You are on page 1of 9

36

KEANEKARAGAMAN PLANKTON DI KAWASAN


PERAIRAN TELUK BAKAU

Oleh
Endang Purnama Sari, Falmi Yandri Khodijah dan Nancy William

ABSTRAK

Plankton merupakan kelompok organisme yang memegang peranan penting
disuatu ekosistem perairan. Kawasan Teluk Bakau Kepulauan Riau berhubungan
langsung dengan laut terbuka. Kondisi perairan Teluk Bakau dapat mengalami
perubahan, baik fisik maupun kimia yang disebabkan oleh aktivitas manusia dan faktor
alami. Hal ini akan mempengaruhi kelangsungan hidup plankton yaitu kelimpahan dan
keanekaragamannya.
Dari ke tiga stasiun yang diambil sampelnya, maka di temukan beberapa jenis
plankton diantaranya adalah Nitzschia acicularis, Mastogloia smithii, Synedra, Spirulina
sp, Stauroneis, Oscillatoria limosa, Microchaeta robusta, A. Chnanthes, Asterionella
formaga, Anabaenopsis elenkii, Anomoeoneis exilis, E. Triodon, Microcoleus lacustris,
dan Lauderia borealis. Berdasarkan nilai indeks keanekaragaman dan indeks
keseragaman Teluk Bakau terkategori tingkat rendah hingga sedang. Sementara indeks
dominasi juga rendah. Nilai indeks keanekaragaman plankton di stasiun I berkisar 2,12-
2,86, stasiun II berkisar 1,41-2,89 dan stasiun III 2,15-2,18. Indeks keseragaman pada
stasiun I berkisar antara 0,40-0,52, stasiun II 0,02-0,16 dan stasiun III berkisar antara
0,04-0,12. Indeks dominasi pada stasiun I berkisar 0,09-0,19, stasiun II 0,02-0,16 dan
stasiun III berkisar antara 0,04-0,12.
Hasil pengamatan parameter fisika-kimia menunjukkan bahwa nilai suhu berkisar
antara 29-30
0
C, salinitas 30-31
0
/
00
, DO berkisar antara 5,2 5,8, pH 7,9-8,3, arus 29,9
34,6 cm/detik dan kecerahan 1-1,2 meter. Semua parameter tersebut sangat mendukung
kehidupan plankton di kawasan Teluk Bakau Tanjungpinang Kepulauan Riau.

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Teluk Bakau adalah salah satu
daerah kawasan pesisir yang terdapat di
Kepulauan Riau. Kawasan pesisir
merupakan daerah pencampuran antara
rezim darat dan laut, serta membentuk
suatu keseimbangan yang dinamis dari
masing-masing komponen. Interaksi
antara hutan mangrove, padang lamun
dan terumbu karang dengan
lingkungannya di perairan pesisir
mampu menciptakan kondisi lingkungan
yang sangat cocok bagi berlangsungnya
proses biologi dari berbagai macam jenis
organisme akuatik. Kawasan pesisir
yang memiliki ketiga ekosistem tersebut
biasanya memiliki produktivitas yang
sangat tinggi. Di samping itu, secara
ekologis ketiga ekosistem tersebut
mampu berperan sebagai penyeimbang
stabilitas kawasan pesisir, baik akibat
pengaruh darat maupun dari laut.
Plankton merupakan makanan
alami larva organisme perairan. Sebagai
produsen utama di perairan adalah
fitoplankton, sedangkan organisme
konsumen adalah zooplankton, larva,
ikan, udang, kepiting, dan sebagainya.
Menurut Djarijah (1995), produsen
adalah organisme yang memiliki



37
kemampuan untuk menggunakan sinar
matahari sebagai sumber energi dalam
melakukan aktivitas hidupnya,
sedangkan konsumen adalah organisme
yang menggunakan sumber energi yang
dihasilkan oleh organisme lain.
Plankton dalam ekosistem
perairan mempunyai peranan yang
sangat penting terutama dalam rantai
makanan dilaut, karena plankton
merupakan produsen utama yang
memberikan sumbangan terbesar pada
produksi primer total suatu perairan.
Peranan penting plankton bagi
produktivitas primer perairan, karena
plankton dapat melakukan proses
fotosintesis yang menghasilkan bahan
organik yang kaya energi maupun
kebutuhan oksigen bagi organisme yang
tingkatannya lebih tinggi. Dari fenomena
di atas, maka penelitian ini perlu di
lakukan untuk melihat distribusi dan
identifikasi plankton di kawasan Teluk
Bakau.


