You are on page 1of 25

1

BAB I
TINJAUAN PUSTAKA


1.1 Anatomi Tulang

Tulang sebagai salah satu dari sistem muskuloskeletal merupakan jaringan
yang dinamis yang mempunyai fungsi ganda yaitu fungsi mekanis dan fungsi
metabolik. Fungsi mekanis, tulang sebagai penyusun kerangka manusia, memberi
bentuk tubuh manusia, sebagai tempat melekatnya otot, dan melindungi organ
vital serta memungkinkan tubuh bisa bergerak dengan baik, sebagai fungsi
metabolik, tulang merupakan suatu organ dinamis yang berubah setiap saat
sehingga dapat berfungsi sebagai cadangan kalsium, magnesium, fosfor, atau
mineral yang lain, yang penting dalam keseimbangan homeostatis. (Noer,
Sjaifoellah, 37).
Tulang dewasa terdiri dari 30 % bahan organik dan 70 % endapan garam.
Bahan organik disebut matriks, dan terdiri dari 90 % serat kolagen dan kurang
dari 10 % proteoglikan. Deposit garam terutama adalah kalsium, fosfat, dengan
sedikit natrium,, kalium karbonat, dan ion magnesium. Garam-garam menutupi
matriks dan berikatan dengan serat kolagen melalui proteoglikan. Adanya bahan
organik menyebabkan tulang memiliki kekuatan tensil (resistensi terhadap tarikan
yang meregangkan). Sedangkan garam-garam menyebabkan tulang memiliki
kekuatan kompresi (kemampuan menahan tegangan).(Corwin, Elizabeth,290-291)
Tulang tersusun atas sel, matriks protein dan deposit mineral. Sel-selnya
terdiri dari atas tiga jenis dasar yaitu osteoblas, osteosit dan osteoklas. Osteoblas
berfungsi dalam pembentukan tulang dengan mensekresikan matriks tulang.
Matriks tersusun atas 98 % kolagen dan 2 % substansi dasar (glukosaminoglikan
[asam polisakarida] dan proteoglikan ). Matriks merupakan kerangka dimana
garam-gram mineral anorganik di timbun. Osteosit adalah sel dewasa yang terlibat
dalam peeliharaan fungsi tulang dan terletak dalam osteon (unit matriks tulang).
Osteoklas adalah sel multinuklear (berinti banyak) yang berperan dalam resorpsi
dan remodeling tulang.
Tulang diselimuti oleh membran fibrus padat yang disebut periosteum.
Selain sebagai tempat pelekatan tendon dan ligament, periosteum berfungsi untuk

2
memberi nutrisi ke tulang dan memungkinkannya tumbuh. Periosteum
mengandung saraf pembuluh darah, limfatik, dan banyak terdapat reseptor nyeri.
Lapisan yang paling dekat dengan tulang mengandung osteoblas yang merupakan
sel pembentuk tulang.Endosteum adalah bagian dalam dari tulang yang
merupakan membrane vaskuler tipis yang menutupi rongga sumsum tulang
panjang dan rongga-rongga dalam tulang kanselus. Osteoklas , yang melarutkan
tulang untuk memelihara rongga sumsum, terletak dengan endostem dan dalam
lacuna howship cekungan pada permukaan tulang.



Gb. Anatomi tulang normal Gb. Struktur tulang normal
http://www.arc.org.uk/arthinfo/patpubs/6058/6058.asp
1.2 Pembentukan tulang
Tulang mulai terbentuk sejak sebelum kelahiran. Osifikasi adalah proses
dimana matriks tulang (disini serabut kolagen dan substansi dasar) terbentuk dan
pergeseran mineral(disini garam kalsium) ditimbun dalam serabut kolagen dalam
suatu lingkungan elektronegatif. Serabut kolagen memberi kekuatan terhadap
tarikan pada tulang dan kalsium memberikan kekuatan terhadap tekanan pada
tulang. Ada dua model dasar osifikasi yaitu intramembran dan endokondral.
Penulangan intramembranus dimana tulang tumbuh didalam membran, terjadi

3
pada tulang wajah dan tengkorak. Bentuk lain pembentukan tulang adalah
penulangan endokondral, dimana terbentuk dahulu model tulang rawan. Pertama
terbentuk jaringan serupa tulang rawan (osteoid), kemudian mengalami resorpsi,
dan diganti oleh tulang. Kebanyakan tulang di tubuh terbentuk dan mengalami
penyembuhan melalui osifikasi endokondral.


