You are on page 1of 19

1

DAFTAR ISI

Daftar Isi .................................................................................................... 1
BAB I Pendahuluan ........................................................................................ 2
BAB II Laporan Kasus .............................................................................. 3
BAB III Pembahasan ........................................................................................ 5
BAB IV Tinjauan Pustaka .............................................................................. 9
BAB V Kesimpulan ........................................................................................ 18
Daftar Pustaka ................................................................................................... 18












2

BAB I
PENDAHULUAN

Diskusi pertama yang dilaksanakan oleh kelompok 6 diadakan pada hari Kamis, 06
Desember 2012 di ruangan 3.01 mikrobiologi. Diskusi dimulai pada pukul 13.00 WIB dan
diakhiri pada pukul 14.15 WIB. Diskusi ini dihadiri oleh 14 perserta dan seorang tutor.
Diskusi kelompok 6 dipimpin oleh Antonius dan yang menjadi sekretaris dari diskusi ini
adalah Kelly. Topik diskusi kali ini adalah seorang pria yang terkena cipratan kimia di kedua
mata. Topik ini merupakan topik yang cukup menarik karena membuka pikiran peserta
apabila berada di posisi dokter. Diskusi ini dimulai dengan pembacaan kasus oleh ketua dan
dilanjutkan dengan jawaban dari pertanyaan yang disediakan didalam kasus. Dari awal
seluruh peserta sudah mengeluarkan pendapat dan argumen masing-masing beserta contoh
kasus ataupuan penjelasan lainnya yang didapat dari internet dan buku. Hal yang paling
menarik di dalam diskusi adalah pada saat menentukan apakah yang mungkin terjadi pada
pasien dengan riwayat penyakit yang kompleks. Namun pada akhir dari diskusi ini kelompok
6 sudah dapat menyatukan pikiran dan pendapat. Sedangkan yang menjadi tutor dalam
diskusi ini adalah dr. Lenny Gunawan, Dipl. Nurt.










3

BAB III
LAPORAN KASUS

Sesi 1
Bp. Budi, 40 tahun, dibawa ke tempat praktek anda oleh istrinya karena rasa sakit
yang amat hebat pada kedua mata setelah disiram cairan oleh saudaranya. Peristiwa ini terjadi
saat saudaranya datang berkunjung ke rumah dan mereka terlibat perselisihan. Tiba-tiba
saudaranya mengeluarkan sebuah botol dan menyiram kea rah mata Bp. Budi. Secara reflex
Bp. Budi mengucek mata, tetapi setelah itu Bp. Budi tidak dapat membuka mata bahkan
merasakan nyeri yang semakin hebat pada kedua matanya.
Sesi 2
Pada pemeriksaan lebih lanjut terhadap Bp. Budi didapatkan:
Status generalisata :
- Keadaan umum : Compos mentis, tampak kesakitan
- Tanda vital:
Suhu : 36,8C
Nadi : 88x/menit
Tekanan darah : 130/80 mmHg
RR : 16x/menit
Status oftalmologis :
OD OS
Visus 1/60 6/20
Palpebra
Spasme berat, edema,
hiperemis
Spasme, edema, hiperemis,
pecahan kaca sebesar kacang hijau
di sacus konjungtiva
Konjungtiva Hiperemis, kemosis Hiperemis, injeksi konjungtiva
4

Kornea Edema berat, keruh 150 Edema ringan
COA Sulit dinilai Kesan dalam, jernih
Iris/Pupil Sulit dinilai
Bulat, diameter 3mm, refleks
cahaya +/+
Lensa Sulit dinilai Jernih
Corpus
Vitreous
Sulit dinilai Jernih
Papil Sulit dinilai Batas tegas, a/v 2/3, CD 0,3
Makula Sulit dinilai Reflex cemerlang
TIO Kesan N+ (palpasi) Normal (palpasi)
Gerak Bola
Mata
sulit dilakukan Bebas ke segala arah

