You are on page 1of 49

1

STATUS BEDAH
FK UNIVERSITAS MALAHAYATI

IDENTITAS
Nama : Tn. A
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 66 tahun
Pekerjaan : Penjahit
Alamat : Karangtunggal
No. CM : 14018061
Tanggal masuk : 24 Februari 2014
Tanggal periksa : 25 Februari 2014
Jam periksa : 09.15 WIB

ANAMNESIS
Keluhan Utama
Sulit buang air kecil (BAK)

Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan sulit BAK sejak 2 tahun yang lalu. Untuk
memulai BAK pasien membutuhkan waktu sekitar 3-5 menit. Pasien juga harus
mengedan agar air kencing pasien keluar.
Pasien mengatakan 6 bulan yang lalu pancaran air kencing pasien mulai
melemah, terputus-putus dan lalu menetes. Pada saat merubah posisi, keluhan
tersebut tetap timbul. Pasien juga mengeluhkan buang air kecil merasa tidak
lampias dan merasa masih ada sisa air kencing di kandung kencing pasien.
Karena keluhan tersebut pasien berobat ke dokter spesialis urologi dan
diperiksa menggunakan USG. Pasien kemudian dianjurkan untuk operasi tetapi
menolak. Pasien juga diberi resep 2 obat yang diminum pada pagi hari dan malam
hari selama 10 hari. Setelah meminum obat tersebut pasien merasa ada perbaikan
tetapi keluhan muncul kembali saat obat habis.
2


Sekitar 4 bulan yang lalu pasien mengeluhkan rasa ingin kencing yang
tidak tertahan. Pada malam hari pasien BAK 10 kali. Pasien menyatakan 3
bulan yang lalu juga mengeluhkan nyeri pada saat BAK, nyeri dirasakan seperti
ditusuk-tusuk pada daerah perut bagian bawah. Nyeri yang dirasakan tersebut
tidak menjalar dan menghilang setelah BAK.
Sejak saat itu pasien beberapa kali tidak bisa BAK sama sekali dan harus
dipasang selang kencing agar air kencing pasien keluar. Setelah selang kencing
dicabut, pasien bisa BAK seperti sebelumnya selama 3-4 minggu kemudian
pasien tidak bisa kencing lagi dan dipasang selang kembali. Pasien sudah
beberapa kali dipasang selang kencing dan terakhir 2 minggu sebelum masuk
rumah sakit.
Riwayat kencing berdarah disangkal, kencing berpasir atau batu disangkal,
kencing bernanah disangkal, riwayat trauma pada saluran kencing disangkal, nyeri
pinggang disangkal, demam disangkal, penurunan berat badan yang drastis
disangkal. Susah buang air besar (BAB) dan BAB berdarah juga disangkal oleh
pasien.

Riwayat Penyakit Dahulu dan Kronis
Pasien merasa tidak memiliki penyakit kronis selain keluhannya saat ini.

Riwayat Pengobatan
Pasien pernah berobat ke dokter spesialis urologi dan diperiksa
menggunakan USG. Pasien kemudian dianjurkan untuk operasi tetapi menolak.
Pasien juga diberi resep 2 obat yang diminum pada pagi hari dan malam hari
selama 10 hari. Pasien juga pernah berobat alternatif tetapi tidak ada perubahan.

Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang memiliki keluhan yang sama.



3


PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalisata
Kesadaran : Compos mentis
Vital sign : Tekanan darah : 140/90 mmHg
Heart rate : 94 x/menit
Respiratory rate : 23 x/menit
Suhu : 36,8
0
C

Kepala dan Leher
Mata : dalam batas normal
Hidung : dalam batas normal
Mulut : dalam batas normal
Telinga : dalam batas normal
Leher : dalam batas normal

Thoraks : dalam batas normal

Abdomen : dalam batas normal

Ekstremitas
Superior : dalam batas normal
Inferior : dalam batas normal

Genitalia : dalam batas normal

Status Localis ad Regio Suprapubic
Inspeksi : datar, distensi (-), massa (-), skar (-)
Palpasi : nyeri tekan (-)
Perkusi : pekak (+)


4


Status Localis ad Regio Flank
Balotemen (-/-), nyeri ketok CVA (-/-)

Rectal Toucher
Tonus sfingter ani : kuat
Mukosa rectum : licin
Ampula recti : tidak kolaps
Teraba massa
- pada arah jam 11 sampai jam 1
- permukaan licin
- konsistensi kenyal
- lobus kanan dan kiri simetris
- pole posterior teraba
- nodul (-)
- taksiran berat 40 gram
Handscoon : darah (-), feses (+)

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Darah rutin
2. USG urologi
3. Patologi anatomi

HASIL PEMERIKSAAN
a. Hb : 12 g/dl
b. Ht : 36 vol%
c. Leukosit : 7.400 /mm3
d. Trombosit : 295.000 /mm3
e. Ureum : 25 mg/dl
f. Kreatinin : 1,08 mg/dl


5


DIAGNOSIS BANDING
1. Suspect benign prostatic hyperplasia
2. Suspect carcinoma prostat

DIAGNOSIS KERJA
Suspect benign prostatic hyperplasia

PENATALAKSANAAN
A. Inform concern
B. TURP

PROGNOSIS
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam : ad bonam

6


TINJAUAN PUSTAKA

Pendahuluan
Prostat hipertrofi merupakan kelainan yang sering dijumpai di klinik
urologi di Indonesia. Di Jakarta prostat hipertrofi merupakan kelainan kedua
tersering setelah batu saluran kemih. Di Rumah sakit Dr. Cipto Mangunkusumo
(RSCM), subbagian urologi setiap tahun ditemukan antara 200- 300 penderita
baru dengan prostat hipertrofi.
1

Istilah hipertrofi sebenarnya kurang tepat oleh karena sebenarnya yang
terjadi ialah hiperplasia dari kelenjar periuretral yang kemudian mendesak
jaringan prostat yang asli ke perifer.
1
BPH umumnya tumor jinak yang ditemukan
pada laki- laki dan kejadiannya berhubungan dengan umur, kira- kira 20% BPH
ditemukan pada umur 41- 50 tahun, 50% pada umur 51-60 tahun dan lebih 90%
pada umur lebih dari 80 tahun.
2

Berdasarkan data yang ada, sedikitnya gejala yang timbul pada BPH
berhubungan dengan umur, pada umur 55 tahun 25% gejala berkaitan dengan
obtruksi yaitu susah untuk buang air kecil. Pada umur 75 tahun, 50% laki- laki
mengeluh kekuatan dan pancaran urine berkurang.
2

Prostat normal pada pria mengalami peningkatan ukuran yang lambat dari
lahir sampai pubertas. Pada waktu itu ada peningkatan cepat dalam ukuran, yang
kontinyu sampai usia akhir 30-an. Pertengahan dasawarsa kelima, prostat dapat
mengalami perubahan hipertropi. Pembesaran kelenjar prostat mengakibatkan
terganggunya aliran urin sehingga menimbulkan gangguan miksi.

Anatomi Kelenjar Prostat
Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak di
sebelah inferior buli-buli dan membungkus uretra posterior. Prostat berbentuk
seperti pyramid terbalik dan merupakan organ kelenjar fibromuskuler yang
mengelilingi uretra pars prostatica. Bila mengalami pembesaran organ ini
menekan uretra pars prostatika dan menyebabkan terhambatnya aliran urin keluar
dari buli-buli. Prostat merupakan kelenjar aksesori terbesar pada pria; tebalnya 2
7


cm dan panjangnya 3 cm dengan lebarnya 4 cm, dan berat 20 gram. Prostat
mengelilingi uretra pars prostatika dan ditembus di bagian posterior oleh dua buah
duktus ejakulatorius.
3


Gambar 1. Anatomi Prostat
Secara histologi prostat terdiri atas 30-50 kelenjar tubulo alveolar yang
mencurahkan sekretnya ke dalam 15-25 saluran keluar yang terpisah. Saluran ini
bermuara ke uretra pada kedua sisi kolikulus seminalis. Kelenjar ini terbenam
dalam stroma yang terutama terdiri dari otot polos yang dipisahkan oleh jaringan
ikat kolagen dan serat elastis. Otot membentuk masa padat dan dibungkus oleh
kapsula yang tipis dan kuat serta melekat erat pada stroma. Alveoli dan tubuli
kelenjar sangat tidak teratur dan sangat beragam bentuk ukurannya, alveoli dan
tubuli bercabang berkali-kali dan keduanya mempunyai lumen yang lebar, lamina
basal kurang jelas dan epitel sangat berlipat-lipat. Jenis epitelnya berlapis atau
bertingkat dan bervariasi dari silindris sampai kubus rendah tergantung pada
status endokrin dan kegiatan kelenjar. Sitoplasma mengandung sekret yang
8


berbutir-butir halus, lisosom dan butir lipid. Nukleus biasanya satu, bulat dan
biasanya terletak basal. Nukleoli biasanya terlihat ditengah, bulat dan kecil.
3


