Professional Documents
Culture Documents
Dosen Pembimbing
Dr. Bahruddin, MT
Kelompok
: II (Dua)
Nama Kelompok
: 1. Rita P. Mendrova
(1107035609)
2. Ryan Tito
(1107021186)
3. Yakub J. Silaen
(1107036648)
ABSTRAK
Vulkanisasi adalah proses pembentukan polimer karet untuk saling
bertautan satu sama lain (cross-linking). Karet alam ini memiliki sifat antara lain
mudah teroksidasi pada suhu tinggi serta tidak tahan terhadap ozon dan minyak.
Percobaan ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh kadar karbon black dan
sulfur pada proses pembuatan kompon, serta mengetahui proses vulkanisir ban.
Percobaan pembuatan ban vulkanisasi dilakukan dengan dua tahapan yaitu
pembuatan kompon ban vulkanisasi dan proses vulkanisir ban. Pembuatan
kompon ban dilakukan dengan mencampurkan bahan-bahan seperti karet alam
100 phr (400 gr), minarex 2,5 phr (10 gr), carbon black 30 phr (120 gr), ZnO 5
phr (20 gram), asam stearat 3 phr (12 gr), TMQ 1 phr (4 gr), MBTS 0,6 phr (2,4
gr), Sulfur 3 phr (12 gr) yang dibuat dengan mengggunakan roll mill. Dari hasil
percobaan didapat kompon karet yang dihasilkan seberat 577,32 gram dengan
sifat yang elastis, bewarna hitam, permukaan licin, lembut dan kuat.
Kata kunci: vulkanisasi; kompon karet; minarex; karbon black; roll mill.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Tujuan Percobaan
Dasar Teori
hasilolahan seperti lum, sit angin, getah keeping sisa, yang diperoleh dari
perkebunan rakyat dengan hasil bahan baku yang sama dengan koagulum.
Perbedan SIR 5, SIR 10, SIR 20 adalah pada standar spesifikasi mutu
kadar kotoran, kadar abu dan kadar yang menguap sesuai dengan standar. Karet
alam SIR-20 mempunyai spesifikasi seperti yang terlihat pada Tabel 1.1. karet
alam banyak digunakan dalam industri barang-barang. Umumnya alat-alat yang
terbuat dari karet alam sangat berguna bagi kehidupan sehari-hari maupun dalam
industri seperti mesin-mesin penggerak barang yang dapat dibuat dari karet alam
anatara lain ban mobil, tetapi juga ditemukan dalam kelompok-kelompok produkproduk komersial termasuk sol sepatu, segel karet, insulasi listrik, sabuk
penggerak mesin besar dan mesin kecil, pipa karet, kabel, isolator, bahan-bahan
pembungkus logam, aksesoris olah raga dan lain-lain.
Tebel 1.1 Spesifikasi Karet Alam SIR-20
No
1
2
3
4
Spesifikasi
Kadar kotoran maksimum
Kadar abu maksimum
Kadar zat atsiri maksimum
Plasticity Retention Index
minimum
5
Plastisitas-Po minimum
6
Kode warna
Sumber : Astlett Rubber (2007)
dihasilkan dengan cara mengkonversi hidrokrabon cair atau gas menjadi unsure
karbon dan hydrogen dengan pembakaran parsial atau dekomposisi termal
Carbon black mempunyai luas permukaan yang tinggi dan struktur yang
besar dan bila digabung akan menguatkan karet. Ukuran partikel dari carbon black
memberi pengaruh terhadap ketahanan kikis, tegangan tarik, ketahan sobek dari
komponen karet. Struktur carbon black lebih memberi pengaruh terhadap sifat
modulus dan kekerasan. Sekitar 90% dari carbon black digunakan dalam aplikasi
karet, 9% sebagai pigmen, dan sisanya 1% sebagai bahan penting dalam ratusan
aplikasi beragam (ICBA, 2006). Carbon black diklasifikasikan menjadi tiga
berdasarkan proses pembentukannya yaitu, furnance black, cahnnel black, dan
thermal black. Furnance black dibentuk dari pembekaran tidak sempurna gas
alam atau residu yang berasal dari industry petroleum dalam furnance. Diameter
rata-rata partikel carbon black yang dihasilkan 20-80 nm.