Thorax : Normal
Abdomen : Normal
Ekstremitas : Normal











5

BAB III
PEMBAHASAN

1. Identitas Pasien
Nama : Tn. Budi
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : -
Usia : 40 tahun
Status Pernikahan : Menikah
2. Anamnesis
Keluhan utama : Terkena cairan kimia pada kedua matanya
Keluhan Tambahan : Setelah itu pasien refleks mengucek mata dan tidak dapat
membuka mata bahkan merasakan nyeri yang semakin hebat pada kedua matanya.
3. Anamnesis Tambahan
Riwayat Penyakit Sekarang
- Apa persisnya zat kimia yang menyebabkan trauma?
- Bagaimana terjadinya trauma tersebut? (misalnya tersiram sekali atau
akibat ledakan dengan kecepatan tinggi)
- Kapan terjadinya trauma tersebut?
- Apakah terjadi penurunan visus setelah cedera atau saat cedera terjadi?
- Onset dari penurunan visus apakah terjadi secara progresif atau terjadi
secara tiba tiba?
- Apa terdapat keluhan lain seperti nyeri, lakrimasi, dan pandangan kabur?
Riwayat pengobatan
- Apakah sebelumnya sudah diobati?
4. Pemeriksaan fisik
a. Status generalis
- Tanda vital
Tekanan darah : 130/80 mmHg
RR : 16x/menit
Nadi : 88x/menit
6

Suhu : 36,8C
Tekanan darah pasien meningkat menandakan adanya pre-hipertensi.
Namun keadaan tersebut juga bisa disebabkan karena pasien merasa panik.
- Kesadaran : Compos mentis, tampak kesakitan. Belum terjadi penurunan
kesadaran pada pasien.
b. Status Lokalis
Pemeriksaan Hasil pemeriksaan



Kepala
Mata Tercantum pada status oftalmologi
Telinga Tidak diketahui
Hidung Tidak diketahui
Mulut dan Kesehatan
Gigi
Tidak diketahui
Leher
Tenggorokan Tidak diketahui
Leher Tidak diketahui

Thorax
Cor Normal
Pulmo Normal

Abdomen
Usus Normal
Hepar Normal
Lien Normal
Aorta abdomen Normal
Punggung Tidak diketahui
Ekstremitas Normal
Kulit Tidak diketahui
Genitalia Tidak diketahui

Status Oftalmologi
OD OS Normal
Visus 1/60 6/20 6/6 atau 20/20
7

Palpebra
Spasme berat, edema,
hiperemis
Spasme, edema,
hiperemis, pecahan
kaca sebesar kacang
hijau di sacus
konjungtiva
Simetris, tidak ada edema,
tidak ada hiperemis
Konjungtiva Hiperemis, kemosis
Hiperemis, injeksi
konjungtiva
Tidak ada perdarahan
(hiperemis)
Kornea Edema berat, keruh 150 Edema ringan Jernih
COA Sulit dinilai Kesan dalam, jernih Kesan dalam dan jernih
Iris/Pupil Sulit dinilai
Bulat, diameter 3mm,
refleks cahaya +/+
Bulat, diameter 3-7mm,
reflex cahaya +/+, sama
besar
Lensa Sulit dinilai Jernih Jernih dan transparan
Corpus
Vitreous
Sulit dinilai Jernih
Jernih
Papil Sulit dinilai
Batas tegas, a/v 2/3,
CD 0,3 Batas tegas, a/v 2/3, CD 0,3
Makula Sulit dinilai Refleks cemerlang Reflex cemerlang
TIO Kesan N+ (palpasi) Normal (palpasi)
Normal. 15-20mmHg
(tonometer)
Gerak Bola
Mata
sulit dilakukan Bebas ke segala arah
Bebas ke segala arah

Dengan adanya hasil pemeriksaan oftalmologi, dapat disimpulkan bahwa mata
kanan pasien mengalami trauma kimia yang lebih parah dibandingkan dengan
mata kirinya. Perbedaan visus mata kanan dan kiri pasien bias disebabkan karena
mata kanan pasien mengalami kerusakan yang lebih dalam. Adanya hiperemis
pada pasien menandakan terjadi peradangan dan juga pelabaran pembuluh darah
mata. Adanya edema menunjukkan adanya reaksi inflamasi yang terjadi pada
kedua mata. COA, iris, pupil, lensa, corpus vitreum, papil, dan maula sulit dinilai
kemungkinan karena adanya edema berat dan juga adanya kornea yang keruh.

