You are on page 1of 150

SKRIPSI

HUBUNGAN ASUPAN ZAT GIZI MIKRO DENGAN


STATUS GIZI SISWA SD INPRES 2 PANNAMPU
KECAMATAN TALLO KOTA MAKASSAR
TAHUN 2012




MUHAMMAD FAISAL
K 211 08 306



















Skripsi I ni Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Gizi



FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2012
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : Muhammad Faisal
NIM : K211 08 306
Program Studi : Ilmu Gizi
Menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi yang saya susun ini
benar merupakan hasil karya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan
atau pemikiran orang lain. Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan
bahwa sebagian atau keseluruhan skripsi ini hasil karya orang lain, saya bersedia
menerima sangsi atas perbuatan tersebut.

Makassar, Agustus 2012
Yang Menyatakan,


MUHAMMAD FAISAL


RINGKASAN
Universitas Hasanuddin
Fakultas Kesehatan Masyarakat
Program Studi Ilmu Gizi

MUHAMMAD FAISAL
HUBUNGAN ASUPAN ZAT GIZI MIKRO DENGAN STATUS GIZI
ANAK SEKOLAH KELAS IV DAN V SD INPRES 2 PANNAMPU
KECAMATAN TALLO KOTA MAKASSAR TAHUN2012
(xv + 94 Halaman + 10 Tabel + 2 Gambar + 7 Lampiran)

Anak usia sekolah adalah investasi bangsa, karena anak usia tersebut adalah
generasi penerus bangsa. Pertumbuhan anak usia sekolah yang optimal tergantung
pemberian nutrisi dengan kualitas dan kuantitas yang benar. Dalam masa
pertumbuhan tersebut pemberian nutrisi pada anak tidak selalu dapat dilaksanakan
dengan sempurna. Banyak sekali masalah yang ditimbulkan dalam pemberian
makanan yang tidak benar dan menyimpang. Penyimpangan ini mengakibatkan
gangguan pada banyak organ dan sistem tubuh anak.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara
asupan gizi mikro dengan status gizi pada anak kelas IV & V di SD Inpres 2
Pannampu Makassar. Jenis Penelitian ini merupakan penelitian analitik
observasional dengan desain Cross Sectional. Pengambilan sampel dilakukan
menggunakan teknik Proporsional Random Sampling dengan jumlah sampel 82
orang. Pengumpulan data dilakukan dengan pengambilan data sekunder dan data
primer. Pengolahan dan analisis data dengan menggunakan beberapa program
komputer yaitu SPSS versi 16, Nutrisurvey, dan WHO Antro plus 2007.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara asupan vitamin
A (p=0,013) dan Zink (p=0,015) dengan status gizi menurut indikator IMT/U
serta tidak ada hubungan antara asupan vitamin C (0,820), vitamin D (0,340), Fe
(0,382), yodium (0,511) dan Ca (p=0,306) dengan status gizi menurut indikator
IMT/U. Ada hubungan antara vitamin D (p=0,047), yodium (p=0.019) dan Ca
(p=0,047) dengan status gizi menurut indikator TB/U serta tidak ada hubungan
antara asupan vitaminA (p=0,622), vitamin C (p=0,412), Fe (p=0,388) dan Zink
(p=0,416) dengan status gizi menurut indikator TB/U.
Dari hasil penelitian disarankan kepada anak sekolah dasar agar
mengkonsumsi makanan yang bervariasi, kepada pihak sekolah agar memantau
status gizi siswa melalui pengukuran antropometri secara rutin dan kepada
petugas kesehatan, disarankan agar lebih meningkatkan program penyuluhan
tentang gizi seimbang kepada anak sekolah dasar.

Daftar Pustaka : 59 (1985-2012)
Kata Kunci : Zat Gizi Mikro, Status Gizi anak Sekolah



KATA PENGANTAR



Puji syukur kehadirat Illahi Rabbi atas izin-Nya hingga penulis dapat
merampungkan skripsi ini. Shalawat dan salam kepada junjungan kita Nabi Besar
Muhammad SAW yang telah menanamkan kesabaran dan semangat perjuangan
bagi semua umatnya.
Selesainya penulisan ini tidak terlepas dari aral dan hambatan, tetapi
berkat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, akhirnya penulis dapat
mengatasi semua itu. Oleh karenanya, dengan segala keikhlasan dan kerendahan
hati penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada Bapak Dr. Saifuddin Sirajuddin, MS dan ibu Ulfah Najamuddin, S.Si,
M.Kes selaku Pembimbing I dan Pembimbing II yang telah meluangkan waktu
dan pikiran untuk memberikan petunjuk dan arahan kepada penulis. Perkenankan
pula penulis dengan segala rasa hormat menghaturkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada
1. Bapak Dr. Djunaedi M Dachlan, MS selaku penasehat akademik yang telah
dengan sabar memberikan bimbingan, arahan dan nasehat selama penulis
menempuh pendidikan di FKM Unhas.
2. Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Prof.Dr. HM. Alimin Maidin, MPH
dan Pembantu Dekan, Staf Pengajar serta seluruh karyawan atas bantuan dan
kerjasamanya.
3. Ibu Dr. Dra. Nurhaedar Jafar, Apt., M.Kes selaku Ketua Program Studi
Ilmu Gizi, dan selaku penguji atas saran, bimbingan dan masukan serta
motivasinya dalam penyusunan skripsi maupun kegiatan pendidikan yang
selama ini dijalani penulis.
4. Bapak Abdul Salam, SKM, M.Kes selaku penguji atas saran, bimbingan dan
masukan serta motivasinya dalam penyusunan skripsi ini.
5. Ibu Dr. Suriah, SKM, M.Kes selaku penguji atas saran, bimbingan dan
masukan serta motivasinya dalam penyusunan skripsi ini.
6. Bapak Gubernur Sulawesi Selatan, bapak Walikota Makassar, dan Kepala
Dinas Pendidikan Kota Makassar beserta stafnya atas bantuan memberikan
izin dan rekomendasi penelitiannya.
7. Ibu Kepala Sekolah SD Inpres 2 Pannampu besrta stafnya atas segala
bantuan dan kerjasamanya selama melakukan penelitian.
8. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin
atas segala jerih payah dan pengorbanan dalam memberikan pengetahuan ilmu
gizi dan kesehatan selama ini.
9. Para staf dan pegawai di Program Studi Ilmu gizi dan Akademik Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin yang telah membantu segala
proses hingga selesainya skripsi ini.
10. Rekan-rekan seperjuangan angkatan 2008, terkhusus sahabat-sahabat rantau
Aldhy Gilar Permana, Putra Perdana K, Muhammad Fadli, Muhammad
Ikhsan A, La Ode Ahmad Mardin, Irfan, dan La Ode Abd Malik yang
telah memberikan pelajaran kepada peneliti tentang arti sebuah pertemanan,
persahabatan, dan kebersamaan, Thanks for this beautiful friendship,terima
kasih atas perhatian dan dukunganta selama ini kawan. Hidup MAHASISWA,
Hidup MAHAGIPALA.
11. Kanda-kanda senior dan adik-adik Angk. 2009, 2010, dan 2011 yang selama
ini menjadi teman berbagi pemikiran dan pendapat di saat berlangsungnya
proses-proses kemahasiswaan di kampus ungu tercinta ini.
12. Kepada Om Rajab, Om Said dan Alm. Tante Oci yang telah memberikan
bantuan moril dan materil sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan
hinggan kejenjang S1.
13. Dan juga kepada seluruh pihak yang tidak sempat disebutkan namanya satu
persatu yang telah memberikan bantuan moril dan materil, sehingga dapat
terselesaikannya skripsi ini, penulis ucapkan terima kasih dan penghargaan
yang setinggi-tingginya.
Akhirnya, sembah sujud penulis haturkan kepada kedua orang tua tercinta
Ayahanda Alm. H. Marsuki dan Ibunda Hj. Sitti Rohani yang telah memberikan
doa restu, cinta dan pengorbanan yang tulus sedari kecil hingga penulis bisa
menjadi seperti sekarang ini. Untuk Kakakku yang tersayang, Masriadi, SKM
terima kasih atas dukungan moral dan materilnya selama penulis menjalani proses
perkuliahan.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan,
karena itu sangat diharapkan tegur sapa yang sehat dan kritikan yang sifatnya
membangun demi kesempurnaan penulisan skripsi ini.
Semoga amal dan bantuan dari semua pihak mendapat pahala dari Allah
SWT, dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi yang memerlukan. Amin

Makassar, Juli 2012


Penulis
DAFTAR ISI

HAL
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i
LEMBAR PERSETUJUAN .......................................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... iii
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ........................................................ iv
RINGKASAN ............................................................................................... v
KATA PENGANTAR .................................................................................. vi
DAFTAR ISI ................................................................................................. x
DAFTAR TABEL ......................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .......................................................................... 1
B. Rumusan Masalah..................................................................... 10
C. Tujuan Penelitian ...................................................................... 10
D. Manfaat Penelitian .................................................................... 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum tentang Anak Sekolah Dasar ......................... 12
B. Tinjauan Umum tenang Status Gizi .......................................... 15
C. Tinjauan Umum tentang Gizi Mikro ........................................ 30
D. Kerangka Teori ......................................................................... 43
E. Kerangka Konsep ...................................................................... 44
F. Definisi Operasional ................................................................. 45
G. Hipotesis Penelitian .................................................................. 47
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian ......................................................................... 48
B. Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................... 48
C. Populasi dan Sampel ................................................................. 48
D. Metode Pengumpulan Data ...................................................... 50
E. Pengolahan Data ....................................................................... 51
F. Analisis Data............................................................................. 53
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian ......................................................................... 54
B. Pembahasan .............................................................................. 72
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ............................................................................... 88
B. Saran ........................................................................................ 89
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 90
LAMPIRAN

DAFTAR TABEL

Tabel Hal

Tabel 2.1 Angka Kecukupan Gizi 2005 ...................................................... 42
Tabel 2.2 Definisi Operasional dan Kriteria Objektif .................................. 45
Tabel 4.1 Distribusi Karakteristik Responden SD Inpres 2 Pannampu
Makassar Tahun 2012 .................................................................. 55
Tabel 4.2 Distribusi Karakteristik Keluarga responden SD Inpres 2
Pannampu Makassar Tahun 2012 ................................................ 56
Tabel 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Penyakit Yang Pernah
Diderita Selama Sebulan Terakhir SD Inpres 2 Pannampu
Makassar Tahun 2012 .................................................................. 57
Tabel 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Status Gizi (TB/U) SD
Inpres 2 Pannampu Makassar Tahun 2012 .................................. 58
Tabel 4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Status Gizi (IMT/U) SD
Inpres 2 Pannampu Makassar Tahun 2012 .................................. 58
Tabel 4.6 Distribusi Asupan Gizi Mikro Responden Siswa SD Inpres
2 Pannampu Makassar Tahun 2012 ............................................. 59
Tabel 4.7 Hubungan Antara Asupan Gizi Mikro dengan Status Gizi
Berdasarkan IMT/U SD Inpres 2 Pannampu Makassar
Tahun 2012 .................................................................................. 60
Tabel 4.8 Hubungan Antara Asupan Gizi Mikro dengan Status Gizi
Berdasarkan TB/U SD Inpres 2 Pannampu Makassar Tahun
2012 .............................................................................................. 67


DAFTAR GAMBAR

Gambar Hal
1. Kerangka Teori................................................................................... 43
2. Kerangka Konsep ............................................................................... 44

DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
1. Formulir Kuesioner Penelitian
2. Food Models
3. Surat Ijin Penelitian
4. Surat Telah Melakukan Penelitian
5. Master Tabel Penelitian
6. HasilAnalisis Data
7. Foto-foto kegiatan
8. Daftar Riwayat Hidup



BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keberhasilan pembangunan suatu bangsa ditentukan oleh sumber
daya manusia yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik yang
tangguh, mental yang kuat, dan kesehatan yang prima serta cerdas. Bukti
empiris menunjukkan bahwa hal ini sangat terkait hubungannya dengan
status gizi yang dalam hal ini adalah status gizi baik. Status gizi yang baik
ditentukan oleh jumlah asupan pangan yang dikonsumsi dan penyakit infeksi.
Secara tidak langsung keadaan ini dipengaruhi oleh pola asuh dalam
keluarga, ketersediaan pangan, faktor sosial ekonomi, budaya dan politik.
Apabila kasus gizi kurang dan gizi buruk terus terjadi dapat menjadi salah
satu faktor pengambat dalam pembangunan nasional (Djaroh, 2010).
Anak usia sekolah adalah investasi bangsa, karena anak usia tersebut
adalah generasi penerus bangsa. Pertumbuhan anak usia sekolah yang optimal
tergantung pemberian nutrisi dengan kualitas dan kuantitas yang benar.
Dalam masa pertumbuhan tersebut pemberian nutrisi pada anak tidak selalu
dapat dilaksanakan dengan sempurna. Banyak sekali masalah yang
ditimbulkan dalam pemberian makanan yang tidak benar dan menyimpang.
Penyimpangan ini mengakibatkan gangguan pada banyak organ dan sistem
tubuh anak (Judarwanto, 2006).
Anak sehat menunjukkan gejala dan tanda pertumbuhan dan
perkembangan yang memuaskan, yaitu dapat mencapai potensi genetik secara

optimal. Salah satu faktor lingkungan fisik yang amat penting agar tumbuh
kembang anak berlangsung secara optimal adalah zat gizi harus dicukupi oleh
makanan sehari-hari (Sayogo, 2006). Pertumbuhan berkaitan dengan masalah
perubahan dalam besar, jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel, organ
maupun individu. (Soetjiningsih, 1998).
Indonesia pada saat ini mengalami permasalahan beban ganda
masalah gizi, di mana ketika permasalahan gizi kurang belum terselesaikan,
muncul permasalahan gizi lebih. Gizi kurang banyak dihubungkan dengan
penyakit infeksi, maka gizi lebih atau obesitas dianggap sebagai sinyal awal,
dan munculnya kelompok penyakit-penyakit degeneratif/non infeksi yang
sekarang ini banyak terjadi di seluruh pelosok Indonesia. Fenomena ini sering
dikenal dengan sebutan New World Syndrom atau Sindrom Dunia Baru.
Tingginya prevalensi obesitas, gizi lebih, hipertensi, dislipidemi dan beberapa
penyakit degeneratife lainnya, menyebabkan tingginya angka morbiditas dan
mortalitas di Indonesia (Hamam, 2005).
Berdasarkan data SUSENAS yang diolah oleh Jahari (2000)
menunjukkan bahwa upaya yang telah dilakukan untuk memperbaiki
pertumbuhan anak-anak Indonesia belum dapat dikatakan optimal. Angka gizi
buruk ternyata masih fluktuatif dan keadaan terbaik, yakni prevalensinya
paling rendah justru dicapai pada tahun 1989 yaitu 6,04%. Pada tahun 1999
jumlah anak dengan status gizi buruk adalah 7,76% (Khomsan Ali, 2004).
Lebih dari sepertiga (36,1%) anak usia sekolah di Indonesia tergolong
pendek ketika memasuki sekolah, hal ini mengindikasikan adanya kurang gizi
kronis. Prevalensi anak pendek dari tahun ke tahun menunjukkan tidak
adanya perubahan yang berarti. Perubahan yang terjadi hanya sedikit sekali
yaitu 39,8% pada tahun 1994 menjadi 36,1% pada tahun 1999. Data secara
nasional tentang tinggi badan anak di 5 propinsi ditemukan prevalensi anak
pendek di kota besar 43,9% dan di desa 51,3% dan secara total ditemukan
prevalensi anak pendek 49,3% (Jamaluddin, 2008)
Penelitian yang dilakukan terhadap 600.000 anak sekolah dasar di 27
Provinsi menunjukkan bahwa pada umumnya anak sekolah dasar hanya
mengkonsumsi 70% dari kebutuhan energy setiap harinya, oleh karena itu
sangat diperlukan penambahan dalam bentuk makanan jajanan (Agresta,
2005).
Masalah kekurangan zat gizi khususnya KEP menjadi perhatian
karena berbagai penelitian menunjukkan adanya efek jangka panjang yaitu
terhadap pertumbuhan manusia. Kenaikan akan jumlah zat gizi diperlukan
untuk pertumbuhan kegiatan fisik tambahan, lagi pula anak umur ini sangat
peka terhadap penyakit infeksi dan penyakit menular yang dapat
menghabiskan simpanan zat gizi tubuh. Jadi apabila penyediaan makanan
keluarga tersebut kurang atau hanya makan 2 kali sehari, maka seringkali
anak dari kelompok usia sekolah ini akan peka terhadap gizi kurang.
Terpenuhinya pangan yang berkualitas dan berkuantitas pada usia sekolah
akan meningkatkan kesehatan dan kualitas sumber daya manusia (Nursiah,
2003).
Whatever was the father of a disease, an ill diet was the mother
(George Herbert pada tahun 1660 seperti dikutip Jellife et al) dua hal yang
dianggap paling umum menjadi penyebab masalah gizi di masyarakat,
penyakit infeksi dan asupan gizi rendah hingga menyebabkan defisiensi
secara nisbi (Suryani,2007).
Beberapa penelitian menggambarkan masalah gizi anak sekolah yaitu
penelitian yang menemukan 54% anak sekolah mengalami obesitas, 26,8%
gizi kurang, dan 24,9% stunting. Hasil penelitian di Makassar ( 2000 )
menggambarkan, status gizi normal 45,28%, gizi kurang 36,79%, gizi buruk
17,92%. Perkembangan anak yang normal 75,5% dan meragukan 5,6%,
abnormal 18,9%. Di Jepang melaporkan peningkatan prevalensi obesitas dari
5% ke 11% pada anak Jepang pada umur 6 14 tahun (Hamam, 2005).
Dari hasil Survei Kesehatan Daerah Kabupaten Samosir Tahun 2006,
menurut indeks BB/U diperoleh status gizi usia anak sekolah di Kecamatan
Pangururan terdapat gizi buruk sebanyak 12,5%, gizi kurang sebanyak 31%,
gizi baik sebanyak 55,4% dan gizi lebih sebanyak 1,1 %. Menurut indeks
TB/U diperoleh status gizi anak usia sekolah sangat pendek sebanyak 27,2%,
pendek sebanyak 28,3% dan normal sebanyak 44,6%. Menurut indeks BB/TB
diperoleh status gizi anak usia sekolah dasar sangat kurus sebanyak 8,7%,
kurus sebanyak7,6%, normal sebanyak 76,1% dan gemuk sebanyak 7,6 %.
Berdasarkan hasil penelitian Hidayati, dkk (2007) di sekolah dasar di wilayah
Kartasura, terdapat 28,17 % siswa yang berstatus gizi kurang, 64,79% siswa
berstatus gizi normal, dan 7,04% siswa berstatus gizi lebih.
Menurut data riskesdas 2007 prevalensi kurus pada anak umur 6-14
tahun menurut jenis kelamin dan provinsi di Indonesia yaitu pada laki-laki
sebesar 13,3% dan perempuan 10,9%. Sedangkan prevalensi BB lebih pada
laki-laki 9,5% dan perempuan 6,4%. Sedangkan di Sulawesi Selatan
prevalensi kurus pada laki-laki sebesar 15,5% dan perempuan 13,4%.
Sedangkan prevalensi BB lebih pada laki-laki 7,4% dan perempuan 4,8%.
Menurut data riskesdas 2010, status gizi umur 6-12 tahun (IMT/U) di
Indonesia, yaitu prevalensi sangat kurus sebesar 4,6 %, kurus sebesar 7,6%,
gemuk sebesar 9,2% dan normal sebesar 78,6%. Sedangkan di Sulawesi
Selatan, prevalensi sangat kurus sebesar 4,2%, kurus sebesar 8,4%, gemuk
sebesar 3,9% dan normal sebesar 83,5%. Sedangkan prevalensi (TB/U) di
Indonesia yaitu, sangat pendek sebesar 15,1 %, pendek sebesar 20,5% dan
normal sebesar 64,5%. Di Sulawesi Selatan, prevalensi sangat pendek sebesar
13,2 %, pendek sebesar 26,9% dan normal sebesar 59,9%. Sulawesi Selatan
termasuk 20 provinsi dengan prevalensi kependekan di atas prevalensi
kependekan nasional.
Salah satu kelompok umur yang berisiko terjadinya gizi lebih adalah
kelompok umur usia sekolah. Hasil penelitian Husaini yang dikutip oleh
Hamam (2005), mengemukakan bahwa, dari 50 anak laki-laki yang
mengalami gizi lebih, 86% akan tetap obesitas hingga dewasa dan dari 50
anak perempuan yang obesitas akan tetap obesitas sebanyak 80% hingga
dewasa. Obesitas permanen, cenderung akan terjadi bila kemunculannya pada
saat anak berusia 5 7 tahun dan anak berusia 4 11 tahun, maka perlu
upaya pencegahan terhadap gizi lebih dan obesitas sejak dini (usia sekolah)
(Aritonang, 2003).
Secara umum dampak yang ditimbulkan akibat gizi lebih, adalah
gangguan psiko-sosial, yang berakibat pada rasa rendah diri, depresi dan
menarik diri dari lingkungan, dan gangguan pertumbuhan fisik, gangguan
pernafasan, gangguan endokrin, obesitas yang menetap hingga dewasa dan
penyakit degeneratif, yang berakibat pada timbulnya hipertensi, penyakit
jantung koroner, diabetes mellitus dan lain sebagainya (Imam, 2005).
Selain itu, anak usia SD juga cenderung kurus. Jika pada usia SD
sudah kurus, maka cenderung tidak ada perubahan sampai Sekolah Menengah
Atas (SMA). Tubuh yang lebih kurus mengindikasikan asupan gizi yang
kurang. Akibatnya, anak menjadi tidak aktif bergerak. Asupan gizi yang
kurang mengakibatkan penyerapan ilmu selama sekolah tidak maksimal.
Anak menjadi susah konsentrasi, cenderung malas, sering menguap, dan tidak
kreatif mencari pemecahan masalah. "Kondisi ini tentu harus segera
diperbaiki. Jika tidak, masa depan cerah yang ingin dicapai Indonesia masih
harus dipertanyakan (Saptawati, 2011).
Meskipun hubungan antara stunting (tinggi terhadap umur) dan kurus
(berat terhadap tinggi) berbeda secara demografi untuk setiap Negara, namun
WHO menginterpretasikan tingginya prevalensi stunting di negara-negara
berkembang menunjukkan kekurangan asupan makanan bergizi, tingginya
angka kesakitan akibat penyakit infeksi, atau kombinasi dari dua keadaan
tersebut (Faharuddin, 2012).
Sebagai akibat lebih lanjut dari tingginya angka stunting pada masa
balita dan tidak adanya pencapaian perbaikan pertumbuhan (catch-up growth)
yang sempurna pada masa berikutnya, maka banyak ditemukan anak-anak
bertumbuh pendek pada usia sekolah. Diperkirakan setengah dari jumlah anak
sekolah di wilayah Asia menderita stunting, yang terutama diakibatkan oleh
kurangnya asupan energi protein dan defisiensi mikronutrien pada masa
pertumbuhannya (Faharuddin, 2012).
Kondisi stunting menunjukkan pertumbuhan linear buruk yang
terakumulasi akibat gizi dan kesehatan yang buruk. Stunting usia dini
berhubungan dengan kejadian kemunduran mental pada tingkat intelegensi
anak, perkembangan psikomotorik, kemampuan motorik yang baik, dan
integrasi saraf-saraf neuron. Stunting juga berhubungan dengan kapasitas
mental dan kondisi pembelajaran anak yang akan berpengaruh terhadap
kapasitas kerjanya pada saat dewasa (Faharuddin, 2012).
Beberapa hasil penelitian telah menunjukkan bahwa anak yang
kekurangan gizi memiliki tingkat kecerdasan (IQ) lebih rendah. Pada tahap
awal, konsekuensi defisiensi mikronutrien akibat kekurangan gizi selama
masa anak-anak hanya mengakibatkan anoreksia, namun hal ini akan
berbahaya jika berlangsung kronis. Anak yang mengalami kurang energi
protein (KEP) mempunyai mempunyai IQ lebih rendah 10-13 poin
dibandingkan anak yang tidak KEP. Anak yang mengalami anemia
mempunyai IQ lebih rendah 5-10 poin dibandingkan yang tidak anemia. Anak
yang mengalami gangguan akibat kekurangan iodium (GAKI) mempunyai IQ
lebih rendah 50 poin dibandingkan anak yang tidak mengalami GAKI. Anak
yang menderita kurang gizi (stunted) berat mempunyai rata-rata IQ lebih
rendah 11 poin dibandingkan rata-rata anak-anak yang tidak stunted
(Faharuddin, 2012).
Anak sekolah adalah anak yang berusia 7-12 tahun, dengan kebutuhan
gizi sebagian besar digunakan untuk aktivitas pembentukan dan pemeliharaan
jaringan (Moehji, 2003). Kelompok anak sekolah ini umumnya mempunyai
kondisi gizi yang kurang memuaskan karena asupan zat gizi yang dikonsumsi
seringkali hanya memperhatikan kuantitas, sedangkan kebutuhan
mikronutriennya belum mencukupi. Oleh karena itu, pemberian makanan
tambahan yang mengandung makro- dan mikronutrien yang penting bagi
pertumbuhan diharapkan mampu memberikan pengaruh positif terhadap
pertumbuhan tinggi badan anak usia sekolah, terutama anak-anak yang
menderita kurang gizi pada daerah yang tergolong rawan gizi (Faharuddin,
2012).
Berdasarkan penelitian Selly Wijayanti di SD kartasura pada tahun
2009 menunjukkan rata-rata sumbangan zat zat gizi mikro yaitu vitamin C 2,4
mg (4,8%), Yodium 10mg (68,9%), Calcium 55,8mg (3,5%), Fosfor 135,2mg
(11,6%), Besi 1,29mg (6,09%), dan Zinc 1,29mg (9,5%). Pada penelitian
yang dilakukan oleh Pramesti Inggrid di SD di kelurahan trangsan pada tahun
2011 bahwa rata-rata kontribusi gizi mikro pada sarapan pagi yaitu vitamin A
(34,50%), zat besi (14,85%), dan zinc (13,54%).
Pada penelitian lain yang dilakukan oleh Widya dkk menunjukkan
asupan gizi mikro yaitu nilai kalsium dalam asupan harian anak secara
keseluruhan berada di bawah nilai RDA. Nilai asupan harian Kalsium
tertinggi adalah 592,58 mg/hr dan terendah adalah 80,86 mg/hr. Pada asupan
harian tembaga sebanyak 71,43% dari responden sudah memenuhi nilai
RDA. Sedangkan 28,57% dari responden berada di bawah nilai EAR dan
berarti bahwa setengah dari populasi ini yaitu 14,29% atau sekitar 3 orang
mengalami gejala defisiensi. Pada asupan harian magnesium pada anak
nilainya sangat rendah dan secara keseluruhan berada di bawah EAR. Nilai
asupan harian magnesium yang tertinggi adalah 175,81 mg/hari dan terendah
44,09 mg/hari. Pada asupan harian besi pada anak sebesar 56,25% berada di
batas aman RDA. 43,75% responden berada di bawah nilai EAR berarti
separuh dari populasi ini yaitu sekitar 3 orang akan mengalami gejala
defisiensi. Sedangkan pada asupan harian seng pada anak cukup rendah. Sebesar
85,71% data berada di bawah nilai EAR dan menunjukkan bahwa setengah dari
populasi ini yaitu 42,85% atau 9 orang mengalami gejala defisiensi. Nilai asupan
harian seng yang tertinggi adalah 8,74 mg/hari dan terendah adalah 2,04 mg/hari
(Widya, Dkk. 2010).
Data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Makassar tahun
2010, ditemukan gizi buruk 3,07% balita. Sementara balita yang gizi kurang
sebanyak 14,54% balita. Kasus gizi buruk tertinggi di kota Makassar terdapat
di Puskesmas Kalukubodoa Kecamatan Tallo dimana gizi buruk mencapai
8,5% dan gizi kurang 19,17%. Sedangkan kasus gizi buruk terendah di Kota
Makassar terdapat di Puskesmas Tarakan Kecamatan Wajo dimana gizi buruk
mencapai 1,71% dan gizi kurang 7,91%.
Berdasarkan hal tersebut penulis tertarik melakukan penelitian tentang
hubungan asupan gizi mikro dengan status gizi anak sekolah kelas IV dan V
SD Inpres 2 Pannampu Kec. Tallo Kota Makassar.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka disusun rumusan masalah
pada penelitian ini yakni Apakah ada hubungan antara asupan gizi mikro
dengan status gizi siswa SD Inpres 2 Pannampu Kec. Tallo Makassar ?.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan antara asupan zat gizi mikro dengan
status gizi siswa SD Inpres 2 Pannampu Makassar.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui hubungan asupan vitamin A dengan status gizi
siwa SD Inpres 2 Pannampu Makassar
b. Untuk mengetahui hubungan asupan vitamin C dengan status gizi
siswa SD Inpres 2 Pannampu Makassar
c. Untuk mengetahui hubungan asupan vitamin D dengan status gizi
siswa SD Inpres 2 Pannampu Makassar
d. Untuk mengetahui hubungan asupan Ca dengan status gizi siswa SD
Inpres 2 Pannampu Makassar
e. Untuk mengetahui hubungan asupan Zn dengan status gizi siswa SD
Inpres 2 Pannampu Makassar
f. Untuk mengetahui hubungan asupan Fe dengan status gizi siswa SD
Inpres 2 Pannampu Makassar
g. Untuk mengetahui hubungan asupan yodium dengan status gizi siswa
SD Inpres 2 Pannampu Makassar
D. Manfaat Penelitian
1. Diharapkan mampu untuk memberi masukan bagi institusi pendidikan
yang bersangkutan, serta institusi-institusi pemerintah yang terkait dalam
rangka penentuan kebijakan gizi bagi anak sekolah.
2. Penelitian ini diharapkan dapat member motivasi bagi orang tua dan
keluarga untuk lebih memperhatikan keadaan kesehatan anaknya terutama
gizinya.
3. Sebagai peneliti, dapat menambah wawasan, ilmu pengetahuan, dan
pengalaman ilmiah di lapangan.
4. Dapat menjadi acuan dan informasi tambahan bagi peneliti selanjutnya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum tentang Anak Sekolah Dasar
1. Karakteristik Anak Sekolah
Yang dimaksud dengan anak sekolah menurut definisi WHO yaitu
golongan yang berusia antara 7-15 tahun, sedangkan di Indonesia
lazimnya anak berusia antara 7-12 tahun.
Golongan ini mempunyai karakteristik mulai mencoba
mengembangkan kemandirian dan menentukan batasan-batasan atau
norma. Disinilah variasi individu mulai lebih mudah dikenali seperti pada
pertumbuhan dan perkembangan, pola aktivitas, kebutuhan zat gizi,
perkembangan kepribadian, serta asupan makanan (Judiono, 2003).
2. Pola tumbuh kembang anak usia sekolah dasar
Pertumbuhan merupakan parameter kesehatan dan gizi yang cukup
peka untuk menilai kesehatan anak. Para ahli membedakan antara
pertumbuhan dengan perkembangan dimana pertumbuhan adalah
bartambahnya ukuran organ tubuh. Parameter yang digunakan untuk
mengukur kemajuan pertumbuhan yang paling sering digunakan adalah
berat badan dan tinggi badan.
Sedang perkembangan adalah suatu proses pematangan (maturity)
yang ditandai dengan penambahan fungsi. Pertumbuhan tidak bisa lepas
dari perkembangan, demikian pula sebaliknya. Pertumbuhan dan

