PROGRAM PASCASARJANA PROGRAM STUDI PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2014 PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU-PULAU KECIL A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia memiliki banyak pulau-pulau kecil yang dihuni oleh masyarakat dimana kehidupan sehari-harinya sangat tergantung kepada laut. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Pulau Kecil adalah pulau dengan luas lebih kecil atau sama dengan 2.000 km 2 (dua ribu kilometer persegi) beserta kesatuan ekosistemnya. Kodoatie (2012) menyebutkan bahwa dari 17.508 pulau yang ada di Indonesia, 5 pulau memiliki luas > 10.000 km 2 , 26 pulau memiliki luas antara 2.000-10.000 km 2 , dan sisanya sejumlah 17.477 (99,8%) merupakan pulau dengan luas < 2.000 km 2 (pulau kecil dan sangat kecil). Pulau-pulau kecil yang didiami sekitar 20 % penduduk dari keseluruhan penduduk Indonesia, ini memiliki banyak sumberdaya yang mampu menunjang pembangunan dan kebutuhan pangan nasional. Keberadaan penduduk mampu berperan sebagai pelaku penting dalam mengakses sumberdaya alam (misalnya distributor pangan) yang berada disekitar pulau-pulau kecil. Dengan berbagai pemanfaatan seperti Ikan-ikan karang, aspek pariwisata serta komponen-komponen yang memiliki potensi financial bagi daerah. Sebagian besar penduduk yang menetap dipulau-pulau kecil Indonesia dalam konteks pengebangan pemenuhan kebutuhan akan merasa aman dan lebih sejahtera bila menetap di pulau tersebut hingga membangun rumah sebagai tempat tinggal permanen hingga beranak cucu. Pulau- pulau yang tidak memiliki penduduk memiliki potensi kerusakan sumberdaya yang cukup besar. Hal yang menjadikan pulau-pulau kecil tetap menjadi tujuan pemukiman/ dihuni oleh masyarakat adalah ketersediaan air besih. Air merupakan kebutuhan dasar makhluk untuk menunjang kelangsungan hidup dan aktivitasnya. Manusia dapat bertahan hidup beberapa minggu tanpa makan, tapi hanya mampu bertahan beberapa hari saja tanpa air. Sumber air di bumi berasal dari air tanah, mata air, air sungai, danau, dan air laut. Meski 75% pemukaan bumi terdiri dari air, namun hanya 1% saja yang bisa dimanfaatkan sisanya terdiri dari air laut dan berada di tempat-tempat yang sulit terjangkau seperti kutub dan amazone, dimana sangat tidak ekonomis jika diangkut dari tempat-tempat tersebut untuk bisa digunakan. Masalah yang lazim di daerah pulau-pulau kecil adalah ketidaktersediaan air bersih/tawar untuk kebutuhan rumah tangga. Kondisi pulau yang dikelilingi laut kadang menyebabkan air di daerah tersebut payau sehingga kurang layak untuk diminum. Seperti halnya yang terjadi di pulau-pulau yang ada di nusantara yang masih kekurangan air bersih apalagi air minum, rata-rata masyarakat mengkonsusmsi air payau dengan kadar salinitas yang masih tinggi. Bahkan untuk memperoleh air bersih harus diangkut dari pulau yang memiliki persediaan air masih banyak ataupun sampai mendatangkat air bersih tersebut dari daratan utama dengan biaya yang cukup mahal. Pengembangan dan pembangunan pulau kecil dan sangat kecil seringkali terkendala ketersediaan sumberdaya air yang sedikit (Sumawijaya dan Suherman, 2005a). Hal ini disebabkan oleh karena tangkapan curah hujan yang terbatas pada luas pulau yang sempit, serta jumlah simpanan dalam bentuk lensa airtanah (Gambar 1) yang sedikit pula (Arenas dan Huertas, 1986; Falkland, 1991; 1992; 1993; Delinom an Lubis, 2005). Selain itu, pulau kecil dan sangat kecil memiliki potensi kerusakan sumberdaya airtanah akibat intrusi air laut (Falkland, 1991; 1992; 1993; Narulita dkk, 2005) serta pengaruh dampak perubahan iklim (FAO, 2008; Overmars dan Gottlieb, 2009). Oleh karena itu, maka pengembangan dan pembangunan pulau-pulau kecil dan sangat kecil harus dilakukan dengan memperhatikan aspek permasalahan dan potensi sumberdaya air yang ada pada setiap pulau.
