You are on page 1of 19

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Tujuan pendidikan islam seiring dengan tujuan Allah menciptakan
manusia, yaitu sebagai hamba yang mengabdi kepada-Nya. Pengabdian kepada
Allah sebagai realisasi dari keimanan yang diwujudkan dalam bentuk amaliah
yang baik. Pengabdian kepada Allah merupakan jembatan untuk mencapai
kebahagian di dunia maupun di akhirat.
Sehubungan dengan itu, untuk menciptakan suatu pendidikan islam yang
bermutu, yang dapat menciptakan suasana kondusif maka diperlukan alat/media
pendidikan islam. Alat atau media pendidikan.
Islam mempunyai peranan yang sangat penting dalam menciptakan
suasana tersebut. Sebab alat atau media merupakan sarana yang dapat membantu
proses pembelajaran terutama yang berkaitan dengan indera pendengaran dan
penglihatan. Adanya alat atau media pembelajaran tersebut dapat membuat murid
lebih cepat menanggapi pelajaran dan juga dapat membantu guru dalam
menciptakan iklim emosional yang sehat diantara murid-muridnya. Bahkan alat
atau media pembelajaran tersebut dapat membantu guru membawa dunia ke
dalam kelas. Dengan demikian ide yang abstrak dan samar-samar sifatnya menjadi
konkret dan mudah dimengerti oleh murid.

1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang tersebut, maka dapat diambil rumusan masalah sebagai
berikut:
1. Apakah yang dimaksud dengan alat atau media pendidikan islam?
2. Apa saja jenis alat atau media dalam pendidikan islam?
3. Bagaimana pengaruh alat atau media dalam pendidikan islam?
4. Apakah yang dimaksud dengan evaluasi pendidikan ?
5. Apakah hakikat dari pengertian evaluasi tersebut ?
6. Bagaimana teknik dan prinsip evaluasi pendidikan ?
7. Bagaimana cara memilih kriteria dan menyusun tes yang baik?
2

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Alat atau Media Pendidikan Islam
Dari beberapa literatur, tidak terdapat perbedaan pengertian antara alat dan
media pendidikan. Zakiah Darajat menyebutkan pengertian alat pendidikan sama
dengan media pendidikan sebagai sarana pendidikan.
Term alat berarti barang sesuatu yang dipakai untuk mencapai suatu
maksud. Sedangkan media berasal dari bahasa latin dan bentuk jamak dari
medium yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar.
Dalam hal ini, batasan makna media pendidikan dirumuskan pada
beberapa batasan. Diantaranya, Gegne menyebutkan bahwa media adalah
berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsang peserta
didik untuk belajar. Sedangkan Brigs mendefinisikan media sebagai salah satu
bentuk alat fisik yang dapat menyajikan pesan yang dapat merangsang siswa
untuk belajar. Dari dua definisi tersebut mengacu pada penggunaan alat yang
berupa benda untuk membantu proses penyampaian pesan.
Selanjutnya yang dimaksud dengan alat atau media pendidikan islam
disini adalah jalan atau cara yang dapat ditempuh untuk menyampaikan bahan
atau materi pendidikan islam kepada anak didik agar terwujud kepribadian
muslim yang diridhoi oleh Allah SWT.

2.2 Hakikat Alat atau Media Pendidikan Islam
Pendidikan islam harus searah dengan Al-Quran dan as-sunnah, tidak boleh
bertentangan dengan dua sumber agama islam tersebut. Prinsip-prinsip yang dapat
dijadikan dasar dalam pengembangan atau penggalian kesejahteraan manusia di
dunia adalah sabda Rosulullah saw. yang artinya,
Mudahkanlah, jangan engkau persulit, berilah kabar-kabar yang
menggembirakan dan jangan sekali engkau memberikan kabar-kabar yang
menyusahkan sehingga mereka lari menjauhkan diri darimu, saling taatlah kamu
dan jangan berselisih yang dapat merenggangkan kamu.(al-Hadits)
3

Dari hadits ini dapat diambil kesimpulan bahwa dalam menyelenggarakan
kegiatan untuk kesejahteraan hidup manusia termasuk didalamnya
penyelenggaraan media pendidikan islam harus mendasarkan kepada prinsip.
1. Memudahkan dan tidak mempersulit
2. Menggembirakan dan tidak menyusahkan
3. Dalam memutuskan segala sesuatu hendaknya selalu memiliki kesatuan
pandangan dan tidak tidak berselisih paham yang dapat membawa
pertentangan bahkan pertengkaran.