perkembangan dipengaruhi oleh keturunan (gen), system hormone, zat gizi
dan lingkungan (Soediatama, 1991).
Usia sekolah dasar (7-12 tahun) merupakan puncak pertumbuhan
tertinggi kedua setelah usia 0-3 tahun atau disebut dengan adolescent
growth spourt. Hal ini merupakan masa terpenting dalam pembentukan
kualitas fisik orang dewasa. Seiring dengan itu jika dilihat dari kebutuhan
zat-zat gizi akan meningkat dengan pesat sehingga suatu kondisi
deficiency/kekurangan gizi pada usia ini akan berpengaruh terhadap
pertumbuhan anak tersebut. Pada dasarnya tidak ada suatu bahan makanan
yang lengkap mengadung semua zat makanan dalam jumlah yang
mencukupi untuk tubuh, oleh Karena itu perlu berbagai bahan makanan
untuk menjamin agar semua zat gizi yang diperlukan tubuh dapat dipenuhi
dalam jumlah yang mencukupi (Sayogo Savitri, 1995).
3. Kebiasaan makan anak sekolah dasar
Anak sekolah mempunyai kebiasaan makan yang kurang baik
(Maryati Sri, 2000), seperti:
a. Suka jajan di sekolah sedangkan di rumah tidak mau makan.
Kebiasaan banyak jajan adalah tidak baik, karena selain diragukan
kebersihannya belum tentu makanan yang dibeli itu bergizi baik.
Disamping kurang bergizi baik yang menyebabkan badan tidak sehat
dan lemah, jajanan itu mungkin pula mengandung kuman penyakit.
b. Hanya menyukai makanan tertentu tanpa menghiraukan apakah
makanan yang disenaginya itu bergizi atau tidak. hal ini sangat
merugikan, bila kebetulan makanan yang disenanginya itu kurang atau
tidak bergizi.
c. Makan tidak teratur, misalnya karena asyik sibuk bermain, sehingga
waktu makan dilewatkan begitu saja, hal ini dapat menyebabkan
penyakit pada alat-alat pencernaan terutama pada lambung.
d. Makan yang berlebihan. Kebiasaan ini menyebabkan badan menjadi
gemuk dan bila terlalu gemuk, kesehatanpun akan terganggu.
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi intake makanan pada anak sekolah
a. Peran keluarga
Peran keluarga amat penting bagi anak sekolah, bukan dalam
pemilihan makanan sekalipun. Makan bersama keluarga dengan
suasana yang akrab akan dapat meningkatkan nafsu mereka.
b. Teman Sebaya
Tidak heran jika asupan makan akan banyak dipengaruhi oleh
kebiasaan makan teman-teman atau sekelompoknya. Apa yang
diterima oleh kelompok (berupa figure idola, makan, minuman) juga
dengan mudah akan diterimanya. Demikian pula halnya dengan
pemilihan bahan makanan. Untuk itu perlu diciptakan dalam kelompok
ini suatu kondisi dimana mereka mendapatkan informasi yang baik dan
benar mengenai kebutuhan dan kecukupan gizinya. Sehingga mereka
tidak perlu membenci makanan bergizi.


c. Media Massa
Media massa lebih banyak berperan di sini adalah media televisi,
Koran dan majalah. Disatu sisi banyak sekali iklan makanan yang
kurang memperhatikan perilaku yang baik terhadap pola makan. Oleh
sebab itu informasi tersebut harus pula ditunjang dengan informasi
ilmiah yang benar mengenai kesehatan dan gizi (Judiono, 2003).
d. Sosial ekonomi dan Uang jajan anak
Kemampuan keluarga untuk membeli makanan antara lain tergantung
pada besar kecilnya pendapatan keluarga, harga bahan makanan itu
sendiri serta tingkat pengelolaan sumber daya lahan dan pekarangan
(Agresta, 2005).
Kegemaran jajan pada anak-anak sekolah tidak terlepas dari
kehidupan ekonomi dan kebiasaan makan keluarga karena pada
hakekatnya kebiasaan makan juga tidak lepas kaitannya dengan
kehidupan ekonomi keluarga pada umumnya. Walaupun tidak berlaku
secara umum, kebiasaan jajan anak salah satunya dikarenakan anak
mendapat uang saku dari orang tua (Agresta, 2005).
B. Tinjauan Umum Tentang Status Gizi
1. Pengertian Status Gizi
Sebelum membahas status gizi, pertama sekali kita perlu mengetahui
pengertian dari gizi itu sendiri. Gizi adalah suatu proses menggunakan
makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi,
transportasi, penyimpanan, metabolisme, dan pengeluaran zat-zat yang tidak
digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal
dari organ-organ, serta menghasilkan energy (Supariasa, 2002).
Keadaan gizi adalah keadaan akibat dari keseimbangan antara konsumsi
dan penyerapan gizi dan penggunaan zat gizi tersebut atau keadaan fisiologi
akibat dari tersedianya zat gizi dalam sel tubuh (Supariasa, 2002).
Jadi, status gizi merupakan keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi
makanan dan penggunaan zat gizi. Dibedakan atas status gizi buruk, gizi
kurang, gizi baik, dan gizi lebih (Almatsier, 2006 yang dikutip oleh
Simarmata, 2009).
Status gizi merupakan faktor yang terdapat dalam level individu (level
yang paling mikro). Faktor yang mempengaruhi secara langsung adalah
asupan makanan dan infeksi. Pengaruh tidak langsung dari status gizi ada tiga
faktor yaitu ketahanan pangan di keluarga, pola pengasuhan anak, dan
lingkungan kesehatan yang tepat, termasuk akses terhadap pelayanan
kesehatan (Riyadi, 2001).
Hal yang sama diutarakan oleh Daly, et al. (1979) bahwa konsep
terjadinya keadaan gizi mempunyai faktor dimensi yang sangat kompleks.
Faktor-faktor yang mempengaruhi keadaan gizi yaitu konsumsi makanan dan
tingkat kesehatan. Konsumsi makanan dipengaruhi oleh pendapatan, makanan,
dan tersedianya bahan makanan (Supariasa, 2002).
Masalah gizi anak secara garis besar merupakan dampak dari
ketidakseimbangan antara asupan dan keluaran zat gizi (nutritional
imbalance), yaitu asupan yang melebihi keluaran atau sebaliknya, di samping
kesalahan dalam memilih bahan makanan untuk disantap (Arisman, 2009).
2. Penilaian Status Gizi
Penilaian status gizi pada dasarnya merupakan proses pemeriksaan
keadaan gizi seseorang dengan cara mengumpulkan data penting, baik yang
bersifat objektif maupun subjektif, untuk kemudian dibandingkan dengan baku
yang telah tersedia. Data objektif dapat diperoleh dari data pemeriksaan
laboratorium perorangan, serta sumber lain yang dapat diukur oleh anggota
tim penilai.
Pada prinsipnya, penilaian status gizi anak serupa dengan penilaian pada
periode kehidupan lain. Komponen penilaian status gizi meliputi (1) survei
asupan makanan, (2) pemeriksaan biokimia, (3) pemeriksaan klinis, serta (4)
pemeriksaan antropometris (Arisman, 2009).
Survei asupan makanan adalah metode penentuan status gizi secara tidak
langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi.
Pengumpulan data konsumsi makanan dapat memberikan gambaran tentang
konsumsi berbagai zat gizi pada masyarakat, keluarga dan individu. Survei ini
dapat mengidentifikasikan kelebihan dan kekurangan zat gizi (supariasa,
2002).
Anamnesis tentang asupan pangan harus mencantumkan pula (selain
wawancara asupan pangan) pertanyaan yang terkait dengan baik status gizi
maupun kesehatan gigi. Anamnesis juga wajib mencantumkan pola konsumsi
obat karena kemungkinan interaksi antara makanan dan obat.
Anamnesis tentang asupan pangan merupakan satu tahap penilaian status
gizi yang paling sulit dan tidak jarang membuat penilai frustasi karena
berbagai sebab. Pertama, manusia memiliki sifat lupa sehingga orang sering
tidak mampu mengingat dengan pasti jenis (apalagi jumlah) makanan yang
telah disantap. Kedua, manusia sering mengedepankan gengsi jika diberi tahu
bahwa makanan mereka akan dinilai, pola pangan pun dipaksakan berubah.
Ketiga, sejauh ini, belumlah mungkin penghitungan komposisi makanan
secara akurat, kecuali kegiatan pangan dapat terawasi dengan ketat. Di
samping itu, masih banyak kendala lain yang berpotensi menyendatkan
langkah penilaian ini.
Pada prinsipnya, kedekatan antara keduanya perlu ditumbuhkan agar
responden menaruh kepercayaan pada pewawancara. Bahasa yang digunakan
oleh pewawancara harus dimengerti secara benar oleh responden. Selain itu,
wawasan pangan pewawancara harus luas, ia harus mengetahui jenis makanan
yang beredar, baik legal maupun ilegal, di daerah tempat ia ditugaskan
(Arisman, 2009).
Pemeriksaan biokimia adalah pemeriksaan spesimen yang diuji secara
laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan
tubuh yang digunakan antara lain: darah, urine, tinja dan juga beberapa
jaringan tubuh seperti hati dan otot (supariasa, 2002).
Uji biokimiawi yang penting ialah pemeriksaan kadar hemoglobin,
pemeriksaan apusan darah untuk malaria, pemeriksaan protein. Ada dua jenis
protein, viseral dan somatik, yang layak dijadikan parameter penentu status
gizi. Pemeriksaan tinja cukup hanya pemeriksaan occult blood dan telur
cacing saja (Arisman, 2009).
Metode ini digunakan untuk suatu peringatan bahwa kemungkinan akan
terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi. Banyak gejala klinis yang
kurang spesifik, maka penentuan kimia faali dapat lebih banyak menolong
untuk menentukan kekurangan zat gizi yang spesifik.
Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk menilai
status gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang
terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Hal ini dapat dilihat
pada jaringan epitel (supervicial epithelial tissues) seperti kulit, mata, rambut,
dan mukosa oral atau pada organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh
seperti kelenjar tiroid.
Penggunaan metode ini umumnya untuk survei klinis secara cepat (rapid
clinical surveys). Survei ini dirancang untuk mendeteksi secara cepat tanda-
tanda dari kekurangan salah satu atau lebih zat gizi. Disamping itu digunakan
untuk mengetahui tingkat status gizi seseorang dengan melakukan
pemeriksaan fisik yaitu tanda (sign) dan gejala (symptom) (supariasa, 2002).
Pemeriksaan klinis meliputi pemeriksaan fisik secara menyeluruh,
termasuk riwayat kesehatan. Riwayat kesehatan yang perlu ditanyakan adalah
kemampuan mengunyah dan menelan, keadaan nafsu makan, makanan yang
digemari dan yang dihindari, serta masalah saluran pencernaan (Arisman,
2009).
Pemeriksaan antropometris secara umum artinya penilaian ukuran tubuh
manusia. Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi
berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan
komposisi tubuh dari berbagai tingkat usia dan tingkat gizi.
Antropometri secara umum digunakan untuk melihat ketidakseimbangan
asupan protein dan energi. Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola
pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot, dan jumlah
air dalam tubuh (supariasa, 2002).
Penilaian antropometris yang penting dilakukan ialah penimbangan berat
dan pengukuran tinggi badan, lingkar lengan, dan lipatan kulit triseps.
Pemeriksaan ini penting, terutama pada anak yang berkelas ekonomi dan
sosial rendah. Pengamatan anak dipusatkan terutama pada percepatan tumbuh
(Arisman, 2009).
3. Pemeriksaan Antropometri
Pertumbuhan dipengaruhi oleh determinan biologis yang meliputi jenis
kelamin, lingkungan dalam rahim, jumlah kelahiran, berat lahir pada
kehamilan tunggal atau majemuk, ukuran orang tua dan konstitusi genetis,
serta faktor lingkungan (termasuk iklim, musim, dan keadaan sosial-ekonomi).
Pengaruh lingkungan, terutama gizi, lebih penting daripada latar belakang
genetis atau faktor biologis lain, terutama pada masa pertumbuhan. Ukuran
tubuh tertentu dapat memberikan keterangan mengenai jenis malnutrisi
(Arisman, 2009).
Pengukuran status gizi anak berdasarkan antropometri adalah jenis
pengukuran paling sederhana dan praktis karena lebih mudah dilakukan,
murah, cepat, dan dapat dilakukan dalam jumlah sampel yang besar, serta
hasil pengukurannya lebih akurat. Secara umum antropometri adalah ukuran
tubuh manusia. Antropometri merupakan pengukuran dimensi tubuh dan
komposisi tubuh dari berbagai tingkat usia dan tingkat gizi yang dapat
dilakukan terhadap berat badan, tinggi badan, dan lingkaran-lingkaran bagian
tubuh serta tebal lemak di bawah kulit (supariasa, 2002).
Ukuran antropometris bergantung pada kesederhanaan, ketepatan,
kepekaan, serta ketersediaan alat ukur; di samping keberadaan nilai baku
acuan yang akan digunakan sebagai pembanding. Jika nilai baku suatu negara
(Indonesia) belum tersedia, boleh digunakan baku Internasional. Pembolehan
ini didasarkan atas asumsi bahwa potensi tumbuh-kembang anak pada
umumnya serupa. Hubungan berbagai ukuran antropometris (terutama berat
dan tinggi badan) pada anak normal yang sehat secara relatif mantap. Baku
acuan ditujukan sebagai perbandingan semata, bukan menggambarkan
keidealan. Interpretasi perbandingan ini digunakan sebagai bahan
pertimbangan saat seseorang dipaksa untuk memutuskan apakah nilai yang
diharapkan itu harus 100% atau 90%, atau dengan proporsi lain lagi. Sekedar
pembakuan, WHO menganjurkan penggunaan data dari NCHS sebagai acuan
(Arisman, 2009).


Menurut Supariasa (2006), indeks antropometri dibagi 3 yaitu:
a. Berat Badan Menurut Umur (BB/U)
Berat badan adalah salah satu parameter yang memberikan gambaran
massa tubuh. Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan
yang mendadak misalnya karena terserang penyakit infeksi, menurunnya
nafsu makan atau menurunnya jumlah makanan yang dikonsumsi. Berat
badan adalah parameter antropometri yang sangat labil.
Dalam keadaan normal, dimana keadaan kesehatan baik dan
keseimbangan antara konsumsi dan kebutuhan zat gizi terjamin, maka
berat badan berkembang mengikuti pertambahan umur. Sebaliknya dalam
keadaan abnormal terdapat 2 kemungkinan perkembangan berat badan,
yaitu dapat berkembang cepat atau lebih lambat dari keadaan normal.
Berdasarkan karakteristik berat badan ini, maka indeks berat badan
menurut umur digunakan sebagai salah satu cara pengukuran status gizi
mengingat karakteristik berat badan yang labil, maka indeks BB/U lebih
menggambarkan status gizi seseorang saat ini.
b. Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U)
Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan
keadaan pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal, tinggi badan tumbuh
seiring dengan pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti
berat badan, relatif kurang sensitif terhadap masalah kekurangan gizi
dalam waktu yang pendek, pengaruh defisiensi zat gizi terhadap tinggi
badan akan nampak dalam waktu yang relatif lama.
c. Berat Badan Menurut Tinggi Badan (BB/TB)
Berat badan memiliki hubungan yang linear dengan tinggi badan.
Dalam keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah dengan
pertumbuhan tinggi badan dengan kecepatan tertentu. Indeks BB/TB
adalah merupakan indeks yang independent terhadap umur.
Pertambahan berat badan merupakan parameter yang paling sesuai
karena cukup sensitif, erat hubungannya dengan konsumsi energi dan protein
yang merupakan dua jenis zat gizi yang paling sering menimbulkan masalah
kesehatan gizi pada skala nasional atau daerah luas regional di Indonesia.
Parameter ini juga cukup sensitif terhadap perubahan-perubahan akut
mengenai konsumsi bahan makanan pokok dan mudah pelaksanaannya.
Pemantauannya dapat dilakukan berkesinambungan oleh masyarakat itu
sendiri dengan biaya murah tanpa memerlukan peralatan rumit dan keahlian
khusus (Sediaoetama, 2006).
Berat badan merupakan ukuran antropometri yang terpenting. Berat
badan menggambarkan jumlah dari protein, lemak, air, dan mineral pada
tulang. Di samping itu pula berat badan dapat dipergunakan sebagai dasar
perhitungan dosis obat dan makanan.
Pada anak, berat badan dapat dipergunakan untuk melihat laju
pertumbuhan fisik maupun status gizi, kecuali terdapat kelainan klinis seperti
dehidrasi, asites, edema dan adanya tumor. Pada remaja, lemak tubuh
cenderung meningkat, dan protein otot menurun. Pada orang yang edema dan
asites terjadi penambahan cairan dalam tubuh. Adanya tumor dapat
menurunkan jaringan lemak dan otot, khususnya terjadi pada orang
kekurangan gizi.
Berat badan merupakan pilhan utama karena berbagai pertimbangan,
antara lain:
1) Parameter yang paling baik, mudah terlihat perubahan dalam waktu
singkat karena perubahan-perubahan konsumsi makanan dan kesehatan.
2) Memberikan gambaran status gizi sekarang dan kalau dilakukan secara
periodik memberikan gambaran yang baik tentang pertumbuhan.
3) Merupakan ukuran antropometri yang sudah dipakai secara umum dan
luas di Indonesia sehingga tidak merupakan hal baru yang memerlukan
penjelasan secara meluas.
4) Ketelitian pengukuran tidak banyak dipengaruhi oleh ketrampilan
pengukur.
5) KMS (Kartu Menuju Sehat) yang digunakan sebagai alat yang baik untuk
didikan dan memonitor kesehatan anak menggunakan juga berat badan
sebagai dasar pengisiannya.
6) Karena masalah usia merupakan faktor penting untuk penilaian status gizi,
berat badan terhadap tinggi badan sudah dibuktikan dimana-mana sebagai
indeks yang tidak tergantung pada umur.
7) Alat pengukur dapat diperoleh di daerah pedesaan dengan ketelitian yang
tinggi dengan menggunakan dacin yang juga sudah dikenal oleh
masyarakat.
Penentuan berat badan dilakukan dengan cara menimbang. Alat yang
digunakan di lapangan sebaiknya memenuhi beberapa persyaratan:
a) Mudah digunakan dan dibawa dari satu tempat ke tempat yang lain.
b) Mudah diperoleh dan relatif mudah harganya.
c) Ketelitian penimbangan sebaiknya maksimum 0,1 kg.
d) Skalanya mudah dibaca.
e) Cukup aman untuk menimbang anak balita.
Jenis timbangan yang digunakan adalah digital yang terdapat di
Puskesmas. Timbangan kamar mandi (bath room scale) tidak dapat dipakai
menimbang anak, karena menggunakan per, sehingga hasilnya dapat berubah-
ubah menurut kepekaan per-nya. Menimbang anak harus selalu diingat bahwa
sebelum anak ditimbang, jarum menunjukkan skala 0 (nol).
Antropometri sebagai indikator status gizi dapat dilakukan dengan
mengukur beberapa parameter. Parameter adalah ukuran tunggal dari tubuh
manusia, antara lain: usia, berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas,
lingkar kepala, lingkar dada, lingkar pinggul dan tebal lemak di bawah kulit.
Faktor usia sangat penting dalam penentuan status gizi. Kesalahan penentuan
usia akan menyebabkan interpretasi status gizi menjadi salah. Hasil
pengukuran tinggi badan dan berat badan yang akurat, menjadi tidak berarti
bila tidak disertai dengan penentuan usia yang tepat.