PERUMUSAN MASALAH

Kualitas fisika dan kimia suatu
perairan, baik secara alami maupun
adanya pengaruh dari aktivitas manusia,
akan mempengaruhi kelangsungan hidup
plankton terutama kelimpahannya. Hal
ini selanjutnya berpengaruh terhadap
struktur komoditas plankton di perairan
tersebut. Keberadaan planton di suatu
perairan sangat di dukung oleh
ketersediaan nutrien dan kondisi perairan
yang optimal.
Secara spasial, suplai nutrien
yang masuk ke perairan pesisir
menciptakan perbedaan konsentrasi ke
arah laut. Terjadinya perbedaan itu
disebabkan oleh adanya pengaruh faktor
oseanografi, dalam hal ini arus pasang
surut dan arus yang ditimbulkan dari
aliran buangan yang masuk ke laut.
Kemudian secara temporal, variabilitas
nutrien berbeda antar musim akibat
adanya perbedaan beban nutrien yang
memasuki perairan pesisir. Hal ini
menyebabkan pula variabilitas cahaya,
baik secara spasial maupun temporal
(Hood et al. 1991 dan Cloern, 2001).
Skema perumusan masalah pada Gambar
1 Berikut ini:










Gambar 1. Skema pendekatan masalah keanekaragaman plankton dan hubungannya
dengan parameter fisika-kimia perairan di Teluk Bakau Kabupaten Bintan
Kepulauan Riau








Teluk Bakau Potensi Kelautan dan Perikanan
Masukan limbah dari lepas pantai
dan daratan (nutrien)




Perubahan fisika-kimia perairan
Kelimpahan dan
Keanekaragaman
Plankton



38
TUJUAN DAN MANFAAT

Penelitian ini bertujuan untuk
melihat kelimpahan plankton di kawasan
Teluk Bakau Kabupaten Bintan
Kepulauan Riau. Dan manfaat penelitian
ini adalah akan memberikan informasi
awal tentang keberadaan plankton di
kawasan Teluk Bakau.


METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Pengambilan
Sampel
Penelitian ini dilakukan dengan
pengukuran dan pengambilan sampel air
laut di perairan Teluk Bakau Kepulauan
Riau. Penelitian ini dilaksanakan pada
bulan Desember 2008.

Pengukuran dan Pengambilan Sampel
Air Laut
Pengambilan sampel plankton
dilakukan pada 3 stasiun menggunakan
plankton net dengan pengulangan
dilakukan sebanyak 3 kali dengan cara
mengambil contoh air dengan ember
berukuran 15 liter sebanyak 2 kali lalu
dituangkan ke dalam plankton net. Lalu
contoh plankton yang didapat
dimasukkan ke dalam botol sampel dan
diawetkan dengan larutan alkohol
sebanyak 3 4 tetes. Selanjutnya akan
dianalisis dan dihitung jumlah serta
jenisnya. Data Plankton yang diukur
adalah :

a. Kelimpahan Plankton
Untuk mengukur kelimpahan
plankton dapat dihitung dengan
menggunakan rumus Sachlan dan
Effendi (1972), sebagai berikut:
N x
E
x
D
C
x
B
A
F
1000


Keterangan :
F = Jumlah individu per liter
D = Volume sampel yang diambil
A = Luas cover glass
C = Volume sampel yang disaring
B = Luas lapang pandang
E = Volume sampel yang diteliti
N = Jumlah organisme yang didapat

b. Indeks Keseragaman
Untuk menghitung indeks
keragaman plankton yang dikemukakan
oleh Magurran (1982) sebagai berikut :
maks H
H
E
'
'