Gambar 2. Anatomi Kelenjar Prostat Potongan Longitudinal
Batas-batas prostat
3

a. Batas superior : basis prostat melanjutkan diri sebagai collum vesica
urinaria, otot polos berjalan tanpa terputus dari satu organ ke organ yang
lain.
b. Batas inferior : apex prostat terletak pada permukaan atas diafragma
urogenitalis. Uretra meninggalkan prostat tepat diatas apex permukaan
anterior.
c. Anterior : permukaan anterior prostat berbatasan dengan simphisis pubis,
dipisahkan dari simphisis oleh lemak ekstraperitoneal yang terdapat pada
cavum retropubica (cavum retziuz). Selubung fibrosa prostat dihubungkan
dengan permukaan posterior os pubis dan ligamentum puboprostatica.
Ligamentum ini terletak pada pinggir garis tengah dan merupakan
kondensasi vascia pelvis.
d. Posterior : permukaan posterior prostat berhubungan erat dengan
permukaan anterior ampula recti dan dipisahkan darinya oleh septum
rectovesicalis (fascia Denonvillier). Septum ini dibentuk pada masa janin
oleh fusi dinding ujung bawah excavatio rectovesicalis peritonealis, yang
semula menyebar ke bawah menuju corpus perinealis.
9


e. Lateral : permukaan lateral prostat terselubung oleh serabut anterior m.
levator ani waktu serabut ini berjalan ke posterior dari os pubis. Ductus
ejaculatorius menembus bagian atas permukaan prostat untuk bermuara
pada uretra pars prostatica pada pinggir lateral orificium utriculus
prostaticus
Kelenjar prostat terbagi atas 5 lobus :
3

a. Lobus medius
b. Lobus lateralis (2 lobus)
c. Lobus anterior
d. Lobus posterior

BPH sering terjadi pada lobus lateralis dan lobus medialis karena
mengandung banyak jaringan kelenjar, tetapi tidak mengalami pembesaran pada
bagian posterior daripada lobus medius (lobus posterior) yang merupakan bagian
tersering terjadinya perkembangan suatu keganasan prostat. Sedangkan lobus
anterior kurang mengalami hiperplasi karena sedikit mengandung jaringan
kelenjar.
Mc Neal (1976) membagi kelenjar prostat dalam beberapa zona, antara
lain adalah: zona perifer, zona sentral, zona transisional, zona fibromuskuler
anterior, dan zona periuretral. Sebagian besar hiperplasia prostat terdapat pada
zona transisional yang letaknya proximal dari spincter externus di kedua sisi dari
verumontanum dan di zona periuretral. Kedua zona tersebut hanya merupakan 2%
dari seluruh volume prostat. Sedangkan pertumbuhan karsinoma prostat berasal
dari zona perifer
5 zona pada kelenjar prostat:
3

a. Zona Anterior atau Ventral .
Sesuai dengan lobus anterior, tidak punya kelenjar, terdiri atas stroma
fibromuskular. Zona ini meliputi sepertiga kelenjar prostat.



10


b. Zona Perifer
Sesuai dengan lobus lateral dan posterior, meliputi 70% massa kelenjar
prostat.Zona ini rentan terhadap inflamasi dan merupakan tempat asal
karsinoma terbanyak.
c. Zona Sentralis.
Lokasi terletak antara kedua duktus ejakulatorius, sesuai dengan lobus tengah
meliputi 25% massa glandular prostat.Zona ini resisten terhadap inflamasi.
Peripheral zone
Transition zone
Urethra

Gambar 3. Posisi Zona Perifer dan Transisional
d. Zona Transisional.
Zona ini bersama-sama dengan kelenjar periuretra disebut juga sebagai
kelenjar preprostatik. Merupakan bagian terkecil dari prostat, yaitu kurang
lebih 5% tetapi dapat melebar bersama jaringan stroma fibromuskular anterior
menjadi benign prostatic hyperpiasia (BPH).
e. Kelenjar-Kelenjar Periuretra
Bagian ini terdiri dan duktus-duktus kecil dan susunan sel-sel asinar abortif
tersebar sepanjang segmen uretra proksimal.

Aliran darah prostat
Merupakan percabangan dari arteri pudenda interna, arteri vesikalis
inferior dan arteri rektalis media. Pembuluh ini bercabang-cabang dalam kapsula
dan stroma, dan berakhir sebagai jala-jala kapiler yang berkembang baik dalam
lamina propria. Pembuluh vena mengikuti jalannya arteri dan bermuara ke pleksus
sekeliling kelenjar. Pleksus vena mencurahkan isinya ke vena iliaca interna.
11


Pembuluh limfe mulai sebagai kapiler dalam stroma dan mengikuti pembuluh
darah dan mengikuti pembuluh darah. Limfe terutama dicurahkan ke nodus iliaka
interna dan nodus sakralis. Persarafan prostat berasal dari pleksus hipogastrikus
inferior dan membentuk pleksus prostatikus. Prostat mendapat persarafan
terutama dari serabut saraf tidak bermielin. Beberapa serat ini berasal dari sel
ganglion otonom yang terletak di kapsula dan di stroma. Serabut motoris,
mungkin terutama simpatis, tampak mempersarafi sel- sel otot polos di stroma dan
kapsula sama seperti dinding pembuluh darah.
3


1. Fisiologi Kelenjar Prostat
Sekret kelenjar prostat adalah cairan seperti susu yang bersama-sama
sekret dari vesikula seminalis merupakan komponen utama dari cairan semen.
Semen berisi sejumlah asam sitrat sehingga pH nya agak asam (6,5). Selain itu
dapat ditemukan enzim yang bekerja sebagai fibrinolisin yang kuat, fosfatase
asam, enzim-enzim lain dan lipid. Sekret prostat dikeluarkan selama ejakulasi
melalui kontraksi otot polos. kelenjar prostat juga menghasilkan cairan dan
plasma seminalis, dengan perbandingan cairan prostat 13-32% dan cairan vesikula
seminalis 46-80% pada waktu ejakulasi. Kelenjar prostat dibawah pengaruh
Androgen Bodies dan dapat dihentikan dengan pemberian Stilbestrol.
3

Definisi
BPH merupakan pembesaran kelenjar prostat yang bersifat jinak yang
hanya timbul pada laki-laki yang biasanya pada usia pertengahan atau lanjut.
4







Gambar 4. Normal Prostat dan Prostat yang membesar
12


Epidemiologi
Hiperplasia prostat merupakan penyakit pada pria tua dan jarang
ditemukan sebelum usia 40 tahun. Prostat normal pada pria mengalami
peningkatan ukuran yang lambat dari lahir sampai pubertas, waktu itu ada
peningkatan cepat dalam ukuran, yang kontinyu sampai usia akhir 30-an.
Pertengahan dasawarsa ke-5, prostat bisa mengalami perubahan hiperplasi.
4

Prevalensi yang pasti di Indonesia belum diketahui tetapi berdasarkan
kepustakaan luar negeri diperkirakan semenjak umur 50 tahun 20%-30%
penderita akan memerlukan pengobatan untuk prostat hiperplasia. Yang jelas
prevalensi sangat tergantung pada golongan umur. Sebenarnya perubahan-
perubahan kearah terjadinya pembesaran prostat sudah dimulai sejak dini, dimulai
pada perubahan-perubahan mikroskopoik yang kemudian bermanifestasi menjadi
kelainan makroskopik (kelenjar membesar) dan kemudian baru manifes dengan
gejala klinik.
7

Berdasarkan angka autopsi perubahan mikroskopik pada prostat sudah
dapat ditemukan pada usia 30 40 tahun. Bila perubahan mikroskopik ini terus
berkembang akan terjadi perubahan patologi anatomi. Pada pria usia 50 tahun
angka kejadiannya sekitar 50%, dan pada usia 80 tahun sekitar 80%. Sekitar 50%
dari angka tersebut diatas akan menyebabkan gejala dan tanda klinik.
1

Etiologi Hiperplasia Prostat Jinak
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya
hiperplasia prostat; tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasia
prostat erat kaitannya dengan peningkatan kadar dihidrotestosteron (DHT) dan
proses aging (menjadi tua) . Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab
timbulnya hiperplasia prostat jinak adalah : (1) Teori Dihidrotestosteron, (2)
Adanya ketidakseimbangan antara estrogen-testosteron, (3) Interaksi antara sel
stroma dan sel epitel prostat, (4) Berkurangnya kematian sel (apoptosis), dan (5)
Teori Stem sel dll.
5


13


Teori dihidrotestosteron
Testosteron yang dihasilkan oleh sel leydig pada testis (90%) dan
sebagian dari kelenjar adrenal (10%) masuk dalam peredaran darah dan 98%
akan terikat oleh globulin menjadi sex hormon binding globulin (SHBG).
Sedang hanya 2% dalam keadaan testosteron bebas. Dihidrotestosteron atau
DHT adalah metabolit androgen yang sangat penting pada pertumbuhan sel-
sel kelenjar prostat. Dibentuk dari testosteron di dalam sel prostat oleh enzim
5-reduktase dengan bantuan koenzim NADPH. DHT yang telah terbentuk
berikatan dengan reseptor androgen (RA) membentuk kompleks DHT-RA
pada inti dan sel selanjutnya terjadi sintesis protein growth factor yang
menstimulasi pertumbuhan sel prostat.
Pada berbagai penelitian dikatakan bahwa kadar DHT pada BPH tidak
jauh berbeda dengan kadarnya pada prostat normal, hanya saja pada BPH,
aktivitas enzim 5-reduktase dan jumlah reseptor androgen lebih banyak pada
BPH. Hal ini menyebabkan pada BPH lebih sensitif terhadap DHT sehingga
replikasi sel lebih banyak terjadi dibandingkan dengan prostat normal.
5