Untuk melengkapi data usia dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut:
1) Meminta surat kelahiran, kartu keluarga, atau catatan lain yang dibuat oleh
orang tuanya. Apabila tidak ada, jika memungkinkan cobalah minta
catatan kelahiran pada pamong desa.
2) Jika diketahui kalender lokal seperti bulan Arab atau bulan lokal (Jawa,
Sunda, dll), cocokan dengan kalender nasional.
3) Jika tetap tidak diketahui, catatan kelahiran anak berdasarkan daya ingat
orang tua atau berdasarkan kejadian-kejadian penting, seperti lebaran,
tahun baru, puasa, pemilihan kepala desa atau peristiwa nasional, seperti
Pemilu, banjir, gunung meletus, dll. Sebelum pengumpulan data, buatlah
daftar tentang tanggal, bulan dan tahun kejadian dari peristiwa peristiwa
penting di daerah dimana kita ingin mengumpulkan data.
4) Cara lain jika memungkinkan dapat dilakukan dengan membandingkan
anak yang diketahui usianya dengan anak kerabat/tetangga yang diketahui
pasti tanggal lahirnya, misalnya: beberapa bulan lebih tua atau lebih muda.
5) Jika tanggal lahirnya tidak diketahui dengan tepat, sedangkan bulan dan
tahunnya diketahui, maka tanggal lahir anak tersebut ditentukan tanggal 15
bulan yang bersangkutan.
Tinggi badan merupakan parameter yang penting bagi keadaan yang
telah lain dari keadaan sekarang, jika umur diketahui dengan tepat. Di
samping itu tinggi badan merupakan ukuran kedua yang penting, karena
dengan menghubungkan berat badan terhadap tinggi badan (quac stick),
faktor umur dapat dikesampingkan.
Pengukuran tinggi badan untuk anak balita yang sudah dapat berdiri
dilakukan dengan alat pengukur tinggi mikrotoa (microtoise) yang
mempunyai ketelitian 0,1 cm. Cara mengukur:
a) Tempelkan dengan paku mikrotoice tersebut pada dinding yang lurus dasar
setinggi tepat 2 meter. Angka 0 (nol) pada lantai yang datar rata.
b) Lepaskan sepatu atau sandal.
c) Anak harus berdiri tegak seperti sikap siap sempurna dalam baris berbaris,
kaki lurus, tumit, pantat, punggung, dan kepala bagian belakang harus
menempel pada dinding dan muka menghadap lurus dengan pandangan ke
depan.
d) Turunkan mikrotoa sampai rapat pada kepala bagian atas, siku-siku harus
lurus menempel pada dinding.
e) Baca angka pada skala yang nampak pada lubang dalam gulungan
mikrotoa. Angka tersebut menunjukkan tinggi anak yang diukur.
Untuk mendapatkan data antropometri yang baik harus dilakukan sesuai
dengan standar prosedur pengumpulan data antropometri. Tujuan dari
prosedur standarisasi adalah memberikan informasi yang cepat dan
menunjukkan kesalahan secara tepat sehingga perubahan dapat dilakukan
sebelum sumber kesalahan dapat dipastikan. Penyelia mempelajari hal-hal apa
yang perlu diperhatikan untuk menjamin presisi dan akurasi pengukuran dan
ketrampilan apa yang perlu diberikan.


4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Status Gizi
Makanan memegang peranan penting dalam tumbuh kembang anak,
karena anak sedang tumbuh sehingga kebutuhannya berbeda dengan orang
dewasa. Hal yang paling utama dalam pemberian makanan anak adalah
makanan apa yang seharusnya diberikan, kapan waktu pemberian dan dalam
bentuk yang bagaimana makanan tersebut diberikan (Helvetia, 2007).
Status gizi adalah ekspresi tentang keadaan keseimbangan dalam bentuk
variable tertentu atau dapat dikatakan, bahwa status gizi merupakan indikator
baik buruknya penyediaan makanan sehari-hari. Status gizi yang baik
diperlukan untuk mempertahankan derajat kebugaran dan kesehatan serta
membantu anak (Irianto, 2007).
Pengetahuan gizi merupakan pengetahuan tentang hubungan konsumsi
makanan dengan kesehatan tubuh dengan pengetahuan gizi yang baik maka
diharapkan dapat memilih asupan makanan yang bernilai gizi baik dan
seimbang bagi dirinya sendiri janin dan keluarga. Pengetahuan gizi yang baik
dapat membantu seseorang belajar bagaiman menyimpan, mengelolah serta
menggunakan bahan makanan yang berkualitas untuk dikonsumsi (Wahyuni,
2008).
Menurut Unicef, faktor yang mempengaruhi status gizi digolongkan atas
penyebab langsung, penyebab tidak langsung, penyebab pokok dan akar
masalah (Thaha, 1995).
Penyebab langsung adalah asupan gizi dan penyakit infeksi. Timbulnya
KEP tidak hanya karena makanan yang kurang tetapi juga karena penyakit.
Anak yang mendapat makanan yang cukup baik tetapi sering menderita diare
atau demam, akhirnya akan menderita kurang gizi.
Demikian juga pada anak yang makanannya tidak cukup (jumlah dan
mutunya) maka daya tahan tubuhnya dapat melemah. Dalam keadaan
demikian akan mudah diserang infeksi yang dapat mengurangi nafsu makan,
dan akhirnya dapat menderita kurang gizi/gizi buruk. Banyak pendapat
mengenai faktor determinan yang dapat menyebabkan timbulnya masalah gizi
pada bayi di antaranya menurut Schroeder (2001), menyatakan bahwa
kekurangan gizi dipengaruhi oleh konsumsi makan makanan yang kurang dan
adanya penyakit infeksi sedangkan penyebab mendasar adalah makanan,
perawatan (pola asuh) dan pelayanan kesehatan (Ayu, 2008).
Interaksi dari berbagai faktor sosial ekonomi dapat menyebabkan
jatuhnya seorang anak pada keadaan kekurangan gizi perlu dipertimbangkan.
Menurut Martorell dan Habicht (1986), status ekonomi mempengaruhi
pertumbuhan bayi, melalui konsumsi makan dan kejadian infeksi. Status sosial
ekonomi terhadap konsumsi makan mempengaruhi kemampuan rumah tangga
untuk memproduksi dan/atau membeli pangan, menentukan praktek
pemberian makanan bayi, kesehatan serta sanitasi lingkungan. Model
mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan anak antara lain:
karakteristik keluarga, karakteristik anak, status kesehatan dan ketersediaan
bahan makanan (Ayu, 2008).


C. Tinjauan Umum Tentang Gizi Mikro
a. Vitamin
Vitamin adalah sekelompok senyawa organik amina yang sangat
penting dan sangat dibutuhkan oleh tubuh, karena vitamin berfungsi untuk
membantu pengaturan atau proses kegiatan tubuh (vitamin mempunyai peran
sangat penting dalam metabolisme tubuh), karena vitamin tidak dapat
dihasilkan oleh tubuh. Jika manusia, hewan dan ataupun makhluk hidup lain
tanpa asupan vitamin tidak akan dapat melakukan aktivitas hidup dengan baik,
kekurangan vitamin menyebabkan tubuh kita mudah terkena penyakit
(Anonim, 2010).
Nama Vitamin sendiri berasal dari gabungan kata bahasa Latin yaitu
vita yang artinya hidup dan amina (amine) yang mengacu pada suatu gugus
organik yang memiliki atom nitrogen (N), karena pada awalnya vitamin
dianggap demikian. Kelak diketahui bahwa banyak vitamin yang sama sekali
tidak memiliki atom N. Dipandang dari sisi enzimologi (ilmu tentang enzim),
vitamin adalah kofaktor dalam reaksi kimia yang dikatalisasi oleh enzim. Pada
dasarnya, senyawa vitamin ini digunakan tubuh untuk dapat bertumbuh dan
berkembang secara normal (Anonim, 2010).
Jenis vitamin berdasarkan kelarutannya ada dua macam, yaitu vitamin
yang larut dalam air dan vitamin yang larut dalam lemak. Vitamin yang larut
dalam air hanya ada dua yaitu Vitamin B dan C. Sedangkan vitamin A, D, E,
dan K, mereka larut dalam lemak (Anonim, 2010).

1. Vitamin A
Vitamin A berperan penting dalam sintesa protein. Sedangkan
protein berperan penting dalam pertumbuhan, sehingga vitamin A dapat
berakibat lebih lanjut terhadap pertumbuhan. Vitamin A berperan juga
dalam sintesa glikoprotein khusus yang mengontrol deferensiasi sel. Di
samping itu vitamin A juga terikat pada protein pengikat retinol seluler
(PPRS) yang secara langsung ikut serta dalam mengontrol ekspresi gen
(Minarno dkk, 2008).
Sumber vitamin A adalah hati, susu dan produk susu, wortel, ubi,
rambat, brokoli dan bayam (wilkes, 2000).
Vitamin A berpengaruh terhadap sintesis protein, dengan demikian
terhadap pertumbuhan sel. Vitamin A dibutuhkan untuk perkembangan
tulang dan sel epitel yang membentuk email dalam pertumbuhan gigi.
Pada kekurangan vitamin A, pertumbuhan tulang terhambat dan bentuk
tulang tidak normal. Bila hewan percobaan diberi makanan yang tidak
mengandung vitamin A, maka pertumbuhan akan terganggu setelah
simpanan vitamin A dalam tubuh habis. Pada anak kekurangan vitamin A,
terjadi kegagalan dalam pertumbuhan. Vitamin A dalam hal ini berperan
sebagai asam retinoat (Linder MC, 2006).
Kekurangan vitamin A terutama terdapat pada anak-anak balita.
Tanda-tanda kekurangan terlihat bila simpanan tubuh habis terpakai.
Kekurangan vitamin A dapat merupakan kekurangan primer akibat kurang
konsumsi atau kekurangan sekunder karena gangguan penyerapan dan
penggunaannya dalam tubuh, kebutuhan yang meningkat, ataupun karena
gangguan pada konversi karoten menjadi vitamin A. kekurangan vitamin a
sekunder dapat terjadi pada penderita Kurang Energi Protein (KEP),
penyakit hati, alfa, beta lipoproteinemia, atau gangguan absorpsi karena
kekurangan asam empedu (Almatsier, 2004).
Kelebihan vitamin A hanya bisa terjadi bila memakan vitamin A
sebagai suplemen dalam takaran tinggi yang berlebihan. Gejalanya antara
lain sakit kepala, pusing, rasa nek, rambut rontok, kulit mongering, tidak
ada nafsu makan atau anoreksia, dan sakit pada tulang. Pada wanita
menstruasi berhenti (Almatsier, 2004).
2. Vitamin C
Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa vitamin C berkhasiat
untuk penyembuhan maupun pencegahan influenza, walaupun hasil
penelitian menunjukkan hasil yang berbeda-beda, tetapi sebagian besar
hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pemberian vitamin C
ternyata dapat meringankan dan memperpendek lamanya penyakit, dan
juga memperkecil infeksi sampingan yang biasanya menyertai penyakit
yang menunjukkan resistensi. Peran vitamin C pada infeksi diantaranya
memperkuat sel-sel imun dalam melawan dan menetralkan radikal bebas.
Sel-sel imun mengeluarkan bahan toksik untuk membunuh jamur, kuman
atau virus yang masuk ke dalam tubuh (Nursalam, 2008).
Vitamin C merupakan antioksidan yang sangat kuat. Beberapa sel
dalam system imun mengandung sampai lima puluh kali vitamin C
dibandingkan di dalam darah. Hal ini mungkin untuk melindungi sel-sel
tersebut dari kerusakan yang ditimbulkan akibat senyawa yang dihsilkan
saat melawan infeksi (Nursalam, 2008).
Vitamin C dalam tubuh berfungsi sebagai koenzim dan kofaktor.
Fungsi vitamin C banyak berkaitan dengan pembentukan kolagen. Vitamin
C diperlukan untuk hidroksilasi prolin dan lisn menjadi hidroksiprolin,
bahan penting dalam pembentuk kolagen. Kolagen merupakan senyawa
protein yang mempengaruhi integritas struktur sel di semua jaringan ikat,
seperti pada tulang rawan, matriks tulang, dentin gigi, membrane kapiler,
kulit dan tendon (urat otot). Dengan demikian vitamin C berperan dalam
penyembuhan luka, patah tulang, pendarahan bawah kulit, dan pendarahan
gusi (Winarno, 1985).
Kekurangan vitamin C ditandai antara lain lelah, lemah, napas
pendek, kejang otot tulang, otot dan persendian sakit serta kurang nafsu
makan, kulit menjadi kering, kasar dan gatal, warna merah kebiruan di
bawah kulit, perdarahan gusi, kedudukan gigi menjadi longgar, mulut dan
mata kering, rambut rontok,luka sukar sembuh, terjadi anemia, depresi dan
timbul gangguan saraf (Almatsier, 2004).
Kelebihan vitamin C berasal dari makanan tidak menimbulkan
gejala. Tetapi konsumsi vitamin C berupa suplemen secara berlebihan tiap
hari dapat menimbulkan hiperoksaluria dan resiko lebih tinggi terhadap
batu ginjal (Almatsier, 2004).
Vitamin C pada umumnya hanya terdapat di dalam pangan nabati
yaitu sayur dan buah terutama asam, seperti jeruk, nanas, rambutan,
pepaya, gandaria, dan tomat. Selain itu vitamin C juga terdapat dalam
sayuran daun-daunan dan jenis kol (Almatsier, 2004).
3. Vitamin D
Vitamin D mencegah dan menyembuhkan riketsia, yaitu penyakit di
mana tulang tidak mampu melakukan klasifikasi. Vitamin D dapat
dibentuk tubuh dengan bantuan sinar matahari. Bila tubuh mendapat
cakupan sinar matahari konsumsi vitamin D melalui makanan tidak
dibutuhkan. Karena dapat disintesis di dalam tubuh, vitamin D dapat
dikatakan bukan vitamin, tapi suatu prohormon. Bila tubuh tidak mendapat
cukup sinar matahari, vitamin D perlu dipenuhi melalui makanan
(Almatsier, 2004).
Fungsi vitamin D adalah membantu pembentukan dan pemeliharaan
tulang bersama vitamin A dan vitamin C, hormone-hormon paratiroid dan
kalsitonin, protein kolagen, serta mineral-mineral kalsium, fosfor,
magnesium dan fluor. Fungsi khusus vitamin D dalam hal ini adalah
membantu pergeseran tulang dengan cara mengatur agar kalsium dan
fosfor tersedia di dalam darah untuk diendapkan pada pergeseran tulang.
Hal ini dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut (Linder MC, 2006) :
a. Di dalam saluran cerna, kalsitoril, meningkatkan absorpsi aktif vitamin
D dengan cara merangsang sintesis protein pengikat kalsium dan
protein pengikat fosfor pada mukosa usus halus.
b. Di dalam tulang, kalsitriol bersama hormone paratiroid merangsang
pelepasan kalsium dari permukaan tulang ke dalam darah.
c. Di dalam ginjal, kalsitirol merangsang reabsorpsi kalsium dan fosfor.
Vitamin D diperoleh tubuh melalui sinar matahari dan makanan.
Penduduk daerah tropic tidak perlu menghiraukan kemungkinan vitamin
D. bayi dan anak-anak dianjurkan berada di bawah sinar matahari
beberapa waktu tiap hari. Sumber utama vitamin D di daerah nontropik
adalah dari makanan. Makanan hewani merupakan sumber utama vitamin
D dalam bentuk kolakelsiferol yaitu kuning telur, hati, krim mentega dan
minyak hati ikan. Susu sapi dan ASI bukan merupakan sumber vitamin D
yang baik (Almatsier, 2004).
Kekurangan vitamin D menyebabkan kelainan pada tulang yang
dinamakan riketsia pada anak-anak dan osteomalasia pada orang dewasa.
Kekurangan pada orang dewasa juga dapat menyebabkan osteoporosis.
Riketsia terjadi bila pengerasan tulang pada anak-anak terhambat sehingga
menjadi lembek. Kaki membengkok, ujung-ujung tulang panjang
membesar (lutut dan pergelangan), tulang rusuk membengkok,
pembesaran kepala karena penutupan fontanel terhambat, gigi terlambat
keluar, bentuk gigi tidak teratur dan mudah rusak. Kelebihan vitamin D
akan menyebabkan keracunan. Gejalanya adalah kelebihan absorpsi
vitamin D yang pada akhirnya menyebabkan klaisfikasi berlebihan pada
tulang dan jaringan tubuh seperti ginjal, paru-paru, dan organ tubuh lain
(Almatsier, 2004).
b. Mineral
Mineral merupakan unsure anorganik dan mempunyai peranan
penting dalam pengaturan banyak proses tubuh (yaitu transmisi sel saraf,
pembentukan darah, kontraaksi otot, keseimbangan asam basa) dan dalam
pembentukan struktur seperti tulang, gigi, kulit, serta jaringan lunak.
Tubuh memiliki umpan balik yang sangat rumit untuk mengatur
keseimbangan mineral, seperti dalam metabolisme kalsium, pembentukan
dan perombakan tulang (Wilkes, 2000)
Menurut Bender (1990) dalam Mutiara (2006), mineral diperlukan
tubuh dalam jumlah bervariasi, mulai dari satuan gram per hari untuk
unsure-unsur mineral makro (besi, zinc, tembaga) microgram (selenium,
kromium) per hari untuk unsure-unsur mineral mikro yang disebut juga
trace elements.
1. Ca (Kalsium)
Kalsium merupakan mineral yang paling banyak terdapat di dalam
tubuh, yaitu 1,5-2% dari berat badan orang dewasa atau kurang lebih
sebanyak 1 kg. dari jumlah ini 99% berada di dalam jaringan keras, yaitu
tulang dan gigi terutama dalam bentuk hidroksiapatit. Densitas tulang
berbeda menurut umur, meningkat pada bagian pertama kehidupan dan
menurun secara berangsur setelah dewasa. Selebihnya kalsium tersebar
luas di dalam tubuh. Di dalam cairan ekstraseluler dan intraseluler kalsium
memegang peranan penting dalam mengatur fungsi sel, seperti untuk
transmisi saraf, kontraksi otot, penggumpalan darah dan menjaga
permeabilitas membrane sel. Kalsium mengatur pekerjaan hormone-
hormon dan faktor pertumbuhan. Fungsi kalsium yaitu pembentukan
tulang dan gigi (Almatsier, 2004).
Sumber kalsium utama adalah susu dan hasil susu, seperti keju. Ikan
dimakan dengan tulang, termasuk ikan kering merupakan sumber kalsium
yang baik. Serealia, kacang-kacangan dan hasil kacang-kacangan, tahu dan
tempe, dan sayuran hijau merupakan sumberkalsium yang baik juga, tetapi
bahan makanan ini mengandung banyak zat yag menghambat penyerapan
kalsium seperti serat, fitat dan oksalat (Almatsier, 2004).
Kekurangan kalsium pada masa pertumbuhan dapat menyebabkan
gangguan pertumbuhan. Tulang kurang kuat, mudah bengkok dan rapuh.
Semua orang dewasa, terutama sesudah usia 50 tahun, kehilangan kalsium
dan tulangnya. Tulang menjadi rapuh dan mudah patah. Hal ini dinamakan
osteoporosis yang dapat dipercepat oleh keadaan stress sehari-hari.kadar
kalsium darah yang sangat rendah dapat menyebabkan tetani atau kejang.
Kepekaan serabut saraf dan pusat saraf terhadap rangsangan meningkat,
sehingga terjadi kejang otot misalnya pada kaki (Almatsier, 2004).
Kelebihan kalsium dapat menimbulkan batu ginjal atau gangguan
ginjal. Di samping itu dapat menyebabkan konstipasi (susah BAB).
Kelebihan kalsium bisa terjadi bila menggunakan suplemen kalsium
berupa tablet atau bentuk lain (Almatsier, 2004).


