You are on page 1of 7

HARSONO ET AL.

: PRODUKTIVITAS TUMPANGSARI UBIKAYU DENGAN KEDELAI DAN KACANG TANAH


186
Analisis Produktivitas Tumpangsari Ubikayu dengan Kedelai dan
Kacang Tanah di Lahan Kering Masam
Arief Harsono, Sudaryono, dan Budi Santoso Radjit
Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian
Jl. Raya Kendalpayak Km 8, Kotak Pos 66 Malang
ABSTRACT. Cassava Producti vi ty On an Intercroppi ng wi th
Soybean and Groundnut in Dry Acid Soil. The Ultisol acid soils
in Lampung are usually planted with cassava as a monoculture. On
the present research, cassava was intercropped with soybean
and groundnut. The research was carried out during the wet season
of 2007, following a cropping pattern of cassava +soybean /+
groundnut, in Rumbia Sub-district of Central Lampung. The
experiment was arranged in a split plot design with three replications.
The main plots were: (A) cassava 100% (125 cm x 60 cm plant
spacing) +soybean (planted two weeks before the cassava); (B)
cassava 100% (plants spacing 125 cm x 60 cm) +soybean (planted
at the same time with cassava); (C) cassava with double rows
[(80 cm x 60 cm) x 250 cm] +soybean (planted two weeks before
the cassava), and (D) cassava with double rows [(80 cm x 60 cm)
x 250 cm] +soybean (planted at the same time with cassava). The
sub plots were the rates of fertilizer application on groundnut planted
after soybean, i.e., (1) 75 kg urea +100 kg SP36 +100 kg KCl/ha;
(2) 37,5 kg urea +50 kg SP36 +50 kg KCl/ha, and (3) no NPK
fertilizer application. As control, at the same time, cassava, soybean,
and groundnut was each grown in monoculture. Plot size was 8 m
x 5 m. The cassava, soybean, and groundnut variety was each
UJ -5, Tanggamus, and Kancil, respectively. The rate of fertilizer
applied to soybean was 75 kg urea +100 kg SP36 +100 kg KCl +
1000 kg cattle manure +500 kg dolomite/ha, broadcast during the
planting time. Fertilizer applied on cassava at planting time was 100
kg urea +100 kg SP36 +100 kg KCl +1000 kg cattle manure +500
kg dolomite/ha, and at 4 month-old plants was 100 kg/ha urea.
Weeds, pests, and diseases controls were done intensively. The
results indicated that the level of cassava productivity in
monoculture could be increased to a Land Equipment Ratios (LER)
of 2.81-2.95, when it was grown in an intercropped with soybean
and groundnut, in a form of cassava +soybean /+groundnut planting
pattern. This cropping pattern increased farmers profit from Rp
13,580,000/ha to Rp 23,493,7000-24,601,800/ha or by 73-81%,
compared to that of cassava monoculture. To obtain a higher
soybean yield, higher rates of N and P fertilizers was needed.
Residues of cattle manure and dolomite that was been given to
soybean was still sufficient for groundnut planted after soybean.
To achieve 2.0 t/ha or more dry pods of groundnut yields, the crop
needed to be fertilized with 75 kg urea +100 kg SP36 +100 kg KCl/
ha. Reduction of fertilizer application by 50% decreased the
groundnut yield significantly.
Keywords: Crop productivity, Ultisol dry acid soils, cassava,
soybean, groundnut
ABSTRAK. Lahan masam Ultisol biasanya hanya ditanami ubikayu
monokultur., Pada pola monokultur ubikayu perlu disisipkan tanaman
kedelai dan kacang tanah untuk meningkatkan produktivitas lahan
dan pendapatan. Penelitian dilaksanakan dengan pola tumpangsari
berbasis ubikayu (ubikayu +kedelai /+kacang tanah) di lahan kering
masam Lampung Tengah pada Musim Tanam 2007. Percobaan
menggunakan rancangan petak terpisah dengan tiga ulangan. Petak
utama adalah (A) ubikayu populasi 100% (jarak tanam 125 cm x 60
cm) ditanam dua minggu setelah kedelai (2 MSUT); (B) ubikayu
populasi 100% (jarak tanam 125 cm x 60 cm) ditanam bersamaan
dengan kedelai (0 MSUT); (C) ubikayu baris ganda (80 cm x 60 cm)
x 250 cm ditanam 2 MSUT, dan (D) ubikayu baris ganda (80 cm x 60
cm) x 250 cm ditanam 0 MSUT. Anak petak adalah pemupukan pada
kacang tanah yang ditanam setelah kedelai, yaitu: (1) 75 kg urea +
100 kg SP36 +100 kg KCl /ha; (2) 37,5 kg urea +50 kg SP36 +50 kg
KCl/ha, dan (3) tidak dipupuk NPK. Ukuran setiap petak percobaan
adalah 8 m x 5 m. Sebagai kontrol, pada waktu yang sama ditanam
ubikayu, kedelai, dan kacang tanah secara monokultur. Varietas
ubikayu, kedelai, dan kacang tanah yang digunakan masing-masing
adalah UJ -5, Tanggamus, dan Kancil. Dosis pupuk untuk kedelai
adalah 75 kg urea +100 kg SP36 +100 kg KCl +1.000 kg pupuk
kandang +500 kg dolomit/ha, seluruhnya diberikan pada saat tanam.
