You are on page 1of 21

1

BAB II
LANDASAN TEORI
Gangguan Mental Organik
Gangguan otak organik didefinisikan sebagai gangguan dimana terdapat suatu patologi
yang dapat diidentifikasi. Psikosis secara sederhana dapat didefinisikan sebagai suatu
gangguan jiwa dengan kehilangan rasa kenyataan (sense of reality). Psikosa dapat dibagi
menjadi dua kelompok besar, yaitu: psikosa yang berhubungan dengan sindrom otak organik
dan psikosa fungsional. Sindrom otak organik ialah gangguan jiwa yang psikotik atau
nonpsikotik yang disebabkan oleh gangguan fungsi jaringan otak. Gangguan fungsi jaringan
otak ini disebabkan oleh penyakit badaniah yang terutama mengenai otak atau yang terutama
diluar otak, misalnya tipus, payah jantung dan intoxsikasi. Bila bagian otak yang terganggu
itu luas, maka gangguan dasar mengenai fungsi mental sama, tidak tergantung pada penyakit
yang menyebabkan
1
. Gambaran utama dari gangguannya membentuk dua kelompok utama,
yaitu
2
:
1. Sindrom dengan gambaran utamanya yang menonjol ialah gangguan fungsi kognitif
seperti: daya ingat, daya pikir, dan daya belajar atau gangguan sensorium seperti
gangguan kesadaran dan perhatian.
2. Sindrom dengan manifestasi yang menonjol dalam bidang daya persepsi
(halusinasi), isi pikir (waham), atau suasana perasaan dan emosi (depresi, gembira,
cemas).
Menurut PPDGJ III, klasifikasi gangguan mental organik adalah sebagai berikut
3
:
F00. Demensia pada penyakit Alzheimer
F00.0 Demensia pada penyakit Alzheimer dengan onset dini.
F00.1 Demensia pada penvakit Alzheimer dengan onset lambat.
F00.2 Demensia pada penyakit Alzheimer, tipe tak khas atau tipe campuran.
F00.9 Demensia pada penyakit Alzheimer Yang tidak tergolongkan ( YTT).
F01. Demensia Vaskular
F01.0 Demensia Vaskular onset akut.
F01.1 Demensia Multi-infark
F01.2 Demensia Vaskular subkortikal.
F01.3 Demensia Vaskular campuran kortikal dan subkortikal
F01.8 Demensia Vaskular lainnya
F01.9 Demensia Vaskular YTT
F02 Demensia pada penyakit lain yang diklasifikasikan di tempat lain (YDK)
F02.0 Demensia pada penyakit Pick.
F02.1 Demensia pada penyakit Creutzfeldt Jakob.
F02.2 Demensia pada penyakit huntington.
F02.3 Demensia pada penyakit Parkinson.
2

F02.4 Demensia pada penyakit human immunodeciency virus (HIV).
F02.8 Demensia pada penyakit lain yang ditentukan (YDT) dan YDK
F03 Demensia YTT
Karakter kelima dapat digunakan untuk menentukan demensia pada F00 F03 sebagai
berikut :
.0 Tanpa gejala tambahan.
. 1 Gejala lain, terutama waham.
. 2 Gejala lain, terutama halusinasi
. 3 Gejala lain, terutama depresi
. 4 Gejala campuran lain.
F04 Sindrom amnestik organik bukan akibat alkohol dan zat psikoaktif lainnya
F05 Delirium bukan akibat alkohol dan psikoaktif lainnya
F05.0 Delirium, tak bertumpang tindih dengan demensia
F05.1 Delirium, bertumpang tindih dengan demensia
F05.8 Delirium lainya.
F05.9 DeliriumYTT.
F06 Gangguan mental lainnya akibat kerusakan dan disfungsi otak dan penyakit fisik
F06.0 Halusinosis organik.
F06.1 Gangguan katatonik organik.
F06.2 Gangguan waham organik (lir-skizofrenia)
F06.3 Gangguan suasana perasaan (mood, afektif) organik.
.3.0 Gangguan manik organik.
.3.1 Gangguan bipolar organik.
.3.2 Gangguan depresif organik.
.3.3 Gangguan afektif organik campuran.
F06.4 Gangguan anxietas organik
F06.5 Gangguan disosiatif organik.
F06.6 Gangguan astenik organik.
F06.7 Gangguan kopnitif ringan.
F06.8 Gangguan mental akibat kerusakan dan disfungsi otak dan penyakit fisik lain YDT.
F06.9 Gangguan mental akibat kerusakan dan disfungsi otak dan penyakit fisik YTT.
F07 Gangguan keperibadian dan perilaku akibat penyakit, kerusakan dan disfungsi
otak
F07.0 Gangguan keperibadian organik
F07.1 Sindrom pasca-ensefalitis
F07.2 Sindrom pasca-kontusio
F07.8 Gangguan kepribadian dan perilaku organik akibat penyakit, kerusakan dan disfungsi
otak lainnya.
F07.9 Gangguan kepribadian dan perilaku organik akibat penyakit, kerusakan dan disfungsi
otak YTT.
F09 Gangguan mental organik atau simtomatik YTT

3


4

I. Demensia
Demensia adalah sindrom yang ditandai oleh berbagai gangguan fungsi kognitif tanpa
gangguan kesadaran. Fungsi kognitif yang dapat dipengaruhi pada demensia adalah
inteligensia umum, belajar, dan mengingat, bahasa, memecahkan masalah, orientasi, persepsi,
perhatian, dan konsentrasi, pertimbangan, dan kemampuan sosial. Butir klinis demensia
adalah identifikasi sindrom dan pemeriksaan klinis tentang penyebabnya
3
.
Epidemiologi
Demensia adalah penyakit penuaan. Kira-kira 5% dari semua orang yang mencapai usia
65 tahun menderita demensia tipe alzheimer, dibandingkan dengan 15-25% dari semua orang
yang berusia 85 tahun atau lebih. Faktor resiko untuk perkembangan demensia tipe alzheimer
adalah wanita, mempunyai sanak saudara tingkat pertama dengan gangguan tersebut, dan
mempunyai riwayat cedera kepala. Tipe demensia yang paling sering lainnya adalah
demensia vaskular, yaitu demensia yang secara kausatif berhubungan dengan penyakit
serebrovaskular. Demensia vaskular berjumlah 15-30% dari semua kasus demensia.
Demensia vaskular paling sering ditemukan pada orang yang berusia antara 60 dan 70 tahun
dan lebih sering pada laki-laki dibandingkan perempuan. Hipertensi merupakan predisposisi
seseorang terhadap penyakit
3
.
Gejala Demensia
4
:
a. Penurunan kemampuan daya ingat dan daya pikir hingga mengganggu kegiatan harian
seseorang.
b. Tidak ada gangguan kesadaran
c. Gejala disabilititas sudah nyata untuk paling sedikit 6 bulan

