You are on page 1of 16

0

REFERAT
PENGGUNAAN ANTIBIOTIK DALAM DERMATOLOGI

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Sebagai Dokter Muda Stase Kulit dan Kelamin
di RSUD Tugurejo Semarang





Disusun Oleh :
Sandhy Hapsari Andamari
H2A010046


Dosen pembimbing :
dr. Agnes S Widayati, Sp. KK


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2014

1

BAB I
PENDAHULUAN

I. Latar Belakang
Antibiotik adalah salah satu obat yang paling sering diresepkan dalam
pengobatan modern dan digunakan untuk mengobati infeksi bakteri pada
tubuh jika digunakan dengan benar. Antibiotik juga dikenal sebagai
antibacterial; antibiotic diambil dari kata Yunani dimana anti berarti
melawan dan bios berarti hidup ( bakteri bentuk kehidupan . penisilin
adalah antibiotic pertama kali ditemukan oleh Alexander Fleming pada tahun
1929 dan ini merupakan penemuan yang signifikan dalam ilmu kedokteran.
1

Menurut European Centre for Disease Prevention and Control (ECDC),
resiastensi antibiotic terus menjadi ancaman kesehatan masyarakat yang
serius di seluruh dunia. Dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan pada
tanggal 19 November 2012, ECDC menginformasikan bahwa diperkirakan
25.000 orang meninggal dunia setiap tahun disebabkan oleh infeksi bakteri
yang mengalami resisten antibiotic di Uni Eropa.
Menurut National Health Services ( NHS) di United Kingdom , ada
berbagai jenis antibiotic dan dipakai tergantung pada jenis infeksi.
Diantaranya adalah beta laktam, makrolid, tetrasiklin,
kuinolon,aminoglikosida, sulfonamide, glikopreptida dan oxazozolidinones..
antibiotic bersifat bakterisidal yang bekerja dengan membunuh bakteri atau
bakteriostatik dimana ia bekerja dengan menghentikan perkembangan
bakteri.
1

Menurut Centers for Disease Control dan Prevention ( CDC ) 2011,
68% antibiotik diresepkan bagi pasien yang menderita penyakit saluran nafas
akut dan 80% tidak memerlukan pengobatan tersebut. Selain itu menurut
World Health Organisation (WHO) 2010, sejak tahun 2000, antibiotic dan
antimikroba lain telah menjadi obat yang paling sering diproduksi di
Thailand.
Indonesia menduduki peringkat ke-8 dari 27 negara dengan beban tinggi
kekebalan obat terhadap kuman (Multidrug Resistance/ MDR) didunia
berdasarkan data Badan Kesehatan Dunia ( WHO ) tahun 2009. Infeksi kulit
2

yang disebabkan oleh bakteri umumnya dilihat dalam praktek adalah
impetigo, erysipelas, selulitis, dan folikulitis. Organism yang paling umum
terlihat pad kulit yang terserang infeksi bakteri adalah strreptokokus,
staphylococcus aureus dan Methicilin-resistent Staphylococcus Aureus
(MRSA). Infeksi bakteri kulit menjadi kondisi ketujuh yang paling umum
dijumpai pada anak anak yang dirawat di rumah sakit pada tahun 2009)



















3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Antibiotik adalah subgroup dari derivat antiinfeksi oleh karena bakteri dan
digunakan untuk mengobati infeksi bakteri. Pada golongan obat lain,
terutama sulfonamide efektif sebagai antibakterial.
2

B. Klasifikasi
Meskipun terdapat beberapa golongan untuk antibiotik berdasarkan
spektrum bakteri atau cara pemberian ( injeksi, oral dan topikal) atau sifat (
bakterisid dan bakteriostatis). Golongan antibiotik yang umum digunakan
dilihat dari keefektivitasan, toksisitas, dan potensial alergi.
3

