You are on page 1of 19

Perdarahan Intraserebral Spontan

Adnan I. Qureshi, M.D , Stanley Tuhrim, M.D., Joseph P. Broderick, M.D., H. Hunt Batjer, M.D., Hideki Hondo, M.D., and Daniel F. H nley, M.D. . a
NEJM, Volume 344:1450-1460 Mei 10, 2001, Nomer 19

Editor : Indrajaya

Perdarahan intraserebral nontraumatik (nontraumatic intracerebral hemorrhage) adalah
perdarahan kedalam parenkim otak yang dapat meluas kedalam ventrikel, dan pada
keadaan jarang, dapat meluas kedalam ruang subarakhnoid. Setiap tahunnya, hampir
37.000 sampai 52.400 orang di Amerika Serikat mengalami perdarahan intraserebral.
1,2

Angka tersebut diperkirakan akan meningkat duakali lipat dalam 50 tahun kedepan oleh
karena meningkatnya usia dalam populasi serta berubahnya demografi rasial. Perdarahan
intraserebral merupakan 10 sampai 15 persen dari keseluruhan kasus stroke dan
menimbulkan angka kematian yang paling tinggi, dimana hanya 38% dari penderita yang
mengalaminya dapat bertahan melewati tahun pertama.
3
Tergantung kausa perdarahan
yang melatarbelakanginya, perdarahan intraserebral dibagi menjadi PIS primer dan PIS
sekunder. PIS primer (PIS spontan), yang merupakan 78 sampai 88 persen kasus,
ditimbulkan oleh adanya ruptur spontan dari pembuluh darah berukuran kecil yang
mengalami kerusakan oleh hipertensi kronis atau angiopati amiloid (amyloid
angiopathy).
4
PIS sekunder dialami pada sebahagian kecil penderita yang ditimbulkan
oleh adanya abnormalitas vaskular (seperti: arteriovenous malformations dan aneurisma),
tumor, atau gangguan koagulasi. Meskipun hypertensive

intracerebral hemorrhage (PIS
yang ditimbulkan oleh hipertensi) masih merupakan bentuk PIS yang paling sering
dijumpai, namun abnormalitas vaskular yang melatarbelakanginya perlu selalu ditelusuri
oleh karena tingginya risiko perdarahan ulangan dan telah tersedianya pilihan
terapi.
5,6,7,8,9,10,11
Kausa PIS disajikan pada Tabel 1.








1
Tabel 1. Kausa, Penentu diagnosis, dan Karakteristik PIS
Kausa Penentu utama diagnosis Karakteristik
Hipertensi Riwayat klinis
*
Ruptur arteriola kaliber kecil akibat perubahan degeneratif yang dipicu oleh hipertensi yang
tidak dikendalikan; risiko tahunan perdarahan ulangan sebesar 2% dapat diturunkan melalui
terapi terhadap hipertensi.
Angiopati amiloid (CAA) Riwayat klinis
*
Ruptur arteri kaliber kecil dan sedang, disertai gambaran deposisi amyloid protein; dalam
pencitraan tampak sebagai lobar hemorrhage pada penderita dengan usia lebih dari 70
tahun; risiko tahunan perdarahan ulangan sebesar 10,5%.
Arteriovenous
malformation (AVM)
Pencitraan otak: MRI dan
angiografi konvensional
Ruptur pembuluh darah abnormal berukuran kecil yang menghubungkan arteri dan vena;
risiko tahunan perdarahan ulangan sebesar 18% dapat diturunkan melalui tindakan eksisi
pembedahan (surgical excisions), embolisasi, dan radio urg y. s er
Aneurisma intrakranial Pencitraan otak: MRA dan
angiografi konvensional
Ruptur arteri berkaliber sedang yang mengalami dilatasi sakular (saccular dilatation) yang
umumnya menimbulkan perdarahan subarakhnoid (PSA/SAH); risiko perdarahan ulangan
sebesar 50% dalam kurun 6 bulan pertama, yang menurun menjadi 3% per tahun; tindakan
surgical clipping atau pemasangan end vascular coils dapat signifikan menurunkan risiko
perdarahan ulangan.
o
Angioma kavernosa
(cavernous angioma)
Pencitraan otak: MRI Ruptur struktur abnormal berupa capillary-like vessels yang bercampur dengan jaringan
ikat; risiko tahunan perdarahan ulangan sebesar 4,5% dapat diturunkan melalui tindakan
eksisi pembedahan atau radiosurg ry. e
Angioma venosa (venous
angioma)
Pencitraan otak: MRI dan
angiografi konvensional
Ruptur venulae yang mengalami dilatasi abnormal; risiko tahunan perdarahan ulangan
sangat rendah (0,15%).
Thrombosis sinus
venosa duralis (dural
venous sinus
thrombosis)
Pencitraan otak: MRV
(magnetic resonance
venography) dan angiografi
konvensional
Akibat dari infeksi vena hemoragik (hemorrhagic venous infection); pemberian antikoagulan,
dan pada keadaan yang jarang, transvenous thrombolytic agent dapat memperbaiki
outc me; risiko thrombosis venosa duralis ulangan sebesar 10% dalam kurun 12 bulan
pertama dan sebesar kurang dari 1% per tahun selanjutnya.
o
Neoplasma intrakranial Pencitraan otak: MRI Akibat dari nekrosis dan perdarahan didalam neoplasma yang hipervaskular; outcome jangka
panjang ditentukan oleh jenis neoplasma.
Koagulopati Riwayat klinis
*
Paling sering ditimbulkan oleh pemakaian antikoagulan atau thrombolitik; diperlukan koreksi
segera terhadap abnormalitas yang melatarbelakangi untuk menghindari perdarahan
kontinyu.
Vaskulitis Pemeriksaan penanda
serologis dan LCS; biopsi
otak
Ruptur arteri berkaliber kecil atau sedang disertai gambaran inflamasi dan degenerasi;
pemberian immunosupresan mungkin diperlukan.
Kokain atau alkohol Riwayat klinis
*
Dapat dijumpai abnormalitas vaskular yang melatarbelakangi.
Hemorrhagic ischemic
stroke
Pencitraan otak: MRI dan
angiografi konvensional
Perdarahan didalam regio infark serebral akibat dari kerusakan iskemik yang mengenai
blood-brain barrier.
*
Pemeriksaan pencitraan otak seperti MRI dan angiografi konvensional dapat menyokong diagnosis.



2
Gambaran Epidemiologis
Insiden
Insiden global dari PIS berkisar antara 10 sampai 20 kasus per 100.000 penduduk
12,13
dan
meningkat dengan pertambahan usia.
12,14
PIS lebih sering dijumpai pada laki-laki
ketimbang perempuan, terutama pada kelompok usia lebih tua dari 55 tahun,
14,15
dan pada
populasi tertentu, seperti ras kulit hitam dan J epang.
12,16
Selama periode 20 tahun dari
National Health and

Nutrition Examination Survey Epidemiologic Follow-up Study,
didapatkan insiden PIS pada ras kulit hitam sebesar 50per 100.000 yang merupakan
duakali lipat dari insiden pada ras kulit putih.
17
Didapatkan perbedaan prevalensi
hipertensi dan tingkat pendidikan berkorelasi dengan perbedaan risiko. Tingginya risiko
pada populasi dengan tingkat pendidikan yang rendah sangat mungkin disebabkan oleh
rendahnya pemahaman mengenai aspek pencegahan primer serta kurangnya akses dalam
perawatan kesehatan.
17
Insiden PIS pada populasi J epang (55 per 100.000) serupa dengan
insiden pada populasi kulit hitam.
16
Tingginya insiden pada populasi J epang tersebut
disebabkan oleh tingginya prevalensi hipertensi dan pengguna alkohol;
18
disamping itu,
rendahnya kadar kolesterol serum yang dijumpai pada populasi ini juga menyumbang
tingginya risiko PIS.
19
Faktor Risiko
Hipertensi merupakan faktor risiko yang paling penting pada PIS.
20
Hipertensi
meningkatkan risiko PIS, terutama bagi individu yang tidak taat menggunakan obat
antihipertensi pada usia 55 tahun atau lebih muda, atau perokok.
21,22
Meningkatnya
pengendalian hipertensi tampaknya menurunkan insiden PIS.
13
Dalam studi Hypertension
Detection and Follow-up Program, individu dengan hipertensi (TD diastolik sekurang-
kurangnya 95 mm Hg) yang berusia 30 sampai 69 tahun dan mendapatkan terapi
antihipertensi standar memiliki risiko stroke (termasuk PIS) sebesar 1,9 per 100 orang;
dibandingkan 2,9 per 100 orang pada mereka yang hanya menerima perawatan kesehatan
rutin.
23
Pendekatan dengan terapi antihipertensi berdampak penurunan risiko yang tajam
sebanyak 46% pada individu berusia 65 tahun atau lebih. Dalam studi Systolic
Hypertension

in the Elderly Program, insiden lima-tahunan dari keseluruhan stroke,
termasuk PIS, pada penderita berusia lebih dari 60 tahun yang memiliki TD sistolik
sekurang-kurangnya 160 mm Hg adalah 5,2 per 100 bagi kelompok yang mendapatkan
terapi antihipertensi ketimbang 8,2 per