2.3 Urgensi penggunaan media
Pada hakikatnya proses belajar mengajar adalah proses komunikasi.
Kegiatan belajar mengajar di kelas merupakan suatu dunia komunikasi tersendiri
dimana guru atau dosen dan siswa/ mahasiswabertukar pikiran untuk
mengembangkan ide dan pengertian. Dalam komunikasi sering timbul dan terjadi
penyimpangan-penyimpangan sehingga komunikasi tersebut tidak efektif dan
efesien, antara lain disebabkan olehnya adanya kecenderungan verbalisme,
ketidak siapan siswa/mahasiswa, kurangnya minat dan kegairahan, dan
sebagainya.
Salah satu usaha untuk mengatasi keadaan demikian adalah penggunaan
media secara teritegrasi dalam proses belajar mengajar, karena fungsi media
dalam kegiatan tersebut disamping sebagai penyaji stimulus informasi, sikap, dan
lain-lain, juga untuk meningkatkan keserasian dalam penerimaan informasi.
Dalam hal hal tertentu media juga berfungsi untuk mengatur langkah- langkah
kemajuan serta untuk memberikan umpan balik.
Penggunaan media dalam proses belajar mengajar mempunyai nilai nilai
praktis sebagai berikut :
1. Media dapat mengatasi berbagai keterbatasan pengalaman yang dimiliki siswa
atau mahasiswa. Pengalaman masing- masing individu yang beragam karna
kehidupan keluarga dan masyarakat sangat menentukan macam pengalaman
yang dimiliki mereka. Dua orang anak yang hidup di dua lingkungan berbeda
4

mempunyai pengalaman yang berbeda pula. Dalam hal ini media dapat
mengatasi perbedaan- perbedaan tersebut
2. Media dapat mengatasi ruang kelas. Banyak hal yang sukar untuk dialami
serta langsung oleh mahasiswa dalam kelas, seperti objek terlalu besar atau
terlalu kecil, gerakan- gerakan yang diamati terlalu cepat atau terlalu lambat.
Maka dengan melalui media akan dapat diatasi kesukaran- kesukaran tersebut.
3. Media memungkinkan adanya interaksi langsung antar siswa sesuai dengan
lingkungan gejal fisik dan social dapat diajak berkomunikasi dengannya
4. Media menghasilkan keseragaman pengamatan. Pengamatan yang dilakukan
mahasiswa dapat secara bersama- sama diarahkan kepada hal- hal yang
dianggap penting sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.
5. Media dapat menanamkan konsep dasar yang benar, konkret dan realistis.
Penggunaan media seperti gambar, film, modal, grafik, dan yang lainnya dapat
memberikan konsep dasar yang benar
6. Media dapat membangkitkan keinginan dan minat yang baru. Dengan
menggunakan media, horizon pengalaman anak semakin luas, persepsi
semakin tajam , dan konsep- konsep dengan sendirinya semakin lengkap,
sehingga keinginan dan minat baru untuk belajar selalu timbul
7. Media dapat membangkitkan motivasi dan merangsang siswa untuk belajar.
Pemasangan gambar dipapan buletin , pemutaran film dan mendengarkan
program audio dapat menimbulkan ransangan tertentu kearah keinginan untuk
belajar

Media dapat memberikan pengalaman yang integral dari suatu yang konkret
sampai kepada yang abstrak. sebuah film tentang suatu benda tau kejadian yang
tidak dapat dilihat secara langsung oleh mahasiswa, akan dapat memeberikan
gambaran yang konkret tentang wujud, ukuran, lokasi. Disamping itu dapat pula
mengarahkan kepada generalisasi tentang arti kepercayaan atau kebudayaan dan
sebagainya
1



1
Drs. M. Basyiruddin Usman, Media pembelajaran. Ciputat pers. Jakart selatan. 2002. Hal11-16
5

2.4 Macam-macam Alat atau Media Pendidikan Islam
Alat pendidikan ternyata mencakup pengertian yang luas. Yang termasuk di
dalamnya berupa benda seperti, kelas, perlengkapan belajar dan yang sejenisnya.
Alat ini disebut juga dengan alat peraga. Sedangkan yang merupakan alat bukan
benda ialah dapat berupa situasi pergaulan, bimbingan, perintah, ganjaran,
teguran, anjuran, serta tugas, ancaman maupun hukuman.
Media pendidikan atau alat pendidikan yang bersifat non materi memiliki sifat
yang abstrak dan hanya dapat diwujudkan melalui perbuatan dan tingkah laku
seorang pendidik terhadap anak didiknya. Diantara media dan sumber belajar
yang termasuk dalam kategori ini adalah keteladanan, perintah, tingkah laku,
ganjaran, dan hukuman.