2. Fe (Zat Besi)
Zat besi adalah suatu zat dalam tubuh manusia yang berkaitan
dengan ketersediaan jumlah darah yang diperlukan. Dalam tubuh manusia
zat besi memiliki fungsi yang sangat penting yaitu untuk mengankut
oksigen dari paru-paru ke jaringan dan mengankut electron di dalam
proses pembentukan enerhi di dalam sel. Untuk mengakut oksigen, zat
besi harus bergabung dengan protein membentuk hemoglobin di dalam sel
darah merah dan myoglobin di dalam serabut otot. Bila bergabung dengan
protein di dalam sel zat besi membentuk enzim yang berperan dalam
pembentukan energy di dalam sel (Garrow, 1993).
Menurut Parakkasi, besi dibutuhkan untuk produksi hemoghlobin
sehingga anemia gizi besi akan menyebabkan terbentuknya sel darah
merah yang lebih kecil dan kandungan hemoglobin yang rendah (Zarianis,
2006).
Defisiensi besi yang terjadi pada masa kritis dalam perkembangan
otak akan mengakibatkan kerusakan yang menetap dan mengakibatkan
gejala sisa seperti perkembangan yang terlambat. Anemia defisiensi besi
sampai saat ini merupakan masalah nutrisi di seluruh dunia terutama di
Negara berkembang dan diperkirakan 30% penduduk dunia menderita
anemia defisiensi besi (Ramakrishnan U, 2001).
Lozoff dkk, (1991) dalam penelitian kohortnya, menyatakan bahwa
defisiensi besi yang berat dan lama pada masa bayi dapat menyebabkan
perkembangan kognitif dan motorik yang lambat pada usia 5 tahun.
Selanjutnya mendapatkan bahwa defisiensi besi yang berat dan kronis
pada masa bayi yang merupakan masa kritis, masa pertumbuhan, dan
diferensiasi otak biasanya akan menetap. Dalam pemantauan selanjutnya
pada masa anak ditemukan fungsi kognitif yang buruk dan rendahnya
prestasi sekolah, anak cenderung merasa cemas, memiliki gangguan
perhatian.
Studi jangka panjang efek anemia kekurangan zat besi di Costa Rica
dan Chile menunjukkan bahwa anak-anak yang mengalami anemia
memiliki skor tes yang lebih rendah dari anak-anak yang tidak anemia
(Walter, 1993); Lozof B, et. Al., 2006). Hal yang sama ditemukan pada
penelitian di Amerika Serikat, dimana nilai rata-rata matematika pada anak
yang menderita anemia defisiensi lebih rendah disbanding anak tanpa
anemia defisiensi besi. Penelitian di daerah perkebunan Aek Nabara
bekerjasama dengan fakultas Psikologi USU, pada anak usia 7-14 tahun
yang menderita anemia defisiensi besi diperoleh hasil bahwa full IQ tidak
melebihi rata-rata dengan gangguan pemusatan perhatian dan fungsi
kognitif terurama dalam bidang aritmatika (Bidasari, 2008).
Agar terhindar dari situasi kekuranga zat besi, perbanyaklah
konsumsi makanan yang kaya kandungan besi seperti daging tanpa lemak,
kerang, hati, telur, tiram, unggas, dan ikan-ikanan. Sementara sumber
nabati bisa diperoleh dari kacang-kacangan, kentang, nasi, gandum, dan
sayur-sayuran, khususnya bayam. Untuk mempermudah penyerapan zat
besi dalam tubuh, konsumsilah protein hewani dengan makanan yang
mengandung vitamin C dalam suatu hidangan (Garrow, 1993).
3. Zn (Zink)
Zink merupakan mikronutrien yang erat kaitannya dengan system
endokrin. Zink dibutuhkan untuk proses pertumbuhan dan reproduksi.
Kekurangan zink menyebabkan terjadinya gangguan pertumbuhan dan
keterlambatan perkembangan seksual terutama pada anak (Fraker PJ dan
King LE, 2004; marjoilene. Et.al., 2008). Bukti-bukti penelitian juga
menunjukkan bahwa kekurangan zink akan menyebabkan menurunnya
kekebalan tubuh, meningkatnya angka morbiditas akibat penyakit infeksi,
gangguan pertumbuhan dan perkembangan motorik maupun kognitif
semakin banyak (Caufield dkk, 1998). Kekurangan zink dapat
mnyebabkan terjadinya keterlambatan perkembangan, pertumbuhan
tersendat-sendat dan meningkatkan resiko penyakit menular pada bayi dan
anak-anak. Beberapa bukti juga mempengaruhi perkembangan kognitif,
motorik dan perilaku anak.
Kelebihan seng hingga dua sampai tiga kali AKG menurunkan
absorpsi tembaga. Kelebihan sampai sepuluh kali AKG mempengaruhi
metabolisme kolesterol. Megubah nilai lipoprotein dan tampaknya dapat
mempercepat timbulnya aterosklerosis. Dosis sebanyak 2 gram atau lebih
dapat menyebabkan muntah atau diare, anemia dan gangguan reproduksi
(Almatsier, 2006).
Sumber paling baik adalah sumber protein hewani terutama daging,
hati, kerang, dan telur. Serealia tumbuk dan kacang-kacangan juga
merupakan sumber yang baik, namun mempunyai ketersediaan biologic
yang rendah (Almatsier, 2004).
4. Yodium
Iodium ada dalam tubuh dalam jumlah sangat sedikit, yaitu sebanyak
kurang lebih 0,00004% dari berat badan atau 15-23 mg. sekitar 75% dari
iodium ini ada di dalam kelenjar tiroid, yang digunakan untuk mensintesis
hormone tiroksin, tetraiodotironin (T
4
), dan triiodotironin (T
3
). Hormone-
hormon ini diperlukan unutk pertumbuhan normal, perkembangan fisik
dan mental hewan dan manusia. Sisa iodium ada di dalam jaringan lain,
terutama di dalam kelenjar ludah, payudara dan lambung serta di dalam
ginjal. Di dalam darah yodium terdapat dalam bentuk iodium bebas atau
terikat dengan protein (Almatsier, 2004).
Laut merupakan sumber utama iodium. Oleh karena itu, makanan laut
berupa ikan, udang dan kerang serta ganggang laut merupakan sumber
iodium terbaik. Di daerah pantai, air dan tanah mengandung banyak
iodium sehingga tanaman yang tumbu di daerah pantai mengandung cukup
banyak iodium. Semakin jauh tanah itu dari pantai semakin sedikit pula
kandungan iodiumnya, sehingga tanaman yang tumbuh di daerah tersebut
termasuk rumput yang dimakan hewan sedikit sekali atau tidak
mengadung iodium (Almatsier, 2004).
Pada kekurangan iodium, konsentrasi hormone tiroid menurun dan
hormone perangsang tiroid/ TSH meningkat agar kelenjar tiroid mampu
menyerap lebih banyak iodium. Bila kekurangan berlanjut, sel kelenjar
tiroid membesar dalam usaha meningkatkan pengambilan iodium oleh

kelenjar tersebut. Bila pembesaran ini menampak dinamakan gondok
sederhana. Bila terdapat secara meluas di suatu daerah dinamakan gondok
endemic. Gondok dapat menampakkan diri dalam bentuk gejala yang luas,
yaitu dalam bentuk kretinisme (cebol) di satu sisi dan pembesaran kelenjar
tiroid pada sisi lain. Gejala kekurangan iodium adalah malas dan lamban.
Sorang anak yang menderita kretinisme mempunyai bentuk tubuh
abnormal dan IQ sekitar 20. Kekurangan iodium pada anak menyebabkan
kemampuan belajar yang rendah (Almatsier, 2004).
Tabel 2.1. Angka Kecukupan Gizi 2005
N
o
Kelompok
Umur
Vitamin
A
Vitamin
C
Vitamin
D
Fe Zn Ca Yodium
1
Pria
10-12 tahun
600 50 5 13 14 1000 120
2
Wanita
10-12 tahun
600 50 5 20 12,6 1000 120
Sumber: Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1593/MENKES/SK/XI/2005.

D. Kerangka Teori



































Gambar 1. Modifikasi UNICEF 1998 dalam Supariasa 2001

PENYEBAB
TIDAK
LANGSUNG
PENYEBAB
LANGSUNG
POKOK
MASALAH DI
MASYARAKAT
DAMPAK
AKAR
MASALAH
STATUS GIZI
ASUPAN Penyakit Infeksi
Ketersediaan
Pangan di Tingkat
Rumah Tangga
Pola Asuh
Sanitasi dan
Pelayanan
Kesehatan
Kurang Pemberdayaan Wanita dan keluarga/
Kurang Pemanfaatan Sumberdaya Masyarakat
KRISIS EKONOMI,
POLITIK, SOSIAL
Kurang Pendidikan,
Pengetahuan, dan
Keterampilan
Pengangguran, inflasi, kurang pangan dan kemiskinan
E. Kerangka Konsep




























Keterangan :
: Variabel yang diteliti
: Variabel yang tidak diteliti

: Variable independent


: Variabel dependent

Status Gizi
Asupan Zat
Gizi
Penyakit
Infeksi
Gizi Mikro
Vitamin A
Vitamin C
Vitamin D
Ca
Fe
Zn
Yodium
Gizi Makro
Pengetahuan
Sikap
Tindakan
F. Definisi Operasional Dan Kriteria Obejektif
1. Status gizi adalah suatu keadaan tubuh yang diakibatkan knsumsi,
penyerapan dan penggunaan zat gizi oleh tubuh yang diukur dengan
IMT/U dan TB/U. Status gizi diukur dengan metode antropometri
dengan menggunakan alat ukur seperti timbangan digital dan
microtoice.
Kriteria Objektif Indikator IMT/U
a. Sangat Kurus : < -3 SD
b. Kurus : -3SD s/d <-2SD
c. Normal : -2 SD s/d 1 SD
d. Gemuk : > 1SD s/d 2 SD
e. Sangat Gemuk :> 2 SD
Kriteria Objektif Indikator TB/U
a. Sangat Pendek : < -3 SD
b. Pendek : -3SD s/d <-2SD
c. Normal : -2 s/d 2 SD
d. Tinggi : > 2 SD
(SK MENKES, 2010)
2. Asupan zat gizi adalah jumlah zat gizi mikro (Vitamin A, C, D, Ca,
Zn, Fe, dan Yodium) yang dikonsumsi anak SD dalam satu hari recall
24 jam.
Kriteria Objektif Vitamin A
a. Lebih : >110% AKG
b. Cukup : 90-110% AKG
c. Kurang : <90% AKG
Kriteria Objektif Vitamin C
a. Lebih : >110% AKG
b. Cukup : 90-110% AKG
c. Kurang : <90% AKG
Kriteria Objektif Vitamin D
a. Lebih : >110% AKG
b. Cukup : 90-110% AKG
c. Kurang : <90% AKG
Kriteria Objektif Fe
a. Lebih : >110% AKG
b. Cukup : 90-110% AKG
c. Kurang : <90% AKG
Kriteria Objektif Zink
a. Lebih : >110% AKG
b. Cukup : 90-110% AKG
c. Kurang : <90% AKG
Kriteria Objektif Yodium
a. Lebih : >110% AKG
b. Cukup : 90-110% AKG
c. Kurang : <90% AKG

Kriteria Objektif Kalsium
a. Lebih : >110% AKG
b. Cukup : 90-110% AKG
c. Kurang : <90% AKG
G. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan pertanyaan penelitian, maka peneliti memiliki hipotesis
awal yaitu :
a. Ada hubungan antara asupan vitamin A dengan status gizi siswa SD Inpres
2 Pannampu Makassar
b. Ada hubungan antara asupan vitamin C dengan status gizi siswa SD Inpres
2 Pannampu Makassar
c. Ada hubungan antara asupan vitamin D dengan status gizi siswa SD Inpres
2 Pannampu Makassar
d. Ada hubungan antara asupan Ca dengan status gizi siswa SD Inpres 2
Pannampu Makassar
e. Ada hubungan antara asupan Zn dengan status gizi siswa SD Inpres 2
Pannampu Makassar
f. Ada hubungan antara asupan Fe dengan status gizi siswa SD Inpres 2
Pannampu Makassar
g. Ada hubungan antara asupan yodium dengan status gizi siswa SD Inpres 2
Pannampu Makassar


BAB III
METODE PENELITIAN

A. JENIS PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan
desain Cross Sectional.

B. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN
1. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini dilakukan di SD Inpres 2 Pannampu
Kecamatan Tallo Kota Makassar. Alasannya karena sekolah ini berada di
daerah dengan kasus gizi buruk terbanyak di Kota Makassar.
2. aktu Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2012.

C. POPULASI DAN SAMPEL
1. Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah semua siswa kelas 4 dan 5 SD
Inpres 2 Pannampu Kecamatan Tallo yang berjumlah 104 siswa. Alasan
pemilihan kelas 4 dan 5 karena siswa di kelas ini sudah mampu mengingat
dan berkomunikasi dengan baik, sedangkan untuk kelas 6 tidak dapat
diganggu karena akan melaksanakan ujian nasional.

2. Sampel
Sampel pada penelitian ini adalah siswa SD Inpres 2 Pannampu
kelas 4 dan 5. Pengambilan sampel dilakukan dengan proporsional
random sampling.
3. Besar Sampel
Data yang diperoleh dari SD Inpres 2 Pannampu tahun 2012 ,
jumlah siswa kelas 4 dan 5 yaitu sebanyak 104 siswa. Dalam penelitian
ini, peneliti menggunakan sampel minimal size (untuk menentukan batas
minimal dari besarnya sampel) sampel dapat ditentukan dengan rumus
sebagai berikut (Lemeshow, 1997):
=

2
1 2

2
1 +
2
1 2


=
= / (95%)
= (0.05)
Perhitungan :
=

2
1 2

2
1 +
2
1 2


=
1.96
2
0.5 0.5 104
0.05
2
104 1 +1.96
2
0.5 0.5

=
99.88
1.2179

= 82.01
= 82
Jadi, sampel penelitian ini berjumlah 82 responden yang harus memenuhi
syarat yang telah disebutkan dalam unit analisis.
Proporsi sampel tiap kelas adalah :
a. Kelas 4

1
=

1
=
49
104
82

1
= 39
b. Kelas 5

2
=

2
=
55
104
82

2
= 43
Cara pengambilan sampel dalam kelas yaitu dengan cara sistematik.
Sistematik ini dilakukan dengan melihat absen dan menentukan interval siswa
yang akan dijadikan sampel. Interval ini didapat dari jumlah siswa per jumlah
sampel dalam satu kelas. Setelah dihitung, hasil yang didapat dari kedua kelas
yaitu dengan interval 1.

D. METODE PENGUMPULAN DATA
1. Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan terdiri atas dua yaiu data primer dan data
sekunder:
a. Data Primer
1. Data identitas dan karakteristik responden diperoleh dengan
melakukan wawancara.
2. Data pola konsumsi dan asupan zat gizi diperoleh dengan
melakukan wawancara menggunakan kuisioner food re-call 24 jam
3. Data pengukuran status gizi diperoleh dengan melakukan
pengukuran antropometri.
b. Data Sekunder
Sedangkan data sekunder diambil dari SD Inpres 2 Pannampu Kec.
Tallo Kota Makassar yang dapat mendukung jalannya penelitian ini.
2. Instument Penelitian
Pada penelitian ini, instrumen yang digunakan adalah:
a. Form Food Recall 24 jam
b. Food Models untuk mengetahui jumlah makanan yang dikonsumsi
c. Komputer dengan program Statistical Product and Service Solution
(SPSS), sebagai alat bantu dalam mengumpul data serta mengolah data
hasil penelitian dan menu Analisis program dan Daftar Komposisi
Bahan Makanan (DKBM) untuk menganalisis asupan (jumlah vitamin
A, C, D, Kalsium, Zinc, Fe, dan Yodium) yang dikonsumsi dalam 1
hari (24 jam)
d. Microtoice untuk mengukur tinggi badan anak, timbangan digital
untuk mengukur berat badan anak, WHO Anthro untuk menganalisis
status gizi.
E. PENGOLAHAN DATA
Pengolahan data menggunakan komputer dengan menggunakan
program Menu A, WHO Anthro 2007 dan SPSS yang meliputi editing,
koding, tabulasi data, cleaning dan analisis data. Pengolahan dan penyajian
data dilakukan dengan tahapan-tahapan sebagai berikut:
1. Editing
Proses editing dilakukan setelah kuesioner terkumpul. Editing data
dilakukan dengan pemeriksaan kelengkapan, kesinambungan dan
keseragaman data.
2. Koding
Proses koding dilakukan untuk memudahkan dalam pengolahan
data, semua jawaban atau data perlu disederhanakan yaitu dengan simbol-
simbol tertentu untuk setiap jawaban (pengkodean).
3. Tabulasi Data
Dilakukan untuk memudahkan dalam pengolahan data dalam suatu
tabel. Pengolahan dilakukan secara elektronik dengan menggunakan
software SPSS.
4. Cleaning
Memeriksa kembali data yang telah dientri kelengkapan dan
kebenarannya.



F. ANALISIS DATA
Data diolah dengan menggunakan perangkat lunak (software) pada
Computer yaitu SPSS 16. Analisis data menggunakan analisis bivariat. Data
hasil analisis akan disajikan dalam bentuk tabel disertai narasi.


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Gambaran Umum Lokasi
SD inpres 2 pannampu terletak di Kec. Tallo kelurahan Pannampu. SD
ini memiliki 4 ruang kelas, 1 ruang guru dan 1 kantin sekolah. Jumlah siswa di
SD ini berjumlah 326 siswa dan jumlah guru sebanyak 11 guru. Adapun batas-
batas sekolah ini yaitu :
Sebelah utara : Pemukiman warga
Sebelah timur : Jalan tol
Sebelah selatan : Pemukiman warga
Sebelah barat : Pasar Pannampu
Pengumpulan data baik primer maupun sekunder dilaksanakan selama
4 pekan terhitung mulai tanggal 1 Juni 2012 terhadap siswa SD Inpres 2
Pannampu Kecamatan Tallo, dimana penelitian dilakukan di 2 kelas yaitu
kelas 4 dan kelas 5.
Proses yang dilakukan selama penelitian berlangsung yakni wawancara
langsung kepada siswa SD dan melakukan pengukuran antropometri untuk
memperoleh tujuan dari penelitian ini dan pengambilan data sekunder di SD
Inpres 2 Pannampu.
Pada penelitian ini jumlah sampel yaitu 82 siswa SD dari kelas 4 dan
kelas 5. Penarikan sampel dilakukan proporsional random sampling. Hasil
penelitian berupa data telah diolah menjadi informasi sesuai dengan tujuan
penelitian yang akan dideskripsikan dalam bentuk tabel dan penjelasan. Data
yang diperoleh kemudian diolah menggunakan SPSS for windows versi 16,0
yang dibedakan atas analisis univariat dan bivariat. Adapun hasil penelitian
yang diperoleh adalah sebagai berikut :
2. Hasil Penelitian
a. Karakteristik Responden
Responden dalam penelitian ini berjumlah 82 siswa. Distribusinya
menurut variabel yang diteliti disajikan dalam tabel seperti di bawah ini:
Tabel 4.1
Distribusi Karakteristik Responden SD Inpres 2 Pannampu
MakassarTahun 2012

Karakteristik Responden n (82) % (100)
Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
Umur
8 tahun
9 tahun
10 tahun
11 tahun
12 tahun

36
46

1
21
27
26
7

43,9
56,1

1,2
25,6
32,9
31,7
8,5
Sumber : Data Primer, 2012
Tabel 4.1 menunjukkan bahwa dari 82 responden proporsi jenis
kelamin terbesar adalah perempuan (56,1%). Dari Tabel 1 dapat diketahui
bahwa dari 82 responden proporsi umur terbesar adalah pada kelompok
umur 10 tahun (32,9%)


Tabel 4.2
Distribusi Karakteristik Keluarga RespondenSD Inpres 2 Pannampu
Makassar Tahun 2012
Karakteristik Keluarga n (82) % (100)
Pendidikan Ayah
Tidak pernah sekolah
Tidak tamat SD/MI
Tamat SD/MI
SMP/MTs/Sederajat
SMA/MA/Sederajat
Universitas
Pendidikan Ibu
Tidak pernah sekolah
Tidak tamat SD/MI
Tamat SD/MI
SMP/MTs/Sederajat
SMA/MA/Sederajat
Universitas
Pekerjaan Ayah
Petani
Buruh harian
PNS
Pegawai Swasta
Tukang becak/gerobak
Supir
Tukang Kayu
Nelayan
Pengrajin
Wiraswasta
Pekerjaan Ibu
Buruh harian
Pegawai Swasta
Pengrajin
Wiraswasta
Ibu Rumah Tangga

1
3
15
34
27
2

3
2
24
25
27
1

1
20
2
4
6
9
3
7
6
24

5
1
4
28
44

1,2
3,7
18,3
41,5
32,9
2,4

3,7
2,4
29,3
30,5
32,9
1,2

1,2
24,4
2,4
4,9
7,3
11,0
3,7
8,5
7,3
29,3

6,1
1,2
4,9
34,2
53,7
Sumber : Data Primer, 2012
Dilihat dari Tabel 4.2 tingkat pendidikan ayah siswa yang
terbanyak adalah SMP (41,5%) sedangkan proporsi terendah adalah yang
tidak pernah sekolah (1,2%). Sedangkan untuk tingkat pendidikan ibu
proporsi tertinggi adalah SMA (32,9%) sedangkan proporsi terendah
adalah Universitas (1,2%). Pekerjaan ayah responden yang terbanyak
adalah buruh harian sebanyak 20 orang (24,4%). Sedangkan yang terkecil
adalah petani sebanyak 1 orang (1,2%). Dan dari Tabel 2 ini juga dapat
diketahui bahwa pekerjaan ibu yang terbanyak adalah ibu rumah tangga
yaitu sebanyak 44 responden (53,7%) sedangkan yang terendah adalah
pegawai swasta (1,2%).
Tabel 4.3
Distribusi Responden Berdasarkan Penyakit yang Pernah Diderita
Selama sebulan terakhir SD Inpres 2 Pannampu Makassar Tahun 2012
Penyakit yang Pernah
Diderita
Ya Tidak Total
n % n % N %
Batuk
Demam
Flu
Dingin
Masuk Angin
Demam Menggigil
Sakit Kepala
Sakit Perut
Sembelit
Diare
52
49
29
18
20
18
46
38
10
15
63,4
59,8
35,4
22,0
24,4
22,0
56,1
46,3
12,2
18,3
30
33
53
64
62
64
36
44
72
67
36,6
40,2
64,6
78,0
75,6
78,0
43,9
53,7
87,8
81,7
82
82
82
82
82
82
82
82
82
82
100.0
100.0
100.0
100.0
100.0
100.0
100.0
100.0
100.0
100.0
Sumber : Data Primer, 2012
Berdasarkan Tabel 4.3, dapat diketahui bahwa penyakit batuk yang
paling sering diderita oleh para siswa yaitu sebanyak 52 responden
(63,4%) sedangkan yang penyakit yang paling tidak sering diderita adalah
sembelit yaitu sebanya 10 responden (12,2%).












b. Status Gizi
Tabel 4.4
Distribusi Responden Berdasarkan Status Gizi (TB/U)
SD Inpres 2 Pannampu Makassar Tahun 2012
Status Gizi Berdasarkan Indikator
TB/U
n %
Sangat Pendek
Pendek
Normal
Tinggi
7
26
49
0
8,5
31,7
59,8
0,0
Jumlah 82 100.0
Sumber : Data Primer, 2012
Berdasarkan Tabel 4.4, dapat diketahui bahwa status gizi siswa
berdasarkan indikator TB/U yang paling banyak adalah tinggi badan
normal yaiu sebanyak 49 siswa (59,8%). Sedangkan proporsi rendah
adalah yang sangat pendek yaitu sebanyak 7 responden (8,5%) dan tidak
ditemukannya anak yang tinggi.
Tabel 4.5
Distribusi Responden Berdasarkan Status Gizi (IMT/U)
SD Inpres 2 Pannampu Makassar Tahun 2012
Status Gizi Berdasarkan Indikator
IMT/U
n %
Sangat Kurus
Kurus
Normal
Gemuk
Sangat Gemuk
12
12
54
0
4
14,6
14,6
65,9
0,0
4,9
Jumlah 82 100.0
Sumber : Data Primer, 2012
Berdasarkan Tabel 4.5, dapat diketahui bahwa status gizi siswa
berdasarkan indikator IMT/U yang paling banyak adalah status gizi normal
yaitu sebanyak 54 siswa (65,9%). Sedangkan proporsi rendah adalah yang
sangat gemuk yaitu sebanyak 4 responden (4,9%).


c. Asupan

Tabel 4.6
Distribusi asupan gizi mikro responden siswa SD Inpres 2 Pannampu
Makassar Tahun 2012
Asupan Zat
Gizi Mikro
Kecukupan Asupan Total
Kurang Cukup Lebih
n % n % n % n %
Vitamin A
Vitamin C
Vitamin D
Zat Besi
Zink
Yodium
Kalsium
42
71
38
55
36
34
55
51,2
86,6
46,3
67,1
43,9
41,5
67,1
19
5
7
15
18
29
7
23,2
6,1
8,5
18,3
22,0
35,4
8,5
21
6
37
12
28
19
20
25,6
7,3
45,2
14,6
34,1
23,2
24,4
82
82
82
82
82
82
82
100
100
100
100
100
100
100
Sumber : Data Primer, 2012
Berdasarkan tabel 4.6, dapat diketahui bahwa sebagian besar
responden asupannya kurang terutama pada vitamin A, vitamin C, kalsium
dan Zat besi di mana persentase kekurangannya di atas 50%.
d. Analisis Bivariat
Setelah dilakukan pengumpulan data, diedit dan diolah dengan
menggunakan peranti lunak komputer diperoleh gambaran responden.
Untuk melihat kemaknaan hubungan antara gizi mikro dengan status gizi
dilakukan analisis uji Chi-Square dengan derajat kepercayaan 95%.
Apabila hasil perhitungan statistic dengan p < 0.05 artinya terdapat
hubungan yang signifikan antara variabel independent dengan variabel
dependent.
Responden dalam penelitian ini berjumlah 82 yang terdiri dari
siswa kelas 4 dan 5 SD Inpres 2 Pannampu, disajikan dalam Tabel 6
seperti di bawah ini.
Tabel 4.7
Hubungan antara Asupan Gizi Mikro dengan Status Gizi Berdasarkan IMT/U
SD Inpres 2 Pannampu Makassar
Tahun 2012

Gizi Mikro
Status Gizi Berdasarkan Indikator IMT/U
Total
p

r
Sangat
Kurus
Kurus Normal Gemuk
Sangat
Gemuk
n % n % n % N % n % n %
Vitamin A
Kurang
Cukup
Lebih