100 bagi kelompok yang hanya mendapatkan
plasebo.
24
Pengguna alkohol yang berlebihan juga meningkatkan risiko PIS melalui terganggunya
sistem koagulasi dan pengaruh langsung alkohol terhadap integritas pembuluh darah
serebral.
25,26
Fakto risiko lainnya yang kurang tegak (less well establishedrisk factors)
meliputi kadar kolesterol serum kurang dari 160mg% (4,1 mmol per liter), terutama pada
penderita dengan hipertensi, dan faktor genetik seperti adanya mutasi pada gen yang
memindai (encoding) subunit dari faktor XIII (faktor pembekuan yang terlibat dalam
penyusunan formasi cross-linked fibrin).
27,28,29
CAA (Cerebral amyloidangiopathy), yang
ditandai oleh adanya deposisi protein -amyloid pada pembuluh darah korteks serebral
3
dan leptomeningen, adalah faktor risiko lainnya dari PIS, terutama pada penderita berusia
tua (Gambar 1). O'Donnell et al.
6
melaporkan bahwa adanya allela 2 and 4 pada gen
apolipoprotein E berhubungan dengan risiko tigakali lipat untuk mengalami perdarahan
berulang pada penderita yang dapat bertahan setelah mengalami PIS lobar akibat
angiopati amiloid (amyloid angiopathy). Masing-masing allela tersebut menimbulkan
terjadinya peningkatkan deposisi protein -amyloid sehingga mengakibatkan proses
degeneratif (seperti fibrinoid necrosis) pada dinding pembuluh darah. Ekspresi dari kedua
allela tersebut tampaknya meningkatkan risiko PIS melalui peningkatan efek
vaskulopatik dari deposisi amiloid pada pembuluh darah serebral.












Gambar 1. Spesimen pembedahan yang berasal dari matriks hematom
yang berhubungan dengan Amyloid Angiopathy.
Panel A memperlihatkan deposit amiloid, yang merupakan material
eosinofilik aselular, didalam dinding pembuluh darah (hematoxylin dan
eosin, x100). Pada Panel B, setelah dilakukan pengecatan menggunakan
Congo red, material amiloid didalam dinding pembuluh darah
memperlihatkan citra appl green birefri gence dibawah polari d light
(Congo red, x100). Photomicrographs diberikan oleh Dr. Pe e T. Os ow,
Department of Pathology, State University of New York, Buffalo.
e- n ze
t r tr

Patofisiologi
Proses Patologis
PIS umumnya dijumpai pada lobus serebral, ganglia basalis, thalamus, batang otak
(predominan pada pons), dan serebellum (Gambar 2).
30
Adanya perluasan perdarahan
kedalam ventrikel dijumpai pada hematom berukuran besar yang berada dikedalaman.
Wilayah edema parenkim otak, yang seringkali diwarnai oleh sisa degradasi dari
hemoglobin, tampak nyata disekeliling hematom.
31
Gambaran histologis ditandai oleh
adanya edema, neuron yang rusak, makrofag, dan neutrofil di regio sekitar hematom.
Perdarahan menyibak diantara alur robekan substansia alba dengan sifat destruksi yang
minimal, meninggalkan adanya intact neural tissue didalam dan disekitar hematom.
30,31

Pola penyibakan tersebut menimbulkan adanya jaringan neural yang masih dalam kondisi
viable dan dapat diselamatkan yang berada tepat disekitar hematom.
4

Gambar 2. Asal dan tempat yang paling sering dari PIS.
PIS paling sering mengenai: lobus serebral, yang berasal dari pecahnya cabang
perforantes kortikal (penetrating cortical branches) dari arteri serebri anterior,
media, atau posterior (A); ganglia basalis, yang berasal dari pecahnya cabang
lentikulostriata asenderen (ascending lenticulostriate branches) dari arteri
serebri media (B); thalamus, yang berasal dari pecahnya cabang
thalamogenikulata asenderen (ascending thalmogeniculate branches) dari arteri
serebri posterior (C); pons, yang berasal dari pecahnya cabang paramedian dari
arteri basilaris (D); dan serebellum yang berasal dari pecahnya cabang
perforantes dari arteri serebellaris posterior inferior, arteri serebellaris anterior
inferior, atau arteri serebellaris superior (E).

Sumber Hematom
Perdarahan intraparenkimal ditimbulkan oleh adanya ruptur dari arteri perforantes yang
berkaliber kecil (small

penetrating arteries) yang berasal dari arteri basilaris, arteri serebri
anterior, media, atau posterior. Adanya perubahan degeneratif dari dinding pembuluh
darah tersebut yang ditimbulkan oleh hipertensi kronis mengakibatkan menurunnya
kelenturan (compliance) serta meningkatkan kemungkinan terjadinya ruptur spontan.
Pada tahun 1868, Charcot dan Bouchard menyatakan terjadinya perdarahan diakibatkan
oleh ruptur di tempat-tempat adanya dilatasi dari dinding pembuluh darah arteriola
berukuran kecil (mikroaneurisma).
32,33,34
Entitas morfologis [mikroaneurisma] tersebut
belakangan diketahui merupakan subadventitial

hemorrhages atau extravascular clots
akibat adanya kerusakan endothel oleh hipertensi.
34
Melalui studi menggunakan
mikroskop elektron diketahui bahwa sebahagian besar perdarahan terjadi tepat atau
disekitar percabangan dari arteri yang terkena, tempat dimana prominen terjadi
degenerasi dari tunika media otot polos dinding pembuluh darah.
32
Progresi Hematom
Dahulu, PIS dianggap sebagai kejadian yang bersifat monofasik (monophasic

event) yang
berhenti dengan segera oleh karena adanya proses pembekuan serta adanya tamponade
oleh jaringan sekitarnya. Pemahaman ini tidaklah benar, seperti terbukti melalui CT sken
yang menunjukkan bahwa hematoma semakin membesar dengan berjalannya waktu
(Gambar 3).
35,36
Dalam studi melibatkan 103 penderita, Brott et al.
35
menemukan bahwa
ukuran hematom membesar pada 26% penderita dalam kurun 1 jam setelah pengerjaan
CT sken permulaan, serta bertambah 12% penderita dalam kurun 20 jam. Kazui et al.
36

melaporkan hematom membesar pada 41 dari 204 penderita (20%) dengan PIS, 36%
pada penderita yang datang dalam kurun 3 jam setelah onset perdarahan dan 11% pada
penderita yang datang lebih dari 3 jam setelah onset perdarahan. Pembesaran ukuran
hematom ini ditimbulkan oleh terjadinya perdarahan yang terus-menerus dari sumber
pertama perdarahan serta akibat dari terjadinya robekan mekanik (mechanical

disruption)
5
pada pembuluh darah disekitarnya. Disamping itu pembesaran hematom juga dapat
ditimbulkan oleh adanya hipertensi akut, defisit koagulasi lokal, atau keduanya.
37,38,39







Gambar 3. Pembesaran hematom yang berlangsung cepat.
CT sken pertama (Panel A) dikerjakan satu jam setelah
penderita datang yang selanjutnya diikuti oleh terjadinya
deteriorasi neurologis, dan pembesaran hematom tampak
jelas pada CT sken yang dikerjakan 6 jam setelah
kedatangan (Panel B).