5. Diagnosis
8

Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang,
kelompok kami menyimpulkan pasien menderita trauma kimia alkali pada mata.
6. Patofisiologi
Bahan kimia alkali menyebabkan rusaknya sel jaringan disertai disosiasi asam lemak
membrane sel, dan penetrasi lebih lanjut. Mukopolisakarida jaringan menghilang dan
terjadi penggumpalan sel kornea. Serat kolagen kornea membengkak dan akhirnya
kornea mati.
7. Penatalaksanaan
Terapi awal saat pasien dating :
- Irigasi cairan NaCl fisiologis 15-30 menit sampai pH mata kembali normal
(7,3-7,6). Periksa keadaan mata dengan menggunakan kertas lakmus
Medikamentosa :
- Steroid : Untuk menurunkan inflamasi dan infiltrasi
- Antibiotic topical : Sebagai profilaksis. Untuk mensegah infeksi sekunder.
Dapat diberikan secara oral atau topical (doksisiklin 100mg)
- Vitamin C : Membantu pembentukan kolagen matur oleh fibroblas kornea
untuk meningkatkan penyembuhan luka. Dapat diberikan secara sitemik 2
gr.
- Beta bloker/ARB : Untuk menurunkan tekanan intra. Diberikan secara
oral asetazolamid 500 mg.
Non medikamentosa :
- Double eversi kelopak mata : Bertujuan untuk mengeluarkan corpus
alienum dari mata
- Menutup mata dengan kasa steril : Untuk mencegah konaminasi
- Artificial tears
- Rujuk ke dokter spesialis mata
- Edukasi pasien agar tidak mengucek mata dan melakukan kontrol
8. Prognosis
OD : Dubia ad Malam
OS : Dubia ad Bonam


9

BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA

MATA
1. Anatomi Mata
Orbita terdiri dari bulbus oculi, N.
opticus, otot ekstrinsik penggerak
bola mata, apparatus lacrimalis,
jaringan adipose, fascia, saraf dan
pembuluh darah yg mensuplainya.
Bola mata merupakan struktur
yang berbentuk spheris dengan
diameter 2,5 cm. Bola mata terdiri
dari 3 lapisan yaitu tunica fibrosa,
tunica vasculosa, dan tunica
nervosa. Tunica fibrosa terdiri dari kornea dan sclera. Tunica vaskulosa terdiri dari choroid,
corpus ciliaris, iris dan pupil. Tunica nervosa terdiri dari retina. Bola mata berisi camera oculi
anterior dan posterior, aqueous humor, lensa, uvea, corpus vitreus, dan retina.
Kornea merupakan lapisan transparan lanjutan dari sclera di anterior untuk tempat
masuknya cahaya ke dalam bola mata. Uvea terdiri dari uvea anterior yaitu iris dan badan
siliaris dan uvea posterior yaitu koroid. Choroid merupakan lapisan luar berpigmen dan
lapisan dalam kaya vascular.
Corpus cilliaris terdiri dari m. cilliaris dan processus ciliraris. M. ciliaris dipersarafi
parasimpatis N. III, dan berfungsi untuk membantu akomodasi lensa mata saat melihat dekat
dengan cara kontraksi sehinga tegangan ligamen suspensorium menurun dan lensa
mencembung.
Iris adalah diafragma berpigmen dengan lubang di tengahnya, yaitu pupil. Iris adalah
bagian berwarna dari mata yang merupakan perpanjangan corpus ciliaris dan membagi ruang
antara camera oculi anterior dan camera oculi posterior. Serabut otot iris yaitu m. sphincter
10

