You are on page 1of 9

Aspek Ekologi Tumbuhan Obat Hutan(Noorhidayah dan Kade Sidiyasa)

523
ASPEK EKOLOGI TUMBUHAN OBAT HUTAN ASLI KALIMANTAN
DI HUTAN LINDUNG SUNGAI WAIN, KALIMANTAN TIMUR
(Ecological Aspect of Native Forest Medicinal Plant of Kalimantan
in Sungai Wain Protection Forest, East Kalimantan)*)
Oleh/By :
Noorhidayah
1)
dan/and Kade Sidiyasa
Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Samboja
Jl. Soekarno-Hatta KM 38 PO BOX 578 Balikpapan 76112 Telp./Fax. (0542) 735206; 7034289 Samboja Kalimantan Timur
1)
dayahsamboja@yahoo.co.id
*) Diterima : 14 Mei 2007; Disetujui : 17 Desember 2007
ABSTRACT
The aim of this research was to obtain detailed information on ecological aspect of six forest medicinal
plants namely Eurycoma longifolia Jack, Coscinium fenestratum (Gaertn.) Colebr., Quassia indica (Gaertn.)
Noot., Fibraurea tinctoria Lour., Luvunga eleutheandra Dalz., and Luvunga motleyii Oliver. which were
native to Kalimantan. The research was conducted in Sungai Wain Protection Forest, East Kalimantan.
Twenty six observation plots of 20 m x 10 m were established at the area where the studied plants were
founded, by recording the tree species with a dbh of 10 cm or more, crown coverage, vegetation types,
altitude, slope, temperature and humidity, and soil. There were 151 species which belongs to 92 genera and
44 families recorded. Based on the number of species belonging of each family, Euphorbiaceae dominated
the area. Eurycoma longifolia Jack and F. tinctoria Lour. were founded in the open areas and disturbed
forest, Q. indica (Gaertn.) Noot. Was founded in wet areas, L. eleutheandra Dalz. and L. motleyii Oliver.
were founded in swamp forest and along river. The forest medicinal plants were observed at the altitude of 5
to 50 m above sea level, air temperature of 25-30 C and humidity of 68-84 %. Eurycoma longifolia Jack
mostly was found on slopes while Q. indica (Gaertn.) Noot. was only found on flat areas. The soil
dominated by sand, pH of about 3 and 4, poor organic contents, low cation exchange capacity value and low
consentration of AL
3+
and H
+
.
Key words : Forest medicinal plants, habitat and ecology, vegetation, soil
ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi mengenai aspek ekologi enam jenis tumbuhan
obat hutan asli Kalimantan yakni Eurycoma longifolia Jack, Coscinium fenestratum (Gaertn.) Colebr.,
Quassia indica (Gaertn.) Noot., Fibraurea tinctoria Lour., Luvunga eleutheandra Dalz., dan Luvunga
motleyii Oliver. Penelitian dilaksanakan di Hutan Lindung Sungai Wain, Kalimantan Timur. Dua puluh
enam plot pengamatan berukuran 20 m x 10 m dibuat pada tempat-tempat tumbuhan obat hutan yang diteliti
tersebut ditemukan, dengan mendata semua jenis pohon yang berdiameter batang 10 cm, tingkat penutupan
tajuk, tipe vegetasi, ketinggian tempat, kelerengan, suhu dan kelembaban serta tanah. Terdapat 151 jenis
pohon dari 92 marga dan 44 suku. Berdasarkan jumlah jenis dari setiap suku maka suku Euphorbiaceae
merupakan yang paling dominan. Eurycoma longifolia Jack dan F. tinctoria Lour. ditemukan pada daerah
terbuka dan hutan terganggu, Q. indica (Gaertn.) Noot. hampir selalu ditemukan pada tempat-tempat yang
berarir, L. eleutheandra Dalz. dan L. motleyii Oliver. di daerah rawa dan sepanjang anak sungai. Jenis
tumbuhan obat yang diteliti ditemukan pada ketinggian 5 hingga 90 m dpl, suhu udara 25-30 C dan
kelembaban 68-84 %. Eurycoma longifolia Jack selalu ditemukan di daerah lereng, sedangkan Q. indica
(Gaertn.) Noot. hanya ditemukan di daerah datar. Tanah didominasi oleh fraksi pasir, dengan pH sekitar 3
dan 4, memiliki kandungan bahan organik rendah, KTK rendah serta konsentrasi AL
3+
dan H
+
yang rendah
pula.
