You are on page 1of 16

1

ASPEK LINGKUNGAN
1. Latar Belakang.
Dalam upaya memenuhi kebutuhan listrik yang terus meningkat, maka PT. PLN
(Persero) terus berusaha melakukan diversifikasi di bidang ketenagalistrikan
melalui pemanfaatan berbagai sumberdaya yang dapat diperbaharui maupun
yang tidak dapat diperbaharui sebagai sumber tenaga listrik.
Oleh karena itu untuk mengantisipasi kebutuhan energi listrik bagi
pembangunan sosial-ekonomi masyarakat dan sejalan program Pemerintah
untuk menyebar-luaskan sarana kelistrikan, PT PLN (Persero) bermaksud
membangun Pembangkit Listrik Mikro Hidro (PLTM/H) guna menunjang
kebutuhan listrik di daerah terpencil di seluruh Indonesia. PLTM/H yang akan
dibangun ini sumber energinya berasal dari aliran air yang memiliki debit aliran
yang mencukupi. Keberlanjutan rencana kegiatan PLTM/H ini akan sangat terkait
dengan kegiatan-kegiatan yang ada disekitarnya. Dengan demikian maka
rencana kegiatan Pembangunan PLTM/H dengan kapasitas maksimum 12 MW
yang memanfaatkan energy air sebagai bahan penggerak turbin akan
mempengaruhi lingkungan sekitarnya, baik berupa dampak positif maupun
dampak negatifnya.
Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No 5 tahun 2012
tentang jenis rencana usaha dan/atau kegiatan yang menimbulkan dampak besar
dan penting wajib dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
(AMDAL), namun kegiatan pembangunan PLTM/H dengan energi kekuatan air
dengan kapasitas maksimum 12 MW merupakan kegiatan yang tidak
menimbulkan dampak besar dan penting sehingga cukup dilengkapi dengan
Dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan
Lingkungan Hidup (UKL-UPL).
Dalam Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup, pada pasal 34 ayat 1 dikatakan bahwa setiap
usaha dan/atau kegiatan yang tidak termasuk dalam kriteria wajib AMDAL wajib
2
memiliki Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan
Lingkungan Hidup (UPL) dan Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan Hidup
(SPPL).
Menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 13 tahun 2010 tentang
Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup
dan Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan
Hidup, dikatakan bahwa setiap kegiatan yang wajib yang dilengkapi dengan UKP-
UPL perlu dilakukan penapisan terlebih dahulu karena rentang jenis usaha
dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi UKL-UPL sangat luas. Dalam hal ini
penapisan dilakukan berdasarkan surat Bupati Kabupaten pada lokasi PLTMH
tersebut di atas, sehingga dokumen ini adalah Dokumen Upaya Pengelolaan
Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL).
Karena aktivitas tersebut berpotensi menimbulkan dampak terhadap aspek fisik,
kimia, biologi, sosial ekonomi dan sosial budaya terutama dalam hal komitmen
PLTM/H memperhatikan kesejahteraan masyarakat sekitar yang akan terkena
dampak langsung, maupun tidak langsung. Dengan demikian PT. PLN (Persero)
sebagai pemrakarsa dari usaha dan/atau kegiatan wajib melengkapi dan
melaksanakan UKL-UPL sebagai upaya sedini mungkin mencegah dan
menanggulangi dampak negatif serta mengembangkan dampak positif yang
diperkirakan akan timbul.
Studi UKL-UPL ini dibuat guna mematuhi dan melaksanakan Undang-Undang dan
Peraturan Pemerintah tentang Lingkungan Hidup dalam upaya melaksanakan
pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.