1. Penisilin
Merupakan golongan antibiotik paling lama dan memiliki struktur kimia
yang sama dengan chepalosporins. Keduanya sama seperti beta-laktam
dan umumnya bersifat bakteriosid. Penisilin masih dapat dibagi lagi.
Penisilin berdasarkan strukturnya ; penisilinase resisten, terutama
methicillin dan oxacillin. Aminopenisilin seperti ampisillin dan
amoxicillin termasuk dalam golongan spektrum luas dibandingkan
dengan penisilin. Penisilin dengan spektrum luas dapat melawan infeksi
karena bakteri dalam jumlah yang besar. Biasanya mencakup
Pseudomonas aeruginosa dan dapat pemberian penisilin dapat
dikombinasikan dengan penghambat penisilinase.
3

2. Sefalosporin
Sefalosporin berkaitan erat dengan sefamisin dan carbapenem seperti
penisilin yang mengandung struktur kimia beta laktam. Akibatnya
terdapat beberapa pola silang resisten dan silang alergi diantara obat 0
obatan dalam golongan tersebut. Obat ini memiliki beberapa golongan
dan dikelompokkan menjadi generasi 1 , generasi 2 , dan generasi 3.
Setiap generasi mempunyai spektrum luas dibandingkan golongan obat
sebelumnya. Selain itu, cefoxitin dan chepamicin sangat kuat dalam
melawan bakteri anaerob, dapat juga digunakan dalam mengobati
infeksi saluran pencernaan. Obat generasi ketiga seperti cefotaxime,
4

ceftizoxime, ceftriaxone dan yang lainnya dapat menembus sawar
pembuluh darah-otak. Sehingga dapat juga digunakan untuk pengobatan
meningitis dan ensefalitis. Sefalosporin biasa digunakan untuk
perlindungan dalam kasus - kasus pembedahan.
3

3. Fluorokuinolon
Fluorokuinolon merupakan antibiotik buatan dan tidak berasal dari
bakteri. Obat ini termasuk dalam antibiotik karena dapat dengan mudah
ditukar dengan obat antibiotik tradisional. Pada awalnya, berikatan
dengan golongan antibakteri, kuinolon yang tidak terabsorbsi dengan
baik dan dapat digunakan hanya untuk mengobati infeksi saluran kemih.
Fluorokuinolon termasuk obat dengan spektrum luas yang bersifat
bakterisid dan tidak berikatan dengan penisilin atau sefalosporin. Obat
ini didistribusi dan diabsorbsi dengan baik pada jaringan tulang. Secara
umum lebih efektif jika diberikan secara oral maupun intavena melalui
infus.
3

4. Tetrasiklin
Disebut tetrasiklin karena struktur kimianya memiliki 4 cincin. Obat ini
berasal dari bakteri spesies Streptomyces. Tetrasiklin termasuk obat
dengan spektrum luas yang bersifat bakteristatik yang efektif dalam
pengobatan berbagai macam penyakit karena mikroorganisme termasuk
rickettsia dan amobiasis parasit.
3

5. Makrolide
Obat antibiotik ini berasal dari bakteri Streptomyces, yang mana bakteri
tersebut memiliki struktur kimia makrosiklik lakton. Eritromisin
merupakan bentuk dasar dari golongan ini, sedangkan spektrum dan
penggunaannya sama seperti penisilin. Kelompok yang baru yaitu
azithromisin dan clarithyromycin. Clarithyromycin dikenal dalam
pengobatan infeksi Helycobacter pylori karena peradangan gaster.
3


Pada golongan antibiotik lainannya termasuk aminoglikosida, yang
digunakan dan efektif dalam pengobatan infeksi Pseudomonas
aeruginosa ; linkosamin, klindamisin, dan lincomisin sangat berperan
pada bakteri patogen anaerob. Terdapat beberapa obat lainnya yang
digunakan untuk infeksi yang lebih spesifik.