Furnace black hanya sedikit mengandung atom oksigen. Thermal black
biasanya diproduksi dari gas alam yang diproses dalam sebuah preheated chamber
tanpa udara. Proses ini menghasilkan carbon black dengan diameter rata-rata
partikel 120-500 nm. Carbon black jenis ini hanya sedikit memberikan pengaruh
terhadap kenaikan tensile strength karet vulkanisat. Channel black diperoleh dari
gas hidrokarbon yang sebagian besarnya merupakan gas alam yang mengalami
pembakaran parisal. Diameter rata-rata partikel carbon black 9-30 nm. Ukuran
partikel carbon black yang kecil dapat meningkatkan modulus dari karet
vulkanisat (Saowapark, 2005)
1.2.3. Plasticizer
Plasticizer diartikan sebagai pelarut organic dengan titik didih tinggi atau
padatan dengan titik leleh rendah. Apabila ditambahkan kedalam resin keras dan
kaku seperti karet dan lastik PVC, maka akumulasi intermolecular pada rantai
panjang
akan
menurun,
sehingga
kelenturan,
kelunakan,
pemanjangan,
linking). Sejak ditemukan oleh Charles Goodyear tahun 1839, untuk proses
vulkanisasi ini sering dipakai senyawa belerang (sulfur) sebagai pengikat polimer
karet tersebut. Tujuan proses vulkanisasi karet adalah agar barangjadi yang akan
dihasilkan menjadi kuat (Ompungssu, 1987).
Karet alam tidak akan memberikan sifat elastic dan tidak stabil terhadap
suhu tanpa dilakukan proses vulkanisasi/cross-linking. Karet tersebut lebih
lengket, lembek jika suhu panas dan bersifat getas jika suhu dingin. Hal ini
dikarenakan unsure karet yang terdiri dari polimer isoprene yang panjang. Rantai
polimer yang belum divulkanisasi akan lebih mudah bergeser saat terjadi
perubahan bentuk. Crosslinking yang terjadi antar rantai polimer itu akan
membuat olimer panjang ini saling terkait sehingga tidak mudah bergeser dari
tempatnya. Bahan accelerator harus ditambahakan pada karet alam untuk
mempercepat proses. Senyawa kimia yang biasa digunakan sebagai bahan
accelerator
diantaranya
adalah
morpholino(di)thiobenzothiazole,
2. Reaksi kimia ikat silang yang meliputi reaksi pembentukan ikat silang.
Polimer akan saling bertautan satu sama lain yang menjadikan rantai
polimer ini tidak mudah bergeser dari tempatnya.
3. Reaksi kimia setelah ikat silang yang meliputi reaksi crosslink shorthening
dan crosslink degradation
Tahap pertama pada vulkanisasi sulfur yang diakselerasi adalah
pembentukan suatu komplek akselerator aktif melalui reaksi kimia akselelrator
dengan activator, yang diikuti reaksi dengan molekul sulfur membentuk suatu
sulfurating species. Sulfulrating species yang sudah diaktifkan tersebut kemudian
bereaksi dengan mengikat rantai karbon dari karet membentuk crosslink
precursor. Crosslink precursor tersebut selanjutnya bereaksi dan mengikat rantai
karbon tak jenuh dari molekul karet lainnya, sehingga terbentuk ikat silang
polisulfidik. Selanjutnya ikat silang poisulfidik :
i.
ii.
vulkanisasi
biasanya
berlangsung
sangat
lambat.
Reaksi
vulkanisasi yang lambat kurang efisien karena manambah waktu produksi yang
secara tak langsung juga menambah biaya. Akselerator merupakan senyawasenyawa kimia yang apabila ditambahakan pada kompon karet sebelum proses
vulkanisasi akan mempercpat proses vulkanisasi. Jadi, penggunaan akselerator
akan mengurangi jumlah bahan pemvulkanisasian yang digunakan. Berdasarkan
jenisnya ada beberapa macam bahan/pencepat reaksi.