pupillae yang dipersarafi parasimpatis n. occulomotorius berfungsi untuk miosis dan m.
dilatators pupillae dipersarafi oleh simpatis untuk midriasis.
Otot ekstrinsik terdiri dari m. rectus oculi superior, m. rectus oculi inferior, m. rectus
oculi medial, m. rectus oculi lateral, m. obliquus oculi superior, m. obliquus oculi inferior,
dan m. levator palpebrae. M. rectus oculi superior, inferior, dan medial masing-masing
berfungsi untuk memutar bola mata ke atas, bawah, dan tengah dan dipersarafi oleh N. III. M.
rectus oculi lateral untuk memutar bola mata ke lateral dipersarafi oleh N. VI. M. obliquus
superior untuk memutar bola mata ke bawah dipersarafi oleh N. IV. M. obliquus inferior
untuk memutar bola mata ke bawah dan dipersarafi oleh N. III. M. levator palpebrae berguna
untuk mengangkat palpebra dan dipersarafi oleh N. III.
2. Histologi Mata
Mata dibagi dalam beberapa bagian:
1. Bola mata (Bulbus Oculi)
2. Adnexa mata : kelopak mata (palpebra, kalenjar lakrimal, dan musculi extrinsic bola
mata)
- Bola mata
A. Tunika fibrosa: sklera (5/6 bagian posterior) dan kornea (1/6 bagian anterior)
B. Tunika vasculosa (uvea):
Iris, yang memisahkan k.o.a dan k.o.p terdiri dari lapisan endotel, jaringan ikat
jarang dengan fibroblas dan melanosit, lapisan jaringan ikat jarang dan pembuluh
darh, muskulus spingter pupilae dan muskulus dilatator pupilae serta pars iridika
retina : 2 lapis sel kubis berpigmen.
Koroid, yang terdiri dati lapisan suprakoroid, lapisan vaskulosa, lapisan
koriokapilaris dan membrana Bruch (lamina elastika).
Korpus siliaris, yang terdiri dari Mm. Siliaris, jaringan ikat vaskular, pars siliaris
retina :2 lapisan sel kubis (lapisan luar berpigmen dan dalam tidak berpigmen)
C. Tunika nervosa (retina): pars optika retina dan pars seka rerina (pars iridika retina
dan pars siliaris retina
- Bagian-bagian bola mata
- Organ luar
a. Bulu mata yaitu rambut-rambut halus yang terdapat di tepi kelopak
11

mata. Bulu mata berfungsi untuk melindungi mata dari benda asing.
b. Alis mata yaitu rambut-rambut halus yang terdapat diatas mata. Alis
berfungsi mencegah masuknya air atau keringat dari dahi ke mata
c. Kelopak mata
- Organ dalam
Bagian-bagian pada organ mata bekerjasama mengantarkan cahaya dari
sumbernya menuju ke otak untuk dapat dicerna oleh sistem saraf manusia.
Bagian-bagian tersebut adalah:
a. Kornea
Merupakan bagian terluar dari bola mata yang menerima cahaya dari
sumber cahaya.
b. Pupil dan Iris/Selaput Pelangi
Dari kornea, cahaya akan diteruskan ke pupil. Pupil menentukan kuantitas
cahaya yang masuk ke bagian mata yang lebih dalam. Pupil mata akan
melebar jika kondisi ruangan yang gelap, dan akan menyempit jika kondisi
ruangan terang. Lebar pupil dipengaruhi oleh iris di sekelilingnya.Iris
berfungsi sebagai diafragma. Iris inilah terlihat sebagai bagian yang
berwarna pada mata.
c. Lensa mata
Lensa mata menerima cahaya dari pupil dan meneruskannya pada retina.
Fungsi lensa mata adalah mengatur fokus cahaya, sehingga cahaya jatuh
tepat pada bintik kuning retina. Untuk melihat objek yang jauh (cahaya
datang dari jauh), lensa mata akan menipis. Sedangkan untuk melihat
objek yang dekat (cahaya datang dari dekat), lensa mata akan menebal.
d. Retina/Selaput Jala
Retina adalah bagian mata yang paling peka terhadap cahaya, khususnya
bagian retina yang disebut bintik kuning. Setelah retina, cahaya diteruskan
ke saraf optik.
e. Saraf optik
Saraf yang memasuki sel tali dan kerucut dalam retina, untuk menuju ke
otak