Kerusakan Neuronal Sekunder (secondary neuronal injury) setelah PIS
Kemunculan hematom mengawali terjadinya edema dan kerusakan neuronal pada
parenkim disekitarnya. Cairan transudat dengan segera mengumpul pada regio disekitar
hematom, dan edema umumnya menetap sampai lima hari,
40
meskipun ada pengamatan
lain yang menunjukkan edema dapat berlangsung sampai dua minggu setelah onset
stroke.
41
Edema dini yang terjadi disekitar hematom disebabkan oleh adanya pelepasan
dan akumulasi protein serum yang memiliki kekuatan osmotik (osmotically activeserum
proteins) yang berasal dari bekuan darah.
42
Selanjutnya, secara berturutan, terjadilah
edema vasogenik dan edema sitotoksik oleh karena rusaknya sawar darah otak (blood
brainbarrier), kegagalan sodium pump, dan berakhir dengan kematian neuron.
43,44
Adanya jeda waktu antara kerusakan bloodbrain barrier dan timbulnya edema serebral
setelah suatu PIS mengesankan kemungkinan terdapatnya mediator lain (secondary
mediators) terhadap terjadinya baik neural

injury maupun edema. Ada pendapat bahwa
iskemia serebral dapat terjadi sebagai akibat adanya kompresi mekanik terhadap regio
disekitar hematom,
45,46
namun demikian, penelitian mutakhir terhadap binatang dan
manusia tidak menyokong pendapat ini.
42,47,48,49
Pendapat yang dianut dewasa ini adalah
bahwa produk yang berasal dari darah dan plasma merupakan perantara bagi hampir
keseluruhan kerusakan sekunder yang ditimbulkan setelah suatu PIS.
50,51,52,53,54,55,56

Kematian neuronal yang terjadi pada regio disekitar hematom predominan dalam bentuk
nekrotik, dimana bukti mutakhir menunjukkan berlangsungnya programmed

cell death
(apoptosis) yang ditandai oleh adanya ekspresi nuclear factor-B pada inti dari sel
neural.
56


6
Gambaran Klinis
Status Neurologis di Awal Serangan
Penderita dengan hematom berukuran besar umumnya mengalami penurunan tingkat
kesadaran
57
sebagai akibat dari meningkatnya tekanan intrakranial dan adanya kompresi
langsung atau distorsi terhadap thalamic dan brain-stem reticular activating system.
58

Menurunnya pengikatan terhadap central

benzodiazepine-receptor pada neuron kortikal
pada lesi berukuran kecil yang berada dikedalaman dapat juga menimbulkan penurunan
kesadaran.
59
Penderita dengan PIS supratentorial yang mengenai putamen, nukleus
kaudatus, dan thalamus akan mengalami defisit sensori-motorik kontralateral dengan
tingkat keparahan yang bervariasi sebagai akibat dari terlibatnya kapsula interna.
Abnormalitas yang menandakan adanya disfungsi kortikal luhur seperti afasia, neglect,
gaze deviation, dan hemianopia, dapat terjadi sebagai akibat dari terkoyaknya serabut
penghubung (connecting fibers) yang berada pada wilayah subkortikal dari substansia
alba serta terjadinya functional suppression terhadap lapisan korteks diatasnya yang
dikenal sebagai diaschisis.
60
Pada penderita dengan PIS infratentorial akan dijumpai tanda disfungsi batang otak yang
meliputi diskonjugat (abnormalities of gaze), abnormalitas nervus kranialis, dan defisit
motorik kontralateral.
61
Pada PIS yang mengenai serebellum, gambaran klinis yang
menonjol adalah ataksia, nistagmus, dan dismetria.
61
Gejala nonspesifik yang umum
meliputi nyeri kepala dan muntah sebagai akibat dari meningkatnya tekanan intrakranial,
dan meningismus sebagai akibat dari adanya darah intraventrikular.
57,62,63
Deteriorasi Sekunder
Sebanyak seperempat penderita dengan PIS yang diawalmulanya memiliki tingkat
kesadaran baik (alert), mengalami deteriorasi tingkat kesadaran dalam kurun 24 jam
setelah onset perdarahan.
64,65
Adanya hematom berukuran besar serta darah
intraventrikular meningkatkan risiko terjadinya deteriorasi dan kematian.
64,65
Pembesaran
hematom merupakan penyebab paling sering yang melatarbelakangi terjadinya deteriorasi
neurologis dalam kurun tiga jam pertama setelah onset perdarahan. Perburukan edema
serebral juga menyumbang terjadinya deteriorasi neurologis yang berlangsung dalam
kurun 24 sampai 48 jam setelah onset perdarahan.
65
Terkadang, berlangsung deteriorasi
yang muncul lambat (late deterioration) yang diakibatkan oleh adanya progresi edema
selama minggu kedua dan minggu ketiga setelah onset perdarahan.
41
Outcome
Angka mortalitas pada enam bulan setelah PIS spontan berkisar antara 23 sampai 58
persen.
66,67,68
Faktor yang telah diketahui konsisten bernilai prediktif terhadap mortalitas
tinggi meliputi: skor GCS (Glasgow Coma Scale) yang rendah, volume hematom yang
besar, dan adanya darah intraventrikular pada pemeriksaan CT sken permulaan.
64,66,67,68

Broderick et al.
66
mendapatkan bahwa angka mortalitas pada bulan pertama paling baik
diprediksi melalui penilaian skor GCS permulaan serta volume hematom permulaan.
7
Dalam studi mereka, penderita yang permulaannya memiliki skor GCS kurang dari 9 dan
volume hematom lebih dari 60 ml memiliki angka mortalitas 90 persen pada bulan
pertama, sedangkan penderita dengan skor lebih dari atau sama dengan 9 dan dengan
volume hematom kurang dari 30 ml memiliki angka mortalitas 17 persen.

Ada metode manual yang cepat dan sahih dalam menghitung volume hematom pada
gambaran CT sken; melalui metode ini, perkiraan volume hematom adalah setengah dari
perkalian A (diameter perdarahan yang terpanjang) dengan B (diameter perdarahan yang
tegaklurus terhadap A) dan C (jumlah slice yang memperlihatkan hematom dikalikan
dengan ketebalan slice).
66
Diagnosis
Meskipun karakteristik rapid onset dari defisit neurologis yang muncul dan adanya
penurunan tingkat kesadaran mengarahkan diagnosis PIS (Gambar 4), namun
membedakan secara tegak antara infark serebral dan PIS memerlukan pemeriksaan
pencitraan otak.
69
Pada pemeriksaan CT sken permulaan, yang penting diamati meliputi
lokasi dan ukuran hematom, ada-tidaknya darah intraventrikular, dan gambaran
hidrosefalus. Penderita tertentu selanjutnya perlu menjalani pemeriksaan angiografi
konvensional untuk menemukan kausa sekunder dari PIS, seperti aneurisma, malformasi
arteriovenosa (AVM), dan vaskulitis. Zhu et al.
70
melaporkan dijumpainya abnormalitas
pada angiografi sebanyak 49% dari penderita dengan perdarahan lobar (lobar
hemorrhage) dan 65% dari penderita dengan perdarahan intraventrikular menyendiri
(isolated intraventricular hemorrhage). Peneliti ini juga melaporkan bahwa 48% dari
penderita yang normotensif dan berumur 45 tahun atau lebih muda memperlihatkan
adanya abnormalitas pada angiografi, sedangkan penderita yang hipertensif dan berumur
lebih tua dari 45 tahun tidak memperlihatkan adanya latarbelakang abnormalitas
vaskular.

Berdasarkan pembuktian tersebut, maka penderita dengan perdarahan lobar atau
perdarahan intraventrikular primer (primary

intraventricular hemorrhage) perlu menjalani
angiografi tanpa memandang umur atau ada-tidaknya riwayat hipertensi. Sedangkan
penderita dengan perdarahan putaminal, thalamik, atau serebellar perlu menjalani
angiografi konvensional apabila dijumpai normotensif dan berumur 45 tahun atau lebih
muda. Penuntun (guidelines) yang dikeluarkan oleh American