1.1. Demensia Tipe Alzheimer
Penyakit alzheimer ialah penyakit degeneratif otak primer yang etiologinya tidak
diketahui, dengan gambaran neuropatologis dan neurokimiawi yang khas
2
. Pada nuropatologi
observasi makroskopis ditemukan atrofi difus. Sedangkan temuan mikroskopis adalah
bercak-bercak senilis, kekusutan neurofibriler, hilangnya neuronal, dan degenerasi
kardiovaskular. Kelainana pada neurotransmiter adalah asetilkolin dan norepinefrin,
keduanya dihipotesiskan menjadi hipoaktif pada penyakit alzheimer
3
.
Biasanya onset berkembang lambat laun tetapi pasti dalam beberapa tahun. Onset dapat
dimulai pada umur dewasa menengah, atau lebih dini (penyakit alzheimer yang beronset
prasenil). Tetapi angka kejadiannya lebih tinggi pada usia lanjut (penyakit alzheimer onset
senil)
2
.
Pedoman diagnostik
2
:
a. Terdapat gejala demensia
b. Onset yang tersembunyi dengan deteriorasi lambat. Orang lain bisa menyadari adanya
kelainan tersebut, tetapi onset sulit ditentukan saatnya.
5

c. Tidak ada bukti klinis atau temuan dari penyelidikan khusus, yang menyatakan bahwa
kondisi mental itu dapat disebabkan oleh penyakit otak atau sistemik lain yang dapat
menimbulkan demensia. Misalnya hipotiroid, hiperkalsemia, defisiensi vitamin B12,
defisiensi niasin, neurosifilis, hidrosefalus bertekanan normal, atau hematoma subdural.
d. Tidak ada serangan apopletik mendadak, atau gejala neurologis kerusakan otak fokal
seperti hemiparesis, hilangnya daya sensorik, defek lapang pandang mata, dan
inkoordinasi yang terjadi dalam masa dini dari gangguan itu.

A. Demensia pada Penyakit Alzheimer Onset Dini
Demensia penyakit ini mulai sebelum usia 65 tahun. Secara relatif terdapat deteriorasi
yang cepat, dengan gangguan multipel yang nyata dari fungsi kortikal luhur. Afasia,
agrafia, aleksia dan apraksia terjadi relatif dini dalam perjalanan demensia.
Pedoman diagnostik
Onset sebelum usia 65 tahun disertai perkembangan gejala yang cepat dan progresif.
Adanya riwayat keluarga yang berpenyakit alzheimer merupakan faktor yang
menyokong diagnosis tetapi tidak harus dipenuhi. Ditemukan pada riwayat keluarga
dengan sindrom down atau limfoma.
Termasuk: penyakit alzheimer tipe 1 dan demensia presenil tipe alzheimer
2
.

B. Demensia pada Penyakit Alzheimer Onset Lambat
Demensia pada penyakit alzheimer onsetnya secara klinis sesudah usia 65 tahun dan
biasanya pada akhir 70-an atau sesudahnya, dengan perjalanan penyakit kemerosotan
yang lamban, dan biasanya dengan gangguan daya ingat sebagai gambaran utama.
Pedoman diagnostik
Demensia yang disebutkan diatas dengan memperhatikan ada tidaknya gambaran yang
membedakan gangguan ini dari sub tipe onset dini.
Termasuk: penyakit alzheimer tipe 1 dan demensia senilis tipe alzheimer
2
.
Diagnosis Banding
Gangguan depresif berat (F30-F39); delirium (F05); sindrom amnestik organik (F04);
demensia primer lainnya seperti penyakit pick, creutzfeldt-Jakob atau huntington demensia
sekunder berkaitan dengan berbagai penyakit fisik, kondisi toksik, dsb (F02.8); retsrdasi
mental ringan sedang dan berat
2
.
Pengobatan
Jika pasien menderita akibat suatu penyebab demensia yang dapat diobati, terapi
diarahkan untuk mengobati gangguan dasar. Pendekatan pengobatan umum pada pasien
demensia adalah untuk memberikan perawatan medis suportif, bantuan emosional untuk
pasien dan keluarga, dan pengobatan farmakologis untuk gejala spesifik, termasuk gejala
perilaku yang mengganggu
1
.



6

1.2. Demensia Vaskular
Penyebab utama dari demensia vaskular adalah penyakit vaskular serebral yang
multipel, yang menyebabkan suatu pola gejala demensia. Gangguan mengenai pembuluh
darah serebral berukuran kecil dan sedang yang mengalami infark dan menghasilkan lesi
parenkim multipel yang menyebar pada daerah otak yang luas. Penyebab infark mungkin
termasuk oklusi pembuluh darah oleh plak atreiosklerotik atau tromboemboli dari tempat
asal yang jauh (contoh: katup jantung)
3
. khas dari demensia vaskular adalah adanya riwayat
serangan iskemia sepintas (tansient ischemic attact) dengan gangguan kesadaran sepintas,
paresis yang sejenak atau hilangnya penglihatan
2
.
A. Demensia Vaskular Onset Akut
Biasanya terjadi secara cepat sesudah serangan stroke akibat trombosis serebrovaskular,
embolisme, atau perdarahan. Kemungkinan dapat terjadi walaupun jarang satu infark
besar sebagai penyebabnya.
B. Demensia Multi-Infark
Onset lebih lambat daripada bentuk akutnya, biasanya setelah serangan episode iskemik
minor yang menimbulkan akumulasi dari infark pada parenkim otak.
C. Demensia Vaskular Subkortikal
Terdapat riwayat hipertensi dan fokus kerusakan akibat iskemia pada substansia alba di
hemisfer serebral yang dapat diduga secara klinis dan dibuktikan dengan CT-Scan.
Korteks serebri biasanya baik, berbeda dengan gambaran klinis yang mirip dengan
demensia pada penyakit Alzheimer.
D. Demensia Vaskular Campuran Kortikal dan Subkortikal
Komponen campuran kortikal dan subkortikal dari demensia vaskular ini dapat diduga
dari gambaran klinis dan hasil pemeriksaan (termasuk autopsi) atau keduanya
2
.
Pedoman Diagnostik
2
:
a. Diagnosis dugaan adanya demensia seperti tercantum diatas
b. Hendaya fungsi kognitif biasanya tidak merata, jadi mungkin terdapat hilangnya daya
ingat, hendaya intelek, dan tanda neurologis fokal.
c. Daya tilikan diri dan daya nilai secara keseluruhan tetap baik
d. Onset mendadak atau kemunduran yang lambat serta terdapatnya tanda dan gejala
neurologis fokal
e. Pemeriksaan CT-scan atau atau pemeriksaan neuropatologis
Diagnosis Banding
4
:
Delirium (F05); penyakit alzheimer (F00); gangguan perasaan (F30-F39); retardasi ringan
dan sedang (F70-F71); perdarahan subdural trumatik, nontrumatik.