Gb. Proses Osifikasi (www.crayonpedia.com)

Pembentukan tulang endokondral terjadi segera setelah terbentuk tulang
rawan (kartilago). Kartilago dihasilkan dari sel-sel mensenkima. Setelah kartilago
terbentuk, bagian dalamnya akan berongga dan terisi osteoblas. Osteoblas juga
menempati jaringan seluruhnya dan membentuk sel-sel tulang.
Sel-sel tulang dibentuk dari arah dalam ke luar atau proses
pembentukannya konsentris. Setiap satuan sel tulang mengelilingi suatu pembuluh
darah dan saraf membentuk suatu sistem yang disebut Sistem Havers.
Pembentukan tulang terjadi secara terus-menerus dan dapat berupa
pemanjangan atau penebalan tulang. Kecepatan pembentukan tulang berubah
selama hidup. Pembentukan tulang ditentukan oleh rangsangan hormon, faktor
makanan, dan jumlah stres yang dibebankan pada suatu tulang, dan terjadi akibat
aktivitas osteoblas. Osteoblas dijumpai di permukaan luar dan dalam tulang.
Osteoblas berespon terhadap bernagi sinyal kimiawi untuk menghasilkan matriks

4
tulang. Sewaktu pertama kali dibentuk, matriks tulang disebut osteoid. Dalam
beberapa hari, garam-garam kalsium mulai mengendap pada osteid dan tulang
mengeras selama beberapa minggu atau bulan berikutnya. Sebagian osteoblas
tetap menjadi bagian dari osteoid, dan disebut osteosit atau sel tulang sejati.
Seiring dengan terbentuknya tulang, osteosit di matriks membentuk tonjolan-
tonjolan yang menghubungkan osteosit satu dengan osteosit lainnya membentuk
sustu system saluran yang mikroskop di tulang.
Tulang merupakan jaringan yang dinamis dalam keadaan peralihan yang
konstan (resorpsi dan pembentukan tulang). Faktor pengatur penting yang
menetukan keseimbangan antara pembentukan dan resorpsi antara lain stress
terhadap tulang, vitamin D, hormon paratiroid, kalsitonin dan peredaran darah.
Vitamin D berfungsi untuk mengatur aktivitas osteoblas. Vitamin D dalam jumlah
kecil merangsang kalsifikasi tulang secara langsung dengan bekerja pada
osteoblas dan secara tidak langsung dengan merangsang penyerapan kalsium di
usus. Hal ini menyebabkan kadar kalsium darah meningkat, yang mendorong
kalsifikasi tulang. Namun, vitamin D dalam jumlah besar meningkatkan kadar
kalsium serum dengan meningkatkan penguraian (resorpsi) tulang yang dilakukan
oleh osteoklas dengan mengeluarkan berbagai asam dan enzim yang mencerna
tulang dan memudahkan fagositosis. Dengan demikian, vitamin D dalam jumlah
yang besar tanpa diimbangi kalsium yang adekuat dalam makanan akan
menyebabkan resorpsi tulang.
Hormon paratiroid dilepaskan oleh kelenjar paratiroid yang terletak tepat
di belakang kelenjar tiroid. Pelepasan hormon tiroid meningkat sebagai respon
terhadap penurunan kadar kalsium serum. Hormon ini meningkatkan aktivitas
osteoklas dan merangsang resorpsi tulang untuk membebaskan kalsium ke dalam
darah. Peningkatan kalsium serum bekerja secara umpan balik negatif untuk
menurunkan pengeluaran hormon paratiroid lebih lanjut. Estrogen tampaknya
mengurangi efek hormon paratiroid pada osteoklas. Hormon paratiroid
meningkatakan kalsium serum dengan menurunkan sekresi kalsium dan
meningkatkan ekskresi ion fosfat oleh ginjal sehingga menurunkan kadar fosfat
darah. Pengaktivan vitamin D di ginjal bergantung pada hormon paratiroid .

5
Kalsitonin adalah suatu hormon yang dikeluarkan oleh kelenjar tiroid
sebagai respon terhadap peningkatan kadar kalsium serum. Kalsitonin memiliki
sedikit efek menghambat aktivitas dan pembentukan osteoklas. Efek-efek ini
meningkatkan kalsisfikasi tulang sehingga menurunkan kadar kalsium serum.