Kata kunci : Tumbuhan obat hutan, habitat dan ekologi, vegetasi, tanah
I. PENDAHULUAN
Tumbuhan obat merupakan tumbuhan
yang memiliki manfaat untuk pengobatan
penyakit dan perawatan kesehatan.
Mengingat kegunaannya maka jenis-jenis
ini memiliki prioritas untuk dikonservasi.
Vijay (1998) dalam Gunawan (2003),
Info Hutan Vol. IV No. 6 : 523-531, 2007
524
mengemukakan bahwa dalam pemilihan
jenis untuk konservasi dikenal istilah je-
nis kunci (key species), termasuk jenis
kunci bagi sosial ekonomi. Jenis kunci
bagi sosial ekonomi berkaitan dengan pe-
manfaatannya seperti (1) sebagai komo-
ditas ekonomi yang penting seperti kayu,
pangan, pakan ternak, serat, dan obat-
obatan; (2) sumber genetik; (3) memiliki
nilai budaya; dan (4) bermanfaat dalam
pengelolaan lingkungan. Dengan demiki-
an tumbuhan obat hutan memiliki alasan
yang kuat untuk menjadi prioritas kon-
servasi bagi kepentingan sosial ekonomi.
Kalimantan memiliki potensi tumbuh-
an obat hutan yang cukup beragam yang
harus dikonservasi. Noorhidayah dan Si-
diyasa (2005) melaporkan bahwa di Ta-
man Nasional Kutai, Kalimantan Timur
teridentifikasi sebanyak 127 jenis tum-
buhan berkhasiat obat termasuk di antara-
nya 30 jenis tumbuhan obat di sepanjang
boardwalk Sangkima (Noorhidayah dan
Hajar, 2004) dan 49 jenis tumbuhan di
kawasan Mentoko yang telah dimanfaat-
kan oleh masyarakat setempat (Balai Ta-
man Nasional Kutai, 1997). Rahayu
(2005) melaporkan bahwa di kawasan
Malinau Research Forest (MRF) terdapat
132 jenis tumbuhan berkhasiat obat. Se-
mentara itu pada tipe ekosistem rawa di
Hutan Pendidikan Hampangen Kaliman-
tan Tengah teridentifikasi 38 jenis tum-
buhan obat hutan (Ilona, 2003). Di ka-
wasan Taman Nasional Betung Kerihun
Kalimantan Barat telah teridentifikasi 41
jenis tumbuhan obat (Guntavid et al.,
1997). Penelitian di daerah perkampung-
an Daya' Ransa dengan hutan sekitarnya
di Kalimantan Barat, menemukan 250 je-
nis tumbuhan obat dari 165 genus dan 75
suku digunakan dalam pengobatan (Cani-
ago and Siebert, 1998). Berdasarkan pe-
nelitian Leaman et al. (1991) teridentifi-
kasi 200 jenis tumbuhan obat hutan yang
dimanfaatan masyarakat Dayak Kenyah
di dataran tinggi Apo Kayan, Kalimantan
Timur.
Berbagai faktor mengancam kelesta-
rian tumbuhan obat hutan di Kalimantan,
termasuk kerusakan habitat (Zuhud et al.,
1994). Rusaknya habitat akan menye-
babkan terganggunya pertumbuhan jenis-
jenis tumbuhan obat hutan bahkan dapat
secara langsung menyebabkan kemusnah-
an. Deforestasi mengurangi keanekara-
gaman jenis dan mengikis sumber genetik
dari banyak jenis pohon hutan, termasuk
jenis yang dimanfaatkan secara tradisio-
nal oleh masyarakat lokal untuk keperlu-
an rumah tangga dan pangan (Leakey and
Newton, 1994). Kondisi ini tentu saja
menuntut perlunya upaya konservasi
tumbuhan obat secara ex-situ. Konserva-
si tumbuhan obat hutan memiliki peranan
yang penting bagi upaya pelestariannya
agar terhindar dari kelangkaan yang pada
akhirnya mengarah menuju kepunahan.