a) Keteladanan
Pada umumnya manusia memerlukan figure (sosok) identidikasi yang dapat
membimbing manusia kearah kebenaran untuk memenuhi keinginan tersebut.
Untuk itu Allah mengutus Muhammad menjadi tauladan bagi manusia dan wajib
diikuti oleh umatnya. Untuk menjadi sosok yang ditauladani, Allah
memerintahkan manusia termasuk pendidik selaku kholifah fi al-ardh,
mengerjakan perintah Allah dan Rosul sebelum mengerjakannya kepada orang
yang akan dipimpin.

b) Perintah dan Larangan
Seorang muslim diberi oleh Allah tugas dan tanggung jawab melaksanakan
peserta didikan amar maruf nahi mungkar. Amar maruf nahi mungkar
merupakan alat atau media pendidikan. Perintah adalah suatu keharusan untuk
berbuat atau melaksanakan sesuatu.
Suatu perintah akan mudah ditaati oleh peserta didik jika pendidik sendiri
mentaati peraturan-peraturan, atau apa yang dilakukan si pendidik sudah dimiliki
atau atau menjadi pedoman pula bagi hidup si pendidik.
Sementara larangan dikeluarkan apabila si peserta didik melakukan sesuatu
yang tidak baik atau membahayakan dirinya. Larangan sebenarnya sama dengan
6

perintah. Kalau perintah merupakan suatu keharusan untuk berbuat sesuatu yang
bermanfaat, maka larangan adalah keharusan untuk tidak melakukan sesuatu yang
merugikan.

c) Ganjaran
Maksud ganjaran dalam konteks ini adalah memberikan sesuatu yang
menyenangkan (penghargaan) dan dijadikan sebuah hadiah bagi peserta didik
yang berprestasi, baik dalam hal belajar maupun prilaku. Pendidik dalam
pendidikan islam yang tidak memberikan ganjaran kepada peserta didik yang
telah memperoleh prestasi sebagai hasil belajar, maka dapat diartikan secara
implicit bahwa pendidik belum memanfaatkan alat pengajaran seoptimalnya.

d) Hukuman
Selain ganjaran, hukuman juga merupakan alat atau media pendidikan. Dalam
islam hukuman disebut dengan iqab. Abdurrahman an-Nahkawi menyebutkan
bahwa tahrib yang berarti ancaman atau intimidasi melalui hukuman karena
melakukan sesuatu yang dilarang.
Sejak dahulu, hukuman dianggap sebagai alat atau media yang istimewa
kedudukannya. Sehingga hukuman itu diterapkan tidak hanya di bidang
pengadilan raja, tetapi juga diterapkan pada semua bidang, termasuk bidang
pendidikan.

2.5 Pengertian evaluasi pendidikan
Pengertian evaluasi secara luas adalah suatu proses memperoleh,
merencanakan, dan menyediakan informasi yang sangat dibutuhkan untuk
membuat alternatif-alternatif keputusan (Mehrens & Lehmann, 1978:5). Dari
pengertian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa setiap kegiatan evaluasi atau
penilaian adalah suatu proses yang sengaja direncanakan untuk medapatkan
informasi atau data, dan dengan berdasarkan data tersebut kemudian akan di coba
untuk membuat suatu keputusan.
7

Tentunya informasi atau data yang di kumpulkan tersebut haruslah data
yang sudah sesuai untuk mendukung tujuan dari evaluasi yang telah di rencanakan
tersebut. Ada banyak sekali contoh-contoh evaluasi yang terdapat di dalam
kehidupan kita sehari-hari. Bahkan tanpa kita sadari dalam kehidupan sehari-hari
sudah banyak sekali kita melakukan kegiatan evaluasi, oleh sebab itu kegiatan
evaluasi adalah bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan kita.
2