1.1 Peraturan Perundang-undangan
Penyusunan dokumen UKL-UPL rencana pembangunan PLTM/H ini sangat
diperlukan agar ada kemungkinan dampak terhadap lingkungan hidup yang akan
terjadi dapat diantisipasi secara dini. Dengan demikian akan dapat segera
ditindak-lanjuti dengan rencana pengelolaan dan pemantauan terhadap dampak
3
lingkungan tersebut, sehingga kegiatan pembangunan PLTM/H di lokasi terpencil
di Indonesia nantinya benar-benar merupakan kegiatan yang berwawasan
lingkungan.
Peraturan perundang-undangan yang terkait dan menjadi dasar penyusunan
Dokumen UKL UPL PLTM/H adalah :
A. Undang-Undang
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 tentang
Konservasi Sumber daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 tentang
Kesehatan.
4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentang
Kehutanan.
5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2002 tentang
Bangunan Gedung.
6. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenaga Kerjaan (digunakan untuk melihat ketentuan-ketentuan untuk
tenaga kerja).
7. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 tentang
Sumber Daya Air.
8. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2004 tentang
Kehutanan (digunakan sebagai pedoman untuk mengetahui klasifikasi
hutan karena lokasi pembangkit terletak pada kawasan kehutanan dan
non kehutanan, sesuai RTRW Kabupaten/Kota)
9. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2008 tentang
Pemerintah Daerah.
10. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan.
4
11. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang.
12. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2009 tentang
Ketenagalistrikan.
13. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

B. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
1. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1982 tentang
Tata Pengaturan Air.
2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 1991 tentang
Sungai.
3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1993 tentang
Jamsostek.
4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 1993 tentang
Prasaran dan Lalu Lintas Jalan.
5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 1999 tentang
Analisis Mengenai dampak Lingkungan.
6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentang
Pengendalian Pencemaran Lingkungan.
7. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 tentang
Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.
8. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2005 tentang
Ketenagalistrikan.
9. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2007 tentang
pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah
Propinsi dan Pemerintah Daerah Kab/Kota.
10. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 1999 tentang
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.
5

11. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2012 tentang
Izin Lingkungan.

C. Keputusan Menteri dan Kepala Bapedal
1. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 261/Menkes/SK/11/1990 tentang
Persyaratan Kesehatan Lingkungan kerja perkantoran.
2. Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor 56
Tahun 1994 tentang Pedoman Mengenai Ukuran Dampak Penting.
3. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor
51/MENLH/10/1995 tentang Baku Mutu Lingkungan Bagi Kegiatan
Industri.
4. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor
48/MENLH/10/1996 tentang Baku Mutu Tingkat Kebisingan.
5. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor
50/MENLH/11/1996 tentang Kebauan.
6. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 23 tahun 2003
tentang Metode Analisis Kualitas Air Permukaan dan Pengambilan
Contoh Air Permukaan.
7. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 111 tahun 2003
tentang Pedoman Mengenai Syarat dan Tata Cara Perizinan serta
Pedoman Kajian Pembuangan Air Limbah ke Air atau Sumber Air.

D. Peraturan Menteri Republik Indonesia
1. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 4161/Menkes/Per/IX/tahun 1990
tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air.
2. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 48/PRT/1990 tentang
Pengelolaan Atas Air dan/atau Sumber Air pada Wilayah Sungai.
6
3. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 63/PRT/1993 tentang
Daerah Sepadan Sungai, Daerah Manfaat Sungai, Daerah Penguasaan
Sungai dan Bekas Sungai.
4. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 907/Menkes/SK/VII/2002 tentang
Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air.
5. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 002 tahun
2006 tentang Pengusahaan Pembangkit Listrik Tenaga Energi Terbarukan
Skala Menengah.
6. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 11A/PRT/M/2006 tentang
Kriteria Penetapan Wilayah Sungai.
7. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 31 tahun
2009 tentang Pembelian Listrik Tenaga oleh PT PLN (Persero) dari
Pembangkit Listrik Yang Menggunakan Tenaga Energi Terbarukan Skala
Kecil dan Menengah atau Kelebihan Tenaga Listrik.
8. Bahwa menurut Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No 5
tahun 2012 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan Yang Wajib
Dilengkapi Dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.
9. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 27 tahun 2012 tentang Izin
Lingkungan.
10. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 16 tahun 2012 tentang
Pedoman Penyusunan Dokumen Lingkungan Hidup.