Tujuan penelitian ini adalah mengeta-
hui beberapa aspek ekologi termasuk
kondisi habitat tumbuhan obat hutan un-
tuk memperoleh data dalam mendukung
program konservasi ex-situ jenis-jenis
tumbuhan obat hutan asli Kalimantan,
khususnya Eurycoma longifolia Jack,
Coscinium fenestratum (Gaertn.) Colebr.,
Quassia indica (Gaertn.) Noot., Fibrau-
rea tinctoria Lour., Luvunga eleuthean-
dra Dalz., dan Luvunga motleyii Oliver.
Informasi ini sangat bermanfaat untuk
konservasi dan pengembangan tumbuhan
obat hutan pada areal lain yang memiliki
kondisi lingkungan yang sama.

II. METODOLOGI
A. Lokasi dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di Hutan Lin-
dung Sungai Wain (Gambar 1), pada bu-
lan Mei sampai Juni 2006. Hutan Lin-
dung Sungai Wain (HLSW) secara admi-
nistratif pemerintahan terletak di Kelu-
rahan Karang Joang, Kecamatan Balikpa-
pan Utara dan Kelurahan Kariangau, Ke-
camatan Balikpapan Barat, Kota Balikpa-
pan, Provinsi Kalimantan Timur. Secara
geografis terletak antara 116
0
47-116
0
55
Bujur Timur dan 01
0
02-01
0
10 Lintang
Selatan. Identifikasi koleksi herbarium
Aspek Ekologi Tumbuhan Obat Hutan(Noorhidayah dan Kade Sidiyasa)
525
(vaucher specimen) dilaksanakan pada
bulan Agustus 2006 di Herbarium Wana-
riset Samboja. Sedangkan analisa sifat fi-
sik dan kimia tanah di Pusat Penelitian
Tanah dan Agroklimat Departemen
Pertanian di Bogor pada bulan Agustus
2006.

Sumber (Source): Badan Pengelola Hutan Lindung Sungai Wain, 2006 (Management Agency of the Sungai
Wain Protection Forest, 2006)
Gambar (Figure) 1. Peta lokasi penelitian di Hutan Lindung Sungai Wain (Map of the research area in
Sungai Wain Protection Forest)
Keterangan :
1. Kawasan yang dikeluarkan
2. Prioritas kawasan rehabilitasi
3. Prioritas kawasan rehabilitasi
4. Kawasan ekowisata
5. Blok perlindungan (hutan primer
tidak terbakar)
6. Blok perlindungan (Hutan pasca
kebakaran)
7. Blok kegiatan terbatas
8. Blok kegiatan pemanfaatan
= lokasi penelitian
Info Hutan Vol. IV No. 6 : 523-531, 2007
526
B. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan melalui
kegiatan eksplorasi dan membuat 26 pe-
tak pengamatan berukuran 20 m x 10 m
pada lokasi-lokasi ditemukannya tumbuh-
an obat yang diteliti. Aspek ekologi yang
diamati adalah vegetasi yang tumbuh pa-
da habitat tumbuhan obat, tipe vegetasi
dan tutupan hutan, ketinggian tempat, su-
hu dan kelembaban serta kondisi tanah.
Pengumpulan data vegetasi dilakukan de-
ngan mengidentifikasi jenis-jenis pohon
yang berdiameter batang 10 cm atau lebih
yang terdapat pada petak pengamatan.
Selanjutnya dibuat voucher specimen un-
tuk diidentifikasi di Herbarium. Tipe ve-
getasi dan tutupan tajuk hutan ditentukan
berdasarkan pengamatan, ketinggian tem-
pat diukur menggunakan altimeter, se-
dangkan suhu udara dan kelembaban di-
ukur dengan higrotermometer. Contoh ta-
nah diambil pada 3 titik dalam petak
pengamatan sampai kedalaman 20 cm
(Sidiyasa, 1995) dan dibuat komposit.
C. Analisis Data
Data jenis pohon selanjutnya dike-
lompokkan berdasarkan marga dan suku-
nya. Analisis tanah dilakukan untuk me-
ngetahui sifat fisik dan kimia tanah. Data
lainnya akan diklasifikasi, ditabulasi, dan
dianalisis secara deskriptif.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada penelitian ini dilakukan studi
ekologi terhadap 6 jenis tumbuhan obat
hutan asli Kalimantan. Jenis-jenis terse-
but adalah Eurycoma longifolia dan Qu-
assia indica (suku Simaroubaceae), Fib-
raurea tinctoria dan Coscinium fenestra-
tum (suku Menispermaceae) serta Luvu-
nga eleutheandra dan Luvunga motleyii
(suku Rutaceae).