Gambar 1. Lensa Airtanah di Pulau Kecil dan Sangat Kecil (Falkland, 1993) Masyarakat pesisir dan pulau kecil adalah kelompok yang rentan terhadap kenaikan permukaan air laut akibat pemanasan global. Air laut dapat menerobos (infiltration ) atau masuk jauh ke darat sehingga menyebabkan kerusakan lapisan air tawar (Hantoro, 2009a; Hantoro, 2009b). Minimnya air tawar akan memperburuk sanitasi dan ancaman terhadap kesehatan, sehingga menurunkan kualitas hidup masyarakat. Sebuah pernyataan dalam Johannesburg Summit 2002 yang dikenal dengan Millenium Development Goals (MDGs), bahwa pada tahun 2015, separuh penduduk dunia yang saat ini belum memiliki akses terhadap air minum, harus memperoleh akses tersebut. Indonesia sendiri dalam pertemuan tersebut, telah mentargetkan bahwa pada tahun 2015 sebanyak 81% penduduk sudah memiliki kelangsungan akses terhadap sumber air yang lebih baik. Olehnya itu perlu upaya yang secara komprehensif dapat menjamin keberlanjutan sumberdaya air bersih di pulau-pulau kecil. Upaya-upaya tersebut tidak hanya semerta-merta memberikan bentuk yang lebih kearah kuantitas namun bagaimana memelihara dan memanfaatkan sumberdaya air bersih dengan ramah, berkelanjutan serta mudah dijangkau secara ekonomi. Olehnya itu dipandang perlunya pemerintah dalam proses perencanaan pembangunan wilayah menyesuaikan konsep strategi yang sifatnya bottom-up. Sehingga permasalahan dan isu-isu menyangkut air bersih terutama diwilayah pulau-pulau kecil dapat diwadahi. Sehingga pada pelaksanaan program-programnya institusi pemerintah dapat mengakomodasi dan memberikan konstribusi yang maksimal. Beberapa program yang menjadi prioritas dalam menjaga ketersediaan air bersih seperti; 1) Membangun kesadaran masyarakat atas pentingnya menjaga kualitas dan kuantitas air bersih di wilayah pulau-pulau kecil. 2) Menjaga ketersediaan air bersih melalui pengendalian pemanfaatan dan pengolahan limbah secara lestari dan 3) Merumuskan suatu konsep arahan pemanfaatan sumberdaya air bersih di wilayah pulau-pulau kecil berdasarkan karakteristiknya. B. Hidrologi Kawasan Pesisir / Pulau Pulau Kecil Air tanah mengalir dari daerah yang lebih tinggi menuju daerah yang lebih rendah dan dengan akhir perjalanannya menuju ke laut. Daerah yang lebih tinggi merupakan daerah tangkapan atau pengisian (recharge area) dan daerah yang lebih rendah merupakan daerah pelepasan atau pengeluaran (discharge area). Berdasarkan konsep diatas, bisa dibayangkan pertemuan antara air laut (salt water) dengan air tawar (fresh water) tak terelakan. Jika formasi batuan di sekitar garis pantai bukaan porinya lebar tentu intrusi air laut kedalam sumur-sumur penduduk bisa saja terjadi. Bukan menjadi masalah yang berarti bagi penduduk yang bermukim di pulau yang besar, tentu lapisan batuan beku yang kompak bisa menjadi semacam tanggul untuk menghindari atau meminimalisir ancaman intrusi air laut kedalam sumur. Melihat sebuah fenomena intrusi air laut ini ilmuwan Belanda, W Badon-Ghijben (1888-1889) dan ilmuwan Jerman A. Herzberg (1901), melakukan analisa terhadap perilaku intrusi air laut. Hasil analisa mereka melahirkan sebuah prinsip yang dikenal dengan nama hubungan Ghyben-Herzberg. Air tawar lebih ringan dari air garam, sehingga air tawar mengapung diatas air asin karena massa jenis (density) air tawar kira-kira 1.000 /cm3, sedangkan massa jenis air laut sekitar 1.025 g/cm3, sehingga air tawar mengapung diatas air laut dan terlihat menyerupai lensa (cekung). Lensa air tawar yang terapung pada air asin dikenal sebagai lensa Ghyben- Herzberg, sesuai dengan nama kedua ilmuwan penemu prinsip tersebut. Agar lebih jelas bisa lihat hubungan air tawar dan air asin di dekat garis pantai pada gambar di bawah ini.