7
2
3

16,7
10,5
14,3

6
1
5

14,3
5,3
23,8

29
12
13

69,0
63,2
61,9

0
0
0

0,0
0,0
0,0

0
4
0

0,0
21,1
0,0

42
19
21

100
100
100
0,013

0,313
Vitamin C
Kurang
Cukup
Lebih

11
1
0

15,5
20,0
0,0

11
0
1

15,5
0,0
16,7

45
4
5

63,4
80,0
83,3

0
0
0

0,0
0,0
0,0

4
0
0

5,6
0,0
0,0

71
5
6

100
100
100
0,820

-
Vitamin D
Kurang
Cukup
Lebih

2
2
8

5,3
28,6
21,6

6
0
6

15,8
0,0
16,2

28
5
21

73,7
71,4
56,8

0
0
0

0,0
0,0
0,0

2
0
2

5,3
0,0
5,4

38
7
37

100
100
100
0,340

-
Zat Besi
Kurang
Cukup
Lebih

10
2
0

18,2
13,3
0,0

6
2
4

10,9
13,3
33,3

36
10
8

65,5
66,7
66,7

0
0
0

0,0
0,0
0,0

3
1
0

5,5
6,7
0,0

55
15
12

100
100
100
0,382

-
Zink
Kurang
Cukup
Lebih

7
5
0

19,4
27,8
0

6
1
5

16,7
5,6
17,9

23
12
19

63,9
66,7
67,9

0
0
0

0,0
0,0
0,0

0
0
4

0,0
0,0
14,3

36
18
28

100
100
100
0,015

0,311
Yodium
Kurang
Cukup
Lebih

6
5
1

17,6
17,2
5,3

6
3
3

17,6
10,3
15,8

19
20
15

55,9
69,0
78,9

0
0
0

0,0
0,0
0,0

3
1
0

8,8
3,4
0,0

34
29
19

100
100
100
0,511

-
Kalsium
Kurang
Cukup
Lebih

10
0
2

18,2
0,0
10,0

7
0
5

12,7
0,0
25,0

35
6
13

63,6
85,7
65,0

0
0
0

0,0
0,0
0,0

3
1
0

5,5
14,3
0,0

55
7
20

100
100
100
0,306

-
Total 12 14,6 12 14,6 54 65,9 0 0,0 4 4,9 82 100
Sumber : Data Primer, 2012




1) Vitamin A dengan Status Gizi Berdasarkan IMT/U
Dari hasil tabulasi silang diperoleh asupan vitamin A yang kurang
sebanyak 42 siswa dengan status gizi sangat kurus sebanyak 7 siswa
(16,7%), kurus sebanyak 6 siswa (14,3%), normal sebanyak 29 siswa
(69,0%) dan tidak ada siswa yang status gizinya gemuk dan sangat
gemuk. Asupan vitamin A yang cukup sebanyak 19 siswa dengan status
gizi sangat kurus sebanyak 2 siswa (10,5%), kurus sebanyak 1 siswa
(5,3%), normal sebanyak 12 siswa (63,2%) dan tidak ada siswa yang
status gizinya gemuk sedangkan yang sangat gemuk sebanyak 4 siswa
(21,1%). Asupan vitamin A yang lebih sebanyak 21 siswa dengan status
gizi sangat kurus sebanyak 3 siswa (14,3%), kurus sebanyak 5 siswa
(23,8%), normal sebanyak 13 siswa (61,9%) dan tidak ada siswa yang
status gizinya gemuk dan sangat gemuk.
Berdasarkan tabel 4.7 diperoleh nilai p = 0,013 pada = 0,05.
Karena nilai p (0,013) < 0,05 yang berarti bahwa terdapat hubungan
yang signifikan antara vitamin A dengan status gizi berdasarkan
indikator IMT/U dengan nilai korelasi sebesar 0,313 yang berarti bahwa
kekuatan hubungannya sedang dan arahnya positif yang berarti bahwa
semakin tinggi asupan vitamin A maka semakin baik pula status gizinya.
2) Vitamin C dengan Status Gizi Berdasarkan IMT/U
Dari hasil tabulasi silang diperoleh asupan vitamin C yang kurang
sebanyak 71 siswa dengan status gizi sangat kurus sebanyak 11 siswa
(15,5%), kurus sebanyak 11 siswa (15,5%), normal sebanyak 45 siswa
(63,4%) dan tidak ada siswa yang status gizinya gemuk sedangkan yang
sangat gemuk sebanyak 4 siswa (5,6%). Asupan vitamin C yang cukup
sebanyak 5 siswa dengan status gizi sangat kurus sebanyak 1 siswa
(20,0%), normal sebanyak 4 siswa (20,0%) dan tidak ada siswa yang
status gizinya gemuk dan sangat gemuk. Asupan vitamin C yang lebih
sebanyak 6 siswa dengan status gizi kurus sebanyak 1 siswa (16,7%),
normal sebanyak 5 siswa (83,3%) dan tidak ada siswa yang status
gizinya gemuk dan sangat gemuk.
Berdasarkan tabel 4.7 diperoleh nilai p = 0,820 pada = 0,05.
Karena nilai p (0,820) > 0,05 yang berarti bahwa tidak terdapat
hubungan yang signifikan antara vitamin C dengan status gizi
berdasarkan indikator IMT/U.
3) Vitamin D dengan Status Gizi Berdasarkan IMT/U
Dari hasil tabulasi silang diperoleh asupan vitamin D yang kurang
sebanyak 38 siswa dengan status gizi sangat kurus sebanyak 2 siswa
(5,3%), kurus sebanyak 6 siswa (15,8%), normal sebanyak 28 siswa
(73,7%) dan tidak ada siswa yang status gizinya gemuk sedangkan yang
sangat gemuk sebanyak 2 siswa (5,3%). Asupan vitamin D yang cukup
sebanyak 7 siswa dengan status gizi sangat kurus sebanyak 2 siswa
(28,6%), normal sebanyak 5 siswa (71,4%) dan tidak ada siswa yang
status gizinya gemuk dan sangat gemuk. Asupan vitamin D yang lebih
sebanyak 37 siswa dengan status gizi sangat kurus sebanyak 8 siswa
(21,6%), kurus sebanyak 6 siswa (16,2%), normal sebanyak 21 siswa
(56,8%) dan tidak ada siswa yang status gizinya gemuk sedangkan yang
sangat gemuk sebanyak 2 siswa (5,4%).
Berdasarkan tabel 4.7 diperoleh nilai p = 0,340 pada = 0,05.
Karena nilai p (0,340) > 0,05 yang berarti bahwa tidak terdapat
hubungan yang signifikan antara vitamin D dengan status gizi
berdasarkan indikator IMT/U.
4) Zat Besi dengan Status Gizi Berdasarkan IMT/U
Dari hasil tabulasi silang diperoleh asupan Zat besi yang kurang
sebanyak 55 siswa dengan status gizi sangat kurus sebanyak 10 siswa
(18,2%), kurus sebanyak 6 siswa (10,9%), normal sebanyak 36 siswa
(65,5%) dan tidak ada siswa yang status gizinya gemuk sedangkan yang
sangat gemuk sebanyak 3 siswa (5,5%). Asupan Zat besi yang cukup
sebanyak 15 siswa dengan status gizi sangat kurus sebanyak 2 siswa
(13,3%), kurus sebanyak 2 siswa (13,3%), normal sebanyak 10 siswa
(66,7%) dan tidak ada siswa yang status gizinya gemuk sedangkan yang
sangat gemuk sebanyak 1 siswa (6,7%). Asupan Zat besi yang lebih
sebanyak 12 siswa dengan status gizi kurus sebanyak 4 siswa (33,3%),
normal sebanyak 8 siswa (66,7%) dan tidak ada siswa yang status
gizinya gemuk, sangat gemuk, dan sangat kurus.
Berdasarkan tabel 4.7 diperoleh nilai p = 0,382 pada = 0,05.
Karena nilai p (0,382) > 0,05 yang berarti bahwa tidak terdapat
hubungan yang signifikan antara Zat besi dengan status gizi berdasarkan
indikator IMT/U.

5) Zink dengan Status Gizi Berdasarkan IMT/U
Dari hasil tabulasi silang diperoleh asupan Zink yang kurang
sebanyak 36 siswa dengan status gizi sangat kurus sebanyak 7 siswa
(19,4%), kurus sebanyak 6 siswa (10,9%), normal sebanyak 36 siswa
(65,5%) dan tidak ada siswa yang status gizinya gemuk dan sangat
gemuk. Asupan Zink yang cukup sebanyak 18 siswa dengan status gizi
sangat kurus sebanyak 5 siswa (27,8%), kurus sebanyak 1 siswa (5,6%),
normal sebanyak 12 siswa (66,7%) dan tidak ada siswa yang status
gizinya gemuk dan sangat gemuk. Asupan Zink yang lebih sebanyak 28
siswa dengan status gizi kurus sebanyak 5 siswa (17,9%), normal
sebanyak 19 siswa (67,9%) dan tidak ada siswa yang status gizinya,
sangat kurus, gemuk dan sangat gemuk.
Berdasarkan tabel 4.7 diperoleh nilai p = 0,015 pada = 0,05.
Karena nilai p (0,015) < 0,05 yang berarti bahwa terdapat hubungan
yang signifikan antara Zink dengan status gizi berdasarkan indikator
IMT/U dengan nilai korelasi sebesar 0,311 yang berarti bahwa kekuatan
hubungannya sedang dan arahnya positif yang berarti bahwa semakin
tinggi asupan Zink maka semakin baik pula status gizinya.
6) Yodium dengan Status Gizi Berdasarkan IMT/U
Dari hasil tabulasi silang diperoleh asupan Yodium yang kurang
sebanyak 34 siswa dengan status gizi sangat kurus sebanyak 6 siswa
(17,6%), kurus sebanyak 6 siswa (17,6%), normal sebanyak 19 siswa
(55,9%) dan tidak ada siswa yang status gizinya gemuk sedangkan yang
sangat gemuk sebanyak 3 siswa (8,8%). Asupan Yodium yang cukup
sebanyak 29 siswa dengan status gizi sangat kurus sebanyak 5 siswa
(17,2%), kurus sebanyak 3 siswa (10,3%), normal sebanyak 20 siswa
(69,0%) dan tidak ada siswa yang status gizinya gemuk sedangkan yang
sangat gemuk sebanyak 1 siswa (3,4%). Asupan Yodium yang lebih
sebanyak 19 siswa dengan status gizi sangat kurus sebanyak 1 siswa
(5,3%), kurus sebanyak 3 siswa (15,8%), normal sebanyak 15 siswa
(78,9%) dan tidak ada siswa yang status gizinya gemuk dan sangat
gemuk.
Berdasarkan tabel 4.7 diperoleh nilai p = 0,511 pada = 0,05.
Karena nilai p (0,511) > 0,05 yang berarti bahwa tidak terdapat
hubungan yang signifikan antara Yodium dengan status gizi berdasarkan
indikator IMT/U.
7) Kalsium dengan Status Gizi Berdasarkan IMT/U
Dari hasil tabulasi silang diperoleh asupan Kalsium yang kurang
sebanyak 55 siswa dengan status gizi sangat kurus sebanyak 10 siswa
(18,2%), kurus sebanyak 7 siswa (12,7%), normal sebanyak 35 siswa
(63,6%) dan tidak ada siswa yang status gizinya gemuk sedangkan yang
sangat gemuk sebanyak 3 siswa (5,5%). Asupan Kalsium yang cukup
sebanyak 7 siswa dengan status gizi normal sebanyak 6 siswa (85,7%)
dan tidak ada siswa yang status gizinya sangat kurus, kurus, dan gemuk
sedangkan yang sangat gemuk sebanyak 1 siswa (14,3%). Asupan
Kalsium yang lebih sebanyak 20 siswa dengan status gizi sangat kurus
sebanyak 2 siswa (10,0%), kurus sebanyak 5 siswa (25,0%), normal
sebanyak 13 siswa (65,0%) dan tidak ada siswa yang status gizinya
gemuk dan sangat gemuk.
Berdasarkan tabel 4.7 diperoleh nilai p = 0,306 pada = 0,05.
Karena nilai p (0,306) > 0,05 yang berarti bahwa tidak terdapat
hubungan yang signifikan antara Kalsium dengan status gizi berdasarkan
indikator IMT/U.

Tabel 4.8
Hubungan antara Asupan Gizi Mikro dengan Status Gizi Berdasarkan TB/U
SD Inpres 2 Pannampu Makassar
Tahun 2012

Gizi Mikro
Status Gizi Berdasarkan Indikator TB/U
Total
p

r
Sangat
Pendek
Pendek Normal Tinggi
n % n % n % n % n %
Vitamin A
Kurang
Cukup
Lebih

3
3
1

7,1
15,8
4,8

15
4
7

35,7
21,1
33,3

24
12
13

57,1
63,2
61,9

0
0
0

0,0
0,0
0,0

42
19
21

100
100
100
0,622

-
Vitamin C
Kurang
Cukup
Lebih

6
1
0

8,5
20,0
0,0

23
0
3

32,4
0,0
50,0

42
4
3

59,2
80,0
50,0

0
0
0

0,0
0,0
0,0

71
5
6

100
100
100
0,412

-
Vitamin D
Kurang
Cukup
Lebih

5
1
1

13,2
14,3
2,7

9
5
12

23,7
71,4
32,4

24
1
24

63,2
14,3
64,9

0
0
0

0,0
0,0
0,0

38
7
37

100
100
100
0,047

0,242
Zat Besi
Kurang
Cukup
Lebih

4
1
2

7,3
6,7
16,7

21
3
2

38,2
20,0
16,7

30
11
8

54,5
73,3
66,7

0
0
0

0,0
0,0
0,0

55
15
12

100
100
100
0,388

-
Zink
Kurang
Cukup
Lebih

2
1
4

5,6
5,6
14,3

12
8
6

33,3
44,4
21,4

22
9
18

61,1
50,0
64,3

0
0
0

0,0
0,0
0,0

36
18
28

100
100
100
0,416

-
Yodium
Kurang
Cukup
Lebih

3
3
1

8,8
10,3
5,3

4
14
8

11,8
48,3
42,1

27
12
10

79,4
41,4
52,6

0
0
0

0,0
0,0
0,0

34
29
19

100
100
100
0,019

0,268
Kalsium
Kurang
Cukup
Lebih

5
2
0

9,1
28,6
0,0

21
0
5

38,2
0,0
25,0

29
5
15

52,7
71,4
75,0

0
0
0

0,0
0,0
0,0

55
7
20

100
100
100
0,047

0,242
Jumlah 7 8,5 26 31,7 49 59,8 0 0,0 82 100
Sumber : Data Primer, 2012




1) Vitamin A dengan Status Gizi Berdasarkan TB/U
Dari hasil tabulasi silang diperoleh asupan vitamin A yang kurang
sebanyak 42 siswa dengan tinggi badan sangat pendek sebanyak 3 siswa
(7,1%), pendek sebanyak 15 siswa (35,7%), normal sebanyak 24 siswa
(57,1%) dan tidak ada siswa yang tinggi. Asupan vitamin A yang cukup
sebanyak 19 siswa dengan tinggi badan sangat pendek sebanyak 3 siswa
(15,8%), pendek sebanyak 4 siswa (21,1%), normal sebanyak 12 siswa
(63,2%) dan tidak ada siswa yang tinggi. Asupan vitamin A yang lebih
sebanyak 21 siswa dengan tinggi badan sangat pendek sebanyak 1 siswa
(4,8%), pendek sebanyak 7 siswa (33,3%), normal sebanyak 13 siswa
(61,9%) dan tidak ada siswa yang tinggi.
Berdasarkan Tabel 4.8 diperoleh nilai p = 0,622 pada = 0,05.
Karena nilai p (0,622) > 0,05 yang berarti bahwa tidak terdapat hubungan
yang signifikan antara vitamin A dengan status gizi berdasarkan indikator
TB/U.
2) Vitamin C dengan Status Gizi Berdasarkan TB/U
Dari hasil tabulasi silang diperoleh asupan Vitamin C yang kurang
sebanyak 71 siswa dengan tinggi badan sangat pendek sebanyak 6 siswa
(8,5%), pendek sebanyak 23 siswa (32,4%), normal sebanyak 42 siswa
(59,2%) dan tidak ada siswa yang tinggi. Asupan Vitamin C yang cukup
sebanyak 5 siswa dengan tinggi badan sangat pendek sebanyak 1 siswa
(20,0%), normal sebanyak 4 siswa (80,0%) dan tidak ada siswa yang
pendek dan tinggi. Asupan Vitamin C yang lebih sebanyak 6 siswa
dengan tinggi badan pendek sebanyak 3 siswa (50,0%), normal sebanyak
3 siswa (50,0%) dan tidak ada siswa yang sangat pendek dan tinggi.
Berdasarkan Tabel 4.8 diperoleh nilai p = 0,412 pada = 0,05.
Karena nilai p (0,412) > 0,05 yang berarti bahwa tidak terdapat hubungan
yang signifikan antara Vitamin C dengan status gizi berdasarkan indikator
TB/U.
3) Vitamin D dengan Status Gizi Berdasarkan TB/U
Dari hasil tabulasi silang diperoleh asupan Vitamin D yang kurang
sebanyak 38 siswa dengan tinggi badan sangat pendek sebanyak 5 siswa
(13,2%), pendek sebanyak 9 siswa (23,7%), normal sebanyak 24 siswa
(63,2%) dan tidak ada siswa yang tinggi. Asupan Vitamin D yang cukup
sebanyak 7 siswa dengan tinggi badan sangat pendek sebanyak 1 siswa
(14,3%), pendek sebanyak 5 siswa (71,4%), normal sebanyak 1 siswa
(14,3%) dan tidak ada siswa yang tinggi. Asupan Vitamin D yang lebih
sebanyak 37 siswa dengan tinggi badan sangat pendek sebanyak 1 siswa
(2,7%), pendek sebanyak 12 siswa (32,4%), normal sebanyak 24 siswa
(64,9%) dan tidak ada siswa yang tinggi.
Berdasarkan Tabel 4.8 diperoleh nilai p = 0,047 pada = 0,05.
Karena nilai p (0,047) < 0,05 yang berarti bahwa terdapat hubungan
yang signifikan antara Vitamin D dengan status gizi berdasarkan
indikator TB/U dengan nilai korelasi sebesar 0,242 yang berarti bahwa
kekuatan hubungannya lemah dan arahnya positif yang berarti bahwa
semakin tinggi asupan Vitamin D maka semakin baik pula status
gizinya.
4) Zat Besi dengan Status Gizi Berdasarkan TB/U
Dari hasil tabulasi silang diperoleh asupan Zat Besi yang kurang
sebanyak 55 siswa dengan tinggi badan sangat pendek sebanyak 4 siswa
(7,3%), pendek sebanyak 21 siswa (38,2%), normal sebanyak 30 siswa
(54,5%) dan tidak ada siswa yang tinggi. Asupan Zat Besi yang cukup
sebanyak 15 siswa dengan tinggi badan sangat pendek sebanyak 1 siswa
(6,7%), pendek sebanyak 3 siswa (20,0%), normal sebanyak 11 siswa
(73,3%) dan tidak ada siswa yang tinggi. Asupan Zat Besi yang lebih
sebanyak 12 siswa dengan tinggi badan sangat pendek sebanyak 2 siswa
(16,7%), pendek sebanyak 2 siswa (16,7%), normal sebanyak 8 siswa
(66,7%) dan tidak ada siswa yang tinggi.
Berdasarkan Tabel 4.8 diperoleh nilai p = 0,388 pada = 0,05.
Karena nilai p (0,388) > 0,05 yang berarti bahwa tidak terdapat
hubungan yang signifikan antara Zat Besi dengan status gizi berdasarkan
indikator TB/U.
5) Zink dengan Status Gizi Berdasarkan TB/U
Dari hasil tabulasi silang diperoleh asupan Zink yang kurang
sebanyak 36 siswa dengan tinggi badan sangat pendek sebanyak 2 siswa
(5,6%), pendek sebanyak 12 siswa (33,3%), normal sebanyak 22 siswa
(61,1%) dan tidak ada siswa yang tinggi. Asupan Zink yang cukup
sebanyak 18 siswa dengan tinggi badan sangat pendek sebanyak 1 siswa
(5,6%), pendek sebanyak 8 (44,4%), normal sebanyak 9 siswa (50,0%)
dan tidak ada siswa yang tinggi. Asupan Zink yang lebih sebanyak 28
siswa dengan tinggi badan sangat pendek sebanyak 4 siswa (14,3%),
pendek sebanyak 6 siswa (21,4%), normal sebanyak 18 siswa (64,3%)
dan tidak ada siswa yang tinggi.
Berdasarkan Tabel 4.8 diperoleh nilai p = 0,416 pada = 0,05.
Karena nilai p (0,416) > 0,05 yang berarti bahwa tidak terdapat
hubungan yang signifikan antara Zink dengan status gizi berdasarkan
indikator TB/U.
6) Yodium dengan Status Gizi Berdasarkan TB/U
Dari hasil tabulasi silang diperoleh asupan Yodium yang kurang
sebanyak 34 siswa dengan tinggi badan sangat pendek sebanyak 3 siswa
(8,8%), pendek sebanyak 4 siswa (11,8%), normal sebanyak 27 siswa
(79,4%) dan tidak ada siswa yang tinggi. Asupan Yodium yang cukup
sebanyak 29 siswa dengan tinggi badan sangat pendek sebanyak 3 siswa
(10,3%), pendek sebanyak 14 siswa (48,3%), normal sebanyak 12 siswa
(41,4%) dan tidak ada siswa yang tinggi. Asupan Yodium yang lebih
sebanyak 19 siswa dengan tinggi badan sangat pendek sebanyak 1 siswa
(5,3%), pendek sebanyak 8 siswa (42,1%), normal sebanyak 10 siswa
(52,6%) dan tidak ada siswa yang tinggi.
Berdasarkan Tabel 4.8 diperoleh nilai p = 0,019 pada = 0,05.
Karena nilai p (0,019) < 0,05 yang berarti bahwa terdapat hubungan
yang signifikan antara Yodium dengan status gizi berdasarkan indikator
TB/U dengan nilai korelasi sebesar 0,268 yang berarti bahwa kekuatan
hubungannya sedang dan arahnya positif yang berarti bahwa semakin
tinggi asupan Yodium maka semakin baik pula status gizinya.
7) Kalsium dengan Status Gizi Berdasarkan TB/U
Dari hasil tabulasi silang diperoleh asupan Kalsium yang kurang
sebanyak 55 siswa dengan tinggi badan sangat pendek sebanyak 5 siswa
(9,1%), pendek sebanyak 21 siswa (38,2%), normal sebanyak 29 siswa
(52,7%) dan tidak ada siswa yang tinggi. Asupan Kalsium yang cukup
sebanyak 7 siswa dengan tinggi badan sangat pendek sebanyak 2 siswa
(28,6%), normal sebanyak 5 siswa (71,4%) dan tidak ada siswa yang
pendek dan tinggi. Asupan Kalsium yang lebih sebanyak 20 siswa
dengan tinggi badan pendek sebanyak 5 siswa (25,0%), normal sebanyak
15 siswa (75,0%) dan tidak ada siswa yang sangat pendek dan tinggi.
Berdasarkan Tabel 4.8 diperoleh nilai p = 0,047 pada = 0,05.
Karena nilai p (0,047) < 0,05 yang berarti bahwa terdapat hubungan
yang signifikan antara Kalsium dengan status gizi berdasarkan indikator
TB/U dengan nilai korelasi sebesar 0,242 yang berarti bahwa kekuatan
hubungannya lemah dan arahnya positif yang berarti bahwa semakin
tinggi asupan Kalsium maka semakin baik pula status gizinya.
B. Pembahasan
1. Karakteristik
Dalam penelitian ini ditemukan bahwa tingkat pendidikan ibu
responden lebih tinggi dibandingkan tingkat pendidikan ayah
responden. Hal ini dapat dilihat pada tabel di atas yang menunjukkan
kebanyakan pendidikan ayah responden yaitu SMP (41,5%) sedangkan
pendidikan ibu responden kebanyakan SMA (32,9%).
Pekerjaan seseorang dipengaruhi oleh tingkat pendidikan orang
tersebut. Hal ini dapat dilihat dari sebagian besar ayah responden
bekerja sebagai buruh harian. Hal ini sangat tidak mengherankan
karena sebagian besar tingkat pendidikan ayah responden hanya tamat
SMP. Sedangkan ibu responden bekerja sebagai penjual
(22,0%)sedangkan sebagian besar lainnya adalah ibu rumah tangga/
tidak bekerja (53,7$%).
2. Status Gizi
Konsumsi makanan berpengaruh terhadap status gizi seseorang.
Status gizi yang baik atau status gizi optimal terjadi bila tubuh
memperoleh cukup zat-zat gizi yang digunakan secara efisien,
sehingga memungkinkan seseorang mengalami pertumbuhan fisik,
perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum
pada tingkat setinggi mungkin. Status gizi kurang terjadi bila tubuh
mengalami kekurangan satu atau lebih zat gizi esensial dan
sebaliknya status gizi lebih terjadi bila tubuh memperoleh zat gizi
dalam jumlah berlebihan sehingga dapat menimbulkan efek toksik atau
membahayakan.
Dari hasil penelitian ini, didapatkan status gizi berdasarkan
indikator TB/U yaitu sangat pendek (8,5%), pendek (31,7%) dan
normal (59,8%). Hasil ini sejalan dengan hasil Riskesdas 2010 yang
menunjukkan anak usia sekolah di Indonesia secara berturut-turut
adalah tinggi badan normal (64,5%), pendek (20,5%) dan sangat
pendek (15,1%).
Sedangkan status gizi berdasarkan IMT/U yaitu sangat kurus
(14,6%), kurus (14,6%), normal (65,9) dan sangat gemuk (4,9%). Hal
ini sejalan dengan hasil Riskesdas 2010 yang menunjukkan rata-rata
status gizi anak usia sekolah di Indonesia masih normal (78,6%)
sedangkan sangat kurus (4,6%), kurus (7,6%) dan gemuk (9,2%).
Pada dasarnya status gizi ditentukan oleh faktor internal dan
faktor eksternal. Faktor internal yang berperan dalam penilaian status
gizi adalah asupan zat-zat makanan kedalam tubuh yaitu gizi makro
dan gizi mikro (vitamin A, vitamin C, vitamin D, Ca, Fe, Zn, dan
Yodium), penyerapan dan penggunaan zat gizi, aktivitas yang
dilakukan sehari-hari dan pola konsumsi sehari-hari. Faktor eksternal
yang mempengaruhi penilaian status gizi adalah faktor sosial budaya
seperti kebiasaan makan dan larangan mengkonsumsi bahan
makanan tertentu, faktor ekonomi seperti pendapatan keluarga,
pengetahuan tentang gizi, ketersediaan bahan makanan, pelayanan
kesehatan setempat, pemeliharaan kesehatan dan besar keluarga.