Secara harfiah kata evaluasi berasal dari bahasa Inggris evaluation; dalam
bahasa Arab; al-taqdir; dalam bahasa Indonesia berarti; penilaian. Akar katanya
adalah value; dalam bahasa Arab; al-qimah; dalam bahasa Indonesia berarti; nilai.
Beberapa pengertian tentang evaluasi sering dikemukakan oleh beberapa ahli
seperti:
Lessinger 1973 (Gibson, 1981: 374) mengemukakan bahwa evaluasi adalah
proses penilaian dengan jalan membandingkan antara tujuan yang diharapkan
dengan kemajuan atau prestasi nyata yang dicapai.
Wysong 1974 (Gibson, 1981: 374) mengemukakan bahwa evaluasi adalah
proses untuk menggambarkan, memperoleh atau menghasilkan informasi yang
berguna untuk mempertimbangkan suatu keputusan.
Gibson dan Mitchell 1981 (Uman, 2007: 91) mengemukakan bahwa proses
evaluasi adalah untuk mencoba menyesuaikan data objektif dari awal hingga
akhir pelaksanaan program sebagai dasar penilaian terhadap tujuan program.
Edwind Wandt dan Gerald W. Brown (1977): evaluation refer to the act or
process to determining the value of something. Menurut definisi ini, maka
istilah evaluasi itu menunjuk kepada atau mengandung pengertian: suatu
tindakan atau suatu proses untuk menetukan nilai dari sesuatu.

Apabila definisi evaluasi yang dikemukakan oleh Edwind Wandt dan
Gerald W. Brown itu untuk memberikan definisi tentang Evaluasi Pendidikan,
maka Evaluasi Pendidikan itu dapat diberi pengertian sebagai; suatu tindakan atau

2
Sudijono, A. (2007). Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.

8

kegiatan atau suatu proses menetukan nilai dari segala sesuatu dalam dunia
pendidikan (yaitu segala sesuatu yang berhubungan dengan, atau yang terjadi di
lapangan pendidikan). Atau singkatnya: evaluasi pendidikan adalah kegiatan atau
proses penentuan nilai pendidikan, sehingga dapat diketahui mutu atau hasil-
hasilnya.
Berbicara tentang pengertian evaluasi pendidikan, di tanah air kita,
Lembaga Administrasi Negara mengemukakan batasan mengenai Evaluasi
Pendidikan sebagai berikut:
Evaluasi pendidikan adalah:
1. Proses/kegiatan untuk menentukan kemajuan pendidikan, dibandingkan
dengan tujuan yang telah ditentukan.
2. Usaha untuk memperoleh informasi berupa umpan balik (feed back) bagi
penyempurnaan pendidikan.
3

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, saya mengambil kesimpulan
bahwa evaluasi pendidikan adalah penilaian terhadap kinerja pendidikan yang
telah berjalan guna memperoleh informasi yang nantinya akan digunakan untuk
memperbaiki hal-hal yang memang perlu diperbaiki pada kinerja pendidikan.

2.6 Urgensi Evaluasi Pendidikan
1. Terbukanya kemungkinan bagi evaluator guna memperoleh informasi tentang
hasil-hasil yang telah dicapai dalam rangka pelaksanaan program pendidikan.
2. Terbukanya kemungkinan untuk dapat diketahuinya relevansi antara program
pendidikan yang telah dirumuskan, dengan tujuan yang hendak dicapai.
Terbukanya kemungkinan untuk dapat dilakukannya usaha perbaikan,
penyesuaian dan penyempurnaan program pendidikan yang dipandang lebih
berdaya guna dan berhasil guna, sehingga tujuan yang dicita-citakan, akan dapat
dicapai dengan hasil yang sebaik-baiknya.


3
Sudijono, A. (2007). Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.

9

2.7 Hakikat dan Prinsip Evaluasi
a. Bagi siswa
Kegiatan evaluasi dilakukan untuk mengetahui tingkat perkembangan
kemampuan siswa selama proses pembelajaran. Setelah dilakukan evaluasi bagi
siswa dapat memperoleh kesan memuaskan atau tidak memuaskan. Jika siswa
memperoleh hasil yang memuaskan, maka siswa akan mempunyai motivasi untuk
belajar lebih baik agar dapat mempertahankan prestasinya. Namun dapat juga
terjadi sebaliknya, karena siswa sudah merasa berhasil maka menjadi kurang
bersemangat untuk berusaha. Jika hasil yang diperoleh tidak memuaskan, maka
dapat menjadi pemicu semangat untuk memperoleh hasil yang lebih baik. Namun
demikian bisa juga terjadi sebaliknya, siswa menjadi putus asa karena hasil yang
tidak memuaskan.

