You are on page 1of 41

Petunjuk Praktis Terapi Insulin pada Pasien Diabetes Melitus

1
Penemuan i nsul i n l ebi h dar i 80 t ahun yang l al u mer upakan sal ah
s at u penemuan t er bes ar dal am duni a k edok t er an pada abad
ke- 20. Saat i ni , penggunaan i nsul i n mengal ami kemaj uan yang
p e s a t . Be b e r a p a k e ma j u a n i t u a n t a r a l a i n d a l a m h a l j u ml a h
penggunaan i nsul i n per pasi en, per bai kan mut u i nsul i n, dan car a
penggunaan i nsul i n. Penemuan i nsul i n di mul ai dar i j eni s yang
bel um dapat di buat dengan mur ni , kemudi an i nsul i n manusi a
yang di buat dengan r ekayasa genet i ka, sampai i nsul i n anal og
dengan f ar makoki net i k menyer upai i nsul i n endogen.
Di abet es mel i t us t i pe 2 ( DMT2) mer upakan penyaki t pr ogr esi f
dengan kar akt er i st i k penur unan f ungsi sel bet a pankr eas. Sei r i ng
me n i n g k a t n y a a n g k a k e j a d i a n DMT 2 , t e r u t a ma p a d a o r a n g
ber usi a r el at i f muda dan kemungki nan usi a hi dup masi h panj ang,
maka semaki n banyak pasi en DMT2 dengan def i si ensi i nsul i n.
Pada k as us - k as us t er s ebut , akan di but uhk an i ns ul i n dal am
penat al aksanaannya.
Keunt ungan yang mendasar dari penggunaan i nsul i n di bandi ngkan
obat ant i di abet i k or al dal am pengobat an di abet es mel i t us adal ah
i nsul i n terdapat di dal am tubuh secara al ami ah. Sel ai n i tu, pengobatan
dengan i nsul i n dapat di beri kan sesuai dengan pol a sekresi i nsul i n
endogen. Sement ara i t u, kendal a ut ama dal am penggunaan i nsul i n
adal ah pemakai annya dengan car a menyunt i k dan har ganya yang
rel at i f mahal . Namun demi ki an, para ahl i dan penel i t i t erus mengusa-
hakan penemuan sedi aan i nsul i n dal am bent uk bukan sunt i kan,
sepert i i nhal an sampai bent uk oral agar penggunaannya dapat l ebi h
sederhana dan menyenangkan bagi para pasi en.
I. Pendahuluan
Petunjuk Praktis Terapi Insulin pada Pasien Diabetes Melitus
II. Farmakokinetik Obat Insulin
Saat i ni t er sedi a ber bagai j eni s i nsul i n, mul ai dar i human i nsul i n
sampai i nsul i n anal og. Memahami f ar makoki net i k ber bagai j eni s
i nsul i n menj adi l andasan dal am penggunaan i nsul i n sehi ngga
p e ma k a i a n n y a d a p a t d i s e s u a i k a n d e n g a n k e b u t u h a n t u b u h .
Sebagai cont oh, pada kebut uhan i nsul i n basal dan pr andi al / set el ah
makan t er dapat per bedaan j eni s i nsul i n yang di gunakan. Dengan
demi ki an, pada akhi r nya, akan t er capai kendal i kadar gl ukosa
dar ah sesuai sasar an t er api .
Seper t i t el ah di ket ahui , unt uk memenuhi kebut uhan i nsul i n
basal dapat di gunakan i nsul i n ker j a menengah ( i nt er medi at e-
act i ng i nsul i n) at au k er j a panj ang ( l ong- act i ng i nsul i n) ;
sement ar a unt uk memenuhi kebut uhan i nsul i n pr andi al ( set el ah
makan) di gunakan i nsul i n ker j a cepat ( ser i ng di sebut i nsul i n
r egul er / shor t - act i ng i nsul i n) at au i nsul i n ker j a sangat cepat
( r api d- at au ul t r a- r api d act i ng i nsul i n) . Di pasar an, sel ai n
t er sedi a i nsul i n dengan komposi si t er sendi r i , j uga ada sedi aan
y ang s udah dal am bent uk c ampur an ant ar a i ns ul i n k er j a
c epat at au s angat c epat dengan i ns ul i n k er j a menengah
( d i s e b u t j u g a pr emi x ed i ns ul i n) ( l i h a t Tabel 1 d a n
Gambar 1) .
Petunjuk Praktis Terapi Insulin pada Pasien Diabetes Melitus
3
Petunjuk Praktis Terapi Insulin pada Pasien Diabetes Melitus
Gambar 1. Profl farmakokinetik insulin manusia dan insulin analog. Terlihat lama kerja relatif
berbagai jenis insulin. Lama kerjanya bervariasi antar dan intra perorangan. Sumber: Hirsh IB.
N Engl J Med 2005; 352: 174-183
Petunjuk Praktis Terapi Insulin pada Pasien Diabetes Melitus
5
III. Manfaat Terapi Insulin pada
Pasien Hiperglikemia
Hiperglikemia pada pasien yang dirawat di rumah sakit merupakan keadaan
yang sering ditemukan. Kondisi tersebut merupakan petanda penting buruknya
luaran klinis dan peningkatan mortalitas pasien dengan atau tanpa riwayat
diabetes melitus. Pasien hiperglikemia yang baru terdiagnosis memiliki
angka mortalitas yang lebih tinggi dan luaran fungsional yang lebih rendah
dibandingkan pasien dengan riwayat diabetes melitus atau normoglikemia.
Seperti dirangkum oleh Clement et al (2004), hiperglikemia berdampak
buruk terhadap luaran klinis karena dapat menyebabkan gangguan fungsi
imun serta lebih rentan terkena infeksi, perburukan sistem kardiovaskular,
trombosis, peningkatan inflamasi, disfungsi endotel, stres oksidatif, dan
kerusakan otak.
A. Hubungan hi pergl i kemi a dan buruknya
l uaran kl i ni s
Hiperglikemia berbahaya terhadap berbagai sel dan sistem organ karena
pengaruhnya terhadap si stem i mun, dapat berti ndak sebagai medi ator
i nfl amasi , mengaki batkan respon vaskul ar, dan respon sel otak. Pada
keadaan hiperglikemia mudah terjadi infeksi karena adanya disfungsi fagosit.
Hiperglikemia akut dapat menyebabkan berbagai efek buruk pada sistem
kardiovaskular, antara lain memudahkan terjadinya gagal jantung.
Kej adi an trombosi s seri ngkal i berhubungan dengan hi pergl i kemi a.
Hiperglikemia dapat menyebabkan penurunan aktivitas fibrinolitik plasma
dan aktivitas aktivator plasminogen jaringan, peningkatan aktivitas inhibitor
akti vator pl asmi nogen (PAI-1), dan peni ngkatan akti vi tas t r o mb o s i t .
Petunjuk Praktis Terapi Insulin pada Pasien Diabetes Melitus
Hiperglikemia merangsang inflamasi akut tampak dari terjadinya peningkatan
petanda sitokin proinflamasi seperti tumor necrosis factor- (TNF-) dan
interleukin-6 (IL-6). Peningkatan petanda sitokin inflamasi tersebut kemungkinan
terjadi melalui induksi faktor transkripsional proinflamasi yaitu nuclear factor
(NF-).
Gambar 2. Hubungan antara hiperglikemia dan buruknya luaran rumah sakit
ALB = asam lemak bebas (Clement et al, 2004)
Petunjuk Praktis Terapi Insulin pada Pasien Diabetes Melitus
7
Hiperglikemia akut juga sering dihubungkan dengan kerusakan sel saraf
yang selanjutnya mengakibatkan iskemia otak. Kerusakan otak tersebut
diperkirakan terjadi melalui peningkatan asidosis jaringan dan kadar laktat
akibat peningkatan kadar glukosa darah. Stres oksidatif merupakan keadaan
yang sering ditemukan pada pasien diabetes melitus dan diduga merupakan
salah satu penyebab terjadinya komplikasi terkait hiperglikemia. Gambar
2 menunjukkan hubungan antara hiperglikemia dan buruknya luaran pasien
yang dirawat di rumah sakit.