Keterangan :
E = Indeks Keseragaman
H = Indeks Keanekaragaman
H maks = Ln S
S = Jumlah Spesies
Indeks Keseragaman berkisar antara 0-1.
Apabila nilai mendekati 1 sebaran
individu antar jenis merata. Nilai E
mendekati 0 apabila sebaran individu
antar jenis tidak merata atau ada jenis
tertentu yang dominan.

c. Indeks Keanekaragaman (H)
(Shanon-Weiner, 1949):

N
i
LnPi Pi H
1
'

Keterangan :
H = Indeks Keanekaragaman jenis
Pi = ni/N
ni = jumlah individu jenis ke-I
N = Jumlah total individu
Kisaran total Indeks Keanekaragaman
dapat diklasifikasikan sebagai berikut
(modifikasi Wilhem dan Dorris (1968)
dalam Mason (1981)):
H < 2,3026 : keanekaragaman kecil dan
kestabilan komunitas rendah
2,3026 <H> 6,9078 : keanekaragaman
sedang dan kestabilan komunitas sedang
H > 6,9078 : keanekaragaman tinggi
dan kestabilan komunitas tinggi




39
d. Indeks dominansi (D) (Simpson, 1949)
:

2
1

s
i
N
ni
D

Keterangan :
D = Indeks Dominansi
ni = jumlah individu jenis ke-i
N = Jumlah total individu
dengan kriteria (Odum, 1971) sebagai
berikut : D mendekati 0 tidak ada jenis
yang mendominansi dan D mendekati 1
terdapat jenis yang mendominansi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Jenis Plankton Yang Ditemukan
Dari ke tiga stasiun yang diambil
sampelnya, maka di temukan beberapa
jenis plankton diantaranya adalah
Nitzschia acicularis, Mastogloia smithii,
synedra, Spirulina sp, Stauroneis,
Oscillatoria limosa, Microchaeta
robusta, A. Chnanthes, Asterionella
formaga, Anabaenopsis elenkii,
Anomoeoneis exilis, E. Triodon,
Microcoleus lacustris, dan Lauderia
borealis (Tabel 1).
Jenis-jenis plankton tersebut
tersebar di beberapa titik di setiap
stasiun. Dan ada juga yang tidak di
temukan sama sekali pada stasiun yang
diamati. Adapun jumlah plankton dapat
dilihat pada Gambar 2 dibawah ini.
22%
11%
13%
5% 0%
13%
1%
9%
2%
1%
11%
0%
2%
10%
Nitzschia acicularis
Mastogloia smithii
Synedra
Spirulina sp
Stauroneis
Oscillatoria limosa
Microchaeta robusta
A. Chnanthes
Asterionella formaga
Anabaenopsis elenkii
Anomoeoneis exilis
E. Triodon
Microcoleus lacustris
Lauderia borealis

Gambar 2. Jumlah Plankton Tiap-tiap Stasiun
Kelimpahan Plankton, Keanekaragaman, Keseragaman, dan Dominasi Planton Di
Perairan Teluk Bakau

Keanekaragaman tertinggi dan terendah
terdapat pada stasiun II. Pada stasiun I
keanekaragaman cukup seragam berkisar
antara 2,12 2,86. Sedangkan pada
stasiun III indeks keanekaragamannya
2,15 2,18.
Berdasarkan kisaran nilai indeks
keanekaragaman dapat disimpulkan
bahwa stasiun I tingkat
keanekaragamannya sedang. Sedangkan
pada stasiun II, tingkat
keanekaragamannya rendah sampai
dengan sedang. Dan pada stasiun III
dikategorikan rendah karena adanya
faktor ekologis dan faktor lingkungan
yang mempengaruhi.
Hasil perhitungan indeks
keseragaman di perairan Teluk Bakau