Heart Association
2

merekomendasikan pemeriksaan angiografi bagi semua penderita dengan kausa
perdarahan yang tidak jelas yang akan menjalani tindakan pembedahan, terutama
penderita usia muda dengan tanpa hipertensi yang memiliki kondisi klinis stabil. Waktu
pengerjaan angiografi konvensional tergantung dari kondisi klinis penderita dan urgensi
dari tindakan pembedahan. MRI (magnetic resonance imaging) menggunakan media
kontras gadolinium dan MRA (magnetic resonance angiography) juga dapat
dipergunakan untuk menemukan kausa sekunder dari PIS, meskipun sensitifitasnya
belum diuji dengan baik.
71
Angiografi konvensional juga perlu dipertimbangkan pada
penderita yang memperlihatkan darah subarakhnoid yang disertai hematom parenkimal,
serta pada penderita dengan perdarahan berulang. Penderita yang pada pemeriksaan
permulaan menunjukkan hasil negatif namun secara klinis memiliki kemungkinan tinggi
8
9
untuk mengalami PIS sekunder, maka angiografi perlu diulang dua atau empat minggu
kemudian setelah hematom mengalami resolusi, sehingga anomali vaskular dapat terlihat.
Manajemen
Evaluasi dan Manajemen di Ruang Gawat Darurat
Tantangan utama klinisi di ruang gawat darurat adalah saat melakukan intubasi terhadap
penderita. Intubasi dini menggunakan short-acting

anesthetics sangat diperlukan bagi
penderita dengan penurunan tingkat kesadaran atau penderita dengan penurunan refleks
yang melindungi jalan nafas (Gambar 4). Tertundanya tindakan proteksi jalan nafas dapat
mengakibatkan kerusakan sekunder (secondary injury) yang ditimbulkan oleh aspirasi,
hipoksemia, dan hiperkapnia. Dijumpainya deteriorasi yang berlangsung cepat, tanda
klinis herniasi transtentorial, atau gambaran hidrosefalus pada CT sken mengindikasikan
diperlukannya konsultasi sito bedah saraf. Tindakan hiperventilasi dan pemberian
mannitol intravena dan tindakan pemasangan kateter intraventrikular untuk drainase LCS
dapat menyelamatkan struktur jaringan otak terhadap kerusakan akibat mekanik dan
iskemik sampai dilakukannya tindakan dekompresi bedah (surgical

decompression).
Dengan telah adanya terapi thrombolitik dewasa ini, maka penegakan secara dini antara
infark serebral dan PIS melalui pemeriksaan CT sken menjadi dasar utama dalam
manajemen stroke akut.
Pemantauan Intensif terhadap Status Neurologis dan Kardiovaskular
Risiko deteriorasi neurologis dan instabilitas kardiovaskular sangat tinggi selama 24 jam
pertama setelah onset PIS. Sebanyak 30% penderita dengan PIS supratentorial dan
hampir semua penderita dengan PIS batang otak atau PIS serebellar mengalami
penurunan tingkat kesadaran yang memerlukan tindakan intubasi.
72
Oleh karena itu,
direkomendasikan untuk melakukan pemantauan terhadap semua penderita didalam ICU
sekurang-kurangnya selama 24 jam pertama setelah serangan klinis. Status neurologis
penderita perlu dinilai setiap jam menggunakan sistem evaluasi standar dan GCS.
Tekanan darah lebih adekuat dipantau menggunakan automated cuff, sedangkan
pemantauan kontinyu terhadap tekanan arterial sistemik (systemic arterial pressure) perlu
dilakukan pada penderita yang memerlukan pemberian antihipertensi intravena dan pada
penderita dengan status neurologis yang mengalami deteriorasi. Instabilitas
kardiovaskular yang ditimbulkan oleh tekanan intrakranial (TIK) yang meningkat
memerlukan penanganan segera untuk menghindari efek buruk dari hipertensi atau
hipotensi terhadap penderita yang dalam keadaan kapasitas otoregulatorik telah terbatas.




Manajemen selanjutnya
memerlukan evaluasi bedah saraf.
Penderita dengan gambaran
hidrosefalus harus menjalani
pemasangan kateter
intraventrikular (EVD).
10
Penderita yang mengalami kejang
pada saat onset dari perdarahan
harus mendapatkan antikonvulsan
intravena.
Terapi antikonvulsan jangka
panjang perlu dipertimbangkan
apabila dijumpai kejang susulan
pada saat lebih dari 2 minggu
setelah onset perdarahan.
Setelah 30 hari, antikonvulsan
dapat dihentikan apabila telah
tidak lagi dijumpai kejang
susulan.
Penderita dengan defisit neurologis akut disertai tanda dan gejala yang mengarah
kepada PIS harus mendapatkan pemeriksaan CT sken kepala tanpa kontras untuk
mendapatkan evaluasi mengenai: ukuran dan lokasi hematomserta ada tidaknya
darah intraventrikular dan hidrosefalus
Semua penderita harus dipantau di ruang ICU
Penderita dengan MAP (mean
arterial pressure) >130 mmHg
perlu mendapatkan terapi
antihipertensif intravena. CPP
(cerebral perfusion pressure)
harus dipertahankan berada diatas
70 mmHg.
Setelah 3 hari, terapi
antihipertensif intravena dapat
diganti peroral, apabila keadaan
penderita stabil.
Penderita dengan herniasi
transtentorial, kompresi batang
otak, atau menunjukkan gambaran
dampak efek massa derajat berat
perlu mendapatkan tindakan
hiperventilasi dan pemberian
mannitol intravena.
Penderita tertentu perlu
menjalani evakuasi
pembedahan (surgical
evacuations) :
Sangat dianjurkan (strongly
recommended) : PIS
serebellar dengan diameter
hematom>3 cm, terutama
penderita dengan skor GCS
<14.
Dapat dipertimbangkan
(may be considered) :
o Penderita usia muda
dengan perdarahan lobar
(lobar hemorrhage)
berukuran sedang atau
besar dengan disertai
deteriorasi klinis, atau
o Penderita dengan
perdarahan ganglia
basalis apabila volume
hematom>30 ml,
hematommembesar, atau
berlangsung deteriorasi
neurologis progresif.
Penderita dengan skor GCS <9,
mengalami gangguan refleks
proteksi jalan nafas, atau
disfungsi batang otak harus
mendapatkan tindakan intubasi
emerjensi dan ventilasi mekanik.
Penderita dapat dilakukan
tindakan ekstubasi apabila
terdapat perbaikan klinis dalam
kurun 14 hari; bila tidak maka
perlu menjalani tindakan
trakheostomi.
Manajemen selanjutnya
memerlukan evaluasi bedah saraf.
Gambar 4. Algoritme dari Manajemen PIS.
Efek Massa dan Hipertensi Intrakranial
Efek massa yang ditimbulkan oleh: volume hematom, jaringan edema disekeliling
hematom, dan hidrosefalus obstruktif (obstructive hydrocephalus), dengan herniasi
sebagai ancamannya merupakan kausa sekunder utama kematian pada beberapa hari
pertama setelah PIS. Oleh karena faktor lokasi efek massa
73
dan kompensasi spasial
terhadap peningkatan volume lokal yang diperankan oleh ruang ventrikel dan
subarakhnoid, maka peningkatan TIK yang tajam dan progresif hanya dialami oleh
penderita dengan PIS massif.
74,75
Kerusakan mekanik lokal dan bahkan herniasi
transtentorial dapat berlangsung dengan tanpa adanya peningkatan TIK global.
74,75
Pada
binatang coba dengan PIS ekperimental, tindakan hiperventilasi dan pemberian obat
osmotik terbukti memperbaiki aliran darah serebral (CBF) dan metabolisme yang
terganggu oleh adanya herniasi transtentorial, namun tidak memberikan efek terhadap
hanya keadaan hipertensi intrakranial derajat sedang semata.
76
Studi mutakhir terhadap
keadaan yang sama pada manusia mengesankan bahwa upaya agresif dan segera untuk
melawan berlangsungnya herniasi transtentorial melalui tindakan hiperventilasi dan
pemberian obat osmotik dapat memperbaiki outcome jangka panjang.
77
Oleh karena itu,
terapi menggunakan obat osmotik dan tindakan hiperventilasi direkomendasikan pada
penderita dengan herniasi serebral mengancam (impending cerebral herniation).
Pemberian kortiosteroid harus dihindari, oleh karena sejumlah uji klinis acak tidak
berhasil membuktikan efikasinya terhadap penderita dengan PIS.
78,79
Pengalaman klinis
dengan penggunaan barbiturat dosis tinggi dan larutan salin hipertonik masih terbatas,
dan pemakaiannya masih perlu menjalani uji klinis.
80,81

Manajemen terhadap Tekanan Darah
Tekanan darah yang meningkat umum dijumpai pada penderita PIS, dan keadaan ini
berhubungan dengan pembesaran ukuran hematom dan outcome buruk.
82
Masih belum
jelas apakah peningkatan tekanan darah memberikan predisposisi terjadinya pembesaran
ukuran hematom ataukah merupakan konsekuensi dari PIS. Umumnya, peningkatan
tekanan darah merupakan dampak sekunder dari hipertensi kronis yang tidak terkontrol
serta respon nonspesifik terhadap stres.
47,83
Peningkatan tekanan darah dapat juga
merupakan respon protektif (sering disebut CushingKocher response) yang bertujuan
mempertahankan perfusi serebral (cerebral perfusion), terutama dijumpai pada penderita
yang menunjukkan tanda kompresi batang otak.
47
Terdapat sejumlah kontroversi mengenai terapi permulaan terhadap tekanan darah setelah
suatu PIS. Sebahagian besar penderita dengan PIS memiliki hipertensi kronis, yang
mengakibatkan otoregulasi serebral beradaptasi terhadap tekanan darah yang lebih tinggi
dari normal.
84
Disamping itu, tekanan perfusi serebral (CPP) dan kapasitas otoregulatorik
dapat mengalami gangguan sebagai akibat dari TIK yang meningkat.
85
Dua studi telah
membuktikan bahwa penurunan tekanan darah menggunakan preparat farmakologis tidak
menimbulkan pengaruhnya terhadap CBF pada manusia atau binatang coba.
47,86
Penuntun
mutakhir dari American Heart Association untuk manajemen terhadap tekanan darah
pada penderita dengan PIS disajikan dalam Gambar 4.