b. Bagi guru
Dalam proses pembelajaran kegiatan evaluasi dilakukan juga bermakna bagi guru
dalam rangka memahami siswa untuk mengetahui tentang keberhasilan siswa,
ketepatan materi serta ketepatan pendekatan/ metode pembelajaran yang
digunakan dalam proses pembelajaran.

c. Bagi sekolah
Sekolah sebagai lembaga penyelenggara kegitan proses pembelajaran juga perlu
mengetahui tentang ketepatan kondisi pembelajaran maupun ketepatan kurikulum
yang digunakan. Informasi tersebut dapat diperoleh melalui kegiatan evaluasi.
Hasil kegiatan evaluasi dari tahun ke tahun bagi sekolah juga dapat menjadi
pedoman untuk pemenuhan standar agar proses penyelenggaran pembelajaran di
sekolah dapat memenuhi prasyarat yang mendukung tercapainya kompetensi yang
telah ditetapkan.
4





4
http://yenimulian.blogspot.com/2013/01/hakikat evaluasi pembelajaran.html
10

2.8 Pengertian Tes
Tes berasal dari bahasa latin testum yang berarti alat untuk mengukur
tanah. Dalam bahasa perancis nkuno,kata tes berarti ukuran yang dipergunakan
untuk membedakan antara emas dengan perak serta logam lainnya. Ada beberapa
istilah yang memerlukan penjelasan sehubungan dengan uraian diatas yaitu test,
testing, tester dan testee, yang masing-masing mempunyai pengertian berbeda
namun erat kaitannya dengan tes.
1. Tes adalah alat atau prosedur yang dipergunakan dalam rangka pengukuran
dan penilaian,
2. Testing berarti saat dilaksanakannya pengukuran dan penilaian atau saat
pengambilan tes
3. Tester artinya orang yang melaksanakan tes atau orang yang diserahi untuk
melaksanakan pengambilan tes terhadap para responden
4. Testee adalah pihak yang sedang dikenai tes.
Sedangkan sumandi suryabrata mengartikan tes adalah : pertanyaan
pertanyaan yang harus dijawab atau perintah perintah yang harus dilakukan
yang berdasarkan harus bagaimna testee menjawab pertanyaan pertanyaan atau
melakukan perintah perintah itu, penyelidik mengambil kesimpulan dengan cara
membangdingkan dengan standar atau testee lainnya
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan tes adalah alat pengukuran brupa
pertanyaan, perintah, dan petunjuk yang ditunjuk kan kepada testee untuk
mendapatkan respon sesuai dengan petunjuk itu. Atas dasar respon tersebut
ditentukan tinggi rendahnya skor dalam bentuk kuantitatif selanjutnya dilanjutkan
dibandingkan dengan standar yang telah ditentukan untuk ditarik kesimpulan yang
bersifat kualitatif.
Kemungkinan pengertian ini belum mencakup semua elemen arti dan fungsi
tes karna maksud penyusunan makalah ini sekedar membantu calon pendidik agar
dapat mendidik dan mengolah hasil tes dengan baik khusus nya pengukuran hasil
belajar sehingga dapat digunakan mengambil keputusan dan kebijakan terhadap
peserta didik

11

2.9 Jenis-jenis Tes
1. Tes penempatan
Tes penempatan adalah tes untuk mengukur kemampuan dasar yang dimiliki
oleh peserta didik, kemampuan tersebut dapat dipakai untuk meramal kan
kemampuan peserta didik pada masa mendatang , sehingga kepada nya dapat
dibimbing, diarahkan atau ditempatkan pada jurusan yang sesuai dengan
kemampuan dasarnya

2. Tes pebinaan
Tes pembinaan disebut juga dengan formative Test, diselenggarakan pada
saat berlangsungnya proses blajar mengajar, diselenggarakan secara periodik,
isinya mencakup semua unit pengajaran yang telah diajarkan. Tujuan utamanya
untuk mengetahui keberhasilan dan kegagalan proses belajar mengajar, dengan
demikian dapat digunakan untuk memperbaiki dan menyempurnakannya.