Ketidakseimbangan antara estrogen testosterone
Pada usia yang semakin tua, kadar testosterone menurun, sedangkan
kadar estrogen relatif tetap sehingga perbandingan antara estrogen :
testosterone relatif meningkat. Telah diketahui bahwa estrogen di dalam
prostat berperan dalam terjadinya proliferasi sel- sel kelenjar prostat dengan
cara meningkatkan sensitifitas sel- sel prostat terhadap rangsangan hormon
androgen, meningkatkan jumlah reseptor androgen, dan menurunkan jumlah
kematian sel- sel prostat (apoptosis). Hasil akhir dari semua keadaan ini
adalah, meskipun rangsangan terbentuknya sel- sel baru akibat rangsangan
testosterone menurun, tetapi sel sel prostat yang telah ada mempunyai umur
yang lebih panjang sehingga massa prostat jadi lebih besar.
5
Teori Hormonal
Teori ini dibuktikan bahwa sebelum pubertas dilakukan kastrasi
maka tidak terjadi BPH, juga terjadinya regresi BPH bila dilakukan
14


kastrasi. Selain androgen (testosteron/DHT), estrogen juga berperan untuk
terjadinya BPH. Dengan bertambahnya usia akan terjadi perubahan
keseimbangan hormonal, yaitu antara hormon testosteron dan hormon
estrogen, karena produksi testosteron menurun dan terjadi konversi
testosteron menjadi estrogen pada jaringan adiposa di perifer dengan
pertolongan enzim aromatase, dimana sifat estrogen ini akan merangsang
terjadinya hiperplasia pada stroma, sehingga timbul dugaan bahwa
testosteron diperlukan untuk inisiasi terjadinya proliferasi sel tetapi
kemudian estrogenlah yang berperan untuk perkembangan stroma.
Kemungkinan lain ialah perubahan konsentrasi relatif testosteron dan
estrogen akan menyebabkan produksi dan potensiasi faktor pertumbuhan
lain yang dapat menyebabkan terjadinya pembesaran prostat.
Dari berbagai percobaan dan penemuan klinis dapat diperoleh
kesimpulan, bahwa dalam keadaan normal hormon gonadotropin hipofise
akan menyebabkan produksi hormon androgen testis yang akan
mengontrol pertumbuhan prostat. Dengan makin bertambahnya usia, akan
terjadi penurunan dari fungsi testikuler (spermatogenesis) yang akan
menyebabkan penurunan yang progresif dari sekresi androgen. Hal ini
mengakibatkan hormon gonadotropin akan sangat merangsang produksi
hormon estrogen oleh sel sertoli. Dilihat dari fungsional histologis, prostat
terdiri dari dua bagian yaitu sentral sekitar uretra yang bereaksi terhadap
estrogen dan bagian perifer yang tidak bereaksi terhadap estrogen.
Teori Growth Factor (faktor pertumbuhan)
Peranan dari growth factor ini sebagai pemacu pertumbuhan stroma
kelenjar prostat. Terdapat empat peptic growth factor yaitu; basic
transforming growth factor, transfor

Teori Peningkatan Lama Hidup Sel-sel Prostat karena Berkuramgnya
Sel yang Mati


15


Teori Sel Stem (stem cell hypothesis)
Seperti pada organ lain, prostat dalam hal ini kelenjar periuretral pada
seorang dewasa berada dalam keadaan keseimbangan steady state,
antara pertumbuhan sel dan sel yang mati, keseimbangan ini disebabkan
adanya kadar testosteron tertentu dalam jaringan prostat yang dapat
mempengaruhi sel stem sehingga dapat berproliferasi. Pada keadaan
tertentu jumlah sel stem ini dapat bertambah sehingga terjadi proliferasi
lebih cepat. Terjadinya proliferasi abnormal sel stem sehingga
menyebabkan produksi atau proliferasi sel stroma dan sel epitel kelenjar
periuretral prostat menjadi berlebihan.
Teori Reawakening
Mc Neal tahun 1978 menulis bahwa lesi pertama bukan pembesaran
stroma pada kelenjar periuretral (zone transisi) melainkan suatu
mekanisme glandular budding kemudian bercabang yang
menyebabkan timbulnya alveoli pada zona preprostatik. Persamaan
epiteleal budding dan glandular morphogenesis yang terjadi pada
embrio dengan perkembangan prostat ini, menimbulkan perkiraan
adanya reawakening yaitu jaringan kembali seperti perkembangan
pada masa tingkat embriologik, sehingga jaringan periuretral dapat
tumbuh lebih cepat dari jaringan sekitarnya, sehingga teori ini terkenal
dengan nama teori reawakening of embryonic induction potential of
prostatic stroma during adult hood.
Selain teori-teori di atas masih banyak lagi teori yang menerangkan
tentang penyebab terjadinya BPH seperti; teori tumor jinak, teori rasial
dan faktor sosial, teori infeksi dari zat-zat yang belum diketahui, teori
yang berhubungan dengan aktifitas hubungan seks, teori peningkatan
kolesterol, dan Zn yang kesemuanya tersebut masih belum jelas
hubungan sebab-akibatnya.
3,7,8,12

Interaksi stroma-epitel
Cunha (1973) membuktikan bahwa diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel
prostat secara tidak langsung dikontrol oleh sel- sel stroma melalui suatu
16


mediator (growth factor) tertentu. Setelah sel- sel stroma mendapatkan
stimulasi dari DHT dan estradiol, sel- sel stroma mensintesis suatu growth
factor yang selanjutnya mempengaruhi sel- sel stroma itu sendiri secara
intrakin dan autokrin, serta mempengaruhi sel- sel epitel secara parakrin.
Stimulasi itu menyebabkan terjadinya proliferasi sel- sel epitel maupun
stroma.
5
2. Faktor Predisposisi Hiperplasia Prostat Jinak
Pada usia 40an, seorang pria mempunyai kemungkinan terkena BPH sebesar
25%. Menginjak usia 60-70 tahun, kemungkinannya menjadi 50%. Dan pada
usia diatas 70 tahun, akan menjadi 90%.
4

Patofisiologi Hiperplasia Prostat Jinak
Sebagian besar hiperplasia prostat terdapat pada zona transisional,
sedangkan pertumbuhan karsinoma prostat berasal dari zona perifer.
Pertumbuhan kelenjar ini sangat bergantung pada hormon testosteron, yang di
dalam sel- sel kelenjar prostat hormon akan dirubah menjadi metabolit aktif
dihidrotestosteron (DHT) dengan bantuan enzim 5 reduktase.
Dihidrotestosteron inilah yang secara langsung memacu m-RNA di dalam sel-
sel kelenjar prostat untuk mensintesis protein growth factor yang memacu
pertumbuhan kelenjar prostat.
5

Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra
prostatika dan menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan
peningkatan tekanan intravesikal. Untuk dapat mengeluarkan urine, buli- buli
harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan itu. Kontraksi yang terus
menerus ini menyebabkan perubahan anatomik buli- buli berupa hipertrofi
otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli-
buli. Perubahan struktur pada buli- buli tersebut, oleh pasien dirasakan
sebagai keluhan pada saluran kemih sebelah bawah atau lower urinary tract
symptom (LUTS) yang dahulu dikenal dengan gejala prostatimus.
5

Tekanan intravesika yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian buli- buli
tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter
17


ini dapat menimbulkan aliran balik urine dari buli- buli ke ureter atau terjadi
refluks vesiko-ureter. Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan
hidroureter, hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal
ginjal.
5


Hiperplasia Prostat

Penyempitan lumen uretra posterior

Tekanan intravesika meningkat

Buli-buli: Ginjal dan ureter:
Hipertrofi otot detrusor - Refluks VU
Trabekulasi - Hidroureter
Selula - Hidronefrosis
Divertikel buli-buli - Gagal ginjal

Bagan1. Pengaruh Hiperplasia prostat Pada Saluran Kemih








Gambar 5. Penyulit hyperplasia prostat pada saluran kemih




Hidronefrosis
Hipertofi otot
detrusor
Hidroureter
Benigna prostat
hiperplasi
18


Gambaran klinis
a. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah (LUTS)
5

Terdiri atas gejala obstruksi dan iritasi
Obstruksi Iritasi
Hesitansi
Pancaran miksi lemah
Intermitensi
Miksi tidak puas
Menetes setelah miksi
Frekuensi
Nokturi
Urgensi
Disuria
Tabel 1. Gejala Obstruksi dan Iritasi Benigna Prostat Hiperplasia

