Balik Nama Sertifikat (Peralihan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan) Pada prakteknya, untuk dapat melakukan balik nama (dalam hal ini peralihan hak) atas tanah dan/atau bangunan, harus dilakukan dengan cara tertentu, yaitu jual beli, hibah, tukar menukar, atau inbreng (pemasukan ke dalam suatu perusahaan). - peralihan hak dengan cara jual beli. Syarat Pengurusan Peralihan Hak karena jual Beli ( alias hak Sertifikat ) :
1. Sertifikat 2. Salinan Akta sebelumnya. 3. SPPT PBB & STTS PBB ( 10 tahun terakhir) 4. KTP suami istri ( penjual) 5. Surat Nikah ( penjual) 6. Kartu keluarga ( penjual) 7. NPWP penjual 8. KTP pembeli 9. Bukti bayar BPHTB 10. Bukti bayar PPH 11. Kwitansi jual beli 12. asli IMB (bila ada, untuk diserahkan pada Pembeli setelah selesai proses AJB) 13.bukti pembayaran rekening listrik, telpon, air (bila ada/ini tidak mutlak) 14.Jika masih dibebani Hak Tanggungan (Hipotik), harus ada Surat Roya dari Bank yang bersangkutan.
Syarat Pengurusan Peralihan Hak karena jual beli ( Tanah bekas milik Adat/ Tanah girik ) :
1. Salinan letter C / petok desa / kikitir yang diketahui oleh kepala desa 2. Warkah dari Desa ( Riwayat Tanah, surat pernyataan penguasaan fisik, surat pernyaan tidak sengketa, belum pernah memiliki sertipikat sebelumnya) 3. SPPT PBB & STTS PBB ( 10 tahun terakhir) 4. KTP suami istri ( penjual) 5. Surat Nikah ( penjual) 6. Kartu keluarga ( penjual) 7. NPWP penjual 8. KTP pembeli 9. Bukti bayar BPHTB 10. Bukti bayar PPH 11. Kwitansi jual beli
Syarat syarat Pengurusan Peralihan Hak karena Hibah ( orangtua ke anak)
1. Sertifikat 2. Salinan Akta sebelumnya 3. SPPT PBB & STTS PBB ( 10 tahun terakhir) 4. KTP Suami/ istri ( pemberi hibah) 5. Surat Hibah ( pemberi hibah) 6. Kartu Keluarga ( pemberi hibah) 7. Akta kelahiran ( penerima hibah) 8. KTP ( penerima hibah) 9. Surat pernyataan pasal 99 ( penerima hibah) 10. Bukti bayar BPHTB 50 % ( NJOP Tidak kena pajak) x 5 % )
Syarat syarat peralihan hak karena Hibah ( umum) :
1. Sertifikat 2. Salinan Akta sebelumnya 3. SPPT & STTS PBB ( 10 tahun terakhir ) 4. KTP suami istri ( pemberi hibah) 5. pernyataan belum kawin ( pemberi hibah) 6. Surat pernyataan dan pasal 99 7. Bukti setor BPHTB 8. Syarat Pengurusan Peralihan Hak karena Bagi Waris : 9. Sertifikat 10. Salinan Akta sebelumnya 11. SPPT & STTS PBB ( 10 tahun terakhir) 12. Surat keterangan silsilah waris 13. KTP ahli waris ( pemberi hak waris) 14. KTP ahli waris ( penerima hak waris) 15. Bukti setor BPHTB
Peralihan Hak Milik Atas Tanah karena Pewarisan
Ada beberapa macam sertifikat hak atas tanah yang dikenal dalam tindang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-pokok Agraria, yakni sertifikat hak milik (SHM) dan sertifikat hak guna bangunan (SHGB). Dalam perkembangannya, atas kebutuhan perumahan di perkotaan yang memerlukan bangunan perumahan dalam bentuk vertikal, ada jenis sertifikat baru, yakni sertifikat hak atas satuan rumah susun (SHSRS). 1. Girik Girik sebenarnya bukan sertifikat, tapi adalah surat tanda pembayaran pajak atas lahan, yang merupakan bukti bahwa seseorang menguasai sebidang tanah tersebut. Girik tidak kuat status hukumnya seperti sertifikat, tetapi girik bisa dijadikan dasar untuk membuat sertifikat tanah. 2. SHM SHM merupakan jenis sertifikat dengan kepemilikan hak atas penuh oleh pemegang sertifikat tersebut. SHM juga menjadi bukti kepemilikan paling kuat atas lahan atau tanah karena tidak ada lagi campur tangan ataupun kemungkinan kepemilikan pihak lain. Status SHM juga tak memiliki batas waktu. Sebagai bukti kepemilikan paling kuat, SHM menjadi alat paling valid untuk melakukan transaksi jual beli maupun penjaminan untuk kepentingan pembiayaan perbankan. Sertifikat tanah jenis kedua adalah SHGB. Secara sederhana, pemegang SHGB berhak mendirikan bangunan di atas tanah yang memiliki sertifikat jenis tersebut. Akan tetapi, kepemilikan tanah atau lahan menjadi milik negara. 