You are on page 1of 11

DEMOKRASI PADA MASA ORDE LAMA (1950-1959)

Pada zaman orde lama di bawah kepemimpinan Bung Karno, saat itu Indonesia baru menunjukkan
eksistensinya sebagai negara yang merdeka, negara yang berdaulat, dan negara yang baru saja
merasakan nikmatnya sebuah kebebasan. Dengan semangat kemerdekaan itulah Indonesia setapak
demi setapak namun pasti menuju ke arah kemajuan.
Pada masa orde lama ada dua pelaksanaan :
1. Masa demokrasi liberal
2. Masa demokrasi terpimpin
1. Masa demokrasi liberal
Demokrasi yang dipakai adalah demokrasi parlementer atau demokrasi liberal. Demokrasi pada
masa itu telah dinilai gagal dalam menjamin stabilitas politik. Ketegangan politik demokrasi
liberal atau parlementer disebabkan hal-hal sebagai berikut:
1. Dominanya politik aliran maksudnya partai politik yang sangat mementingkan kelompok
atau alirannya sendiri dari pada mengutamakan kepentingan bangsa
2. Landasan sosial ekonomi rakyat yang masih rendah
3. Tidka mampunya para anggota konstituante bersidang dalam mennetukan dasar negara.
Presiden sukarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang berisi 3 keputusan yaitu:
1) Menetapkan pembubaran konstituante
2) Menetapkan UUD 1945 berlaku kembali sebagai konstitusi negara dan tidak berlakunya
UUDS 1950
3) Pembentukan MPRS dan DPRS
Dengan turunnya dekrit presiden berakhirlan masa demokrasi parlementer atau demokrasi
liberal.
2. Masa demokrasi terpimpin
Demokrasi terpimpin adalah sebuah demokrasi yang sempat ada di Indonesia, yang seluruh
keputusan serta pemikiran berpusat pada pemimpinnya saja. Menurut Ketetapan MPRS no.
XVIII/MPRS /1965 demokrasi terpimpin adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksamaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Demokrasi terpimpin merupakan kebalikan
dari demokrasi liberal dalam kenyataannya demokrasi yang dijalankan Presiden Soekarno
menyimpang dari prinsip-prinsip negara demokrasi.

Penyimpanyan tersebut antara lain:
1. Kaburnya sistem kepartaian dan lemahnya peranan partai politik
2. Peranan parlemen yang lemah
3. Jaminan hak-hak dasar warga negara masih lemah
4. Terjadinya sentralisasi kekuasaan pada hubungan antara pusat dan daerah
5. Terbatasnya kebebasan pers sehingga banyak media masa yang tidak dijinkan terbit.


Pada bulan 5 Juli 1959 parlemen dibubarkan dan Presiden Sukarno menetapkan konstitusi di
bawah dekrit presiden. Soekarno juga membubarkan Konstituante yang ditugasi untuk menyusun
Undang-Undang Dasar yang baru, dan sebaliknya menyatakan diberlakukannya kembali
Undang-Undang Dasar 1945, dengan semboyan "Kembali ke UUD' 45". Soekarno memperkuat
tangan Angkatan Bersenjata dengan mengangkat para jendral militer ke posisi-posisi yang
penting.

PKI menyambut "Demokrasi Terpimpin" Sukarno dengan hangat dan anggapan bahwa PKI
mempunyai mandat untuk persekutuan Konsepsi yaitu antara nasionalisme, agama (Islam) dan
komunisme yang dinamakan NASAKOM.

Antara tahun 1959 dan tahun 1965, Amerika Serikat memberikan 64 juta dollar dalam bentuk
bantuan militer untuk jendral-jendral militer Indonesia. Menurut laporan di "Suara Pemuda
Indonesia": Sebelum akhir tahun 1960, Amerika Serikat telah melengkapi 43 batalyon angkatan
bersenjata. Tiap tahun AS melatih perwira-perwira militer sayap kanan. Di antara tahun 1956
dan 1959, lebih dari 200 perwira tingkatan tinggi telah dilatih di AS, dan ratusan perwira
angkatan rendah terlatih setiap tahun. Kepala Badan untuk Pembangunan Internasional di
Amerika pernah sekali mengatakan bahwa bantuan AS, tentu saja, bukan untuk mendukung
Sukarno dan bahwa AS telah melatih sejumlah besar perwira-perwira angkatan bersenjata dan
orang sipil yang mau membentuk kesatuan militer untuk membuat Indonesia sebuah "negara
bebas".