1.3 Metabolisme Tulang
Tulang sebagai organ yang dinamis, dalam fungsi metabolisme dapat
merupakan cadangan dan pengatur keseimbangan berbagai mineral dalam tubuh
seperti: kalsium, fosfor, magnesium dan lain-lain. Semuanya ini dipengaruhi oleh
berbagai hormon dan keadaan, antara lain: vitamin D, hormon paratiroid, hormon
kalsitonin, hormon pertumbuhan, hormon tiroid, kadar kalsium atau fosfor darah,
peredaran darah dan lain-lain (Tjok Raka Putra, , hal 37)
Vitamin D berfungsi meningkatkan jumlah kalsium dalam darah dengan
meningkatkan penyerapan kalsium dari saluran pencernaan. Kekurangan vitamin
D mengakibatkan defisit mineralisasi, deformitas, dan patah tulang. Hormon
paratiroid dan kalsitonin adalah hormon utama yang mengatur homeostasis
kalsium dalam darah, sebagian dengan cara merangsang perpindahan kalsium dari
tulang. Sebagai respon kadar kalsium darah yang rendah, peningkatan kadar
hormon paratiroid akan mempercepat mobilisasi kalsium, demineralisasi tulang
dan pembentukan kista tulang. Kalsitonin, dari kelenjar tiroid, meningkatkan
penimbunan kalsium dalam tulang (Brunner & Suddarth, 2001, hal 2266).
TERNYATA KALSITONIN DAN PARATIROID TU KERJANYA
BERLAWANAN.
Pasokan darah juga mempengaruhi pembentukan tulang. Dengan
menurunnya pasokan darah atau hiperemia (kongesti), akan terjadi penurunan
osteogenesis dan tulang mengalami osteoporosis (berkurang kepadatannya).
Nekrosis tulang akan terjadi bila tulang kehilangan aliran darah (Brunner &
Suddarth, 2001, hal 2266).

1.4 Metabolisme Kalsium
Kadar kalsium plasma ditentukan oleh peningkatan jumlah kalsium,
tergantung dari pemasukan melalui absorpsi pada saluran cerna, resorpsi cadangan

6
kalsium pada tulang dan pengeluaran kalsium melalui tinja, urin serta sedikit
melalui keringat. Regulasi kalsium dipengaruhi oleh hormon paratiroid, hormon
kalsitonin dan vitamin D. Di samping hormon tersebut, beberapa keadaan ikut
mempengaruhi metabolism kalsium pada tulang, antara lain osteoblastic
activating factor, estrogen, androgen, kadar kalsium, kadar fosfat, usia,
imobilisasi, metabolisme kalsium dan osteoporosis. Diperkirakan akibat gangguan
absorpsi kalsium dan mobilisasi mineral tulang.
Absorpsi kalsium sebagian besar terjadi pada usus halus bagian proksimal.
Absorpsi akan meningkat pada masa pertumbuhan, ibu hamil dan masa menyusui.
Pada usia lanjut, absorpsi kalsium pada saluran cerna akan menurun. Absorpsi
kalsium pada saluran cerna dipengaruhi oleh adanya metabolit aktif vitamin D dan
adanya hormon paratiroid. Hormon kalsitonin tidak mempengaruhi absorpsi
kalsium usus.
Resorpsi dan pembentukan tulang terjadi secara bersamaan. Lebih kurang
500 mg kalsium memasuki dan meninggalkan tulang setiap hari. Resorpsi kalsium
kapan terjadi ?????? why??????tulang terutama disebabkan peningkatan hormon
paratiroid akibat konsentrasi kalsium plasma yang rendah. Hormon kalsitonin
menyebabkan penurunan resorpsi kalsium tulang, sedangkan vitamin D
mempunyai efek paradoks pada tulang yaitu dapat menyebabkan resorpsi dan
pembentukan tulang tergantung konsentrasi dan jumlah hormon paratiroid.
Ekskresi kalsium melalui urin pada orang dewasa normal rata-rata 100-400
mg/hr. Kalsium yang difiltrasi glomerulus sebagian besar (60%) diabsorpsi
kembali pada tubulus renalis proksimal, loop henle (25%) dan sedikit pada
tubulus renalis distal. Hormon paratiroid dan vitamin D menyebabkan penurunan
ekskresi kalsium dalam urin, sedangkan hormon kalsitonin menyebabkan
peningkatan ekskresi kalsium urin.
Pada keadaan defisiensi hormon paratiroid atau vitamin D, gangguan usus
dan kalau kadar kalsium dalam makanan sangat rendah serta apabila ginjal tidak
bisa mengadakan kompensasi akan terjadi hipokalsemia. Keadaan ini
mengakibatkan peningkatan resopsi tulang sehinga terjadi osteopenia berat.
Penurunan kalsium plasma juga menyebabkan neuromuscular iritabel dan tetani.
Peningkatan kalsium plasma akan menyebabkan anoreksia, mual, muntah,

7
konstipasi, dan kadang-kadang sampai koma. Peningkatan yang lama sering
bersamaan dengan hiperfosfatemia menyebabkan penulangan ektopik seperti pada
jaringan ikat tulang rawan, pembuluh darah parenkim ginjal dan lain-lain.