1.3. Demensia Pada Penyakit Lain (YDK)
Demensia ini diduga karena sebab lain selain penyakit alzheimer atau serebrovaskular.
Onset pada setiap saat dalam hidup seseorang, jarang pada usia lanjut.
7

Pedoman diagnostik
4
:
a) Adanya demensia seperti digambarkan diatas
b) Adanya gambaran khas dari salah satu sindrom seperti yang disebutkan dalam kategori di
bawah ini.
A. Demensia pada Penyakit Pick
Demensia yang progresif muncul pada usia pertengahan (bisanya 50-60 tahun)
3
.
Penyakit ini lebih sering pada laki-laki, khususnya mereka yang mempunyai sanak saudara
derajat pertama dengan kondisi tersebut. Secara patologis penyakit ini memiliki ciri khas
seperti atrofi dan gliosis di daerah-daerah asosiatif. Terjadi atrofi pada daerah-daerah tertentu
terutama pada daerah frontal dan temporal. Otak mengecil sehingga beratnya menjadi kurang
dari 1000 gram (normal 1200-1300 gram)
1
.
Daerah motorik, sensorik dan daerah proyeksi secara relatif tidak banyak berubah.
Yang terganggu adalah daerah korteks yang secara filogenetik lebih muda dan penting untuk
fungsi asosiasi yang lebih tinggi. Sebab itu yang terutama terganggu adalah pembicaraan dan
proses pikir. Gejala awal seperti ingatan berkurang, kesukaran dalam pemikiran dan
konsentrasi, kurang spontanitas, emosi menjadi tumpul. Dalam satu tahun sudah terjadi
demensia yang jelas, ada yang efor, ada yang menjadi susah dan curiga. Sering terdapat
gejala-gejala fokal seperti afasia, apraxia, alexia, tetapi gejala-gejala ini sering diselubungi
oleh demensia umum. Ciri afasia yang penting pada penyakit ini ialah terjadinya secara
pelan-pelan dan terdapat logorhea yang spontan. Tidak jarang ada ekholia dan reaksi
stereotip
1
.
Pedoman diagnostik
2
:
1) Adanya gejala demensia yang progresif
2) Gambaran dari lobus frontalis yang menonjol, disertai euforia, emosi tumpul, dan
perilaku sosial yang kasar, disinhibisi, dan apati atau gelisah
3) Manifestasi gangguan perilaku pada umumnya mendahului gangguan daya ingat.

a. Demensia pada Penyakit Creutzfeldt-Jacob
Penyakit creutzfeldt-Jakob adalah penyakit degeneratif otak jarang yang disebabkan
oleh agen yang progresif secara lambat dan dapat ditransmisikan, paling mungkin suatu
prion. Semua gangguan yang berhubungan dengan prion menyebabkan degenerasi berbentuk
spongiosa pada otak, yang ditandai dengan tidak adanya respon inflamasi
3
.
Pedoman diagnostik
2
:
1) Demensia yang perjalanan penyakitnya progresif dan cepat dalam waktu beberapa
bulan sampai 1-2 tahun yang disertai gejala neurologis multipel
2) Trias yang mengarah pada diagnosis penyakit ini adalah demensia yang progresif
merusak, penyakit piramial dan ekstrapiramidal dengan mioklonus, dan
elektroenselogram (trifasik).



8

b. Demensia pada penyakit huntington
Demensia yang terlihat pada penyakit huntington adalah tipe demensia subkortikal, yang
ditandai oleh kelainan motorik yang lebih banyak dan kelainan bicara yang lebih sedikit
dibandingkan tipe demensia kortikal. Demensia penyakit huntington ditandai oleh
perlambatan psikomotor dan kesulitan melakukan tugas yang kompleks, tetapi ingatan,
bahasa, dan tilikan tetap relatif utuh pada stadium awal dan menengah dari penyakit
3
.
Pedoman diagnostik
2
:
1) Demensia ditandai dengan gangguan fungsi lobus frontalis pada tahap dini muncul
dengan terpeliharaanya daya ingat secara relatif.
2) Berkaitan antara gangguan gerakan koreiform, demensia, dan riwayat keluarga dengan
penyakit huntington secara mengarah pada diagnosis ini. Gerakan koreiform yang
involunter, terutama wajah, tangan, dan bahu atau cara berjalan khas merupakan
manifestasi dini dari gangguan ini.

c. Demensia pada Penyakit Parkinson
Demensia yang berkembang pada seseorang dengan penyakit paskinson yang sudah
parah. Tidak ada gambaran klinis khusus yang dapat diperlihatkan
2
.

d. Demensia pada penyakit Human imunodefisiency Virus
Suatu gangguan yang ditandai dengan defisit kognitif yang memenuhi kriteria diagnostik
klinis untuk demensia, tidak ditemukannya penyakit atau kondisi lain yang bersamaan selain
infeksi HIV itu
2
.

1.4. Demensia pada penyakit lain YDT YDK
Demensia ini terjadi sebagai manifestasi atau konsekuensi beberapa macam kondisi
somatik dan serebral. Termasuk, yaitu; demensia pada keracunan karbon monoksida,
lipidosis serebral, epilepsi, demensia paralitika, degenerasi hepatolentikuler, hiperkalsemia,
hipotiroidi, akuisita, intoksikasi, sklerosis multiple, neurosifilis, defisiensi niasin (pelagra),
poliarteritis nodusa, lupus eritematosus sistemik, tripanosomiasis, defisiensi vitamin B12.