11
Darah Intraventrikular dan Hidrosefalus
Adanya darah intraventrikular berhubungan dengan angka mortalitas yang tinggi.
30,87
Hal
ini kemungkinan diakibatkan oleh terjadinya hidrosefalus obstruktif;
87
atau efek massa
langsung dari darah intraventrikular terhadap struktur periventrikular, yang menimbulkan
terjadinya hipoperfusi global terhadap lapisan kortikal diatasnya.
88
Darah intraventrikular
juga mempengaruhi fungsi normal LCS dengan menimbulkan asidosis laktik lokal.
87

Drainase eksternal terhadap LCS menggunakan kateter ventrikular menurunkan TIK,
namun efek menetapnya terhadap hidrosefalus dan status neurologis dihalangi oleh
seringnya terjadi penyumbatan kateter oleh bekuan darah dan infeksi.
89
Dalam upaya
untuk membersihkan darah intraventrikular secara dini dan efektif, maka dewasa ini
terfokus pada pemberian thrombolitik intraventrikular terhadap penderita dengan darah
intraventrikular yang berhubungan dengan PIS spontan. Sebuah pilot study menunjukkan
bahwa pemberian urokinase intraventrikular setiap 12 jam sampai drainase eksternal
terhadap LCS tidak diperlukan lagi terbukti menurunkan angka mortalitas pada penilaian
satu bulan.
90
Evakuasi Hematom melalui Pembedahan (Surgical Evacuation)
Tujuan dari tindakan surgical evacuation terhadap hematom adalah mengurangi efek
massa, memblokade pelepasan bahan-bahan yang bersifat neuropatik (neuropathic
products) dari hematom, dan mencegah interaksi berkepanjangan antara hematom dengan
jaringan normal, yang dapat memicu proses patologis.
91
Namun demikian, keuntungan
dari tindakan evakuasi terhadap perdarahan ganglia basalis, thalamik, dan pontin melalui
prosedur open craniotomy menjadi tidak berarti oleh terjadinya kerusakan neural selama
tindakan untuk mencapai hematom serta terjadinya perdarahan ulangan akibat dari
hilangnya efek tamponade oleh jaringan sekitarnya. Dalam meta-analysis terhadap tiga
RCT (randomized controlled trials) mengenai perdarahan supratentorial didapatkan
bahwa dibandingkan dengan 126 penderita yang tidak menjalani pembedahan, sebanyak
123 penderita dengan PIS yang menjalani evakuasi pembedahan melalui open craniotomy
memiliki angka kematian atau kecacatan (dependency) pada bulan keenam sebanyak 83%
banding 70%.
92
Studi mutakhir melalui tindakan kraniotomi dini (early craniotomy) juga
tidak mengubah outcome dan umumnya menimbulkan peningkatan kemungkinan
terjadinya perdarahan berulang.

Hematom serebellar adalah unik dari sudut pandang bedah oleh karena dapat dicapai
tanpa mengakibatkan kerusakan substansial terhadap kortikal luhur atau jaras motorik
primer. Morbiditas dan mortalitas ditimbulkan oleh adanya kompresi terhadap batang
otak dan dapat dikurangi melalui tindakan dekompresi segera.
61,93
Hasil pembedahan
yang paling baik adalah pada penderita dengan PIS serebellar (cerebellar intracerebral
hemorrhage) yang memiliki skor GCS permulaan kurang dari 14 atau hematom
berukuran besar (volume 40 ml atau lebih).
94
Sedangkan penderita dengan status
neurologis yang baik (GCS 14 atau lebih) dengan hematom berukuran kecil (volume
kurang dari 40 ml) tampaknya memiliki kemungkinan besar pulih total atau hanya
mengalami disabilitas derajat sedang melalui manajemen konservatif.
94
Penderita dengan
hematom serebellar direkomendasikan menjalani early

craniotomy oleh karena angka
12
kejadian deteriorasi neurologis setelah suatu perdarahan serebellar sangat tinggi dan tidak
dapat diprediksi. Rekomendasi tindakan evakuasi pembedahan yang ditunjukkan pada
Gambar 4 didasarkan pada pembuktian yang ada.
Untuk menghindari terjadinya proses patologis sekunder serta mengurangi kerusakan
neural dan risiko perdarahan berulang yang diakibatkan oleh tindakan open craniotomy,
maka dewasa ini studi difokuskan pada early surgical evacuation menggunakan
pendekatan stereotactic dan endoscopic. Kedua pendekatan tersebut memungkinkan
evakuasi hematom dengan kerusakan minimal terhadap jaringan normal disekitarnya
(Gambar 5).
95
Zuccarello et al.
96
melaporkan studi acak skala kecil (small randomized
feasibility study) yang mengevaluasi tindakan evakuasi bedah kraniotomi atau aspirasi
stereotaktik (stereotactic aspiration) yang dikerjakan dalam kurun 24 jam setelah onset
gejala pada penderita dengan PIS. Hasilnya, kemungkinan good outcome lebih tinggi
pada penderita yang telah menjalani pembedahan (56%) ketimbang penderita yang hanya
mendapatkan terapi medik saja (36%). Auer et al.
95
memperlakukan acak 100 penderita
untuk menjalani stereotactic-guided

endoscopic evacuation dalam kurun 48 jam setelah
kedatangan atau menerima terapi medik saja. Pada penilaian enam bulan, outcome lebih
baik pada kelompok yang telah menjalani pembedahan endoskopik: 40% dari kelompok
ini pulih tanpa defisit atau hanya defisit minimal, dibanding 25% dari kelompok yang
mendapatkan terapi medik (25%).


Gambar 5. CT sken yang
memperlihatkan Basal Ganglionic
H mat ma sebelum (Panel A) dan
setelah (Panel B dan C) menjalani
Stereotactic Removal.
e o
g
Pada Panel A, volume dari basal
gan lionic hematoma preoperatif
adalah 60 ml. Sebanyak enam
infusi urokinase (masing-masing
20.000 U) dialirkan kedalam
matriks hematoma setiap enam sampai delapan jam yang dibarengi dengan aspirasi. Pada Panel B, segera setelah aspirasi hematom,
ukuran hematom menjadi mengecil dan peranjakan jaringan disekitarnya menjadi berkurang. Panel C memperlihatkan pencitraan yang
dikerjakan tiga hari setelah tindakan aspirasi.

Teknik yang memungkinkan evakuasi komplit dengan cara mencairkan hematom
menggunakan thrombolitik sedang menjalani uji klinis.
97,98
Sebuah pilot study mutakhir
dimana bahan thrombolitik dialirkan melalui sebuah indwelling intracranial catheter
kedalam matriks hematom setiap enam sampai delapan jam yang dibarengi dengan
aspirasi menunjukkan penurunan volume hematom sebanyak 50% pada penilaian tiga
hari setelah tindakan evakuasi selesai, dengan angka perdarahan ulangan dan kematian
yang rendah.
98

13
Kejang dan Perdarahan Ulangan
Kebanyakan kejang terjadi pada onset PIS atau dalam kurun 24 jam pertama.
99

Antikonvulsan umumnya dapat dihentikan setelah bulan pertama pada penderita yang
tidak lagi menunjukkan kejang. Penderita yang menunjukkan kejang pada waktu lebih
dari dua minggu dari onset PIS memiliki risiko tinggi untuk mengalami kejang ulangan
dan memerlukan terapi profilaksis jangka panjang menggunakan antikonvulsan.
100
Arakawa et al.
5
melaporkan angka perdarahan ulangan sebesar 2% per tahun pada 74
penderita yang telah mengalami PIS yang dipicu oleh hipertensi (hypertension-induced
intracerebral hemorrhage) yang diikuti selama mean waktu 2,8 tahun. Lokasi PIS ulangan
umumnya berbeda dari lokasi perdarahan pertamanya. Angka kejadian perdarahan
ulangan adalah 10% per penderita-tahun pada penderita dengan tekanan darah diastolik
rata-rata lebih dari 90 mm Hg selama kunjungan klinik, dan kurang dari 1,5% pada
penderita dengan tekanan darah diastolik yang lebih rendah. Peneliti menyimpulkan
bahwa penderita dengan rata-rata tekanan darah diastolik lebih dari 90 mm Hg selama
kunjungan klinik berhubungan dengan peningkatan kemungkinan perdarahan ulangan,
mengesankan pentingnya terapi antihipertensif yang memadai.