A. Kondisi Vegetasi pada Habitat
Tumbuhan Obat Hutan
Berdasarkan jumlah jenis yang terda-
pat dalam setiap suku maka vegetasi pada
habitat tumbuhan obat hutan di Hutan
Lindung Sungai Wain didominasi oleh
suku Euphorbiaceae (20 jenis), kemudian
diikuti oleh Myristicaceae (14 jenis),
Dipterocarpaceae (12 jenis), Lauraceae (8
jenis), dan Moraceae (8 jenis) (Gambar
2). Pada habitat tumbuhan obat hutan di-
temukan 151 jenis pohon dari 92 marga
dan 44 suku. Jumlah ini hampir setengah
dari jumlah yang dilaporkan pada pene-
litian sebelumnya. Sidiyasa (2001) mela-
porkan bahwa pada luas plot 3,6 ha di-
temukan 385 jenis tumbuhan dari 143
marga dan 49 suku.
Berdasarkan marganya, Macaranga
mendominasi habitat tumbuhan obat di
Hutan Lindung Sungai Wain. Sidiyasa (2001)

0
5
10
15
20
Jumlah
spesies
(Number of
species )
Suku (Family )
Dipterocarpaceae
Euphorbiaceae
Lauraceae
Moraceae
Myristicaceae
Gambar (Figure) 2. Jumlah jenis dari setiap suku yang mendominasi tegakan berdasarkan jumlah jenis yang
ada didalamnya (Number of species of each dominant family based on the number of
species )
Aspek Ekologi Tumbuhan Obat Hutan(Noorhidayah dan Kade Sidiyasa)
527
pada kawasan hutan yang sama menemu-
kan marga Baccaurea, Aporosa, dan
Cleistanthus lebih dominan dibandingkan
marga lainnya dari suku Euphorbiaceae.
Berdasarkan pengamatan di lapangan,
pada setiap petak pengamatan E. longi-
folia selalu ditemukan adanya bangkirai
(Shorea laevis), bahkan pada satu petak
pengamatan vegetasinya didominasi oleh
jenis ini. Hal ini menujukkan adanya in-
dikasi asosiasi yang positif antara kedua
jenis ini. Selain itu, juga dapat menjadi
indikasi adanya kesamaan tempat tumbuh
antara S. laevis dan E. longifolia. Akan
tetapi hal ini perlu diteliti lebih lanjut.
Dengan demikian, keberadaan S. laevis
dapat menjadi ciri bagi habitat E. lo-
ngifolia. Dalam pemilihan lokasi untuk
pengembangan E. longifolia untuk tujuan
konservasi dapat dilakukan bersamaan
dengan upaya konservasi jenis S. laevis.
B. Tutupan Tajuk dan Tipe Vegetasi pada
Habitat Tumbuhan Obat Hutan
Enam jenis tumbuhan obat yang di-
teliti memiliki tempat tumbuh dengan
kondisi tutupan tajuk hutan yang hampir
sama, yakni pada tutupan hutan yang ter-
buka, agak terbuka, dan hutan lebat. Se-
dangkan tipe vegetasinya agak berbeda
antara satu jenis dengan jenis lainnya.
Eurycoma longifolia dapat ditemukan
pada tutupan hutan yang terbuka dengan
vegetasi bawah rapat hingga pada hutan
lebat. Pada beberapa lokasi jenis ini dite-
mukan pada tutupan hutan yang agak ter-
buka akibat adanya pohon besar yang
tumbang. Akan tetapi jenis ini lebih ba-
nyak ditemukan pada tutupan hutan agak
terbuka. Memperhatikan komunitas hu-
tannya, E. longifolia ditemukan pada hu-
tan primer dan hutan primer terganggu di
tepi sungai. Hal ini memberikan gambar-
an bahwa jenis ini masih dapat tumbuh
pada komunitas hutan yang terganggu.
Berdasarkan koleksi herbariumnya yang
disimpan di Herbarium Wanariset, di Ka-
limantan E. longifolia ditemukan pada
hutan primer, hutan sekunder, hutan bekas
tebangan. Purwaningsih (1994) menye-
butkan bahwa jenis ini menyukai tempat
yang kering dan agak terbuka.
