BAGIAN / SMF ILMU PENYAKIT SARAF FAKULTAS KEDOKTERAN UNLAM / RSUD ULIN BANJARMASIN Juli, 2014
2
DAFTAR ISI
Halaman Judul. 1 Daftar Isi . 2 BAB I PENDAHULUAN . 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 3 A. Definisi dan Klasifikasi Penurunan Kesadaran 3 B. Etiologi Penurunan Kesadaran ........... 4 C. Pemeriksaan Penurunan Kesadaran BAB III PENUTUP.. .. 27 DAFTAR PUSTAKA . 28
3
BAB I PENDAHULUAN
Kesadaran ditentukan oleh kondisi pusat kesadaran yang berada di kedua hemisfer serebri dan Ascending Reticular Activating System (ARAS). Jika terjadi kelainan pada kedua sistem ini, baik yang melibatkan sistem anatomi maupun fungsional akan mengakibatkan terjadinya penurunan kesadaran dengan berbagai tingkatan. Ascending Reticular Activating System merupakan suatu rangkaian atau network system yang dari kaudal berasal dari medulla spinalis menuju rostral yaitu diensefalon melalui brain stem sehingga kelainan yang mengenai lintasan ARAS tersebut berada diantara medulla, pons, mesencephalon menuju ke subthalamus, hipothalamus, thalamus dan akan menimbulkan penurunan derajat kesadaran. Neurotransmiter yang berperan pada ARAS antara lain neurotransmiter kolinergik, monoaminergik dan gamma aminobutyric acid (GABA)
(1). Respon gangguan kesadaran pada kelainan di ARAS ini merupakan kelainan yang berpengaruh kepada sistem arousal yaitu respon primitif yang merupakan manifestasi rangkaian inti-inti di batang otak dan serabut-serabut saraf pada susunan saraf. Korteks serebri merupakan bagian yang terbesar dari susunan saraf pusat di mana kedua korteks ini berperan dalam kesadaran akan diri terhadap lingkngan atau input-input rangsangan sensoris, hal ini disebut juga sebagai awareness (1).
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi dan Klasifikasi Kesadaran adalah suatu keadaan dimana seseorang sadar penuh atas dirinya sendiri dan lingkungan sekitarnya. Keadaan sadar adalah keadaan terjaga dan waspada dimana si penderita akan bereaksi sepenuhnya dan adekuat terhadap rangsangan visual, auditoris dan sensibel.
Kesadaran menggambarkan keseluruhan dari fungsi cortex serebri, termasuk fungsi kognitif dan sikap dalam merespon suatu rangsangan (2). Koma adalah suatu keadaan tidak sadar total terhadap diri sendiri dan lingkungan meskipun distimulasi dengan kuat. Diantara keadaan sadar dan koma terdapat berbagai variasi keadaan/status gangguan kesadaran (2).
Penurunan kesadaran atau koma merupakan salah satu kegawatan neurologi yang menjadi petunjuk kegagalan fungsi integritas otak dan sebagai final common pathway dari gagal organ seperti kegagalan jantung, nafas dan sirkulasi akan mengarah kepada gagal otak dengan akibat kematian. Jadi, bila terjadi penurunan kesadaran maka terjadi disregulasi dan disfungs iotak dengan kecenderungan kegagalan seluruh fungsi tubuh. Dalam hal menilai penurunan kesadaran, dikenal beberapa istilah yang digunakan diklinik yaitu komposmentis, somnolen, stupor atau sopor, koma ringan dan koma. Terminologi tersebut
5
bersifat kualitatif. Sementara itu, penurunan kesadaran dapat pula dinilai secara kuantitatif, dengan menggunakan skala koma Glasgow (1).
Klasifikasi Penurunan Kesadaran Gangguan kesadaran dibagi 3, yaitu gangguan kesadaran tanpa disertai kelainan fokal/ lateralisasi dan tanpa disertai kaku kuduk; gangguan kesadaran tanpa disertai kelainan fokal/ lateralisasi disertai dengan kaku kuduk; dan gangguan kesadaran disertai dengan kelainan fokal.
