You are on page 1of 4

Jurnal Bahan Alam Indonesia ISSN 1412-2855 Vol. 5, No.

1, Januari 2006
317
UJI LAKSATIF DAN TOKSISITAS AKUT JUS DAUN PACE
(Morinda citrifolia L) PADA TIKUS PUTIH
(Acute Toxicity and Laxative Test of Morinda citrifolia L. Juice on Rats)

Pudjiastuti, dan Yun Astuti Nugroho
Puslitbang Farmasi dan Obat Tradisional
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI

Abstract

Empirically the leaves of pace (Morinda citrifolia L) have been used as laxative, although
scientifically has not been proved. The laxative effect and acute toxicity of the leaves of Morinda
juice were studied on rat.
A transit intestinal method were use for the laxative research, while that for acute toxicity test
used WHO methods. For the laxative study 20 rats were divided randomly into 5 goups. The first
group was given distilled water as control, the second group was given loperamid 1ml, the third
was given 1ml morinda juice, the fourth group given 1,5 ml morinda juice, and the fifth was given
2 ml pace juice/ body weight. For the acute toxicity test 25 rats was divided randomly into 5
groups, for any groups were given 1000mg, 5000mg, 10000mg, 15000mg and 20000 mg/kg body
weight. Behavioral profile body weight and the death of the animals were evaluated until 14 days
since the administration of the morinda juice.
The result showed that 2ml morinda juice did not show significant different effect in laxative
effect (Anova, P > 0,05), and there were no death of rats showed until 14
th
days. The behavior of
rats showed indication of depression of the central nervous system.

Key word: Acute toxicity; Laxative; Morinda citrifolia L, morinda


Naskah diterima tanggal 1 April 2005, disetujui tanggal 1 Desember 2005
Alamat koresponden:
Jl. Percetakan Negara 29 Jakarta, 10560


PENDAHULUAN
Diare adalah suatu kondisi dimana frekuensi
defekasi melebihi frekuensi normal dengan
konsistensi feses cair atau seperti bubur yang terjadi
secara berulang lebih dari 3 kali sehari. Diare dapat
bersifat akut disebabkan oleh bakteri atau virus dan
kronis yang berkaitan dengan gangguan
gastrointestinal. Berdasarkan mekanisme
penyebabnya diare dibedakan menjadi a) karena
kurangnya absorbsi zat osmotik dari lumen usus(diare
osmotik), b) meningkatnya sekresi elektrolit dan air
kedalam lumen usus(diare sekretorik) disebabkan
oleh bakteri atau, c) naiknya permiabilitas mukosa
usus atau terganggunya motilitas usus karena
penyakit pada usus halus atau tidak terabsorbsinya
asam empedu (1). Diare di Indonesia hingga saat ini
masih menduduki peringkat tinggi, obat diare terdapat
banyak dijual di pasaran dan mudah didapat namun
demikian tidak menutup kemungkinan dalam
melestarikan budaya bangsa tanaman obat digunakan
sebagai alternatif.
Pace atau mengkudu (Morinda citrifolia L)
termasuk dalam famili Rubiaceae. Tanaman ini
berupa pohon dengan ketinggian mencapai 7m.
Secara empirik buahnya antara lain dikenal sebagai
obat diabetes, tekanan darah tinggi dan antelmintik.
Di samping buah, daunnya juga secara empiris
digunakan sebagai obat diare, mules, disentri dan juga
digunakan sebagai sayuran (2). Informasi ilmiah
mengenai buah pace menyebutkan ekstrak daging
buah pace yang masak dosis 0,14 ml/100g bb dapat
menurunkan kadar glukosa darah tikus secara
bermakna, sementara peneliti lain menginformasikan
fraksi kloroform dari buah pace dapat membunuh dan
menghambat pertumbuhan cacing lambung secara
bermakna.dibanding farksi n-heksana dan fraksi
metanol buah pace (3,4). Di samping itu akar pace
dalam bentuk ekstrak methanol kadar 0,5%, 1% dan
2% dapat meningkatkan kelarutan batu ginjal dan
garam garam kalsium lainnya lebih besar dibanding
ekstrak air, di lain pihak ekstrak polar akar mengkudu
memberikan efek laksan tidak berbeda nyata dengan
daun sena dosis 600mg/kg bb pada p > 0,05 (5,6).
Beberapa hasil penelitian mengenai daunnya
menyatakan bahwa perasan daun pace dosis 70ml/kg
bb, infus daun segar dosis 47g/kg bb dan infus daun
Uji Laksatif (Pudjiastuti dan Yun A. N.)
318
kering 50g/kg bb yang diberikan pada tikus
memberikan efek sedatif yang berarti dibanding
diazepam 8,5 mg/kg bb, sedangkan menurut
informasi lain dekok daun mengkudu 20% dosis
5g/kg bb yang diberikan pada mencit mempunyai
efek sebagai pencahar dibanding istizin (7,8).
Berdasarkan serangkaian hasil penelitian
diatas maka dilakukan pengaruh pemberian jus daun
pace segar terhadap efek pencahar dengan
menggunakan metode transit intestinal dengan
menggunakan norit sebagai marker, di samping itu
dilakukan pula uji toksisitas akut (9,10).