1.5 Metabolisme Fosfor

Fosfor bersama kalsium merupakan komponen utama tulang dan jaringan
lainnya seperti pada ATP, AMP siklik dan senyawa penting lainnya yang vital
dalam tubuh. Jumlah fosfor total pada orang dewasa normal adalah 1 kg, 85-90%
diantaranya berada pada tulang. Kadar fosfor total dalam plasma sekitar 12mg/dl
yang 2/3 nya berada dalam senyawa organik dan sisanya dalam senyawa
anorganik yang sebagian besar berupa PO
4,
HPO
4
dan H
2
PO
4
. Jumlah fosfor yang
masuk dan yang keluar melalui resorpsi tulang sebesar 3 mg/kg/hari. Kontrol
utama kadar fosor darah tergantung kemampuan ginjal. Senyawa fosfor anorganik
dalam plasma akan difiltrasi oleh glomerulus dan 85-90% akan direabsorpsi
kembali, terutama melalui transport aktif pada tubulus renalis proksimal. Proses
aktif ini dihambat oleh hormon paratiroid. Apabila diet fosfor meningkat maka
reabsorbsi menurun, sehingga ekskresi meningkat. SAMA INTINYA DENGAN
KALSIUM. Jadi ekskresi fosfor berbanding lurus dengan kadar makanan.
Berbeda dengan kalsium, fosfor cukup efisien diabsorpsi pada usus halus
dengan transpor aktif dan difusi aktif, yang berbanding lurus dengan makanan
sehari-hari. Absorpsinya meningkat akibat metabolit aktif vitamin D (1,25
dehidroksikolekalsiferol) seperti juga pada kalsium. Jarang terjadi gangguan
absorpsi fosfor melalui usus, kecuali makan makanan bersama KECUALI
antasida yang mengikat fosfor dalam usus sehingga tidak bisa diabsorpsi.
Hiperfosfatemia kronik, yang biasanya terjadi pada gagal ginjal kronik
tanpa pengobatan dapat menyebabkan penulangan ektopik, akibat adanya
penimbunan kalsium-fosfat. Hipofosfatemia akut dapat menyebabkan anoreksia,
pusing, nyeri tulang atau kelemahan otot bagi proksimal.

1.6 Metabolisme Vitamin D
Vitamin D merupakan hormon, bukan suatu vitamin, karena metabolit
vitamin D (1,25 dehidroksikolekalsiferol) hanya dihasilkan oleh tubuh, ditransport

8
melalui darah dan terletak jauh dari pembentukannya. Apabila kita cukup terkena
pajanan sinar matahari, kebutuhan akan vitamin D sudah mencukupi, tanpa perlu
tambahan makanan. Vitamin D yang berasal dari kulit atau dari makanan untuk
dapat berperan dalam metabolisme, pertama kali harus diubah dengan serangkaian
reaksi di hati dan ginjal menghasilkan 1,25 dehidrokolekalsiferol, suatu metabolit
aktif yang dapat mempengaruhi metabolisme kalsium di usus dan tulang. Ion
kalsium, fosfat, hormon paratiroid dan kemungkinan hormon steroid lainnya ikut
berperan secara langsung terhadap rangkaian reaksi vitamin D di ginjal. Metabolit
aktif vitamin D mempunyai peran penting dalam metabolisme kalsium dan fosfor
pada saluran cerna, tulang dan ginjal.
Pada usus, 1,25 dehidroksikolekalsiferol bekerja pada inti sel epitel yang
menyebabkan absorpsi kalsium dan fosfor melalui peningkatan permeabilitas
membran sel dan pembentukan protein pengikat kalsium. Mekanisme kerja yang
pasti ini masih belum jelas.
Pada tulang, 1,25 dehidrokolekalsiferol dalam jumlah yang banyak dapat
menyebabkan mobilisasi kalsium dan fosfat yang keluar dari tulang.
Pada ginjal, 1,25 dehidrokolekalsiferol perannya dalam metabolisme
kalsium dan fosfat masih belum jelas. Diperkirakan dapat menyebabkan
peningkatan reabsorpsi kalsium dan fosfat.
Hipovitaminosis D yang dapat disebabkan kekurangan vitamin D endogen
atau melalui makanan atau gangguan penyerapan pada usus, dapat menyebabkan
gangguan metabolisme tulang, yaitu terjadi hambatan mineralisasi pada
pembentukan tulang baru. Pada anak-anak menyebabkan penyakit rickets dan
pada orang dewasa menyebabkan osteomalasia.


1.7 Metabolisme Hormon Paratiroid
Hormon paratiroid atau yang disebut parathormon dihasilkan oleh chief
cell kelenjar paratiroid dikutub posterior kelenjar tiroid. Hormon ini dapat kadar
kalsium menurunkan kadar fosfat plasma melalu mekanisme pada tulang, ginjal
dan usus. Keluarnya hormon ini akibat kadar kalsium darah yang rendah.