TRAUMA BAHAN KIMIA PADA MATA
12

Trauma kimia biasanya disebabkan bahan-bahan yang tersemprot atau terpercik pada
wajah. Trauma pada mata yang disebabkan oleh bahan kimia disebabkan oleh 2 macam
bahan yaitu bahan kimia yang bersifat asam dan bahan kimia yang bersifat basa. Bahan kimia
dikatakan bersifat asam bila mempunyai pH < 7 dan dikatakan bersifat basa bila
mempunyai pH > 7.
1. Trauma Asam
Asam dipisahkan dalam dua mekanisme, yaitu ion hidrogen dan anion dalam kornea.
Molekul hidrogen merusak permukaan okular dengan mengubah pH, sementara anion
merusak dengan cara denaturasi protein, presipitasi dan koagulasi. Koagulasi protein
umumnya mencegah penetrasi yang lebih lanjut dari zat asam, dan menyebabkan
tampilan ground glass dari stroma korneal yang mengikuti trauma akibat asam. Sehingga
trauma pada mata yang disebabkan oleh zat kimia asam cenderung lebih ringan daripada
trauma yang diakibatkan oleh zat kimia basa.
Asam hidroflorida adalah satu pengecualian. Asam lemah ini secara cepat melewati
membran sel, seperti alkali. Ion fluoride dilepaskan ke dalam sel, dan memungkinkan
menghambat enzim glikolitik dan bergabung dengan kalsium dan magnesium
membentuk insoluble complexes. Nyeri local yang ekstrim bisa terjadi sebagai hasil dari
immobilisasi ion kalsium, yang berujung pada stimulasi saraf dengan pemindahan ion
potassium. Fluorinosis akut bisa terjadi ketika ion fluoride memasuki sistem sirkulasi, dan
memberikan gambaran gejala pada jantung, pernafasan, gastrointestinal, dan neurologik.
Bahan kimia asam yang mengenai jaringan akan mengadakan denaturasi dan presipitasi
dengan jaringan protein disekitarnya, karena adanya daya buffer dari jaringan terhadap bahan
asam serta adanya presipitasi protein maka kerusakannya cenderung terlokalisir. Bahan asam
yang mengenai kornea juga mengadakan presipitasi sehingga terjadi koagulasi, kadang-
kadang seluruh epitel kornea terlepas. Bahan asam tidak menyebabkan hilangnya bahan
proteoglikan di kornea. Bila trauma diakibatkan asam keras maka reaksinya mirip dengan
trauma basa.
Bila bahan asam mengenai mata maka akan segera terjadi koagulasi protein epitel
kornea yang mengakibatkan kekeruhan pada kornea, sehingga bila konsentrasi tidak tinggi
maka tidak akan bersifat destruktif seperti trauma alkali. Biasanya kerusakan hanya pada
13

bagian superfisial saja. Koagulasi protein ini terbatas pada daerah kontak bahan asam dengan
jaringan. Koagulasi protein ini dapat mengenai jaringan yang lebih dalam.


Gambar Trauma pada Mata Akibat Bahan Kimia Asam


Gambar Trauma pada Mata Akibat Bahan Kimia Asam
Bahan kimia bersifat asam : asam sulfat, air accu, asam sulfit,
asam hidrklorida, zat pemutih, asam asetat, asam nitrat, asam kromat, asam
hidroflorida. Akibat ledakan baterai mobil, yang menyebabkan luka bakar asam sulfat,
mungkin merupakan penyebab tersering dari luka bakar kimia pada mata. Asam Hidroflorida
dapat ditemukan dirumah pada cairan penghilang karat, pengkilap aluminum, dan cairan
pembersih yang kuat.
14

Bahan kimia bersifat asam : asam sulfat, air accu, asam sulfit,
asam hidrklorida, zat pemutih, asam asetat, asam nitrat, asam kromat, asam
hidroflorida. Akibat ledakan baterai mobil, yang menyebabkan luka bakar asam sulfat,
mungkin merupakan penyebab tersering dari luka bakar kimia pada mata. Asam Hidroflorida
dapat ditemukan dirumah pada cairan penghilang karat, pengkilap aluminum, dan cairan
pembersih yang kuat.
Pengobatan dilakukan dengan irigasi jaringan yang terkena secepatnya dan selama
mungkin untuk menghilangkan dan melarutkan bahan yang mengakibatkan trauma.1
2. Trauma Basa
Trauma basa biasanya lebih berat daripada trauma asam, karena bahan-bahan basa
memiliki dua sifat yaitu hidrofilik dan lipolifik dimana dapat secara cepat untuk penetrasi sel
membran dan masuk ke bilik mata depan, bahkan sampai retina.Trauma basa akan
memberikan iritasi ringan pada mata apabila dilihat dari luar. Namun, apabila dilihat pada
bagian dalam mata, trauma basa ini mengakibatkan suatu kegawatdaruratan. Basa akan
menembus kornea, kamera okuli anterior sampai retina dengan cepat, sehingga berakhir
dengan kebutaan. Pada trauma basa akan terjadi penghancuran jaringan kolagen kornea.
Bahan kimia basa bersifat koagulasi sel dan terjadi proses safonifikasi, disertai dengan
dehidrasi.