3. Tes Sumatif
Tes ini disebut juga tes akhir semester atau evaluasi belajar tahap akhir
(EBTA). Tes ini bertujuan untuk mengukur keberhasilan belajar peserta
didik,materi yang diujikan seluruh pokok bahasan dan tujuan pengajaran dalam
suatu program tahunan atau semesteran, masing masing pokok bahasan terwakili
dalam butir butir soal yang diujikan
Hasil evaluasi sumatif dipkai untuk membuat keputusan penting bagi peserta
didik, misalnya penetuan kenaikan kelas, kelulusan sekolah dan membuat
keputusan lainnya yang terkait dengan kepentingan peserta didik

4. Tes diagnostic
Tes dignostik digunakan untuk mengetahui sebab kegagalan peserta didik
dalam belajar. Oleh karena itu dalam menyusun butir-butir soal seharusnya
mengunakan item yang memiliki tingkat kesukaran rendah.
Tes diagnostic untuk kepentingan seleksi dapat digunakan dalam suatu
lembaga pendidikan bermaksud menerima murid baru secara terbatas, sedangkan
12

pelamar lebih dri yang dibutuhkan, untuk menerima murid tersebut diadakan
seleksi guna memilih calon yang terbaik. Namun untuk mentukan tepat tidaknya
seorang pelamar diterima sebagai murid pada lembaga pendidikan yang
menggunakan tes diagnostic, dasarnya tidak hanya kemampuan intelektual
melainkan kesesuaian antara beberapa cirri kepribadian, kemampuan dasar yang
dimiliki dengan sifat lembaga pendidikan tersebut.

5. Tes standar
Pengertian tes standar secara sempit adalah tes yang disusun oleh suatu tim
ahli, atau disusun oleh lembaga yang kususmenyelenggarakan secara professional.
Tes tersebut diketahui memenuhi syarat sebagai tes yan baik, yakni diketahui
validitas dan reabilitasnya baik validitas rasional maupun validitas empiric,
realibilitas dalam arti teruji tingkat stabilitas maupun homoginitasnya
Tes ini dapat digunakan dalam waktu yang relative lama, dapat diterapkan
kepada bebarapa objek mencakup wilayah yang luas
Untuk mengukur validitas dan reabilitas nya telah diujicobakan nya beberapa kali
sehingga hasilnya dapat dipertanggung jawabkan
Yang dituntut dalam tes standar bukan standar prestasi peserta didik dari
penguasaan materi yang diajarkan pada suatu tinggkat, lembaga pendidikan
tertentu, melainkan adanya kesamaan performance pada kelompok peserta didik
atau lembaga pendidikan disebabkan adanya kesamaan tolak ukur. Oleh karna itu
dalam tes standar, masalah keseragaman dan konsistensi scoring penting untuk
diperhatikan sehigga tes tersebut dapat dipakai untuk membangdingkan prestasi
peserta didik dari berbagai sekolah

6. Tes Nonstandard
Tes nonstandard adalah kebalikan tes standar, yaitu tes yang disusun oleh
seorang pendidik yang belum memiliki keahlian professional dalam penyusunan
tes,atau mereka yang memiliki keahlian tetapi tidak sempat menyusun tes secara
baik, mengujicobakan, melakukan analisis sehingga validitas dan reliabilitasnya
belum dapat dipertanggung dipertanggung jawabkan.
13

Tes nonstandard sering digunakan untuk menyebut tes buatan guru, artinya
disusun oleh seorang guru tanpa bantuan tim ahli. Sebenarnya penggunaan istilah
yang kedua ini tidak tepat, disebabkan mendeskriditkan guru sebagai orang yang
tudak mampu meyusun tes yang baik, penulis lebih cenderung menggunakan
penelitian yang mendasarkan pada kriteria kualitatif daripada dilihat dari siapa
yang menyusun

7. Tes Tulis
Tes tulis termasuk dalam kelompok tes verbal, ialah tes yang soal dan
jawaban yang diberikan oleh siswa berupa bahasa tulisan. Tes ini kelebihannya
dapat mengukur kemampuan sejumlah besar pesrta didik dalam tempat yang
terpisah dalam waktu yang sama.
Dalam tes tulis, peserta didik relative memiliki kebebasan dalam menjawab soal,
sebab tidak banyak pengaruh kehadiran pribadi pendidik dalam soal tersebut
sehingga secara psikologis peserta didik lebih bebas tidak terikat.
Tes tulis secara umum dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu :
a. Tes objektif (tes terstruktur)
Yaitu tes tulis yang itemnya dapat dijawab dengan memilih jawaban yang
sudah tersedia, sehingga peserta didik menampilkan keseragaman data, baik
bagi yang menjawab benar maupun mereka yang menjawab salah. Kesamaan
data inilah yang memungkinkan adanya keseragaman analisis, sehingga
subjektifitas pendidik rendah, sebab unsure subyektifitas nya sulit
berpengaruh dalam menetukan skor jawaban. Penjelasan lebih lanjut mengenai
pola tes obyaktif diuraikan pada bab tersendiri
b. Tes subyektif (tes uraian)
Tes subyektif sering disebut dengan tes uraian, tes ini peserta didik memiliki
kebebasan memilih dan menentuan jawaban. Kebebasan ini berakibat data
jawaban bervariasi, hal inilah yang mengundang subyektivitas penilai ikut
berperan menentukan. Karena iyu tes ini disebut pula dengan tes subyektif.