Di tahun 1962, perebutan Irian Barat secara militer oleh Indonesia mendapat dukungan penuh
dari kepemimpinan PKI, mereka juga mendukung penekanan terhadap perlawanan penduduk
adat.

Era "Demokrasi Terpimpin", yaitu kolaborasi antara kepemimpinan PKI dan kaum borjuis
nasional dalam menekan pergerakan-pergerakan independen kaum buruh dan petani, gagal
memecahkan masalah-masalah politis dan ekonomi yang mendesak. Pendapatan ekspor
menurun, cadangan devisa menurun, inflasi terus menaik dan korupsi birokrat dan militer
menjadi wabah.
Akhirnya dari demokrasi terpimpin memuncak dengan adanya pemberontakan G 30 S / PKI pada
tanggal 30 September 1965. Demokrasi terpimpin berakhir karena kegagalan presiden Soekarno
dalam mempertahankan keseimbangan antara kekuatan yang ada yaitu PKI dan militer yang
sama-sama berpengaruh. PKI ingin membentuk angkatan kelima sedangkan militer tidak
menyetujuinya. Akhir dari demokrasi terpimpin ditandai dengan dikeluarkannya surat perintah
11 Maret 1966 dari Presiden Soekarno kepada Jenderal Soeharto untuk mengatasi keadaan.
Pada era orde lama (1955-1961), situasi negara Indonesia diwarnai oleh berbagai macam
kemelut ditngkat elit pemerintahan sendiri. Situasi kacau (chaos) dan persaingan diantara elit
politik dan militer akhirnya memuncak pada peristiwa pembenuhan 6 jenderal pada 1 Oktober
1965 yang kemudian diikuti dengan dengan krisi politik dan kekacauan sosial. Pada massa ini
persoalan hak asasi manusia tidak memperoleh perhatian berarti, bahkan cenderung semakin jauh
dari harapan.
Unsur-unsur Penegakan Dremokrasi
1. Negara hukum
2. Masyarakat madani
3. Infrastruktur politik (parpol, kelompok gerakan, kelompok kepentingan, kelompok
penekan)
4. Pers yang bebas dan bertanggung jawab
Ciri-ciri sistem pemerintahan parlementer
1. Kekuasaan legislatif lebih kuat dari pada kekuatan ekspekutif
2. Meteri-menteri (kabinet) harus mempertanggungjawabkan tindakan kepada DPR
3. Program kebijaksanaan kabinet harus disesuaikan dengan tujuan politik sebagian anggota
parlemen
Politik Luar Negeri Masa Orde Baru
Menyebut Gerakan Tiga Puluh September (G-30-S), tanpa menyertakan nama Partai Komunis
Indonesia (PKI), rupanya selalu membuat gatal telinga sastrawan Taufik Ismail. Atas
desakkannya (dan tentunya segolongan orang semacam beliau), Departemen Pendidikan
Nasional membatalkan kurikulum pengajaran sejarah tahun 2004 dan menarik buku-buku
pelajaran sejarah. Taufik Ismail dikabarkan juga, telah menerbitkan sebuah buku yang isinya
diperkirakan membeberkan dosa-dosa komunisme.
Belakangan, Nurmahmudi Ismail, walikota Depok, ikut serta dalam gerakan ini. Ia memelopori
pembakaran buku-buku sejarah tersebut di wilayahnya.
Langkah-langkah politik yang dilakukan Taufik Ismail, Nurmahmudi Ismail, Bambang Soedibyo
dan ratusan nama birokrat Kejaksaan Agung dan Pemerintah Daerah yang melakukan tindakan
yang sama, menunjukkan sebuah reaksi balik atas upaya pelurusan sejarah yang dilakukan oleh
beberapa orang di kalangan ahli sejarah. Bahkan, seorang pejabat Departemen Pendidikan
Nasional, diperiksa dengan tuduhan kriminal karena menggelapkan kata PKI dari buku
sejarah.
Rangkaian peristiwa tersebut menjadi penting untuk dibahas kembali pada bulan Oktober ini.
Bukan hanya karena jumlah korban yang jatuh dalam pembantaian massal setelah 1 Oktober
1965. Ataupun membahas pelurusan sejarah dan topik seputar siapa yang salah dan benar dalam
tanggal itu. Lebih dari itu, karena signifikansi dari reaksi yang muncul terhadap upaya pelurusan
sejarah 1965. Mengapa begitu keras reaksi tersebut, di saat sudah berpuluh-puluh tahun
ancaman komunisme tidak kunjung terbukti di berbagai belahan dunia? Mengapa sebuah versi
sejarah yang relatif netral terhadap pihak-pihak yang berkonflik pada 1965, yang seharusnya
menjadi versi ideal bagi sebuah negara yang menyatakan dirinya netral terhadap kepentingan-
kepentingan SARA, malah diberangus?
Untuk menjawab pertanyaan- pertanyaan tadi, ada baiknya bersama-sama kita mengulas
beberapa fakta geopolitik yang terjadi setelah 1965, dalam konteks Perang Dingin maupun dalam
konteks pertarungan antar kelas-kelas sosial dan antar kelompok-kelompok politik di Indonesia.
