5

C. Antibiotik topikal
2

Antibiotika topikal memegang peranan penting pada penanganan kasus
di bidang kulit. Antibiotik topikal digunakan hanya pada kulit dan b-
diberikan dalam beberapa hari dalam pengobatan. Jangan gunakan antibiotik
topikal pada daerah yang luas dan luka terbuka. Obat ini yang paling sering
diresepkan oleh spesialis kulit untuk menangani akne vulgaris ringan sampai
sedang serta merupakan terapi adjunctive dengan obat oral. Untuk infeksi
superfisial dengan area yang terbatas, seperti impetigo, penggunaan bahan
topikal dapat mengurangi kebutuhan akan obat oral, problem kepatuhan,
efek samping pada saluran pencernaan, dan potensi terjadinya interaksi obat.
Selanjutnya, antibiotika topikal seringkali diresepkan sebagai bahan
profilaksis setelah tindakan bedah minor atau tindakan kosmetik
(dermabrasi, laser resurfacing) untuk mengurangi resiko infeksi setelah
operasi dan mempercepat penyembuhan luka. Akhir-akhir ini kegunaan
antibiotika topikal untuk profilaksis setelah tindakan bedah minor
dipertanyakan dan akan didiskusikan lebih lanjut di bawah ini.

D. Bahan yang digunakan pada pengobatan topikal untuk akne
Akne vulgaris adalah kelainan pada kelenjar sebasea dan salurannya yang
bersifat self-limited dan biasanya muncul pada pasien usia awal dewasa.
4

Tujuan pengobatan akne antara lain mencegah timbulnya komedo,
mencegah pecahnya mikrokomedo atau meringankan reaksi peradangan dan
mempercepat resolusi lesi beradang.
5

Pengobatan akne dapat dilakukan secara topikal maupun oral. Pengobatan
menggunakan antibiotik oral dapat diberikan dan digunakan untuk jangka
waktu lama sehingga toksisitasnya harus rendah. Dalam hal ini, tetrasiklin
merupakan antibiotik primer sebab sudah diketahui efektivitas dan
toksisitasnya. Eritromisin juga memiliki efek terapi yang sama dan cukup
aman. Indikasi primer antibiotik oral adalah akne berbentuk papulopustular
sedang sampai berat dan akne oblongata.
5

Efektifitas antibiotika topikal pada pengobatan akne vulgaris dan rosasea
berhubungan langsung dengan efek antibiotika, dan diduga beberapa
antibiotika topikal memiliki efek anti-inflamasi dengan menekan neutrophil
chemotactic factoratau melalui mekanisme lain. Banyak hal yang harus
dipertimbangkan dalam memilih antibiotika topikal untuk akne vulgaris
6

karena meningkatnya resistensi terhadap antibiotika yang sering digunakan.
Ini menyebabkan para ahli mencari kemungkinan terapi kombinasi untuk
akne vulgaris yang dapat mengurangi terjadinya resistensi.
2

1. Eritromisin
Eritromisin termasuk antibiotika golongan makrolid dan efektif baik
untuk kuman gram positif maupun gram negatif. Antibiotika ini
dihasilkan oleh Streptomyces erythreus dan digunakan untuk pengobatan
akne. Eritromisin berikatan dengan ribosom 50S bakteri dan
menghalangi translokasi molekul peptidil-tRNA dari akseptor ke pihak
donor, bersamaan dengan pembentukan rantai polipepetida dan
menghambat sintesis protein. Eritromisin juga memiliki efek anti-
inflamasi yang membuatnya memiliki kegunaan khusus dalam
pengobatan akne.
2

Eritromisin tersedia dalam sediaan solusio, gel, pledgets dan
salep 1,5 %- 2% sebagai bahan tunggal. Juga tersedia dalam sediaan
kombinasi dengan benzoil peroksida, yang dapat menghambat resistensi
antibiotika terhadap eritromisin. Kombinasi zinc asetat 1,2% dengan
eritromisin 4% lebih efektif daripada dengan Clindamisin.
2. Clindamisin
Clindamisin adalah antibiotika linkosamid semisintetik yang
diturunkan dari linkomisin. Mekanisme kerja antibiotika ini serupa
dengan eritromisin, dengan mengikat ribosom 50S dan menekan sintesis
protein bakteri. Clindamisin digunakan secara topikal dalam sediaan gel,
solusio, dan suspensi (lotio) 1% serta terutama untuk pengobatan akne.
Juga tersedia dalam kombinasi dengan benzoil peroksida yang dapat
menghambat resistensi antibiotika terhadap clindamisin. Efek samping
berupa kolitis pseudomembran jarang dilaporkan pada pemakaian
clindamisin secara topikal.
2