A. Sindrom wernicke
Sindrom ini terjadi karena defisiensi vitamin thiamin (B1), tetapi bisa juga karena
defisiensi vitamin niasin. Gejalanya dapat berupa oftalmoplegia, kehilangan ingatan, apatia,
demensia yang progresif, kesadaran yang menurun hingga koma Karena kekurangan thiamin
maka oksidasi asam piruvat terganggu sehingga terkumpul dalam darah. Asam piruvat
terbentuk dalam proses pemecahan glukosa. Sindrom ini terutama ditemukan pada peminum
alkohol yang menahun tetapi dapat juga pada anemia pernisiosa, karsinoma lambung dan
pada tahanan perang. Sekarang sindrom ini jarang ditemukan karena konsumsi vitamin telah
memasyarakat
1
.

9

B. Gangguan jiwa pada pelagra
Pelagra disebabkan oleh kekurangan asam nikotinik mungkin juga disebabkan
kekurangan triptofan, biasanya juga terdapat kekurangan vitamin-vitamin lain seperti anerin
dan riboflavin. Gejala mental yang dapat timbul seperti sakit kepala, lekas tersinggung, sukar
berkonsentrasi dan tidak mampu melakukan aktifitas fisik dan mental. Bila lekas diobati
prognosisnya baik, pengobatannya dapat dengan niasin atau niasinamid 300-600 mg sehari
1
.
C. Intoksikasi
Psikosis toksik dapat disebabkan karena pencernaan, penghirupan, atau kontak yang
terus menerus dengan bahan-bahan toksik. Gejala-gejala mental buka saja tergantung pada
jenis racun itu, tetapi juga pada kepribadian, pengalaman, umur dan keadaan emosi
penderita.bila sindrom itu akut dan jelas maka terlihat seorang pasien yang gelisah mudah
disugesti dan pikiran paranoid. Pada intoksikasi yang menahun terdapat kemunduran
intelektual dengan gangguan orientasi dan ingatan.

1.5. Demensia YTT
Kategori ini harus digunakan bila kriteria umum diagnosis demensia telah terpenuhi,
tetapi tidak mungkin diidentifikasikan pada salah satu tipe tertentu (F00.0-F02.9).

II. Sindrom amnestik organik bukan akibat alkohol dan zat psikoaktif
lainnya
Sindrom yang ditandai dengan gangguan daya ingat jangka pendek dan jangka panjang
yang amat menonjol. Sedangkan daya ingat segera masih baik. Kemampuan belajar materi
baru jelas terganggu dan mengakibatkan amnesia anterograd dan disorientasi waktu
2
.
Pedoman diagnosis
2
:
1) Adanya hendaya daya ingat berupa berkurangnya daya ingat jangka pendek (lemahnya
kemampuan belajar materi baru); amnesia anterograd dan retrograd, menurunnya
kemampuan untuk mengingat dan mengungkapkan pengalaman yang telah lalu dalam
urutran terbalik menurut kejadiaannya.
2) Riwayat atau bukti nyata adanya cedera, atau penyakit pada otak (terutara bila mengenai
kedua jaringan diensefalon dan lobus temporalis medialis)
3) Tidak berkurangnya daya ingat segera (misalnya diuji untuk mengingat deret angka),
tiadanya gangguan daya perhatian dan kesadaran dan hendaya intelektual menyeluruh.
Termasuk: sindrom atau psikosis korsakov, nonalkoholik


10

III. Delirium bukan akibat alkohol dan psikoaktif lainnya
Suatu sindrom yang etiologinya tak khas ditandai oleh gangguan kesadaran yang
bersamaan dengan gangguan daya perhatian, persepsi, proses pikir, daya ingat, perilaku
psikomotor, emosi, dan siklus tidur. Kondisi ini dapat terjadi pada usia diatas 60 tahun
2
.
Pedoman diagnostik
2
:
Untuk pemastian diagnostik, gejala yang ringan atau berat harus ada pada setiap kondisi
dibawah ini:
a) Hendaya kesadaran dan perhatian
1) Dari taraf kesadaran berkabut sampai dengan koma
2) Menurunnya kemampuan mengarahkan, memusatkan, mempertahankan, dan
mengalihkan perhatian.
b) Gangguan secara umum daya kognitif
1) Distrosi persepsi, ilusi dan halusinasi, seringkali visual
2) Hendaya daya pikir dan pengertian abstrak, dengan atau tanpa waham yang
bersifat sementara, tetapi sangat khas terdapat inkohorensi ringan
3) Hendaya daya ingat segera dan jangka pendek, namun daya ingat jangka panjang
relatif masih utuh
4) Disorientasi waktu, pada kasus yang berat disorienstasi tempat dan orang
c) Gangguan psikomotor
1) Hipo- atau hiperaktivitas dang pengalihan aktivitas yang tidak terduga dari satu
tempat ke tempat yang lain.
2) Waktu reaksi yang lebih panjang
3) Arus pembicaraan bertambah atau berkurang
4) Reaksi terperanjat meningkat
d) Gangguan siklus tidur
1) Insomnia atau pada kasus yang berat tidak dapat tidur sama sekali atau
terbaliknya siklus tidur-bangun; mengantuk pada siang hari
2) Gejala memburuk pada malam hari
3) Mimpi yang menggangu atau mimpi buruk yang dapat berlanjut menjadi
halusinasi
e) Gangguan emosional
Misalnya depresi, anxietas atau rasa takut, lekas marah, euforia, apatis atau rasa
kehilangan akal.


11

IV. Gangguan mental lainnya akibat kerusakan dan disfungsi otak dan
penyakit fisik
Kategori ini termasuk berbagai macam kondisi yang sebabnya berkaitan dengan
disfungsi otak karena penyakit serebral primer
2
.
Klasifikasi sindrom klinis didukung oleh
2
:
a. Adanya penyakit, kerusakan atau disfungsi otak atau penyakit fisik sistemik yang
diketahui berhubungan dengan salah satu sindrom yang tercantum
b. Adanya hubungan waktu antara perkembangan penyakit yang mendasarinya dengan
timbulnya sindrom mental setelah perbaikan atau dihilangkanya penyebab yang
mendasarinya dengan timbulnya sindrom mental
c. Kesembuhan dari gangguan jiwa setelah perbaikan atau dihilangkannya penyebab yang
diduga mendasarinya
d. Tidak adanya bukti yang mengarah pada penyebab alternatif dari sindrom mental ini.
Kondisi a dan b membenarkan diagnosis sementara, bila keempat hal dipenuhi, kepastian
klasifikasi diagnostik menjadi bermakna.
a. Halusinasi Organik
Gangguan halusinasi yang menetap dan berulang, biasanya visual atau auditorik yang
terjadi pada kesadaran penuh dan mungkin disadari atau tidak disadari atau tidak oleh
yang bersangkutan. Timbulnya waham akibat halusinasi itu mungkin terjadi, tetapi daya
tilikan diri sering masih utuh
2
.
Pedoman Diagnostik
2