3. SHGB SHGB memiliki batas waktu tertentu, biasanya 20 tahun. Pemilik SHGB bisa saja meningkatkan status kepemilikan atas tanah yang mereka kuasai dalam bentuk SHM. Biasanya peningkatan status sertifikat dari SHGB ke SHM karena di atas tanah itu didirikan bangunan tempat tinggal. "Sepanjang bidang tanah tersebut terdapat bangunan yang dipergunakan untuk rumah tinggal, dapat ditingkatkan menjadi hak milik. Biaya peningkatan itu sebenarnya tidak ada. Hanya cukup mendaftarkan diri untuk peningkatan hak milik dengan ketentuan yang berlaku, ada IMB, jika tak ada IMB cukup diganti surat Model PNI dari kelurahan di atas tanah bidang tersebut yang menyatakan untuk rumah tinggal," kata Doli. 4. SHSRS Adapun SHSRS berhubungan dengan kepemilikan seseorang atas rumah vertikal, rumah susun yang dibangun di atas tanah dengan kepemilikan bersama. Hak milik atas satuan rumah susun bersifat perorangan dan terpisah. Akan tetapi, selain atas kepemilikan atas satuan rumah susun, hak milik satuan rumah susun tersebut juga meliputi hak kepemilikan bersama atau yang disebut sebagai bagian bersama, tanah bersama, dan benda bersama, terpisah dari kepemilikan satu rumah susun. Inilah yang sering disebut sebagai strata title. Strata title merupakan sistem yang memungkinkan pembagian tanah dan bangunan dalam unit-unit yang disebut satuan, dalam hal ini satuan rumah susun. Secara sederhana, bangunan vertikal untuk perumahan ada tiga jenis, yakni rumah susun, apartemen, dan kondominium. Namun, untuk memudahkan, karena pengaturan undang-undang, yakni Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun, digunakan istilah rumah susun untuk mengacu pada bangunan vertikal yang digunakan sebagai tempat tinggal. Pengaturan kepemilikan bersama dalam satuan rumah susun digunakan untuk memberi dasar kedudukan atas bench tak bergerak yang menjadi obyek kepemilikan. Bench bersama tersebut, antara lain, taman, tempat parkir, tempat bermain, dan tempat ibadah yang sifatnya terpisah dari struktur bangunan rumah susun. Adapun tanah bersama adalah tanah yang digunakan atas dasar hak bersama secara tidak terpisah yang di atasnya berdiri rumah susun dan ditetapkan batasnya dalam persyaratan lain izin bangunan. Jangka waktu strata title biasanya mengikuti status tanah di mana bangunan rumah susun itu berdiri. Jika status tanahnya masih merupakan HGB, pada akhir masa haknya pemilik sertifikat strata title harus bersama-sama memperpanjang HGB atas tanahnya. Namun, akan berbeda jika status tanahnya SHM. Perbedaan status tanah ini penting karena hanya warga negara Indonesia (WNI) yang berhak mendapatkan SHM. Jadi, orang asing tak boleh membeli rumah susun atau apartemen jika status tanah di atas bangunan rumah susun atau apartemen tersebut adalah SHM. Sebenarnya negara juga mengakui hak atas tanah yang statusnya belum disertifikasikan, seperti girik, letter C, dan eigondem verponding atau verponding Indonesia. "Semua diakui. Hanya saja, sertifikat adalah bentuk peningkatan dari berbagai macam pengakuan hak atas tanah, seperti letter C, eigendom verponding, yang tidak tercatat di kantor pertanahan. Pemegang girik atau letter C bisa mencatatkannya ke kantor pertanahan untuk disertifikasi sehingga kepemilikan atau penguasaan atas tanah-tanahnya teregistrasi dan sah secara hukum,"