3. Metronidazol
Metronidazol, suatu topikal nitroimidazol, saat ini tersedia dalam
bentuk gel, lotio, dan krim 0,75%, serta sebagai krim 1% untuk
pengobatan topikal pada rosasea. Pada konsentrasi ringan, obat dipakai 2
kali sehari, sedangkan pada konsentrasi yang lebih tinggi obat dipakai
sekali sehari. Metronidazol oral memiliki aktifitas broad-spectrum untuk
berbagai organisme protozoa dan organisme anaerob. Mekanisme kerja
7

metronidazol topikal di kulit belum diketahui; diduga efek antirosasea
berhubungan dengan kemampuan obat sebagai antibiotika, antioksidan
dan anti-inflamasi.
2

4. Asam Azelaic
Asam Azelaic adalah suatu asam dikarboksilik yang ditemukan pada
makanan (sereal whole-grain dan hasil hewan). Secara normal terdapat
pada plasma manusia (20-80 ng/mL), dan pemakaian topikal tidak
mempengaruhi angka ini secara bermakna. Mekanisme kerja obat ini
adalah menormalisasi proses keratinisasi (menurunkan ketebalan stratum
korneum, menurunkan jumlah dan ukuran granul keratohialin, dan
menurunkan jumlah filagrin. Dilaporkan bahwa secara in vitro, terdapat
aktifitas terhadap Propionibacterium acnes dan Staphylococcus
epidermidis, yang mungkin berhubungan dengan inhibisi sintesis protein
bakteri (tempat yang pasti sampai saat ini belum diketahui). Pada
organisme aerobik terdapat inhibisi enzim oksidoreduktif. Pada bakteri
anaerobik terdapat inhibisi pada enzim oksidoreduksi (seperti tyrosinase,
mitochondrial enzymes of the respiratory chain, 5-alpha reductase,
dan DNA polymerase). Pada bakteri anaerob, terdapat gangguan proses
glikolisis. Asam Azelaic digunakan terutama untuk pengobatan akne
vulgaris, dan ada yang menyarankan digunakan untuk hiperpigmentasi
(misalnya melasma), meskipun FDA tidak menyetujui indikasi ini. Asam
Azelaic tersedia dalam sediaan krim 20%.
2

Pada sebuah penelitian, efektifitas klindamisin fosfat topikal
dibandingkan dengan asam azelat topikal yang keduanya telah lazim
digunakan pada pengobatan akne vulgaris. Pada penelitian penelitan
sebelumnya disebutkan bahwa terdapat perkembangan yang signifikan
terhadap angka resistensi bakteri terhadap klindamisin, tetapi belum
pernah dilaporkan adanya resistensi bakteri tersebut terhadap asam
azelat. Pada akhir penelitian tersebut disimpulkan bahwa kedua
antibiotika tersebut sama sama memiliki efektivitas yang baik pada
penatalaksanaan akne vulgaris, tetapi ternyata asam azelat lebih
efektifitas untuk mengurangi derajat keparahan akne vulgaris.
6