Gangguan kesadaran tanpa disertai kelainan fokal dan kaku kuduk Gangguan iskemik Gangguan metabolik Intoksikasi Infeksi sistemis Hipertermia Epilepsi
Gangguan kesadaran tanpa disertai kelainan fokal tapi disertai kaku kuduk Perdarahan subarakhnoid Radang selaput otak Radang otak
B. Etiologi Penurunan Kesadaran Untuk memudahkan mengingat dan menelusuri kemungkinan kemungkinan penyebab penurunan kesadaran dengan istilah SEMENITE yaitu (3): a) S : Sirkulasi Meliputi stroke dan penyakit jantung b) E : Ensefalitis Dengan tetap mempertimbangkan adanya infeksi sistemik / sepsis yang mungkin melatarbelakanginya atau muncul secara bersamaan. c) M : Metabolik Misalnya hiperglikemia, hipoglikemia, hipoksia, uremia, koma hepatikum d) E : Elektrolit Misalnya diare dan muntah yang berlebihan. e) N : Neoplasma Tumor otak baik primer maupun metastasis f) I : Intoksikasi
7
Intoksikasi berbagai macam obat maupun bahan kimia dapat menyebabkan penurunan kesadaran g) T : Trauma Terutama trauma kapitis : komusio, kontusio, perdarahan epidural, perdarahan subdural, dapat pula trauma abdomen dan dada. h) E : Epilepsi Pasca serangan Grand Mall atau pada status epileptikus dapat menyebabkan penurunan kesadaran.
C. PEMERIKSAAN PENURUNAN KESADARAN - Tingkat kesadaran (kualitatif dan kuantitatif) - Fungsi Brain stem : a. Reaksi pupil b. Pergerakan Mata spontan c. Respon Kornea d. Respon Oculocephalic e. Respon Oculovestibulare - Pola pernafasan
I. Tingkat Kesadaran Menentukan penurunan kesadaran secara kualitatif
8
Kompos mentis berarti kesadaran normal, menyadari seluruh asupan panca indera (aware atau awas) dan bereaksi secara optimal terhadap seluruh rangsangan dari luar maupun dari dalam (arousal atau waspada), atau dalam keadaaan awas dan waspada (4). Somnolen atau drowsiness atau clouding of consciousness, berarti mengantuk, mata tampak cenderung menutup, masih dapat dibangunkan dengan perintah, masih dapat menjawab pertanyaan walaupun sedikit bingung, tampak gelisah dan orientasi terhadap sekitarnya menurun (4). Stupor atau sopor lebih rendah daripada somnolen. Mata tertutup dengan rangsang nyeri atau suara keras baru membuka mata atau bersuara satu-dua kata. Motorik hanya berupa gerakan mengelak terhadap rangsang nyeri (4). Semikoma atau soporokoma, mata tetap tertutup walaupun dirangsang nyeri secara kuat, hanya dapat mengerang tanpa arti, motorik hanya berupa gerakan primitif (4). Koma merupakan penurunan kesadaran yang paling rendah. Dengan rangsang apapun tidak ada reaksi sama sekali, baik dalam hal membuka mata, bicara, maupun reaksi motorik (4).