9
Kerja hormon paratiroid pada tulang dan ginjal menyebabkan
meningkatnya aktivitas adenil siklase dengan akibat peningkatan pembentukan
AMP siklik pada sel osteoklas tulang, menyebaban sekresi enzim dan asam dari
osteoklas. Pada ginjal dan usus menyebabkan pembentukan protein pengikat
kalsium. Semua proses tersebut menyebabkan hiper kalsemia.
Pada tulang hormon paratiroid menyebabkan peningkatan resorpsi tulang
oleh osteoklas melalui berbagai cara, seperti mengaktifkan semua osteoklas yang
telah terbentuk, pembentukan osteoklas baru dari sel osteoprogenitor dan
menghambat perubahan osteoklas menjadi osteoblas. Peningkatan resorpsi oleh
osteoklas menyebabkan peningkatan mobilisasi kalsium tulang sehingga terjadi
hiperkalsemia.
Pada ginjal, hormon paratiroid menyebabkan peningkatan reabsorpsi
kalsium dan peningkatan pembentukan 1,25 dehidroksikolekalsiferol yang
menyebabkan peningkatan absorpsi kalsium di usus, sehingga menyebabkan
hiperkalsemia. Hormon ini juga menyebabkan penurunan kadar fosfat plasma
akibat reabsorpsi fosfat di tubulus renalis menurun.
Pada proses di usus, hormon paratiroid juga menyebabkan hiperkalsemia
dengan adanya peningkatan absorpsi kalsium di usus melalui peningkatan kadar
1,25 dehidrokolekalsiferol oleh ginjal dan peningkatan kadar fosfat plasma
melalui proses pengurangan ekskresi fosfat dalam tinja.
Pada keadaan hiperparatiroidisme dapat terjadi hiperkalsemia,
hipofosfatemia dan pada tulang terjadi dekalsifikasi dan sering menimbulkan
fraktur patologis.




1.8 Metabolisme Hormon Kalsitonin

Hormon kalsitonin mempunyai efek berlawanan dengan hormon
paratiroid, yaitu menyababkan hipokalsemia. Hormon ini dihasilkan oleh sel
parafolikular kelenjar tiroid sehingga sering juga disebut hormon tirokalsitonin.

10
Sekresi kalsitonin berbanding lurus dengan kadar kalsium plasma. Peningkatan
jumlah kalsium plasma secara langsung dapat meningkatkan kadar kalsitonin atau
sebaliknya. Waktu paruh hormon kalsitonin setiap sekresi hanya berlangsung 2-15
menit.
Efek hipokalsemik hormon ini pada orang dewasa agak lemah, namun
pada anak-anak menunjukkan efek yang kuat. Hormon kalsitonin menurunkan
konsentrasi kalsium melalui 3 cara yaitu mengurngi aktifitas osteoklas,
meningkatkan aktivitas osteoblastik, dan mencegah pembentukan osteoklas baru,
sehingga mobilisasi tulang berkurang. Kalsitonin juga dapat menyebabkan
penurunan sekresi asam lambung dan peningkatan ekskresi natrium, kalsium dan
fosfat dalam urin.








BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi
Osteomalasia adalah penyakit tulang metabolik yang dijumpai pada orang
dewasa akibat penurunan mineralisasi osteoid (Corwin, Elizabeth, 305).
Osteomalasia ialah perubahan patologik berupa hilangnya mineralisasi
tulang yang disebabkan berkurangnya kadar kalsium dan fosfat sampai tingkat di
bawah kadar yang diperlukan untuk mineralisasi matriks tulang normal, hasil
akhirnya ialah rasio antara mineral tulang dengan matriks tulang berkurang
(Nyoman Kertia,2006, hal 1285).

11
Osteomalasia adalah suatu kondisi yang mempengaruhi metabolisme
tulang, hal ini ditandai dengan tidak memadainya proses mineralisasi tulang
(Smeltzer & Brenda, 2001, hal 2339).
Osteomalasia adalah kelainan akibat kelebihan matriks yang tiak
mengalami mineralisasi (Robbins,2007, hal 332).
Osteomalasia adalah perlunakan tulang yang diakibatkan oleh defisiensi
viamin D (http://www.mayoclinic.com/health/osteomalacia/DS00935).
Osteomalasia adalah penyakit rakitis pada orang dewasa yang berkaitan
dengan gangguan deposisi klsium pada matriks tulang (gangguan mineralisasi)
(Chairuddin Rasjad, 2007, hal 183).