Keuntungan lainnya yang dapat dicapai dengan penggunaan bahan
pencepat yaitu, kenaikan produksi oleh karena waktu vulkanisasi lebioh pendek
dan perbaikan kualitas, oleh karena daya tahan lebih baik dan kekuatan tarik lebih
tinggi. Sebagian besar dari bahan pencepat memerlukan bantuan dari bahan
pengaktif pencepat seperti seng oksida dan asam stearat untuk dapat bekerja
maksimal. Zink oksida digunakan pada system karet sulfur selanjutnya diaktifkan
dengan penambahan asam stearat yang dapat melarutkan zink oksida, efek
keduanya untuk peningkatan jumlah zink sulfide yang di produksi. Garam
sengdari asam lemak merupakan perubahan tipe surfaktan dan melarutkan
accelerator untuk membentuk katalis actual.
2. Bahan Antioksidan
Antioksidan berfungsi untuk melindungi karet dari kerusakan karena
pengaruh oksigen maupun ozon yang terdapat di udara, karena unsure-unsur yang
terkandung dalam udara tersebut dapat menurunkan sifat fisik atau bahkan
menimbulkan keretakan pada barang jadi karet. Bahan antioksidan ini juga dapat
melindungi barang jadi karet terhadap ion-ion peroksida yaitu tembaga, mangan
dan besi. Pemakaian antioksidan harus memenuhi beberapa syarat antara lain:
1. Mudah terdispersi pada seluruh bagian karet
2. Inert terhadap hasil-hasil vulkanisasi pada setiap jenis tegangan
3. Tidak mempunyai pengaruh terhadap warna hasil vulkanisasi
Contoh bahan antioksidan adalah:
1. Waxes, dipakai terutama untuk mencegah proses aging yang disebabkan
oleh sinar matahari dan ozon
2. Pheno, baik digunakan untuk mencegah proses aging yang disebabkan
oleh flexing
(ii)
(iii)
Istilah crosslink untuk sistem jaringan yang terbentuk akibat vulkanisasi sulfur
(sulfur vulcanized network) meliputi berbagai struktur kimia sebagaimana
ditunjukkan pada Gambar 1.2.
Gambar 1.3. Tipikal Cure-Curve yang Diperoleh dari Suatu ODR untuk
Vulkanisasi Sulfur (Sumber: Ghosh, 2003)
1.2.7. Reaksi Kimia Akselerator
Tahap pertama pada proses vulkanisasi sulfur adalah pembentukan suatu
spesies active sulfurating, sebagai syarat untuk dapat terbentuknya crosslink
precursor. Spesies tersebut merupakan suatu molekul yang mampu memasukkan
sulfur dalam elastomer sehingga terbentuknya ikat-silang antar elastomer, dimana
sudah dipahami bahwa kompleks akselerator polysulfide merupakan spesies
sulfurating yang lebih baik dibandingkan dengan sulfur molekular. Akselerator
sulfide dibentuk oleh interaksi molekul akselerator dengan molekul sulfur. Jika
tanpa aktivator seperti ZnO, polysulfide tersebut adalah seperti tipe I berikut:
(I)
Gugus pendant organik pada sulfurating species I adalah benzothiazole. Sistem
akselerator lainnya ditunjukkan pada Tabel 1.2, dimana gugus pendant organiknya
berbeda, namun sifat dasar polysulfide-nya sama.
Jika ada ZnO, kompleks zinc dengan akselerator polysulfide ditunjukkan
seperti tipe II berikut:
(II)
Jika juga ada ligand L seperti ion amina dan karboksilat, strukturnya ditunjukkan
seperti tipe III berikut:
(III)
Struktur tipe II dan III seakan-akan menunjukkan Zn terikat kovalen pada
rantai polisulfidik dalam jenis akselerator, padahal lebih mungkin ikatannya
sebagaimana ditunjukkan pada struktur tipe IV berikut, dimana garis putus-putus
menunjukkan pembentukan kompleks Zn dengan sulfur.