Gambar 2. Hubungan Air Tawar dan Air Masin di Dekat Garis Pantai h pada gambar diatas merupakan air tawar (air tanah) yang posisinya berada diatas permukaan air laut (dpl) dan z merupakan air tawar yang berada di bawah permukaan air laur (bpl). Air asin sedikit lebih berat dari air tawar, rasio antara keduanya adalah 41-40. Batas bawah tanah yang memisahkan lapisan air tawar dan air asin pada dasarnya bukan garis batas yang begitu signifikan, sebap pada kenyataannya batas ini merupakan zona transisi yakni air payau (air tawar campur air asin). Hal ini bisa disebapkan karena curah hujan, aksi pasang surut, dan jumlah air yang ditarik oleh manusia, debit alami dan berbagai sebap lainnya. Secara matematis hubungan antara air tawar dan air asin di suatu garis pantai (Ghyben-Herzberg relation) digambarkan dalam persamaan berikut :
Kira-kira 1/40 bagian air tawar dibutuhkan untuk berada diatas permukaan air laut bagi setiap bagian air tawar yang ada di bawah permukaan air laut guna memelihara keseimbangan hidrostatik. Keseimbangan hidrostatik yang sebenarnya tidak ada pada muka air tanah yang miring karena aliran harus terjadi (terjadi aliran karena ada perbedaan elevasi), sehingga terlihat ada bidang rembesan pada aliran air tawar ke laut dan suatu zona campuran sepanjang permukaan air asin dan air tawar. Keseimbangan alami ini dapat juga terganggu akibat pemompaan dan pasang surut air laut. Keseimbangan hidrodinamik menentukan bentuk pertemuan kedua permukaan tersebut. Bila kecepatannya kecil, rasio 1/40 mungkin perkiraan (asumsi) yang dapat dipertanggungjawabkan. Prinsip Ghyben-Herzberg ini tidak berlaku umum untuk semua kondisi, untuk pulau besar yang di kedalaman air tanahnya dibatasi oleh lapisan dan tanggul dari batuan beku padat, intrusi air laut kedalam lapisan air tanah minimal. Prinsip Ghyben-Herzberg berlaku untuk air tanah yang posisinya berada tepat diatas air asin yang menerobos sampai ke lapisan air tanah (tidak ada tanggul). Misalnya, pulau kecil yang rendah dimana sebagian besar arealnya terdiri dari karang dan batuan lainnya yang bukaan porinya lebar, kemungkinan besar intrusi air asin masuk kedalam lapisan batuan paling dalam akan terjadi. Oleh karena itu, pengeboran atau penggalian sumur di pulau-pulau ini dan terutama sepanjang garis pantai harus dilakukan secara hati-hati. Hubungan Ghyben-Herzberg yang diilustrasikan dalam gambar diatas merupakan keseimbangan alami atau situasi ideal yang diharapkan apabila air tawar dan air asin (masin) saling berhubungan di garis pantai. Prinsip Ghyben-Herzberg merupakan sebuah asumsi yang rasional dan dapat dipertanggungjawabkan. Namun prinsip ini bukan bersifat umum dan dapat dipakai untuk semua kondisi dan situasi, karena semua tergantung lithologi, struktur serta hidrogeologi suatu pulau (kondisi lokal setempat). Membahas suatu kasus yang terkait dengan aspek geologi seperti hidrogeologi itu bersifat khusus. Misalnya, kondisi tanah dan batuan antara wilayah A dan wilayah B tidak selalu sama persis dan lapisannya tidak selalu menyerupai kue lapis yang di sejumlah toko kue bentuknya sama. Jika struktur berbeda, pasti stratigrafinya juga berbeda. Contohnya, gambar profil air tanah di pembahasan kita yang lalu, bukan berarti semua lapisan air tanah dimana-mana itu profilnya seperti itu. Itu hanya gambaran secara umum, semua kembali pada kondisi lokal setempat. C. Pengelolaan Air Kawasan Pulau-Pulau Kecil Keterpaduan (integrated) adalah sebuah instrument yang diharapkan mampu menyelesaikan program-program yang telah dirumuskan. Sehingga realisasi dari program tersebut akan memberi manfaat (outcomes) yakni menjamin ketersediaan sumber air tawar secara berkelanjutan di wilayah pulau kecil dan memberi ruang bagi masyarakat serta stakeholder lainnya dalam menjaga dan melestarikan ketersediaan air tawar untuk kelangsungan hidup di