3. Asupan dan Status Gizi
a. Vitamin A
Berdasarkan hasil penelitian memperlihatkan bahwa asupan
vitamin A pada siswa SD inpres 2 Pannampu untuk kategori
kurang 51,2% (42 responden). Ini akan menyebabkan pertumbuhan
tulang terhambat dan bentuk tulang tidak normal. Bila hewan
percobaan diberi makanan yang tidak mengandung vitamin A,
maka pertumbuhan akan terganggu setelah simpanan vitamin A
dalam tubuh habis. Pada anak kekurangan vitamin A, terjadi
kegagalan dalam pertumbuhan. Vitamin A dalam hal ini berperan
sebagai asam retinoat (Linder MC, 2006).
Bukan hanya kekurangan pada asupan vitamin A yang
harus kita perhatikan, tetapi kelebihan asupan vitamin A pun kita
perlu berhati-hati karena dapat menimbulkan sakit kepala, pusing,
rasa nek, rambut rontok, kulit mongering, tidak ada nafsu makan
atau anoreksia, dan sakit pada tulang. Pada wanita menstruasi
berhenti (Almatsier, 2006).
Berdasarkan hasil penelitian ini ditemukan bahwa ada
hubungan antara vitamin A dengan status gizi menurut indikator
IMT/U. Salah satu peran Vitamin A adalah berperan dalam per-
tumbuhan. Vitamin A berpengaruh terhadap sintesis protein,
demikian pula terhadap pertumbuhan sel. Dengan melihat fungsi
vitamin A maka adanya hubungan antara vitamin A dan status gizi
menurut IMT/U disebabkan oleh fungsi vitamin A dalam sintesis
protein. Dimana kita ketahui bahwa protein sendiri berfungsi dalam
menjaga sel-sel tubuh.
Berbeda dengan status gizi menurut indikator TB/U, dalam
penelitian ini tidak ditemukannya hubungan yang signifikan
dengan vitamin A. hal ini dikarenakan karena vitamin A berkaitan
dengan metabolisme zat gizi makro. Secara teori, fungsi vitamin A
ini tidak secara langsung berkaitan dengan pertumbuhan tulang.
Hal ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
purwanti, 2005 yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara
asupan vitamin A dengan status gizi (BB/TB). Ini mungkin
dikarenakan kebanyakan orang tua responden bekerja sebagai
buruh harian. Ini akan berdampak pada daya beli keluarga yang
rendah.
b. Vitamin C
Berdasarkan hasil penelitian memperlihatkan bahwa asupan
Vitamin C pada siswa SD Inpres 2 Pannampu untuk kategori
kurang 86,6% (71 responden). Hal ini sangat berbahaya karena
dapat mengakibatkan lelah, lemah, napas pendek, kejang otot
tulang, otot dan persendian sakit serta kurang nafsu makan, kulit
menjadi kering, kasar dan gatal, warna merah kebiruan di bawah
kulit, perdarahan gusi, kedudukan gigi menjadi longgar, mulut dan
mata kering, rambut rontok,luka sukar sembuh, terjadi anemia,
depresi dan timbul gangguan saraf (Almatsier, 2006).
Bukan hanya kekurangan pada asupan vitamin C yang
harus kita perhatikan, tetapi kelebihan asupan vitamin C pun kita
perlu berhati-hati karena dapat menimbulkan hiperoksaluria dan
resiko lebih tinggi terhadap batu ginjal (Almatsier, 2006).
Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa vitamin C
berkhasiat untuk penyembuhan maupun pencegahan influenza,
walaupun hasil penelitian menunjukkan hasil yang berbeda-beda,
tetapi sebagian besar hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa
pemberian vitamin C ternyata dapat meringankan dan
memperpendek lamanya penyakit, dan juga memperkecil infeksi
sampingan yang biasanya menyertai penyakit yang menunjukkan
resistensi. Peran vitamin C pada infeksi diantaranya memperkuat
sel-sel imun dalam melawan dan menetralkan radikal bebas. Sel-sel
imun mengeluarkan bahan toksik untuk membunuh jamur, kuman
atau virus yang masuk ke dalam tubuh.
Salah satu faktor yang mempengaruhi status gizi adalah
penyakit infeksi dan untuk mengatasinya, konsumsi vitamin C
yang cukup dapat mengurangi resiko penyakit infeksi. Vitamin C
dalam tubuh berfungsi sebagai koenzim dan kofaktor. Fungsi
vitamin C banyak berkaitan dengan pembentukan kolagen. Vitamin
C diperlukan untuk hidroksilasi prolin dan lisn menjadi
hidroksiprolin, bahan penting dalam pembentuk kolagen. Kolagen
merupakan senyawa protein yang mempengaruhi integritas struktur
sel di semua jaringan ikat, seperti pada tulang rawan, matriks
tulang, dentin gigi, membrane kapiler, kulit dan tendon (urat otot).
Dengan demikian vitamin C berperan dalam penyembuhan luka,
patah tulang, pendarahan bawah kulit, dan pendarahan gusi.
Dengan demikian menyebabkan tidak adanya hubungan asupan
vitamin C terhadap status gizi IMT/U dan TB/U.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
widyaningrum, 2005 menyatakan bahwa tidak ada hubungan
konsumsi vitamin C dengan status gizi (p=0,916).
c. Vitamin D
Berdasarkan hasil penelitian memperlihatkan bahwa asupan
Vitamin D pada siswa SD Inpres 2 Pannampu untuk kategori
kurang 46,3% (38 responden). Hal ini sangat berbahaya karena
dapat mengakibatkan kelainan pada tulang yang dinamakan riketsia
pada anak-anak dan osteomalasia pada orang dewasa. Kekurangan
pada orang dewasa juga dapat menyebabkan osteoporosis. Riketsia
terjadi bila pengerasan tulang pada anak-anak terhambat sehingga
menjadi lembek. Kaki membengkok, ujung-ujung tulang panjang
membesar (lutut dan pergelangan), tulang rusuk membengkok,
pembesaran kepala karena penutupan fontanel terhambat, gigi
terlambat keluar, bentuk gigi tidak teratur dan mudah rusak.
Tapi bukan hanya kekurangan yang perlu kita perhatikan
akan tetapi kelebihan asupanpun dapat sangat berbahaya karena
dapat menyebabkan keracunan. Gejalanya adalah kelebihan
absorpsi vitamin D yang pada akhirnya menyebabkan klaisfikasi
berlebihan pada tulang dan jaringan tubuh seperti ginjal, paru-paru,
dan organ tubuh lain (Almatsier, 2006).
Vitamin D sendiri lebih banyak berperan dalam pembentukan
tulang. Status gizi menurut IMT/U tidak hanya melibatkan tinggi
badan tetapi juga berat badan sehingga ada kemungkinan tidak
adanya hubungan yang signifikan berdasarkan statistik antara
asupan vitamin D dan status gizi menurut IMT/U.
Telah diuraikan sebelumnya bahwa vitamin D dan kalsium
berkaitan erat dengan pertumbuhan tulang dan gigi. Status gizi
berdasarkan TB/U menggunakan tinggi badan sebagai indikator
yang berkaitan dengan pertumbuhan tulang. Dengan kata lain
secara teori, kedua zat gizi mikro ini akan berhubungan dengan
status gizi berdasakan TB/U. hal ini sejalan dengan hasil yang
peneliti peroleh dari uji statistiknya.


d. Fe
Berdasarkan hasil penelitian memperlihatkan bahwa asupan
Fe pada siswa SD Inpres 2 Pannampu untuk kategori kurang 67,1%
(55 responden). Defisiensi besi yang terjadi pada masa kritis dalam
perkembangan otak akan mengakibatkan kerusakan yang menetap
dan mengakibatkan gejala sisa seperti perkembangan yang
terlambat. Anemia defisiensi besi sampai saat ini merupakan
masalah nutrisi di seluruh dunia terutama di Negara berkembang
dan diperkirakan 30% penduduk dunia menderita anemia defisiensi
besi (Ramakrishnan U, 2001).
Lozoff dkk, (1991) dalam penelitian kohortnya,
menyatakan bahwa defisiensi besi yang berat dan lama pada masa
bayi dapat menyebabkan perkembangan kognitif dan motorik yang
lambat pada usia 5 tahun. Selanjutnya mendapatkan bahwa
defisiensi besi yang berat dan kronis pada masa bayi yang
merupakan masa kritis, masa pertumbuhan, dan diferensiasi otak
biasanya akan menetap. Dalam pemantauan selanjutnya pada masa
anak ditemukan fungsi kognitif yang buruk dan rendahnya prestasi
sekolah, anak cenderung merasa cemas, memiliki gangguan
perhatian.
Studi jangka panjang efek anemia kekurangan zat besi di
Costa Rica dan Chile menunjukkan bahwa anak-anak yang
mengalami anemia memiliki skor tes yang lebih rendah dari anak-
anak yang tidak anemia (Walter, 1993); Lozof B, et. Al., 2006).
Hal yang sama ditemukan pada penelitian di Amerika Serikat,
dimana nilai rata-rata matematika pada anak yang menderita
anemia defisiensi lebih rendah disbanding anak tanpa anemia
defisiensi besi. Penelitian di daerah perkebunan Aek Nabara
bekerjasama dengan fakultas Psikologi USU, pada anak usia 7-14
tahun yang menderita anemia defisiensi besi diperoleh hasil bahwa
full IQ tidak melebihi rata-rata dengan gangguan pemusatan
perhatian dan fungsi kognitif terurama dalam bidang aritmatika
(Bidasari, 2008).
Telah dibahas sebelumnya bahwa, zat besi lebih
berpengaruh pada perkembangan dibandingkan dengan
pertumbuhan. Dengan adanya penelitian ini maka menjelaskan
bahwa zat besi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap status
gizi berdasarkan IMT/U dan TB/U.
Penelitian tentang pengaruh suplementasi mikronutrien
Zn+Fe terhadap pertumbuhan antropometri pemain sepakbola usia
12 tahun menunjukkan hasil yang sama dengan peneliti. Pada
penelitian ini tidak diperoleh hubungan atau pengaruh langsung
suplementasi terhadap pertumbuhan TB (p= 0.068) (Taiyeb,dkk,
2008).
Beberapa penelitian tentang pengaruh zat besi terhadap
panjang badan anak berbeda dengan dengan hasil yang diperoleh
oleh peneliti. Adapun penelitiaan tersebut yaitu:
Suplementasi Zn (20 mg) dan Fe (20 mg) satu kali seminggu
pada anak stunted usia 6-24 bulan. Penelitian ini dapat
meningkatkan panjang badan anak (Height for Age Z- Score)
sebesar 0,14, pada anak stunted yang diberi Fe (20 mg) saja, 0,57
Facta anak stunted yang diberi Zn (20 mg) + Fe (20 mg), dan 0,30
untuk anak stunted yang diberi Zn (20 mg) saja (Nasution, 2000).
Perbedaan ini bisa saja disebabkan karena perbedaan usia sampel
dan kebutuhan sesuai sampel.
e. Zink
Berdasarkan hasil penelitian memperlihatkan bahwa asupan
Zink pada siswa SD Inpres 2 Pannampu untuk kategori kurang
43,9% (36 responden). Hal ini sangat berbahaya karena dapat
mengakibatkan terjadinya gangguan pertumbuhan dan
keterlambatan perkembangan seksual terutama pada anak (Fraker
PJ dan King LE, 2004; marjoilene. Et.al., 2008). Bukti-bukti
penelitian juga menunjukkan bahwa kekurangan zink akan
menyebabkan menurunnya kekebalan tubuh, meningkatnya angka
morbiditas akibat penyakit infeksi, gangguan pertumbuhan dan
perkembangan motorik maupun kognitif semakin banyak (Caufield
dkk, 1998). Kekurangan zink dapat mnyebabkan terjadinya
keterlambatan perkembangan, pertumbuhan tersendat-sendat dan
meningkatkan resiko penyakit menular pada bayi dan anak-anak.
Beberapa bukti juga mempengaruhi perkembangan kognitif,
motorik dan perilaku anak.
Selain kekurangan, Kelebihan seng hingga dua sampai tiga
kali AKG perlu kita perhatikan karena dapat menurunkan absorpsi
tembaga. Kelebihan sampai sepuluh kali AKG mempengaruhi
metabolisme kolesterol. Megubah nilai lipoprotein dan tampaknya
dapat mempercepat timbulnya aterosklerosis. Dosis sebanyak 2
gram atau lebih dapat menyebabkan muntah atau diare, anemia dan
gangguan reproduksi (Almatsier, 2006).
Zinc terlibat dalam sejumlah besar metabolisme dalam
tubuh. Sebagai contoh, Zn terlibat dalam keseimbangan asam basa,
metabolisme asam amino, sintesa protein, sintesa asam nukleat,
ketersediaan folat, penglihatan, system kekebalan tubuh,
reproduksi, perkembangan dan berfungsinya system saraf. Lebih
dari 200 enzim bergantung pada Zn, termasuk didalamnya carbonic
anhydrase, alcohol dehidrogenase, alkaline phosphatase, RNA
polymerase, DNA polymerase, nukleosida phosphorilase, protein
kinase, seperoksida dismutase dan peroylpoly glutamat hydrolase.
Dengan mengetahui fungsi zink ini maka sangat jelas pengaruh
zink terhadap status gizi menurut IMT/U.
Dengan melihat penjelasan di atas, dapat disimpulkan
bahwa Zink sendiri berkaitan dengan metabolisme zat gizi makro.
Secara teori, fungsi zink tidak secara langsung berkaitan dengan
pertumbuhan tulang. Dengan demikian penelitian ini membuktikan
bahwa zink tidak berhubungan secara signifikan terhadap status
gizi berdasarkan TB/U.
Penelitian tentang pengaruh suplementasi mikronutrien
Zn+Fe terhadap pertumbuhan antropometri pemain sepakbola usia
12 tahun menunjukkan hasil yang sama dengan peneliti. Pada
penelitian ini tidak diperoleh hubungan atau pengaruh langsung
suplementasi terhadap pertumbuhan TB (p= 0.068) (Taiyeb,dkk,
2008).
Beberapa penelitian tentang pengaruh zink dan zat besi
terhadap panjang badan anak berbeda dengan dengan hasil yang
diperoleh oleh peneliti. Adapun penelitiaan tersebut yaitu:
Penelitian yang dilakukan di Vietnam. Dimana Suplementasi
Zn 10 mg setiap hari pada anak usia 4-36 bulan di Vietnam yang
mengalami gagal tumbuh. Penelitian ini dapat meningkatkan
pertumbuhan dan circulating insuline -like growth factor I (LGF-I)
(Ninh, et al. 1996).
Suplementasi Zn (20 mg) dan Fe (20 mg) satu kali seminggu
pada anak stunted usia 6-24 bulan. Penelitian ini dapat
meningkatkan panjang badan anak (Height for Age Z- Score)
sebesar 0,14, pada anak stunted yang diberi Fe (20 mg) saja, 0,57
Facta anak stunted yang diberi Zn (20 mg) + Fe (20 mg), dan 0,30
untuk anak stunted yang diberi Zn (20 mg) saja (Nasution, 2000).
Perbedaan ini bisa saja disebabkan karena perbedaan usia sampel
dan kebutuhan sesuai sampel.
f. Ca
Berdasarkan hasil penelitian memperlihatkan bahwa asupan
Ca pada siswa SD Inpres 2 Pannampu untuk kategori kurang
67,1% (55 responden). Hal ini sangat berbahaya pada masa
pertumbuhan karena dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan.
Tulang kurang kuat, mudah bengkok dan rapuh. Semua orang
dewasa, terutama sesudah usia 50 tahun, kehilangan kalsium dan
tulangnya. Tulang menjadi rapuh dan mudah patah. Hal ini
dinamakan osteoporosis yang dapat dipercepat oleh keadaan stress
sehari-hari.kadar kalsium darah yang sangat rendah dapat
menyebabkan tetani atau kejang. Kepekaan serabut saraf dan pusat
saraf terhadap rangsangan meningkat, sehingga terjadi kejang otot
misalnya pada kaki (Almatsier, 2006).
Selain kekurangan, kita juga harus memperhatikan asupan
yang lebih karena kelebihan kalsium dapat menimbulkan batu
ginjal atau gangguan ginjal. Di samping itu dapat menyebabkan
konstipasi (susah BAB). Kelebihan kalsium bisa terjadi bila
menggunakan suplemen kalsium berupa tablet atau bentuk lain
(Almatsier, 2006).
Kalsium hampir sama halnya dengan vitamin D. Mineral ini
kebanyakan berperan dalam pertumbuhan tulang dan gigi. Status
gizi berdasarkan IMT/U sendiri tidak hanya menggunkan tinggi
badan yang dipengaruhi oleh pertumbuhan tulang tetapi melibatkan
berat badan yang berkaitan dengan massa otot, tulang, dan lemak
secara keseluruhan. Sedangkan status gizi berdasarkan TB/U
menggunakan tinggi badan sebagai indikator yang berkaitan
dengan pertumbuhan tulang. Dengan kata lain secara teori, zat gizi
mikro ini akan berhubungan dengan status gizi berdasakan TB/U.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
hidayati, 2004 yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan
konsumsi kalsium dengan status gizi menurut indikator BB/U
(p>0,05).
g. Yodium
Berdasarkan hasil penelitian memperlihatkan bahwa asupan
Yodium pada siswa SD Inpres 2 Pannampu untuk kategori kurang
41,5% (34 responden). Hal ini sangat berbahaya karena dapat
mengakibatkan anak malas dan lamban. Sorang anak yang
menderita kretinisme mempunyai bentuk tubuh abnormal dan IQ
sekitar 20. Kekurangan iodium pada anak menyebabkan
kemampuan belajar yang rendah (Almatsier, 2006).
Iodium ada dalam tubuh dalam jumlah sangat sedikit, yaitu
sebanyak kurang lebih 0,00004% dari berat badan atau 15-23 mg.
sekitar 75% dari iodium ini ada di dalam kelenjar tiroid, yang
digunakan untuk mensintesis hormone tiroksin, tetraiodotironin
(T
4
), dan triiodotironin (T
3
). Hormone-hormon ini diperlukan unutk
pertumbuhan normal, perkembangan fisik dan mental hewan dan
manusia. Gejala kekurangan iodium adalah malas dan lamban.
Sorang anak yang menderita kretinisme mempunyai bentuk tubuh
abnormal dan IQ sekitar 20. Kretinisme dalam hal ini ditandai
dengan bentuk tubuh yang abnormal seperti kerdil dan bermuka
tua. Dengan secara teori, iodium berhubungan erat dengan
kekerdilan yang ditandai denga tinggi badan yang pendek. Hal ini
dapat memperkuat bahwa status gizi berdasarkan TB/U memiliki
hubungan yang signifikan dengan yodium.
Status gizi berdasarkan IMT/U sendiri merupakan
perpaduan antara status gizi sekarang dan lampau, sedangkan
kekurangan iodium akan Nampak dalam jangka waktu yang
panjang. Ada kemungkinan bahwa penilaian asupan gizi makro ini
tidak seratus persen menggambarkan asupan anak pada masa
lampau sehingga asupan iodium yang dampaknya akan terlihat
dalam waktu yang lama menjadi tidak berhubungan dengan status
gizi berdasarkan IMT/U.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Purwanti, 2005 menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan
antara asupan iodium dengan status gizi (BB/TB).

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN
1. Ada hubungan yang signifikan antara asupan vitamin A dengan status
gizi menurut indikator IMT/U (p = 0,013) dan tidak ada hubungan
yang signifikan antara asupan vitamin A dengan status gizi menurut
indikator TB/U (p = 0,622).
2. Tidak ada hubungan yang signifikan antara asupan vitamin C dengan
status gizi menurut indikator IMT/U (p = 0,820) dan tidak ada
hubungan yang signifikan aupan vitamin C dengan status gizi menurut
indikator TB/U (p = 0,412).
3. Tidak ada hubungan yang signifikan antara asupan vitamin D dengan
status gizi menurut indikator IMT/U (p = 0,340) dan ada hubungan
yang signifikan antara asupan vitamin D dengan status gizi menurut
indikator TB/U (p = 0,047).
4. Tidak ada hubungan yang signifikan antara asupan Fe dengan status
gizi menurut indikator IMT/U (p = 0,382) dan tidak ada hubungan
yang signifikan antara asupan Fe dengan status gizi menurut indikator
TB/U (p = 0,388).
5. Ada hubungan yang signifikan antara asupan Zink dengan status gizi
menurut indikator IMT/U (p = 0,015) dan tidak ada hubungan yang
88
signifikan antara asupan Zink dengan status gizi menurut indikator
TB/U (p = 0,416).
6. Tidak ada hubungan yang signifikan antara asupan Yodium dengan
status gizi menurut indikator IMT/U (p = 0,511) dan ada hubungan
yang signifikan antara asupan Yodium dengan status gizi menurut
indikator TB/U (p = 0,019).
7. Tidak ada hubungan yang signifikan antara asupan Ca dengan status
gizi menurut indikator IMT/U (p = 0,306) dan ada hubungan yang
signifikan antara asupan Ca dengan status gizi menurut indikator TB/U
(p = 0,047).

B. SARAN
1. Kepada anak Sekolah dasar, disarankan agar mengkonsumsi makanan
yang bervariasi sehingga tidak mengalami defisiensi zat gizi mikro dan
diharapkan kepada para guru dan orang tua siswa agar lebih
memperhatikan pola makan anak-anak di sekolah.
2. Kepada pihak sekolah diharapkan agar memantau status gizi siswa
melalui pengukuran antropometri secara rutin dan
mengkonsultasikannya kepada petugas kesehatan terdekat.
3. Kepada para petugas kesehatan, disarankan agar lebih meningkatkan
program penyuluhan tentang gizi seimbang, khususnya kepada anak
Sekolah Dasar.

DAFTAR PUSTAKA

Agresta, 2005. Pemenuhan Kebutuhan Energi dan Protein yang Bersumber Dari
Makanan Jajan. (online). Repository.usu.ac.id. (diakses 14 April 2012).