METODE
Bahan uji
Bahan uji berupa daun pace yang tidak
terlalu tua didapatkan dari daerah sekitar Jakarta.
Daun dicuci bersih lalu dibuat jus dengan kosentrasi
100%, yaitu 100 g daun pace dilarutkan dalam 100 ml
akuades kemudian diblender, disaring dan filtratnya
sebagai bahan uji.

Hewan uji
Hewan uji tikus strain Wistar berat antara
150 250 g, dan mencit jantan berat antara 20 25 g
strain DDY didapatkan dari P5 Badan Litbang
Kesehatan Depkes RI. Sebelum digunakan
diaklimatisasi dalam laboratorium selama 2 minggu.

Cara kerja
Uji Toksisitas akut (10)
Percobaan menggunakan tikus jantan terdiri
dari 5 kelompok percobaan @ 5 ekor, tiap kelompok
diberi dosis 1000, 5000, 10000mg, 15000, dan
20000mg/kg bb, secara oral. Kemudian tikus diamati
sampai dengan 3 jam dan pengamatan dilanjutkan
setiap hari selama 14 hari. Selama percobaan tikus
ditimbang setiap 4 hari sekali dan dilihat kematian
kemudian dievaluasi, dan dilakukan pula pengamatan
gelagat.

Uji Anti diare metode transit intestinal (9)
Lima kelompok tikus masing-masing 4 ekor
diberi jus dosis 1ml, 1,5 ml, dan 2 ml/100g bb,
lomotil sebagai pembanding 1mg/100g bb, akuades
sebagai kontrol bahan uji diberikan secara secara oral.
Kemudian tikus didiamkan selama 45 menit, setelah
itu seluruh tikus diberi larutan norit 1 ml/ekor untuk
marker. Dua puluh menit setelah pemberian norit,
tikus dikorbankan, usus dikeluarkan secara hati hati
dipotong mulai dari pylorus sampai ke rektum. Usus
diregangkan diukur panjang usus seluruhnya dan
panjang usus yang dilalui norit, kemudian dihitung
rasio jarak usus dengan membandingkan antara
panjang usus yang dilalui norit terhadap panjang usus
normal dan dibandingkan untuk tiap kelompok
perlakuan. Observasi persen rasio jarak usus
menggunakan rumus 1.

Panjang usus yang dilalui norit
x 100% .(1)
Panjang usus seluruhnya

HASIL DAN PEMBAHASAN
Uji toksisitas akut
Rata rata bobot badan merupakan
perbedaaan penimbangan bobot badan antara hari ke
1 dengan hari ke h yang ditimbang setiap 4 hari sekali
selama 14 hari. Di sini terlihat makin besar dosis
yang diberikan makin besar penurunan bobot pada
hari ke 14.


Tabel 1. Rata rata bobot badan tikus akibat pemberian jus pace selama 14 hari
yang ditimbang setiap 4 hari sekali

Dosis mg/100 g bb
No. 1000 5000 10000 15000 20000
1 9 5,25 6 8,75 7
2 5,5 11,25 7,45 7,25 9,35
3 5 4 5,5 6,75 6,5
4 5,5 5 6,5 7,25 8
5 7,25 6,5 6,39 10 5,5
Rata rata 6,45 (2,85) 6,45 (1,66) 6,39 8 (1,35) 7,3 (1,52)