B. Manf aat t erapi i nsul i n
Berdasarkan berbagai penelitian klinis, terbukti bahwa terapi insulin pada
pasi en hi pergl i kemi a memperbai ki l uaran kl i ni s. I nsul i n, sel ai n dapat
memperbaiki status metabolik dengan cepat, terutama kadar glukosa darah,
juga memiliki efek lain yang bermanfaat, antara lain perbaikan inflamasi.
Infus i nsul i n (gl ucose-i nsul i n-potassi um [GIK]) terbukti dapat
memperbaiki luaran pada pasien gawat darurat yang dirawat
di ruang intensif akibat kelainan jantung atau stroke. Terapi insulin intensif pada
pasien gawat darurat yang dirawat di ruang intensif terbukti dapat menurunkan
angka kematian. Hal tersebut terutama disebabkan oleh penurunan angka
kejadian kegagalan organ multipel akibat sepsis.
Selain itu, penggunaan infus insulin juga dapat menurunkan mortalitas di
rumah sakit secara keseluruhan, sepsis, gagal ginjal akut yang membutuhkan
dialisis atau hemofiltrasi, jumlah transfusi darah sel darah merah, polineuropati,
dan penurunan penggunaan ventilasi mekanis yang berkepanjangan serta
lama perawatan di ruang intensif. Penggunaan infus insulin-glukosa secara
intensif pada pasien infark miokard akut juga memperbaiki angka kematian
jangka panjang. Hal serupa ditemukan pada pasi en st r oke. Pasi en st r oke
dengan hi per gl i kemi a r i ngan sampai sedang yang mendapat kan
i nf us i ns ul i n ( GI K) memi l i k i angk a k emat i an y ang l ebi h k ec i l
di bandi ngkan pasi en t anpa pember i an i nf us i nsul i n GI K.
Petunjuk Praktis Terapi Insulin pada Pasien Diabetes Melitus
Sement ar a i t u, per bai kan l uar an kl i ni s pada pasi en mungki n
di sebabkan ol eh ef ek i nsul i n t er hadap per bai kan st r es oksi dat i f
dan pel epasan ber bagai mol ekul pr oi nf l amasi yang di kel uar kan
saat t er j adi hi per gl i kemi a akut ( l i hat Gambar 3) .
Gambar 3. Mekanisme langsung dan tidak langsung insulin dalam memperbaiki struktur dan
fungsi dinding vaskular. (Le Roith, 2004)
Petunjuk Praktis Terapi Insulin pada Pasien Diabetes Melitus
9
IV. Terapi insulin untuk Pasien
Diabetes Melitus Rawat Jalan
A. Indikasi terapi insulin untuk pasien diabetes melitus
rawat jalan
Masi h t er dapat nya beber apa kendal a penggunaan i nsul i n ol eh
dokt er umum, ser i ng menyebabkan ket er l ambat an kendal i gl ukosa
dar ah y ang bai k bagi pas i en di abet es mel i t us . Pas i en DMT2
y ang memi l i k i k ont r ol gl uk os a dar ah y ang t i dak bai k dengan
penggunaan obat ant i di abet i k or al perl u di pert i mbangkan
unt uk penambahan i nsul i n sebagai t erapi kombi nasi
dengan obat oral at au i nsul i n t unggal .
I nsul i n yang di ber i kan l ebi h di ni dan l ebi h agr esi f menunj ukkan
hasi l kl i ni s yang l ebi h bai k t er ut ama ber kai t an dengan masal ah
g l u k o t o k s i s i t a s . Ha l t e r s e b u t d i p e r l i h a t k a n o l e h p e r b a i k a n
f ungsi sel bet a pankr eas. I nsul i n j uga memi l i ki ef ek l ai n yang
mengunt ungkan dal am kai t annya dengan kompl i kasi DM. Ter api
i ns ul i n dapat menc egah k er us ak an endot el , menek an pr os es
i nf l amasi , mengur angi kej adi an apopt osi s, dan memper bai ki pr of i l
l i pi d. Dengan demi ki an, secar a r i ngkas dapat di kat akan bahwa
l uar an k l i ni s pas i en y ang di ber i k an t er api i ns ul i n ak an l ebi h
bai k. I nsul i n, t er ut ama i nsul i n anal og, mer upakan j eni s yang bai k
kar ena memi l i ki pr of i l sekr esi yang sangat mendekat i pol a sekr esi
i nsul i n nor mal at au f i si ol ogi s.
Pada awal ny a, t er api i ns ul i n hany a di t uj uk an bagi pas i en
di abet es mel i t us t i pe 1 ( DMT1) . Namun demi ki an, pada kenyat aan-
nya, i nsul i n l ebi h banyak di gunakan ol eh pasi en DMT2 kar ena
pr eval ensi DMT2 j auh l ebi h banyak di bandi ngkan DMT1. Ter api
Petunjuk Praktis Terapi Insulin pada Pasien Diabetes Melitus
i nsul i n pada pasi en DMT2 dapat di mul ai ant ar a l ai n unt uk pasi en
dengan kegagal an t er api or al , kendal i kadar gl ukosa dar ah yang
bur uk ( A1c>7, 5 % at au kadar gl ukosa dar ah puasa >250 mg/ dL) ,
r i wayat pankr eat ekt omi , at au di sf ungsi pankr eas, r i wayat f l ukt uasi
kadar gl ukosa dar ah yang l ebar, r i wayat ket oasi dosi s, r i wayat
penggunaan i nsul i n l ebi h dar i 5 t ahun, dan penyandang DM l ebi h
dar i 10 t ahun.
B. Memulai dan alur pemberian insulin
Dal am sub- bab i ni , per t anyaan yang har us di j awab adal ah kapan
saat yang t epat memul ai pember i an i nsul i n. Pada pasi en DMT1,
t er api i nsul i n dapat di ber i kan seger a set el ah di agnosi s di t egakkan.
Keput usan yang l ebi h sul i t adal ah menent ukan wakt u memul ai
t er api i nsul i n pada pasi en DMT2.
Pada pasi en DMT1, pember i an i nsul i n yang di anj ur kan adal ah
i nj eksi har i an mul t i pel dengan t uj uan mencapai kendal i kadar
gl ukosa dar ah yang bai k ( l i hat Gambar 2) . Sel ai n i t u, pembe-
r i an dapat j uga di l akukan dengan menggunakan pompa i nsul i n
( cont i nous subcut aneous i nsul i n i nf usi on [ CSI I ] ) .
Set i ap pus at pel ay anan memi l i k i al ur t er api di abet es dan
mul a awal t er api i nsul i n yang ber beda unt uk par a pasi en DMT2.
Al ur yang di buat ol eh kesepakat an ant ar a Amer i can Di abet es
Associ at i on ( ADA) dan European Associ at i on f or t he St udy
of Di abet es ( EASD) yang di publ i kasi kan pada bul an Agust us
2006 dapat di pakai sebagai sal ah sat u acuan ( l i hat gambar 3) .
Ada beber apa car a unt uk memul ai dan menyesuai kan dosi s
t er api i nsul i n unt uk pasi en DMT2. Sal ah sat u car a yang pal i ng
mut akhi r dan dapat di pakai sebagai acuan adal ah hasi l Konsensus
PERKENI 2006 dan Kons ens us ADA- EASD t ahun 2006 ( l i hat
gambar 4) . Sebagai pegangan, j i ka kadar gl ukosa dar ah t i dak
Petunjuk Praktis Terapi Insulin pada Pasien Diabetes Melitus
11
t er kont r ol dengan bai k ( A1C > 6. 5%) dal am j angka wakt u 3 bul an
dengan 2 obat oral , maka sudah ada i ndi kasi unt uk memul ai
t er api kombi nasi obat ant i di abet i k or al dan i nsul i n.