Timbulnya gejala LUTS merupakan manifestasi kompensasi otot buli-buli
untuk mengeluarkan urine. Pada suatu saat, otot buli-buli mengalami
kepayahan (fatigue) sehingga jatuh ke dalam fase dekompensasi yang
diwujudkan dalam bentuk retensi urin akut.
Timbulnya dekompensasi buli-buli ini didahului oleh factor pencetus
antara lain :
1) Volume buli-buli tiba-tiba penuh (cuaca dingin, konsumsi obat-obatan
yang mengandung diuretikum, minum tertalu banyak)
2) Massa prostat tiba-tiba membesar (setelah melakukan aktivitas seksual/
infeksi prostat)
3) Setelah mengkonsumsi obat-obat yang dapat menurunkan kontraksi
otot detrusor (golongan antikolinergik atau adrenergic )

Sistem skoring I-PSS terdiri atas 7 pertanyaan yang berhubungan dengan
keluhan miksi (LUTS) dan 1 pertanyaan yang berhubungan dengan
kualitas hidup pasien. Skor ringan (0-7), sedang (8-19), berat ( 20)




19


b. Gejala pada saluran kemih bagian atas
5

Merupakan penyulit dari hiperplasi prostat, berupa gejala obstruksi antara
lain nyeri pinggang, benjolan di pinggang (hidronefrosis), demam (infeksi/
urosepsis)
Menurut Boyarsky dkk pada tahun 1977 dibagi atas gejala obstruktif
dan gejala iritatif.Gejala obstruktif disebabkan oleh karena penyempitan
uretara pars prostatika karena didesak oleh prostat yang membesar dan
kegagalan otot detrusor untuk berkontraksi cukup kuat dan atau cukup lama
saehingga kontraksi terputus-putus. Gejalanya ialah :
1. Harus menunggu pada permulaan miksi (Hesistency)
2. Pancaran miksi yang lemah (Poor stream)
3. Miksi terputus (Intermittency)
4. Menetes pada akhir miksi (Terminal dribbling)
5. Rasa belum puas sehabis miksi (Sensation of incomplete bladder
emptying).
2,3

Manifestasi klinis berupa obstruksi pada penderita hipeplasia prostat
masih tergantung tiga faktor yaitu :
1. Volume kelenjar periuretral
2. Elastisitas leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat
3. Kekuatan kontraksi otot detrusor
Tidak semua prostat yang membesar akan menimbulkan gejala obstruksi,
sehingga meskipun volume kelenjar periuretal sudah membesar dan elastisitas
leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat menurun, tetapi apabila masih
dikompensasi dengan kenaikan daya kontraksi otot detrusor maka gejala obstruksi
belum dirasakan.
7

Pemeriksaan derajat beratnya obstruksi prostat dapat diperkirakan dengan
cara mengukur :
a. Residual urine yaitu jumlah sisa urin setelah penderita miksi spontan.
Sisa urin ini dapat dihitung dengan pengukuran langsung yaitu dengan
cara melakukan kateterisasi setelah miksi spontan atau ditentukan
dengan pemeriksaan ultrasonografi setelah miksi, dapat pula dilakukan
20


dengan membuat foto post voiding pada waktu membuat IVP. Pada
orang normal sisa urin biasanya kosong, sedang pada retensi urin total
sisa urin dapat melebihi kapasitas normal vesika. Sisa urin lebih dari 100
cc biasanya dianggap sebagai batas indikasi untuk melakukan intervensi
pada penderita prostat hipertrofi.
b. Pancaran urin atau flow rate dapat dihitung secara sederhana yaitu dengan
menghitung jumlah urin dibagi dengan lamanya miksi berlangsung
(ml/detik) atau dengan alat uroflowmetri yang menyajikan gambaran
grafik pancaran urin. Untuk dapat melakukan pemeriksaan uroflow
dengan baik diperlukan jumlah urin minimal di dalam vesika 125 sampai
150 ml. Angka normal untuk flow rata-rata (average flow rate) 10
sampai 12 ml/detik dan flow maksimal sampai sekitar 20 ml/detik. Pada
obstruksi ringan flow rate dapat menurun sampai average flow antara 6-8
ml/detik, sedang maksimal flow menjadi 15 mm/detik atau kurang.
Dengan pengukuran flow rate tidak dapat dibedakan antara kelemahan
detrusor dengan obstruksi infravesikal.
Obstruksi uretra menyebabkan bendungan saluran kemih sehingga
mengganggu faal ginjal karena hidronefrosis, menyebabkan infeksi dan
urolithiasis. Tindakan untuk menentukan diagnosis penyebab obstruksi maupun
menentukan kemungkinan penyulit harus dilakukan secara teratur.
1,3,11

Gejala iritatif disebabkan oleh karena pengosongan vesica urinaris yang
tidak sempurna pada saat miksi atau disebabkan oleh karena hipersensitifitas otot
detrusor karena pembesaran prostat menyebabkan rangsangan pada vesica,
sehingga vesica sering berkontraksi meskipun belum penuh., gejalanya ialah :
1. Bertambahnya frekuensi miksi (Frequency)
2. Nokturia
3. Miksi sulit ditahan (Urgency)
4. Disuria (Nyeri pada waktu miksi) (P/UI)


21


Gejala-gejala tersebut diatas sering disebut sindroma prostatismus.
Secara klinis derajat berat gejala prostatismus itu dibagi menjadi :
Grade I : Gejala prostatismus + sisa kencing < 50 ml
Grade II : Gejala prostatismus + sisa kencing > 50 ml
Grade III : Retensi urin dengan sudah ada gangguan saluran kemih bagian
atas + sisa urin > 150 ml
7

Derajat berat gejala klinik prostat hiperplasia ini dipakai untuk
menentukan derajat berat keluhan subyektif, yang ternyata tidak selalu sesuai
dengan besarnya volume prostat. Gejala iritatif yang sering dijumpai ialah
bertambahnya frekuensi miksi yang biasanya lebih dirasakan pada malam hari.
Sering miksi pada malam hari disebut nocturia, hal ini disebabkan oleh
menurunnya hambatan kortikal selama tidur dan juga menurunnya tonus spingter
dan uretra. Simptom obstruksi biasanya lebih disebabkan oleh karena prostat
dengan volume besar. Apabila vesica menjadi dekompensasi maka akan terjadi
retensi urin sehingga pada akhir miksi masih ditemukan sisa urin didalam vesica,
hal ini menyebabkan rasa tidak bebas pada akhir miksi. Jika keadaan ini berlanjut
pada suatu saat akan terjadi kemacetan total, sehingga penderita tidak mampu lagi
miksi. Oleh karena produksi urin akan terus terjadi maka pada suatu saat vesica
tidak mampu lagi menampung urin sehingga tekanan intravesica akan naik terus
dan apabila tekanan vesica menjadi lebih tinggi daripada tekanan spingter akan
terjadi inkontinensia paradoks (over flow incontinence). Retensi kronik dapat
menyebabkan terjadinya refluk vesico uretra dan meyebabkan dilatasi ureter dan
sistem pelviokalises ginjal dan akibat tekanan intravesical yang diteruskam ke
ureter dari ginjal maka ginjal akan rusak dan terjadi gagal ginjal. Proses kerusakan
ginjal dapat dipercepat bila ada infeksi. Disamping kerusakan tractus urinarius
bagian atas akibat dari obstruksi kronik penderita harus selalu mengedan pada
waktu miksi, maka tekanan intra abdomen dapat menjadi meningkat dan lama
kelamaan akan menyebabkan terjadinya hernia, hemoroid. Oleh karena selalu
terdapat sisa urin dalam vesica maka dapat terbentuk batu endapan didalam vesica
dan batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuri.
Disamping pembentukan batu, retensi kronik dapat pula menyebabkan terjadinya
22


infeksi sehingga terjadi systitis dan apabila terjadi refluk dapat terjadi juga
pielonefritis.
3

Keluhan-keluhan diatas biasanya disusun dalam bentuk skor simtom.
Terdapat beberapa jenis klasifikasi yang dapat digunakan untuk membantu
diagnosis dan menentukan tingkat beratnya penyakit, diantaranya adalah skor
internasional gejala-gajala prostat WHO (International Prostate Symptom Score,
IPSS) dan skor Madsen Iversen.
Tabel 1. Skor Madsen Iversen dalam bahasa Indonesia
Pertanyaan 1 2 3 4 5
Pancaran Normal Berubah-ubah Lemah Menetes
Mengedan pada
saat berkemih
Tidak Ya
Harus menunggu
pada saat akan
kencing
Tidak Ya
Buang air kecil
terputus-putus
Tidak Ya
Kencing tidak
lampias
Tidak
tahu
Berubah-ubah Tidak
lampias
1 kali
retensi
>1 kali
retensi
Inkontinensia Ya
Kencing sulit
ditunda
Tidak ada Ringan Sedang Berat
Kencing malam
hari
0-1 2 3-4 >4
Kencing siang
hari
>3 jam
sekali
Setiap 2-3 jam
sekali
Setiap 1-
2 jam
sekali
<1 jam
sekali

Tabel 2. Skor internasional gejala-gejala prostat WHO (International
Prostate Symptom Score, IPSS)
23