Menentukan penurunan kesadaran secara kuantitatif Aspek-aspek kesadaran yang dinilai secara kualitatif kurang seragam, kriterianya sering kurang tegas sehingga bila digunakan untuk memonitor tingkat kesadaran seseorang seringkali dilakukan oleh beberapa orang dengan hasil yang
9
tidak konsisten. Untuk mengatasi hal ini Prof. Dr. Bryan Jennet dan Teasdale, ahli bedah saraf dari universitas Glasgow pada tahun 1974 menilai tingkat kesadaran secara objektif dari tiga aspek, yaitu kemampuan membuka mata (eye), kemampuan motorik (motoric) dan kemampuan berkomunikasi (verbal). Pemeriksaan ini mempunyai nilai terendah 3 dan nilai tertinggi 15 (5,6). Pemeriksaan fungsi membuka mata, respon verbal dan respon motorik terhadap rangsangan yang diberikan. Rangsangan berupa suara atau rangsangan nyeri. Rangsangan nyeri dapat diberikan pada supra orbita, ujung kuku, manubrium sternum, prosesus stilomastoideus dan papilla mamae (5)
Pemeriksaan derajat kesadaran GCS Eye: E 1 tidak membuka mata dengan rangsang nyeri E 2 membuka mata dengan rangsang nyeri E 3 membuka mata dengan rangsang suara E 4 membuka mata spontan Verbal: V 1 tidak menimbulkan respon verbal dengan rangsang nyeri (none) V 2 respon mengerang dengan rangsang nyeri (sounds) V 3 respon kata dengan rangsang nyeri (words) V 4 bicara dengan kalimat tetapi disorientasi waktu dan tempat (confused) V 5 bicara dengan kalimat dengan orientasi baik (orientated)
10
Motorik: M 1 tidak melakukan reaksi motorik dengan rangsang nyeri M 2 reaksi deserebrasi dengan rangsang nyeri M 3 reaksi dekortikasi dengan rangsang nyeri M 4 reaksi menghampiri rangsang nyeri tetapi tidak mencapai sasaran M 5 reaksi menghampiri rangsang nyeri tetapi mencapai sasaran M 6 reaksi motorik sesuai perintah
II. Fungsi Brain Stem a. Pemeriksaan Pupil Simetris/ reaktivitas cahaya normal, petunjuk bahwa integritas mesensefalon baik. Pupil reaksi normal, reflek kornea dan okulosefalik (- ), dicurigai suatu koma metabolik Mid posisi (2-5 mm), fixed dan irregular, lesi mesenfalon fokal. Pupil reaktif pint-point, pada kerusakan pons, intoksikasi opiat kolinergik. Dilatasi unilateral dengan hilangnya respon terhadap cahaya: menunjukkan adanya herniasi pada lobus temporal menjepit nervus III. Pupil bilateral fixed dan dilatasi, herniasi sentral, hipoksik-iskemi global, keracunan barbiturat.
11
b. Pergerakan Mata Spontan Pada koma metabolik, kedua mata bergerak spontan dan lambat dari satu sisi ke sisi lainnya. Ini berarti batang otak masih utuh. Retractory nystagmus ciri kerusakan tegmentum mesensefalon. Convergence nystagmus ciri kerusakan mesensefalon. Ocular bobbing ciri kerusakan caudal pontin. Nystagmoid jerking of a single eye ciri kerusakan midpontine- lower pontine. Seesaw nystagmus ciri lesi di regio ventrikel III dan bukan di batang otak. Gejala tersebut dapat menunjukkan lokasi lesi struktural penyebab koma (8).
c. Refleks Kornea Langsung Pasien diminta melirik ke arah laterosuperior, kemudian dari arah lain kapas disentuhkan pada kornea mata, misal pasien diminta melirik kearah kanan atas maka kapas disentuhkan pada kornea mata kiri dan lakukan sebaliknya pada mata yang lain. Kemudian bandingkan kekuatan dan kecepatan refleks tersebut kanan dan kiri saraf aferen berasal dari N. V tetapi eferannya (berkedip) berasal dari N.VII (9).
12
Tak langsung (konsensual) Sentuhan kapas pada kornea atas akan menimbulkan refleks menutup mata pada mata kiri dan sebaliknya kegunaan pemeriksaan refleks kornea konsensual ini sama dengan refleks cahaya konsensual, yaitu untuk melihat lintasan mana yang rusak (aferen atau eferen) (9).
d. Reflex Oculocephalic (Dolls eyes) Refleks oculocephalic/ dolls eyes ditimbulkan dengan cara menggerakkan kepala untuk fleksi/ esktensi serta rotasi. Positif apabila bola mata bergerak berlawanan dengan arah gerakkan. Jangan lakukan pada pasien dengan kecurigaan trauma servikal (9).
e. Reflex Oculovestibular Refleks oculovestibular dilakukan pada posisi telentang dan kepala pasien membentuk sudut tiga puluh derajat dengan permukaan lantai. Air dengan suhu 30 C (atau air dingin untuk respon maksimal) diirigasikan ke dalam meatus akustikus eksternus, dan akan timbul nistagmus (dengan fase cepat ke arah kontralateral) setelah kira-kira 20 detik dan bertahan hingga satu menit. Air dengan suhu 44 C diirigasikan ke telinga yang sama akan menimbulkan nistagmus dengan arah yang berlawanan dengan sebelumnya. Pada pasien koma, tidak ada nistagmus, hanya ada pergeseran ke arah yang diberikan air dingin. Apabila terdapat kelainan, berarti terdapat lesi setingkat otak tengah atau pons (9).