1.2 Penapisan
Penapisan dilakukan untuk mengetahui apakah Suatu Kegiatan Wajib UKL-UPL
atau SPPL (Surat Pernyataan Kesanggupan Pengeloalan dan Pemantauan
Lingkungan Hidup), penapisan terhadap kegiatan ini dapat dilakukan sebagai
berikut:
1. Bahwa menurut Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No 5 tahun
2012 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi
7
Dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup, kegiatan PLTM/H tidak
termasuk dalam daftar kegiatan yang wajib AMDAL, namun wajib membuat
dokumen UKL-UPL.
2. Bahwa kegiatan PLTM/H lokasinya tidak berada di kawasan hutan lindung.
3. Bahwa lokasi dari kegiatan PLTM/H telah sesuai dengan Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW) Kabupaten lokasi PLTM/H tersebut.
4. Bahwa potensi dampak, dari kegiatan Pembangunan PLTM/H ini ini berupa
penurunan kualitas tanah serta kemungkinan penurunan tingkat kesehatan
masyarakat.

Penapisan lebih lanjut untuk mengetahui apakah kegiatan tersebut memerlukan
UKL-UPL atau cukup SPPL saja. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.1: Tabel
penapisan Rencana Usaha dan/atau Kegiatan.
Tabel 1.1 : Penapisan Apakah Suatu Kegiatan Wajib UKL-UPL atau SPPL
No. Apakah Rencana Usaha dan/atau Kegiatan tersebut akan
memberikan dampak terhadap lingkungan hidup
Ya/Tidak
Jelaskan
1 Jenis kegiatan Ya
Pembangkit Listrik Mikro Hidro
(PLTMH)
2 Skala/Besaran/Ukuran Ya
Luas lahan m
2
(HA)

3 Kapasitas Produksi Kapasitas maks 12 MW
4 Luasan Lahan yang dimanfaatkan Ya
Luas lahan m
2
(HA)
5 Limbah dan/atau cemaran dan/atau dampak lingkungan Ya
- Limbah Padat
- Kebisingan
- Kualitas Udara
6 Teknologi yang tersedia dan/atau digunakan Ya
Teknologi telah tersedia
7 Jumlah komponen lingkungan hidup terkena dampak Ya
Komponen lingkungan hidup
berpotensi terkena dampak
adalah udara, air. Sosekbud dan
Kesmas
8 Besaran Investasi -
9 Terkonsentrasi atau tidaknya kegiatan Ya
Kegiatan terkonsentrasi
di lokasi areal PLTMH
10 Jumlah Tenaga Kerja Ya
Tenaga kerja yang akan
dipekerjakan sebanyak pekerja,
11 Aspek Sosial kegiatan Ya
Karena menyangkut
8
kesejahteraan banyak orang, baik
karyawan maupun masyarakat
yang tinggal di sekitar lokasi
kegiatan PLTMH

Berdasarkan hasil penapisan yang dilakukan, maka kegiatan PLTM/H wajib
dilengkapi dengan Dokumen UKL-UPL karena semua jawaban Ya. Dengan
demikian perlu disusun Dokumen UKL-UPL oleh penyusun oleh pihak Konsultan.

2. Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan
Hidup (UKL UPL )

2.1 Demografi Penduduk
Meliputi jumlah populasi, tingkat pendidikan, agama, kultur budaya yang
bertempat tinggal sekitar lokasi kegiatan pembangunan unit Pembangkit
PLTM/H yang terkena dampak .
Dampak sosial terhadap masyarakat yang kehidupan sosial ekonomi dan budaya
mengalami perubahan mendasar akibat kegiatan pembangunan unit Pembangkit
PLTM/H.
Batas administrasi terhadap lokasi merupakan batas ruang bagi masyarakat
dapat leluasa melakukan kegiatan melalui penyerapan tenaga kerja dan
pembangunan fasilitas social sehubungan kegiatan pembangunan unit
Pembangkit PLTM/H.
Demografi penduduk meliputi jumlah populasi, tingkat pendidikan, agama,
kultur budaya yang bertempat tinggal sekitar kegiatan pembangunan unit
Pembangkit PLTM/H yang terkena dampak perlu dilakukan kajian agar
pelaksanaan pembangunan unit Pembangkit PLTM/H ini nantinya tidak
mengganggu dan terganggu, sehingga terhindar dari hambatan dan bermanfaat
bagi masyarakat di sekitarnya.

2.1.1 Tingkat Kepadatan
9
Jumlah penduduk di Desa dan Kecamatan di sekitar kegiatan pembangunan unit
Pembangkit PLTM/H dengan perincian antara lain: usia penduduk, jumlah
penduduk laki-laki dan perempuan serta total jumlah seluruh penduduk .

Table 2.1 Populasi berdasar Usia

Usia
Jumlah
Total
Laki-laki Perempuam
0 - 4
5 9
10 14
15 19
20 24
25 29
30 39
40 49
50 59
60 above
Total
Sumber: BPS di Kecamatan Tahun 2012

2.1.2 Pendidikan
Pendidikan yang merupakan faktor penting dalam pembangunan masyarakat.
Jumlah penduduk usia 10 tahun keatas menurut status pendidikan di Kecamatan
dan Kabupaten di lokasi kegiatan pembangunan unit Pembangkit PLTM/H
dibuatkan Tabulasinya seperti contoh di bawah ini:

Table 2.2 Tingkat Pendidikan pada Desa-Desa dan Kecamatan

Desa
Education level
Tidak
Sekolah
SD SMP SMU Universitas
A
B
C
D
10
Total
Sumber: BPS di Kecamatan Tahun 2012




2.1.3 Agama
Agama yang dianut masyarakat pada lokasi kegiatan pembangunan unit
Pembangkit PLTM/H.
Table 2.3 Agama yang dianut Penduduk

Desa
Agama
Islam Katolik Kristen Hindu Budha
A
B
C
D
Total
Sumber: BPS di Kecamatan Tahun 2012

2.1.4 Kondisi Sosial Ekonomi
Tingkat social ekonomi suatu daerah tergantung oleh jenis mata pencaharian di
daerah tersebut, dan ketersediaan tenaga kerja berkompensi khusus seperti para
medis melihat tingkat kesehatan masyarakat di sekitar kegiatan pembangunan
unit Pembangkit PLTM/H.

Table 2.4 Mata Pencaharian Utama Penduduk
Sumber: BPS di Kecamatan Tahun 2012
Desa
Mata Pencaharian
Petani Tambang Pabrik