40
pada ketiga stasiun secara umum
berkisar antara 0,28 0,61. Berdasarkan
kisaran nilai indeks keseragaman dapat
disimpulkan bahwa perairan Teluk
Bakau memiliki tingkat keseragaman
rendah hingga sedang. Keseragaman
rendah mengindikasikan bahwa dalam
ekosistem tersebut ada kecendrungan
dominasi jenis yang disebabkan adanya
ketidakstabilan faktor-faktor lingkungan
dan populasi (Krebs, 1989).
Keseragaman sedang, dapat dikatakan
bahwa ekosistem tersebut dalam kondisi
yang cukup baik, dimana penyebaran
individu tiap jenis relatif hampir
seragam (Krebs, 1989).
Berdasarkan hasil perhitungan
indeks dominasi di perairan Teluk Bakau
secara umum berkisar antara 0,02 0,12.
Berdasarkan kisaran nilai indeks
dominasi dapat disimpulkan bahwa
perairan Teluk Bakau memiliki tingkat
dominasi rendah. Dominasi rendah
tersebut mengindikasikan bahwa tidak
terdapat jenis yang secara ekstrim
mendominasi jenis lainnya serta di
dukung oleh kondisi lingkungan yang
stabil sehingga tidak terjadi tekanan
ekologis terhadap biota di ingkungan
tersebut.

Tabel 1. Jumlah dan jenis plankton di perairan Teluk Bakau


Stasiun I Stasiun II Stasiun III
1 2 3 1 2 3 1 2 3
Nitzschia acicularis 450 522 367 702 468 369 432 279 270
Mastogloia smithii 234 198 189 243 234 225 279 198 189
Synedra 252 198 189 378 315 216 198 234 225
Spirulina sp 216 216 0 234 252 0 0 0 0
Stauroneis 0 0 9 0 0 0 0 0 0
Oscillatoria limosa 387 198 207 477 225 98 306 252 189
Microchaeta robusta 207 0 0 0 0 0 0 0 0
A. Chnanthes 405 288 198 414 261 20 0 0 0
Asterionella formaga 0 189 171 0 0 0 0 0 0
Anabaenopsis elenkii 0 0 189 0 0 0 0 0 0
Anomoeoneis exilis 297 198 0 378 306 0 216 243 279
E. Triodon 0 0 0 18 9 0 0 0 0
Microcoleus lacustris 0 0 0 0 0 0 0 0 333
Lauderia borealis 0 0 0 0 0 0 405 477 801
Kelimpahan Plankton
3672000 3010500 2278500 4266000 3105000 1392000 2754000 2524500 3429000
Indeks Keanekaragaman
2,46 2,86 2,12 2,66 2,89 1,41 2,16 2,18 2,15
Indeks Keseragaman
0,43 0,52 0,40 0,50 0,61 0,28 0,38 0,39 0,38
Indeks Dominasi
0,18 0,09 0,19 0,16 0,08 0,02 0,06 0,04 0,12




41
Fisika-Kimia Perairan
Suhu
Berdasarkan pengukuran pada
setiap stasiun pengamatan diperoleh
kisaran suhu rata-rata 29-30
0
C. Suhu
pada stasiun I adalah 30
0
C. Stasiun II
dengan suhu sebesar 29
0
C dan stasiun
III memiliki kisaran suhu 29
0
C. Gambar
3 memperlihatkan kisaran suhu rata-rata
pada masing-masing stasiun.
Kisaran tersebut sesuai dengan
baku mutu suhu air laut sebesar 28-30
0
C
yang dapat mendukung kelangsungan
hidup biota (Kep.MNLH No. 51 Tahun
2004). Suhu tertinggi terdapat pada
stasiun I, karena letaknya dekat dengan
pantai biasanya sedikit lebih tinggi
dibandingkan dengan suhu lepas pantai.

28,4
28,6
28,8
29
29,2
29,4
29,6
29,8
30
30,2
I II III
Stasiun
S
u
h
u

Gambar 3. Kisaran suhu setiap stasiun di
perairan Teluk Bakau

Salinitas
Berdasarkan pengamatan dan
pengukuran pada tiap-tiap stasiun
diperoleh kisaran salinitas secara umum
30-31
0
/
00.
Stasiun I memiliki kandungan
salinitas 30
0
/
00.
Stasiun II berkisar 30
0
/
00,
sedangkan stasiun III adalah 31
0
/
00.