2.2 Etiologi
Osteid secara normal memineralisasi dalam 5-10 hari, namun pada pasien
dengan osteomalaisa interval bisa terjadi selam 3 bulan. Penyebab osteomalaisia
meliputi kurangnya suplemen vitamin D atau fosfor, pengguanaan susu formula
yang mengandung kurang dari 20 mg kalsium per Dl, nutrisi total praenteral
dengan larutan tanpa kalsium dan vitamin D yang adekuat, dan diet tinggi phytate
yang mengikat kasium dalam usus. Hipoavitaminosis d disebabkan oleh defisensi
diet kronik, penurunan sintesis disebabkan oleh paparan sinar matahari yang
kurang, menurunnya absorpsi vitamin D karena penyakit bilier, pankreatitis,
penyakit mukosa usus kecil proksimal, gasterktomi atau resin pengikatan asam
empedu, meningkatnya ekskresi vitamin D pd pasien dg sindrom nefrotik dan
meningkatkan katabolisme vitamin D akibat medikasi seperti fenitoin,barbiturate,
rifampisin. (Underwood, 816)
Vitamin D yang aktif (kalsitrol), berfungsi untuk memacu absorpsi
kalsium dari traktus gastrointestinalis dan memfasilitasi mineralisasi tulang.
Defisiensi vitamin D menyebabkan penurunan kalsium serum, yang merangsang
pelepasan hormon paratiroid. Peningkatan hormon paratiroid meningkatkan
penguraian tulang dan eksresi fosfat oleh ginjal sehingga tanpa vitamin D yang
mencukupi, kalsium dan fosfat tidak dapat dimasukkan ke tempat kalsifikasi
tulang. Akibat adanya kegagalan mineralisasi, terjadilah pelunakan dan

12
perlemahan kerangka tubuh, menyebabkan nyeri, nyeri tekan, pelengkungan
tulang, dan patah tulang patologik. (Smeltzer & Brenda, 2339)
Dahulu, nutritional defisiensi vitamin D merupakan penyebab yang paling
sering dari penyakit rikets pada anak-anak dan kadang-kadang osteomalasia pada
dewasa. Pada sebagian besar masyarakat, kondisi ini dapat dikurangi dengan
meningkatkan diet dan menambahkan vitamin D pada bahan makanan. Penyakit
ini masih terjadi pada beberapa orang Asia di Inggris, pigmentasi kulit
mengurangi sintesis fotokimiawi dari vitamin D dan kandungan tepung chapatti
akan mengganggu absorpsi kalsium dan fosfat dalam usus.
Malabsorpsi vitamin D pada intestinum merupakan penyebab tersering
dari osteomalasia pada orang dewasa. Penyebab yang melatarbelakanginya sering
berupa penyakit kolon, tetapi kadang-kadang kasus berasal dari penyakit Cohrn
atau reseksi bedah yang ekstensif usus halus. Karena hati dan ginjal berperan
penting dalam metabolisme vitamin D, gangguan ginjal dan hati dapat
mengakibatkan osteomalasia. Kondisi ini jarang ditemukan pada penyakit hati
tetapi pola yang kompleks penyakit tulang termasuk didalamnya osteomalasia
ditemukan pada gagal ginjal. Kadang-kadang pada penderita yang diobati dengan
antikonvulsan misalnya phenitoin, akan menderita osteomalasia karena obat ini
merangsang enzim hati yang merusak vitamin D menjadi metabolit inaktif.
(Underwood, 816)
JADI PENITOIN ITU DIKASI KE PASIEN GAGAL GINJAL DAN
EFEKNYA AKAN MERUSAK VIT D AKTIF MENJADI INAKTIF.

2.3 Patofisiologi
Osteomalasia terjadi akibat gangguan umum metabolisme mineral. Faktor
risiko terjadinya osteomalasia meliputi kekurangan dalam diet, malabsorpsi,
gasterektomi, gagal ginjal kronik, terapi antikonvulsan yang berkepanjangan
(fenitoin, feobarbital) dan kekurangan vitamin D (diet, sinar matahari).
Tipe malnutrisi (kekurangan vitamin D yang sering berhubungan dengan
asupan kalsium yang jelek) terutama akibat kemiskinan dan proses mematangkan
makanan serta kurangnya pengetahuan mengenai nutrisi juga merupakan salah
satu faktor penyebabnya. Di sebagian dunia, seringkali vitamin D tidak

13
ditambahkan dalam makanan dan terjadi kekurangan dari diet dan jauh dari sinar
matahari. Perlu kita ketahui, bahwa sinar matahari merupakan faktor terpenting
untuk membantu vitamin D. Sinar matahari bersama-sama dengan kolesterol
membentuk vitamin D3 di hepar dan selanjutnya oleh ginjal diubah menjadi
vitamin D3 aktif (calciferol) yang berfungsi untuk menyerap kalsium dan fosfor di
usus.
Osteomalasia juga dapat terjadi sebagai akibat kegagalan absorbsi kalsium
atau kehilangan kalsium berlebihan dari tubuh. Kelainan gastrointestinal dimana
absorbsi lemak tidak memadai sering menimbulkan osteomalasia melalui
kehilangan vitamin D (bersama dengan vitamin yang larut lemak lainnya) dan
kalsium. Kalsium diekskresikan melalui feses dalam kombinasi dengan asam
lemak, kelainan ini meliputi penyakit seliak, obstruksi traktus biliaris kronik,
pankreatitis kronik dan sekresi usus halus.
Gagal ginjal berat mengakibatkan asidosis. Kalsium yang tersedia dipergunakan
untuk menetralkan asidosis dan hormon paratiroid terus menyebabkan pelepasan
kalsium dari kalsium yang ada di skelet sebagai usaha untuk mengembalikan Ph
fisiologis. Selama pelepasan kalsium skelet terus menerus ini terjadi fibrosis
tulang dan kista tulang. Glomerulonefritis kronik, uropati obstruksi dan keracunan
logam berat mengakibatkan berkurangnya kadar fosfat serum dan demineralisasi
tulang.
Penyakit hati dan ginjal juga dapat mengakibatkan kekurangan vitamin D,
karena keduanya merupakan organ yang melakukan konversi vitamin D ke bentuk
aktif. Akhirnya, hiperparatiroidisme mengakibatkan dekalsifikasi skelet dan
artinya osteomalasia dengan peningkatan ekskresi fosfat dalam urine. ( Smeltzer
& Brenda, 2001, 2339). Selain itu, perempuan yang memakai pakaian radisional
seperti burka kulit mereka mengalami penurunan kemampuan dalam
memproduksi vitamin D karena burka menghalangi paparan sinar matahari ke
kulit.