(IV)
(R.6)
Bt-S-S-Bt yang pecah menjadi radikal Bt-S* tidak mempunyai cukup waktu untuk
berdifusi secara terpisah karena viskositas karet yang tinggi. Karena dekatnya
pasangan radikal Bt-S* dan tersedianya konsentrasi sulfur yang tinggi pada tahap
awal vulkanisasi, lebih memungkinkan pasangan radikal Bt-S* mengikat sulfur
terlebih dahulu membentuk spesies BtS-Sx-SBt. Namun pada tahap selanjutnya
ketika sulfur sudah banyak dikonsumsi, radikal BtS* akan banyak mempunyai
kesempatan berdifusi saling pisah satu sama lain dan mempunyai kemungkinan
bereaksi dengan allylic hydrogen pada rantai isoprene.
Skenario lainnya lagi mengenai reaksi MBTS dengan sulfur dengan
memperhatikan lifetime radikal BtS* pada konsentrasi allylic hydrogen tinggi
adalah dengan sisipan sulfur secara sequensial:
(R.7a)
(R.7b)
Pada reaksi (R.3), (R.6) dan (R.7) ditunjukkan bahwa semua molekul S 8
bergabung menjadi kompleks akselerator dalam satu tahap. Adanya ZnO hanya
mempercepat laju reaksi, namun tidak mempengaruhi distribusi hasil reaksi.
Diyakini bahwa mekanisme reaksi (R.7) yang paling mungkin terjadi, dimana
sisipan sulfur terjadi secara sequensial. Reaksi (R.3), (R.6) dan (R.7) dapat terjadi
pada suhu diatas 160 oC. Pada suhu dibawah 160 oC, molekul Sx, seperti S8,
mempunyai struktur cincin yang stabil (Ghosh, 2003).
Pengaruh ZnO terhadap formasi kompleks zinc-accelerator
Jika dalam sistem vulkanisasi terdapat zinc atau zinc oxide sebagai
aktivator, maka akan mempercepat reaksi pembentukan kompleks makromolekul
tipe II, III atau IV. Makromolekul tersebut dapat berupa kompleksasi dalam
dimethyl dithyocarbamate (V) atau dalam bentuk komplek benzothiazole-zinc
(VI) berikut:
(V)
(VI)
Tidak ada dari struktur tersebut yang mempunyai kelarutan tinggi dalam karet
atau reaktivitas yang baik terhadap sulfur. Namun, kelarutan dan reaktivitas dapat
meningkat jika zinc berkoordinasi dengan amine yang dilepaskan dari ligand
sulfenamide atau karboksilat, yang ada dalam sistem bersama stearic acid. Tipikal
struktur sistem ligand zinc/accelerator ditunjukkan berikut ini:
(VII)
Campbell dan Wise mempelajari vulkanisasi NR yang diakselerasi dengan
MBT, MBTS dan MBS, dengan dan tanpa ZnO dan stearic acid. Jumlah zinc yang
terekstrak
berkurang
sebagai
fungsi
waktu,
yang
menandakan
adanya
merumuskan pemecahan ionik, dimana satu atom sulfur dalam kompleks zincaccelerator menyebabkan suatu pengrusakan nukleofilik pada cincin S 8, sebagai
berikut:
(R.8)
Meskipun (R.8) menunjukkan aktivasi sulfur terjadi via penggabungan cincin S8,
namun reaksi yang lebih mungkin terjadi adalah secara sequensial seperti (R.7),
yaitu sebagai berikut:
(R.9)
Pembentukan kompleks akseletor tanpa dan dengan zinc merupakan tahap
paling menentukan pada vulkanisasi elastomer dengan sulfur. BtS-S x-SBt adalah
active sulfurating agent tanpa ZnO dan baik BtS-S x-SBt maupun BtS-Zn-Sx-SBt
adalah active sulfurating agent dengan adanya ZnO. Manik dan Banerjee
mempelajari vulkanisasi NR dengan CBS baik tanpa maupun dengan adanya
ZnO. Mareka menyimpulkan bahwa sistem CBS/ZnO/stearic acid mula-mula
bereaksi dengan mekanisme radikal bebas, namun secara bertahap berubah
menjadi polar. Sebaliknya reaksi berlangsung sepenuhnya dengan mekanisme
radikal bebas untuk sistem tanpa ZnO dan stearic acid.