Saran Masadepan
Perlu dikembangkan upaya baru dalam mencegah terjadinya deteriorasi fungsi neurologis
setelah suatu serangan PIS. Penelitian mengenai faktor genetik yang dapat meningkatkan
risiko PIS perlu dilakukan. Sebagai contoh, studi mengenai hubungan antara gen yang
bertanggungjawab terhadap sejumlah apolipoprotein tertentu dan PIS akan memberikan
pemahaman yang lebih mendalam terhadap patogenesis dari perubahan degeneratif yang
mengakibatkan ruptur pembuluh darah, dan sangat mungkin, dapat dikenali upaya
pencegahannya. Upaya pengembangan terapi yang bertujuan mengurangi edema serebral
dan kerusakan neuronal memerlukan pemahaman yang lebih lengkap mengenai
mekanisme injuri berikut perkembangan lanjutannya serta mediator patofisiologik yang
berperan menimbulkan kerusakan sekunder (secondary

injuries).

Pendekatan yang tepat terhadap sejumlah permasalahan seperti terapi tekanan darah dan
indikasi evakuasi pembedahan pada penderita dengan PIS masih kotroversial. Diperlukan
uji klinis acak untuk menentukan efek dari terapi tekanan darah terhadap ekspansi
hematom. Begitupula, teknik pembedahan untuk memaksimalkan jumlah hematom yang
dapat dievakuasi, meminimalkan kerusakan terhadap jaringan otak yang normal, dan
mencegah terjadinya perdarahan paska operasi perlu dikembangkan serta diuji dalam
suatu uji klinis acak. Perlu juga ditelusuri kemungkinan adanya jendela waktu (window
of

time) dimana evakuasi pembedahan paling efektif dikerjakan dengan memperhatikan
outcome jangka panjang. Akhirnya, penggunaan terapi thrombolitik untuk menimbulkan
resolusi terhadap bekuan darah intraventrikular tampaknya menjanjikan; sebuah uji klinis
acak untuk memastikan efikasi dan keamanan dari tindakan ini sedang berlangsung.
90