Tumbuhan obat dari suku Simarouba-
ceae lainnya, yakni Q. indica selalu dite-
mukan pada daerah berair atau di sekitar-
nnya. Jenis ini ditemukan pada komuni-
tas hutan yang sewaktu-waktu tergenang
air atau bahkan selalu tergenang air de-
ngan tutupan hutan yang agak terbuka.
Memperhatikan koleksi herbarium yang
ada, di Kalimantan Q. indica tumbuh pa-
da lokasi yang sangat basah, hutan rivari-
an, hutan rawa, hutan dipterocarpaceae
dataran rendah, pada hutan sekunder dan
primer. Nooteboom (1962) menyebutkan
bahwa Q. indica menyukai tempat tum-
buh yang basah di dataran rendah, terka-
dang pada lokasi yang secara periodik terge-
nang air seperti pada hutan bakau dan rawa.
Fibraurea tinctoria ditemukan pada
tutupan hutan yang terbuka, baik pada
hutan sekunder maupun bekas kebun bu-
ah yang telah ditinggalkan. Jenis ini ti-
dak dijumpai pada hutan yang tutupan ta-
juknya lebat. Forman (1986) menyebut-
kan bahwa di Malaya F. tinctoria dite-
mukan pada hutan primer dataran rendah,
hutan bambu yang rapat, hutan sekunder,
dan hutan terganggu, sepanjang aliran su-
ngai dan di pantai berbatu. Sementara C.
fenestratum yang juga dari suku Meni-
spermaceae masih ditemukan pada hutan
lebat. Jenis ini disebutkan dapat dijumpai
pada hutan primer dataran rendah (Forman,
1986; Lemmens and Bunyaprahatsara, 2003).
Luvunga eleutheandra dan L. motleyii
memiliki habitat dengan komunitas hu-
tan yang hampir serupa yakni di daerah
rawa atau tepi sungai pada hutan sekun-
der tua. Berdasarkan koleksi herbarium-
nya yang disimpan di Herbarium Wanari-
set, Luvunga spp. ditemukan di daerah
sepanjang sungai, anak sungai atau aliran air.
C. Ketinggian Tempat dan Kelerengan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
6 jenis tumbuhan obat ditemukan pada
ketinggian tempat dan kelerengan yang
berbeda-beda. Ketinggian tempat dan kele-
rengan pada habitat tumbuhan obat di HLSW
disajikan pada Gambar 3.
Info Hutan Vol. IV No. 6 : 523-531, 2007
528
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
Ketinggian (Altitude ) (m)
K
e
l
e
r
e
n
g
a
n

(
S
l
o
p
e
)

(
%
)
E. longifolia Q. indica F. tinctoria C. fenestratum L. eleutheandra L. motleyii
Gambar (Figure) 3. Ketinggian tempat dan kelerengan pada habitat tumbuhan obat hutan di HLSW (altitude
and slope of forest medicinal plant habitats of Sungai Wain Protection Forest)
Gambar 3 menunjukkan bahwa seba-
gian besar jenis tumbuhan obat yang di-
teliti ditemukan pada ketinggian 5 hingga
50 m dpl, kecuali E. longifolia, jenis ini
dapat ditemukan hingga pada ketinggian
90 m dpl dan merupakan jenis yang me-
miliki habitat dengan kisaran ketinggian
tempat terbesar ( 5-90 m dpl.).
Gambar 3 juga menjelaskan bahwa
kondisi kelerengan pada habitat tumbuh-
an obat relatif seragam, yakni sebagian
besar memiliki kelerengan menengah an-
tara 5-20 %. Tiga jenis tumbuhan obat
hutan (E. longifolia dan dua jenis Luvu-
nga) ditemukan pada lokasi datar hingga
curam. Bahkan E. longifolia selalu dite-
mukan pada daerah lereng dan punggung
bukit. Dua jenis tumbuhan suku Meni-
spermaceae ditemukan pada habitat de-
ngan topografi datar hingga kelerengan
kurang dari 20 %. Sedangkan Q. indica
hanya ditemukan pada lokasi yang datar.

D. Suhu dan Kelembaban
Suhu dan kelembaban merupakan sa-
lah satu faktor penting yang mempengaruhi
pertumbuhan tanaman. Jenis-jenis tum-
buhan obat hutan ditemukan pada kondisi
habitat dengan suhu antara 25-30 C de-
ngan kelembaban udara antara 68-84 %.