Gambar Trauma pada Mata Akibat Bahan Kimia Basa/Alkali

15



Gambar Trauma pada Mata Akibat Bahan Kimia Basa/Alkali

Bahan alkali atau basa akan mengakibatkan pecah atau rusaknya sel jaringan. Pada
pH yang tinggi alkali akan mengakibatkansafonifikasi disertai dengan disosiasi asam lemak
membrane sel. Akibat safonifikasi membran sel akan mempermudah penetrasi lebih
lanjut zat alkali. Mukopolisakarida jaringan oleh basa akan menghilang dan terjadi
penggumpalan sel kornea atau keratosis. Serat kolagen kornea akan bengkak dan stroma
kornea akan mati. Akibat edema kornea akan terdapat serbukan sel polimorfonuklear ke
dalam stroma kornea. Serbukan sel ini cenderung disertai dengan pembentukan pembuluh
darah baru atau neovaskularisasi. Akibat membran sel basal epitel kornea rusak akan
memudahkan sel epitel diatasnya lepas. Sel epitel yang baru terbentuk akan berhubungan
langsung dengan stroma dibawahnya melalui plasminogen aktivator. Bersamaan dengan
dilepaskan plasminogen aktivator dilepas juga kolagenase yang akan merusak kolagen
kornea. Akibatnya akan terjadi gangguan penyembuhan epitel yang berkelanjutan dengan
ulkus kornea dan dapat terjadi perforasi kornea. Kolagenase ini mulai dibentuk 9 jam sesudah
trauma dan puncaknya terdapat pada hari ke 12-21. Biasanya ulkus pada kornea mulai
terbentuk 2 minggu setelah trauma kimia. Pembentukan ulkus berhenti hanya bila terjadi
epitelisasi lengkap atau vaskularisasi telah menutup dataran depan kornea. Bila alkali sudah
masuk ke dalam bilik mata depan maka akan terjadi gangguan fungsi badan siliar. Cairan
mata susunannya akan berubah, yaitu terdapat kadar glukosa dan askorbat yang berkurang.
Kedua unsur ini memegang peranan penting dalam pembentukan jaringan kornea.

16

Bahan kimia bersifat basa: NaOH, CaOH, amoniak, Freon/bahan pendingin lemari es,
sabun, shampo, kapur gamping, semen, tiner, lem, cairan pembersih dalam rumah tangga,
soda kuat.
3. Patofiologi Trauma Kimia
Proses perjalanan penyakit pada trauma kimia ditandai oleh 2 fase, yaitu fase
kerusakan yang timbul setelah terpapar bahan kimia serta fase penyembuhan:
Kerusakan yang terjadi pada trauma kimia yang berat dapat diikuti oleh hal-hal sebagai
berikut:
Terjadi nekrosis pada epitel kornea dan konjungtiva disertai gangguan dan oklusi pembuluh
darah pada limbus.
Hilangnya stem cell limbus dapat berdampak pada vaskularisasi dan konjungtivalisasi
permukaan kornea atau menyebabkan kerusakan persisten pada epitel kornea dengan
perforasi dan ulkus kornea bersih.
Penetrasi yang dalam dari suatu zat kimia dapat menyebabkan kerusakan dan presipitasi
glikosaminoglikan dan opasifikasi kornea.
Penetrasi zat kimia sampai ke kamera okuli anterior dapat menyebabkan kerusakan iris dan
lensa.
Kerusakan epitel siliar dapat mengganggu sekresi askorbat yang dibutuhkan untuk
memproduksi kolagen dan memperbaiki kornea.
Hipotoni dan phthisis bulbi sangat mungkin terjadi.
Penyembuhan epitel kornea dan stroma diikuti oleh proses-proses berikut:
Terjadi penyembuhan jaringan epitelium berupa migrasi atau pergeseran dari sel-sel epitelial
yang berasal dari stem cell limbus
Kerusakan kolagen stroma akan difagositosis oleh keratosit terjadi sintesis kolagen yang
baru.
4. Klasifikasi Trauma Kimia
Trauma kimia pada mata dapat diklasifikasikan sesuai dengan derajat keparahan yang
ditimbulkan akibat bahan kimia penyebab trauma. Klasifikasi ini juga bertujuan untuk
penatalaksaan yang sesuai dengan kerusakan yang muncul serta indikasi penentuan
prognosis. Klasifikasi ditetapkan berdasarkan tingkat kejernihan kornea dan keparahan
iskemik limbus. Selain itu klasifikasi ini juga untuk menilai patensi dari pembuluh darah
limbus (superfisial dan profunda).
17