14
Source Information
From the Department of Neurology, Johns Hopkins Hospital, Baltimore (A.I.Q., D.F.H.); the Department of Neurology, Mount Sinai Medical Center, New York
(S.T.); the Department of Neurology, University of Cincinnati College of Medicine, Cincinnati (J.B.P.); the Department of Neurological Surgery,
Northwestern University Medical School, Chicago (H.H.B.); and the Department of Neurological Surgery, Tokushima Prefectural Central Hospital,
Tokushima, Japan (H.H.).
Pustaka
1. Taylor TN, Davis PH, Torner J C. Projected number of strokes by subtype in the year 2050 in the United States. Stroke
1998;29:322-322.abstract
2. Broderick J P, Adams HP, Barsan W, et al. Guidelines for the management of spontaneous intracerebral hemorrhage: a
statement for healthcare professionals froma special writing group of the Stroke Council, American Heart Association.
Stroke 1999;30:905-915.[Full Text]
3. Dennis MS, Burn J P, Sandercock PA, Bamford J M, Wade DT, Warlow CP. Long-termsurvival after first-ever stroke: the
Oxfordshire Community Stroke Project. Stroke 1993;24:796-800.[Abstract]
4. Foulkes MA, Wolf PA, Price TR, Mohr J P, Hier DB. The Stroke Data Bank: design, methods, and baseline characteristics.
Stroke 1988;19:547-554.[Abstract]
5. Arakawa S, Saku Y, Ibayashi S, Nagao T, Fujishima M. Blood pressure control and recurrence of hypertensive brain
hemorrhage. Stroke 1998;29:1806-1809.[Abstract/Full Text]
6. O'Donnell HC, Rosand J , Knudsen KA, et al. Apolipoprotein E genotype and the risk of recurrent lobar intracerebral
hemorrhage. N Engl J Med 2000;342:240-245.[Abstract/Full Text]
7. The Arteriovenous Malformation Study Group. Arteriovenous malformations of the brain in adults. N Engl J Med
1999;340:1812-1818.[Full Text]
8. J ane J A, Kassell NF, Torner J C, Winn HR. The natural history of aneurysms and arteriovenous malformations. J
Neurosurg 1985;62:321-323.[ISI][Medline]
9. Kondziolka D, Lunsford LD, Kestle J R. The natural history of cerebral cavernous malformations. J Neurosurg
1995;83:820-824.[ISI][Medline]
10. Naff NJ , Wemmer J , Hoenig-Rigamonti K, Rigamonti DR. A longitudinal study of patients with venous malformations:
documentation of a negligible hemorrhage risk and benign natural history. Neurology 1998;50:1709-1714.[Abstract]
11. Preter M, Tzourio C, Ameri A, Bousser MG. Long-termprognosis in cerebral venous thrombosis: follow-up of 77 patients.
Stroke 1996;27:243-246.[Abstract/Full Text]
12. Broderick J P, Brott T, Tomsick T, Huster G, Miller R. The risk of subarachnoid and intracerebral hemorrhages in blacks as
compared with whites. N Engl J Med 1992;326:733-736.[Abstract]
13. Furlan AJ , Whisnant J P, Elveback LR. The decreasing incidence of primary intracerebral hemorrhage: a population study.
Ann Neurol 1979;5:367-373.[ISI][Medline]
14. Giroud M, Gras P, Chadan N, et al. Cerebral hemorrhage in a French prospective population study. J Neurol Neurosurg
Psychiatry 1991;54:595-598.[Abstract]
15. Sacco RL, Mayer SA. Epidemiology of intracerebral hemorrhage. In: Feldmann E, ed. Intracerebral hemorrhage. Armonk,
N.Y.: Futura Publishing, 1994:3-23.
16. Suzuki K, Kutsuzawa T, Takita K, et al. Clinico-epidemiologic study of stroke in Akita, J apan. Stroke 1987;18:402-
406.[Abstract]
17. Qureshi AI, Giles WH, Croft J B. Racial differences in the incidence of intracerebral hemorrhage: effects of blood pressure
and education. Neurology 1999;52:1617-1621.[Abstract/Full Text]
18. Kagan A, Harris BR, Winkelstein W, et al. Epidemiologic studies of coronary heart disease and stroke in J apanese men
living in J apan, Hawaii and California: demographic, physical, dietary and biochemical characteristics. J Chronic Dis
1974;27:345-364.[ISI][Medline]
19. Tanaka H, Ueda Y, Hayashi M, et al. Risk factors for intracerebral hemorrhage and cerebral infarction in a J apanese rural
community. Stroke 1982;13:62-73.[Abstract]
20. Brott T, Thalinger K, Hertzberg V. Hypertension as a risk factor for spontaneous intracerebral hemorrhage. Stroke
1986;17:1078-1083.[Abstract]
21. Thrift AG, McNeil J J , Forbes A, Donnan GA. Three important subgroups of hypertensive persons at greater risk of
intracerebral hemorrhage. Hypertension 1998;31:1223-1229.[Abstract/Full Text]
15
22. Qureshi AI, Suri MAK, Safdar K, Ottenlips J R, J anssen RS, Frankel MR. Intracerebral hemorrhage in blacks: risk factors,
subtypes, and outcome. Stroke 1997;28:961-964.[Abstract/Full Text]
23. Hypertension Detection and Follow-up ProgramCooperative Group. Five-year findings of the Hypertension Detection and
Follow-up Program. III. Reduction in stroke incidence among persons with high blood pressure. J AMA 1982;247:633-
638.[Abstract]
24. SHEP Cooperative Research Group. Prevention of stroke by antihypertensive drug treatment in older persons with isolated
systolic hypertension: final results of the Systolic Hypertension in the Elderly Program(SHEP). J AMA 1991;265:3255-
3264.[Abstract]
25. Klatsky AL, Armstrong MA, Friedman GD. Alcohol use and subsequent cerebrovascular disease hospitalizations. Stroke
1989;20:741-746.[Abstract]
26. Gorelick PB. Alcohol and stroke. Stroke 1987;18:268-271.[Abstract]
27. Iso H, J acobs DR J r, Wentworth D, Neaton J D, Cohen J D. Serumcholesterol levels and six-year mortality fromstroke in
350,977 men screened for Multiple Risk Factor Intervention Trial. N Engl J Med 1989;320:904-910.[Abstract]
28. Alberts MJ , Davis J P, Graffagnino C, et al. Endoglin gene polymorphismas a risk factor for sporadic intracerebral
hemorrhage. Ann Neurol 1997;41:683-686.[ISI][Medline]
29. Catto AJ , Kohler HP, Bannan S, Stickland M, Carter A, Grant PJ . Factor XIII Val 34 Leu: a novel association with primary
intracerebral hemorrhage. Stroke 1998;29:813-816.[Abstract/Full Text]
30. Mutlu N, Berry RG, Alpers BJ . Massive cerebral hemorrhage: clinical and pathological correlations. Arch Neurol
1963;8:644-661.[ISI]
31. Morris J H. The nervous system: In: Cotran RS, Kumar V, Robbin SL, eds. Pathologic basis of disease. 3rd ed.
Philadelphia: W.B. Saunders, 1999:1385-450.
32. Cole FM, Yates PO. Pseudo-aneurysms in relationship to massive cerebral hemorrhage. J Neurol Neurosurg Psychiatry
1967;30:61-66.[ISI]
33. Takebayashi S, Kaneko M. Electron microscopic studies of ruptured arteries in hypertensive intracerebral hemorrhage.
Stroke 1984;14:28-36.[Abstract]
34. Fisher CM. Pathological observations in hypertensive cerebral hemorrhage. J Neuropathol Exp Neurol 1971;30:536-
550.[ISI][Medline]
35. Brott T, Broderick J , Kothari R, et al. Early hemorrhage growth in patients with intracerebral hemorrhage. Stroke
1997;28:1-5.[Abstract/Full Text]
36. Kazui S, Naritomi H, Yamamoto H, Sawada T, Yamaguchi T. Enlargement of spontaneous intracerebral hemorrhage:
incidence and time course. Stroke 1996;27:1783-1787.[Abstract/Full Text]
37. Olson J D. Mechanisms of homeostasis: effect on intracerebral hemorrhage. Stroke 1993;24:Suppl:I109-
I114.[ISI][Medline]
38. Broderick J P, Brott TG, Tomsick T, Barsan W, Spilker J . Ultra-early evaluation of intracerebral hemorrhage. J Neurosurg
1990;72:195-199.[ISI][Medline]
39. Kazui S, Minematsu K, Yamamoto H, Sawada T, Yamaguchi T. Predisposing factors to enlargement of spontaneous
intracerebral hematoma. Stroke 1997;28:2370-2375.[Abstract/Full Text]
40. Yang GY, Betz AL, Chenevert TL, Brunberg J A, Hoff J T. Experimental intracerebral hemorrhage: relationship between
brain edema, blood flow, and blood-brain barrier permeability in rats. J Neurosurg 1994;81:93-102.[ISI][Medline]
41. Zazulia AR, Diringer MN, Derdeyn CP, Powers WJ . Progression of mass effect after intracerebral hemorrhage. Stroke
1999;30:1167-1173.[Abstract/Full Text]
42. Wagner KR, Xi G, Hua Y, et al. Lobar intracerebral hemorrhage model in pigs: rapid edema development in
perihematomal white matter. Stroke 1996;27:490-497.[Abstract/Full Text]
43. Mul-Bryce S, Kroh FO, White J , Rosenberg GA. Brain lactate and pH dissociation in edema: 1H- and 31P-NMR in
collagenase-induced hemorrhage in rats. AmJ Physiol 1993;265:R697-R702.[Abstract/Full Text]
44. Wagner KR, Xi G, Hau Y, Kleinholz M, de Courten-Myers GM, Myers RE. Early metabolic alterations in edematous
perihematomal brain regions following experimental intracerebral hemorrhage. J Neurosurg 1998;88:1058-
1065.[ISI][Medline]
45. Nath FP, J enkins A, Mendelow AD, GrahamDI, Teasdale GM. Early hemodynamic changes in experimental intracerebral
hemorrhage. J Neurosurg 1986;65:697-703.[ISI][Medline]
46. Bullock R, Brock-Utne J , van Dellen J , Blake G. Intracerebral hemorrhage in a primate model: effect on regional cerebral
blood flow. Surg Neurol 1988;29:101-107.[ISI][Medline]
16
47. Qureshi AI, Wilson DA, Hanley DF, Traystman RJ . Pharmacological reduction of mean arterial pressure does not
adversely effect regional cerebral blood flow and intracranial pressure in experimental intracerebral hemorrhage. Crit Care
Med 1999;27:965-971.[ISI][Medline]
48. Qureshi AI, Wilson DA, Hanley DF, Traystman RJ . No evidence for an ischemic penumbra in massive experimental
intracerebral hemorrhage. Neurology 1999;52:266-272.[Abstract/Full Text]
49. Diringer MN, Adams RE, Dunford-Shore J E, Videen TO, Yundt KD, Powers WJ . Cerebral blood flow is symmetrically
reduced in patients with intracerebral hemorrhage. Neurology 1998;50:Suppl 4:A338-A338.abstract
50. Lee KR, Colon GP, Betz AL, Keep RF, KimS, Hoff J T. Edema fromintracerebral hemorrhage: the role of thrombin. J
Neurosurg 1996;84:91-96.[ISI][Medline]
51. Lee KR, Kawai N, KimS, Sagher O, Hoff J T. Mechanisms of edema formation after intracerebral hemorrhage: effects of
