You are on page 1of 16

BAB II

LATAR BELAKANG SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT


BATAK TOBA

2.1 Letak Geografis
Wilayah Sumatera Utara terdiri dari daerah pantai, dataran rendah
dan dataran tinggi serta pegunungan Bukit Barisan yang membujur
ditengah-tengah dari Utara ke Selatan. Suku bangsa Batak dari Pulau
Sumatra Utara. Daerah asal kediaman orang Batak dikenal dengan Daratan
Tinggi Karo, Langkat Hulu, Deli Hulu, Serdang Hulu, Simalungun, Toba,
Mandailing dan Tapanuli Tengah. Daerah ini dilalui oleh rangkaian Bukit
Barisan di daerah Sumatra Utara dan terdapat sebuah danau besar dengan
nama Danau Toba yang menjadi orang Batak. Dilihat dari wilayah
administrative, mereka mendiami wilayah beberapa Kabupaten atau
bagaian dari wilayah Sumatra Utara. Yaitu Kabupaten Karo, Simalungun,
Dairi, Tapanuli Utara, dan Asahan.
Suku bangsa Batak dari pulau Sumatera Utara. Daerah asal
kediaman orang batak dikenal dengan daratan tinggi Karo, Langkat Hulu,
Deli Hulu, Serdang Hulu, Simalungun, toba, Mandailing dan tapanuli
tengah. Daerah ini dilalui oleh rangkaian Bukit Barisan di daerah sumatera
utara dan terdapat sebuah danau besar dengan nama Danau Toba yang
sangat terpenting untuk sumber mata pencaharian buat masyarakat
Universitas Sumatera Utara
sekitarnya. Dilihat dari wilayah administrative, mereka mendiami wilayah
beberapa kabupaten atau bagian dari sumatera utara. Yaitu Kabupaten
Karo, simalungun, dairi, tapanuli utara dan dairi.
Danau Toba dianggap sebagai simpul pemersatu areal tanah yang
didiami individu-individu maupun kelompok etnis Batak Toba ini, yang
keadaannya berada pada ketinggian 900 m di atas permukaan air laut.
Danau ini terbentuk dari vulkanik gunung merapi yang hasil letusannya
membentuk sebuah bentuk danau, yang letusannya berdampak
menyemburkan kawah yang kemudian dipenuhi oleh debit air yang sangat
besar. Danau Toba ini adalah salah satu kebanggaan masyarakat Batak
Toba sebagai danau yang sangat bermanfaat untuk sumber kehidupan dari
hasil yang ada di dalam danau ini, seperti suber air bersih, ikan-ikan dan
sebagai aset pariwisata karena pemandangannya yang menawan di sekitar
danau ini. Di tengah-tengah danau tuba ini terdapat sebuah pulau yang
dinamakan Pulau Samosir (menurut sejarah sesungguhnya dahulu tidak
benar-benar terpisah dengan dataran disekeliling Danau Toba artinya tidak
benar-benar sebagai sebagai sebuah pulau).
Masyarakat Batak merupakan masyarakat perantau yang diwarisi
dengan sifat pekerja keras, berani, jujur dan pantang menyerah. Keinginan
untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik selalu ditanamkan kepada
generasi muda sehingga demi mencapai impian, seorang pemuda atau
pemudi batak harus bersedia meninggalkan kampung halaman tercinta
Universitas Sumatera Utara
untuk merantau ke negeri/daerah orang yang jauh. Akan tetapi kerinduan
akan kampung halaman masih akan selalu melekat di hati. Tak heran saat
ini banyak orang Batak yang berhasil dan sukses tersebar di seluruh
penjuru dunia.