8

E. Bahan yang digunakan untuk terapi pada infeksi superfisial
1. Mupirosin
Mupirosin, yang dahulu dikenal sebagai asam pseudomonik A adalah
antibiotika yang diturunkan dari Pseudomonas fluorescens. Obat ini secara
reversibel mengikat sintetase isoleusil-tRNA dan menghambat sintesis
protein bakteri. Aktifitas mupirosin terbatas terhadap bakteri gram positif,
khususnyastaphylococcus dan streptococcus. Aktifitas obat ini
meningkatkan suasana asam. Mupirosin sensitif terhadap perubahan suhu,
sehingga tidak boleh terpapar dengan suhu tinggi. Salep mupirosin 2%
dioleskan 3 kali sehari dan terutama di-indiskasi-kan untuk pengobatan
impetigo dengan lesi terbatas, yang disebabkan oleh S.
aureus dan Streptococcus pyogenes. Tetapi, pada
penderitaimmunocompromised terapi yang diberikan harus secara sistemik
untuk mencegah komplikasi yang lebih serius. Pada tahun 1987 dilaporkan
resistensi bakteri terhadap mupirosin yang pertama kali. Setelah itu terdapat
beberapa laporan resistensi mupirosin karena pemakaian antibiotika topikal
untukmethicillin-resistant S. aureus (MRSA). Penelitian terakhir
di Tennessee Veterans Affairs Hospital menunjukkan bahwa penggunaan
jangka panjang salep mupirosin untuk mengontrol MRSA, khususnya pada
penderita ulkus dekubitus, meningkatkan resistensi yang bermakna. Lebih
lanjut, peneliti Jepang menemukan bahwa mupirosin konsentrasi rendah
dicapai setelah aplikasi intranasal dan dipostulasikan bahwa mungkin ini
menjelaskan resistensi terhadap mupirosin pada strain S. aureus. Suatu studi
percobaan menggunakan salep antibiotika kombinasi yang mengandung
basitrasin, polimiksin B, dan gramisidin berhasil menghambat kolonisasi
pada 80% (9 dari 11) penderita yang setelah di-follow-up selama 2 bulan
tetap menunjukkan dekolonisasi. Semua kasus (6 dari 6) terhadap mupirosin-
sensitive MRSA dieradikasi, sedangkan 3 dari 5 kasus terhadap mupirosin-
sensitive MRSA dieliminasi. Formulasi baru yang menggunakan asam
kalsium (kalsium membantu dalam stabilisasi bahan kimia) tersedia untuk
penggunaan intranasal dalam bentuk salep 2% dan krim 2%.
2

Pelaporan dari seluruh dunia mengenai resistensi S. Aureus terhadap
mupirosin adalah sebagai berikut : spanyol 11,3%, amerika serikat 13,2%,
cina 6,6%, india 6%, turki 45%, dan korea 5% dan bagaimanapun ini
menunjukkan bahwa peningkatan resistensi S. Aureus terhadap muropusin
9

ini sudah meluas. Sedangkan berdasarkan 2 penelitian yang dilakukan di
Iran, prevalensi S.aureus yang resisten terhadap muporisin adalah 2,7% dan
0%.
7
Adapun resistensi mupirosin itu dapat diketahui melalui sebuah pemeriksaan
yang disebut E-Test atau Uji E. Melalui pemeriksaan ini didapatkan dua
kategori resistensi Mupirosin, yaitu resistensi tingkat rendah ( disebut MupI)
dengan MIC 4-256 g/ml dan resistensi tingkat tinggi (disebut MupR)
dengan MIC yang lebih dari 512g/ml.
8

F. Bahan yang digunakan untuk mencegah infeksi setelah tindakan bedah
atau luka atau untuk pengobatan dermatitis kronik
3

Antibiotika topikal banyak dipakai untuk mengurangi infeksi setelah
tindakan bedah minor, pada dermatitis kronik seperti dermatitis stasis dan
dermatitis atopi, atau setelah abrasi ringan pada kulit. Studi terakhir
difokuskan pada insidens infeksi setelah biopsi kulit atau tindakan bedah
yang diberi antibiotika topikal. Pada beberapa kasus, antibiotika topikal
tampaknya menurunkan angka penyembuhan luka. Studi lain menunjukkan
bahwa penggunaan pembawa (vehicle) memberi hasil yang sama seperti
pemberian antibiotika pada penyembuhan luka tanpa resiko dermatitis
kontak iritan atau alergi terhadap bahan antibiotika. Hasil studi yang besar
yang membandingkan basitrasin dan petrolatum pada lebih dari 1200
tindakan bedah minor dan biopsi menunjukkan bahwa bahan aktif basitrasin
tidak menurunkan angka infeksi secara bermakna, tetapi malah berhubungan
dengan dermatitis kontak alergi.
Efek samping yang sering terjadi adalah rasa gatal dan rasa terbakar.
Permasalahan ini biasanya tidak memerlukan tindakan medis kecuali sampai
mengganggu aktivitas. Efek samping lainnya berupa :
a. Kemerahan
b. Pembengkakan mulut dan muka
c. Berkeringat
d. Sesak
e. Pusing
f. Tekanan darah rendah
g. Mual
h. Diare
10