DEMOKRASI PADA MASA ORDE BARU
Bersamaan dengan itu, maka lahirlah orde lain sebagai penerus perjuangan. Orde ini tak lain
adalah orde baru yang dipimpin oleh presiden Suharto. Orde ini berlangsung dalam rentang
waktu yang cukup lama, yaitu kurang lebih 32 tahun. Pada awalnya cukup demokratis, tapi itu
hanya berjalan sementara saja. Banyak orang yang bersikap kritis ditangkap kemudian dipenjara.
Tak jarang terjadi penculikan-penculikan terhadap sejumlah tokoh pergerakan. Bahkan seluruh
gerakan mahasiswa diberangus karena dinilai mengganggu stabilitas negara. Pemberangusan itu
ternyata tidak membuat mereka putus asa. Mereka terus berusaha walaupun secara diam-diam.
Dan pada akhir 1990-an, ketika Indonesia mulai didera krisis, para generasi muda dari kalangan
mahasiswa itu kembali melakukan berbagai gerakan menuntut pertanggung jawaban terhadap
rezim orde baru. Namun, gerakan-gerakan yang mereka lakukan tidak serta-merta berhasil, baru
pada tahun 1998, mereka berhasil menumbangkan penguasa orde baru yang dikenal sebagai
penguasa diktator dan korup.