2.2 Asal Usul Masyarakat Batak Toba
Menurut zaman prasejarah sikap pandangan etnis Batak Toba lebih
bertitik tolak pada situasi alam dan lingkungannya dan pola berpikir
mereka yang masih mempercayai mythos, legenda-legenda, dan pewarisan
sejarah kehidupan mereka umumnya dituturkan dalam dongeng yang
dituangkan secara lisan.
Untuk mengetahui sejak kapan manusia pertama sekali mendiami
areal tanah dalam kehidupan masyarakat Batak Toba, memang belum
dapat ditentukan secara pasti, akan tetapi berdasarkan penelitian para ahli,
dapat diketahui bahwa di kawasan tanah yang merupakan tempat asal usul
manusia Batak Toba secara mythos manusia itu sudah ada sejak zaman
prasejarah. Mythos yang merupakan pernyataan asal usul manusia Batak
Toba ini di dalam masyarakatnya adalah mythos yang dipercaya.
Adapun tonggak sejarahnya mythos asal usul manusia etnis Batak
Toba adalah dimulai dari mythos kehidupan di Pusuk Buhit, dan manusia
yang pertama berasal dari Pusuk Buhit tersebut dianggap sebagai nenek
moyang bagi etnis ini. Dan juga versi lain, sejarah berkesimpulan adanya
Universitas Sumatera Utara
migrasi nenek moyang yang berasal dari pegunungan Burma yang
keberadaannya tinggal dan menetap sebagai pribumi di areal budaya
Batak Toba ini juga dianggap sebagai asal-usul etnis ini. Kemudian
dilanjutkan lagi dengan zaman penyebaran etnis Batak Toba, dari Pusuk
Buhit ini manusianya menyebar keseluruh areal yang menjadi kawasan
kehidupan pertumbuhan individu-individu masyarakat Batak Toba. Fakta
sejarah menyebutkan, bahwa kedatangan orang-orang Eropa maupun Asia
dan Timur Tengah juga secara khusus mempengaruhi pola-pola
kehidupan di dalam masyarakat, dekade ini disebutkan sebagaizaman
penjajahan Eropa maupun Asia yang mempengaruhi kultur
masyarakatnya. Dimasa zaman kemerdekaan Republik Indonesia hingga
sekarang ini setiap periode pembabakan sejarah etnis Batak Toba ini
tentunya mempunyai pengaruh tersendiri dalam sisi kehidupan
masyarakatnya yang dampak pengaruhnya langsung berpengaruh ke
dalam sistem sosial, agama, ekonomi, budaya, politik dan teknologi
modern.

2.3 Sistem Kekerabatan
Sistem kekerabatan memegang peranan penting dalam jalinan
hubungan baik antara individu dengan individu ataupun individu dengan
masyarakat lingkungannya. Dari sistem ini biasanya bersumber masalah
Universitas Sumatera Utara
lain dalam sistem kemasyarakatan, seperti sistem daur hidup, kesatuan
hidup setempat dan stratifikasi sosial.
Kelompok kekerabatan suku bangsa Batak Toba berdiam di daerah
pedesaan yang disebut huta (kampung). Biasanya satu Huta didiami oleh
keluarga dari satu marga. Marga (klan) tersebut terikat oleh simbol-simbol
tertentu misalnya nama marga yang membentuk sebuah klan kecil. Klan
kecil tadi merupakan kerabat patrilineal (garis keturunan ayah) yang masih
berdiam dalam satu kawasan areal yang menciptakan sosial budaya.
Sebaliknya klen besar yang anggotanya sudah banyak hidup tersebar
sehingga tidak saling kenal tetapi mereka dapat mengenali anggotanya
melalui nama marga yang selalu disertakan dibelakang nama kecilnya,
Stratifikasi sosial orang Batak didasarkan pada empat prinsip yaitu : (a)
perbedaan tigkat umur, (b) perbedaan pangkat dan jabatan, (c) perbedaan
sifat keaslian dan (d) status kawin.
Pada umumnya perkawinan Batak Toba adalah monogami. Tetapi
karena faktor keturunan laki-laki dianggap penting membawa garis
keturunan, maka apabila sebuah keluarga di dalam perkawinan belum
mempunyai anak laki-laki sering sekali terjadi poligami yang tujiuannya
agar garis keturunan yetap berlanjut. Perkawinan sangat erat kaitannya
dengan keluarga, sedang perceraian sangat jarang terjadi dan sejauh
mungkin diusahakan jangan sampai terjadi. Hal ini terjadi karena adat.
Bila seorang istri yang diceraikan suaminya cenderung tidak akan
Universitas Sumatera Utara
mempunyai hubungan lagi dengan keluarga laki-laki baik anak sendiri,
maupun keluarga lain. Berpoligami sebenarnya sangat tidak diinginkan di
dalam status sosial pada masyarakat Batak Toba. Dalam kehidupan sehari-
hari orang yang berpoligami itu selalu kurang mendapat penghargaan dari
masyarakat sekitar dan juga status sosialnya dianggap kurang baik.
Pandangan masyarakat Batak Toba bahwa anak (laki-laki dan
perempuan) merupakan harta yang paling berharga baginya di dalam
keluarga. Hal ini dapat di lihat dari semboyan di masyarakatnya yaitu
anakhonki do hamoraon di au (anak adalah kekayaan yang dimiliki).
Keturunan-keturunan dari orang yang berpoligami dalam kenyataannya
lebih banyak menderita karena percekcokan antara anak pihak istri yang
pertama dengan pihak istri kedua. Dengan demikian pada prinsipnya
masyarakat Batak Toba tidak menginginkan adanya poligami dari pihak
suami , kecuali jika tidak ada keturunan, apalagi tidak mempunyai
keturunan laki-laki yang dianggap anak laki-laki merupakan penerus
kesinambungan secara genetika.