Ubikayu dipupuk pada saat tanam dengan dosis 100 kg urea +100
kg SP36 +100 kg KCl +1.000 kg pupuk kandang +500 kg dolomit/
ha, dan pada umur 4 bulan dipupuk lagi dengan 100 kg/ha urea.
Pengendalian gulma, hama, dan penyakit dilakukan secara intensif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil ubikayu monokultur pada
lahan kering masam Lampung Tengah dapat ditingkatkan hingga
Land Equivalent Ratio (LER) 2,81-2,95 dengan menerapkan
polatanam ubikayu +kedelai /+kacang tanah. Perubahan polatanam
ubikayu dari monokultur ke tumpangsari meningkatkan keuntungan
petani dari Rp 13.580.000/ha menjadi Rp 23.493.7000 - 24.601.800/
ha atau meningkat 73-81%. Agar kedelai memberikan hasil yang
memadai diperlukan dosis pupuk N dan P lebih tinggi. Residu pupuk
kandang dan dolomit yang diberikan pada kedelai cukup untuk kacang
tanah yang ditanam sesudahnya. Tanaman kacang tanah perlu
dipupuk 75 kg urea +100 kg SP36 +100 kg KCl/ha untuk mencapai
hasil yang memadai (2,14-2,15 t/ha polong kering). Penurunan dosis
pupuk 50% nyata menurunkan hasil kacang tanah.
Kata kunci: Produktivitas tanaman, lahan kering masam Ultisol
ubikayu, kedelai, kacang tanah
D
i Indonesia, lahan yang berpotensi besar untuk
pengembangan kedelai adalah lahan kering
masam. Menurut Marwoto et al. (2005), salah
satu daerah lahan kering masam yang perlu diprioritas-
kan untuk pengembangan kedelai adalah Lampung
dengan luas areal 164.500 ha. Pengembangan kedelai di
Lampung, di samping menghadapi masalah tanah
masam yang tidak sesuai untuk kedelai juga mendapat
tantangan dari ubikayu yang sulit digeser karena telah
ditunjang oleh sektor industri. Sifat kimia tanah yang
menjadi hambatan dalam pengembangan kedelai di
Lampung menurut Taufiq et al. (2004) adalah pH tanah
rendah (< 5), kejenuhan Al tinggi (24,5-30,2%),
kesediaan hara P dan K rendah, dan tingginya
kandungan Fe dan Mn. Namun di daerah yang sistem
pertaniannya intensif menurut Harsono et al (2006), pH
tanah sudah berkisar antara 4,70-5,90 dengan Al-dd
PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 29 NO. 3 2010
187
rendah, hara N P K dan Ca cukup bagi pertumbuhan
kedelai, sehingga tanaman kurang respon terhadap
pemupukan NPK dan dolomit. Pada lahan masam,
menurut Ritchie (1980), pengaruh keracunan Al lebih
dominan dibanding defisiensi hara atau keracunan hara
lain, karena Al menghambat pertumbuhan akar dan
menurunkan efisiensi absorbsi hara dan air (Scott and
Fisher 1989), dan menghambat pertumbuhan mikroba
penambat N dan pelarut/penambang P (Coventry and
Evans 1989, Thompson 1991). Untuk dapat tumbuh
optimal, kedelai memerlukan tanah yang bereaksi netral.
Sifat kimia tanah masam yang tidak sesuai dengan
kebutuhan tanaman kedelai tersebut dapat dikoreksi
antara lain dengan menanam varietas kedelai toleran
lahan masam. Varietas Slamet, Sindoro, Ratai, Seulawah,
Tanggamus, Sibayak, Singgalang, dan Nanti tergolong
toleran terhadap tanah masam, meskipun belum teruji
benar pada tingkat kejenuhan Al di atas 20%.
Usahatani ubikayu yang sudah terjamin pemasaran-
nya juga menjadi hambatan dalam pengembangan
kedelai di Lampung, terutama bila kedelai akan
dikembangkan secara monokultur. Peluang yang paling
memungkinkan untuk pengembangan kedelai di
Lampungadalah dengan menyisipkan tanaman di
antara tanaman ubikayu yang ditanam secara tanam
lorong atau tumpangsari ubikayu dengan kedelai. Luas
tanam ubikayu di Lampung mencapai 300 ribu ha per
tahun (BPS 2009). Dengan berkembangnya industri
bioetanol dan industri lain yang memerlukan bahan
baku ubikayu, diperkirakan luas tanam komoditas ini di
Lampung akan terus berkembang. Oleh karena itu,
pengembangan kedelai di Lampung dengan
memanfaatkan ruang tumbuh di antara ubikayu
(sebelum ubikayu dipanen), dapat memberi nilai
tambah bagi petani. Ruang tumbuh di antara tanaman
ubikayu setelah kedelai dipanen, masih dapat ditanami
kacang tanah, apabila penataan tanaman cukup baik
sehingga pendapatan petani makin meningkat.