14

Gb. Perempuan dengan burka
(http://www.arc.org.uk/arthinfo/patpubs/6058/6058.asp


2.4 Manifestasi Klinik
Osteomalasia merupakan penyakit metabolisme tulang yang disebabkan
karena defisiensi vitamin D, yang menyebabkan kelemahan otot. Osteomalasia
kemungkinan asimtomatik sampai terjadi fraktur. Gejala yang paling sering
dirasakan pasien adalah nyeri pada tulang dan nyeri tekan pada tulang sebagaia
akibat dari kekurangan kalsium. Selain itu pasien juga akan mengalami cara jalan
bebek atau pincang. Pada stadium lanjut, penyakit ini menyebabkan tungkai
menjadi melengkung karena berat tubuh dan tarikan otot atau biasa kita sebut
dengan bow leg/kaki O). Vertebra yang melunak mengalami kompresi
mengakibatkan pemendekan tinggi badan dan merusak bentuk toraks (kifosis).
Sacrum terdorong ke bawah dan ke depan, dan pelvis tertekan ke lateral. Hal ini
jika terjadi pada ibu hamil perlu dilakukan seksio sesaria. ( Smeltzer & Brenda,
2001, 2339-2340).

2.5 Pemeriksaan dan Diagnostik
Adapun pemeriksaan yang dilakukan untuk menegetahui adanya
osteomalasia antara lain:
1. Sinar X, pada sinar-X jelas terlihat demineralisasi tulang secara umum.

15
2. Pemeriksaan vetebra, memperlihatkan adanya patah tulang kompresi tanpa
batas vetreba yang jelas.
3. Pemeriksaan laboratorium, memperlihatkan kadar kalsium dan fosfor yang
rendah dan peningkatan moderat kadar alkali fosfat, kalsium urine dan
ekskresi kreatinin rendah.
4. Biopsi tulang, menunjukkan peningkatan jumlah osteoid. ( Smeltzer &
Brenda, 2001, 2340).



Here is an xray showing a
pseudofracture (red arrow)
from an adult who has x-
linked hypophosphatemic
rickets. This is a classic
pseudofracture and is
pathognomonic for
osteomalacia.

This is an xray of a
child with bowed
legs due to rickets
(thanks to Dr. Mike
Richardson)

Closer view of a knee
showing thick growth
plates that appear
fuzzy, and widened
knee joints

Gb. Pemeriksaan X Ray pada pasien osteomalasia
(http://courses.washington.edu/bonephys/hypercalU/opmal2.html)

2.6 Pencegahan dan Terapi
Osteomalasia tanpa komplikasi akan memberikan respon yang baik pada
pengobatan dengan vitamin D. Suntikan intramuskular dapat menyelesaikan
masalah yang berkaitan dengan malabsorbsi, dan gangguan yang melatar
belakangi, misalnya penyakit coeliace, perlu diobati sebaik-baiknya.