F. tinctoria memiliki kisaran suhu paling
besar (25-30 C). C. fenestratum memi-
liki habitat dengan kisaran suhu dan ke-
lembaban paling kecil, yakni 29-30 C
untuk suhu dan kelembaban antara 78-83
%. Sementara itu, L. motleyii memiliki
habitat dengan kisaran kelembaban pa-
ling besar, yakni antara 68-83 %. E. lo-
ngifolia dapat tumbuh pada kisaran suhu
antara 20-30C (www.ecoport.org, 2006).
Pada habitatnya di HLSW, E. longifolia
ditemukan pada kisaran suhu antara 27-
30 C saja.
E. Sifat Fisik dan Kimia Tanah
Faktor tanah (edafis) dapat mempe-
ngaruhi pertumbuhan tanaman. Suatu je-
nis tumbuhan akan dapat tumbuh dengan
baik pada kondisi edafis yang sesuai.
Tumbuhan obat hutan ditemukan pada
habitat dengan sifat fisik dan kimia tanah
seperti disajikan pada Tabel 1.
Aspek Ekologi Tumbuhan Obat Hutan(Noorhidayah dan Kade Sidiyasa)
529
Tabel (Table) 1. Sifat fisik dan kimia tanah pada habitat tumbuhan obat hutan di HLSW (Physical and
chemical properties of soils of forest medicinal plant habitat in Sungai Wain Protection
Forest)
Tumbuhan obat hutan (Forest medicinal plant) Sifat fisik & kimia
(Physical & chemistry
properties
Eurycoma
longifolia
Quassia
indica
Fibraurea
tinctoria
Coscinium
fenestratum
Luvunga
eleutheandra
Luvunga
motleyii
Tekstur (Texture)
Pasir (Sand) (%) 51,3 37,8 42,7 38 32 44,7
Debu (Silt) (%) 28,8 37,3 33,1 37,4 41 32,86
Liat (Clay) (%) 19,9 24,8 22,6 24,4 27 20,86
pH
H2O 4,2 4,2 4,3 4,3 4,2 4,1
KCl 3,6 3,8 3,7 3,7 3,7 3,7
Bahan organik (Organic properties)
C (%) 1,3 1,89 1,48 1,07 1,26 1,13
N (%) 0,1 0,14 0,16 0,07 0,09 0,08
P tersedia (Available P)
(ppm)
9,8 5,3 6,21 6,2 5,72 5,9
K tersedia (Available K)
(ppm)
65,6 71,3 69 70,8 68 58,93
KTK (Cation excange
capacity) (cmol(
+
)/kg)
7,27 9,16 8,41 8,16 8,6 6,85
AL
+++
(cmol(
+
)/kg) 3,32 3,18 3,21 3,66 4,07 3,32
H
+
(cmol(
+
)/kg) 0,51 0,58 0,49 0,51 0,58 0,5
Pada Tabel 1 diketahui bahwa pada
habitat lima jenis tumbuhan obat hutan
selain L. eleutheandra, didominasi oleh
fraksi pasir. Sedangkan pada habitat L.
eleutheandra didominasi oleh fraksi de-
bu. Tekstur tanah menunjukkan tingkat
kekasaran dan kehalusan tanah yang di-
tentukan berdasarkan butir penyusunnya.
Liat merupakan bahan tanah dengan
ukuran terhalus, lebih halus daripada de-
bu dan pasir (Pratiwi, 2002). Dengan de-
mikian L. eleutheandra memerlukan ta-
nah yang lebih halus teksturnya jika di-
bandingkan dengan jenis tumbuhan obat
lainnya.
Habitat keenam jenis tumbuhan obat
hutan memiliki pH yang rendah (asam),
padahal pH penting untuk menentukan
mudah tidaknya unsur-unsur hara diserap
tumbuhan. Di samping itu nilai pH ini
menunjukkan adanya kemungkinan unsur-
unsur beracun dan mempengaruhi per-
kembangan mikro organisme tanah (Pra-
tiwi, 2002). Kondisi bahan organik tanah
(C dan N) pada habitat semua jenis juga
tergolong rendah. Bahan organik terse-
but berpengaruh positif terhadap terben-
tuknya sifat fisik tanah yang baik (Baver,
1956 dalam Adalina et al., 1997) dan
memberikan sumbangan terhadap nilai
kapasitas tukar kation (Buckman dan
Brady, 1960 dalam Adalina et al., 1997).