Bersarakan deskripsinya, varietas kacang tanah
toleran lahan masam adalah Badak, Trenggiling, Simpai,
dan Turangga. Varietas Bison dan Turangga juga
tergolong toleran naungan hingga 25%. Pertanaman
tumpangsari dan tumpanggilir ubikayu yang disertai
dengan pemupukan berimbang, selain meningkatkan
pendapatan petani juga dapat menjaga kelestarian
kesuburan tanah. Menurut Ispandi (2002), penurunan
kesuburan tanah akibat tanam ubikayu secara terus-
menerus dengan penggunan pupuk yang tidak
berimbang dapat ditekan dengan ubikayu secara
tumpangsari. Pada lahan kering tanah Alfisol Gunung
Kidul, tumpangsari ubikayu dengan jagung dan ubikayu
dengan kacang tanah masing-masing dapat meningkat-
kan kadar C-organik tanah 12% dan 56%, dibanding
ubikayu monokultur. Wargiono et al. (2005) juga
melaporkan bahwa tumpangsari ubikayu dengan
kacang tanah dapat menekan erosi dari 31,9 t/ha pada
ubikayu monokultur menjadi 16,6 t/ha.
Dari uraian di atas tampak peluang bagi pe-
ngembangan kedelai atau kacang kacangan lain di
Lampung sebagai sentra produksi ubikayu tanpa
mengganggu produksi ubikayu. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui peningkatan produktivitas lahan
masam Ultisol yang biasanya hanya ditanami ubikayu
monokultur dengan menyisipkan tanaman kedelai dan
kacang tanah.
METODE PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan pada musim tanam 2007 dengan
pola ubikayu + kedelai /+ kacang tanah di lahan kering
masam Ultisol di Kecamatan Rumbia RB-1 Lampung
Tengah. Rancangan percobaan yang digunakan adalah
petak terpisah, tiga ulangan. Sebagai petak utama adalah
cara tanam dan waktu tanam ubikayu yaitu A) ubikayu
populasi 100% baris tunggal (jarak tanam 125 cm x 60
cm) ditanam dua minggu setelah kedelai ditanam, B)
ubikayu populasi 100% baris tunggal (jarak tanam 125
cm x 60 cm) ditanam bersamaan dengan kedelai, C)
ubikayu jarak baris ganda (80 cm x 60 cm) x 250 cm
ditanam dua minggu setelah tanam kedelai, dan D)
ubikayu jarak baris ganda (80 cm x 60 cm) x 250 cm
ditanam bersamaan dengan kedelai. Sebagai anak petak
adalah pemupukan pada kacang tanah yang ditanam
setelah kedelai yaitu 1) dipupuk 75 kg urea + 100 kg
SP36 + 100 kg KCl /ha, 2) dipupuk 37,5 kg urea + 50 kg
SP36 + 50 kg KCl/ha, dan 3) tidak dipupuk NPK.
Petak percobaan berukuran 8 m x 5 m. Pada waktu
yang sama juga ditanam ubikayu, kedelai, dan kacang
tanah secara monokultur. Dosis pupuk anjuran yang
digunakan untuk kedelai adalah 75 kg urea + 100 kg
SP36 + 100 kg KCl + 1.000 kg pupuk kandang + 500 kg
dolomit/ha, seluruhnya diberikan pada saat tanam.
Varietas yang digunakan adalah Tanggamus untuk
kedelai dan UJ-5 untuk ubikayu, sedangkan kacang
tanah menggunakan varietas Kancil. Untuk ubikayu,
pada saat tanam dipupuk 100 kg urea + 100 kg SP36 +
100 kg KCl + 1.000 kg pupuk kandang + 500 kg dolomit/
ha, dan pada umur 4 bulan dipupuk lagi dengan 100 kg/
ha urea. Pengendalian gulma, hama dan penyakit
dilakukan secara intensif.
Data yang dikumpulkan antara lain sifat kimia tanah.
Untuk kedelai pengamatan dilakukan terhadap tinggi
tanaman, radiasi surya yang diterima tanaman, jumlah
polong isi/tanaman, dan hasil biji. Untuk ubikayu dan
kacang tanah hanya hasil umbi yang diamati, yang
HARSONO ET AL.: PRODUKTIVITAS TUMPANGSARI UBIKAYU DENGAN KEDELAI DAN KACANG TANAH
188
dikonversi ke dalam satuan t/ha. Untuk produktivitas
lahan diamati nisbah kesetaraan lahan (LER), dihitung
menurut cara yang dikemukakan oleh Nadar (1980)
sebagai berikut:
1. LER parsial ubikayu = Hasil ubikayu tumpangsari/
hasil ubikayu monokultur
2. LER parsial kedelai = Hasil kedelai tumpangsari/
hasil kedelai monokultur
3. LER parsial kacang tanah = Hasil kacang tanah
tumpangsari/hasil kacang tanah monokultur
4. LER tumpangsri = LER 1 + LER 2 + LER 3
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sifat kimia tanah lokasi percobaan tergolong sangat
masam (pH 4,00), dengan kandungan C organik rendah,
N sangat rendah; P tinggi, S, K, Na. Ca dan Mg rendah;
Fe, Mn dan Zn sangat tinggi dengan kejenuhan Al 27,8
(Tabel 1). Sifat tersebut kurang sesuai untuk budi daya
kedelai dan kacang tanah yang memerlukan tanah
dengan pH netral dan kejenuhan Al maksimal 20% untuk
kedelai (Sumarno dan Manshuri 2007) dan 25% untuk
kacang tanah. Untuk itu, agar tanaman kedelai dan
kacang tanah di Rumbia Lampung Tengah dapat tumbuh
baik diperlukan input yang cukup, terutama nitrogen,
bahan organik, Ca, K, dan Mg. Curah hujan selama
pelaksanaan penelitian (Februari-Oktober) cukup untuk
pertumbuhan tanaman (Gambar 1).