1. Terdapat kriteria dari F06
2. Harus ada bukti halusinasi dari segala bentuk dan berulang
3. Tiada kesadaran yang berkabut
4. Tiada penurunan fungsi intelektual
5. Tiada gangguan suasana perasaan (mood) yang menonjol
6. Tiada waham yang nyata

b. Gangguan Katatonik Organik
Gangguan aktivitas psikomotor yang menurun (stupor) atau meningkat yang
berhubungan dengan gejala katatonik. Sifat gangguan psikomotor yang ekstrem bisa
bergantian
2
.
Pedoman diagnostik
2

1. Stupor (berkurangnya atau hilangnya sama sekali gerakan spontan dengan mutisme,
negatifisme, dan sikap yang kaku total atau parsial)
2. Gaduh gelisah (hipermotilitas yang nyata dengan atau tanpa kecenderungan untuk
menyerang)
3. Keduanya (silih berganti secara cepat dan tak terduga dari hipo ke hiperaktifitas)
12

Fenomena lain yang memperkuat kepastian dalam diagnostik ialah: sterotipi, fleksibilitas
serea, dan tindakan impulsif.
c. Gangguan Waham Organik
Gangguan yang gambaran klinisnya didominasi oleh waham secara menetap atau
berulang. Waham tersebut dapat disertai oleh halusinasi, tetapi tidak tergantung isinya.
Gambaran yang mengingatkan skizofrenia seperti waham bizar, halusinasi, atau
gangguan alam pikiran, mungkin terdapat juga
2
.
Pedoman Diagnostik
2

1. Terdapat kriteria dari F06
2. Ada waham, halusinasi, gangguan alam pikir atau fenomena katatonik saja.
3. Kesadaran dan daya ingat seharusnya tidak terganggu

d. Gangguan Suasana Perasaan Organik
Gangguan ditandai oleh perubahan suasana perasaan (mood) atau afek yang biasanya
disertai perubahan pada segala tingkat kegiatan. Gangguan afektif harus mengikuti faktor
organik yang diduga dan bukan akibat respon emosional pasien terhadap pengetahuannya
karena mempunyai gangguan otak atau gejala gangguan otak
2
.
Pedoman diagnositik
2

1. Terdapat kriteria dari F06
2. Kondisi itu harus memenuhi prasyarat untuk salah satu diagnosis dari gangguan
yang tercantu pada F30-F33 (gangguan manik organik, bipolar organik, depresif
organik, dan afektif organik campuran)

e. Gangguan Anxeitas Organik
Ganguan yang ditandai gambaran sifat dasar dari gangguan anxietas menyeluruh,
gangguan panik, atau kombinasi dari keduanya, tetapi timbul sebagai akibat gangguan
organik yang menyebabkan disfungsi otak
2
.

f. Gangguan Disosiatif Organik
Gangguan yang memenuhi persyaratan untuk salah satu gangguan dalam F44 (disosiatif
konversil) dan memenuhi kriteria umum untuk penyebab organik
2
.

g. Gangguan Astenik Organik
Gangguan yang ditandai oleh labilitas atau tidak terkendalinya emosi yang nyata dan
menetap, kelelahan, atau berbagai perasaan badan yang tak nyaman dan nyeri sebagai
akibat gangguan organik. Gangguan ini diperkirakan lebih sering terjadi dalam hubungan
dengan penyakit serebrovaskular atau hipertensi daripada penyebab lainnya
2
.

h. Gangguan Kognitif Ringan
Gangguan ini dapat mendahului berbagai macam gangguan infeksi dan gangguan fisik,
baik serebral maupun sistemik
2
.


13

Pedoman diagnostik
2

1. Turunya penampilan kognitif, termasuk hendaya daya ingat, daya belajar, dan sulitnya
berkonsentrasi
2. Pemeriksaan objektif menunjukan abnormalitas


V. Gangguan keperibadian dan perilaku akibat penyakit, kerusakan
dan fungsi otak
A. Gangguan Kepribadian Organik
Gangguan ini ditandai oleh perubahan yang bermakna dari kebiasaan pola perilaku
sebelum sakit
2
.
Pedoman diagnostik
2

a. Menurunnya kemampuan dengan pola yang teratur untuk tekun pada aktivitas yang
bertujuan, terutama yang memakan waktu lebih lama dan pemuasan yang tidak segera.
b. Perilaku emosional berubah ditandai dengan labilitas, dangkal dan kegembiraan yang
tak beralasan, mudah berubah menjadi iritabilitas atau cetusan amarah dan agresi yang
sejenak; pada beberapa hal apati mungkin merupakan gambaran yang lebih menonjol
c. Pengungkapan kebutuhan dan impuls tanpa pertimbangan akan konsekuensi atau
kelaziman sosial
d. Gangguan kognitif dalam bentuk curiga atau pikiran paranoid, dan atau preokupasi
berlebihan pada satu tema yang biasanya abstrak
e. Perubahan bermakna pada kecepatan dan arus pembicaraan dengan gambaran seperti
sirkumstansialitas, bicara banyak, kental dan hipergrafia
f. Perilaku seksual yang berubah

B. Sindrom Pasca-ensefalitis
Sindrom ini mencakup perubahan perilaku sisa yang menyertai kesembuhan dari suatu
ensefalitis virus atau bakteri. Gejalanya tidak khas dan berbeda-beda dari satu orang ke
orang lain, dri sat penyebab infeksi ke penyebab infeksi lainnya dan yang pasti berkaitan
dengan usia pasien pada saat terkena infeksi
2
.
Pedoman diagnostik
2

Manifestasi mungkin mencakup adanya kelelahan umum, apati atau iritabilitas,
menurunnya fungsi kognitif, berubahnya pola makan dan tidur, perubahan dalam
seksualitas, danpertimbangan sosial.