2.4 Sistem Mata Pencaharian
Ada dua jenis rumah adat yang ada didalam huta Batak, yaitu ruma
dan sopo yang saling berhadapan. Diantara kedua deretan bangunan
tersebut terdapat alaman \(halaman) yang luas yang menjadi tempat
kegiatan orangtua maupun anak-anak dalam kehidupan sehari-hari,
Universitas Sumatera Utara
seperti: tempat menjemur hasil panen padi, sebagai halaman tempat
berpesta dan upacara ritual, tempat muda-mudi bila mengadakan hiburan
martumba (tarian khas masyarakatnya yang diiringi dengan nyanyian),
Kedua bangunan ini, meskipun secara sekilas kelihatan sama, sebenarnya
berbeda dari sisi konstruksi dan fungsi di dalam melaksanakan kehidupan
sehari-hari di dalam tradisinya.
Pada umumnya pekerjaan masyarakat adalah bercocok tanam padi
di sawah dan lading, selain itu sebagai nelayan di danau toba. Orang Batak
memiliki pemukiman yang khas berupa desa-desa yang tertutup yang
membentuk kelompok kecil masyarakatnya. Biasanya kelompok ini adalah
kumpulan marga/klan atau masih memiliki hubungan kekerabatan dalam
dalihan na tolu. Desa-desa tertutup ini disebut huta. Disekitar huta
tersebut biasanya dekat dengan bahal biasanya terdapat pohon baringin,
biasanya disebut juga dengan hariara (pohon beringin). Ada dua jenis
rumah adat yang ada didalam huta Batak, yaitu ruma dan sopo yang saling
berhadapan. Diantara kedua deretan bangunan tersebut terdapat halaman
yang luas (alaman) yang menjadi tempat kegiatan orangtua maupun anak-
anak. Kedua bangunan ini, meskipun secara sekilas kelihatan sama,
sebenarnya berbeda dari sisi konstruksi dan fungsi.
Pada umumnya masyarakat batak bercocok tanam padi di sawah
dan ladang. Lahan didapat dari pembagian yang didasarkan marga. Setiap
kelurga mandapat tanah tadi tetapi tidak boleh menjualnya. Selain tanah
Universitas Sumatera Utara
ulayat adapun tanah yang dimiliki perseorangan. Perternakan juga salah
satu mata pencaharian suku batak antara lain perternakan kerbau, sapi,
babi, kambing, ayam, dan bebek. Penangkapan ikan dilakukan sebagian
penduduk disekitar danau Toba. Sektor kerajinan juga berkembang.
Misalnya tenun, anyaman rotan, ukiran kayu, tembikar, yang ada kaitanya
dengan pariwisata.
Sebagian besar masyarakat Batak Toba saat ini bermata
pencaharian sebagai petani, peladang, nelayan, pegawai, wiraswasta dan
pejabat pemerintahan. Dalam berwiraswasta bidang usaha yang banyak
dikelola oleh masyarakat adalah usaha kerajinan tangan seperti usaha
penenunan ulos, ukiran kayu, dan ukiran logam. Saat ini sudah cukup
banyak juga yang memulai merambah ke bidang usaha jasa. Masyarakat
tradisional Batak Toba bercocok tanam padi di sawah dan juga mengolah
ladang secara berpindah-pindah. Pengelolaan tanaman padi di sawah
banyak terdapat di daerah selatan Danau Toba. Hal ini disebabkan oleh
daerah tersebut adalah dataran yang landai dan terbuka sehingga
memungkinkan untuk bercocok tanam padi di sawah. Sedangkan ladang
banyak terdapat di daerah utara (Karo, Simalungun, Pakpak, dan Dairi).
Kawasan ini berhutan lebat dan tertutup serta berupa dataran tinggi yang
sejik sehingga mengakibatkan lahan ini lebih memungkinkan untuk
pengolahan ladang. J ika anda mendengar daerah Karo sebagai peghasil
Universitas Sumatera Utara
sayuran dan buah yang potensial, ini adalah salah satu dampak positif
yang dihasilkan oleh keberadaan bentuk lahan tersebut.
Sistem teknologi yang muncul pada masyarakat Batak Toba cukup
unik dengan adanya ruma batak yang menjadi arsitektur kebanggaan
mereka. Ruma Batak ini dibangun dari bahan-bahan alami seperti ijuk,
kayu, dan batu. Terdapat pengaturan hierarki ruang dalam ruma batak ini
menurut kepentingan ruang dan penamaannya berdasarkan jenis ruangan
tersebut. Selain itu juga terdapat hirarki pembentukan sebuah kampung
atau huta yang dimulai dari kelompok terkecil yaitu klan keluarga, huta,
kemudian bius sebagai kelompok yang terbesar.