Kedelai ditanam pada pertengahan Februari,
ubikayu ditanam bersamaan dan dua minggu setelah
tanam kedelai, kacang tanah ditanam pada pertengahan
Mei dan panen pada akhir Agustus, sedangkan ubikayu
dipanen pada pertengahan Desember. Curah hujan
untuk tanaman kedelai mencukupi selama percobaan
berlangsung, yakni 450 mm untuk selama pertumbuhan
tanaman (3 bulan), tetapi distribusinya kurang merata.
Pada bulan pertama, curah hujan cukup tinggi, lebih
dari 200 mm per bulan, sedang saat menjelang panen
yakni bulan Mei curah hujan masih tinggi, sekitar 100
mm per bulan, sehingga menyulitkan prosesing hasil
panen. Untuk kacang tanah, selama pertumbuhan
tanaman juga masih cukup mendapatkan curah hujan,
sekitar 350 mm dengan distribusi yang lebih baik.
Menurut Harsono et al. (2005 dan 2007), untuk tumbuh
optimal, tanaman kedelai dan kacang tanah
memerlukan air 300-450 mm.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa radiasi surya
yang diterima tanaman kedelai yang terdekat tanaman
ubikayu beragam, bergantung pada cara dan waktu
tanam ubikayu. Kedelai yang ditanam dua minggu
sebelum ubikayu ditanam menerima radiasi surya lebih
tinggi dibanding kedelai yang ditanam bersamaan
dengan ubikayu. Kedelai yang ditanam di antara ubikayu
baris tunggal 125 cm x 60 cm juga menerima radiasi
surya lebih banyak dibanding kedelai yang ditanam di
antara ubikayu baris ganda (80 x 60 cm) x 250 cm. Hal
ini disebabkan karena pertumbuhan vegetatif ubikayu
yang ditanam baris ganda lebih cepat rimbun sehingga
efek naungannya lebih besar. Namun pengaruh
naungan tersebut belum berpengaruh terhadap
perkembangan tinggi tanaman, yang ditunjukkan oleh
tidak adanya perbedaan tinggi tanaman kedelai akibat
pengaruh cara dan waktu tanam ubikayu (Tabel 2).
Tanaman kedelai yang mendapat naungan lebih berat,
yakni di antara baris ganda ubikayu yang ditanam
bersamaan dengan kedelai, menghasilkan indeks
klorofil lebih tinggi. Namun pengaruh naungan ubikayu
Gambar 1. Distribusi curah hujan selama penelitian berlangsung
dengan pola tanam ubikayu +kedelai /- kacang tanah.
Lampung Tengah, MT 2007.
Tabel 1. Sifat kimia tanah Kecamatan Rumbia RB-1, Lampung Tengah.
Sifat tanah Nilai Keterangan
pH H
2
0 4,00 Sangat masam
pH KCl 3,65 Sangat masam
C-organik (%) 1,53 Rendah
N (%) 0,09 Sangat rendah
P
2
O
5
(ppm) 40,10 Tinggi
SO4 (ppm) 36,20 Rendah
K (me/100 g) 0,12 Rendah
Na (me/100 g) 0,26 Rendah
Ca (me/100 g) 1,90 Rendah
Mg (me/100 g) 0,55 Rendah
Al dd (me/100 g) 1,09 -
Kejenuhan Al (%) 27,80 -
H dd (me/100 g) 0,31 Sangat tinggi
KTK (me/100 g) 61,10 Sangat tinggi
Fe (ppm) 81,00 Sangat tinggi
Zn (ppm) 1,92 Sangat tinggi
Mn (ppm) 10,90
PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 29 NO. 3 2010
189
dengan berbagai cara dan waktu tanam tersebut belum
berpengaruh terhadap jumlah polong isi per tanaman
kedelai. Jumlah polong isi kedelai berkisar antara 32-43
polong per tanaman.