C. Sindrom Pasca-kontusio
Sindrom ini terjadi sesudah trauma kepala. Terdapat beberapa gejala seperti nyeri kepala,
pusing, kelelahan, iritabilitas, sulit berkonsentrasi dan melakukan suatu tugas mental,
hendaya daya ingat, insomnia, menurunnya ketahanan terhadap stress, gejolak emosional
atau alkohol. gejala ini dapat disertai oleh rasa depresi dan cemas akibat hilangnya harga
diri dan takut terhadap kerusakan otak yang menetap
2
.
14

GANGGUAN MENTAL DAN PERILAKU AKIBAT PENGGUNAAN
ZAT PSIKOAKTIF
Gangguan yang bervariasi luas dan berbeda keparahannya (dari intoksikasi tanpa
komplikasi dan penggunaan yang merugikan sampai gangguan psikotik yang jelas dan
demensia), semua itu diakibatkan oleh penggunaan satu atau lebih zat psikoaktif
2
.
Pedoman Diagnostik
2

Identifikasi zat psikoaktif yang digunakan dapat dilakukan berdasarkan data laporan
individu, analisis objek dari spesimen urin, darah dan sebagainya, atari laporan pihak ketiga
bukti lain (adanya sampel obat yang ditemukan pada pasien, tanpa gejala klinis atau ketiga).
Istilah ketergantungan zat mempunyai arti yang lebih luas daripada istilah ketagihan
atau adiksi obat. WHO mendefinisikan ketagihan sebagai berikut: suatu keadaan keracunan
yang periodik atau menahun, yang merugikan individu sendiri dan masyarakat dan yang
disebabkan oleh penggunaan suatu zat yang berulang-ulang dengan ciri-ciri sebagai berikut,
yaitu adanya
2
:
a. Keinginan atau kebutuhan yang luar biasa untuk meneruskan penggunaan obat itu dan
usaha mendapatkannya dengan segala cara
b. Kecendrungan menaikkan dosis
c. Ketergantungan psikologis dan kadang-kadang juga ketergantungan fisik pada zat itu

Faktor penyebab
1

a. Faktor kepribadian seseorang cenderung mempengaruhi apakah ia akan tergantung pada
suatu obat atau tidak. Orang yang merasa mantap serta mempunyai sifat tergantung dan
pasif lebih cenderung menjadi ketergantungan pada obat.
b. Faktor sosiobudaya juga tidak kalah penting dan saling mempengaruhi dengan faktor
kepribadian. Di Indonesia rupanya lebih banyak penderita ketergantungan obat berasal
dari golongan sosioekonomi menengah.
c. Faktor fisik dan badaniah seseorang menentukan efek fisik obat itu seperti hilangya rasa
nyeri dan ketidakenakkan badaniah yang lain, berkurangnya dorongan sexual, rasa lapar
dan mengantuk atau justru berkurangnya hambatan terhadap dorongan-dorongan.
d. Faktor kebiasaan yang dikemukakan dalam hipotesis kebiasaan bekerja sebagai
berikut: karena obat itu mengurangi ketegangan dan perasaan dan tidak enak, maka
kebiasaan diperkuat dengan tiap kali pemakaian (penguatan positif atau positive
reinforcement).


15

Zat yang berhubungan dengan gangguan berhubungan zat
34
:
1. Opiat dan opioid: opopium, morfin, heroin, meperidine (demerol), methadone, dan
pentazocine (Talwin)
Efek perilaku:
Euforia, mengantuk, anoreksia, penurunan dorongan seksual, hipoaktivitas, perubahan
kepribadian
Efek fisik:
Miosis, pruritus, mual, bradikardi, konstipasi, jejak jarum dilengan, tungkai dan bokong.
Tamuan laboratorium:
Ditemukan dalam darah setelah 24 jam setelah dosis terakhir
Ditemukan dalam urin 24-48 jam setelah pemakaian
Terapi:
Untuk penghentian secara bertahap dengan methonadone 5-10 mg tiap 6 jam selama 24
jam, selanjutnya turunkan dosis selama 10 hari. Untuk overdosis diberikan naloxone 0,4
mg IM selama 20 menit untuk 3 dosis. Pertahankan jalan napas dan berikan oksif\gen.

2. Amfetamin dan simpatometik lain, termasuk kokain
Efek perilaku:
Terjaga, banyak bicara, euforia, hiperaktivitas, agresivitas, agitasi, kecenderungan
paranoid, impotensi, halusinasi lihat dan raba.
Efek fisik
Midriasis, tremor, halitosis, mulut kering, tatikardia, hipertensi, penurunan berat badan,
aritmia, demam, kejang, perforasi septum hidung pada kokain.
Temuan laboratorium:
Ditemukan dalam darah setelah beberapa hari setelah penggunaan pertama
Ditemukan dalam urin setelah 2-3 hari
Terapi:
Untuk agitasi: diazepam (valium) IM atau peroral 5-10 mg tiap 3 jam. Untuk takiaritmia:
propanolol 10-20 mg peroral tiap 4 jam. Vitamin C 0,5 gram empat kali sehari peroral
dapat meningkatkan ekskresi urine dengan mengasamkan urine.

3. Depresan sistem saraf pusat; barbiturat, methaqualone, meprobamate, benzodiazepine,
glutethimide
Efek perilaku:
Mengantuk, konfusi, tidak ada perhatian
Efek fisik:
Diaforesis, ataksia, hipotensi, kejang, delirium, miosis
Temuan laboratorium:
Ditemukan dalam darah 8-24 jam setelah penggunaan
Ditemukan dalam urin 3 hari
Terapi:
Untuk barbiturat diganti 30 mg cairan phenobarbital untuk setiap 100 mg yang
disalahgunakan dan berikan dalam dosis terbagi dalam 6 jam dan selanjutnya diturunkan
sebesar sebesar 20% tiap selang sehari. Dapat juga memberikan diazepam untuk
16

menggantikan barbiturat yang disalahgunakan. Berikan 10 mg tiap 2-4 jam selama 24
jam selanjutnya turunkan dosis. Untuk benzodiazepine, penurunan diazepam secara
bertahap tiap selang sehari selama periode 10 hari.

4. Alkohol
Efek perilaku:
Pertimbangan buruk, banyak bicara, agresi, gangguan atensi, amnesia
Efek fisik:
Nistagmus, muka kemerahan, ataxia, bicara cadel
Temuan laboratorium:
Kadar darah antara 100 dan 200 mg/dl
Terapi:
Untuk delirium: diazepam 5-10 mg IM atau peroral tiap 3 jam, vitamin B kompleks IM,
hidrasi. Untuk halusinosis berikan haloperidol 1-4 mg tiap 6 jam IM atau peroral

5. Halusinogen: LSD (Lysergic acid diethylmide), psilocibin, mescalin, DMT
(diethitryptalmide), DOM (dimethoxymethylamp hetamine), MDA (methylene
dioxyamphetamine)
Efek perilaku:
Lama 8-12 jam dengan flashback setelah abstinensi, halusinasi terlihat, ide paranoid,
perasaan pencapaian dan kekuatan yang palsu, kecenderungan bunuh diri atau
membunuh, depersonalisasi, derealisasi
Efek fisik:
Midriasis, ataksia, konjungtiva hiperemis, takikardia, hipertensi
Temuan laboratorium:
Tidak ada
Terapi:
Dukungan emosional (menenangkan): untuk agitasi ringan berikan diazepam 10 mg IM
atau peroral tiap 2 jam untuk 4 dosis. Untuk agitasi parah berikan haloperidol 1-2 mg
sehari peroral selama beberapa minggu 1-5 mg IM perlu melanjukan dengan haloperidol
1-2 mg sehati peroral selama beberapa minggu untuk mencegah sindrom flashback.
Phenothiazine hanya dapat digunakan pada LSD. Perhatian, phenothiazine dapat
mematikan jika digunakan dengan halusinogen lain (DET, DMT, dll).