1.2.8. Reaksi Kimia Ikat-Silang
Reaksi pembentukan ikat-silang (crosslink) dimulai dengan tahapan reaksi
pembentukan BtS-Sx-SBt dan BtS-Zn-Sx-SBt dengan mekanisme sebagaimana
sudah dijelaskan di atas. Crosslink tersebut dibentuk via crosslink precursor.
(R.10)
dimana R adalah karet dan R* adalah radikal bebas pada rantai karet. Jika Zinc
terikat dan menjadi kompleks dengan akselerator polysulfidic, mekanisme
pembentukan crosslink precursor adalah polar seperti ditunjukkan pada (R.11).
(R.11)
Laju sulfurasi tersebut ditentukan oleh energi pembentukan ikatan baru berikut:
(VIII)
versus pemecahan ikatan lama berikut:
(IX)
Adanya zinc dalam kompleks sulfurating menghasilkan suatu karakter
nukleofilik terhadap sulfur yang menempel pada zinc dalam polysulfide,
sebagaimana berikut:
(X)
(XI)
Namun jika kompleks zinc dibentuk dengan dua atom sulfur pada rantai
polysulfidic, Bt-SyH merupakan hasil reaksi, yang dapat berubah dengan cepat
seperti sulfur pick-up, menempel ke allylic site pada rantai karet dan bergabung
kembali dengan Bt-SxH lain menghasilkan akselerator polysulfide.
Konversi crosslink precursor menjadi crosslink
Crosslink precursor sangat reaktif, sehingga pengamatan mekanisme
reaksinya secara langsung sulit dilakukan. Berbagai mekanisme konversi crosslink
precursor menjadi crosslink sudah diperkenalkan. Bateman dkk dan Dogadkin
menyatakan bahwa crosslink dibentuk karena ketidak-seimbangan dua precursor
moiety yang meliputi saling tukar-menukar ikatan S-S yang dikatalisasi oleh BtS atau anion persulfenyl, sebagai berikut:
(R.12)
(R.13)
Skenareo lain menyatakan bahwa crosslink dibentuk melalui reaksi yang meliputi
pertukaran gugus rubber-bound pendant dengan kompleks zinc-accelerator diikuti
dengan molekul karet:
(R.14)
(R.15)
Perbedaan antara (R.12) dan (R.13) dengan (R.14) dan (R.15) adalah pada (R.12)
dan (R.13) merupakan reaksi antara dua molekul precursor, sedangkan (R.14) dan
(R.15) merupakan reaksi antara molekul precursor dan karet. Kedua reaksi
tersebut dikatalisasi oleh adanya kompleks zinc-accelerator; namun, reaksi
tersebut dapat juga terjadi tanpa kehadiran zinc, tetapi laju reaksinya jauh lebih
lambat.