Pertanyaan
Keluhan
pada bulan
terakhir
Tidak
sama
sekali
<1
sampa
i 5 kali
>5
sampa
i 15
kali
15
kali
> 15 kali Hampir selalu
Adakah
anda
merasa
buli-buli
tidak
kosong
setelah
buang air
kecil
0
Berapa kali
anda
hendak
buang air
kecil lagi
dalam
waktu 2
jam setelah
buang air
kecil
0 1 2 3 4 5
Berapa kali
terjadi air
kencing
berhenti
sewaktu
buang air
0 1 2 3 4 5
24


kecil
Berapa kali
anda tidak
dapat
menahan
keinginan
buang air
kecil
0 1 2 3 4 5
Berapa kali
arus air
seni lemah
sekali
sewaktu
buang kecil
0 1 2 3 4 5
Berapa kali
terjadi anda
mengalami
kesulitan
memulai
buang air
kecil (harus
mengejan)
0 1 2 3 4 5
Berapa kali
anda
bangun
untuk
buang air
kacil di
waktu
malam
0 1 2 3 4 5
25


Andaikata
hal yang
anda alami
sekarang
akan tetap
berlangsun
g seumur
hidup,
bagaimana
perasaan
anda
Sangat
senan
g
Cukup
senag
Biasa
saja
Agak
tidak
senan
g
Tidak
menyenangka
n
Sangat tidak
menyenangka
n
Jumlah nilai :
0 = baik sekali
1 = baik
2 = kurang baik
3 = kurang
4 = buruk
5 = buruk sekali
Pemeriksaan fisik
5,6,7

a. Buli-buli yang terisi penuh dan teraba massa kistus di daerah supra
simfisis akibat retensi urine. Kadang-kadang didapatkan urine yang selalu
menetes yang merupakan pertanda dari inkontinensia paradoksa.
b. Pada colok dubur yang harus diperhatikan
1) tonus sfingter ani/reflex bulbo-kavernosus untuk menyingkirkan buli-
bulineurogenik
2) mukosa rectum
3) keadaan prostat antara lain :
Kemungkinan adanya nodul, krepitasi, konsistensi prostat, simetris antar
lobus dan batas prostat. Pada colok dubur pembesaran prostat benigna
menunjukan konsistensi prostat kenyal, seperti meraba ujung hidung,
lobus kanan dan kiri simetris dan tidak didapatkan nodul. Volume yang
26


normal pada dewasa adalah 20-30 g. Pengukuran lebih tepat dapat
menggunakan transrektal ultrasonografi (TRUS). Raba apakah terdapat
fluktuansi (abses prostat)/ nyeri tekan (prostatitis). Konsistensi prostat
keras/teraba nodul dan mungkin diantara lobus prostat tidak simetris.


Gambar 6. Pemeriksaan Rektal Digital (DRE)

Diagnosa banding
8

Diagnosa banding BPH
Kondisi Gejala
Diabetes mellitus Frekuansi, aliran dan volume urin normal
Sistitis , kanker buli, batu buli Gejala iritasi
Prostatitits
Divertikulum buli
Kondisi neurologis (injuri medulla spinalis,
kelainan medulla spinalis dsb)
Riwayat minum obat (antikolinergik,
antidepresan, dekongestan, tranquilezer)
Gejala iritasi dan obstruksi
Kanker prostat
Striktur uretra
Kontraktur/striktur buli
Gejala obstruksi

Tabel 2. Diagnosa Banding Benigna Prostat Hiperplasia

27


Kriteria Pembesaran Prostat
Untuk menentukan kriteria prostat yang membesar dapat dilakukan
dengan beberapa cara, diantaranya adalah :
1. Rektal grading
Berdasarkan penonjolan prostat ke dalam rektum :
- derajat 1 : penonjolan 0-1 cm ke dalam rektum
- derajat 2 : penonjolan 1-2 cm ke dalam rektum
- derajat 3 : penonjolan 2-3 cm ke dalam rektum
- derajat 4 : penonjolan > 3 cm ke dalam rektum

2. Berdasarkan jumlah residual urine
- derajat 1 : < 50 ml
- derajat 2 : 50-100 ml
- derajat 3 : >100 ml
- derajat 4 : retensi urin total
3. Intra vesikal grading
- derajat 1 : prostat menonjol pada bladder inlet
- derajat 2 : prostat menonjol diantara bladder inlet dengan muara ureter
- derajat 3 : prostat menonjol sampai muara ureter
- derajat 4 : prostat menonjol melewati muara ureter
4. Berdasarkan pembesaran kedua lobus lateralis yang terlihat pada
uretroskopi :
- derajat 1 : kissing 1 cm
- derajat 2 : kissing 2 cm
- derajat 3 : kissing 3 cm
- derajat 4 : kissing >3 cm
8
Derajat berat hipertrofi prostat berdasarkan gambaran klinis
Derajat Colok Dubur Sisa Volume Urin
I Penonjolan prostat, batas atas mudah diraba < 50 ml
II Penonjolan prostat jelas, batas atas dapat 50 100 ml
28


dicapai
III Batas atas prostat tidak dapat diraba > 100 ml
IV Retensi urin total

3. Pemeriksaan laboratorium
5,7,9
:
a. Sedimen urin
Untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi atau inflamasi pada
saluran kemih. Mengevaluasi adanya eritrosit, leukosit, bakteri, protein
atau glukosa.
b. Kultur urin
Mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi dan sekaligus
menentukan sensifitas kuman terhadap beberapa antimikroba yang
diujikan
c. Faal ginjal
Mencari kemungkinan adanya penyulit yang mengenai saluran kemih
bagian atas. Elektrolit, BUN, dan kreatinin berguna untuk insufisiensi
ginjal kronis pada pasien yang memiliki postvoid residu (PVR) yang
tinggi.
d. Gula darah
Mencari kemungkinan adanya penyekit diabetes mellitus yang dapat
menimbulkan kelainan persarafan pada buli-buli (buli-buli neurogenik)
e. Penanda tumor PSA (prostat spesifik antigen)
Jika curiga adanya keganasan prostat
4. Pemeriksaan Patologi Anatomi
9

BPH dicirikan oleh berbagai kombinasi dari hiperplasia epitel dan stroma
di prostat. Beberapa kasus menunjukkan proliferasi halus-otot hampir
murni, meskipun kebanyakan menunjukkan pola fibroadenomyomatous
hyperplasia



29









Gambar 7. Gambaran Makroskopis dan Mikroskopis Benigna Prostat Hiperplasia

5. Pencitraan pada Benigna Prostat Hiperplasia :
a. Foto polos
5

Berguna untuk mencari adanya batu opak di saluran kemih, adanya
batu/kalkulosa prostat dan kadangkala menunjukan bayangan buli-buli
yang penuh terisi urine, yang merupakan tanda suatu retensi urine
b. Pemeriksaan ultrasonografi transrektal (TRUS)
5,7,10

Adalah tes USG melalui rectum. Dalam prosedur ini, probe dimasukkan ke
dalam rektum mengarahkan gelombang suara di prostat. Gema pola
gelombang suara merupakan gambar dari kelenjar prostat pada layar
tampilan. Untuk menentukan apakah suatu daerah yang abnormal tampak
memang tumor, digunakan probe dan gambar USG untuk memandu jarum
biopsi untuk tumor yang dicurigai. Jarum mengumpulkan beberapa potong
jaringan prostat untuk pemeriksaan dengan mikroskop. Biopsy terutama
dilakukan untuk pasien yang dicurigai memiliki keganasan prostat.
Transrektal ultrasonografi (TRUS) sekarang juga digunakan untuk
pengukur volume prostat, caranya antara lain :
Metode step planimetry. Yang menghitung volume rata-rata area
horizontal diukur dari dasar sampai puncak.
Metode diameter. Yang menggabungkan pengukuran tinggi (H/height)
,lebar (W/width) dan panjang (L/length) dengan rumus : (H x W x
L).

30


c. Sistoskopi
7,11

Dalam pemeriksaan ini, disisipkan sebuah tabung kecil melalui
pembukaan urethra di dalam penis. Prosedur ini dilakukan setelah solusi
numbs bagian dalam penis sehingga sensasi semua hilang. Tabung, disebut
sebuah cystoscope , berisi lensa dan sistem cahaya yang membantu
dokter melihat bagian dalam uretra dan kandung kemih. Tes ini
memungkinkan dokter untuk menentukan ukuran kelenjar dan
mengidentifikasi lokasi dan derajat obstruksi.

Gambar 8. Gambaran Sistoskopi Benigna Prostat Hiperplasia

d. Ultrasonografi trans abdominal
10,11

Gambaran sonografi benigna hyperplasia prostat menunjukan
pembesaran bagian dalam glandula, yang relatif hipoechoic dibanding
zona perifer. Zona transisi hipoekoik cenderung menekan zona central
dan perifer. Batas yang memisahkan hyperplasia dengan zona perifer
adalah surgical capsule.
USG transabdominal mampu pula mendeteksi adanya hidronefrosis
ataupun kerusakan ginjal akibat obstruksi BPH yang lama.