Pada keadaan t er t ent u di mana kendal i gl i kemi k amat bur uk
dan di ser t ai kondi si kat abol i sme, seper t i kadar gl ukosa dar ah
puas a >250 mg/ dL, k adar gl uk os a dar ah ac ak menet ap >300
mg/ dL, A1C >10%, at au di t emukan ket onur i a, maka t er api i nsul i n
dapat mul ai di ber i kan ber samaan dengan i nt er vensi pol a hi dup.
Sel ai n i t u, t er api i ns ul i n j uga dapat l angs ung di ber i k an pada
p a s i e n DM y a n g me mi l i k i g e j a l a n y a t a ( p o l i u r i a , p o l i d i p s i a ,
pol i f agi a, dan penur unan ber at badan) . Kondi si - kondi si t er sebut
ser i ng di t emukan pada pasi en DMT1 at au DMT2 dengan def i si ensi
i nsul i n yang ber at . Apabi l a gej al a hi l ang, obat ant i di abet i k or al
dapat di t ambahkan dan penggunaan i nsul i n dapat di hent i kan.
Seper t i t el ah di k et ahui , pada pas i en DM t er j adi gangguan
sekr esi i nsul i n basal dan pr andi al unt uk memper t ahankan kadar
gl uk os a dar ah dal am bat as nor mal bai k pada k eadaan puas a
maupun set el ah makan. Dengan menget ahui mekani sme t er sebut ,
ma k a t e l a h d i p a h a mi b a h wa h a k i k a t p e n g o b a t a n DM a d a l a h
menur unkan kadar gl ukosa dar ah bai k puasa maupun set el ah
makan.
Dal am r angka mencapai sasar an pengobat an yang bai k, maka
di per l ukan i nsul i n dengan kar akt er i st i k menyer upai or ang sehat ,
y ai t u k adar i ns ul i n y ang s es uai dengan k ebut uhan bas al dan
pr andi al . Pember i an i nsul i n basal , sel ai n i nsul i n pr andi al , mer u-
pakan sal ah sat u st r at egi pengobat an unt uk memper bai ki kadar
gl ukosa dar ah puasa at au sebel um makan. Ol eh kar ena gl ukosa
dar ah set el ah makan mer upakan keadaan yang di pengar uhi ol eh
kadar gl ukosa dar ah puasa, maka di har apkan dengan menur unkan
kadar gl ukosa dar ah basal , kadar gl ukosa dar ah set el ah makan
j uga i kut t ur un.
Petunjuk Praktis Terapi Insulin pada Pasien Diabetes Melitus
Cara pemberi an i nsul i n basal dapat di l akukan dengan pemberi an
i nsul i n kerj a cepat dri p i nt ravena (hanya di l akukan pada pasi en rawat
i nap), at au dengan pemberi an i nsul i n kerj a panj ang secara subkut an.
Jeni s insulin kerja panjang yang t ersedi a di I ndonesi a saat i ni
adal ah i nsul i n NPH, i nsul i n det emi r dan i nsul i n gl argi ne.
I deal nya, sesuai dengan keadaan f i si ol ogi s t ubuh, t erapi i nsul i n
di beri kan sekal i unt uk kebut uhan basal dan t i ga kal i dengan i nsul i n
pr andi al unt uk kebut uhan set el ah makan. Namun demi ki an, t er api
i nsul i n yang di beri kan dapat di vari asi kan sesuai dengan kenyamanan
pender i t a sel ama t er api i nsul i n mendekat i kebut uhan f i si ol ogi s.
Ber bagai macam r ej i men t er api i nsul i n yang di ber i kan dengan
sunt i kan mul t i pel sepert i di anj urkan ol eh Cheng and Zi nman dal am
Buku Josl i n s Di abet es Mel l i t us dapat di l i hat pada Tabel 2. Rej i men
i nj eksi hari an mul t i pel i ni di t erapkan unt uk penderi t a dengan DMT1.
Wal aupun banyak cara yang dapat di anj urkan, namun pri nsi p dasarnya
adal ah sama; yai t u i nsul i n prandi al di kombi nasi kan dengan i nsul i n
basal dal am usaha unt uk meni r uk an s ek r es i i ns ul i n f i s i ol ogi s .
Gambar 4. Memulai terapi insulin injeksi harian multipel pada pasien DMT1
(Cheng and Zinman, 2005)
Petunjuk Praktis Terapi Insulin pada Pasien Diabetes Melitus
13
Gambar 5. Algoritma pengelolaan DMT2. Diingatkan pentingnya pola hidup setiap
kunjungan
* Periksa A1C setiap 3 bulan sampai <7% dan kemudian paling sedikit setiap 6 bulan.
+
Walaupun tiga jenis obat antidiabetik oral dapat digunakan, dianjurkan memulai insulin
berdasarkan efektivitasnya dan beaya.
#
Lihat Gambar 2 untuk memulai dan penyesuaian insulin.
Nathan et al. Diabetes Care 2006; 29: 1963-1972.
Petunjuk Praktis Terapi Insulin pada Pasien Diabetes Melitus
Unt uk pender i t a DMT1 t i dak di anj ur kan member i kan t er api i nsul i n
dengan dua kal i sunt i kan kar ena sangat sul i t mencapai kendal i
gl ukosa dar ah yang bai k. Pada pender i t a DMT2 r ej i men seper t i
pada pender i t a DMT1 j uga dapat di gunakan, namun kar ena pada
pender i t a DMT2 t i dak di t emukan kekur angan i nsul i n yang mut l ak
dan unt uk meni ngkat kan kenyamanan pender i t a, pember i an
i nsul i n dapat di modi f i kasi . Mi sal nya unt uk pender i t a DMT2
masi h bi sa menggunakan r ej i men dua kal i sunt i kan sehar i dengan
i nsul i n campur an/ kombi nasi yang di ber i kan sebel um makan pagi
dan sebel um makan mal am. At au hanya di ber i kan sat u kal i sehar i
dengan i nsul i n basal yang di ber i kan pada mal am har i dengan
kombi nasi obat or al . Mi sal nya, met f or mi n yang di ber i kan sebagai
t ambahan t er api i nsul i n dapat memper bai ki gl ukosa dar ah dan
l i pi d ser um l ebi h bai k di bandi ngkan hanya meni ngkat kan dosi s
i nsul i n. Demi ki an j uga ef ek sampi ngnya seper t i hi pogl i kemi a dan
penambahan ber at badan menj adi ber kur ang.
Dal am pr akt i k sehar i - har i , ser i ng di t emukan ber bagai keadaan
at au v ar i as i k adar gl uk os a dar ah puas a dan s et el ah mak an.
Sebagai cont oh, ada pasi en yang menunj ukkan kadar gl ukosa
dar ah puasa dan set el ah makan yang t i nggi ( r ound- t he cl ock
hypergl ycemi a) , ada pasi en yang kadar gl ukosa dar ah puasanya
t i nggi t api set el ah makan bai k, at au sebal i knya kadar gl ukosa
dar ah puasanya nor mal sedangkan set el ah makan t i nggi . Moor a-
di an et al . , 2006, menganj ur kan j al an kel uar pengobat an kepada
pasi en dengan pr of i l gl ukosa dar ah seper t i di at as. Rekomendasi
dapat di l i hat pada Tabel 3.
C. Kombinasi terapi insulin dan obat antidiabetik oral
Ter api i nsul i n ser i ng di kombi nasi kan dengan obat ant i di abet i k
o r a l p a d a p a s i e n DMT2 a t a u DMT1 y a n g me mi l i k i r e s i s t e n s i
i nsul i n dengan kebut uhan i nsul i n > 40 U per har i nya. Pada pasi en
Petunjuk Praktis Terapi Insulin pada Pasien Diabetes Melitus
15
* NPH = neutral protamine Hagedorn; OAD = oral antiglycemic drug.