Kandungan fospor tersedia di tanah sa-
ngat rendah. Hal ini umum terjadi pada
tanah-tanah hutan karena unsur tersebut
diambil oleh tumbuhan dan mikro-
organisme yang ada di atasnya. KTK ta-
nah pada habitat tumbuhan obat memiliki
nilai yang kecil menunjukkan bahwa
tingkat kesuburan tanah yang rendah. Ta-
nah dengan KTK rendah memiliki ke-
mampuan menyerap dan menyediakan
unsur hara yang lebih rendah (Pratiwi,
2002). Akibat konsentrasi Al
3+
dan H
+
yang rendah maka tidak menjadi toksit
bagi perakaran dan menghambat pertum-
buhan tanaman.
Informasi yang lengkap mengenai as-
pek ekologi tumbuhan obat hutan akan
sangat membantu upaya konservasinya di
luar habitat aslinya. Lee (2004), menge-
mukakan bahwa penanaman jenis-jenis
tumbuhan obat hutan sangat diperlukan
dan untuk itu diperlukan informasi habi-
tatnya. Khusus untuk jenis E. longifolia,
sudah menjadi kebutuhan yang serius
Info Hutan Vol. IV No. 6 : 523-531, 2007
530
untuk mengkonservasinya di seluruh ne-
gara Asia Tenggara (www.ecoport.org,
2006). Hasil penelitian ini telah membe-
rikan gambaran mengenai beberapa aspek
ekologi dari enam jenis tumbuhan obat
hutan di HLSW.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Kondisi vegetasi pada tempat tumbuh
tumbuhan obat hutan di Hutan Lindung
Sungai Wain didominasi oleh jenis-jenis
pohon suku Euphorbiaceae, baik pada ta-
nah yang kering, sekitar air, maupun
yang selalu atau sewaktu-waktu terge-
nang air. Jenis-jenis tumbuhan obat
umumnya ditemukan pada topografi de-
ngan kelerengan sedang (5-10 %) pada
dataran rendah (ketinggian 5-90 m dpl.),
dengan suhu antara 25-30 C dan kelem-
baban udara antara 68-84 %. Tanah pada
habitat tumbuhan obat merupakan tanah
hutan yang tidak subur dengan dominasi
fraksi pasir, tingkat keasaman tinggi, ka-
dar bahan organik dan nilai KTK yang
rendah namun tidak beracun terhadap
perakaran.
B. Saran
Perlu dilakukan penelitian lanjutan
mengenai habitat tumbuhan obat hutan
secara menyeluruh, terutama mencari ke-
terkaitan antar jenis tumbuhan obat dalam
komunitas habitatnya, sebagai indikator
keberadaan populasi dan sebaran tum-
buhan obat mengingat hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa ada jenis yang ha-
nya ditemukan pada kelerengan tertentu
dan jenis lainnya hanya ditemukan pada
lokasi datar saja.
DAFTAR PUSTAKA
Adalina, Y., I. Purwanto dan I. Anggra-
eni. 1997. Kondisi Hara Tanah di
Bawah Tegakan Eucalyptus uro-
phylla dan Pinus merkusii pada
Tipe Tanah Entisol di Aek Nauli,
Sumatra Utara. Buletin Penelitian
Hutan 608 : 51-60.
Balai Taman Nasional Kutai. 1997. La-
poran Hasil Pengkajian, Pengem-
bangan dan Pemanfaatan Tumbuh-
an Obat di Mentoko Taman Nasio-
nal Kutai. Balai Taman Nasional
Kutai. Bontang.
Caniogo, I. dan S. F. Siebert. 1998. Me-
dicinal Plant Ecology, Knowledge
and Conservation In Kalimantan,
Indonesia. Economic Botany 52
(3): 299-250.
Forman, L. L. 1986. Menispermaceae.
Flora Malesiana Series I Sperma-
tophyta Flowering Plants 10 (2) :
157-253.
Gunawan, H. 2003. Konservasi Jenis
Flora di Indonesia Masih Dipan-
dang Sebelah Mata? EBONI (9) :
25-39.
Guntavid, J. P., L. C. J. Julaihi and Su-
pardiyono. 1997. Ethnobotany da-
lam ITTO Borneo Biodiversity Ex-
pedition 1997 Scientific Report
(Eds. Kuswanda, M. P. Chai & I.
N. S. Jaya) Collaboration between
the Governments of Indonesia &
Malaysia & International Tropical
Timber Organization (ITTO). Yo-
kohama.