Gambar 9. Gambaran Sonografi Prostat Normal

31







Gambar 10. Gambaran Sonografi Benigna Prostat Hiperplasia

e.Sistografi buli
11


Gambar 11.Gambaran Elevasi Dasar Buli yang Mengindikasikan Benigna Prostat
Hiperplasia

6. Pemeriksaan lain
5,12
:
Pemeriksaan derajat obstruksi prostat dapat diperkirakan dengan cara
mengukur:
Residual urin :
Jumlah sisa urin setelah miksi, dengan cara melakukan kateterisasi/USG
setelah miksi
Pancaran urin/flow rate :
Dengan menghitung jumlah urine dibagi dengan lamanya miksi berlangsung
(ml/detik) atau dengan alat uroflometri yang menyajikan gambaran grafik
pancaran urin. Aliran yang berkurang sering pada BPH. Pada aliran urin yang
lemah, aliran urinnya kurang dari 15mL/s dan terdapat peningkatan residu
urin. Post-void residual mengukur jumlah air seni yang tertinggal di dalam
kandung kemih setelah buang air kecil. PRV kurang dari 50 mL umum
menunjukkan pengosongan kandung kemih yang memadai dan pengukuran
32


100 sampai 200 ml atau lebih sering menunjukkan sumbatan. Pasien diminta
untuk buang air kecil segera sebelum tes dan sisa urin ditentukan oleh USG
atau kateterisasi.

Gambar 12. Gambaran Pancaran Urin Normal dan pada BPH

Keterangan :
Gambaran aliran urin atas : dewasa muda yang asimtomatik, aliran urin lebih
dari 15mL/s, urin residu 9 mL pada ultrasonografi.
Gambaran aliran urin bawah : dewasa tua dengan benigna hyperplasia prostat,
terlihat waktu berkemih memanjang dengan aliran urin kurang dari 10mL/s,
pasien ini urin residunya 100 mL.

Diagnosis
Diagnosis hiperplasia prostat dapat ditegakkan melalui :
1. Anamnesis : gejala obstruktif dan gejala iritatif
2. Pemeriksaan fisik : terutama colok dubur ; hiperplasia prostat teraba
sebagai prostat yang membesar, konsistensi kenyal, permukaan rata,
asimetri dan menonjol ke dalam rektum. Semakin berat derajat
hiperplasia prostat batas atas semakin sulit untuk diraba.
3. Pemeriksaan laboratorium : berperan dalam menentukan ada tidaknya
komplikasi.
4. Pemeriksaan pencitraan :
Pada pielografi intravena terlihat adanya lesi defek isian kontras pada
dasar kandung kemih atau ujung distal ureter membelok ke atas
33


berbentuk seperti mata kail. Dengan trans rectal ultra sonography
(TRUS), dapat terlihat prostat yang membesar.
5. Uroflowmetri : tampak laju pancaran urin berkurang.
6.

Mengukur volume residu urin : Pada hiperplasi prostat terdapat volume
residu urin yang meningkat sesuai dengan beratnya obstruksi (lebih dari
150 ml dianggap sebagai batas indikasi untuk melakukan intervensi).
2

Komplikasi
13

Retensi urine akut ketidak mampuan untuk mengeluarkan urin, distensi
kandung kemih, nyeri suprapubik
Retensi urine kronik residu urin > 500ml, pancaran lemah, buli teraba,
tidak nyeri
Infeksi traktus urinaria
Batu buli
Hematuri
Inkontinensia-urgensi
Hidroureter
Hidronefrosis - gangguan pada fungsi ginjal

Penatalaksanaan
5

Tidak semua pasien hiperplasia prostat perlu menjalami tindakan medik.
Kadang-kadang mereka yang mengeluh LUTS ringan dapat sembuh sendiri tanpa
mendapatkan terapi apapun atau hanya dengan nasehat saja. Namun adapula yang
membutuhkan terapi medikamentosa atau tindakan medik yang lain karena
keluhannya semakin parah.
Tujuan terapi hyperplasia prostat adalah (1) memperbaiki keluhan miksi,
(2) meningkatkan kualitas hidup, (3) mengurangi obstruksi intravesika, (4)
mengembalikan fungsi ginjal jika terjadi gagal ginjal, (5) mengurangi volume
residu urine setelah miksi dan (6) mencegah progrefitas penyakit. Hal ini dapat
dicegah dengan medikamentosa, pembedahan atau tindakan endourologi yang
kurang invasif.

34


Di dalam praktek pembagian besar prostat derajat I IV digunakan untuk
menentukan cara penanganan.
DERAJAT I
Belum memerlukan tindak bedah, diberikan tindakan konservatif, misalnya
dengan penghambat adrenoreseptor alfa seperti alfazosin, prazosin dan terazosin.
Keuntungan obat penghambat adrenoreseptor alfa ialah efek positif segera
terhadap keluhan, tetapi tidak mempengaruhi proses hiperplasia prostat sedikit
pun. Kekurangannya ialah obat ini tidak dianjurkan untuk pemakaian lama.
DERAJAT II
Merupakan indikasi untuk melakukan pembedahan. Biasanya dianjurkan reseksi
endoskopik melalui uretra ( trans urethral resection = TUR ). Mortalitas TUR
sekitar 1% dan morbiditas sekitar 8%. Kadang derajat dua dapat dicoba dengan
pengobatan konservatif.
DERAJAT III
Reseksi endoskopik dapat dikerjakan oleh pembedah yang cukup berpengalaman.
Apabila diperkirakan prostat sudah cukup besar sehingga reseksi tidak akan
selesai dalam satu jam, sebaiknya dilakukan pembedahan.
Pembedahan terbuka dapat dilakukan melalui transvesikal, retropubik atau
perineal. Pada operasi melalui kandung kemih dibuat sayatan perut bagian bawah
menurut pfannenstiel ; kemudian prostat dienukleasi dari dalam simpainya.
Keuntungan teknik ini adalah dapat sekaligus untuk mengangkat batu buli buli
atau divertikelektomi apabila ada divertikulum yang cukup besar. Cara
pembedahan retropubik menurut milin dikerjakan melalui sayatan kulit
pfannenstiel dengan membuka kandung kemih, kemudian prostat dienukleasi.
Cara ini mempunyai keunggulan yaitu tanpa membuka kandung kemih sehingga
pemasangan kateter tidak lama seperti bila membuka vesika. Kerugiannya, cara
ini tidak dapat dipakai kalau diperlukan tindakan lain yang harus dikerjakan dari
dalam kandung kemih. Kedua cara pembedahan terbuka tersebut masih kalah
dibandingkan dengan cara TUR, yaitu morbiditasnya yang lebih lama, tetapi dapat
dikerjakan tanpa memerlukan alat endoskopi yang khusus, dengan alat bedah
baku. Prostatektomi melalui sayatan perineal tidak dikerjakan lagi.
35


DERAJAT IV
Tindakan yang pertama harus dikerjakan adalah membebaskan penderita dari
retensi urin total dengan memasang kateter atau sistotomi. Setelah itu, dilakukan
pemeriksaan lebih lanjut untuk melengkapi diagnosis, kemudian terapi definitif
dengan TUR atau pembedahan terbuka.
Penderita yang keadaan umumnya tidak memungkinkan untuk dilakukan
pembedahan, dapat diusahakan pengobatan konservatif dengan memberikan obat
penghambat adrenoreseptor alfa. Efek samping obat ini adalah gejala hipotensi,
seperti pusing, lemas, palpitasi dan rasa lemah.
Pengobatan konservatif ialah dengan pemberian obat antiandrogen yang
menekan produksi LH. Kesulitan pengobatan konservatif adalah menetukan
berapa lama obat harus diberikan dan efek samping obat.
Pengobatan lain yang invasif minimal adalah pemanasan prostat dengan
gelombang mikro yang disalurkan ke kelenjar prostat melalui antena yang
dipasang pada ujung kateter. Dengan cara yang disebut transurethral micro wave
thermotherapy ( TUMT ) ini, diperoleh hasil perbaikan kira kira 75 % untuk
gejala objektif.

Observasi Medikamentosa Operasi Invasive minimal
Watchful
waiting
Penghambat
adrenergik
Prostatektomi terbuka TUMT
TUBD
Stent uretra
TUNA
Penghambat
reduktese
Endourologi
Fisioterapi 1. TURP
2. TUIP
3. TULP
Elektovaporasi
Hormonal

Tabel 3. Pilihan Terapi pada Hiperplasia Prostat Benigna
5


36































Bagan 2. Penatalaksanaan Benigna Prostat Hiperplasia
14


Riwayat
Pemeriksaan fisik & DRE
Urinalisa
PSA (meningkat/tidak)
Indeks gejala
AUA
Gejala ringan
(AUA7)/
tdk ada
gejala
Gejala sedang
/berat
(AUA8)
Retensi urinaria+gejala yang
berhubungan dg BPH
Hematuria persistent
Batu buli
Infeksi saluran urinaria
berulang
Insufisiensi renal

Operasi
Tes diagnostic
Uroflow
Residu urin postvoid
Pilihan terapi
Terapi non-invasif Terapi invasif
Tes diagnostic
Pressure flow
Uretrosistoskopi
USG prostat
Watchful waiting Terapi medis
Terapi minimal invasif Operasi
37