Kedelai yang ditanam dua minggu sebelum ubikayu
ditanam dengan baris ganda (80 cm x 60 cm) x 250 cm
tumbuh lebih kekar (pendek dan kokoh), cabang lebih
banyak, dan jumlah polong per tanaman lebih banyak,
tetapi tidak berbeda dengan jumlah polong isi kedelai
yang ditanam di antara ubikayu baris tunggal dengan
jarak tanam 125 cm x 60 cm, dua minggu setelah tanam
kedelai (Tabel 2). Lebih baiknya pertumbuhan tanaman
dan hasil biji kedelai yang ditanam di antara ubikayu
baris ganda (80 cm x 60 cm) x 250 cm, dua minggu
sebelum ubikayu ditanam, karena kedelai bisa
mendapatkan radiasi surya lebih baik sehingga aktivitas
fotosintesis juga lebih baik. Hasil kedelai ini tergolong
rendah (tertinggi 0,94 t/ha), karena kesuburan tanah di
lokasi percobaan sangat rendah dengan indikasi pH
tanah hanya 4,0 dan kandungan bahan organik, hara N,
K, dan Ca rendah. Pupuk kandang 1.000 kg/ha, dolomit
500 kg/ha, SP36 100 kg/ha, dan urea 75 kg/ha yang
diberikan pada percobaan ini belum cukup memberikan
suplai hara untuk pertumbuhan kedelai, dengan indikasi
tanaman masih tumbuh kekuning-kuningan seperti
mengalami kahat N dengan indeks klorofil tergolong
rendah. Jarak tanam dan waktu tanam ubikayu juga
tidak berpengaruh banyak terhadap indeks klorofil daun
kedelai pada umur 65 hari (Tabel 2).
Sundari (2006) melaporkan bahwa penaungan pada
tanaman kacang hijau hingga 52% tidak berpengaruh
terhadap total kandungan klorofil daun, tetapi
mengubah komposisi kandungan klorofil A dan B. Untuk
pemupukan, Arsyad (2000) melaporkan pemberian
kapur 1 t/ha dan pupuk kandang 5 t/ha mampu
meningkatkan hasil kedelai 87% pada lahan masam di
Lampung dan 267% di Sitiung, residunya masih
meningkatkan hasil kedelai 80% di Lampung dan 594%
di Sitiung. Pemupukan 50 kg urea + 75 kg SP36 + 75 kg
KCl/ha + 3.000 kg dolomit + 2.000 kg pupuk kandang +
Gandasil D dan B 2 g/liter di lahan masam dengan
memberikan hasil 1,71-2,52 t/ha untuk varietas
Tanggamus dan 1,30-2,02 t/ha untuk varietas Sibayak
(Sudaryono et al. 2003). Pemupukan 75 kg urea + 100
kg SP36 + 500 kg CaO (setara 1.500 kg dolomit) di
Lampung Tengah memberikan hasil biji kering 1,45 +
0,34 t/ha. Peningkatan dosis pupuk SP36 hingga 300 kg/
ha dan dolomit hingga 3.000 kg/ha tidak meningkatkan
hasil (Rumbaina et al. 2004). Harsono et al. (2010)
melaporkan, pada tanah Ultisol Lampung Timur dengan
pH 4,2 dan kejenuhan Al > 43%, untuk dapat mencapai
hasil 1,2 t/ha tanaman kedelai memerlukan penurunan
kejenuhan Al hingga 20% (setara dengan penambahan
dolomit 1,8 t/ha) dan pemupukan urea 100 kg + 300 kg
SP18 + 100 kg KCl + 5.000 kotoran ayam/ha. Melihat
hasil penelitian Arsyad (2000), Rumbaina et al. (2004),
dan Harsono (2010), diduga rendahnya hasil kedelai
pada penelitian ini disebabkan oleh rendahnya dosis
pupuk NP, pupuk organik (pupuk kandang), dan
dolomit.
Kacang tanah varietas Kancil yang ditanam di antara
ubikayu sesudah kedelai ditanam dapat tumbuh baik
dengan hasil yang cukup memadai. Hasil 2,25 t/ha
polong kering dapat dicapai apabila kacang tanah
ditanam sesudah kedelai pada polatanam ubikayu yang
ditanam dua minggu sesudah kedelai dengan jarak
tanam baris ganda (80 x 60 cm) x 250 cm. Hal ini
disebabkan oleh mundurnya waktu tanam ubikayu,
naungan pada tanaman kacang tanah relatif berkurang.
Hasil kacang tanah 2,25 t/ha bisa didapat apabila kacang
tanah dipupuk 75 kg urea + 100 kg SP36 + 100 kg KCl/
ha (Tabel 3). Apabila kacang tanah dipupuk dengan
setengah dosis (37,5 kg urea + 50 kg SP36 + 50 kg KCl/
ha) dan tidak dipupuk NPK, masing-masing
memberikan hasil 1,30 t/ha dan 1,04 t/ha polong kering.
Hal ini menunjukkan sisa pupuk NPK yang diberikan
pada kedelai tidak cukup untuk memenuhi kebutuhaan
hara kacang tanah yang ditanam berikutnya, dan
memperkuat dugaan bahwa rendahkan hasil kedelai
pada penelitian disebabkan oleh rendahnya kesuburan
Tabel 2. Pengaruh cara dan waktu tanam ubikayu terhadap radiasi surya, tinggi tanaman, indeks klorofil daun, dan jumlah polong kedelai.
Lampung Tengah, MT 2007.
J arak tanam ubikayu dan Radiasi surya yang Tinggi tanaman Indeks klorofil J umlah polong
waktu tanam kedelai diterima tajuk kedelai kedelai panen daun kedelai isi/tanaman
paling dekat ubikayu (%) (cm) umur 65 hari
125 x 60 cm, kedelai 2 MSTU 52,6 62,9 a 34,4 b 36,3 ab
125 x 60 cm, kedelai 0 MSTU 48,0 57,5 a 33,9 b 32,1 a
(80 x 60 cm) x 250 cm, kedelai 2 MSTU 49,2 57,9 a 33,2 b 43,5 b
(80 x 60 cm) x 250 cm, kedelai 0 MSTU 47,2 54,9 a 36,3 a 33,5 a
Angka sekolom yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda pada taraf 0,05 BNT.