Almatsier S. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia Pustaka Utama : Jakarta

Anonim. 2010. http://ridwanaz.com/kesehatan/pengertian-vitamin-jenis-jenis-
vitamin-sumber-sumber-vitamin. (Diakses pada tanggal 29 April 2012).

Arisman. 2009. Gizi dalam Daur Kehidupan. Jakarta : Penerbit Encourage
Creativity (EGC).

Aritonang, E. Siagian Albiner., 2003. Hubungan Konsumsi Pangan dengan Gizi
Lebih pada Anak TK di Kotamadya Medan Tahun 2003. Lembaga Penelitian
Universitas Sumatera Utara.

Ayu, S.D., 2008. Pengaruh Program Pendampingan Gizi Terhadap Pola Asuh,
Kejadian Infeksi dan Status Gizi Balita KEP. Thesis. Pascasarjana
Universitas Diponegoro. Semarang

Bidasari. 2008. Dampak Suplementasi Besi dan Seng dalam Meningkatkan
Eritropoiesis pada Malaria Anak yang Diberi Obat Anti Malaria di Daerah
Endemis

Caufield, LE., Zavaleta N., Shankar, AH., and marialdi, M., 1998. Potencial
Contribution to Maternal and Child Survival. Am. J. Clin Nutr. 68:2(S):
499S-508S

Dinas Kesehatan Kota Makassar. Profil Status Gizi. Makassar: 2011.

Djaroh, Siti. 2010. Studi Kasus Perilaku Keluarga dalam Penanganan Kejadian
Gizi Buruk pada Balita Kota Palu. Pascasarjana Universitas Hasanuddin:
Makassar

Faharuddin, 2012. http://taharuddin.com/efek-gizi-terhadap-status-gizi-anak.html.
(Diakses pada tanggal 27 April 2012).

Fraker PJ, King LE. Reprogramming of the immune system during zinc deficiency.
Annu Rev Nutr 2004;24:277-98

Garrow, JS dan James, 1993, Human Nutrition and Dietetics, Ninth Edition.
Edinburgh: Churchill Livingstone, (online).Wikipedia.org. (diakses 14
April 2012)

Hamam Hadi, 2005. Beban Ganda Masalah Gizi dan Implikasinya Terhadap
Kebijakan Pembangunan Kesehatan Nasional.

Hidayati, 2007. Hubungan Konsumsi Suplemen Makanan Dengan Tingkat
Kecukupan Gizi Dan Status Gizi (Bb/U). Diponegoro University (diakses
pada tanggal 23 JUli 2012).

Imam, Sukiman, 2005. Obesitas Konsekuensi Pencegahan dan Pengobatan.
Makalah Penetapan Guru Besar Fakultas Kedokteran Bidang Bidang Ilmu
Patologi Klinik Universitas Sumatera Utara, Medan.

Irianto, Djoko Pekik. 2007. Panduan Gizi Lengkap Keluarga dan Olahragawan.
Yogyakarta : Andi Offset

Jamaluddin. 2008. Efek Pemberian Makanan Tambahan dan Zink Pada Ibu Hamil
Kurang Energi Terhadap Status Pertumbuhan Tinggi Badan Anak Usia 6
Tahun Di Kabupaten Takalar. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Hasanuddin: Makassar.

Judarwanto. 2006. Hubungan Pola Konsumsi Makanan Jajanan dengan Status
Gizi dan Fungsi Kongnitif Anak Sekolah Dasar. Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah: Surakarta.

Judiono, dkk, 2003. Gizi Anak Sekolah, Bina Diknakes, Edisi nomor 44 April

Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1593/MENKES/SK/XI/2005. AKG 2005.

Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1995/MENKES/SK/XII/2010. Standar
Antropometri Penilaian Status Gizi Anak.

Khomsan, A., 2004. Peranan Pangan dan Gizi Untuk Kualitas Hidup, PT.
Gramedia : Jakarta.

Linder MC, 2006. Nutrisi dan Metabolisme Mikromineral. Dalam Biokimia
Nutrisi dan Metabolisme Terjemahan Nutritional Biochemistry and
Metabolism. Jakarta : UI-Press.

Lozoff, B., Jimenez. E., Wolf, AW. Long-term developmental outcome of infants
with iron deficiency. N Engl J Med. 1991 Sep 5;325(10) : v 687-94
Maryati Sri. 2000. Tata Laksana Makanan. Rineka Cipta. Jakarta.

Nasution, E., 2000. Efek Suplementasi Zn dan Fe pada Status Gizi Anak Usia -24
Bulan Di Kabupaten Kebumen Jawa Tengah (Thesis).

Ninh, N.X., Thissen J.P., Collen L. 1996. Zinc Supplementation Increases Growth
and Circulating Insulin-Like Growth Factor I (LGF-I) in Growth Retarded
Vietnamese Children. Am J Clin Nutr. ;63 : 514 -9.

Nursalam. 2008. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta

Nursiah MA. 1990. Manajemen Pelayanan Gizi Institusi Dasar. Jakarta: Proyek
Pengembangan Pendidikan Tenaga Gizi Pusat Bekerjasama dengan Akademi
Gizi Departemen Kesehatan RI.

Pramesti. 2011. Kontribusi Energi, Zat Gizi Makro Dan Zat Gizi Mikro Dari
Sarapan Pagi Terhadap Angka Kecukupan Gizi Anak Pada Siswa SD
Negeri Di Kelurahan Trangsan Kecamatan Gatak Kabupaten Sukoharjo.
Thesis. Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Purwanti, 2005. Hubungan Tingkat Kecukupan Energi, Protein, Vitamin A Dan
Iodium Makanan Jajanan Dengan Status Gizi Anak Sekolah Dasar.
Diponegoro Univesity (diakses pada tanggal 23 Juli 2012).

Riskesdas 2007. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Departemen
Kesehatan, RI 2008.

Riskesdas 2010. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Kementerian
Kesehatan, RI 2010.

Riyadi H. 2001. Metode Penilaian Status Gizi. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.

Said. (2010). Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa. Jakarta:
Kemdiknas Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat kurikulum

Saptawati, 2011. http://www.republika.co.id/berita/gaya-hidup/info-
sehat/11/09/18/lrpl3l-anak-sekolah-di-indonesia-kurang-gizi. (Diakses
pada tanggal 27 April 2012).

Sastroasmoro S & Ismael S. 2011. Dasar-dasar metodologi Penelitian Klinis.
Sagung Seto. Jakarta.

Sayogo, S., 1995. Gizi dan Pertumbuhan Remaja, Info Gizi Vol. VI No.2, Jakarta

Sayogo. 2006. Menuju Gizi Baik yang Merata di Pedesaan dan Kota. Gajah Mada
Universitas Press: Yogyakarta.

Selly, 2009. Sumbangan Gizi Makro Dan Gizi Mikro Dari Jajanan Sekolah
Terhadap Angka Kecukupan Gizi Anak Sekolah Di Sd Kartasura I. Thesis.
Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Simarmata, Marice. 2009. Hubugan Pola Konsumsi, Ketersediaan Pangan,
Pengetahuan Gizi dan Status Kesehatan dengan kejadian KEK pada ibu
hamil di Kabupaten Simalungun Tahun 2009. Medan. Sekolah
Pascasarjana USU Medan.

Soediaoetama AD. 1991. Ilmu Gizi untuk profesi dan Mahasiswa. Dian Rakyat :
Jakarta.

Soediaoetama AD. 2006. Ilmu Gizi. Jakarta : PT Dian Rakyat.

Soetjiningsih. 1998. Tumbuh Kembang Anak. Penerbit Buku Kedokteran EGC:
Jakarta.

Supariasa IDN, dkk. 2001. Penilaian Status Gizi. Buku Kedokteran EGC : Jakarta

Supariasa IDN, dkk. 2002. Penilaian Status Gizi. Buku Kedokteran EGC : Jakarta

Sur yani . 2007. Pendidikan Kesehatan Bagian Dari Promosi Kesehata.
Fitramaya: Yogyakarta

Taiyeb,dkk. 2008. pengaruh suplementasi mikronutrien Zn+Fe terhadap
pertumbuhan antropometri pemain sepakbola usia 12. J.sains & teknologi.
Vol.8 no.3:167-173. Desember 2008.

Thaha, A.R, 1995. Pengaruh musim terhadap pertumbuhan anak keluarga nelayan.
Disertasi Doktor pada Universitas Indonesia Jakarta: 228-229

Thaha, A.R, 1995. Pengaruh musim terhadap pertumbuhan anak keluarga nelayan.
Disertasi Doktor pada Universitas Indonesia Jakarta: 228-229

Wahyuni. 2008. Teori Belajar dan Pembelajaran. Ar-Ruzz Media. Yogyakarta.

Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII, 2004. Meningkatkan Ketahanan
Pangan dan Gizi Untuk Mencapai Millenium Development Goals.
Lembaga Ilmu Pengetahuan. Jakarta.

Widya, Dkk. 2010. http://www.ftsl.itb.ac.id. (diakses pada tanggal 5 juni 2012).

Widyaningrum, 2005. Hubungan tingkatan konsumsi energi protein, vitamin c,fe
dengan status gizi besi pada remaja putri di kecamatan ngrambe kabupaten
ngawi. Diponegoro University (diakses pada tanggal 23 Juli 2012).

Wilkes, GM. Buku Saku : Gizi pada Kanker dan Infeksi HIV. Jakarta : penerbit
Buku Kedokteran, EGC; 2000

Winarno. 1985. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Winarno. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Zarianis, 2006. Hemoglobin. (online). Repository.usu.ac.id. (diakses 14 April
2012).

No
Nama
peneliti/Tah
un
Judul
Penelitian
Lokasi/
Populasi/
sampel
Masalah Variabel Hasil Saran Ket (sumber)
1 Selly
wijayanti/20
09
sumbangan
gizi makro
dan gizi mikro
dari jajanan
sekolah
terhadap
angka
kecukupan
gizi anak
sekolah di SD
Kartasura I
SD
Kartasura 1/
semua siswa
SD
kartasura /
siswa kelas
V SD
kartasura 1
Menindak
lanjuti statregi
program gizi
peneliti
inginmengetahu
i gambaran
tentang
sumbangan gizi
makro dan gizi
mikro dari
jajanan sekolah
terhadap angka
kecukupan gizi
anak sekolah di
SD Kartasura I
Status
gizi
makro,
status
gizi
mikro,
angka
kecukupa
n gizi.
rata-rata sumbangan zat
gizi makro yang terdiri
dari karbohidrat adalah
37,6 mg (18,5%), protein
10,9 mg (77,4%), lemak
15,5 (33,8%). Rata-rata
sumbangan zat gizi
mikro yang terdiri dari
VitaminC 2,4 mg (4,8%),
Yodium 10 mg (68,9%),
Calsium 55,8 mg (3,5%),
Fosfor 135,2 mg
(11,6%), Besi 1,29 mg
(6,09%), Zinc 1,29 mg
(9,5%)
Sebaiknya siswa
membeli
makanan jajanan
yang
mengandung zat
gizi lengkap,baik
makro maupun
mikro dan dari
pihak sekolah
memperhatikan
kandungan zat
gizi maupun
kebersihan
makanan jajanan
yang dijual di
sekitar sekolah.
Publikasi
Tgas akhir
thesis
universitas
Muhammadi
yah surakarta
2 Pramesti
Inggrid/201
1
Kontribusi
Energi, Zat
Gizi Makro
Dan Zat Gizi
Mikro Dari
Sarapan Pagi
Terhadap
Angka
Kecukupan
SDN di
Kelurahan
Trangsan,
Kecamatan
Gatak,
Kabupaten
Sukoharjo/
siswa SDN
di
Defisiensi zat
besi pada anak
dapat
menyebabkan
anemia dan
menghambat
pertumbuhan.
Defisiensi
vitamin A dan
Energi,
zat gizi
makro,
zat gizi
mikro,
Angka
kecukupa
n status
gizi anak
Data asupan sarapan pagi
energi, zat gizi makro,
zat gizi mikro
menggunakan metode
recall 24 jam. Identitas
responden diperoleh
melalui wawancara
langsung dengan
responden. Hasil: Rata-
Pihak sekolah
sebaiknya
berkoordinasi
dengan orang tua
murid untuk
memberikan
pengetahuan
kepada murid
tentang
Publikasi
Skripsi
thesis,
Universitas
Muhammadi
yah
Surakarta.
Gizi Anak
Pada Siswa
SD Negeri Di
Kelurahan
Trangsan
Kecamatan
Gatak
Kabupaten
Sukoharjo
Kelurahan
Trangsan,
Kecamatan
Gatak,
Kabupaten
Sukoharjo/
Siswa kelas
v SDN di
Kelurahan
Trangsan,
Kecamatan
Gatak,
Kabupaten
Sukoharjo.
zinc pada anak
dapat
mengganggu
pertumbuhan.
Sarapan pagi
dapat
memberikan
kontribusi 25%
dari total
kebutuhan gizi
dalam sehari
yang diperlukan
oleh tubuh,
seperti
karbohidrat,
protein, lemak,
vitamin dan
mineral
rata kontribusi energi
dari sarapan pagi
(24,42%), karbohidrat
(21,51%), protein
(27,53%), lemak
(27,92%), vitamin A
(34,50%), zat besi
(14,85%) dan zinc
(13,54%)
pentingnya
manfaat sarapan
pagi sebagai
sumber energi,
zat gizi makro
dan zat gizi
mikro.

3 Santi
Rahayu/200
4
hubungan
asupan zat
gizi dan fitat
dengan kadar
seng serum
anak sekolah
yang
pendek di
karangawen
demak
Karangawen
demak/
sampel 113
orang kelas
1 dan 2
yang
memiliki
status gizi
pendek
Defisiensi seng
menyebabkan
beberapa
gangguan pada
tubuh
diantaranya
memperlambat
pertumbuhan
dan
perkembangan
Asupan
zat gizi
dan fitrat,
kadar
seng
serum
anak
sekolah
Diperoleh hubungan
yang bermakna secara
statistik pada semua
variabel asupan zat
gizi,antara lain; asupan
protein, asupan vitamin
A,
asupan serat, asupan
kalsium, asupan besi,
asupan tembaga dan
melakukan
survei
pendahuluan
untuk
kelengkapan
tabel frekuensi
pangan
khususnya untuk
makanan jajanan
anak sekolah,
Publikasi
skripsi undip








anak.
Banyak faktor
yang
mempengaruhi
absorpsi dan
ekskresi seng
dalam tubuh
yang dapat
meningkatkan
resiko defisiensi
seng,antara lain
penyakit
infeksi,kondisi
fisiologis dan
faktor
diet.Kandungan
zat gizi dan fitat
dalam
bahan makanan
dapat
mempengaruhi
absorpsi seng

asupan
fitat dengan kadar seng
serum (p<0,05)
mengevaluasi
status seng
dengan metode
pengukuran lain,
menganalisis
kandungan fitat
dalam pangan
lokal,
menggunakan
teknik
pemupukan yang
menghasilkan
serealia dengan
kandungan seng
tinggi,
mengupayakan
fortifikasi bahan
pangan dengan
zat
gizi mikro



















4 Nurjannah/2
003
Hubungan
Konsumsi Zat
Besi (Fe)
dengan
Prestasi
SD Ai
Washliyah/
sampel
kelas 4 dan
5 berjumlah
Anemia Gizi
Besi merupakan
masalah
kesehatan
masyarakat
Konsums
i Zat
Besi,
Prestasi
belajar
Hasil penelitian
menunjukkan bahwa
prestasi belajar 5,63%
baik, 76,06% cukup dan
18,31% kurang,
Dari hasil
penelitian,
disarankan
kepada pihak
sekolah agar
Publikasi
Skripsi
Universitas
Sumatera
Utara
Belajar Anak
Sekolah Dasar
Ai Washliyah
Kelurahan
Tegal Sari UI
Kecamatan
Medan Area
Tahun 2003
71 orang yang paling
umum dijumpai
terutama di
negara-negara
yang sedang
berkembang.
Rendahnya
kadar zat besi
dalam makanan
dan rendahnya
tingkat
konsumsi zat
besi merupakan
penyebab
terjadinya
anemia gizi
besi, disamping
akibat
pendarahan
yang banyak.
Anemia gizi
besi sering
ditemukan pada
anak sekolah
dan remaja.
Lebih kurang
2535%
diantaranya
konsumsi kalori sarapan
pagi 50,71% > 25%AKG
dan 49,29% < 25% AKG,
konsumsi zat besi
25,35% > 100% AKG
dan 74,65% < 100%
AKG, fasilitas belajar
12,68% adalah.baik,
80,28% cukup dan 7,04%
kurang. Hasil statistik
menggunakan uji Chi
Square dengan a 0,05
disimpulkan bahwa ada
hubungan konsumsi zat
besi dengan prestasi
belajar anak SD, dimana
riilai p= 0,025 (p<0,05)
mempunyai
kantin yang
menjual jenis
makanan yang
bergizi, sehingga
dapat
meningkatkan
kesehatan anak
SD, bekerjasama
dengan
puskesmas
memberikan
penyuluhan gizi
kepada anak dan
orang tua agar
diupayakan
penganekaragam
an konsumsi
makanan dan
agar anak dapat
membiasakan
sarapan pagi
sebelum
berangkat ke
sekolah atau
membawakan
bekal sehingga
anak dapat
menderita
defisiensi zat
besi
mengurangi
kebiasaan jajan,
dan orang tua
juga lebih
memperhatikan
fasilitas belajar
anak dirumah
agar anak dapat
belajar dengan
teratur dan
tenang
5 Widya Dwi
Aryani,
Katharina
Oginawati
dan
Muhayatun
Santoso/
2010
Penentuan
total asupan
harian unsur
Gizi mikro
dalam
makanan
anak-anak
Sekolah dasar
di bandung
dengan
Menggunakan
metode
Spektrofotom
etri serapan
atom (ssa)
Beberapa
SD di kota
Bandung/
sampel 21
orang
Defisiensi unsur
gizi mikro dapat
menyebabkan
gangguan
kesehatan dan
penyakit-
penyakit kronik,
sebaliknya
dalam
konsentrasi
yang
berlebih, unsur
bersifat toksik
dan dapat
membahayakan
kesehatan
manusia. Nilai
Total
asupan
harian
unsur
Gizi
Mikro
Ca : nilai kalsium dalam
asupan harian anak
secara keseluruhan
berada di bawah nilai
RDA. Nilai asupan
harian Kalsium tertinggi
adalah 592,58 mg/hr dan
terendah adalah 80,86
mg/hr.
Cu : asupan harian
tembaga sebanyak 71,43%
dari responden sudah
memenuhi nilai RDA.
Sedangkan 28,57% dari
responden berada di
bawah nilai EAR dan
berarti bahwa setengah
http://www.ft
sl.itb.ac.id/kk
/teknologi_pe
ngelolaan_li
ngkungan/wp
-
content/uplo
ads/2010/10/
PI-WIDYA-
DWI-
ARYANI-
15305006.pd
f. diakses
pada tanggal
6 juni 2012
asupan harian
makanan dapat
menimbulkan
risiko yang
lebih tinggi
untuk anak-
anak daripada
orang dewasa.
Anak-anak pada
umumnya lebih
rentan
dibandingkan
dengan orang
dewasa karena
memiliki
asupan
makanan per kg
berat badan
yang lebih
tinggi daripada
orang dewasa
dan sangat
mempengaruhi
pertumbuhan
tubuh
dari populasi ini yaitu
14,29% atau sekitar 3
orang mengalami gejala
defisiensi. Nilai asupan
harian tembaga tertinggi
adalah 0,91 mg/hari dan
terendah adalah 0,23
mg/hari
Mg : asupan harian
magnesium pada anak
nilainya sangat rendah dan
secara keseluruhan berada
di bawah EAR. Nilai
asupan harian magnesium
yang tertinggi adalah
175,81 mg/hari dan
terendah 44,09 mg/hari
Fe : asupan harian besi
pada anak sebesar 56,25%
berada di batas aman
RDA. 43,75% responden
berada di bawah nilai
EAR berarti separuh dari
populasi ini yaitu sekitar 3
orang akan mengalami
gejala defisiensi. Asupan
harian tertinggi adalah
23,98 mg/hari dan nilai
terendah 2,45 mg/hari
Zn : asupan harian seng
pada anak cukup rendah.
Sebesar 85,71% data
berada di bawah nilai
EAR dan menunjukkan
bahwa setengah dari
populasi ini yaitu 42,85%
atau 9 orang mengalami
gejala defisiensi. Nilai
asupan harian seng yang
tertinggi adalah 8,74
mg/hari dan\ terendah
adalah 2,04 mg/hari
6 Anju
Halobo/200
9
Gambaran
Konsumsi
Energi,
Protein Dan
Fe, Serta
Status Gizi,
Anak SD Plus
Tiga Balata
Kecamatan
Jorlang
Hataran
Kabupaten
Simalungun
Tahun 2006
SD Plus
Tiga Balata/
seluruh
murid 4 dan
5 yg
berjumlah
80 orang
Anak 3D adalah
salah satu
kelompok
rawan gizi yang
pada umumnya
berhubungan
dengan proses
pertumbuhan
yang relatif
cepat yang
memerlukan zat
gizi dalam
jumlah yang
relatif besar
Konsums
i Energi,
protein,
Fe, Status
Gizi
Hasil penelitian diketahui
rata-rata konsumsi energi
protein dan Fe masih
belum, sesuai dengan
kecukupan gizi yang
dianjurkan untuk anak
usia sekolah, dimana
masih ada ditemui
konsumsi energi, protein
dan Fe, dalam kategori
tidak cukup. Untuk status
gizi dengan indeks
BB/TB masih ditenui
status gizi kurus
sebanyak 5 orang (6,5
%), sedangkan dengan
Berdasarkan
hasil penelitian
disarankan agar
anak SD Negeri
Plus Tiga Balata
lebih
meningkatkan
pengetahuan gizi
terutama pada
makanan jajanan
melalui
pengadaan buku-
buku dan poster
di sekolah.
Dalam
meningkatkan
Publikasi
Skripsi
Universitas
Sumatera
Utara
indeks TB/U masih
ditemui status gizi
pendek sebanyak 23
orang (28,75%)
konsumsi zat
gizi pada anak
sekolah perlunya
pihak sekolah
memberikan
makanan
tambahan dari
swadaya sekolah
secara
berkesinambung
an khususnya
makanan yang
mengandung zat
gizi energi,
protein, dan Fe
7 Evawany
aritonang
dan
Evinaria/
2004
Pola
Konsumsi
Pangan,
Hubungannya
Dengan Status
Gizi Dan
Prestasi
Belajar Pada
Pelajar Sd Di
Daerah
Endemik Gaki
Desa Kuta
Dame
Desa Kuta
Dame/
sampel :
semua siswa
kelas 6 di
salah satu
SD di desa
Kuta Dame
Pada usia
sekolah
kekurangan gizi
akan
mengakibatkan
anak menjadi
lemah, cepat
lelah dan sakit-
sakitan,
karenanya anak-
anak seringkali
absen serta
mengalami
Pola
konsumsi
pangan,
status
gizi,
prestasi
belajar
Hasil penelitian
menunjukan bahwa
pelajar sering (>1 3)
kali/hari) mengkonsumsi
nasi dan ubi kayu sebagai
makanan pokok. Ikan asi
merupakan konsumsi
sumber protein hewani
yang sering, sedangkan
ikan laut segar sangat
jarang dikonsumsi.
Konsumsi makanan yang
mengandung goitrogenik
Berdasarkan
rendahnya
konsumsi pangan
sumber protein
prestasi belajar
dan tingginya
konsumsi
Publikasi
Skripsi
Universitas
Sumatera
Utara
Kecamatan
Kerajaan
Kabupaten
Dairi Propinsi
Sumatera
Utara
kesulitan untuk
mengikuti dan
memahami
pelajaran(Syarie
f, 1997).
Banyakknya
murid yang
terpaksa
mengulang
kelas atau
meninggalkan
sekolah (drop
out) sebagai
akibat kuranf
gizi dan
merupakan
hambatan yang
serius bagi
upaya
mencerdaskan
kehidupan
bangsa melalui
pendidikan
sangat sering yaitu ubi
kayu, daun singkong, kol
dan asam. Makanan
dengan kandungan
iodium tinggi jarang
dikonsumsi.
Pelajar yang mempunyai
status gizi sedang 17
orang (68%), status gizi
baik 2 orang (8%) , dan
pelajar status gizi buruk 6
orang (24%) . Prestasi
beljar pelajar SD adalah
kategori cukup dengan
rata-rata nilaio 6,5 cawu I
sampai cawu III. Pelajar
SD kebanyakan
mempunyai prestasi
belajar cukup dengan
rata- rata nilai 6,0 6,5.
Analisa statistik antara
konsumsi pangan dengan
status gizi menunjukan
adanya hubungan nyata
(p<0,05) dengan taraf
0,05. Analisa statistik
antara konsumsi pangan
dengan prestasi belajar
goitrogenik, maka
saran yang
diberikan antara
lain:
1. Pelajar SD
dapat menjadi
sasaran program
pendistribusian
kapsul minyak
beriodium.
2. Mengurangi
kebiasaan
mengkonsumsi
makanan yang
mengandung
menunjukan adanya
hubungan nyata (p<0,05)
dengan taraf 0,05.
goitrogenik dan
meningkatkan
konsumsi
makanan tinggi
iodium.
3. Pendidikan gizi
atau penyuluhan
tentang GAKI
dan dampaknya
kepada pelajar,
guru, dan
orang,tua murid.
4. Penyampaian
informasi
tentang makanan
yang memenuhi
Pedoman Umum
Gizi Seimbang
terhadap pelajar
dan orangtua
murid agar
memperoleh
status gizi yang
baik.
5. Masukan
kepada
Departemen
Pendidikan
Nasional untuk
meningkatkan
kualitas dan
metode
pengajaran agar
menghasilkan
prestasi belajar
yang lebih baik
pada pelajar SD
di desa Kuta
Dame.
6. Bagi daerah
endemis berat
seperti desa
Kuta Dame
sebaiknya
kandungan
iodium dalam
garam lebih
ditingkatkan lagi
( > 40 ppm di
tingkat
konsumen ) agar
tidak terjadi
defisiensi pada
masyarakat.