Kisaran tersebut sesuai dengan
baku mutu salinitas air laut sebesar 33-
35
0
/
00
yang dapat mendukung
kelangsungan hidup biota didalamnya
(Kep.MNLH No. 51 Tahun 2004).
Menurut Bengen (2001), daerah estuaria
juga termasuk Teluk memiliki gradien
salinitas yang bervariasi, terutama
bergantung pada masukan air tawar dari
sungai dan air laut.

29,4
29,6
29,8
30
30,2
30,4
30,6
30,8
31
31,2
I II III
Stasiun
S
a
l
i
n
i
t
a
s

Gambar 4. Kisaran salinitas setiap
stasiun di perairan Teluk Bakau


Arus
Berdasarkan pengukuran arus
pada stasiun I di perairan Teluk Bakau
diperoleh nilai arus sebesar 30,2 cm/det.
Pada stasiun II adalah 34,6 cm/det dan
pada stasiun III adalah 29,9 cm/det.
Arus tertinggi terdapat pada
stasiun II sedangkan yang terendah
terdapat pada stasiun III. Perbedaan arus
ini tidak menunjukkan ada nya
perubahan yang signifikan antar stasiun.
27
28
29
30
31
32
33
34
35
I II III
Stasiun
A
r
u
s

Gambar 5. Kisaran arus setiap stasiun di
perairan Teluk Bakau








42
Dissolved Oxygen (DO)
Berdasarkan pengamatan dan
pengukuran DO di perairan Teluk
Bakau, pada stasiun I diperoleh DO
sebesar 5,2 mg/l. Nilai DO pada stasiun
II sebesar 5,5 mg/l dan pada stasiun III
adalah sebesar 5,8 mg/l. Kisaran DO
tersebut diatas sesuai dengan baku mutu
yaitu > 5 mg/l (Kep.MNLH No. 51
Tahun 2004). Berdasarkan kisaran nilai
DO yang sesuai untuk kualitas perairan
(Lee et al, 1978), maka perairan Teluk
Bakau secara umum termasuk kategori
layak untuk mendukung kehidupan biota
di dalamnya.
4,9
5
5,1
5,2
5,3
5,4
5,5
5,6
5,7
5,8
5,9
I II III
Stasiun
D
O

Gambar 6. Kisaran DO setiap stasiun di
perairan Teluk Bakau

pH
pH tertinggi terdapat pada stasiun
II yaitu sebesar 8,3. Diikuti selanjutnya
oleh stasiun I sebesar 8,0 dan yang
terendah pada stasiun III yaitu dengan
nilai pH sebesar 7,9. Gambar 6
memperlihatkan nilai pH masing-masing
stasiun.

7,7
7,8
7,9
8
8,1
8,2
8,3
8,4
I II III
Stasiun
p
H

Gambar 7. Kisaran pH setiap stasiun di
perairan Teluk Bakau

Kisaran nilai pH tersebut sesuai
dengan baku mutu pH air laut yakni
sebesar 7-8,5 yang dapat mendukung
kelangsungan hidup plankton (Kep.
MNLH No. 51 Tahun 2004). Menurut
Odum (1971), air merupakan sistem
penyangga yang sangat luas dengan pH
yang relative stabil sebesar 7-8,5. Dari
gambar di lihat bahwa variasi untuk
masing-masing stasiun tidak berbeda
nyata.

Kecerahan
Berdasarkan monitoring di
perairan Teluk Bakau, secara umum
pada semua stasiun diperoleh nilai
kecerahan antara 1-1,2 m. Kecerahan
tertinggi terdapat pada stasiun II dan
terendah pada stasiun III. Salah satu
faktor penyebab berkurangnya
kecerahan disebabkan oleh kekeruhan
pada perairan. Menurut Effendi (2003),
kekeruhan disebabkan oleh bahan
organik/anorganik yang tersuspensi dan
terlarut. Perairan Teluk Bakau diketahui
banyak mengandung pasir dan lamun.
Penyebab lainnya adalah adanya
perbedaan waktu pengamatan pada
masing-masing stasiun. Kecerahan tinggi
pada saat siang hari, sedangkan
kecerahan rendah pada pagi dan sore
hari.