MSTU =minggu sebelum tanam ubikayu. HST =hari setelah tanam.
HARSONO ET AL.: PRODUKTIVITAS TUMPANGSARI UBIKAYU DENGAN KEDELAI DAN KACANG TANAH
190
tanah dan kurangnya dosis pupuk NP, pupuk organik,
dan dolomit. Hasil 2,14 t/ha polong kering juga didapat
dari kacang tanah yang ditanam pada bekas kedelai yang
ditanam dua minggu sebelum ubikayu ditanam dengan
jarak tanam ubikayu 125 cm x 60 cm. Dengan cara tanam
ini, kacang tanah yang dipupuk 37,5 kg urea + 50 kg
SP36 + 50 kg KCl/ha dan tidak dipupuk NPK masing-
masing memberikan hasil 1,41 t/ha dan 1,14 t/ha polong
kering (Tabel 3).
Hasil penelitian Harsono et al. (2010) pada tanah
Ultisol Lampung Timur menunjukkan bahwa untuk
mencapai hasil maksimal, kebutuhan pupuk organik dan
dolomit kacang tanah lebih rendah dibanding kedelai.
Pada jarak tanam ubikayu 125 cm x 60 cm, yang ditanam
bersamaan dengan kedelai, setelah kedelai dipanen,
lahan di antara ubikayu tidak dapat ditanam kacang
tanah karena kanopi ubikayu sudah hampir menutup.
Pada penelitian ini, prosesing hasil panen kedelai
mengalami kesulitan karena curah hujan masih tinggi
(Gambar 1). Oleh karena itu, untuk memudahkan
prosesing hasil panen kedelai, polatanam ubikayu +
kedelai /+ kacang tanah akan lebih baik bila diubah
menjadi uhikayu + kacang tanah /+ kedelai.
Apabila hasil kedelai dan kacang tanah disetarakan
dengan hasil ubikayu berdasarkan harga jual ubikayu
Rp 700/kg, kedelai Rp 5500/kg biji, dan kacang tanah Rp
7500/kg polong kering, nisbah kesetaraan penggunaan
lahan (LER) untuk ubikayu monokultur di lahan kering
masam Lampung Tengah dapat ditingkatkan dari 1,0
menjadi 2,81-2,95 apabila ubikayu ditanam tumpangsari
atau sistem lorong (jarak baris ganda) dengan kedelai
dan setelah kedelai dipanen, pada bekas kedelai
ditanami lagi dengan kacang tanah (Tabel 4). Apabila
dalam pola tanam tersebut kedelai ditanam dua minggu
lebih awal dari ubikayu yang ditanam pada jarak 125 cm
x 60 cm, ubikayu menghasilkan 28,0 t/ha ubi segar,
kedelai 0,87 t/ha, dan kacang tanah 2,14 t/ha, dengan
meningkatkan keuntungan dari Rp 13.580.000 (B/C ratio
2,40) menjadi Rp 24.601.800/ha (B/C ratio 2,14). Pada
pola tanam sistem lorong, jarak tanam ubikayu (80 x 60
cm) x 250 cm, keuntungan Rp 23.493.700/ha dengan B/
C ratio 2,04. Dibanding ubikayu monokultur, kedua pola
tanam tersebut masing-masing meningkatkan
pendapatan 81% dan 73% meskipun dengan nilai B/C
ratio sedikit lebih rendah (Tabel 5).
Tabel 3. Pengaruh cara tanam ubikayu, waktu tanam kedelai, dan pemupukan pada kacang tanah setelah kedelai terhadap hasil ubikayu,
kedelai, dan kacang tanah. Lampung Tengah, MT 2007.
J arak tanam ubikayu dan Pemupukan pada Hasil (t/ha)
waktu tanam kedelai kacang tanah (kg/ha)
urea +SP36 +KCl Ubikayu Kedelai Kacang tanah
125 x 60 cm, kedelai 2 MSTU 75 +100 +100 28,01 a 0,87 a 2,14 a
37,5 +50 +50 24,73 ab - 1,41 b
0 +0 +0 24,29 abc - 1,14 abc
125 x 60 cm, kedelai 0 MSTU 75 +100 +100 19,68 cd 0,92 a *
37,5 +50 +50 14,01 e - *
0 +0 +0 16,31 de - *
(80 x 60 cm) x 250 cm, kedelai 2 MSTU 75 +100 +100 25,35 ab 0,94 a 2,25 a
37,5 +50 +50 21,10 bc - 1,30 bc
0 +0 +0 22,07 bc - 1,04 cd
(80 x 60 cm) x 250 cm, kedelai 0 MSTU
75 +100 +100 21,28 bc 0,74 b 1,25 bc
37,5 +50 +50 21,13 bc - 1,18 bc
0 +0 +0 23,76 abc - 0,85 d
Angka sekolom yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda pada taraf 0,05 BNT.