Dari uji toksisitas akut dapat ditentukan suatu bahan
uji termasuk dalam golongan toksik atau tidak. Pada
tabel 1 hasil percobaan toksisitas akut akibat
pemberian jus daun pace pada tikus sampai dengan
dosis 20.000 mg/ kg selama 14 hari tidak ada yang
mati, menunjukkan sampai dosis tersebut masih
dalam batas aman. Menurut kriteria Cleason harga
tersebut termasuk dalam golongan bahan Practically
Non Toxic karena > 15000 mg/kg oral tikus (11).
Dari hasil pengamatan gelagat 30 menit
setelah pemberian bahan sampai dosis 20.000mg/kg
bb terlihat tikus dalam keadaan tenang, rasa nyeri
hilang, straub respon meningkat pada awalnya
kemudian menjadi tenang, maka efek tersebut
Jurnal Bahan Alam Indonesia ISSN 1412-2855 Vol. 5, No. 1, Januari 2006
319
menunjuk kan indikasi adanya depresi susunan saraf
pusat. Informasi ini berbeda dengan penelitian yang
dilakukan oleh Herwanto S, menyatakan bahwa
perasan daun pace dosis 70ml/kg bb, infus daun segar
dosis 47g/kg bb dan infus daun kering 50g/kg bb
yang diberikan pada tikus memberikan efek sedatif
yang berarti dibanding diazepam 8,5 mg/kg bb (7).
Hasil penimbangan berat berat badan selama
14 hari yang ditimbang setiap 4 hari dan
penimbangan terakhir selama 2 hari menunjukkan
tidak ada perbedaan yang bermakna antara kelompok
perlakuan pada P 0,05. Walaupun dalam grafik
terlihat ada perbedaan, namun perbedaan tersebut
tidak berpengaruh terhadap bobot badan. Dengan
demikian pemberian jus pace tidak menunjukkan
penambahan bobot badan yang berarti sampai hari ke
14.
Uji Antidiare dengan metoda transit intestinal.
Percobaan dengan metode ini bertujuan
untuk mengevaluasi aktivitas obat antidiare, laksansia
ataupun antispasmodik berdasarkan pengaruh
terhadap kecepatan motilitas usus yang diukur
sebagai rasio jarak usus yang ditempuh oleh norit
dalam jangka waktu tertentu terhadap panjang usus
dari pylorus sampai dengan rektum.
Dengan ketentuan persen rasio sebagai
antidiare adalah lebih pendek sedangkan sebagai
laksantia atau antispasmodik nilainya lebih panjang
bila dibanding akuades (9).


Tabel 2. Pengaruh pemberian jus daun pace terhadap ratio panjang usus yang dilalui norit dibanding
panjang usus tikus normal

No. N Kelompok dosis /200g bb % Ratio
1 4 Akuades 1ml 53,37 + 2,05
2 4 Loperamid 32,93 + 4,31
3 4 Jus pace 1ml 57,07 + 6,34
4 4 Jus pace 1,5 ml 63,60 + 2,31
5 4 Jus pace 2 ml 60,55 + 5,12


Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Sri Hartini (8), dekok daun pace mempunyai efek
pencahar maka dilakukan uji efek laksatif dari jus
daun pace dengan tujuan untuk mengetahui apakah
jus daun pace juga mempunyai efek sebagai
pencahar/laksans. Efek laksatif dilakukan dengan
menggunakan metode transit intestinal dengan norit
sebagai marker. Norit atau karbon aktif merupakan
laksansia dengan spektrum kerja luas dan masa kerja
cepat dapat menyerap bakteri, toksin, gas, akan tetapi
tidak spesifik sehingga obat, nutrien, dan enzim
dalam saluran cerna juga akan diserap (12).
Untuk mengetahui efek dari jus daun pace
maka digunakan 3 macam dosis yaitu 1ml, 1,5ml dan
2 ml / 100g bb, digunakan loperamid HCL 1ml/100g
bb sebagai pembanding dan akuades sebagai kontrol.
Loperamid yang merupakan obat antidiare non
spesifik yang disebabkan karena gangguan
gantrointestinal, biasa digunakan sebagi pembanding
dalam pengujian antidiare.
Hasil percobaan dapat terlihat pada tabel 2
nilai rasio bervariasi dengan nilai % rasio akuades;
loperamid, jus pace 1 ml, jus pace 1,5 ml dan jus pace
2 ml berturut turut adalah 53,37 %, 32,93 %, 57,07
%, 63,60 %, dan 53,37 %. Nilai persen rasio akuades
lebih panjang dibanding dengan loperamid tapi tidak
lebih panjang jika dibandingkan dengan ketiga
kelompok dosis jus pace. Secara statistik dengan
Anova dapat dilihat perbedaan antara kelompok
perlakuan, akuades dengan loperamid terlihat ada
perbedaan nyata (P0,05) sedangkan ketiga kelompok
jus pace tidak terlihat ada beda pada p 5%. Efek ini
menunjukkan adanya sifat anti diare pada loperamid
sementara pada ketiga kelompok jus tidak
menunjukkan adanya sifat antidiare yang berarti
bersifat laksatif.
Dari hasil penelusuran pustaka, tanaman ini
mengandung minyak atsiri karvon, asam kaprilat,
moriandiol, soranyidiol dan beberapa turunan
antrakinon. Menurut informasi golongan antrakinon
mempunyai sifat sebagai pencahar, dengan
demikian sementara dapat disimpulkan efek
laksatif/pencahar dari daun pace dapat disebabkan
karena kandungan golongan antrakinon (13,14 ).