Penatalaksanaan Nilai indeks gejala
BPH
Efek samping
Wactfull waiting Gejala hilang/timbul Risiko kecil , dapat terjadi
retensi urinaria
Penatalaksanaan medis
Alpha-blockers Sedang 6-8 Gaster/usus halus-11%
Hidung berair-11%
Sakit kepala-12%
Menggigil-15%
5 alpha-reductase
inhibitors
Ringan 3-4 Masalah ereksi-8%
Kehilangan hasrat sex-5%
Berkurangnya semen-4%
Terapi kombinasi Sedang 6-7 kombinasi
Terapi invasi minimal
Transuretral microwave
heat
Sedang-berat 9-11 Urgensi/frekuensi-28-74%
Infeksi-9%
Prosedur kedua dibutuhkan-
10-16%
TUNA Sedang 9 Urgensi/frekuensi-31%
Infeksi-17%
Prosedur kedua dibutuhkan-
23%
Operasi
TURP, laser & operasi
sejenis
Berat 14-20 Retensi urinaria-1-21%
Urgensi&frekuensi-6-99%
Gangguan ereksi-3-13%
Operasi terbuka Berat Inkontinensia 6%

Tabel 4. Penatalaksaan Berdasarkan Nilai Indeks Gejala Benigna Prostat
Hiperplasia
15


38


a. Watchful waiting
5

Pilihan tanpa terapi ini ditujukan untuk pasien BPH dengan skor IPSS dibawah 7,
yaitu keluhan ringan yang tidak mengganggu aktivitas sehari-hari. Pasien tidak
mendapat terapi namun hanya diberi penjelasan mengenai sesuatu hal yang
mungkin dapat memperburuk keluhannya, misalnya (1) jangan mengkonsumsi
kopi atau alkohol setelah makan malam, (2) kurangi konsumsi makanan atau
minuman yang mengiritasi buli-buli (kopi/cokelat), (3) batasi penggunaan obat-
obat influenza yang mengandung fenilpropanolamin, (4) kurangi makanan
pedasadan asin, dan (5) jangan menahan kencing terlalu lama.
Secara periodik pasien diminta untuk datang control dengan ditanya keluhannya
apakah menjadi lebih baik (sebaiknya memakai skor yang baku), disamping itu
dilakukan pemeriksaan laboratorium, residu urin, atau uroflometri. Jika keluhan
miksi bertambah jelek daripada sebelumnya, mungkin perlu dipikirkan terapi yang
lain.
b. Medikamentosa
Tujuan terapi medikamentosa adalah berusaha untuk : (1) mengurangi resistansi
otot polos prostat sebagai komponen dinamik penyebab obstruksi infravesika
dengan obat-obatan penghambat adrenergic alfa (adrenergic alfa blocker dan (2)
mengurangi volume prostat sebagai komponen static dengan cara menurunkan
kadar hormone testosterone/dihidrotestosteron (DHT) melalui penghambat 5-
reduktase.
Penghambat reseptor adrenergik
Penghambat 5 reduktase
Fitofarmaka
1) Penghambat reseptor adrenergik
. 5,11

mengendurkan otot polos prostat dan leher kandung kemih, yang membantu
untuk meringankan obstruksi kemih disebabkan oleh pembesaran prostat di
BPH.
Efek samping dapat termasuk sakit kepala, kelelahan, atau ringan.
Umumnya digunakan alpha blocker BPH termasuk tamsulosin (Flomax),
alfuzosin (Uroxatral), dan obat-obatan yang lebih tua seperti terazosin
39


(Hytrin) atau doxazosin (Cardura). Obat-obatan ini akan meningkatkan
pancaran urin dan mengakibatkan perbaikan gejala dalam beberapa minggu
dan tidak berpengaruh pada ukuran prostat.


Gambar 13. Distribusi Reseptor Alpha pada Prostat dan Vesika Urinari



Gambar 14. Lokasi Reseptor
1
-Adrenergik (
1
-ARs)
2) Penghambat 5 reduktase
5,13

Obat ini bekerja dengan cara menghambat pembentukan dihidrotestosteron
(DHT) dari testosterone yang dikatalisis oleh enzim 5 reduktase di dalam
sel prostat. Menurunnya kadar DHT menyebabkan sintesis protein dan
replikasi sel-sel prostat menurun. Pembesaran prostat di BPH secara
langsung tergantung pada DHT, sehingga obat ini menyebabkan
pengurangan 25% perkiraan ukuran prostat lebih dari 6 sampai 12 bulan.
40


OH
O
O
OH
H
5 -reductase type 1 and 2
NADPH NADP
Testosterone Dihydrotestosterone










Gambar 15. Model Aksi Penghambat 5 reduktase

Contoh obat penghambat 5 reduktase berdasarkan tipenya :
Avodart (dutasteride) - pada tipe 1 dan 2 5ARI
Proscar(finasteride) - hanya pada tipe 2 5ARI
3) Fitofarmaka
5

Beberapa ekstrak tumbuh-tumbuhan tertentu dapat dipakai untuk
memperbaiki gejala akibat obstruksi parsial, tetapi data-data farmakologik
tentang kandungan zat aktif yang mendukung mekanisme kerja obat
fisioterapi sampai sata ini belum diketahui dengan pasti. Kemungkinan
fitofarmaka bekerja sebagai : antiestrogen, antiandrogen, menurunkan
kadar sex hormone binding globulin (SHBG), inhibisi basic fibroblast
growth factos (bFGF) dan epidermal growth factor (EGF), mengacaukan
metabolism prostaglandin, efek anti inflamasi, menuruknan outflow
resistance dan memperkecil volume prostat. Diantara fitofarmaka yang
banyak dipasarkan adalah: Pyegeum africanum, Serenoa repens, Hypoxis
rooperi, Radix urtica dan masih banyak lainnya.


41


c. Terapi Invasif Minimal
Diperuntukan untuk pasien yang mempunyai risiko tinggi terhadap
pembedahan
1) Microwave transurethral. Pada tahun 1996, FDA menyetujui perangkat
yang menggunakan gelombang mikro untuk memanaskan dan
menghancurkan jaringan prostat yang berlebih. Dalam prosedur yang
disebut microwave thermotherapy transurethral (TUMT), perangkat
mengirim gelombang mikro melalui kateter untuk memanaskan bagian
prostat dipilih untuk setidaknya 111 derajat Fahrenheit. Sebuah sistem
pendingin melindungi saluran kemih selama prosedur.
Prosedur ini memakan waktu sekitar 1 jam dan dapat dilakukan
secara rawat jalan tanpa anestesi umum. TUMT belum dilaporkan
menyebabkan disfungsi ereksi atau inkontinensia. Meskipun terapi
microwave tidak menyembuhkan BPH, tapi mengurangi gejala frekuensi
kencing, urgensi, tegang, dan intermitensi.

Gambar 16. Microwave Transurethral

2) Transurethral jarum ablasi. Juga pada tahun 1996, FDA menyetujui
transurethral jarum ablasi invasif minimal (TUNA) sistem untuk
pengobatan BPH. Sistem TUNA memberikan energy radiofrekuensi
tingkat rendah melalui jarum kembar untuk region prostat yang membesar.
Shields melindungi uretra dari kerusakan akibat panas. Sistem TUNA
meningkatkan aliran urin dan mengurangi gejala dengan efek samping
42


yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan reseksi transurethral dari
prostat (TURP).

Gambar 17. Transurethral Jarum Ablasi Invasif Minimal

3) Thermotherapy dengan air. Terapi ini menggunakan air panas untuk
menghancurkan jaringan kelebihan dalam prostat. Sebuah kateter
mengandung beberapa lubang diposisikan dalam uretra sehingga balon
pengobatan terletak di tengah prostat. Sebuah komputer mengontrol suhu
air, yang mengalir ke balon dan memanaskan jaringan prostat sekitarnya.
Sistem ini memfokuskan panas di wilayah yang tepat prostat. Sekitar
jaringan dalam uretra dan kandung kemih dilindungi. Jaringan yang
hancur keluar melalui urin

Gambar 18. Thermotherapy dengan Air



43


4) Intra-Prostatic Stent
Stent prostat dipasang pada uretra prostatika untuk mengatasi
obstruksi karena pembesaran prostat. Stent dipasang intraluminal di antara
leher buli-buli dan di sebelah proksimal verumontanum sehingga urine
dapat leluasa melewati lumen uretra prostatika. Stent temporer dipasang
selama 6-36 bulan dan terbuat dari bahan yang tidak diserap dan tidak
mengadakan reaksi jaringan. Stent yang permanen terbuat dari anyaman
dari bahan logam super alloy, nikel atau titanium. Sayangnya setelah
pemasangan kateter ini, pasien masih merasakan keluhan miksi berupa
gejala iritatif, perdarahan uretra atau rasa tidak enak di daerah penis.