Efkasi dan keamanan rejimen insulin dipilih sesuai dengan uji klinis
(evidence-based recommendation).
NPH dua kali/hari dipilih sebagai terapi pilihan pertama untuk menghindari
mahalnya insulin analog atau insulin campuran (premixed insulin) karena
pada pasien ini sering dibutuhkan insulin dosis besar.
Opini ahli.
Petunjuk Praktis Terapi Insulin pada Pasien Diabetes Melitus
dengan kegagal an sekunder sul f oni l ur ea di ni , penambahan i nsul i n
s e b e l u m t i d u r c u k u p u n t u k me n c a p a i s a s a r a n g l i k e mi k y a n g
di i ngi nkan. Rej i men kombi nasi ant ar a i nsul i n sebel um t i dur dan
obat ant i di abet i k or al si ang har i t er bukt i ber hasi l di t er apkan pada
banyak pasi en DMT2.
Penggunaan met f or mi n at au gl i t azon secar a ber samaan dengan
i ns ul i n j uga member i manf aat bagi pas i en dengan r es i s t ens i
i nsul i n. Keunt ungan penggunaan met f or mi n adal ah dapat mengu-
r angi peni ngkat an ber at badan yang ser i ng di t emukan pada pasi en
yang mendapat kan t er api i nsul i n. Kombi nasi obat met f or mi n at au
gl i t azon dengan i nsul i n yang t el ah di ber i kan pada seor ang pasi en
d i a b e t e s me l i t u s d a p a t me n y e d e r h a n a k a n j a d wa l p e mb e r i a n
i nsul i n. Penambahan obat gol ongan i nhi bi t or al f a- gl ukosi dase j uga
dapat mengur angi j uml ah sunt i kan i nsul i n per har i nya.
D. Cara pemberian insulin
Car a pember i an i ns ul i n y ang umum di l ak uk an adal ah dengan
sempr i t dan j ar um, pen i nsul i n, at au pompa i nsul i n ( CSI I ) . Sampai
saat i ni , penggunaan CSI I di I ndonesi a masi h sangat t er bat as.
Pemakai an sempr i t dan j ar um cukup f l eksi bel ser t a
me- mungki nkan ki t a unt uk mengat ur dosi s dan membuat ber bagai
f or mul a campur an i nsul i n unt uk mengur angi j uml ah i nj eksi per har i .
Ket er bat asannya adal ah memer l ukan pengl i hat an yang bai k dan
ket r ampi l an yang cukup unt uk menar i k dosi s i nsul i n yang t epat .
Pen i nsul i n ki ni l ebi h popul ar di bandi ngkan sempr i t dan j ar um.
Car a penggunaannya l ebi h mudah dan nyaman, ser t a dapat di bawa
kemana- mana. Kel emahannya adal ah ki t a t i dak dapat mencampur
dua j eni s i nsul i n menj adi ber bagai kombi nasi , kecual i yang sudah
t er sedi a dal am sedi aan t et ap (i nsul i n premi xed).
Petunjuk Praktis Terapi Insulin pada Pasien Diabetes Melitus
17
Pasien yang dirawat di rumah sakit dapat dibagi ke dalam dua kelompok.
Kelompok pertama pasien yang memerlukan perawatan di ruang intensif,
misalnya pasien ketoasidosis, pascaoperasi, atau pasien penyakit gawat
seperti sepsis. Kelompok kedua adalah pasien yang tidak memerlukan
perawatan di ruang intensif, misalnya pasien praoperatif atau pasien
dengan penyakit yang tidak gawat.
Secara umum, cara pemberian terapi insulin bagi kedua kelompok
di atas memiliki perbedaan. Pasien yang dirawat di ruang intensif
umumnya memerlukan terapi intensif dengan cara pemberian insulin
infus (drip) intravena atau secara intramuskular. Cara intramuskular
jarang dilakukan dan hanya dilakukan bila fasilitas insulin drip intravena
tidak tersedia. Pasien yang dirawat di ruang biasa umumnya tidak
memerlukan terapi insulin infus intravena. Terapi untuk pasien ini cukup
dengan pemberian subkutan atau dengan pompa insulin (CSII). Bahkan
pada kasus yang ringan, terapi dengan obat antidiabetik oral masih
dapat diberikan untuk pasien DM, terutama pasien DMT2.
A. Sasaran kendali glukosa darah
Dulu hal yang terpenting dalam penanganan pasien DM yang dirawat
di rumah sakit adalah mencegah keadaan hipoglikemia. Oleh sebab
i t u muncul ungkapan bahwa sebai knya pasi en-pasi en t ersebut
di pertahankan tetap sedi ki t mani s atau dal am Bahasa Inggri s
dikatakan keep the patient a little sweet. Persepsi tersebut ternyata
keliru sebab diabetes dan hiperglikemia di rumah sakit bukan merupakan
V. Terapi Insulin untuk Pasien Hiperglikemia
yang Dirawat di Rumah Sakit
Petunjuk Praktis Terapi Insulin pada Pasien Diabetes Melitus
kondisi yang ringan (benign). Sementara itu, terapi insulin intensif untuk
mempertahankan kadar glukosa darah < 110 mg/dL dapat menurunkan
morbiditas dan mortalitas pasien di unit perawatan intensif. Sasaran
kendali glukosa darah adalah normoglikemi (lihat Tabel 4).
B. Cara pemberian insulin
Agar terapi insulin dapat dilaksanakan dengan baik pada pasien
hiperglikemia yang dirawat di rumah sakit, harus dipahami tentang
pola sekresi insulin pada orang normal. Hal tersebut disebabkan pada
hakikatnya sasaran terapi insulin adalah membuat insulin eksogen yang
diberikan sedemikian rupa sehingga menyerupai pola sekresi insulin
endogen atau fisiologis.
Sekresi insulin dapat dibagi menjadi sekresi insulin basal (saat puasa
atau sebelum makan) dan insulin prandial (setelah makan). Insulin
basal adalah jumlah insulin eksogen per unit waktu yang diperlukan
untuk mencegah hiperglikemia puasa akibat glukoneogenesis serta
mencegah ketogenesis yang tidak terdeteksi. Insulin prandial adalah
jumlah insulin yang dibutuhkan untuk mengkonversi bahan makanan
ke dalam bentuk energi cadangan sehingga tidak terjadi hiperglikemia
postprandial. Karena selama perawatan tidak jarang ditemukan fluktuasi
kadar glukosa darah akibat berbagai sebab, dalam pemberian terapi
insulin bagi pasien yang dirawat di rumah sakit dikenal istilah insulin
koreksi atau insulin suplemen. Insulin koreksi adalah jumlah insulin
Petunjuk Praktis Terapi Insulin pada Pasien Diabetes Melitus
19
yang diperlukan pasien di rumah sakit akibat kenaikan kebutuhan
insulin yang disebabkan adanya suatu penyakit atau stres.
Secara umum, kebutuhan insulin dapat diperkirakan sebagai berikut:
insulin basal adalah 50% kebutuhan total insulin per hari atau 0,02
U/kgBB; insulin prandial adalah 50% dari kebutuhan total insulin per
hari; dan insulin koreksi sekitar 10-20% dari kebutuhan total insulin
per hari
Catatan tambahan:
Menghitung karbohidrat (carbohydrate counting)
Pemahaman pasien tentang cara menghitung karbohidrat sangat
penting, terutama pada pasien yang mendapat terapi insulin dengan
dosis multipel. Perhitungannya, untuk setiap 15 gram karbohidrat (60
kal = dibutuhkan 1 unit insulin). Usia dan berat badan mempengaruhi
kebutuhan insulin untuk karbohidrat yang dikonsumsi.