13
III. Pola Pernafasan Mengetahui pola pernafasan akan membantu letak lesi dan kadang menentukan jenis gangguan (1,2). Respirasi cheyne stoke Pernafasan ini makin lama makin dalam kemudian mendangkal dan diselingi apnoe. Keadaan seperti ini dijumpai pada disfungsi hemisfer bilateral sedangkan batang otak masih baik. Pernafasan ini dapat merupakan gejala pertama herniasi transtentorial. Selain itu, pola pernafasan ini dapat juga disebabkan gangguan metabolik dan gangguan jantung. Respirasi hiperventilasi neurogen sentral Pernafasan cepat dan dalam, frekuensi kira-kira 25 per menit. Dalam hal ini, lesi biasanya pada tegmentum batang otak (antara mesensefalon dan pons). Ambang respirasi rendah, pada pemeriksaan darah ada alkalosis respirasi, PCO 2 arterial rendah, pH meningkat dan ada hipoksia ringan. Pemberian O 2 tidak akan mengubah pola pernafasan. Biasanya didapatkan pada infark mesensefalon, pontin, anoksia atau hipoglikemia yang melibatkan daerah ini dan kompresi mesensefalon karena herniasi transtentorial. Respirasi apneustik Terdapat inspirasi memanjang diikuti apnoe pada saat ekspirasi dengan frekuensi 1-1 1/2 per menit kemudian diikuti oleh pernafasan kluster. Respirasi kluster
14
Ditandai respirasi berkelompok diikuti apnoe. Biasanya terjadi pada kerusakan pons varolii. Respirasi ataksik (irregular) Ditandai oleh pola pernafasan yang tidak teratur, baik dalam atau iramanya. Kerusakan terdapat di pusat pernafasan medulla oblongata dan merupakan keadaan preterminal.
Gambar 1. Pernapasan abnormal
15
BAB III PENUTUP
Penurunan kesadaran atau koma merupakan salah satu kegawatan neurologi yang menjadi petunjuk kegagalan fungsi integritas otak dan sebagai final common pathway dari gagal organ seperti kegagalan jantung, nafas dan sirkulasi akan mengarah kepada gagal otak dengan akibat kematian. Penurunan kesadaran dapat ditentukan secara kualitatif dan kuantitatif. Penurunan kesadaran disebabkan oleh kelainan metabolik dan struktural yang mempengaruhi korteks dan ARAS. Diagnosis dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik umum, pemeriksaan fisik neurologis dan pemeriksaan penunjang. Adapun tatalaksana pada pasien dengan penurunan kesadaran terdiri atas tatalaksana umum dan khusus.
16
DAFTAR PUSTAKA
1. Harris, S. 2004. Penatalaksanaan Pada Kesadaran Menurun dalam Updates in Neuroemergencies. FKUI. Jakarta. Hal.1-7. 2. Posner JB, Schiff ND, Saper CB, Plum F, Plum and Posner Diagnosis of Stupor and Coma fourth edition, Oxford University Press, Oxford, 2007; 38-42 3. Harsono.1996.Kapita Selekta Neurologi.Yogyakarta:Gadjah Mada University Press 4. Harsono. 2005. Koma dalam Buku Ajar Neurologi. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. 5. Cambell W, DeJongs The Neurologic Examination Sixth edition, Lippincott Williams and Wilkins, Philadelpia, 2005;19-20,37-40,97-277. 6. Markam S, Penuntun Neurologi, Binarupa Aksara, Jakarta; 18-50. 7. Harrison MJG. Diagnosis of brain death. Medicine International 1987, 2: 1912-14. 8. Batement DE. Neurological assessment of coma. UK: J Neurol Neurosurg Psychiatry. 2001. 9. Bates D. Coma and brain death. Current Opinion in Neurology and Neurosurgery. London: Current Science Ltd, 1991.