Menurut Coran, pembentukan crosslink secara langsung dari crosslink
precursor adalah sebagai berikut:
(R.16)
(R.17)
Reaksi tersebut dianggap terjadi dengan mekanisme radikal dimana crosslink
precursor terbagi menjadi dua radikal aktif: (i) radikal persulfenyl RS y* yang dapat
bereaksi dengan karbon allylic pada rantai isoprene dan kemudian membentuk
crosslink, dan (ii) radikal polysulfidic yang diterminasi bentothiazole BtS z* yang
dapat membentuk berbagai raksi, seperti bereaksi dengan radikal lainnya
membentuk BtSSxSBt (yaitu R.4), aktivasi sulfur membentuk radikal yang lebih
tinggi (yaitu R.3), dan terikat ke rantai karet membentuk crosslink precursor
kembali. Reaksi (R.17) merupakan reaksi pemecahan ikatan S-S dalam crosslink
precursor, namun menurut Coran dkk bahwa ikatan yang paling lemah dalam
molekul precursor adalah ikatan S-S yang berdekatan dengan gugus
benzothiazole. Sehingga reaksi yang paling dominan adalah sebagai berikut:
(R.18)
Jika terdapat Zn2+, maka kompleks Zn dengan benzothiazole moiety melekat pada
molekul karet seperti berikut ini:
(XII)
Sehingga dengan adanya zinc dapat merusak banyak ikatan S-S, seperti berikut
ini:
(R.19)
Dari reaksi (R.16) hingga (R.19) ditunjukkan bahwa konversi precursor menjadi
crosslink terjadi melalui timbulnya dua radikal berbeda, radikal persulfenyl RS y*
dan radikal polysulfidic yang diterminasi bentothiazole BtS z*, meskipun konversi
radikal persulfenyl menjadi crosslink merupakan reaksi utamanya. RSy*
membentuk crosslink sebagaimana ditunjukkan pada R43, sedangkan BtSx*
bereaksi sebagai berikut:
(R.20)
Jika x = 1, maka akan terbentuk suatu crosslink tak aktif karena ikatan C-S lebih
stabil sehingga selanjutnya dapat membentuk radikal persulfenyl aktif. Demikian
juga karena BtSy* mampu bereaksi dengan sulfur membentuk polysulfide via
(R.3), radikal persulfenyl RSx* diperkirakan dapat menhasilkan reaksi yang mirip
sebagaimana ditunjukkan berikut ini:
(R.21)
(R.22)
Pada reaksi (R.17), radikal persulfenyl RSy* bereaksi dengan karbon allylic pada
rantai karet membentuk crosslink. Namun juga dimungkinkan radikal tersebut
bereaksi dengan karbon allylic pada rantai backbone membentuk suatu loop
seperti berikut ini:
(R.23)
Cyclic sulfide yang dihasilkan tersebut menyebabkan berkurangnya sifat
elastisitas material vulkanisat.
Scorch delay
Vulkanisasi dini selama berlangsungnya pemrosesan dikenal sebagai
scorch dan biasanya tidak diinginkan. Salah satu kelebihan akselerator
benzothiazole sulfenamide adalah penundaan terjadinya proses vulkanisasi tibatiba, yang dikenal sebagai scorch delay. Dikenal ada dua macam scorch delay: (i)
stabilitas thermal akselerator dan (ii) reaksi pertukaran ion antara akseleratorproduk antaranya.
Jenis yang pertama diuraikan oleh Bateman dkk, yang menyatakan bahwa
scorch delay pada hasil benzothiazole sulfenamide terjadi karena akseleratorakselerator tersebut hanya aktif jika suhu vulkanisasi tercapai. Reaksi crosslinking
tidak dapat terjadi kecuali sudah terbentuknya spesies sulfidic sulfurating. Jenis
yang kedua diuraikan oleh Coran, yang menyatakan bahwa delay yang
terobservasi dalam akselerator sulfenamide disebabkan oleh penghentian radikal
persulfenyl oleh akselerator polysulfide BtS-Sx-SBt dan atau BtS-Zn-Sx-SBt.
Khususnya radikal polymeric persulfenyl R-Sy* bereaksi dengan karet membentuk
crosslink via (R.17), dan jika radikal persulfenyl tersebut dihentikan dengan cepat
sebelum terjadi crosslink, pembentukan crosslink akan terhalangi seperti
ditunjukkan berikut ini:
(R.24)
habis
bereaksi.
Peningkatan
konsentrasi
akselerator
akan
dibandingkan ikatan C-S. Degradasi yang terjadi via reaksi (R.28) lebih mudah
terjadi dari pada via reaksi (R.27), karena ikatan monosulfidik S-S lebih kuat
dibandingkan ikatan polysulfidic S-S.