i. Penurunan pendengaran

Obat yang sering digunakan :
1. Basitrasin
Basitrasin adalah antibiotika polipeptida topikal yang berasal dari isolasi
strainTracy-I Bacillus subtilis, yang dikultur dari penderita dengan fraktur
compound yang terkontaminasi tanah. Basi ini diturunkan dari Bacillus, dan
trasin berasal dari penderita yang mengalami fraktur compound (Tracy).
Basitrasin adalah antibiotika polipeptida siklik dengan komponen multipel
(A,B dan C). Basitrasin A adalah komponen utama dari produk komersial
dan yang sering digunakan sebagai garam zinc. Basitrasin mengganggu
sintesis dinding sel bakteri dengan mengikat atau menghambat .defosforilasi
suatu ikatan membran lipid pirofosfat, pada kokus gram positif seperti
stafilokokus dan streptokokus. Kebanyakan organisme gram negatif dan
jamur resisten terhadap obat ini. Sediaan tersedia dalam bentuk salep
basitrasin dan sebagai basitrasin zinc, mengandung 400 sampai 500 unit per
gram.
2

Basitrasin topikal efektif untuk pengobatan infeksi bakteri superfisial pada
kulit seperti impetigo, furunkolosis, dan pioderma. Obat ini juga sering
dikombinasikan dengan polimiksin B dan neomisin sebagai salep antibiotika
tripel yang dipakai beberapa kali sehari untuk pengobatan dermatitis atopi,
numularis, atau stasis yang disertai dengan infeksi sekunder. Sayangnya,
aplikasi basitrasin topikal memiliki resiko untuk timbulnya sensitisasi kontak
alergi dan meski jarang dapat menimbulkan syok anafilaktik.
2. Polimiksin B
Polimiksin B adalah antibiotika topikal yang diturunkan
dari B.polymyxa, yang asalnya diisolasi dari contoh tanah di Jepang.
Polimiksin B adalah campuran dari polimiksin B1 dan B2, keduanya
merupakan polipeptida siklik. Fungsinya adalah sebagai detergen kationik
yang berinteraksi secara kuat dengan fosfolipid membran sel bakteri,
sehingga menghambat intergritas sel membran.
Polimiksin B aktif melawan organisme gram negatif secara luas termasuk
P.aeruginosa, Enterobacter, dan Escherichia coli. Polimiksin B tersedia
dalam bentuk salep (5000-10000 unit per gram) dalam kombinasi dengan
11

basitrasin atau neomisin. Cara pemakaiannya dioleskan sekali sampai tiga
kali sehari.
2