Walaupun demikian, sebenarnya pada masa orde baru, kalau dilihat dari segi fisik, Indonesia
sangat berkembang dan maju. Di berbagai tempat -terutama di kota-kota besar- bangunan-
bangunan besar dan mewah didirikan. Tapi kalau ditinjau dari segi politik, semakin menurun.
Karena trias politika sebagai lembaga-lembaga tertinggi negara, yang berfungsi hanya lembaga
eksekutif saja, sementara dua lembaga lainnya, baik itu lembaga legistatif dan yudikatif kurang
atau bahkan tidak berfungsi sama sekali. Kedua lembaga ini tunduk di bawah lembaga eksekutif.
Keduanya tak lebih hanyalah sebagai robot yang gerak-geriknya diatur oleh lembaga eksekutif.
Demikian juga dari segi ekonomi, selama orde baru berkuasa, kurang berkembang, bahkan
mengalami krisis yang berkepanjangan.
Periode Demokrasi Pancasila tahun 1966-1998 (Orde Baru)
Penelaahan terhadap demokrasi pancasila tentu tidak dapat bersifat final di sini, karena
masih terus berjalan dan berproses. Praktek-praktek demokrasi pancasila masih mungkin
berkembang dan berubah, atau mungkin belum merupakan bentuk hasil proses yang optimal,
sebagai prestasi system politik di Indonesia. Di sana sini dengan jelas dapat diamati seolah-olah
apa yang terjadi pada periode yang lampau berulang kembali dalam system demokrasi pancasila
yang masih mencari bentuk ini. Di sana-sini pula akan terjadi penyesuaian sejalan dengan
perubahan dan kondisi yang mengitarinya.
Dalam demokrasi pancasila sampai dewasa ini penyaluran berbagai tuntutan yang hidup
didalam masyarakat menunjukkan adanya keseimbangan. Pada awal pelaksanaannya system ini
dilakukan penyederhanaan system kepartaian. Kemudian muncullah satu kekuatan yang
dominant yaitu golongan karya (Golkar) dan ABRI. Pemilu berjalan secara periodic sesuai
dengan mekanisme, meskipun di sana-sini masih banyak kekurangan dan masih diwarnai adanya
intrik-intrik politik tertentu.
Pada awal pemerintahan orde baru partai politik dan media massa di beri kebebasan untuk
melancarkan kritik dengan mengungkapkan realita di dalam masyarakat. Namun sejak
dibentuknya format yang baru dituangkan dalam UU No. 15 tahun 1969 tentang Pemilu dan UU
No. 16 tahun 1969 tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, dan DPRD menggiring
masyarakat Indonesia kea rah otoritarian. Dalam undang-undang tersebut dinyatakan bahwa
pengisian seperti anggota MPR dan seperlima anggota DPR dilakukan melalui pengangkatan
secara langsung oleh Presiden tanpa melalui Pemilu. Hal ini dimaksudkan agar terjadi stabilitas
politik yang pada gilirannya akan menciptakan stabilitas keamanan sebagai prasyarat untuk
melaksanakan pembangunan ekonomi yang tidak ditangani secara serius pada masa demokrasi
terpimpin.
Kemenangan Golkar pada pemilu tahun 1971 mengurangi oposisi terhadap pemerintah di
kalangan sipil, karena golkar sangat dominant, sementara partai-partai lain berada di bawah
control pemerintah. Kemenangan Golkar ini mengantarkan Golkar menjadi partai hegemonic
yang kemudian bersama ABRI dan birokrasi menjadikan dirinya sebagai tumpuan utama rezim
orde baru untuk mendominasi semua proses social dan politik.
Pada tahun 1973 pemerintah melaksanakan penggabungan sembilan partai peserta pemilu
tahun 1971 menjadi dua partai. Partai-partai yang berhaluan Islam menjadi partai persatuan
pembangunan (PPP) dan partai-partai nasionalis dan Kristen melebur ke dalam partai Demokrasi
Indonesia (PDI). Penggabungan partai ini mengakibatkan merosotnya perolehan suara kedua
partai pada pemilu tahun 1977, sementara Golkar mendominasi perolehan suara, dominasi golkar
terus berjlanjut hingga kemenangan terbesarnya pada pemilu 1997.
Selama orde baru, pilar-pilar demokrasi seperti partai politik, lembaga perwakilan rakyat,
dan media massa berada pada kondisi lemah dan selalu dibayangi oleh mekanisme reccal,
sementara partai politik tidak mempunyai otonomi internal. Media massa selalu dibayang-
bayangi pencabutan surat izin usaha penerbitan pers (SIUPP). Sedangkan rakyat tidak
diperkenankan menyelenggarakan aktivitas social politik tanpa izin dari pemerintah. Praktis
tidak muncul kekuatan civil society yang mampu melakukan control dan menjadi kekuatan
penyeimbang bagi kekuasaan pemerintah yang sangat dominant. Praktis demokrasi pancasila
pada masa ini tidak berjalan sesuai dengan yang dicita-citakan, bahkan cenderung ke arah
otoriatianisme atau kediktatoran.
Kegagalan tiga partai besar dalam perannya sebagai lembaga control terhadap jalannya
pemerintahan dan tidak berfungsinya check and balance, akibat terpolanya politik kompromistis
dari elite politik, akhirnya demoktrasi yang sebenarnya tidak jalan. Demokrasi menjadi semu.
DPR tidak mencerminkan wakil rakyat yang sesungguhnya. Terjadi kolusi, korupsi, dan
nepotisme di segala bidang kehidupan, karena kekuasaan cenderung ke arah oligarki. Hal ini
mengakibatkan terjadinya krisis kepercayaan, menghancurkan nilai-nilai kejujuran, keadilan,
etika politik, moral, hukum dasar-dasar demokrasi dan sendi-sendi keagamaan. Khususnya di
bidang politik direspon oleh masyarakat melalui kelompok-kelompok penekan (pressure group)
yang mengadakan berbagai macam unjuk rasa yang dipelopori oleh para pelajar, mahasiswa,
dosen, dan praktisi, LSM dan politisi. Gelombang demontrasi yang menyuarakan reformasi
semakin kuat dan semakin meluas. Akhirnya Presiden Soeharto menyerahkan kekuasaan kepada
wakilnya B.J Habibie.