tengan krisi air bersih. Beberapa rumusan dan model konsep aksi dalam menjaga kelestarian sumber air bersi diwilayah pulau-pulau kecil antara lain : 1) Pengelolaan kualitas air bersih, hal ini bermaksud untuk mencegah bahan pencemar masuk ke dalam air bersih, baik yang ada dalam penampungan atau yang tersimpan sebagai air tanah dangkal. Pengeloaan kualitas air bersih dapat dilakukan dengan; a) Perbaikan sanitasi; b) Pengendalian pengambilan air tanah dan c) Konservasi wilayah sekitar sumber air bersih/air tawar 2) Sosialisasi dan pembentukan lembaga pengelola sumberdaya air bersih, yaitu untuk meningkatkan jumlah relatif air bersih terhadap jumlah penduduk. Meliputi: a) Pemahaman lebih mendalam tentang arti pentingnya ketersediaan air bersih di wilayah pulau kecil serta memberikan gambaran tentang kondisi kersediaan air bersih yang semakin kritis di wilayah pulau kecil. b) Melakukan penghijauan pada daratan pantai yang sesuai dengan Iingkungan pulau sebagai media membantu menyimpan serapan air tanah serta c) Hemat dalam memanfaatkan air bersih. 3) Teknologi tepat guna, teknologi pengelolaan air bersih yang diterapkan dengan berdasarkan pada sifat dan fungsi Iingkungan alami pulau, dapat diterapkan dan sesuai dengan Iingkungan binaan dan lingkungan sosial. Teknologi ini bermaksud menjamin ketersediaan air bersih melalui pengolahan limbah hasil buangan rumah tangga yang menggunakan air tawar. Teknologi yang digunakan dapat dilaksanakan oleh masyarakat dan memberikan manfaat sesuai tujuan pengelolaan air bersih. Pembangunan di suatu wilayah memang harus terus dilakukan, namun demikian tentunya pembangunan yang dilakukan harus mempertimbangkan kondisi lingkungan sehingga tercapai pembangunan yang berkelanjutan. Terkait dengan konservasi sumberdaya air, maka beberapa hal berikut dapat dilakukan:
1. Pemanenan Hujan Pemanenan air hujan dapat diartikan sebagai pemanenan air hujan dengan mengumpulkan air dari atap ke dalam sebuah tampungan untuk kemudian digunakan secara langsung dan dapat pula diartikan sebagai upaya memperbanyak jumlah air hujan yang meresap ke dalam sistem airtanah. Hal ini penting dilakukan untuk menjaga kuantitas airtanah. Pemanenan air hujan untuk meningkatkan resapan air hujan dapat dilakukan dengan membuat sumur resapan, pembuatan parit yang memungkinkan air dapat meresap serta pembuatan jalan yang masih memungkinkan air hujan masih dapat meresap. 2. Pembuatan instalasi air bersih Pembuatan instalasi air bersih dengan membuat sistem desalinasi air laut. Teknologi ini lebih tepat dibandingkan dengan reverse osmosi mengingat dengan teknologi ini airtanah yang ada di Pulau masih memungkinkan untuk lestari. Hasil dari teknologi ini dapat sangat banyak, berbeda dengan reverse osmosis yang hanya efektif untuk jumlah yang sedikit, dan apabila telah menyebabkan intrusi air laut di daratan maka untuk mengembalikan kualitasnya akan sangat sulit dan membutuhkan waktu yang lama. 3. Pembuatan instalasi pengolahan limbah dan sampah Pembuatan instalasi ini sangat penting mengingat pulau memiliki kerentanan airtanah terhadap pencemaran sangat tinggi (Cahyadi, 2012). Banyaknya limbah dan sampah tentunya akan menyebabkan rusaknya kualitas airtanah di pulau kecil yang jumlahnya sangat terbatas. Pembuatannya hendaknya melibatkan masyarakat. 4. Pembuatan aturan penggunaan airtanah di kawasan pulau kecil Jumlah airtanah yang sangat terbatas di pulau kecil hendaknya disikapi dengan penggunaan yang tidak berlebihan dan mengutaman penduduk lokal. Perkembangan resort-resort wisata hendaknya ditanggulangi dengan menerapakan aturan terkait dengan jumlah airtanah yang boleh digunakan atau bahkan mungkin mewajibkan penyedia jasa wisata untuk membuat isntalasi pengolahan air bersih. Pembuatan instalasi ini dapat dilakukan pemerintah dengan pihak pengelola wisata serta melibatkan masyarakat.