43
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Perairan Teluk Bakau memiliki
14 jenis plankton, dari hasil analisis
indeks keanekaragaman, indeks
keseragaman dan indeks dominansi
menunjukkan bahwa perairan ini
memiliki keanekaragaman yang rendah
dan tidak ada spesies plankton yang
mendominasi, sehingga perairan ini
cenderung tidak stabil. Ketidakstabilan
perairan erat kaitannya dengan
ketersediaan pakan alami bagi larva
organisme.

Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih
lanjut di kawasan peraiaran Teluk Bakau
agar diketahui parameter-parameter lain
yang membatasi keberadaan dan
kelimpahan plankton (fitoplankton dan
zooplankton) yang selanjutnya dapat
mempengaruhi struktur komunitas yang
terbentuk di kawasan perairan Teluk
Bakau.


DAFTAR PUSTAKA

Boney, C. A. D. 1975. Phytoplankton.
1
st
Ed. The Camelot Press Ltd.
Southhampton.
Boyd, C.E. 1979. Water Quality in
Warmwater Fish Ponds. Auburn
University. Alabama
Bengen, D, G. 2001. Sinopsis :
Ekosistem Perairan : Habitat dan
Biota. Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan. IPB. Bogor. Hal
42-44.
Brower, J. E., J. H. Zar, dan C. N. V.
Ende. 1990. Field and Laboratory
Methods for General Ecology.
Third Edition. Wm. C. Brown
Publisher. Dubuque, Lowa. P.
40-120.
Cloern, J. E. 2001. Our Evolving
Conceptual Model of the Coastal
Eutrophication Promblem.
Review. Mar. Ecol. Prog. Ser.
Vol.210:223-253
Dahuri, R., Rais., S. P. Ginting dan M. J.
Sitepu. 1996. Pengelolaan
Sumber Daya Wilayah Pesisir
dan Lautan Secara Terpadu.
Edisi Pertama. Penerbit: PT.
Pradnya Paramita. Jakarta. Hal
36.
Djarijah, A.S. 1995. Pakan Ikan Alami.
Kanisius, Jakarta. 87 hal.
Effendi, R. 2003. Penelaah Kualitas Air.
Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Hood, R.R., M.R. Abbott and A. Huyer.
1991. Phytoplankton and
Photosynthetic Light Response in
The Coastal Transition Zone off
Nothern California in June 1987.
Journal of Geophysical
Research. Vol. 96 (C8): 14.766-
13.780.
Krebs, C. J. 1989. Ecologycal
Methodology. Harper Collins
Publisher, Inc. New York. P 357-
367.
Menteri Lingkungan Hidup. 2004.
Keputusan Menteri Negara
Lingkungan Hidup. No. 51
Tahun 2004. Tentang Baku Mutu
Air Laut.

Nontji, A. 1987. Laut Nusantara.
Djambatan. Jakarta.
Nybakken, J.W. 1988. Biologi Laut
Suatu Pendekatan Ekologis. PT.
Gramedia, Jakarta. 459 hal.
Odum, E. P. 1971. Dasar-dasar Ekologi.
Edisi ketiga (Alihbahasa
Tjahjono Samingan). Gajahmada
University Press.



44
Odum, E. P. 1993. Dasar-dasar Ekologi.
Edisi Ketiga. Diterjemahkan oleh
Ir. Tjahjono Samingan, M.Sc.
Gajah Mada Univercity Press.
Yogyakarta. 697 hal.
Soedharma, D. 1994. Keanekaragaman
Makrozoobenthos dan
Hubungannya dengan Kulaitas
Lingkungan Pesisir Teluk
Lampung. Jurnal Ilmu-Ilmu
Perairan dan Perikanan
Indonesia. II (2): 15-34.

You might also like