KESIMPULAN
1. Jus daun pace sampai dengan dosis 20000mg/kg
bb tidak menyebabkan kematian pada tikus
setelah pemberian 14 hari. Menurut kriteria
Cleason termasuk dalam golongan bahan
Practically Non Toxic. Dari hasil pengamatan
gelagat menunjukkan adanya sifat mendepresi
susunan saraf pusat.
2. Jus daun pace sampai dengan 2 ml/kg bb yang
diberikan secara oral mempunyai efek laksatif
yang tidak berbeda bermakna dengan loperamid
pada taraf kepercayaan 95%.

Uji Laksatif (Pudjiastuti dan Yun A. N.)
320
DAFTAR RUJUKAN
1. Ernest M. 1991 Dinamika obat. Edisi ke 5.
Diterjemahkan oleh Mathilda B. Widianto dan
Anna Setiadi Ranti Bandung. Penerbit ITB.
Bandung.
2. Heyne K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia
Jilid IV. Cetakan I. Diterjemahkan oleh Badan
Litbang Kehutanan Jakarta.
3. Handoyo F. 1996 Pengaruh ekstrak daging buah
pace (Morinda citrifolia L) terhadap kadar
glukosa plasma darah tikus putih (Rattus
norvegicus). Laporan Penelitian. Fak. Biologi
UGM, Jogjakarta.
4. Desi H. 1998. Penapisan kandungan kimia dan
uji efek anthelmintik buah mengkudu (Morinda
citrifolia L) terhadap cacing lambung
(Haemonucus contortus R) secara in vitro.
Skripsi. JF FMIPA-ITB. Bandung.
5. Rita M. 1991. Daya melarutkan ekstrak akar
mengkudu (Morinda citrifolia L) terhadap batu
ginjal dan beberapa garam kalsium secara in
vitro. Skripsi. JF FMIPA Unand. Padang.
6. Asrianto. 1992. Uji efek ekstrak polar akar
mengkudu (Morinda citrifolia LINN) sebagai
laksan pada mencit putih jantan secara in vivo.
Skripsi. JF FMIPA Unand. Padang.
7. Herwanto S. 1980. Uji efek sedatif seduhan
bubuk daun kering Musaenda erytrophyla
SCHUM 15%, infus biji Erytrina fusca LOUR
40%, perasan daun segar, infus daun segar, infus
daun kering Morinda citrifolia LINN pada tikus
jantan. Skripsi. Jurusan Farmasi FMIPA ITB.
Bandung.
8. Sri Hartini.1986 Pengaruh pemberian tunggal
dan campuran dekok daun Cassia angustifolia
VAHL dan daun Morinda citrifolia L terhadap
defikasi mencit. Skripsi. JF FMIPA ITB.
Bandung.
9. Anonim, 1993. Penapisan Farmakologi,
Pengujian Fitokimia dan Pengujian klinik.
Kelompok kerja Ilmia Fitofarmaka Yayasan
Pengembangan Obat Alam Phyto Medica.
Jakarta.
10. WHO. 1993 Research Guidelines for
evaluating the savety and efficacy of herbal
medicines. Regional Office for the Western
Pasific Manila. Philiphine.
11. Cleason C.S. 1999. Clinical Toxycology of
Commercial Product. William & Wilson
Baltimore p 3-4.
12. Sulistia Gan dkk. 1995. Farmakologi dan
Terapi Edisi ke 4 Bagian Farmakologi FK UI
Jakarta.
13. Sugati S. dkk. 1991 Tinjauan hasil penelitian
tanaman obat di berbagai institusi jilid I
Puslitbang Farmasi Badan Litbang Kesehatan
Depkes RI.
14. Sumali W. 2000 Kimia dan Farmakologi
Bahan Alam. Direktorat Pembinaan dan
Pengabdian Pada Masyarakat. Ditjen
Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan
Nasional Jakarta.

You might also like