* =Setelah kedelai dipanen di antara ubikayu tidak dapat ditanami kacang tanah karena naungan. MSUT =minggu sebelum tanam ubikayu.
PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 29 NO. 3 2010
191
Tabel 5. Pengaruh cara tanam ubikayu dan waktu tanam kedelai serta pemupukan kacang tanah setelah panen kedelai terhadap pendapatan.
Lampung Tengah, MT 2007 per hektar.
J arak tanam dan waktu tanam ubikayu di Pemupukan pada Pendapatan Biaya keuntungan B/C
antara tanaman kedelai dan kacang tanah kacang tanah kotor produksi (Rp) ratio
(kg/ha) (Rp) (Rp)
Urea+SP36+KCl
125 x 60 cm, kedelai 2 MSTU/+kc tanah 75 +100 +100 36.136.800 11.535.000 24.601.800 2,13
37,5 +50 +50 28.366.800 11.501.250 16.865.550 1,47
0 +0 +0 26.028.800 10.567.500 15.461.300 1,46
125 x 60 cm, kedelai 0 MSTU/+kc tanah 75 +100 +100 14.282.100 8.485.500 5.796.600 0,68
37,5 +50 +50 10.313.100 8.485.500 1.827.600 0,22
0 +0 +0 11.923.100 8.485.500 3.437.600 0,41
(80 x 60 cm) x 250 cm, kedelai 2 MSTU/+kc tanah 75 +100 +100 35.028.700 11.535.000 23.493.700 2,04
37,5 +50 +50 24.906.700 11.501.250 13.405.450 1,17
0 +0 +0 23.632.700 10.567.500 13.065.200 1,24
(80 x 60 cm) x 250 cm, kedelai 0 MSTU/+kc tanah 75 +100 +100 24.772.300 11.535.000 13.237.300 1,15
37,5 +50 +50 24.156.300 11.501.250 12.655.050 1,10
0 +0 +0 23.526.300 10.567.500 12.958.800 1,23
Ubikayu monokultur 19.250.000 5.670.000 13.580.000 2,40
Harga ubikayu Rp 700/kg ubi basah, kedelai Rp 5.500/kg biji, dan kacang tanah Rp 7.500/kg polong kering.
KESIMPULAN
1. Produktivitas lahan kering masam di Lampung
Tengah dapat ditingkatkan hingga Land Equivalent
Ratio (LER) 2,81-2,95 dengan penerapan polatanam
ubikayu + kedelai /+ kacang tanah. Perubahan
polatanam tersebut dapat meningkatkan ke-
untungan sebesar 73-81% dibanding kalau lahan
ditanami ubikayu monokultur.
2. Kedelai mampu memberikan hasil yang memadai
dengan dosis pupuk yang cukup. Residu pupuk
kandang dan dolomit yang diberikan pada kedelai
cukup tersedia untuk kacang tanah yang ditanam
sesudahnya. Untuk mencapai hasil kacang tanah
yang tinggi diperlukan tambahan pupuk NPK.
Tabel 4. Pengaruh cara dan waktu tanam ubikayu di antara kedelai dan pemupukan kacang tanah setelah panen kedelai terhadap hasil
ubikayu, kedelai, dan kacang tanah setara ubikayu. lampung Tengah, MT 2007.
J arak tanam ubikayu dan Pemupukan pada Hasil (t/ha)
waktu tanam kedelai kacang tanah (kg/ha) LER
Urea +SP36 +KCl Ubikayu Kedelai Kacang tanah
setara ubikayu setara ubikayu
125 x 60 cm, kedelai 2 MSTU 75 +100 +100 28,01 6,84 22,93 2,95
37,5 +50 +50 24,73 0 15,11 2,40
0 +0 +0 24,29 0 12,21 2,22
125 x 60 cm, kedelai 0 MSTU 75 +100 +100 19,68 7,23 0 1,42
37,5 +50 +50 14,01 0 0 1,22
0 +0 +0 16,31 0 0 1,30
(80 x 60 cm) x 250 cm, kedelai 2 MSTU 75 +100 +100 25,35 5,81 24,11 2,81
37,5 +50 +50 21,1 0 13,93 2,10
0 +0 +0 22,07 0 11,14 1,98
(80 x 60 cm) x 250 cm, kedelai 0 MSTU 75 +100 +100 21,28 7,39 13,37 2,23
37,5 +50 +50 21,13 0 12,64 2,19
0 +0 +0 23,76 0 9,11 2,09
Ubikayu monokultur 27,5 0 0
Kedelai monokultur 0 10,21 0
Kacang tanah monokultur 0 0 18,21
Harga ubikayu Rp 700/kg ubi basah, kedelai Rp 5.500/kg biji, dan kacang tanah Rp 7.500/kg polong kering.
HARSONO ET AL.: PRODUKTIVITAS TUMPANGSARI UBIKAYU DENGAN KEDELAI DAN KACANG TANAH
192
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, D.M. 2000. Pengaruh residu perbaikan kondisi lahan
masam terhadap kedelai. Makalah Seminar Ilmu Tanah,
Jember 29 Juli 2000. Universitas Jember.
BPS. 2008. Statistik Indonesia. Biro Pusat Statistik Indonsia. Jakarta.
