You are on page 1of 3

Pencemaran Limbah Tekstil di Bandung Ditangani KLH

October 17, 2012 Indra Nugraha (Kontributor Jawa Barat)



Penanganan limbah tekstil di Kecamatan Rancaekek, Kabupaten Bandung, kini memasuki
babak baru. Sejak 2011, kasus ini ditangani Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) yang
mengkaji dan menghitung kerugian masyarakat dampak limbah. Kepala bidang
Pengendalian Pencemaran Lingkungan Daerah (BPLHD) Jawa Barat (Jabar), Suharsono
mengatakan, studi lapangan, menghasilkan data valid terus dilakukan KLH. Besaran
kerugian nanti diakumulasikan agar perusahaan-perusahaan yang membuang limbah bisa
mengganti. KLH akan menjadi fasilitator menemukan titik temu kesepakatan antara
masyarakat Rancaekek dan perusahaan, katanya di Bandung.
Jika setelah mediasi tak menemukan titik temu, sanksi lebih tegas bisa diberikan kepada
perusahaan tekstil yang membuang limbah tanpa prosedur. Sanksi yang diberikan bisa
bentuk pidana bahkan pencabutan izin usaha.Proses kajian sedang berjalan. Paling lama
dua tahun sudah selesai. Kita tunggu saja tahun 2013.
Masalah limbah di kawasan Rancaekek, sudah sejak 1991 dan berlarut-larut. Limbah
industri di Rancaekek bukan permasalahan baru, kata Suharsono. Dia menilai, masalah ini
bak lingkaran setan. Setidaknya ada 35.000 orang menggantungkan hidup sebagai pekerja
di perusahaan-perusahaan tekstil ini. Ini menyebabkan penanganan lewat jalur hukum
menjadi sangat sulit.
Dia mengatakan, hingga saat ini setidaknya 450 hektar sawah tercemar dan tidak bisa
ditanami lagi. Kerusakan sudah sangat parah. Data BPLHD Jabar, sepanjang 1993 hingga
2008 tercatat 20 laporan resmi masuk. Agustus 2002 ada kesepakatan antara masyarakat
dengan PT. Kahatex, PT. Insan Sandang dan PT. Five Star dalam mengatasi limbah tekstil.
Kesepakatan itu ditempuh dengan alternative dispute resolution (ADR) ber Nomor
660.3/631/I/2002 tanggal 6 Agustus 2002. Ia berisi beberapa hal untuk jangka pendek dan
panjang.

Air sungai di Dusun Jelegong, Rancaekek, Bandung. Foto: Indra Nugraha
Kesepakatan jangka pendek dengan mengoptimalisasikan IPAL sesuai teknis yang
direkomendasikan BPLHD Jabar, normalisasi Sungai Cikijing dan memberikan kompensasi
bagi program ini. Adapun besaran kompensasi, PT. Kahatex Rp115, 500 juta, PT. Insan
Sandang Internusa Rp8 juta, dan PT. Five Star Rp7,5 juta.
Untuk jangka panjang, pembangunan IPAL terpadu, pengembangan program community
development meliputi penyediaan air bersih, sarana medis dan pengalihan mata pencarian
masyarakat dari sawah ke usaha lain. Juga memfasilitasi dan pembinaan untuk
pengembangan peluang dan potensi usaha masyarakat.
Pada 2003, ada upaya penanganan limbah industri, yakni pencanangan mulai feasibility
study (studi kelayakan) IPAL Gabungan Industri di Rancaekek. Namun, hingga saat ini
pembuatan IPAL gabungan tidak pernah terealisasi. Karena membutuhkan dana sangat
besar.
Pada 2007, pengaduan masyarakat mengenai pencemaran sungai dan sawah di Rancaekek
tinggi setidaknya ada 11 laporan. Pengaduan oleh masyarakat baik, individu, LSM, hingga
surat dari DPR RI bahkan komnas HAM.
Isi surat beragam. Ada permohonan investigasi penyakit kulit dan pernafasan, keluhan
mengenai dampak negatif boiler batubara PT. Kahatex sampai perihal kerusakan
lingkungan pertanian dan eksploitasi air permukaan oleh industri.
Berbagai desakan segera menyelesaikan masalah limbah industri tekstil di Rancaekek
menguat. Lahirlah, tujuh tuntutan masyarakat Rancaekek pada 28 Februari 2008 di
BPLHD Jabar, melalui Camat Rancaekek. Ketujuh tuntutan antara lain, pemulihan lahan
terkena limbah hingga menjadi lahan produktif, pengawasan tegas dari instansi terkait,
terhadap perusahaan, IPAL terpadu jauh dari pemukiman sampai normalisasi Kali
Cikijing, Cimande dan Cikeruh.
Lalu, pada 11 Juni 2008, desakan warga menghasilkan kesepakatan jangka pendek antara
PT Kahatex, PT Insan Sandang Internusa, perwakilan masyarakat desa dan instansi terkait.
Kesepakatan itu mengharuskan perusahaan optimalisasi sistem kinerja IPAL, pemberian
bantuan pinjaman modal UKM dan rekrut tenaga kerja warga sekitar.
Kesepakatan itu ternyata tak menghentikan pencemaran. Maret 2009, PT Kahatex dan PT
Insan Sandang Internusa kena sanksi administrasi. Mereka wajib optimalisasi IPAL,
evaluasi proses fisika, kimia, dan biologi. Perusahaan juga harus mengevaluasi unit proses
serta pengolahan menghilangkan Na dan Cl. Kedua perusahaan harus membuat kolam
penampungan limbah akhir dan memasang alat monitoring. Lalu, mereka membuat
kajian pengubahan pembuangan dari Sungai Cikijing ke badan air yang lain.

You might also like