2.5 Agama Dan Kepercayaan
Menurut sumber-sumber yang diperoleh, sebelum masuknya
agama Kristen ke Tanah Batak, pengaruh agama Islam sudah terlebih
dahalu masuk, terutama di daerah- daerah pesisir. Oleh sebab itulah
penginjil-penginjil mengambil lokasi penginjilannya pada daerah yang
belum dimasuki oleh agama Islam. Daerah Batak merupakan daerah
pertama yang dikunjungi oleh penginjil-penginjil Eropa maupun dari
Amerika. Sebelum kehadiran kedua agama tersebut, masyarakat Batak
dulunya adalah memeluk kepercayaan animisme dan dynamisme.
Kepercayaan ini menganggap bahwa benda-benda tertentu mempunyai
daya kekuatan, oleh karena itu harus ditutupi dengan rasa takut, khidmat
Universitas Sumatera Utara
dan rasa terima kasih. Saat ini aliran kepercayaan seperti ini sudah mulai
menghilang dari tengah-tengah masyarakat. Berbeda dengan masyarakat
Batak Toba yang berdomisili di kota Medan. Sesuai dengan data-data
yang diperoleh, penyebaran agama yang terjadi di kota Medan terlihat
secara merata.
Kepercayaan yang dianut oleh masyarakat tradisional Batak Toba
adalah kepercayaan terhadap Mulajadi Na Bolon yang dipercayai oleh
orang Batak sebagai dewa tertinggi mereka: pencipta 3(tiga) dunia: dunia
atas (banua ginjang), dunia tengah (banua tonga) dan dunia bawah (banua
toru). Manusia dipercaya hidup di tengah, tidak terpisah dari alam,
manusia satu dengan kosmos. Adat memimpin hidup manusia
perseorangan, sedangkan masyarakat adalah simbol ketertiban kosmos.
Tiga golongan fungsional dalam masyarakat adat Batak yang disebut
Dalihan Na Tolu dipercaya sebagai refleksi kerjasama ketiga dunia itu.
Dalam sistem adat istiadat orang Batak dikenal adanya Dalihan na
Tolu yang berarti Tiga nan Satu. Tiga unsur penting dalam sistem
kekerabatan masyarakat berdasarkan asas Dalihan Na Tolu berlaku secara
umum dalam semua sub suku walaupun berbeda-beda dalam
penamaannya, saling mendukung satu dengan yang lainnya. Dalihan Na
Tolu berasal dari kata dalihan yang berarti tungku dan na tolu artinya
nan tiga. Tungku nan tiga melambangkan terdapat tiga buah batu sebagai
tungku yang menopang kuali (lambang kehidupan sehari-hari). Hal ini
Universitas Sumatera Utara
mencerminkan kehidupan sehari-hari orang Batak Toba yang ditopang
oleh prinsip Dalihan Na Tolu. Sistem Dalihan Na Tolu menentukan
kedudukan, hak dan kewajiban orang Batak dalam lingkungannya.
Dalam sistem masyarakat orang Batak Toba ketiga unsur ini
digambarkan sebagai Hula-hula, Dongan Sabutuha dan Boru. Prinsip
Dalihan Na Tolu memiliki kaitan erat dengan sistem marga dan silsilah.
Seorang anak harus mengetahui asal-usul klan marga keluarganya dan
juga urutan silsilahnya sehingga setiap orang dapat menempatkan diri
dengan baik dalam tatanan pergaulan di masyarakat. Salah satu contoh
penerapan prinsip Dalihan Na Tolu ini dapat dilihat dalam penggunaan
ulos yang erat kaitannya dengan kehidupan adat orang Batak Toba
maupun sub suku Batak Toba dan juga lainnya. Dalam masyarakat Batak
Toba pemberian ulos ditujukan sebagai perlambang yang akan
mendatangkan kesejahteraan jasmani dan rohani dan hanya digunakan
pada upacara khusus.