Listrik, Gas &
PAM

Perumah
an
Hotel &
Restoran
Transportasi Lain-lain
A
B
C
D
11







Table: Ketenagaan Kerja Khusus
Desa
Tenaga Medis
Dokter Perawat Bidan

Mantri

Dukun
A
B
C
D
Sumber: BPS di Kecamatan Tahun 2012

2.2 DAMPAK LINGKUNGAN YANG AKAN TERJADI
Kegiatan pembangunan PLTM/H akan menimbulkan dampak lingkungan baik
terhadap tahap pra-konstruksi, tahap konstruksi, tahap operasional dan pasca
operasional. Dampak yang terjadi pada lingkungan hidup pada tahap konstruksi
dapat disebabkan dari kegiatan survey investigasi dan pembebasan lahan.
Dampak pada tahap konstruksi dapat disebabkan kegiatan transportasi bahan
dan material bangunan, penerimaan tenaga kerja, pembukaan lahan dan
pembangunan fisik PLTM/H. Dampak terhadap lingkungan hidup pada saat ini
operasional/pasca konstruksi PLTM/H dapat oleh penerimaan tenaga kerja,
kegiatan operasional yang PLTM/H yang menghasilkan limbah cair dan limbah
padat. Sedangkan dampak dari kegiatan pasca operasional adalah perubahan
tata guna lahan dan perubahan sumber pendapatan.
Identifikasi dampak yang akan terjadi ditentukan dengan metode bagan alir
dampak seperti yang tercantum pada gambar di bawah ini:
12
Kajian terhadap berbagai dampak lingkungan yang akan ditimbulkan akibat
pembangunan sarana dan prasarana pendukung kegiatan PLTM/H sebagai
berikut:
2.2.1 TAHAP PRA KONSTRUKSI
Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan pada tahap ini adalah: survey, pengadaan
dan pembebasan tanah. Dari kegiatan tersebut relatif tidak menimbulkan
dampak lingkungan yang berarti, namun dapat menimbulkan dampak sosial
berupa sikap dan persepsi masyarakat terhadap rencana pembangunan PLTM/H
dan sarana prasarana pendukung, dampak ini hanya bersifat sementara yaitu
pada saat kegiatan survey investigasi dan dapat berbalik dalam waktu yang
singkat apabila masyarakat sudah mengetahui dan memahami rencana kegiatan
yang akan dilaksanakan.
1) Sikap dan Persepsi Masyarakat

2.2.2. TAHAP KONSTRUKSI
Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan pada tahap konstruksi ini meliputi:
pembukaan dan pematangan lahan, mobilisasi peralatan besar, transportasi
bahan dan material bangunan, pembangunan sarana dan prasarana,
pembangunan bangunan utama dan peralatan pada system pembangkit,
pengadaan dan pemasangan mekanikal, elektrikal dan jaringan serta
perekrutan/penerimaan tenaga kerja. Dampak lingkungan yang akan timbul
adalah:
1) Peningkatan Pendapatan Masyarakat
2) Penurunan Kualitas Udara
3) Penurunan Kualitas Air Sungai
4) Penurunan Jumlah Flora dan Fauna
5) Biota Perairan
6) Kesempatan Kerja
7) Kesempatan Berusaha
13

2.2.3. TAHAP OPERASIONAL
Kegiatan yang dilaksanakan pada tahap ini adalah pengoperasian PLTM/H,
perawatan/pemeliharaan sarana prasarana dan penanaman pohon
(penghijauan) di sekitar lokasi kegiatan. Dampak lingkungan yang mungkin
timbul adalah:
1) Kualitas Udara dan Kebisingan
2) Kualitas Air Sungai
3) Flora dan Fauna
4) Biota Perairan
5) Kesempatan kerja
6) Kesempatan Berusaha

2.2.4. TAHAP PASCA OPERASIONAL
Komponen kegiatan pada tahap pasca operasi yang akan memberikan dampak
terhadap lingkungan adalah kegiatan pengelolaan lahan tapak PLTM/H dan
pemutusan hubungan kerja. Secara umum dampak yang akan terjadi adalah
perubahan perubahan tataguna lahan dan perubahan sumber pendapatan.
1) Perubahan Tataguna Lahan
2) Perubahan Sumber Pendapatan

2.3 UPAYA PENGELOLAAN LINGKUNGAN
Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup terhadap dampak yang terjadi akibat dari
pembangunan PLTM/H dan sarana prasarana pendukungnya. Selama
berlangsungnya pembangunan dan sarana prasarana pendukung kegiatan
PLTM/H, pihak pemrakarsa akan berusaha mengelola setiap perubahan
lingkungan akibat aktivitas yang dilakukan. Upaya pengelolaan lingkungan
tersebut bertujuan untuk mencegah dan menanggulangi penurunan kualitas
lingkungan hidup yang ditimbulkan akibat kegiatan tersebut.
14
Upaya-upaya pengelolaan dampak dalam rangka pencegahan dan
penanggulangan pencemaran dari kegiatan pembangunan sarana dan prasarana
PLTMH dapat dikelompokkan berdasarkan komponen yang dapat menyebabkan
dampak yaitu:
2.3.1. Tahap Pra Konstruksi
1) Sikap dan Persepsi Masyarakat