14

8. Tes lisan
Tes ini dapat termasuk kelompok tes verbal, yaitu tes soal dan jawabannya
menggunakan bahasa lisan. Tes lisan ini memiliki beberapa kelebihan antara lain :
a. Dapat digunakan untuk menilai kepribadian dan kemampuan penguasaan
pengetahuan peserta didik karna dilakukan secara face to face
b. Jika peseta didik belum jelas dengan pertanyaan, pendidik dapat mengubah
pertanyaan sehingga dimengerti
c. Dari sikap dan cara menjawab pertanyaan ,pendidik dapat mengetahui apa
yang tersirat disamping apa yang tersurat dalam jawaban
d. Pendidik dapat menggali lebih lanjut jawaban peserta didik sampai mendetail
sehingga mengetahui bagian mana yang paling disuasai oleh peserta didik
e. Tepat untuk mengukur kecakapan tertentu seperti kemampuan membaca,
menghafal kalimat tertebtu
f. Pendidik dapat mengetahui secara langsung hasil tes seketika

9. Tes Tindakan
Yang dimaksud tes tindakan adalah tes dimana respon atau jawaban yang
dituntut dari peserta didik berupa tindakan tingkah laku konkret. Alat yang dapat
digunakan untuk melakukakan tes ini adalah observasi atau pengamatan terhadap
tingkah laku tersebut
Tes digunakan untuk mengukur perubahan sikap peserta didik kemampuan
dalam meragakan atau mengamplikasikan jenis keterampilan tertentu. Bentuk tes
ini berupa petunjuk - petunjuk atau perintah perintah baik secar lisan maupun
tertulis, dapat berupa penyedian situasi dimana pserta didik dimita untuk bereaksi
terhadap situasi tersebut baik dengan sengaja ataupun tidak
Dari segi keterlibatan pendidik tes tindakan dapat dibedakan :
a. Tes tindakan yang partisipatif, dan
b. Tes tindakan yang tidak partisipasif
Tes tindakan yang partisipatif, yakni pada saat pendidik melakukan
penilaian ikut terlibat secara lansung dalam kegiatan peserta didik, sehingga dapat
menghayati kualitas perilau peserta didik nya
15

Tes tindakan yang dilkukan tanpa partisipatif artinya pendidik
memisahkan diri dan mengambil jarak dengan peserta didik, pendiidik hanya
sebagai pengamat. Dari satu sisi cara ini memberikan waktu dan kesempatan
cukup kepada pendidik untuk melakukan pengamatan dengan baik, tetapi disisi
lain menyebabkan geakan peserta didik menjadi kaku, sebab situasi tes
berlangsung secara formal, gerakan yang bersifat reflektif sulit muncul pada
situasi yang dibuat
Menurut (Gronlund, 1977) presrtasi hasil belajar hendaknya memperhatikan
prinsip-prinsip sebagai berikut:
Tes prestasi harus mengukur hasil belajar yang telah dibatasi secara jelas
sesuai dengan tujuan instruksional. secara sengaja
5


2.10 Kriteria memilih tes dan menyusun tes yang baik
a. Validitas Isi
Yaitu untuk mengetahui kejituan dari suatu instrument.Sebuah tes
dikatakan baik jika memenuhi persyaratan:
1. Bersifat valid atau memiliki validitas yang cukup tinggi. Suatu tes dikatakan
valid bila tes itu isinya dapat mengukur apa yang seharusnya di ukur, artinya
alat ukur yang digunakan tepat.
Dan dilakukan dengan jalan membandingkan isi instrumen dengan
komponen-komponen yang harus diukur.
Ada 3 macam validitas:
a. Validitas Susunan
Untuk mengetahui apakah suatu instrumen memenuhi syarat-syarat validitas
susunan atau tidak, maka harus membandingkan susunan instrumen tersebut
dengan syarat-syarat penyusunan instrumen yang baik.