2.6 Bahasa
Sistem tradisi penulisan didalam bahasa Batak Toba diduga telah
ada sejak abad ke-13, dengan aksara yang mungkin berasal dari aksara
Jawa Kuna, melalui aksara Sumatera Kuna. Aksara ini bersifat silabis
artinya tanda untuk menggambarkan satu suku kata/silaba atau silabis.
Universitas Sumatera Utara
Jumlah lambang /tanda itu sebanyak 19 buah huruf yang disebut juga
induk huruf dan ditambah 7 jenis anak huruf.
Pada dasarnya huruf /ka/ tidak pernah ditemukan dalam bahasa
Batak Toba, misalnya orang Batak Toba pada mulanya bila menyebutkan
kopi adalah hopi, dan hoda [bukan kuda]. Tetapi sekarang ini orang Batak
tidak lagi menyebutnya hopi melainkan kopi, itulah perubahan pelafalan
dalam bahasa Batak Toba.

2.7 Kesenian
Seni pada masyarakat Batak umumnya meliputi seni musik, seni
sastra, seni tari, seni bangunan dan seni kerajinan tangan. Walaupun
bagaimana sederhananya sesuatu suku bangsa di dunia ini, mereka pasti
terlibat dengan jenis-jenis seni tersebut. Seni-seni ini pun merupakan seni
yang dimiliki desa Lumban Gaol.

2.7.1 Seni Sastra
Pada masyarakat Batak Toba terkenal ceritera Si Boru Tumbaga
dan terjadinya Danau Toba. Bahwa ceritra Si Boru Tumbaga ini
menggambarkan perbedaan antara anak laki-laki dan wanita yang masih
tumpang, terutama dalam hal hak waris. Ceritra terjadinya Danau Toba
menggambarkan bahwa seseorang yang melanggar janji akan dikutuk.
Kutukan itu datangnya dari Tuhan berupa keajaiban atau dalam bentuk
Universitas Sumatera Utara
yang lain.Sastra Batak, khususnya cerita rakyat dalam bahasa Toba
disebut turi-turi.
Masyarakat Batak dikatakan kaya raya akan dongeng-dongeng.
Cerita seperti ini masih populer, khususnya oleh para nenek-nenek
terhadap cucu-cucunya ataupun orang tua terhadap anak-anaknya pada
waktu senggang. Seni sastra ini dapat diungkapkan berupa umpama
(pantun). Bentuknya sama dengan pantun Melayu, berbaris empat,
mengandung sampiran dan sajaknya adalah ab-ab. Pantun Batak
bermacam-macam jenisnya menurut isinya. Ada pantun yang biasa
dipergunakan pada pidato-pidato, dalam upacara-upacara hukum adat dan
ada pula yang mengenai percintaan antara muda-mudi. Tonggo-tonggo
adalah ucapan yang disusun secara puitis dan biasanya diungkapkan pada
waktu mengadakan upacara-upacara rituil. Adakalanya kalimatnya
panjang-panjang, isinya penuh mengandung gaya bahasa yang indah
dengan aliterasi dan praktisme. Pada umumnya jarang orang yang bisa
mengucapkan hal tersebutdan hanya orang-orang tertentulah yang
mengetahuinya. Teka-teki yang singkat disebut dalam bahasa bahasa
Batak Toba disebut huling- hulingan. Kalau teka-teki itu memerlukan
jawaban, berupa ceritra dinamakan torkan- torkan. Hal ini umpama oleh
para orang tua terhadap anak-anak.