2.3.2. Tahap Konstruksi
1) Kualitas Udara dan Kebisingan
2) Kualitas Air Sungai
3) Flora dan Fauna
4) Biota Perairan
5) Kesempatan Kerja
6) Kesempatan Berusaha

2.3.3. Tahap Operasional
1) Kualitas Udara dan Kebisingan
2) Kualitas Air Sungai
3) Flora dan Fauna
4) Biota Perairan
5) Kesempatan Kerja
6) Kesempatan Berusaha

2.3.4. Tahap Pasca Operasi
1) Perubahan Tataguna Lahan
2) Perubahan Sumber Pendapatan

Dari komponen-komponen tersebut diatas dilakukan Upaya Pengelolaan
Lingkungan meliputi hal-hal sebagai berikut:
15
a. Sumber dampak
b. Tolok ukur dampak
c. Tujuan Pengelolaan
d. Upaya Pengelolaan Dampak
e. Lokasi Pengelolaan
f. Waktu dan Frekuensi Pengelolaan
g. Institusi Pengelolaan

2.4 UPAYA PEMANTAUAN LINGKUNGAN
Upaya PemantauaN Lingkungan Hidup ditujukan untuk mengetahui efektivitas
dari upaya pengelolaan yang dilakukan dan sebagai langkah untk mengetahui
timbulnya pencemaran lingkungan, yang mungkin akan terjadi.
Upaya-upaya pemantauan lingkungan yang dapat dilaksanakan adalah pada
Tahapan Pra Kontruksi, Tahap Konstruksi, Tahap Operasi dan Tahapan Pasca
Operasi adalah seperti di bawah ini:
2.4.1. Tahap Pra Konstruksi
1) Sikap dan Persepsi Masyarakat

2.4.2. Tahap Konstruksi
1) Kualitas Udara dan Kebisingan
2) Kualitas Air Sungai
3) Flora dan Fauna
4) Biota Perairan
5) Kesempatan Kerja
6) Kesempatan Berusaha

2.4.3. Tahap Operasional
1) Kualitas Udara dan Kebisingan
2) Kualitas Air Sungai
16
3) Flora dan Fauna
4) Biota Perairan
5) Kesempatan Kerja
6) Kesempatan Berusaha

2.4.4. Tahap Pasca Operasi
1) Perubahan Tataguna Lahan
2) Perubahan Sumber Pendapatan

Dari komponen-komponen tersebut diatas dilakukan upaya pemantauan
lingkungan meliputi hal-hal sebagai berikut:
a. Sumber dampak
b. Jenis dampak yang dipantau
c. Parameter yang dipantau
d. Tolok ukur yang dipantau
e. Tujuan Pemantauan
f. Metode Pemantauan
g. Lokasi Pemantauan
h. Waktu dan Frekuensi pemantauan
g. Institusi Pemantauan


3. ANALISIS KELAYAKAN LINGKUNGAN
Sebagai bagian dari metode kelayakan analisis terhadap kelayakan proyek, maka
analisis kelayakan lingkungan ini perlu ditindak lanjuti dengan Dokumen Upaya
Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL
dan UPL) setelah dilakukan sosialisasikan dengan Kecamatan pada lokasi
kegiatan pembangunan unit Pembangkit PLTM/H untuk menperoleh surat
rekomendasi Dokumen UKL & UPL yang disetujui oleh Kantor BAPEDA Kabupaten
di lingkungan setempat.

You might also like