Gambar 19. Intra-Prostatic Stent

d. Bedah
1) Operasi transurethral.
5,11,13,16,17

Pada jenis operasi, sayatan eksternal tidak diperlukan. Setelah memberikan
anestesi, ahli bedah mencapai prostat dengan memasukkan instrumen
melalui uretra.
Prosedur yang disebut reseksi transurethral dari prostat (TURP) digunakan
untuk 90 persen dari semua operasi prostat dilakukan untuk BPH. Dengan
TURP, alat yang disebut resectoscope dimasukkan melalui penis. The
resectoscope, yaitu panjang sekitar 12 inci dan diameter 1 / 2 inci, berisi
lampu, katup untuk mengendalikan cairan irigasi, dan loop listrik yang
memotong jaringan dan segel pembuluh darah.
Cairan irigan yang dipakai adalah aquades . kerugian dari aquades adalah
sifatnya yang hipotonis sehingga dapat masuk melalui sirkulasi sistemik
44


dan menyebabkan hipotermia relative atau gejala intoksikasi air yang
dikenal dengan sindrom TURP. Ditandai dengan pasien yang mulai
gelisah, somnolen dan tekanan darah meningkat dan terdapat bradikardi.
Jika tidak segera diatasi, pasien akan mengalami edema otak dan jatuh ke
dalam koma. Untuk mengurangi risiko timbulnya sindroma TURP
operator harus membatasi diri untuk tidak melakukan reseksi lebih dari 1
jam dan haru smemasang sistostomi terlebih dauhlu sebelum reseksi
diharapkan dapat mengurangi penyerapan air ke sistemik.
Selama operasi 90-menit, ahli bedah menggunakan loop kawat
resectoscope untuk menghilangkan jaringan obstruksi satu bagian pada
suatu waktu. Potongan-potongan jaringan dibawa oleh cairan ke kandung
kemih dan kemudian dibuang keluar pada akhir operasi. Prosedur
transurethral kurang traumatis daripada bentuk operasi terbuka dan
memerlukan waktu pemulihan lebih pendek. Salah satu efek samping yang
mungkin TURP adalah ejakulasi retrograde, atau ke belakang. Dalam
kondisi ini, semen mengalir mundur ke dalam kandung kemih selama
klimaks bukannya keluar uretra.

Selama operasi Pasca bedah dini Pasca bedah lanjut
Perdarahan Perdarahan Inkontinensi
Sindrom TURP Infeksi lokal/sistemik Dinsfungsi ereksi
Perforasi Ejakulasi retrograde
Striktur uretra

Tabel 4. Berbagai Penyulit TURP, Selama maupun Setelah Pembedahan






45
















Gambar 20. (a) alat TURP, (b) cara melakukan TURP, (c) uretra prostatika pasca
TURP
Prosedur bedah yang disebut insisi transurethral dari prostat (TUIP),
prosedur ini melebar urethra dengan membuat beberapa potongan kecil di
leher kandung kemih, di mana terdapat kelenjar prostat. Prosedur ini
digunakan pada hiperplasi prostat yang tidak tartalu besar, tanpa ada
pembesaran lobus medius dan pada pasen yang umurnya masih muda.







Gambar 21. Prosedur Trans Uretral Incision Prostat (TUIP)


(a)
(b)
(c)
46


2) Open surgery.
5,12

Dalam beberapa kasus ketika sebuah prosedur transurethral tidak dapat
digunakan, operasi terbuka, yang memerlukan insisi eksternal, dapat
digunakan. Open surgery sering dilakukan ketika kelenjar sangat
membesar (>100 gram), ketika ada komplikasi, atau ketika kandung kemih
telah rusak dan perlu diperbaiki. Prostateksomi terbuka dilakukan melalui
pendekatan suprarubik transvesikal (Freyer) atau retropubik infravesikal
(Millin). Penyulit yang dapat terjadi adalah inkontinensia uirn (3%),
impotensia (5-10%), ejakulasi retrograde (60-80%) dan kontraktur leher
buli-buli (305%). Perbaikan gejala klinis 85-100%.

3) Operasi laser
5, 7,11

Kelenjar prostat pada suhu 60-65
o
C akan mengalami koagulasi dan
pada suhu yang lebih dari 100
o
C mengalami vaporasi. Teknik laser
menimbulkan lebih sedikit komplikasi sayangnya terapi ini membutuhkan
terapi ulang 2% setiap tahun. Kekurangannya adalah : tidak dapat
diperoleh jaringan untuk pemeriksaan patologi (kecuali paad Ho:YAG
coagulation), sering banyak menimbulkan disuri pasca bedah yang dapat
berlangsung sampai 2 bulan, tidak langsung dapat miksi spontan setelah
operasi dan peak flow rate lebih rendah daripada pasca TURP. Serat laser
melalui uretra ke dalam prostat menggunakan cystoscope dan kemudian
memberikan beberapa semburan energi yang berlangsung 30 sampai 60
detik. Energi laser menghancurkan jaringan prostat dan menyebabkan
penyusutan.

Gambar 22. Operasi Laser pada Prostat
47


a) Interstitial laser coagulation. Tidak seperti prosedur laser lain,
koagulasi laser interstisial tempat ujung probe serat optik langsung ke
jaringan prostat untuk menghancurkannya.






Gambar 23. Interstitial laser coagulation

b) Potoselectif vaporisasi prostat (PVP).
PVT a-energi laser tinggi untuk menghancurkan jaringan prostat. Cara
sama dengan TURP, hanya saja teknik ini memakai roller ball yang
spesifik dengan mesin diatermi yang cukup kuat, sehingga mampu
membuat vaporasi kelenjar prostat. Teknik ini cukup aman tidak
menimbulkan perdarahan pada saat operasi. Namun teknik ini hanya
diperuntukan pada prostat yang tidak terlalu besar (<50 gram) dan
membutuhkan waktu operasi yang lebih lama.





Gambar 24. Potoselectif vaporisasi prostat
e. Kontrol berkala
5

Watchfull waiting
Kontrol setelah 6 bulan, kemudian setiap tahun untuk mengetahui
apakah terdapat perbaikan klinis
Pengobatan penghambat 5-reduktase
Dikontrol pada minggu ke-12 dan bulan ke-6
48


Pengobatan penghambat 5-adrenegik
Setelah 6 minggu untuk menilai respon terhadap terapi dengan
melakukan pemeriksaan IPSS uroflometri dan residu urin pasca miksi
Terapi invasive minimal
Setelah 6 minggu, 3 bulan dan setiap tahun. Selain dilakukan
penilaian skor miksi, juga diperiksa kultur urin
Pembedahan
Paling lambat 6 minggu pasca operasi untuk mengetahui
kemungkinan penyulit.

Simpulan
1. Hiperplasia prostat mempunyai angka kejadian yang bermakna pada populasi
pria lanjut usia.
2. Etiologi dari hiperplasia prostat hingga saat ini masih belum diketahui secara
pasti, beberapa teori menyebutkan hal ini berkaitan dengan meningkatnya
kadar DHT dan karena proses aging (menjadi tua).
3. Hiperplasia prostat menyebabkan gejala obstruksi dan iritasi saluran kemih
4.. Tanda-tanda obyektif hiperplasia prostat adalah pembesaran prostat,
pengurangan laju pancaran urin, dan volume residu urin yang besar.
5. Derajat beratnya obstruksi pada hiperplasia prostat tidak bergantung pada
ukuran besar prostat melainkan ditentukan oleh volume residu urin dan laju
pancaran urin waktu miksi
6.. Guna menentukan derajat pembesaran prostat dapat dilakukan dengan
beberapa cara , seperti rektal grading, berdasarkan jumlah residual urin, intra
vesikal grading dan berdasarkan pembesaran kedua lobus lateralis yang
terlihat pada uretroskopi.
7. Derajat berat gejala klinik hiperplasia prostat dibagi menjadi empat gradasi
berdasarkan penemuan pada pemeriksaan colok dubur dan sisa volume urin
yang digunakan untuk menentukan cara penanganan atau penatalaksanaannya.
8. Klasifikasi lain untuk menentukan berat gangguan miksi yaitu dengan
menggunakan skor WHO PSS, dimana skor dibawah 15 dianjurkan untuk
49


terapi non bedah atau terapi konservatif, sedangkan skor 25 lebih atau bila
timbul obstruksi dianjurkan terapi bedah
9. Penatalaksanaan terapi pada hiperplasia prostat dapat dibagi menjadi empat
macam , yaitu :
a. Observasi (Watchful waiting)
b. Medikamentosa
c. Operatif
d. Invasif minimal
10. Tindakan bedah baik itu prostatektomi terbuka maupun prostatektomi
endourologi masih merupakan terapi utama untuk hiperplasia prostat (>90%)
meskipun akhir-akhir ini dikembangkan beberapa terapi non-bedah yang
kurang invasif
11. Trans Urethral Resection (TUR) masih merupakan prosedur bedah yang lebih
disukai untuk penanganan hiperplasia prostat.
12. Yang termasuk di dalam terapi konservatif non operatif yaitu :
a. Observasi (Watchful waiting)
b. Medikamentosa
- Penghambat adrenergik alpha
- Fitoterapi
- Hormonal
a. Invasif minimal
- Trans Urethral Microwave Thermotherapy (TUMT)
- Trans Urethral Ballon Dilatation (TUBD)
- Trans Urethral Needle Ablation (TUNA)
- Stent Urethra
13. Selain pada kelompok hiperplasia prostat derajat 1 dan mungkin juga pada
derajat 2, tindakan terapi konservatif non bedah ini dapat dilakukan jika
keadaan umum penderita tidak memungkinkan untuk dilakukan tindakan
operasi.

You might also like