DEMOKRASI PADA MASA REFORMASI

Periode Demokrasi Pancasila tahun 1998 (Orde Reformasi)
Kebijaksanaan pemerintah pada periode reformasi memberi ruang gerak lebih luas terhadap
hak-hak untuk mengeluarkan pendapat dan berorganisasi baik organisasi kemasyarakatan
maupun organisasi politik. Organisasi kemasyarakatan dan partai-partai politik mulai tumbuh
bermunculan lagi. Legislative dan partai politik mulai memiliki keberanian untuk menyatakan
pendapatnya terhadap eksekutif, sehingga hubungan antara eksekutif dan legislative cenderung
lebih seimbang dan proporsional. Lembaga tertinggi Negara yaitu MPR berani mengambil
langkah-langkah politik melalui pelaksanaan siding tahunan dengan menuntut laporan kemajuan
kerja semua lembaga tinggi Negara dengan puncaknya mengamandemen UUD 1945.
Media diberi kebebasan dalam melakukan tugas jurnalistiknya secara proporsional tanpa
ada rasa ketakutan untuk dicabut SIUPP-nya. Wartawan diberi kebebasan membentuk organisasi
profesinya. Namun, kadang kala kita melihat adanya nuansa kebablasan dalam penggunaan
kebebasan tersebut. Para demonstran sering mengeluarkan kata-kata kotor dan menghina pihak
yang didemo, seolah pihak yang didemo tidak memiliki martabat dan harga diri. Masa kadang
kala bertindak melampaui batas hingga melanggar hukum. Media massa kadang kala
memberitakan dan menayangkan hal-hal yang tidak sesuai dengan norma kesusilaan dan
kesopnan.
Pembatasan jabatan presiden hanya dua kali jabatan dan dipilih oleh rakyat melalui melalui
pemilu. Dibentuknya dewan perwakilan rakyat daerah (DPD) untuk mengakomodasi aspirasi
daerah.
Dalam perjalanan era reformasi yang telah 8 (delapan tahun, arah, visi dan misi serta
agenda-agenda reformasi yang dicanangkan belum terpenuhi. Masih banyak tatanan politik,
ekonomi, hukum, pendidikan yang belum sesuai harapan masyarakat luas. Namun demikian,
energi reformasi dan pengawasan masyarakat yang menggiring berbagai perubahan social
diharapkan dapat membawa Indonesia menjadi Negara demokratis.
Dalam upaya pengembangan demokrasi pancasila pada dasarnya adalah bagaimana
mengikutsertakan seluruh komponen bangsa dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. Aturan permainan dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara diatur secara melembaga. Hal ini berarti
bawa keinginan-keinginan rakyat tersebut disalurkan baik melalui lembaga lembaga Negara
(suprastruktur) maupun melalui organisasi politik, organisasi kemasyarakatan dan lainnya
(infrastruktur).
Demokrasi pancasila tidak hanya dalam arti sempit yang meliputi demokrasi di bidang
pemerintahan atau politik saja, tetapi demokrasi dalam arti luas yang meliputi segala bidang
kehidupan baik politik, ekonomi, social.
Pemilu 2004 adalah pemilu pertama sejak Indonesia merdeka yang dilaksanakan secara
langsung, dalam arti masyarakat Indonesia dapat memilih Capres (Calon Presiden) dan Cawapres
(Calon Wakil Presiden) dan memilih anggota legislatif secara langsung. Peserta pemilu legislatif
tahun 2004 sebanyak 24 partai dan dimenangkan oleh Partai Golongan Karya, sedangkan peserta
Pilpres (Pemilihan Presiden) sebanyak 5 pasangan dan dimenangkan oleh pasangan SBY-JK
(Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla). Pemilu 2004 adalah salah satu contoh pelaksanaan
demokrasi di Indonesia pada era reformasi karena dilaksanakan secara bersih dan demokratis.