6. Phencyclidine
Efek perilaku:
8-12 jam, halusinasi, ide paranoid, mood labil, asosiasi longgar (dapat menyerupai
paranoid), katatonik, perilaku kekerasan, kejang.
Efek fisik:
Nistagmus, midriasis, ataksia, tatikardia, hipertensi
Temuan laboratorium:
Ditemukan dalam urine setelah 5 hari ingesti.
Ditemukan dalam darah setelah 1 minggu penggunaan

17

Terapi:
Phenothiazine dikontrainindikasikan selama minggu pertama setelah ingesti, untuk
waham kekerasan haloperidol 1-4 mg IM atau peroral tiap 2-4 jam sampai pasien tenang.

7. Hidrokarbn volatil dan derivat minyak bumi: lem, benzene, gasoline, tiner vermis, cairan
pemantik api, aerosol
Efek perilaku:
Euforia, sensorium mengabur, bicara cadel, halusinasi pada 50 persen kasus, psikosis.
Efek fisik:
Ataksia, bau pada pernapasan, takikardia dengan kemungkinan kerusakan pada otak,
hati, ginjal, miokardium, kerusakan otak permanen jika digunakan setiap hari selama
lebih dari 6 bulan.
Temuan laboratorium:
Ditemukan dalam darah 4-10 jam setelah penggunaan
Terapi:
Untuk agitasi berikan haloperidol 1-5 mg tiap 6 jam sampai tenang. Hindari epinefrin
karena sensitisasi miokardium.

8. Alkaloid belladona (medikasi yang dijual bebas dan morning glory seeds); stramonium,
homartropine, atropine, scopolamine, hyoscyamine
Efek perilaku:
Konfusi, luapan kegembiraan, delerium, stupor, koma (delerium antikolinergik)
Efek fisik:
Kulit panas, eritema, lemah, haus, pandangan kabur, mulut dan tenggorokan kering,
midriasis, kedutan, disfagia, sensitivitas cahaya, pireksia, hipertensi diikuti syok, retensi
urin.
Temuan laboratorium:
Ditemukan pada darah 1-3 jam setelah penggunaan
Ditemukan juga pada urin
Terapi:
Antidotum adalah physostigmune 2 mg IV tiap 20 menit, IV harus dikendalikan tidak
lebih dari 1 mg dalam 1 menit. Amati adanya sekresi saliva yang berlebihan karena
aktivitas antikolinesterase. Propanolol untuk takiaritmia.

A. Intoksikasi Akut
2

Suatu kondisi peralihan yang akibat menggunakan alkohol atau zat psikoaktif lain
sehingga terjadi gangguan kesadaran, fungsi kognitif, persepsi, afek atau perilaku,
atau fungsi dan respon psikofisiologis lainnya.
Pedoman diagnostik:
Intoksikasi akut sering dikaitkan dengan dosis yang digunakan. Pengecualian pada
kondisi organik tertentu yang mendasarinya (misalnya insufesiensi ginjal atau hati)
yang dalam dosis kecil dapat menyebabkan efek intoksikasi berat. Intoksikasi akut
berkurang dengan berlalunya waktu dan efeknya menghilang bila tidak menggunakan
18

zat lagi. Dengan demikian orang tersebut akan kembali ke kondisi semula, kecuali
jika ada jaringan yang rusak.

B. Penggunaan yang Merugikan
2

Pola penggunaan zat psikoaktif yang merusak kesehatan. Kerusakan tersebut dapat
berupa fisik (seperti kasus hepatitis karena penggunaan obat suntik diri sendiri) atau
mental (misalnya episode gangguan depresi sekunder karena konsumsi berat alkohol).
Pedoman Diagnostik:
Harus ada cedera nyata pada kesehatan jiwa dan fisik pengguna. Pola penggunaan
yang merugikan sering dikecam oleh pihak lain dan sering disertai berbagai
konsekuensi sosial yang tidak diinginkan. Jangan memberi diagnosis penggunaan
yang merugikan jika ada sindrom ketergantungan, gangguan psikotik, atau bentuk
spesifik lain dari gangguan yang berkaitan dengan penggunaan obat atau alkohol.

C. Sindrom Ketergantungan
Gambaran utama yang khas dari sindrom ketergantungan ialah keinginan (sering amat
kuat dan bahkan terlalu kuat) untuk menggunakan obat psikoaktif (baik yang
diresepkan ataupun tidak), alkohol, atau tembakau
2
. Ketergantungan zat mempunyai
arti yang lebih luas daripada istilah ketagihan atau adiksi obat. WHO mendefinisikan
ketagihan sebagai berikut: suatu keadaan keracunan yang periodik atau menahun,
yang merugikan individu sendiri dan masyarakat dan yang disebabkan oleh
penggunaan suatu zat yang berulang-ulang
1
.
Pedoman diagnostik
2
:
a. Adanya keinginan yang kuat atau dorongan yang memaksa (kompulsi) untuk
menggunakan zat
b. Kesulitan dalam mengendalikan perilaku menggunakan zat sejak awal, usaha
penghentian atau tingkat penggunaannya
c. Keadaan putus zat secara fisiologis ketika penghentian penggunaan zat atau
pengurangan, terbukti orang tersebut menggunakan zat atau golongan zat yang
sejenis dengan tujuan untuk menghilangkan atau menghindari terjadinya gejala
putus zat.
d. Adanya bukti toleransi, berupa pengingkatan dosis zat psikoaktif yang diperlukan
guna memperoleh efek yang sama yang biasanya diperoleh dengan dosis lebih
rendah
e. Secara progresif mengabaikan alternatif menikmati kesenangan karena
penggunaan zat psikoaktif lain, meningkatnya jumlah waktu yang diperlukan
untuk mendapatkan atau menggunakan zat atau pulih dari akibatnya
f. Terus menggunakan zat meskipun ia menyadari adanya akibat yang merugikan
kesehatannya.