5
Drs, M.Chabib Thoha, M.A, A. (2003). Teknik Evaluasi Pendidikan. Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada.


16

b. Validitas Bandingan
Kejituan suatu instrumen dilihat dari korelasinya terhadap keadaan yang
sebenarnya dari responden tersebut saat pengukuran dilakukan.

c. Validitas Ramalan
Kejituan dari suatu instrumen ditinjau dari kemampuan instrumen tersebut
meramalkan keadaan individu pada masa yang akan datang.

2. Bersifat reliable, atau memiliki reliabelitas yang baik. Konsep reliabilitas
mendasari kesalahan yang mungkin terjadi pada nilai tunggal tertentu sebagai
susunan dari kelompok itu mungkin berubah karenanya. Hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam reliabilitas adalah:
a. Sebelum mengadakan tes harus diperhatikan terlebih dahulu keadaan fisik
dan lingkungan di sekitar testi.
b. Jika korelasi mendekati satu atau kurang dari satu maka ketetapannya
reliable tapi kalau korelasi lebih dari satu maka tidak reliable
c. Praktis atau memiliki kepraktisan (Practibility).
Tes memiliki sifat kepraktisan artinya praktis dari segi perencanaan,
pelaksanaan tes dan memiliki nilai ekonomi tetapi harus tetap
mempertimbangkan kerahasiaan tes.
d. Objektivitas
Sebuah tes dikatakan memiliki objektivitas apabila dalam melaksanakan
tes tidak ada faktor subjektif yang mempengaruhi, terutama sistem
skoringnya.

Tahap-Tahap Penyusunan Tes
Ada enam tahap dalam merencanakan dan menyusun tes agar diperoleh tes
yang baik,yaitu:
1. Pengembangan spesifikasi tes
Spesifikasi tes adalah suatu ukuran yang menunjukkan keseluruhan kualitas
tes dan ciri-ciri yang harus dimiliki oleh tes yang akan dikembangkan.
17

2. Penulisan soal
3. Penelaahan soal, yaitu menguji validitas soal yang bertujuan untuk
mencermati apakah butir-butir soal yang disusun sudah tepat untuk mengukur
tujuan pembelajaran yang sudah dirumuskan, ditinjau dari segi isi/materi,
kriteria dan psikologis.
4. Pengujian butir-butir soal secara empiris, kegiatan ini sangat penting jika soal
yang dibuat akan dibakukan.
5. Penganalisisan hasil uji coba.
6. Pengadministrasian soal






















18

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dalam pencapaian proses pendidikan Islam alat/media sangat berperan
penting sebagai pelengkap dalam pelaksanaannya. Karena proses pengajaran
dengan memanfaatkan alat/media pendidikan dirasa lebih memiliki daya tarik
terhadap peserta didik dan mempermudah dalam menyerap materi pelajaran.
Selain itu dapat memberikan situasi yang kondusif dan menimbulkan suasana
belajar yang bervariasi sesuai pada alat/media yang digunakan yang
menyesuaikan materi pelajaran.
Seiring dengan perkembangan teknologi yang semakin canggih, dapat
mengakses segala informasi atau ilmu pengetahuan seantero jagad. Demikianpun
ilmu tentang pendidikan Islam. Hal ini dapat dijadikan sebagai peluang bagi para
pendidik untuk membantu dalam pencapaian tujuan pendidikan Islam. Karena
dengan hadirnya teknologi informasi memudahkan dalam proses pelaksanaan
tugas-tugasnya yang semakin kompleks, dan lebih menguntungkan dalam
pelaksanaan pembelajarannya. Pendidik dapat dengan mudah mengakses materi-
materi yang berkaitan dengan pendidikan Islam dengan cara men-
dwonload sebagai referensi selain dari buku dalam penyampaian pembelajaran.











19

DAFTAR PUSTAKA



Drs, M.Chabib Thoha, M.A, A. (2003). Teknik Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada.

http://yenimulian.blogspot.com/2013/01/hakikat evaluasi pembelajaran.html

Sudijono, A. (2007). Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada

Drs. M. Basyiruddin Usman, Media pembelajaran. Ciputat pers. Jakart selatan.
2002

You might also like