Ilona, M. 2003. Analisis, Identifikasi dan
Karakteristik Tumbuhan Obat di
Hutan Pendidikan Hampangen Uni-
versitas Palangkaraya Kalimantan
Tengah. (Tesis) Program Pasca-
sarjana Universitas Mulawarman.
Samarinda.
Leaman, D. J., R. Yusuf dan H. Sangat-
Roemantyo. 1991. Kenyah Dayak
Forest Medicines. World Wide
Fund for Nature Indonesia Pro-
gramme. Jakarta.
Leakey, R.R.B. and A. C. Newton. 1994.
Domestication of Tropical Trees for
Timber and non-Timber Products.
United Nations Educational, Scien-
tific and Cultural Organization.
Paris.
Aspek Ekologi Tumbuhan Obat Hutan(Noorhidayah dan Kade Sidiyasa)
531
Lee, H. S. 2004. Introducting the Culti-
vation of Medicinal Plants and Wild
Fruits in Forest Rehabilitation Ope-
rations on Former Shiffting Culti-
vation Sites in Serawak. www.
cseas.kyoto-u.ac.jp
Lemmens, R. H. M. J. and N. Bunyapra-
phatsara. 2003. Plant Resources of
South-East Asia 12 (3) Medicinal
and Poisonous Plants 3. Prosea.
Bogor.
Noorhidayah dan I. Hajar. 2004. Keane-
karagaman Tumbuhan Berkhasiat
Obat Sepanjang Boardwalk Sang-
kima Taman Nasional Kutai Kali-
mantan Timur. Jurnal Ilmiah Kehu-
tanan Rimba Kalimantan 9 (2) : 40-
46.
Noorhidayah dan K. Sidiyasa. 2005. Ke-
anekaragaman Tumbuhan Berkha-
siat Obat di Taman Nasional Kutai,
Kalimantan Timur. Jurnal Analisis
Kebijakan Kehutanan 2 (2) : 115-128.
Nooteboom, H. P. 1962. Simaroubaceae.
Flora Malesiana Series I Sperma-
tophyta Flowering Plants 6 (2) :
193-206.
Pratiwi. 2002. Teknik Pengambilan Con-
toh Tanah di Bidang Kehutanan.
Info Hutan 150 : 1-14.
Purwaningsih. 1994. Populasi Pasak Bu-
mi (Eurycoma longifolia Jack) di
Hutan Primer Lalut Birai-Long Ala-
ngo, Kalimanntan Timur. Prosiding
Simposium Penelitian Bahan Obat
Alami VIII. Bogor, 24-25 Novem-
ber 1994. Perhimpunan Peneliti
Bahan Obat Alami (Perhipba) &
Balai Penelitian Tanaman Rempah
& Obat (Balittro).
Rahayu, Y. D. 2005. Kajian Potensi
Tumbuhan Obat di Kawasan Mali-
nau Research Forest (MRF) CIFOR
Kabupaten Malinau Kalimantan Ti-
mur. (Tesis) Program Pascasarjana
Universitas Mulawarman. Samarinda.
Sidiyasa, K. 1995. Beberapa Aspek Eko-
logi Diospyros celebica Bakh. di
Sausu dan Sekitarnya, Sulawesi Te-
ngah. Buletin Penelitian Hutan
566: 15-26.
Sidiyasa, K. 2001. Tree Diversity in the
Rain Forest of Kalimantan dalam
The Balance Between Biodiversity
Conservation and Sustainable Use
of Tropical Rain Forest. (Eds. Hil-
legers, P. J. M & H. H. de Iongh).
The Tropenbos Foundation. Wage-
ningan.
www.ecoport.org. 2006. Diakses tanggal
6 November 2006.
Zuhud, E. A. M., Ekarelawan dan S. Ris-
wan. 1994. Hutan Tropika Indo-
nesia sebagai Sumber Keanekara-
gaman Plasma Nutfah Tumbuhan
Obat dalam Pelestarian Pemanfaat-
an Keanekaragaman Tumbuhan
Obat Hutan Tropika Indonesia (Eds.
Zuhud, E. A. M. & Haryanto). Ju-
rusan Konservasi Sumberdaya Hu-
tan Fakultas Kehutanan IPB &
Lembaga Alam Tropika Indonesia
(LATIN). Bogor.

You might also like