thrombin on cerebral blood flow, blood-brain barrier permeability, and cell survival in a rat model. J Neurosurg
1997;86:272-278.[ISI][Medline]
52. Xi G, Wagner KR, Keep FR, et al. Role of blood clot formation on early edema development after experimental
intracerebral hemorrhage. Stroke 1998;29:2580-2586.[Abstract/Full Text]
53. Kanno T, Nagata J , Nonomura K, et al. New approaches in the treatment of hypertensive intracerebral hemorrhage. Stroke
1993;24:Suppl:I96-I100.[ISI][Medline]
54. Rosenberg GA, Navratil M. Metalloproteinase inhibition blocks edema in intracerebral hemorrhage in the rat. Neurology
1997;48:921-926.[Abstract]
55. Kane PJ , Modha P, Strachan RD, et al. The effect of immunosuppression on the development of cerebral oedema in an
experimental model of intracerebral hemorrhage: whole body and regional irradiation. J Neurol Neurosurg Psychiatry
1992;55:781-786.[Abstract]
56. HickenbottomSL, Grotta J C, Strong R, Denner LA, Aronowski J . Nuclear factor-kappaB and cell death after experimental
intracerebral hemorrhage in rats. Stroke 1999;30:2472-2477.[Abstract/Full Text]
57. Mohr J P, Caplan LR, Melski J W, et al. The Harvard Cooperative Stroke Registry: a prospective registry. Neurology
1978;28:754-762.[Abstract]
58. Andrews BT, Chiles BW, Olsen WL, Pitts LH. The effect of intracerebral hematoma location on the risk of brain-stem
compression and on clinical outcome. J Neurosurg 1988;69:518-522.[ISI][Medline]
59. Hatazawa J , Shimosegawa E, Satoh T, Kanno I, Uemura K. Central benzodiazepine receptor distribution after subcortical
hemorrhage evaluated by means of [123]iomazenil and SPECT. Stroke 1995;26:2267-2271.[Abstract/Full Text]
60. Tanaka A, Yoshinaga S, Nakayama Y, Kimura M, Tomonaga M. Cerebral blood flow and clinical outcome in patients with
thalamic hemorrhages: a comparison with putaminal hemorrhages. J Neurol Sci 1996;144:191-
197.[CrossRef][ISI][Medline]
61. Ott KH, Kase CS, Ojemann RG, Mohr J P. Cerebellar hemorrhage: diagnosis and treatment: a review of 56 cases. Arch
Neurol 1974;31:160-167.[CrossRef][ISI][Medline]
62. Ropper AH, Gress DR. Computerized tomography and clinical features of large cerebral hemorrhages. Cerebrovasc Dis
1991;1:38-42.[ISI]
63. Melo TP, Pinto AN, Ferro J M. Headache in intracerebral hematomas. Neurology 1996;47:494-500.[Abstract]
64. Qureshi AI, Safdar K, Weil J , et al. Predictors of early deterioration and mortality in black Americans with spontaneous
intracerebral hemorrhage. Stroke 1995;26:1764-1767.[Abstract/Full Text]
65. Mayer SA, Sacco RL, Shi T, Mohr J P. Neurologic deterioration in noncomatose patients with supratentorial intracerebral
hemorrhage. Neurology 1994;44:1379-1384.[Abstract]
66. Broderick J P, Brott TG, Duldner J E, Tomsick T, Huster G. Volume of intracerebral hemorrhage: a powerful and easy-to-
use predictor of 30-day mortality. Stroke 1993;24:987-993.[Abstract]
67. Lisk DR, Pasteur W, Rhoades H, PutnamRD, Grotta J C. Early presentation of hemispheric intracerebral hemorrhage:
prediction of outcome and guidelines for treatment allocation. Neurology 1994;44:133-139.[Abstract]
68. TuhrimS, Horowitz DR, Sacher M, Godbold J H. Validation and comparison of models predicting survival following
intracerebral hemorrhage. Crit Care Med 1995;23:950-954.[ISI][Medline]
69. KimJ S, Lee J H, Lee MC. Small primary intracerebral hemorrhage: clinical presentation of 28 cases. Stroke 1994;25:1500-
1506. [Erratum, Stroke 1994;25:2098.][Abstract]
70. Zhu XL, Chan MSY, Poon WS. Spontaneous intracranial hemorrhage: which patients need diagnostic cerebral
angiography? A prospective study of 206 cases and review of the literature. Stroke 1997;28:1406-
1409.[Abstract/Full Text]
71. Huston J , Nichols DA, Luetmer PH, et al. Blinded prospective evaluation of sensitivity of MR angiography to known
intracranial aneurysms: importance of aneurysmsize. AJ NR AmJ Neuroradiol 1994;15:1607-1614.[Abstract]
17
72. Gujjar AR, Deibert E, Manno EM, Duff S, Diringer MN. Mechanical ventilation for ischemic stroke and intracerebral
hemorrhage: indications, timing, and outcome. Neurology 1998;51:447-451.[Abstract]
73. Mayer SA, Thomas CE, Diamond BE. Asymmetry of intracranial hemodynamics as an indicator of mass effect in acute
intracerebral hemorrhage: a transcranial Doppler study. Stroke 1996;27:1788-1792.[Abstract/Full Text]
74. J anny P, Papo I, Chazal J , Colnet G, Barretto LC. Intracranial hypertension and prognosis of spontaneous intracerebral
haematomas: a correlative study of 60 patients. Acta Neurochir (Wien) 1982;61:181-186.[ISI][Medline]
75. Papo I, J anny P, Caruselli G, Colnet G, Luongo A. Intracranial pressure time course in primary intracerebral hemorrhage.
Neurosurgery 1979;4:504-511.[ISI][Medline]
76. Qureshi AI, Wilson DA, Traystman RJ . Treatment of elevated intracranial pressure in experimental intracerebral
hemorrhage: comparison between mannitol and hypertonic saline. Neurosurgery 1999;44:1055-1063.[ISI][Medline]
77. Qureshi AI, Geocadin RG, Suarez J I, Ulatowski J A. Long-termoutcome after medical reversal of transtentorial herniation
in patients with supratentorial mass lesions. Crit Care Med 2000;28:1556-1564.[ISI][Medline]
78. Poungvarin N, Bhoopat W, Viriyavejakul A, et al. Effects of dexamethasone in primary supratentorial intracerebral
hemorrhage. N Engl J Med 1987;316:1229-1233.[Abstract]
79. Tellez H, Bauer RB. Dexamethasone as treatment in cerebrovascular disease. 1. A controlled study in intracerebral
hemorrhage. Stroke 1973;4:541-546.[Medline]
80. Qureshi AI, Suarez J I, Bhardwaj A, et al. Use of hypertonic (3%) saline/acetate infusion in the treatment of cerebral
edema: effect on intracranial pressure and lateral displacement of the brain. Crit Care Med 1998;26:440-446.[ISI][Medline]
81. Woodcock J , Ropper AH, Kennedy SK. High dose barbiturates in non-traumatic brain swelling: ICP reduction and effect
on outcome. Stroke 1982;13:785-787.[Abstract]
82. Carlberg B, Asplund K, Hagg E. The prognostic value of admis-sion blood pressure in patients with acute stroke. Stroke
1993;24:1372-1375.[Abstract]
83. FogelholmR, Avikainen S, Murros K. Prognostic value and determinants of first-day mean arterial pressure in spontaneous
supratentorial intracerebral hemorrhage. Stroke 1997;28:1396-1400.[Abstract/Full Text]
84. Kuwata N, Kuroda K, Funayama M, Sato N, Kubo N, Ogawa A. Dysautoregulation in patients with hypertensive
intracerebral hemorrhage: a SPECT study. Neurosurg Rev 1995;18:237-245.[ISI][Medline]
85. Qureshi AI, Bliwise DL, Bliwise NG, Akbar MS, Uzen G, Frankel MR. Rate of 24-hour blood pressure decline and
mortality after spontaneous intracerebral hemorrhage: a retrospective analysis with a randomeffects regression model. Crit
Care Med 1999;27:480-485.[ISI][Medline]
86. Powers WJ , Adams RE, Yundt KD, et al. Acute pharmacological hypotension after intracerebral hemorrhage does not
change cerebral blood flow. Stroke 1999;30:242-242.abstract
87. TuhrimS, Horowitz DR, Sacher M, Godbold J H. Volume of ventricular blood is an important determinant of outcome in
supratentorial intracerebral hemorrhage. Crit Care Med 1999;27:617-621.[ISI][Medline]
88. Mayer SA, Kessler DB, Van HeertumRL, Thomas CE, Fink ME, Brannigan T. Effect of intraventricular blood on global
cortical perfusion in acute intracerebral hemorrhage: a single-photon emission computed tomographic study. Ann Neurol
1995;38:288-288.abstract
89. Adams RE, Diringer MN. Response to external ventricular drainage in spontaneous intracerebral hemorrhage with
hydrocephalus. Neurology 1998;50:519-523.[Abstract]
90. Naff NJ , Carhuapoma J R, Williams MA, et al. Treatment of intraventricular hemorrhage with urokinase: effects on 30-day
survival. Stroke 2000;31:841-847.[Abstract/Full Text]
91. Kaufman HH. Treatment of deep spontaneous intracerebral hematomas: a review. Stroke 1993;24:Suppl:I101-
I106.[ISI][Medline]
92. Hankey GJ , Hon C. Surgery for primary intracerebral hemorrhage: is it safe and effective? A systematic review of case
series and randomized trials. Stroke 1997;82:2126-2132.
93. Da Pian R, Bazzan A, Pasqualin A. Surgical versus medical treatment of spontaneous posterior fossa haematomas: a
cooperative study on 205 cases. Neurol Res 1984;6:145-151.[Medline]
94. Kobayashi S, Sato A, Kageyama Y, Nakamura H, Watanabe Y, Yamaura A. Treatment of hypertensive cerebellar
hemorrhage -- surgical or conservative management? Neurosurgery 1994;32:246-250.
95. Auer LM, Deinsberger W, Niederkorn K, et al. Endoscopic surgery versus medical treatment for spontaneous intracerebral
hematoma: a randomized study. J Neurosurg 1989;70:530-535.[ISI][Medline]
96. Zuccarello M, Brott T, Derex L, et al. Early surgical treatment for supratentorial intracerebral hemorrhage: a randomized
feasibility study. Stroke 1999;30:1833-1839.[Abstract/Full Text]
97. Kandel EI, Peresedov VV. Stereotaxic evacuation of spontaneous intracerebral hematomas. J Neurosurg 1985;62:206-
213.[ISI][Medline]
18
98. Montes J M, Wong J H, Fayad PB, Awad IA. Stereotactic computed tomographic-guided aspiration and thrombolysis of
intracerebral hematoma: protocol and preliminary experience. Stroke 2000;31:834-840.[Abstract/Full Text]
99. Berger AR, Lipton RB, Lesser ML, Lantos G, Portenoy RK. Early seizures following intracerebral hemorrhage:
implications for therapy. Neurology 1988;38:1363-1365.[Abstract]
100. Cervoni L, Artico M, Salvati M, Bristot R, Franco C, Delfini R. Epileptic seizures in intracerebral hemorrhage: a clinical
and prognostic study of 55 cases. Neurosurg Rev 1994;17:185-188.[ISI][Medline]




19

You might also like