1. Insulin infus intravena
a. Sasaran kadar glukosa darah
Sasaran kadar glukosa darah dan batas kadar glukosa darah
untuk memulai pemberian terapi insulin tergantung dari setiap
kasus yang dihadapi. Pada pasien bedah yang kritis (sakit
berat/gawat), sasaran kadar glukosa darah lebih rendah daripada
pasien penyakit kritis nonbedah atau penyakit bedah tidak kritis
(lihat Tabel 5 dan Tabel 6).
b. Indikasi insulin infus intravena
Pada prinsipnya, pasien penyakit berat atau kritis yang dirawat
di rumah sakit memerlukan terapi insulin. Sebagian besar dari
mereka membutuhkan terapi insulin yang diberikan secara infus
intravena, misalnya pada pasien kritis/akut seperti hiperglikemia
gawat darurat, i nfark mi okard akut, stroke, fraktur, i nfeksi
sistemik, syok kardiogenik, pasien transplantasi organ, edema
Petunjuk Praktis Terapi Insulin pada Pasien Diabetes Melitus
anasarka, kelainan kulit yang luas, persalinan, pasien yang
mendapat terapi glukokortikoid dosis tinggi, dan pasien pada
periode perioperatif. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah
adanya strategi untuk mencapai dosis yang tepat sebelum
konversi dari terapi insulin infus intravena ke terapi insulin
subkutan.
Selain itu, hal yang juga perlu diperhatikan adalah derajat bukti
manfaat penggunaan insulin infus intravena. Hal tersebut telah
disebutkan dalam jurnal yang ditulis oleh Clement et al (2004)
(lihat Tabel 7).
c. Protokol insulin infus intravena
Bagi pasien kritis pascabedah yang dirawat di ruang intensif,
protokol terapi insulin yang dapat dipakai sebagai acuan adalah
protokol yang dipaparkan oleh Van den Berghe (dapat dilihat
pada Tabel 8). Cara pemberian yang lain dapat dilihat pada
lampiran.
Petunjuk Praktis Terapi Insulin pada Pasien Diabetes Melitus
21
Clemet et al, 2004
Endocr Pract. 2004; 10 (Suppl 2): 71-80
Catatan: Kategori yang pasling baik/dianjurkan adalah pada level A
Van den Berghe, 2001
Petunjuk Praktis Terapi Insulin pada Pasien Diabetes Melitus
Protokol ini dimulai dengan tahap persiapan yaitu dengan memberi-
kan infus D5% 100cc/jam. Setelah itu, bila terdapat fasilitas syringe
pump, siapkan 50 unit insulin reguler (RI) dalam spuit berukuran 50 cc,
kemudian encerkan dengan larutan NaCl 0,9 % hingga mencapai
50 cc (1 cc NaCl = 1 unit RI). Bila diperlukan 1,5 unit insulin/jam,
petugas tinggal mengatur kecepatan tetesan 1,5 cc/jam. Dapat pula
diberikan 125 RI dalam 250 ml larutan NaCl 0,9%, yang berarti setiap
2 cc NaCl = 1 unit RI.
Bila tidak tersedia syringe pump, dapat digunakan botol infus 500 cc
larutan NaCl 0,9%. Masukkan 12 unit RI (dapat juga 6 unit atau angka
lain, sebab nantinya akan diperhitungkan dalam tetesan) ke dalam botol
infus 500 cc larutan NaCl 0.9%. Bila dibutuhkan 1 unit insulin/jam, maka
dalam botol infus yang berisi 12 unit RI, diatur kecepatan tetesan 12
jam/botol, sehingga 12 unit RI akan habis dalam 12 jam. Bila dibutuhkan
2 unit perjam, kecepatan tetesan infus diatur menjadi 6 jam/botol, karena
12 unit RI akan habis dalam 6 jam, demikian seterusnya, tetesan diatur
sesuai permintaan. Sebagai patokan tetesan, 1 cc cairan infus = 20
tetesan makro = 60 tetesan mikro.
d. Peralihan insulin infus intravena ke insulin subkutan
Setelah kadar glukosa darah stabil dan pasien mulai mendapatkan
makanan, terapi insulin dapat dialihkan menjadi jalur subkutan
dengan tetap memperhatikan kaidah terapi insulin basal dan
bolus, serta disesuaikan dengan pola respon insulin fisiologis.
Sebelum terapi insulin infus intravena dihentikan, terapi insulin
subkutan sebaiknya sudah dimulai supaya diperoleh waktu yang
cukup untuk awitan kerja insulin. Terapi insulin infus intravena
dapat dihentikan 2 jam setelah pemberian insulin subkutan.
Kebutuhan insulin subkutan dihitung berdasarkan total kebutuhan
insulin infus intravena dalam 24 jam. Dosis total harian insulin
subkutan adalah 80% dari dosis total insulin infus intravena
selama 24 jam. Dosis total harian tersebut dibagi menjadi dosis
Petunjuk Praktis Terapi Insulin pada Pasien Diabetes Melitus
23
insulin basal dan insulin bolus subkutan. Dosis insulin basal
adalah sebesar 50% dari dosis harian total.
Jenis insulin yang diberikan biasanya long acting insulin (lebih
baik digunakan insulin yang tidak memiliki puncak kerja/peak,
seperti i nsul i n gl argi ne atau detemi r). Dosi s i nsul i n bol us
subkutan adalah 50% dari dosis harian total subkutan. Dalam
pemberiannya, dosis dibagi rata sesuai jumlah kali makan,
umumnya 3 kali/hari. Jenis insulin yang diberikan berupa short
atau rapid acting insulin. Contoh perhitungan dosis insulin
subkutan dapat dilihat pada tabel 9.
Petunjuk Praktis Terapi Insulin pada Pasien Diabetes Melitus
2. Insulin subkutan
Walaupun penggunaan terapi obat antidiabetik oral masih memungkinkan
untuk diberikan pada pasien diabetes melitus yang dirawat di rumah
sakit, tapi bagi pasien yang akan menjalani pembedahan atau memiliki
penyakit berat sebaiknya digunakan terapi insulin.
Ada beberapa bentuk pemberian insulin subkutan pada pasien yang
dirawat di rumah sakit, antara lain insulin terjadwal
(scheduled atau programmed insulin) dan insulin koreksi. Program
pemberian insulin terjadwal terbagi atas kebutuhan insulin basal dan
insulin prandial. Insulin basal dapat diberikan dengan menggunakan
pompa insulin (CSII), insulin kerja intermediate
Jika protokol dimulai dengan pemberian NPH (bukan glargine/detemir), maka dosis yang diberikan 0,25
U/kgBB NPH saat makan pagi dan sebelum tidur (0,15 U/kgBB bila kuatir terjadi hipoglikemia ; 0,35 U/kg
untuk kondisi dengan peningkatan kebutuhan insulin basal). Selain itu, tetap diberikan 0,1 U/kgBB rapid
acting insulin setiap makan.
Petunjuk Praktis Terapi Insulin pada Pasien Diabetes Melitus
25
(NPH atau premixed) 2-4 kali sehari, atau insulin analog kerja
panjang. Sementara itu, kebutuhan insulin prandial dapat dipenuhi
dengan insulin kerja cepat (insulin regular atau rapid acting insulin
anal og). Insul i n tersebut di beri kan sebel um makan atau setel ah
makan (hanya untuk penggunaan rapid acting insulin analog)
apabila jadwal dan jumlah asupan makanan tidak pasti (lihat juga
Tabel 2).
Rekomendasi jenis dan dosis pemberian insulin subkutan pada
pasien DMT1 dan DMT2 yang mendapatkan makanan secara oral dapat
dilihat pada Tabel 10.
Petunjuk Praktis Terapi Insulin pada Pasien Diabetes Melitus
VI. Terapi insulin pada Pasien Perioperartif
Beberapa persiapan sebelum operasi, antara lain melakukan pengendalian
metabolik (kadar glukosa darah puasa < 140 mg/dL, kadar glukosa darah 2
jam setelah makan <200 mg/dL), serta menentukan keadaan kardiovaskular,
neurol ogi , dan fungsi gi nj al . Penatal aksanaan pasi en DM peri operati f
tergantung dari berat ringannya tindakan pembedahan.