No.
Responden :
HUBUNGAN ASUPAN ZAT GIZI MIKRO DENGAN STATUS GIZI
ANAK SEKOLAH KELAS IV DAN V SD INPRES 2 PANNAMPU KEC.
TALLO KOTA MAKASSAR TAHUN 2012
KUESIONER PENELITIAN
I. KARAKTERISTIK KELUARGA
1
Nama : 1. Bapak
2. Ibu
___________________
___________________

2 Pendidikan orang tua:
1. Ibu

2. Bapak
01. Tidak pernah sekolah 05. SMA/MA/sederajat
02. Tidak tamat SD/MI 06. Diploma
03. Tamat SD/MI 07. Universitas
04. SMP/MTs/sederajat

1.
2.
3 Jenis pekerjaan utama orang tua:
1. Ibu

2. Bapak



01. Petani 09. Supir
02. Petani penggarap 10. Tukang kayu
03. Pedagang/penjual 11. Nelayan
04. Buruh harian 12. Pengrajin
05. Peg. Negeri 13. Wiraswasta
06. Peg. Swasta 14. Ibu rumah tangga
07. Tukang becak/gerobak 15. Lainnya, sebutkan!
08. Tukang Perahu 88. Tidak bekerja

1.

2.
II. KARAKTERISTIK SAMPEL
4
Nama Anak : ________________________
5
Jenis Kelamin Anak :
1. Laki-Laki
2. Perempuan

6 Tanggal Lahir Anak : Tgl/bln/thn / /
7 Berat Badan : _______,______ kg
8 Tinggi Badan : _______,______ cm
9 Penyakit yang diderita sebulan terakhir : 1. Batuk
2. Demam
3. Flu
4. Dingin
5. Masuk Angin
6. Demam menggigil
7. Sakit Kepala
8. Sakit Perut
9. Sembelit
10. Diare
11. Lainnya, sebutkan_______________
(0=TIDAK, 1=YA) (hari)
1. ____
2. ____
3. ____
4. ____
5. ____
6. ____
7. ____
8. ____
9. ____
10. ____


FORMULIR RECALL MAKANAN 24 JAM
Waktu Jenis Makanan Bahan Makanan
Pengolahan /
Cara Masak
URT Gram
Pagi
(Jam)












Snack
(pagi)



Waktu Jenis Makanan Bahan Makanan
Pengolahan /
Cara Masak
URT Gram
Siang
(jam)



Snack
(siang)



Malam
(Jam)







Pend_Bapak

Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid tidak pernah sekolah 1 1.2 1.2 1.2
tidak tamat SD/MI 3 3.7 3.7 4.9
tamat SD/MI 15 18.3 18.3 23.2
SMP/MTs/sederajat 34 41.5 41.5 64.6
SMA/MA/sederajat 27 32.9 32.9 97.6
Universitas 2 2.4 2.4 100.0
Total 82 100.0 100.0



Pend_Ibu

Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid tidak pernah sekolah 3 3.7 3.7 3.7
tidak tamat SD/MI 2 2.4 2.4 6.1
tamat SD/MI 24 29.3 29.3 35.4
SMP/MTs/sederajat 25 30.5 30.5 65.9
SMA/MA/sederajat 27 32.9 32.9 98.8
Universitas 1 1.2 1.2 100.0
Total 82 100.0 100.0



Pek_Bapak

Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid petani 1 1.2 1.2 1.2
pedagang/penjual 13 15.9 15.9 17.1
buruh harian 20 24.4 24.4 41.5
PNS 2 2.4 2.4 43.9
peg.swasta 4 4.9 4.9 48.8
tukang becak/gerobak 6 7.3 7.3 56.1
supir 9 11.0 11.0 67.1
tukang kayu 3 3.7 3.7 70.7
nelayan 7 8.5 8.5 79.3
pengrajin 6 7.3 7.3 86.6
wiraswasta 11 13.4 13.4 100.0
Total 82 100.0 100.0



Pek_Ibu

Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid pedagang/penjual 18 22.0 22.0 22.0
buruh harian 5 6.1 6.1 28.0
peg.swasta 1 1.2 1.2 29.3
pengrajin 4 4.9 4.9 34.1
wiraswasta 10 12.2 12.2 46.3
ibu rumah tangga 44 53.7 53.7 100.0
Total 82 100.0 100.0



JK

Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Laki-laki 36 43.9 43.9 43.9
Perempuan 46 56.1 56.1 100.0
Total 82 100.0 100.0




Demam

Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Ya 49 59.8 59.8 59.8
Tidak 33 40.2 40.2 100.0
Total 82 100.0 100.0



Batuk

Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Ya 52 63.4 63.4 63.4
Tidak 30 36.6 36.6 100.0
Total 82 100.0 100.0



Flu

Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Ya 29 35.4 35.4 35.4
Tidak 53 64.6 64.6 100.0
Total 82 100.0 100.0



Dingin

Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Ya 18 22.0 22.0 22.0
Tidak 64 78.0 78.0 100.0
Total 82 100.0 100.0



Masuk_Angin

Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Ya 20 24.4 24.4 24.4
Tidak 62 75.6 75.6 100.0
Total 82 100.0 100.0



Demam_Gigil

Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid ya 18 22.0 22.0 22.0
Tidak 64 78.0 78.0 100.0
Total 82 100.0 100.0



Kepala

Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Ya 46 56.1 56.1 56.1
Tidak 36 43.9 43.9 100.0
Total 82 100.0 100.0



Perut

Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Ya 38 46.3 46.3 46.3
Tidak 44 53.7 53.7 100.0
Total 82 100.0 100.0



Sembelit

Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Ya 10 12.2 12.2 12.2
Tidak 72 87.8 87.8 100.0
Total 82 100.0 100.0



Diare

Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Ya 15 18.3 18.3 18.3
Tidak 67 81.7 81.7 100.0
Total 82 100.0 100.0



Ket_Z_TBU

Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid pendek 32 39.0 39.0 39.0
normal 50 61.0 61.0 100.0
Total 82 100.0 100.0



Ket_Z_IMTU

Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid sangat kurus 12 14.6 14.6 14.6
kurus 12 14.6 14.6 29.3
normal 54 65.9 65.9 95.1
gemuk 4 4.9 4.9 100.0
Total 82 100.0 100.0



ket_vit_A

Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid kurang 42 51.2 51.2 51.2
cukup 19 23.2 23.2 74.4
lebih 21 25.6 25.6 100.0
Total 82 100.0 100.0



ket_vit_C

Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid kurang 60 73.2 73.2 73.2
cukup 14 17.1 17.1 90.2
lebih 8 9.8 9.8 100.0
Total 82 100.0 100.0



ket_vit_D

Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid kurang 47 57.3 57.3 57.3
cukup 3 3.7 3.7 61.0
lebih 32 39.0 39.0 100.0
Total 82 100.0 100.0



ket_Fe

Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid kurang 53 64.6 64.6 64.6
cukup 17 20.7 20.7 85.4
lebih 12 14.6 14.6 100.0
Total 82 100.0 100.0



ket_Zink

Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid kurang 36 43.9 43.9 43.9
cukup 18 22.0 22.0 65.9
lebih 28 34.1 34.1 100.0
Total 82 100.0 100.0



ket_yodium

Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid kurang 27 32.9 32.9 32.9
cukup 36 43.9 43.9 76.8
lebih 19 23.2 23.2 100.0
Total 82 100.0 100.0



ket_Ca

Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid kurang 56 68.3 68.3 68.3
cukup 8 9.8 9.8 78.0
lebih 18 22.0 22.0 100.0
Total 82 100.0 100.0



ket_vit_A * Ket_Z_IMTU

Crosstab

Ket_Z_IMTU
Total

sangat kurus kurus normal sangat gemuk
ket_vit_A kurang Count 7 6 29 0 42
% within ket_vit_A 16.7% 14.3% 69.0% .0% 100.0%
cukup Count 2 1 12 4 19
% within ket_vit_A 10.5% 5.3% 63.2% 21.1% 100.0%
lebih Count 3 5 13 0 21
% within ket_vit_A 14.3% 23.8% 61.9% .0% 100.0%
Total Count 12 12 54 4 82
% within ket_vit_A 14.6% 14.6% 65.9% 4.9% 100.0%


Chi-Square Tests

Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Pearson Chi-Square 16.090
a
6 .013
Likelihood Ratio 14.725 6 .023
Linear-by-Linear Association .071 1 .790
N of Valid Cases 82

a. 7 cells (58.3%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is .93.


Symmetric Measures

Value Approx. Sig.
Nominal by Nominal Phi .443 .013
Cramer's V .313 .013
N of Valid Cases 82



ket_vit_A * Ket_Z_TBU

Crosstab

Ket_Z_TBU
Total

sangat pendek pendek normal
ket_vit_A kurang Count 3 15 24 42
% within ket_vit_A 7.1% 35.7% 57.1% 100.0%
cukup Count 3 4 12 19
% within ket_vit_A 15.8% 21.1% 63.2% 100.0%
lebih Count 1 7 13 21
% within ket_vit_A 4.8% 33.3% 61.9% 100.0%
Total Count 7 26 49 82
% within ket_vit_A 8.5% 31.7% 59.8% 100.0%


Chi-Square Tests

Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Pearson Chi-Square 2.628
a
4 .622
Likelihood Ratio 2.548 4 .636
Linear-by-Linear Association .126 1 .723
N of Valid Cases 82

a. 3 cells (33.3%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is 1.62.


Symmetric Measures

Value Approx. Sig.
Nominal by Nominal Phi .179 .622
Cramer's V .127 .622
N of Valid Cases 82



ket_vit_C * Ket_Z_IMTU

Crosstab

Ket_Z_IMTU
Total

sangat kurus kurus normal sangat gemuk
ket_vit_C kurang Count 11 11 45 4 71
% within ket_vit_C 15.5% 15.5% 63.4% 5.6% 100.0%
cukup Count 1 0 4 0 5
% within ket_vit_C 20.0% .0% 80.0% .0% 100.0%
lebih Count 0 1 5 0 6
% within ket_vit_C .0% 16.7% 83.3% .0% 100.0%
Total Count 12 12 54 4 82
% within ket_vit_C 14.6% 14.6% 65.9% 4.9% 100.0%


Chi-Square Tests

Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Pearson Chi-Square 2.913
a
6 .820
Likelihood Ratio 5.012 6 .542
Linear-by-Linear Association .156 1 .693
N of Valid Cases 82

a. 9 cells (75.0%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is .24.


Symmetric Measures

Value Approx. Sig.
Nominal by Nominal Phi .188 .820
Cramer's V .133 .820
N of Valid Cases 82



ket_vit_C * Ket_Z_TBU

Crosstab

Ket_Z_TBU
Total

sangat pendek pendek normal
ket_vit_C kurang Count 6 23 42 71
% within ket_vit_C 8.5% 32.4% 59.2% 100.0%
cukup Count 1 0 4 5
% within ket_vit_C 20.0% .0% 80.0% 100.0%
lebih Count 0 3 3 6
% within ket_vit_C .0% 50.0% 50.0% 100.0%
Total Count 7 26 49 82
% within ket_vit_C 8.5% 31.7% 59.8% 100.0%


Chi-Square Tests

Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Pearson Chi-Square 3.954
a
4 .412
Likelihood Ratio 5.716 4 .221
Linear-by-Linear Association .008 1 .929
N of Valid Cases 82

a. 6 cells (66.7%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is .43.


Symmetric Measures

Value Approx. Sig.
Nominal by Nominal Phi .220 .412
Cramer's V .155 .412
N of Valid Cases 82



ket_vit_D * Ket_Z_IMTU

Crosstab

Ket_Z_IMTU
Total

sangat kurus kurus normal sangat gemuk
ket_vit_D kurang Count 2 6 28 2 38
% within ket_vit_D 5.3% 15.8% 73.7% 5.3% 100.0%
cukup Count 2 0 5 0 7
% within ket_vit_D 28.6% .0% 71.4% .0% 100.0%
lebih Count 8 6 21 2 37
% within ket_vit_D 21.6% 16.2% 56.8% 5.4% 100.0%
Total Count 12 12 54 4 82
% within ket_vit_D 14.6% 14.6% 65.9% 4.9% 100.0%


Chi-Square Tests

Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Pearson Chi-Square 6.792
a
6 .340
Likelihood Ratio 8.550 6 .201
Linear-by-Linear Association 2.476 1 .116
N of Valid Cases 82

Chi-Square Tests

Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Pearson Chi-Square 6.792
a
6 .340
Likelihood Ratio 8.550 6 .201
Linear-by-Linear Association 2.476 1 .116
a. 6 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is .34.


Symmetric Measures

Value Approx. Sig.
Nominal by Nominal Phi .288 .340
Cramer's V .204 .340
N of Valid Cases 82



ket_vit_D * Ket_Z_TBU

Crosstab

Ket_Z_TBU
Total

sangat pendek pendek normal
ket_vit_D kurang Count 5 9 24 38
% within ket_vit_D 13.2% 23.7% 63.2% 100.0%
cukup Count 1 5 1 7
% within ket_vit_D 14.3% 71.4% 14.3% 100.0%
lebih Count 1 12 24 37
% within ket_vit_D 2.7% 32.4% 64.9% 100.0%
Total Count 7 26 49 82
% within ket_vit_D 8.5% 31.7% 59.8% 100.0%


Chi-Square Tests

Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Pearson Chi-Square 9.615
a
4 .047
Likelihood Ratio 10.202 4 .037
Linear-by-Linear Association .638 1 .425
N of Valid Cases 82

a. 5 cells (55.6%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is .60.


Symmetric Measures

Value Approx. Sig.
Nominal by Nominal Phi .342 .047
Cramer's V .242 .047
N of Valid Cases 82



ket_Fe * Ket_Z_IMTU

Crosstab

Ket_Z_IMTU
Total

sangat kurus kurus normal sangat gemuk
ket_Fe kurang Count 10 6 36 3 55
% within ket_Fe 18.2% 10.9% 65.5% 5.5% 100.0%
cukup Count 2 2 10 1 15
% within ket_Fe 13.3% 13.3% 66.7% 6.7% 100.0%
lebih Count 0 4 8 0 12
% within ket_Fe .0% 33.3% 66.7% .0% 100.0%
Total Count 12 12 54 4 82
% within ket_Fe 14.6% 14.6% 65.9% 4.9% 100.0%


Chi-Square Tests

Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Pearson Chi-Square 6.378
a
6 .382
Likelihood Ratio 7.956 6 .241
Linear-by-Linear Association .048 1 .827
N of Valid Cases 82

a. 7 cells (58.3%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is .59.


Symmetric Measures

Value Approx. Sig.
Nominal by Nominal Phi .279 .382
Cramer's V .197 .382
N of Valid Cases 82



ket_Fe * Ket_Z_TBU

Crosstab

Ket_Z_TBU
Total

sangat pendek pendek normal
ket_Fe kurang Count 4 21 30 55
% within ket_Fe 7.3% 38.2% 54.5% 100.0%
cukup Count 1 3 11 15
% within ket_Fe 6.7% 20.0% 73.3% 100.0%
lebih Count 2 2 8 12
% within ket_Fe 16.7% 16.7% 66.7% 100.0%
Total Count 7 26 49 82
% within ket_Fe 8.5% 31.7% 59.8% 100.0%


Chi-Square Tests

Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Pearson Chi-Square 4.134
a
4 .388
Likelihood Ratio 4.148 4 .386
Linear-by-Linear Association .217 1 .642
N of Valid Cases 82

a. 5 cells (55.6%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is 1.02.


Symmetric Measures

Value Approx. Sig.
Nominal by Nominal Phi .225 .388
Cramer's V .159 .388
N of Valid Cases 82



ket_Zink * Ket_Z_IMTU

Crosstab

Ket_Z_IMTU
Total

sangat kurus kurus normal sangat gemuk
ket_Zink kurang Count 7 6 23 0 36
% within ket_Zink 19.4% 16.7% 63.9% .0% 100.0%
cukup Count 5 1 12 0 18
% within ket_Zink 27.8% 5.6% 66.7% .0% 100.0%
lebih Count 0 5 19 4 28
% within ket_Zink .0% 17.9% 67.9% 14.3% 100.0%
Total Count 12 12 54 4 82
Crosstab

Ket_Z_IMTU
Total

sangat kurus kurus normal sangat gemuk
ket_Zink kurang Count 7 6 23 0 36
% within ket_Zink 19.4% 16.7% 63.9% .0% 100.0%
cukup Count 5 1 12 0 18
% within ket_Zink 27.8% 5.6% 66.7% .0% 100.0%
lebih Count 0 5 19 4 28
% within ket_Zink .0% 17.9% 67.9% 14.3% 100.0%
Total Count 12 12 54 4 82
% within ket_Zink 14.6% 14.6% 65.9% 4.9% 100.0%


Chi-Square Tests

Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Pearson Chi-Square 15.860
a
6 .015
Likelihood Ratio 20.638 6 .002
Linear-by-Linear Association 7.922 1 .005
N of Valid Cases 82

a. 7 cells (58.3%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is .88.


Symmetric Measures

Value Approx. Sig.
Nominal by Nominal Phi .440 .015
Cramer's V .311 .015
N of Valid Cases 82



ket_Zink * Ket_Z_TBU

Crosstab

Ket_Z_TBU
Total

sangat pendek pendek normal
ket_Zink kurang Count 2 12 22 36
% within ket_Zink 5.6% 33.3% 61.1% 100.0%
cukup Count 1 8 9 18
% within ket_Zink 5.6% 44.4% 50.0% 100.0%
lebih Count 4 6 18 28
% within ket_Zink 14.3% 21.4% 64.3% 100.0%
Total Count 7 26 49 82
% within ket_Zink 8.5% 31.7% 59.8% 100.0%


Chi-Square Tests

Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Pearson Chi-Square 3.924
a
4 .416
Likelihood Ratio 3.852 4 .426
Linear-by-Linear Association .134 1 .714
N of Valid Cases 82

a. 3 cells (33.3%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is 1.54.


Symmetric Measures

Value Approx. Sig.
Nominal by Nominal Phi .219 .416
Cramer's V .155 .416
N of Valid Cases 82



ket_yodium * Ket_Z_IMTU

Crosstab

Ket_Z_IMTU
Total

sangat kurus kurus normal sangat gemuk
ket_yodium kurang Count 6 6 19 3 34
% within ket_yodium 17.6% 17.6% 55.9% 8.8% 100.0%
cukup Count 5 3 20 1 29
% within ket_yodium 17.2% 10.3% 69.0% 3.4% 100.0%
lebih Count 1 3 15 0 19
% within ket_yodium 5.3% 15.8% 78.9% .0% 100.0%
Total Count 12 12 54 4 82
% within ket_yodium 14.6% 14.6% 65.9% 4.9% 100.0%


Chi-Square Tests

Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Pearson Chi-Square 5.263
a
6 .511
Likelihood Ratio 6.373 6 .383
Linear-by-Linear Association .086 1 .770
N of Valid Cases 82

a. 9 cells (75.0%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is .93.


Symmetric Measures

Value Approx. Sig.
Nominal by Nominal Phi .253 .511
Cramer's V .179 .511
N of Valid Cases 82



ket_yodium * Ket_Z_TBU

Crosstab

Ket_Z_TBU
Total

sangat pendek pendek normal
ket_yodium kurang Count 3 4 27 34
% within ket_yodium 8.8% 11.8% 79.4% 100.0%
cukup Count 3 14 12 29
% within ket_yodium 10.3% 48.3% 41.4% 100.0%
lebih Count 1 8 10 19
% within ket_yodium 5.3% 42.1% 52.6% 100.0%
Total Count 7 26 49 82
% within ket_yodium 8.5% 31.7% 59.8% 100.0%


Chi-Square Tests

Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Pearson Chi-Square 11.775
a
4 .019
Likelihood Ratio 12.758 4 .013
Linear-by-Linear Association 2.502 1 .114
N of Valid Cases 82

a. 3 cells (33.3%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is 1.62.


Symmetric Measures

Value Approx. Sig.
Nominal by Nominal Phi .379 .019
Cramer's V .268 .019
N of Valid Cases 82



ket_Ca * Ket_Z_IMTU

Crosstab

Ket_Z_IMTU
Total

sangat kurus kurus normal sangat gemuk
ket_Ca kurang Count 10 7 35 3 55
% within ket_Ca 18.2% 12.7% 63.6% 5.5% 100.0%
cukup Count 0 0 6 1 7
% within ket_Ca .0% .0% 85.7% 14.3% 100.0%
lebih Count 2 5 13 0 20
% within ket_Ca 10.0% 25.0% 65.0% .0% 100.0%
Total Count 12 12 54 4 82
% within ket_Ca 14.6% 14.6% 65.9% 4.9% 100.0%


Chi-Square Tests

Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Pearson Chi-Square 7.166
a
6 .306
Likelihood Ratio 9.464 6 .149
Linear-by-Linear Association .000 1 .994
N of Valid Cases 82

a. 8 cells (66.7%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is .34.


Symmetric Measures

Value Approx. Sig.
Nominal by Nominal Phi .296 .306
Cramer's V .209 .306
Symmetric Measures

Value Approx. Sig.
Nominal by Nominal Phi .296 .306
Cramer's V .209 .306
N of Valid Cases 82



ket_Ca * Ket_Z_TBU

Crosstab

Ket_Z_TBU
Total

sangat pendek pendek normal
ket_Ca kurang Count 5 21 29 55
% within ket_Ca 9.1% 38.2% 52.7% 100.0%
cukup Count 2 0 5 7
% within ket_Ca 28.6% .0% 71.4% 100.0%
lebih Count 0 5 15 20
% within ket_Ca .0% 25.0% 75.0% 100.0%
Total Count 7 26 49 82
% within ket_Ca 8.5% 31.7% 59.8% 100.0%


Chi-Square Tests

Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Pearson Chi-Square 9.641
a
4 .047
Likelihood Ratio 12.231 4 .016
Linear-by-Linear Association 3.116 1 .078
N of Valid Cases 82

a. 5 cells (55.6%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is .60.


Symmetric Measures

Value Approx. Sig.
Nominal by Nominal Phi .343 .047
Cramer's V .242 .047
N of Valid Cases 82




DAFTAR RIWAYAT HIDUP



Nama : Muhammad Faisal
Tempat/Tanggal Lahir : Sengkang / 8 Oktober 1989
Suku : Bugis
Agama : Islam
Alamat : JL. Perintis Kemerdekaan VII No.55B
E-mail : ichalbiccu@yahoo.co.id
Riwayat Pendidikan :
1. SDN 5 Sengkang, tamat tahun 2001
2. SMPN 3 Sengkang, tamat tahun 2004
3. SMAN 3 Sengkang, tamat tahun 2007
4. Mahasiswa Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Hasanuddin (2008-2012).
Riwayat Organisasi :
1. Wakil Ketua Formazi FKM UH periode 2010-2011
2. Pengurus HMI Komisariat FKM UH tahun 2010

You might also like