G. Aminoglikosida topikal, termasuk neomisin, gentamisin, dan
paromisin
3

Aminoglikosida adalah kelompok antibiotika yang penting yang
digunakan baik secara topikal atau pun sistemik untuk pengobatan infeksi
yang disebabkan bakteri gram negatif. Aminoglikosida memberi efek
membunuh bakteri melalui pengikatan subunit ribosomal 30S dan
mengganggu sintesis protein.
Neomisin sulfat, aminoglikosida yang sering digunakan secara topical
adalah hasil fermentasi Strep. faridae. Neomisin yang tersedia di pasaran
adalah campuran neomisin B dan C , sedangkan framisetin yang digunakan
di Eropa dan Canada adalah neomisin B murni. Neomisin sulfat memiliki
efek mematikan bakteri gram negatif dan sering digunakan sebagai
profilaksis infeksi yang disebabkan oleh abrasi superfisial, terluka, atau luka
bakar. Tersedia dalam bentuk salep (3,5 mg/g) dan dikemas dalam bentuk
kombinasi dengan antibiotika lain seperti basitrasin, polimiksin dan
gramisidin.
Bahan lain yang sering dikombinasikan dengan neomisin adalah
lidokain, pramoksin, atau hidrokortison. Neomisin tidak direkomendasikan
oleh banyak ahli kulit karena dapat menyebabkan dermatitis kontak
alergi. Dermatitis kontak karena pemakaian neomisin memiliki angka
prevalensi yang tinggi, dan pada 6 8 % penderita yang dilakukan patch
test memberi hasil positif. Neomisin sulfat (20%) dalam petrolatum
digunakan untuk menilai alergi kontak.
Gentamisin sulfat diturunkan dari hasil fermentasi Micromonospora
purpurea. Tersedia dalam bentuk topikal krim atau salep 0,1%. Antibiotika
ini banyak digunakan oleh ahli bedah kulit ketika melakukan operasi telinga
, terutama pada penderita diabet atau keadaan immunocompromised lain,
sebagai profilaksis terhadap otitis eksterna maligna akibat P. aeruginosa.
Paromomisin berhubungan erat dengan neomisin dan memiliki efek
antiparasit. Sediaan topikal terdiri dari paramomisin sulfat dan
metilbenzetonium klorida yang digunakan di Israel untuk
mengobati leismaniasis kutaneus.
12

H. Antibiotik lain
2,3

1. Gramisidin
Gramisidin adalah antibiotika topikal yang merupakan derivat B. brevis.
Gramisidin adalah peptida linier yang membentuk stationary ion
channels pada bakteri yang sesuai. Aktifitas antibiotika gramisidin terbatas
pada bakteri gram positif.
2. Kloramfenikol
Kloramfenikol di Amerika Serikat penggunaannya terbatas untuk
pengobatan infeksi kulit yang ringan. Kloramfenikol pertama kali diisolasi
dari Strep. venezuela, tetapi saat ini disintesis karena struktur kimianya
sederhana. Mekanisme kerjanya hampir mirip dengan eritromisin dan
klindamisin, yaitu menghambat ribosom 50Smemblokade translokasi
peptidil tRNA dari akseptor ke penerima.
Kloramfenikol tersedia dalam krim 1 %. Obat ini jarang digunakan karena
dapat menyebabkan anemia aplastik yang fatal atau supresi sum-sum tulang.
3. Sulfonamida
Struktur sulfonamida mirip dengan para-aminobenzoic acid (PABA) dan
bersaing dengan zat tersebut selama sintesis asam folat. Sulfonamida jarang
digunakan secara topikal, kecuali krim silver sulfadiazine (Silvaden) dan
krim mafenid asetat. Silver sulfadiazine melepas silver secara perlahan-
lahan. Silver memberi efek pada membran dan dinding sel bakteri.
Mekanisme kerja mefenid tidak sama dengan sulfonamid karena tidak ada
reaksi antagonis terhadap PABA. Mafenid asetat yang digunakan untuk lesi
yang luas pada kulit dapat menyebabkan asidosis metabolik dan dapat
menyebabkan rasa nyeri. Golongan ini adalah antibiotika broad-
spectrum dan digunakan untuk luka bakar. Superinfeksi olehCandida dapat
terjadi karena pemakaian krim mafenid.
4. Clioquinol / Iodochlorhydroxiquin
Clioquinol adalah antibakteri dan antijamur yang di-indikasi-kan untuk
pengobatan kelainan kulit yang disertai peradangan dan tinea pedis serta
infeksi bakteri minor. Clioquinol adalah sintetik hydroxyquinoline yang
mekanisme kerjanya belum diketahui. Kerugian clioquinol adalah mengotori
pakaian, kulit, rambut dan kuku serta potensial menyebabkan iritasi.
Clioquinol mempengaruhi penilaian fungsi tiroid (efek ini dapat berlangsung
13