(R.27)
(R.28)
BAB II
METODOLOGI PERCOBAAN
Roll mill
Cutter
Timbangan
Alumunium foil
2.1.2. Bahan-bahan
Bahan-bahan yang digunakan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
30
400 gr crumb rubber
100
= 120 gr
2. Roll mill dihidupkan dengan menekan tombol on, jarak antara rotor
dapat diatur dengan mendekatkan atau meregangkan rotor.
penambahan
bahan
terakhir
Kuantitas (phr)
Divariasikan
5
3
1
0,6
divariasikan
(sulfur)
merata,
proses
Diagram alir pembuatan kompon ban dapat dilihat pada Gambar 2.1.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1.
kompon dan vulkanisasi. Kompon karet yang dimaksud disini adalah campuran
yang terdiri dari karet alam, minarex, carbon black, ZnO, asam stearat, TMQ,
MBTS dan Sulfur yang dibuat dengan menggunakan roll mill. Proses pembuatan
kompon dilakukan pada suhu kamar dengan urutan proses pencampuran disajikan
pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1. Tahapan Pembuatan Kompon Karet dalam Roll Mill
No
Aktivitas
Penggilingan Crumb
2
3
4
5
6
7
8
Black
Penambahan ZnO
Penambahan Asam stearat
Penambahan TMQ
Penambahan MBTS
Penambahan Sulfur
Kuantita
Kuantita
Menit ke-
(phr)
(gram)
100
400
2,5
10
25
30
120
35
5
3
1
0,6
3
20
12
4
2,4
12
55
60
65
70
75
pada sistem karet sulfur selanjutnya diaktifkan dengan penambahan asam stearat
yang dapat melarutkan zink oksida, efek keduanya untuk peningkatan jumlah zink
sulfida yang di produksi. Sistem ZnO dan asam stearat mula-mula bereaksi
dengan mekanisme radikal bebas, namun secara bertahap berubah menjadi polar,
BtS-Zn-Sx-SBt adalah active sulfurating agent dengan adanya ZnO. Lalu
penambahan TMQ 4 gram yang bertujuan untuk melindungi karet dari kerusakan
karena pengaruh okigen dan mencegah terjadinya degredasi, jika proses
vulkanisasi yang terlalu lama, maka akan terjadi degradasi sehingga membentuk
cincin sulfida (cyclic sulfide) atau bentuk mudifikasi rantai lainnya, yang dapat
menyebabkan penurunan sifat vulkanisasi [Wang, 2011]. Setelah itu penambahan
MBTS 2,4 gram bertujuan untuk membantu kompon karet dalam proses
vulkanisasi, karena MBTS dapat langsung bereaksi dengan sulfur membentuk 2bisbenzothiazole-2,2-polysulfides
(MBTPs),
dan
MBTPs
atau
kompleks
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
1.
2.
3.
Kompon
karet
hasil
percobaan
merupakan
campuran yang terdiri dari karet alam, minarex, carbon black, ZnO, asam
stearat, TMQ, MBTS dan Sulfur yang dibuat dengan mengggunakan roll
mill.
4.2 Saran
Praktikan harus hati-hati dalam melakukan percobaan ini agar terhindar
dari kecelakaan kerja yang tidak diinginkan.
DAFTAR PUSTAKA
Bahruddin, Sumarno, G. Wibawa dan N. Soewarno. 2007. Morfologi Dan
Properti Campuran Karet Alam/Polypropylene yang Divulkanisasi
Dinamik Dalam Internal Mixer. Pdf.file [Online] Tersedia:
http://eprints.undip.ac.id [Diakses pada 22 Desember 2013]
LAMPIRAN A
DOKUMENTASI
LAMPIRAN B
LAPORAN SEMENTARA
Judul Praktikum
Hari/Tanggal Praktikum
Pembimbing
: Dr. Bahruddin, MT
Asisten Laboratorium
: Lili Saktiani
Hasil Percobaan
100 phr =
100
x 400 gr=400 gr
100
Minarex sebagai
plasticizer 2,5 phr
2,5 phr =
2,5
x 400 gr=10 gr
100
30 phr =
30
x 400 gr=120 gr
100
5 phr =
5
x 400 gr=20 gr
100
3 phr =
3
x 400 gr=12 gr
100
Trimethylquinone
(TMQ) sebagai anti
degradant 1 phr
(dihaluskan)
1 phr=
1
x 400 gr=4 gr
100
Mercoptodibenzothiazyl
disulfide (MBTS)
sebagai accelerator 0,6
phr
0,6 phr=
0,6
x 400 gr =2,4 gr
100
3 phr =
3
x 400 gr=12 gr
100
Lili Saktiani