D. Mengatasi Permasalah Kebutuhan Air Bersih di Pulau Pulau Kecil Untuk mengatasi permasalahan kebutuhan air bersih di Pulau Pulau Kecil harus melakukan pengelolaan air bersih secara lestari, meliputi: 1) Teknologi tepat guna Teknologi pengelolaan air bersih yang diterapkan dengan berdasarkanpada sifat dan fungsi Iingkungan alami pulau, dapat diterapkan dansesuai dengan Iingkungan binaan dan lingkungan sosiai. Teknologiyang digunakan dapat dilaksanakan oleh masyarakat danmemberikan manfaat sesuai tujuan pengelolaan air bersih. 2) Pengelolaan kuantitas air bersih, yaitu untuk meningkatkan jumlah relatif air bersih terhadap jumlah penduduk. Meliputi: a) Pemanenan air hujan, yaitu melakukan penangkapan air hujan dari atap dan ditampung dalam tangki/bak penampungan. Tempat penampungan air hujan harus dimiliki oleh setiap rumah dan di dalamnya dapat diberikan treatment sehingga air yang masuk ke dalam tangki tidak tercemar oleh pencemar yang ada pada Iingkungan dan dapat menambah mineral yang dibutuhkan olehmanusia. b) Penataan ruang dan mengatasi masalah kepadatan jumlahpenduduk, melakukan penghijauan pada daratan pantai yangsesuai dengan Iingkungan pulau. c) Hemat dalam memanfaatkan air bersih. 3) Pengelolaan kualitas air bersih Bertujuan untuk mencegah bahan pencemar masuk ke dalam air bersih, baik yang ada dalam penampungan atau yang tersimpan sebagai air tanah dangkal. Pengeloaan kualitas air bersih dapat dilakukan dengan: perbaikan sanitasi dan pengendalian pengambilan air tanah. Hal berpengaruh terhadap keberhasilan pengelolaan air bersih secaralestari adalah: a. Adanya konsep pengelolaan air bersih secara Iestari dengan menyesuaikan dengan sifat Iingkungan alam, Iingkungan binaan dan Iingkungan sosial. b. Adanya koordinasi antara dinas terkait dalam melakukan kegiatan pengelolaan air bersih. c. Melibatkan masyarakat dalam pengelolaan air bersih secara lestari. d. Sosialisasi pengelolaan air bersih secara menerus sehinggapengelolaan air bersih secara lestari dapat menjadi salah satu bagian dari aktivitas kehidupan penduduk pulau. E. Kesimpulan 1. Air sebagai sumber kehidupan, ketersediaannya dibatasi ruang dan waktu dan kualitasnya pun sangat rentan. 2. Pengelolaan SUMBER DAYA AIR harus dilakukan secara menyeluruh dan terpadu, sedangkan pelaksanaannya perlu didukung oleh sistem kelembagaan yang kuat dan bertanggung jawab. 3. Pembentukan wadah koordinasi pengelolaan SUMBER DAYA AIR merupakan hal yang esensial untuk mengakomodasi aspirasi dan kepentingan berbagai pihak yang terkait dengan SUMBER DAYA AIR. 4. Semua pihak yang terkait perlu mengambil peran secara konsisten dalam keseluruhan proses pengelolaan SUMBER DAYA AIR. 5. Pengelolaan SUMBER DAYA AIR yang optimal, efektif, dan berkelanjutan memerlukan dukungan program sosialisasi dan kampanye yg konsisten dan menerus. 6. Pengelolaan SUMBER DAYA AIR membutuhkan dukungan dana yang berkelanjutan, karenanya penerima manfaat jasa pengelolaan selayaknya ikut berkontribus Pustaka Kambuaya, Lorens Rinto . 2013. Hubungan Air Tawar dan Air Asin di Dekat Garis Pantai (Ghyben-Herzberg Relation). http://lorenskambuaya.blogspot.com/2013/10/hubungan- air-tawar-dan-air-asin-di.html Pola Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai Pulau Lombok. Tahun 2010. Anshori, Imam Konsepsi Pengelolaan Sumber Daya Air Menyeluruh Dan Terpadu. Yoganingrum, Ambar. Kebutuhan Dan Media In Formasi Pengelolaan Air Tawar Masyarakat Di Kepulauan Seribu