Carpenter, A.C. and J.E. Board. 1997b. Growth dynamic factors
controlling soybean yield stability across plant populations.
Crop Sci. 37:1520-1526.
Coventry, D.R. and J. Evans. 1989. Symbiotic nitrogen and soil
aciditty. p. 103-128. In: A.D. Robsonm (Ed.). Soil acidity and
plant growth. Acad. Press. Harcourt Brace Jovanovich,
Publishers.
Harsono, A., Subandi, dan Suyantini. 2010. Formulasi pupuk hayati
dan organik untuk meningkatkan produktivitas tanaman aneka
kacang dan ubi 20% dan menghemat pupuk kimia 50%.
Laporan Tengah Tahun. Balai Penelitian Tanaman Kacang-
kacangan dan Umbi-umbian. Balitkabi. Malang. 26 p.
Harsono, A., Sudaryono, dan B.S. Santoso. 2006. Maksimalisasi
pemanfaatan radiasi matahari secara kultur teknis pada
kedelai di lahan kering masam. Laporan Tahunan Balitkabi
2006. Balitkabi. Malang. 18 p.
Ispandi, A. 2002. Pengelolaan ubikayu di lahan kering Alfisol
mendukung agroindustri dan optimasi produktivitas lahan.
Dalam: M. Yusuf et al. (Eds.). Teknologi inovatif tanaman
kacang-kacangan dan umbi-umbian mendukung ketahanan
pangan. Puslitbaangtan. Bogor. p. 96-107.
Leihner, D., 1983. Management and evaluation of intercropping
system with cassava. Centro International de Agricultura
Tropical (CIAT). Cali. Colombia. 70 p.
Marwoto, D.K.S. Swastika, dan P. Simatupang, 2005.
Pengembangan kedelai dan kebijakan penelitian di Indonesia.
Badan Litbang Pertanian. Jakarta. 19 p.
Munip, A. dan A. Ispandi, 2004. Pengaruh pengapuran terhadap
serapan hara, hasil umbi, dan kadar pati beberapa klon
ubikayu di lahan kering masam. Laporan Teknis 2003.
Balitkabi. Malang. 14 p.
Radjid, B.S., N. Saleh, Y. Widodo, A. Munip, dan Nila P. 2005.
Peningkatan produktivitas ubikayu pada sistem tumpangsari
di lahan kering. Laporan Teknis 2005. Balai Penelitian Tanaman
Kacang-kacangan dan Umbi-umbuan. Malang. 16 p.
Ritchie, G.S.P. 1989. The chemical behaviour of aluminium,
hydrogen and manganese in acid soils. p.1-49. In: A.D.
Robsonm (Eds.). Soil acidity and plant growth. Acad. Press.
Harcourt Brace Jovanovich, Publishers.
Rumbaina, D., Amrizal N., Widiyantoro, Marwoto, A. Taufiq, H.
Kuntyastuti, D.M. Arsyad, dan Heryanto. 2004. Pengembangan
kedelai melalui pendekatan pengelolaan tanaman terpadu
(PTT) di lahan masam. p. 61-72. Lokakarya Pengembangan
Kedelai melalui PTT di Lahan Masam. Kerjasama Balitkabi
dengan BPTP Lampung.
Scott, B.J. and J.A. Fisher. 1989. Selection of genotypes tolerant of
aluminium and manganese. p. 167196. In: A.D. Robsonm
(Eds.). Soil acidity and plant growth. Acad. Press. Harcourt
Brace Jovanovich, Pub. p.1-49.
Sudaryono, H. Kuntiastuti, D.M. Arsyad, dan Purwantoro. 2003.
Teknologi budi daya kedelai di lahan kering masam
Lampung. p. 98-106. Dalam: S. Hardaningsih et al. (Eds.).
Teknologi inovatif agribisnis kacang-kacangan dan umbi-
umbian. Puslitbangtan. Bogor.
Sumarno dan A.G. Manshuri. 2007. Persyaratan tumbuh dan
wilayah produksi kedelai di Indonesia. p.74-103. Dalam:
Sumarno et al. (Eds.). Kedelai: teknik produksi dan
pengembangan. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Tanaman Pangan. Bogor.
Sundari, A. 2009. Respons, mekanisme dan seleksi ketahanan
kacang hijau terhadap naungan. Disertasi Sekolah
Pascasarjana Universitas Gajah Mada. p. 111-116.
Taufiq, A., H. Kuntyastuti, dan A.G. Mansuri. 2004. Pemupukan dan
ameliorasi lahan kering masam untuk peningkatan
produktivitas kedelai. p. 21-40. Dalam: Lokakar ya
Pengembangan Kedelai melalui Pendekatan Pengelolaan
Tanaman Terpadu di Lahan Masam. Balitkabi dan BPTP
Lampung.
Thompson, J.P. 1991. How does organic farming perform in relation
to soil biology. p. 23-30. In: Thompson and Thomass (Eds.)
Organic in field crop production. Queensland Dep. of Primary
Industries. Brisbane.
Wargiyono, J., A. Hasanuddin, dan Suyamto. 2005. Teknologi
produksi ubikayu mendukung industri bioetanol. Puslitbang
Tanaman Pangan. Bogor. 42 p.

You might also like