Universitas Sumatera Utara
2.7.2 Seni Musik
Musik adalah suara yang dapat memuaskan perasaan dan
menggembiakan isi jiwa (ekspresi). Kesenian khususnya dalam bidang
seni musik telah mengalami perkembangan yang pesat di dalam
masyarakat Batak. Biasanya pada waktu habis panen berbagai desa di
daerah Batak selalu dikunjungi oleh opera-opera Batak. Juga dalam
upacara-upacara adat yang besar selalu dibunyikan gondang sebangunan
yaitu seperangkat musik tradisional Batak. Musik tradisional Batak boleh
dikatakan kaya dalam bunyi-bunyian, di samping gong (ogung) trum
(taganing dan gordang) dan klarinet (serunai), juga dikenal garantung
(sejenis taganing dari kayu), hasapi (kecapi), sordam (sejenis seruling tapi
diembus dari ujung), sulim (seruling), tuila (dari bambu kecil pendek dan
diembus pada bagian tengah), dll.

2.7.3 Seni Tari
Seni tari (tor-tor) adalah ekspresi gerakan yang estetis dan artistik
akan menjelma dalam yang teratur, sesuai dengan isi irama yang
menggerakan. Gerakan teratur ini dapat dilakukan oleh perorangan,
berpasangan ataupun berkelompok. Tarian perorangan misalnya yang
berhubungan dengan ritus. Tarian seperti ini antara lain : tarian tunggal
panaluan, dimana sang dukun menari, berdoa dan sambil memegang
tongkat sihir tersebut. Tarian bersama dalam upacara-upacara adat
Universitas Sumatera Utara
menurut tradisinya merupakan tarian dari masing-masing unsur Dalihan
Natolu pelaku gerakan tortor ini. Karena ketiga unsur ini secara fungsional
dalam masyarakat bersama-sama mendukung upacaranya. Biasaya bentuk
tarian ketiga unsur Dalihan Na Tolu ini, adanya pemimpin tortor yang
mengatur gerakan yang sesuai dan selaras dengan pola gerakan etika di
dalam tortor..Di dalam pola gerakan tortor Batak Toba ada sebuah gerakan
berputar yang berlawanan dengan jarum jam, hal ini dilakukan apabila
orang-orang manortor (menari) menarikan tortor Gondang Mangaliat di
dalam upacara adat.

2.7.4 Seni Bangunan dan Ukir-ukiran
Rumah adat tradisional Batak terbuat dari kayu dengan tiang-tiang
yang besardan kokoh. Atapnya terbuat dari bahan ijuk dan bentuk atapnya
adalah melengkung. Di ujung atap bagian depan terdapat tanduk kerbau.
Pada umumnya rumah-rumah adat Batak selalu dihiasi dinding depan dan
samping. Dengan berbagai macam atau ornamen, yang terdiri dari warna
merah, hitam dan putih. Merah melambangkan benua tengah, hitam
melambangkan benua atas dan putih melambangkan benua bawah.
Sekarang ini, rumah adat tradisional sudah mulai menuju kepunahan dari
daerah Batak.


Universitas Sumatera Utara
2.7.5 Seni Kerajinan Tangan (Ulos)
Seni kerajinan tangan khususnya ulos selalu dikaitkan dengan
angka, warna, struktur sosial, religius yakni tiga, lima, hitam dan putih,
atas tengah dan bawah dan segi tiga, garis tiga, manunggal dan lain
sebagainya. Setiap ulos mempunyai pola dasar tertentu dan berdasarkan
itulah namanya disebutkan, sesuai rencana pemula dari yang mengerjakan.
Ulos dipergunakan pada waktu upacara, kepercayaan dan adat istiadat
serta belakangan ini bernilai ekonomis (sebagai mata pencaharian).
Pada setiap ujung pangkal ulos terdapat rambu, yakni benang yang
dipintal (dipulos) berjumlah sepuluh atau lima tergantung besar
benangnya. Antara badan ulos dan rambu selalu dibuat sirat (corak)
sebagai hiasan untuk memperindah, juga berfungsi untuk menyatukan ulos
itu sendiri agar benang-benangnya jangan lepas. Pada bagian tengah ada
juga hiasan lukisan yang bertempel yang disebut dengan jungkit.







Universitas Sumatera Utara

You might also like