apoptosis atau adaptasi. Komponen kunci dari reaksi pelepasan platelet meliputi Platelet-Derivet Growth Factor (PDGF) dan Transforming Growth Factor A1 dan 2 (TGF-A1 dan TGF-2), yang akan menarik sel-sel imflamasi, seperti leukosit, neutrofil dan makrofag. Leukosit adalah sel fagosit yang akan melepaskan Reactive Oxygen Species (ROS) yang berfungsi sebagai anti mikroba dan protease sehingga membersihkan luka dari benda asing dan bakteri. (4,5).
Resolusi dari fase imflamasi di tandai oleh apoptosis dari sel radang, yang terjadi secara bertahap dari beberapa hari setelah cedera. Mekanisme resolusi dari peradangan belum diketahui sepenuhnya. Namun demikian penelitian-penelitian menyebutkan bahwa sitokin antiinflamasi seperti TGFA-1 dan interlukin 1 serta lipid bioaktif seperti cyclopentenon prostaglandin, lipoxin dan resolvins turut terlibat dalam proses ini. Mekanisme sebenarnya dari hal tersebut selama fase resolusi imflamasi masih dalam penelitian. (4,5)
2. Proliferasi: pembentukan jaringan granulasi
Sebagai bagian dari fase imflamasi. Fase proliferative berfungsi untuk memperbaiki jaringan yang rusak. Pada tahap ini growt factor di produksi oleh sel imflamsi, sel epidermis yang bermigrasi dan sel dermis yang tersisa dalam proses autocrine, paratcrine dan juxtracrin untuk memulai dan menjaga proliferasi sel dan juga merangsang migrasi sel; semua kejadian tersebut di butuhkan untuk pembentukan jaringan granulasi serta mendukung epitelisasi. Suplai darah yang cukup di butuhkan oleh sel sel migrasi di dermis dan epidermis serta proliferasi dalam area luka untuk kebutuhan nutrisi oksigen dan zat-zat metabolik. Proses agiogenensis dimulai segera setelah cedera ketika terjadi local hipoksia, yang terjadi akibat kerusan pembuluh darah. Kejadian tersebut merangsang produksi factor proangiogenic. Vascular endhotelial growth factor (VEGF), fibrolas growt factor 2 (FGF-2) dan FDGF yang di lepaskan oleh platelet lalu olel sel-sel lain yang terdapat pada area luka. Sitokin tersebut merupakan media terpenting untuk merangsang angiogenesis;. Akibatnya, sel endotel meninggalkan membrane basal dan bermigrasi menuju area luka lalu berfoliperasi dan membentuk gabungan sel sehingga terjadi pembuluh darah baru. Menurut penelitian terbaru telah diketahui bahwa endothel progenital cel (EPC) juga di butuhkan untuk revaskularisasi luka. Pada keadaan normal EPC berada di sumsum tulang dan masuk ke sirkulasi sebagai respon dari cedera. EPC kemudian membentuk mikrovasel bersama-sama dengan sel endotel di lokasi cedera. Mobilisasi EPC dimediasi oleh nitrit oksidat VEGF dan matrix metalloproteineses (MMP), khususnya MMP 9, EPC berdiferensisasi sebagai respon dari faktor 1 yang di lepaskan oleh sel stoma dan yang terbaru insulinlike growth factor (IGF). Walaupun lebih banyak penelitian di butuhkan untuk mengetahui secara pasti mekanisme keterlibatan EPC, namun jelas bahwa sel progenital tersebut penting untuk penyembuhan luka yang terkait dengan pembentukan pembuluh darah baru serta pemulihan pasca cedera. Pada keadaan diabetes proses komunikasi antar sel untuk mengatur dan mengkoordinasi amiogenesis serta penyembuhan luka dapat terganggu. Pasien diabetes lebih cendrung menjadi lebih kronis akibat defisiensi EPC yang dilepaskan dari sumsum tulang. Tujuan terapi untk mengkoreksi defesiensi EPC bermanfaat untuk mengobati luka kronis pada penderita diabetes meilitus.
3. Remodeling jaringan dan pembentukan jaringan parut Pada fase remodeling hal yang paling penting adalah reepitelisasi. Pasokan pembuluh darah yang cukup di butuhkan untuk migrasi dan poliferasi sel dermis dan sel epidermis. Hal tersebut menyebabkan reepitelisaasi luka serta pemulihan integritas epidermis. poliferasi pibroblas pada luka dan sintesis jaringan ikat membentuk jaringan granulasi bersama-sama dengan pembuluh darah yang baru. Jaringan ikat yang terdiri dari kolagen III, fibrin, fibronectin dan asam hyaluronic secara cepat diganti oleh jaringan ikat yang mengandung kolagen I. kemudian luka tersebut mengecil dan terjadi remodeling jaringan ikat. Pengecilan luka di sebabkan oleh sel fibroblast dan miofibroblas yang terdiferensiasi, sebagai respon terhadap TGF-A, tekanan jaringan dan keberadaan protein matriks tertentu .(3,4)
Fase ini dapat berlangsung berbulan-bulan dan dinyatakan sembuh jika semua tanda radang sudah tidak ditemukan. Tubuh akan berusaha menormalkan kembali selama proses penyembuhan. Edema dan sel radang di serap, sel muda menjadi matang, kapiler baru menutup dan di serap kembali, kolagen yang berlebih di serap. Selama proses ini dihasilkan jaringan parut yang puca. Pada fase remodeling luka kulit mampu menahan regangan kira2 80% kemampuan kulit normal. Hal ini tercapai kira-kira 3-6 bulan setelah penyembuhan.