19

D. Keadaan Putus Zat
Sekelompok gejala dengan aneka bentuk dan keparahan yang terjadi pada
penghentian pemberian zat secara absolut atau relatif sesudah penggunaan zat yang
terus-menerus dan dalam jangka panjang dan atau dosis tinggi. Onset dan perjalanan
keadaan putus zat itu biasanya waktunya terbatas dan berkaitan dengan jenis dan dosis
zat yang bisanya digunakan sebelumnya. Keadaan putus zat dapat disertai dengan
komplikasi kejang
2
.
Pedoman diagnostik:
Keadaan putus zat merupakan salah satu indikator dari sindrom ketergantungan dan
diagnosis sindrom ketergantungan zat harus turut dipertimbangkan. Keadaan putus zat
hendaknya dicatat sebagai diagnosis utama, bila hal ini merupakan alasan rujukan dan
cukup parah sehingga memerlukan perhatian medis secara khusus. Khas ialah pasien
melaporkan bahwa gejala putus zat akan mereda dengan meneruskan penggunaan
zat
2
.

E. Keadaan Putus Zat dengan Delirium
Delerium tremens yang disebabkan oleh alkohol hendaknya digolongkan dalam kode
ini. Delerium tremens adalah suatu keadaan gaduh gelisah toksik yang berlangsung
singkat tapi adakalanya dapat membahayakan jiwa yang disertai gangguan somatik.
Delerium tremens biasanya merupakan akibat putus alkohol secara absolut atau relatif
pada pengguna yang sangat bergantung akibat penggunaan yang lama. Onset biasanya
terjadi sesudah putus alkohol
2
.
Gejala prodormal khas berupa insomnia, gemetar, dan ketakutan. Onset dapat
didahului dengan kejang akibat putus zat. Trias yang klasik dari gejalanya adalah
kesadaran berkabut dan kebingungan. Halusinasi dan ilusi yang nyata yang mengenai
salah satu modalitas sensorik, dan tremor hebat. Biasanya ditemukan waham, agitasi,
insomnia, dan siklus tidur yang terbalik, dan aktivitas otonomi yang berlebihan
2
.

F. Gangguan Psikotik
Sekelompok fenomena psikotik yang terjadi selama atau segera sesudah penggunaan
zat psikoaktif dan ditandai oleh halusinasi nyata (khasnya auditorik, tetapi sering pada
lebih dari satu gangguan modalitas sensorik), kekeliruan identifikasi, waham dan atau
gagasan yang menyangkut diri sendiri (ideas of reference) (sering bersifat paranoid
atau kejaran), gangguan psikomotor dan afek yang abnormal, yang terentang antara
ketakutan yang mencekam dampai ke ekstasi.
Pedoman diagnosis:
Ganguan psikotik yang terjadi selama atau segera sesudah penggunaan obat (biasanya
dalam waktu 48 jam) harus dicatat disini, kecuali jika keadaan itu bukan merupakan
manifestasi dari keadaan putus zat dengan delerium atau suatu onset lambat.
Gangguan psikotik yang disebabkan oleh zat psikoaktif dapat tampil dengan pola
gejala yang bervariasi. Variasi ini dipengaruhi oleh zat yang digunakan dan
kepribadian pengguna zat. Pada penggunaan obat stimultan seperti kokain dan
amfetamin, gangguan psikotik yang diinduksi oleh obat umumnya berhubungan erat
dengan tingginya dosis dan atau penggunaan zat yang berkepanjangan
2
.
20


G. Sindrom Amnestik
Sindrom yang berhubungan dengan hendaya/gangguan daya ingat jangka pendek
yang menonjol. Kadang terdapat gangguan daya ingat jangka panjang. Sedangkan
daya ingat segera masih baik. Gangguan daya nilai berjalannya waktu dan urutan
peristiwa biasanya menonjol, seperti kesulitan untuk mempelajari hal baru.
Konfubulasi mungkin menonjol, tetapi tidak selalu ada.
Pedoman diagnostik:
a. Gangguan daya ingat jangka pendek (dalam mempelajari hal baru), gangguan
sensasi waktu (menyusun kembali urutan kronologis, meninjau kejadian berulang
kali menjadi satu peristiwa)
b. Tiadanya gangguan daya ingat segera, tiadanya gangguan kesadaran, dan tiadanya
gangguan kognitif secara umum.
c. Adanya riwayat atau bukti objektif penggunaan alkohol atau obat kronis (terutama
dosis tinggi)

H. Gangguan Psikotik Residual dan Onset Lambat
Salah satu gangguan fungsi kognitif, afek, kepribadian atau perilaku yang disebabkan
oleh alkohol atau zat psikoaktif yang berlangsung melampaui jangka waktu khasiat
psikoaktifnya.
Pedoman diagnostik:
Onset dari gangguan harus secara langsung berkaitan dengan penggunaan alkohol
atau zat psikoaktif. Kasus dengan onset pertama yang berjarak jauh sesudah episode
penggunaan zat harus digolongkan dalam kode ini hanya apabila ada bukti yang jelas
dan kuat bahwa keadaan ini sebagai efek residual zat tersebut. Gangguan tersebut
harus memperlihatkan suatu perubahan atau peningkatan yang nyata dari fungsi
sebelumnya yang normal.

I. Gangguan Mental dan Perilaku Lainnya
Gangguan sebagai akibat penggunaan zat yang dapat diidentifikasi berperan langsung
pada keadaan tersebut, tetapi tidak memenuhi kriteria untuk dimasukkan dalam salah
satu gangguan yang telah disebutkan diatas.

21

DAFTAR PUSTAKA

1. Maramis, Willy., 2009. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, Edisi 2. Airlangga University
Press: Surabaya
2. Departemen Kesehatan. Direktorat Jenderal Pelayanan Medik, 1993. Pedoman
Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III. Departemen
Kesehatan: Jakarta
3. Kaplan. H. I., Sadock. B. J., dan Greeb. J. A., 2010. Sinopsis Psikiatri. Jilid 1.
Binarupa Aksara Publisher: Tangerang
4. Maslim, Rusdi., 2001. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan PPDGJ-III. Bagian Ilmu
Kedokteran Jika FK-Unika Atmajaya: Jakarta
5. Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI., 2007. Farmakologi dan Terapi.
Edisi ke-5. Gaya Baru: Jakarta

You might also like