A. Operasi kecil
Penggunaan obat antidiabetik oral atau insulin dapat diteruskan bila
kadar glukosa darah sudah terkendali dengan baik. Pasien-pasien ini tidak
memerlukan persiapan khusus seperti puasa dan sesudah tindakan dapat
makan seperti biasa.
B. Operasi sedang
Operasi sedang yang elektif merupakan kasus yang paling sering ditemukan
oleh para spesialis penyakit dalam saat persiapan prabedah seperti operasi
l aparatomi , bedah tumor kandungan, bedah tul ang, dan bedah saraf.
Persi apannya sama dengan operasi besar, yang pada dasarnya harus
dilakukan sebaik mungkin sebelum menjalani tindakan operasi. Perlu dicatat
kepentingan pemantauan kadar glukosa darah selama operasi. Untuk hal
tersebut petugas cukup menggunakan reflectance meter yang dapat
digunakan di kamar operasi. Operasi yang lama dapat meningkatkan kadar
glukosa darah. Bila kadar glukosa darah tinggi maka perlu diberikan insulin.
Petunjuk Praktis Terapi Insulin pada Pasien Diabetes Melitus
27
C. Operasi besar
Bagi pasien yang akan menjalani operasi besar yang memerlukan anestesi
umum dan dipuasakan, dibutuhkan infus insulin dan glukosa serta pemantauan
kadar glukosa darah setiap jam. Pemberian infus insulin dan glukosa dapat
diberikan secara terpisah, misalnya insulin kerja singkat dimasukkan ke dalam
larutan NaCl 0,9% dengan konsentrasi 0,5 unit/ml dan larutan dekstrose
5% atau 10% tergantung keperluan. Infus insulin ditambahkan pada infus
dekstrosa dan kecepatan infus disesuaikan dengan kadar glukosa darah (untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 11). Pada operasi yang memerlukan
pembatasan cairan seperti pada pasien gagal ginjal dan penyakit jantung
kongestif, sebagai asupan karbohidrat dapat digunakan dekstrosa 50%.
Tindakan operasi jantung dan pintas kardiopulmonar seringkali memerlukan
dosis insulin yang tinggi untuk mengendalikan kadar glukosa darah dengan
baik. Pengendalian kadar glukosa darah yang baik selama operasi akan
menurunkan angka morbiditas dan mortalitas pasien DM. Kadar glukosa
darah yang baik pada persiapan dan selama operasi dipertahankan pada
kadar 100125 mg/dL. Hal yang perlu mendapat perhatian pada pasien DM
yang memerlukan tindakan operasi darurat adalah waktu terakhir mendapat
suntikan insulin dan penilaian status metabolik melalui pemantauan kadar
glukosa darah.
Bagi pasien yang akan menjalani operasi elektif, pemberian insulin
umumnya dimulai apabila ditemukan kadar glukosa darah lebih dari 140
mg/dL. Sementara itu, bagi pasien DM di ruang intensif yang akan menjalani
operasi , i nsul i n dapat mul ai di beri kan bi l a kadar gl ukosa darah l ebi h
dari 110 mg/dL. Target kadar glukosa darah yang diinginkan untuk pasien
kri ti s yang akan menj al ani operasi adal ah 80 110 mg/dL, sementara
untuk pasien dengan operasi lainnya, target kadar glukosa darah adalah
90-140 mg/dL.
Petunjuk Praktis Terapi Insulin pada Pasien Diabetes Melitus
D. Penatalaksanaan pasca tindakan operasi
Pada operasi besar, infus dekstrosa dan insulin harus diteruskan sampai
pasien bisa makan, kemudian dimulai dengan pemberian insulin subkutan
sesuai kebutuhan. Bagi pasi en yang memerl ukan nutri si enteral tetap
di anj urkan pemberi an i nsul i n kerj a si ngkat seti ap enam j am dan perl u
pengawasan untuk menghindari terjadinya hipoglikemia. Pasien yang tidak
bisa makan dan harus mendapat nutrisi parenteral dapat mengalami gangguan
metabolik yang berat. Penggunaan infus insulin pada pasien-pasien tersebut
mengikuti aturan dosis seperti yang ditunjukkan pada tabel 2. Kadar glukosa
darah dipertahankan pada kisaran 80 110 mg/dL untuk pasien kritis dan
kisaran 90 140 mg/dL untuk pasien operasi lainnya.
Petunjuk Praktis Terapi Insulin pada Pasien Diabetes Melitus
29
VII. Terapi insulin pada Krisis
Hiperglikemia: Ketoasidosis Diabetik dan
Status Hiperglikemia Hiperosmiolar
A. Denisi dan diagnosis
Ketoasidosis diabetik (disingkat KAD) dan status hiperglikemia hiperosmolar
(disingkat SHH) merupakan komplikasi metabolik akut paling serius pada
pasien diabetes melitus. Manifestasi utamanya adalah kekurangan insulin
dan hiperglikemia yang berat. SHH terjadi ketika defisiensi insulin yang
relatif (terhadap kebutuhan insulin) menimbulkan dehidrasi dan akhirnya
menyebabkan kondisi hiperosmolaritas. KAD terjadi bila kekurangan insulin
yang berat tidak saja menimbulkan hiperglikemia dan dehidrasi yang berat tapi
juga mengakibatkan produksi keton meningkat serta asidosis.
Diagnosis KAD ditegakkan bila ditemukan hiperglikemia ( 250 mg/dL),
ketosis darah atau urin, dan asidemia (pH < 7.3).
B. Terapi
Terapi bertujuan mengoreksi kelainan patofisiologis yang mendasari, yaitu
gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, kadar glukosa darah, gangguan
asam basa, serta mengobati faktor pencetus. Prinsip terapi KAD dan SHH
terdiri dari pemberian cairan, terapi insulin, koreksi kalium, dan bikarbonat.
Petunjuk Praktis Terapi Insulin pada Pasien Diabetes Melitus
1. Insulin
a. Insulin infus intravena dosis rendah berkelanjutan
Insulin regular intravena memiliki waktu paruh 45 menit, sementara
pemberian insulin secara intramuskular atau subkutan memiliki waktu
paruh sekitar 24 jam.
Insulin infus intravena dosis rendah berkelanjutan (continuous
infusion of low dose insulin) merupakan standar baku pemberian
insulin di sebagian besar pusat pelayanan medis. Panduan terapi
insulin pada KAD dan SHH dapat dilihat pada tabel 9. Pemberian
insulin infus intravena dosis rendah 48 unit/jam menghasilkan kadar
insulin sekitar 100 uU/ml dan dapat menekan glukoneogenesis dan
lipolisis sebanyak 100%.
Cara pemberian infus insulin dosis rendah berkelanjutan dikaitkan
dengan kompl i kasi metabol i k seperti hi pogl i kemi a, hi pokal emi a,
hipofosfatemia, hipomagnesema, hiperlaktatemia, dan disequilibrium
osmotik yang lebih jarang dibandingkan dengan cara terapi insulin
dengan dosis besar secara berkala atau intermiten.
b. Insulin intramuskular
Penurunan kadar glukosa darah yang dicapai dengan pemberian
insulin secara intramuskular lebih lambat dibandingkan dengan cara
pemberian infus intravena berkelanjutan. Terapi insulin intramuskular
dosis rendah (5 unit) yang diberikan secara berkala (setiap 12jam)
sesudah pemberian insulin dosis awal (loading dose) sebesar 20 m
juga merupakan cara terapi insulin pada pasien KAD. Cara tersebut
terutama dijalankan di pusat pelayanan medis yang sulit memantau
pemberian insulin infus intravena berkelanjutan. Pemberian insulin
intramuskular tersebut dikaitkan dengan kadar insulin serum sekitar
6090 U/dL.
Petunjuk Praktis Terapi Insulin pada Pasien Diabetes Melitus
31
c. Insulin subkutan
Terapi insulin subkutan juga dapat digunakan pada pasien KAD. Namun,
untuk mencapai kadar insulin puncak dibutuhkan waktu yang lebih lama.