Melaksanakan kampanye terbuka pada tahun 2009, KPU memutuskan untuk mengadakan
Kampanye Terbuka, yang dimana para kompetitor mempunyai jadwal yang ketat dalam
berkampanye dalam waktu yang singkat Hal ini merupakan salah satu contoh pelaksanaan
demokrasi. Namur hal ini juga tidak lepas dari banyak kekurangan, seperti panitia dengan kinerja
buruk, cuaca tidak mendukung, para perusuh dari partai lain. Mestinya di dalam Kampanye
Terbuka, hal ini harus di HILANGKAN secara hermanen agar menciptakan demokrasi.

Semua golongan bisa menjadi caleg hanya dengan modal NEKAT dan BERANI, para
pengangguran yang biasa kerja free lance jadi tukang becak, satpam, tiba-tiba di panggil oleh
para anggota parpol agar menjadi CALEG, memang hal ini benar sesuai dengan demokrasi,
Namur apakah kita tidak kasihan dengan orang-orang yang sudah bersekolah mal ing ke
junjung S2, Namur slotnya di ambil orang-orang semacam itu?

Demonstrasi atau unjuk rasa diperbolehkan asal secara tertib, damai, dan tidak mengganggu
ketertiban umum. Perwakilan dari pendemo wajib melaporkan tentang jumlah anggota pendemo,
lokasi demonstrasi, atribut yang dipakai kepada pihak kepolisian sebelum unjuk rasa
dilaksanakan. Hal ini adalah salah satu contoh pelaksanaan demokrasi di era reformasi karena
kita tahu unjuk rasa adalah hal yang dilarang pada masa pemerintahan Orde Baru.

Pemilihan kepala daerah secara langsung mulai dilakukan pada masa pemerintahan sekarang
yaitu pemerintahan SBY, sebelumnya kepala daerah dipilih atau ditunjuk oleh Menteri Dalam
Negeri. Sekarang, masyarakat dapat memilih kepala daerahnya masing-masing seperti pemilihan
presiden secara langsung. Hal ini adalah salah satu contoh pelaksanaan demokrasi di era
reformasi karena dengan Pilkada secara langsung, kepala daerah yang terpilih adalah pilihan
rakyat bukan pemerintah.

Kebebasan pers media cetak maupun elektronik mulai timbul sejak lengsernya dinasti orde
baru, dalam hal ini pers dapat bebas berpendapat dan mengkritik kinerja pemerintah jika
kinerjanya buruk. Hal ini adalah salah satu contoh pelaksanaan demokrasi di era reformasi
karena pada masa Orde Baru, pers tidak mendapat kebebasan berpendapat dan dilarang
mengkritik kinerja pemerintah. Sebagai contoh, beberapa media cetak pada masa Orde Baru
ditutup secara paksa karena dinilai mengkritik dinasti Soeharto.

















KESIMPULAN
Pada masa orde lama di bawah kepemimpinan Bung Karno, saat itu Indonesia baru menunjukkan
eksistensinya sebagai negara yang merdeka, negara yang berdaulat, dan negara yang baru saja
merasakan nikmatnya sebuah kebebasan namun demokrasi pada masa itu telah dinilai gagal dalam
menjamin stabilitas politik.
Demokrasi terpimpin adalah sebuah demokrasi yang sempat ada di Indonesia, yang seluruh
keputusan serta pemikiran berpusat pada pemimpinnya saja. Demokrasi terpimpin merupakan
kebalikan dari demokrasi liberal dalam kenyataannya demokrasi yang dijalankan Presiden
Soekarno menyimpang dari prinsip-prinsip negara demokrasi.

Pada masa orde baru, pada awalnya cukup demokratis, tapi itu hanya berjalan sementara saja.
Ditinjau juga dari segi politik, semakin menurun. Demikian juga dari segi ekonomi, selama orde
baru berkuasa, kurang berkembang, bahkan mengalami krisis yang berkepanjangan. Walaupun
demikian, sebenarnya pada masa orde baru, kalau dilihat dari segi fisik, Indonesia sangat
berkembang dan maju.
Dalam perjalanan era reformasi yang telah 8 (delapan tahun, arah, visi dan misi serta agenda-
agenda reformasi yang dicanangkan belum terpenuhi. Masih banyak tatanan politik, ekonomi,
hukum, pendidikan yang belum sesuai harapan masyarakat luas. Namun demikian, energi
reformasi dan pengawasan masyarakat yang menggiring berbagai perubahan social diharapkan
dapat membawa Indonesia menjadi Negara demokratis.

You might also like