hingga 3 bulan setelah pemakaian ). Tetapi clioquinol tidak mempengaruhi
hasil tes untuk pemeriksaan T3 dan T4.
5. Nitrofurazone
Nitrofurazone (Furacin) adalah derivat nitrofuran yang digunakan untuk
pengobatan luka bakar. Mekanisme kerjanya adalah inhibisi enzim bakteri
pada degradasi glukosa dan piruvat secara aerob maupun anaerob.
Nitrofurazone tersedia dalam krim , solusio atau kompres soluble 0,2%, dan
aktifitas spektrum obat ini meliputistaphylococcus, streptococcus, E. coli,
Clostridium perfringens, Aerobacter enterogenes, dan Proteus sp.
6. Asam Fusidat
Asam fusidat adalah sediaan topikal yang tidak tersedia di Amerika Serikat,
tetapi terdapat di Kanada dan Eropa sebagai antibakteri dalam bentuk krim,
salep,impregnated gauze. Asam fusidat adalah antibiotika steroidal dengan
mekanisme kerja mempengaruhi fungsi faktor elongasi (EF-G) dengan
menstabilkan EF-G-GDP-ribosome complex, mencegah translokasi
ribosom dan daur ulang bentuk EF-G.



















14

BAB III
KESIMPULAN
1. Antibiotik adalah salah satu obat yang paling sering diresepkan dalam
pengobatan modern dan digunakan untuk mengobati infeksi bakteri pada
tubuh.
2. Dalam dermatologi , penggunaan antibiotic topikal lebih dominan
dibandingkan dengan oral sehingga dapat mengurangi efek samping obat
tersebut.
3. Antibiotic topikal selain digunakan pada beberapa penyakit infeksi kulit,
juga digunakan pada luka bakar dan bedah minor.
















15

DAFTAR PUSTAKA

1. Anonim. 2012. Penggunaan Antibiotik Terhadap Pasien Pioderma di RSUP Haji
Adam Malik, Medan Berdasarkan Jenis Infeksi Bakteri Kulit. Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
2. Bonner, Mark W. Benson, Paul M. James, William D. 2008. Topical
Antibiotic. In : Wolff, Klaus. Goldsmith, Lowell A. Katz, Stephen I. Glicherst,
Barbara A. Paller, Amy S. Leffel, David J. FitzPatricks Dermatology In General
Medicine. 7
th
ed. New York : McGraw Hill
3. Schwartz, Robert A. Al-Mutairi, Nawaf. 2010. Topical Antibiotics In
Dermatology : An Update. USA and Kuwait : The Gulf Journal of Dermatology
and Venerology.
4. Wasitaatmadja, Sjarif M. 2007. Akne, Erupsi Akneformis, Rosasea dan
Rinofima. In Djuanda, Adi. Hamzah, Mochtar. Aisah, Siti. Ilmu Penyakit Kulit
dan Kelamin. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
5. Harahap, M. 2000. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta : Hipokrates
6. Ozkan, Metin. Dormaz, Gul. Sabuncu, Ilham. Saracoglu, Nurhan. Akgun,
Yurdanur. Urar, Selim. 2000. Clinical Efficacy of Topical Clindamycin
Phospate and Azelaic Acid on Acne Vulgaris and Emergence of Resistant
Coagulase-Negative Staphyloccoci. Tubitak : Turk Journal Medical Science
7. Mohajeri, P. Gholamine, B. Rezai, M. Khamisabadi, Y. 2012. Frequency of
Mupirocin Resistant Staphylococcus aureus Strain Isolated From Nasal
Carriers in Hospital Patients in Kermashah : Jundishapur Journal of
Microbiology.
8. Mondino, P. Santos, K. Bastos, M. deMarval, M. 2003. Improvement of
Mupirocin E-Test for Susceptibility Testing of Staphylococcus aureus. Rio de
Janeiro : Journal of Microbiology.

You might also like