Cara itu dikaitkan dengan penurunan kadar glukosa darah awal yang lebih
lambat serta timbulnya efek hipoglikemia lambat (late hypoglycemia)
yang lebih sering dibandingkan dengan terapi menggunakan insulin
intramuskular.
Pada mayoritas pasien, terapi insulin diberikan secara simultan dengan
cairan intravena. Apabila pasien dalam keadaan syok atau kadar
kalium awal kurang dari 3,3 mEq/L, resusitasi dengan cairan intravena
Petunjuk Praktis Terapi Insulin pada Pasien Diabetes Melitus
atau suplemen kalium harus diberikan lebih dahulu sebelum infus
insulin dimulai. Insulin infus intravena 5-7 U/jam seharusnya mampu
menurunkan kadar glukosa darah sebesar 5075 mg/dL/jam serta
dapat menghambat lipolisis, menghentikan ketogenesis, dan menekan
proses glukoneogenesis di hati.
Kecepatan infus insulin harus selalu disesuaikan. Bila faktor-faktor lain
penyebab penurunan kadar glukosa darah sudah dapat disingkirkan
dan penurunan kadar glukosa darah kurang dari 50 mg/dL/jam, maka
kecepatan infus insulin perlu ditingkatkan. Penyebab lain dari tidak
tercapainya penurunan kadar glukosa darah, antara lain rehidrasi
yang kurang adekuat dan asidosis yang memburuk.
Bila kadar glukosa darah sudah turun < 250 mg/dL, dosis insulin infus
harus dikurangi menjadi 0,05-0,1 U/kgBB/jam sampai pasien mampu
minum atau makan. Pada tahap ini, insulin subkutan dapat mulai
diberikan, sementara infus insulin harus dilanjutkan paling sedikit 12
jam setelah insulin subkutan kerja pendek diberikan. Pasien KAD dan
SHH ringan dapat diterapi dengan insulin subkutan atau intramuskular.
Hasil terapi dengan insulin infus intravena, subkutan, dan intravena
intermiten pada pasien KAD dan SHH ringan tidak menunjukkan
perbedaan yang bermakna dalam hal kecepatan penurunan kadar
glukosa dan keton pada 2 jam pertama.

Petunjuk Praktis Terapi Insulin pada Pasien Diabetes Melitus
33
VIII. Komplikasi Terapi Insulin
A. Hipoglikemia
Komplikasi terapi insulin yang paling penting adalah hipoglikemia. Terapi
insulin intensif untuk mencapai sasaran kendali glukosa darah yang normal
atau mendekati normal cenderung meningkatkan risiko hipoglikemia. Edukasi
terhadap pasien dan penggunaan rejimen terapi insulin yang mendekati
fisiologis dapat mengurangi frekuensi hipoglikemia.
B. Peningkatan berat badan
Pada pasien dengan kendali glukosa yang buruk, peningkatan berat badan
tidak dapat dihindari karena terapi insulin memulihkan massa otot dan lemak
(pengaruh anabolik insulin). Penyebab peningkatan berat badan yang lain
adalah makan yang berlebihan serta kebiasaan mengudap untuk menghindari
hipoglikemia. Pasien yang menjalani terapi insulin umumnya melakukan
diet yang lebih longgar dibandingkan dengan diet ketat saat terapi dengan
obat antidiabetik oral. Hal tersebut juga dapat menyebabkan peningkatan
berat badan.
C. Edema insulin
Edema dapat muncul pada pasien yang memiliki kendali glukosa darah buruk
(termasuk pasien KAD) akibat retensi garam dan air yang akut. Edema dapat
menghilang secara spontan dalam beberapa hari. Kadang-kadang dibutuhkan
terapi diuretika untuk menatalaksana hal tersebut.
Petunjuk Praktis Terapi Insulin pada Pasien Diabetes Melitus
D. Reaksi lokal terhadap suntikan insulin
Lipohipertrofi merupakan pertumbuhan jaringan lemak yang berlebihan akibat
pengaruh lipogenik dan growth-promoting dari kadar insulin yang tinggi
di tempat penyuntikan. Hal itu dapat muncul pada pasien yang menjalani
beberapa kali penyuntikan dalam sehari dan tidak melakukan rotasi tempat
penyunti kan. Li poatrofi adal ah hi l angnya j ari ngan l emak pada tempat
penyuntikan. Saat ini, dengan penggunaan sediaan insulin yang sangat murni,
lipoatrofi sudah sangat jarang terjadi.
E. Alergi
Saat ini, dengan penggunaan sediaan insulin yang sangat murni, alergi insulin
sudah sangat jarang terjadi.
Petunjuk Praktis Terapi Insulin pada Pasien Diabetes Melitus
35
Pertimbangan keuntungan dan kerugian dalam terapi insulin pada pasien
yang dirawat di rumah sakit hendaknya menjadi perhatian bagi dokter yang
merawat. Secara umum berbagai keuntungan terapi insulin sudah banyak
diketahui. Pada pasien yang dirawat di rumah sakit, terapi insulin dapat
menyelamatkan jiwa. Namun demikian, bila cara pemberian dan pemantauan
kurang memadai, hal itu dapat mengancam jiwa pasien.
Kesalahan terapi insulin cukup sering ditemukan dan menjadi masalah
kl i ni s yang penti ng. Bahkan terapi i nsul i n termasuk dal am l i ma besar
pengobatan berisiko tinggi (high-risk medication) bagi pasien di rumah
sakit. Sebagian besar kesalahan tersebut terkait dengan kondisi hiperglikemia
dan sebagian lagi akibat hipoglikemia. Jenis kesalahan tersebut antara lain
disebabkan keterbatasan dalam hal ketrampilan (skill-based), cara atau
protokol (rule-based), dan pengetahuan (knowledge-based) dalam
hal penggunaan insulin.
Banyak data yang menunjukkan bahwa hiperglikemia dikaitkan dengan
buruknya luaran klinik. Sebagai contoh, kesalahan dalam terapi insulin
sebelum pembedahan pada pasien DMT1 akan mengakibatkan KAD dan
kematian. Hipoglikemia, walaupun frekuensinya lebih sedikit, namun juga
dapat mengakibatkan kematian. Bahaya yang dapat diakibatkan oleh serangan
hi pogl i kemi a mel i puti kecel akaan seperti j atuh, mual , muntah, respon
hipertensi yang mengakibatkan iskemia miokard.
Untuk menghindari bahaya-bahaya di atas, terapi insulin hendaknya
diberikan sesuai dengan protokol yang telah ditetapkan. Selain itu, perlu
dilakukan pemantauan yang memadai. Sebagai contoh, terapi insulin intensif
dengan cara infus intravena hanya dapat diberikan pada pasien khusus serta
dilakukan di ruang intensif.
IX. Keuntungan dan Kerugian
Terapi Insulin
Petunjuk Praktis Terapi Insulin pada Pasien Diabetes Melitus
Petunjuk Praktis Terapi Insulin pada Pasien Diabetes Melitus
37
American Diabetes Association. Practical insulin. A handbook for prescribers.
ADA edisi 2004.
Adam JMF. Penatalaksanaan endokrin darurat. Perkumpulan Endokrinologi
Indonesia. Makassar, 2002.
American College of Endocrinology Task Force on Inpatient Diabetes and
Metabolic Control. American College of Endocrinology Position Statement
on Inpatient Diabetes and Metabolic Control. Endocr Pract. 2004;10:
77-81.
American Diabetes Association. Hyperglycemic crisis in diabetes. Diabetes
Care 2004; 27: S94 S102.