Derajat 1: kornea jernih dan tidak ada iskemik limbus (prognosis sangat baik)
Derajat 2: kornea berkabut dengan gambaran iris yang masih terlihat dan terdapat kurang dari
1/3 iskemik limbus (prognosis baik)
Derajat 3: epitel kornea hilang total, stroma berkabut dengan gambaran iris tidak jelas dan
sudah terdapat iskemik limbus (prognosis kurang)
Derajat 4: kornea opak dan sudah terdapat iskemik lebih dari limbus (prognosis sangat
buruk)
Kriteria lain yang perlu dinilai adalah seberapa luas hilangnya epitel pada kornea dan
konjungtiva, perubahan iris, keberadaan lensa, dan tekanan intra okular.

Gambar Klasifikasi Trauma Kimia, (a) derajat 1, (b) derajat 2, (c) derajat 3, (d) derajat 4







18

BAB V
KESIMPULAN

Berdasarkan kasus diatas, dapat disimpulkan bahwa Bp. Budi mengalami trauma
kimia alkali pada mata. Hal inilah yang menjadi penyebab timbulnya nyeri yang hebat pada
kedua mata Bp. Budi setelah disiram cairan. Pengucekan pada mata saat refleks memperparah
nyeri.
Terapi yang disarankan untuk Bp. Budi yang dapat kita lakukan sebagai dokter
keluarga ialah pertama kali lakukan Irigasi cairan NaCl fisiologis 15-30 menit sampai pH
mata kembali normal. Kemudian berikan steroid untuk menurunkan inflamasi dan antibiotic
topical untuk mencegah infeksi sekunder. Sesegera mungkin dirujuk ke dokter spesialis mata.
Prognosis pada pasien ini adalah dubia ad malam pada mata kanan dan dubia ad
bonam pada mata kiri












19

DAFTAR PUSTAKA

1. lyas, Sidarta. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta. 2008.
2. Arthur Lim Siew Ming and Ian J. Constable. Color Atlat of Ophthalmology Third
Edition. Washington. 2005.
3. Randleman, J.B. Bansal, A. S. Burns Chemical. eMedicine Journal. 2009.
4. American College of Emergency Phycisians. Management of Ocular Complaints.
Diunduh tanggal 12 Desember 2012 http://www.acep.org/content.aspx?id=26712
5. Eye Teachers of American Foundation. Eye Trauma. Diunduh pada tanggal 12
Desember 2012 http://www.ophthobook.com/videos/eye-trauma-video
6. Gerhard K. Lang. Ophthalmology A Pocket Textbook Atlas 2
nd
. Stuttgart New York.
2006.
7. American Academy of Ophthalmology. Chemical Burn. Diunduh pada 12 Desember
2012 http://www.aao.org/theeyeshaveit/trauma/chemical-burn.cfm
8. Kanski, JJ. Chemical Injuries. Clinical Opthalmology. Edisi keenam. Philadelphia:
Elseiver Limited. 2000.
9. Trudo, Edward W dan William Rimm. Chemical Injuries of the Eye. Washington.
2008.
10. Cohlmia Eye Center. Chemical Eye Burns Emergency Care. Diunduh pada tanggal 12
Desember 2012 http://www.samcohlmia.com/wichita-chemical-eye-burns.php
.

You might also like