American Diabetes Association. Standards of medical care in diabetes-2006.
Diabetes Care 2006;29: S4-S42.
Aviles-Santa L, Raskin P. Surgery and anasthesia. In Therapy for diabetes
mellitus and related disorders, Lebovitz HE (ed), American Diabes
Association, 4 th ed, 2004, p. 247-258.
Bethel MA, Feinglos MN. Basal insulin therapy in type 2 diabetes. J Am Board
Fam Pract 2005; 18: 199-204.
Bode BW, Braihwaite SS, Steed RD, Davidson PC. Intravenous insulin infusion
therapy: indications methods, and transition to subcutaneous insulin therapy.
ACE inpatient diabetes and metabolic control concensus conference. Endocr
Pract. 2004; 10 (Suppl 2): 71-80.
Campbell KB, Braithwaite SS. Hospital management of hyperglycemia. Clinical
Diabetes 2004; 22: 81-88
Capes SE, Hunt D, Malmberg K, Pathak P, Gerstein HC. Stess hyperglycemia
and prognosis of stroke in nondiabetic and diabetic patients. A Systematic
Overview. Stroke 2001; 32: 2426-2432.
Cheng AYY, Zinman B, Khan CR, et al. (Eds). Joslins Diabetes Mellitus. Fourth
Edition. Lipincott Williams & Wilkins. Philadelphia, 2005.
Clement S, Braithwaite SS, Magee MF, Ahmann A, Smith EP, Schafer RG,
X. Daftar Pustaka
Petunjuk Praktis Terapi Insulin pada Pasien Diabetes Melitus
Hirsh IB. Management of diabetes and hyperglycemia in hospitals. Diabetes
Care 2004; 27: 553-591.
Davidson MB, Dulan S, Duran P, Bazargan M. Indirect support for the use
of supplement insulin in hospitalized insulin-requiring diabetes patients.
Diabetes Care 2004; 27:2260-2261
Dandona P, Mohanty P, Chaudhuri A, Garg R, Aljada A. Insulin infusion in
acute illness. J Clin Inves 2005; 115:
Del Prato S, Felton AN, Munro N, Nesto R, Zimmet PZ, Zinman B. Improving
glucose management: Ten step to get more patients with type 2 diabetes to
glycemic goal. Int J Clin Pract 2005;59: 1345-1355.
Furnary Anthony P, Kathryn JZ, Gary L, Grunkemeier, Albert S. Continuous
intravenous insulin infusion reduces the incidence of deep sternal wound
infection in diabetic patients after cardiac surgical procedures. Ann Thorac
Surg 1999; 67: 352-60.
Fonseca V, Desouza C, Asnani S, Jialal I. Nontraditional risk factors for
cardiovascular disease in diabetes. Endocrine Rev 2004;25:153-175.
Gill GV, Alberti KGMM. The care of the diabetic patient during surgery. In
International Textbook of Diabetes Mellitus. DeFronzo RA, Ferrannini
E, Keen H, Zimmet P (Eds). John Wiley & Sons, England, 2004, p.
1741- 1749.
Goldberg P, Silvio I. Selling root canals: lesson learned from implementing a
hospital insulin infusion protocol. Diabetes Spectrum. 2005; 18: 28-33.
Hirsch I. Effect of insulin therapy on nonglycemic variables during acute
illness. Endocrine Pract 2004;10:63-70.
Hirsch IB. Insulin Analog. N Engl J Med 2005; 352: 174-183.
Hirsch IB, Bergenstal RM, Parkin CG, Wright Jr. E, Buse JB. A real-world
approach to insulin therapy in primary care practice. Clinical Diabetes
2005; 23: 78-86
Krentz AJ, Nattrass M. Acute metabolic complications of diabetes: diabetic
ketoacidosis, hyperosmolar non-ketotic hyperglycaemia and lactic acidosis.
In: Textbook of Diabetes, Pickup JC and Williams G (Eds.), Blackwell
Publishing, 2003, p. 32.1.
Krinsley JS. Effect of an intensive glucose management protocol on the mortality
of critically ill adult patients. Mayo Clin Proc 2004; 79: 992-1000.
Petunjuk Praktis Terapi Insulin pada Pasien Diabetes Melitus
39
Le Roith. Molecular Mechanism By Which Metabolic Control May Improve
Outcomes. Endocr Pract 2004; 10 (Suppl 2): 57-62.
Lteif A, Mather K. Insulin resistance, metabolic syndrome and vascular disease:
update on mechanistic linkages. Can J Cardiol 2004; 20: 66B-72B.
Magee MF, Clement S. Subcutaneous insulin therapy in the hospital setting:
issues, concerns and implementation. Endocr Pract 2004; 10 (Suppl 2):
82-88.
Malmberg K, Norhammar A, Wedel H, Ryden L. Glycometabolic state at
admission: important risk marker of mortality in conventionally treated
patients with diabetes mellitus and acute myocardial infarction. Long-term
results from the diabetes and insulin-glucose infusion in acute myocardial
infarction (DIGAMI) study. Circulation 99: 2626-2632, 1999.
Malmberg K, Group DS. Prospective randomised study of intensive insulin
treatment on long term survivalafter acute myocardial infarction in patients
with diabetes mellitus. BMJ 1997; 314: 1512-1515.
Moghissi E. Hospital management of diabetes: beyond the sliding scale.
CCJM 2004; 71: 801-808.
Moulik PK, Nethaji C , Khaleeli AA. Misleading electrocardio-graphic
results in patient with hyperkalaemia and diabetic ketoacidosis. BMJ
2002; 325: 1346-1347.
Mooradian AD, Bernbaum M, Albert SG. Narrative Review: A Rational
Approach to Starting Insulin Therapy. Ann Intern med 2006; 145: 125-134
Nathan M, Jack L. Insulin management of hospitalized diabetic patients. In:
Leahy Jack L, Cefalu Wiliam T, eds. Insulin therapy. New-York Basel :
Marcel Dekker, Inc ; 2002, p.153-70.
Nathan DM, Buse JB, Davidson MB, Heine RJ, Holman RR, Sherwin R,
Zinman B. Management of hyperglycemia in type 2 diabetes: a consensus
algorithm for the initiation and adjustment of therapy a consensus statement
from the American Diabetes Association and the European Association for
the Study of Diabetes. Diabetes Care 2006; 29: 1963-1972.
PB Perkeni. Konsensus pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus Tipe
2. 2006
Scott JF, Robinson GM, French JM, OConnell JE, Alberti KGMM, Gray CS.
Glucose potassium insulin infusions in the treatment of acute stroke patients
with mild to moderate hyperglycemia the glucose insulin in stroke trial
Petunjuk Praktis Terapi Insulin pada Pasien Diabetes Melitus
(GIST). Stroke 1999;30:793-799.
Thompson CL, Dunn KC, Kearns LE, Braithwaite SS. Hyperglycemia in the
hospital. Diabetes Spectrum 2005; 18: 20-27.
Umpierrez GE, Isaacs SD, Bazargan N, You X, Thaler LM, Kitabchi AE.
Hyperglycemia: an independent marker of in-hospital mortality in patients
with undiagnosed Diabetes. J Clin Endocrinol Metab 87: 978-982, 2002.
Van den Berghe G, Wouters P, Weekers F, et al. Intensive insulin therapy in
critically ill patients. N Engl J Med 345: 1359-1367, 2001.
Williams G, Pickup J. Diabetic ketoacidosis, non-ketotic hyperosmolear
coma, and lactic acidosis. Handbook of Diabetes, Blackwell Science,
1988, p.45.
Wyckoff J, Abrahamson MJ. Diabetic Ketoacidosis and Hyperosmolar
Hyperglycemic State. In: Joslins DiabetesMellitus, Kahn CR, Weir
Petunjuk Praktis Terapi Insulin pada Pasien Diabetes Melitus
41
TIM KONSENSUS INSULIN

You might also like