16
Keseimbangan diet yang normal akan mencegah osteomalasia, yang pada waktu
ini banyak bahan makanan secara artificial ditambah vitamin D. pengenalan bahan
makanan yang diperkaya dengan vitamin D telah dilakukan pada komunitas yang
mempunyai resiko. (Underwood, 817)
TAU G TERNYATA DI SUSU DA BANYAK VIT D
Bayi membutuhkan 400 IU vitamin D per oral per hari untuk mencegah
riketsia. Satu liter formula bayi standar mengandung 400 IU vitamin D. air susu
ibu (ASI) merupakan sumber vitamin D dan kalsium yang baik, namun bisa tidak
adekuat untuk mencegah osteoporosis dan hiperparatiroid sekunder terutama jika
produksi ASI tidak maka cukup atau bayi menetek dengan jumlah yang tidak
cukup. Dinyatakan bahwa kadar 25-OH vitamin D untuk kesehatan tulang adalah
minimal 80 nmol/L diet dengan kandungan vitamin D 5 ug per hari (200 IU) tidak
adekuat untuk mencegah osteoporosis dan sekunder.
Vitamin D dapat juga disintesis di kulit, namun sejumlah faktor membatasi
produksi vitamin D kutaneus seperti peningkatan pigmentasi di kulit dan tabir
surya. Akibat prosets menua maka terjadi penurunan kapasitas produksi vitamin D
di kulit. Pada lansia papran sinar matahari ke tangan, lengan bawah dan wajah
selama 5-30 menit satu hingga tiga kali seminggu direkomendasikan untuk
memenuhi kebutuhan vitamin D tubuh.
Pasien dengan riketsia nutrisional yang disebabkan oleh defisiensi vitamin
D bisa diterapi dengan 600.000 IU vitamin D2 intramuskular dan kalsium atau
2000-5000 IU ergokalsiferol per hari selama 6-12 minggu, diikuti dengan
pemeliharaan dosis vitamin D. Perbaikan dalam kalsium, fosfor, alkalin fosfatase
dan 25 OH vitamin D serum dalam 4-7 hari membedakan riketsia nutrisional dari
penyakit tulang metabolik genetik. Orang dewasa dengan kadar vitamin D
suboptimal dapat diterapi dengan 50.000 IU ergokalsiferol sekali seminggu,
dengan kadar dimonitor dalam interval 2-3 bulan.
Ergokalsiferol (vitamin D2) kurang aktif dibandingkan vitamin D3
(kolekalsiferol) dalam meningkatkan kadar 25-OH vitamin D, sedangkan pasien
dengan gagal ginjal membutuhkan terapi 1,25 (OH)
2
vitamin D. Pada pasien
dengan malabsorbsi lemak, dosis yang diperlukan lebih tinggi dan dosis ini harus
disesuaikan dengan respon terapi yang dinilai dari hasil pemeriksaan kimiawi

17
serum. Diperlukan terapi selama beberapa bulan dalam penanganan pasien dengan
defisiensi vitamin D. Suplementasi kalsium harus diberikan. Pasien harus di
monitor hati-hati untuk toksisitas terapi vitamin D, yang secara unun
bermanifestasi hieprkalsemia atau hiperkalsuria.
Pada pasien dengan asidosis tubular rernal, perbaikan kadar bikarbonat
serum menjadi normal dengan menggunakan suplemen natrium bikarbonat dapat
mencegah resorpsi tulang dan hiperkalsuria. Pasiem dengan osteomalasia yang
disebabkan oleh hiperfosfaturia pada sindrom Fanconi membutuhkan suplemen
fosfat oral, secara umum 1-4 g perr hari diberikan dalam 4-6 dosis. Pada kondisi
ini terapi dengan 1,25 (OH)
2
vitamin D dengan dosis 0,5-1,5 ug per hari juga
tampak bermanfaat. Suplementasi kalsium dibutuhkan untuk menghindari
hipokalsemia simptomatik namun tidak diberikan bersamaan dengan suplemen
fosfor. Jika penyakit tulang membaik, vitamin D dapat dihentikan.

2.7 Web of Caution
Terlampir

2.8 Asuhan Keperawatan pada Pasien Osteomalasia

Asuhan Keperawatan pada Ostemalasia.
1.Pengkajian
Pasien dengan osteomalasia biasanya sering mengeluh nyeri tulang pada
punggung bawah dan ekstremitas bercampur kelemahan. Gambaran dari
ketidaknyamanan masih samar-samar, pasien mungkin ada yang fraktur, selama
wawancara, informasikan tentang masalah yang nyata terdapat sehubungan
dengan penyakitnya (sindrom malabsorbsi) dan kebiasaan diet dapat diketahui.
Pada pemeriksaan fisik, kelainan bentuk skletal dicatat, deformitas spinal, dan
deformitas yang bengkok dari tulang panjang mungkin memberikan
ketidakbiasaan penampilan pada pasien dan cara berjalan loyo/lemah. Mungkin
terdapat kelemahan otot, pasien mungkin menjadi tidak senang dengan
penampilannnya.
2. Diagnosa keperawatan
Berdasarkan pada pengkajian data, diagnosa keperawatan utama yang dapat
terjadi adalah dibawah ini :

18
a.Nyeri berhubungan dengan kelemahan dan kemungkinan fraktur.
b.Gangguan konsep diri berhubungan dengan pembengkakan pada kaki, cara
berjalan loyo/lemah, dan deformitas spinal.
c.Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan serta keterbatasan
muskuluskeletal
d.Resiko Cidera berhubungan dengan perubahan mobilitas sekunder akibat
osteomalasia

3. Perencanaan
Tujuan utama dari pasien dengan osteomalasia adalah mengurangi nyeri,
memperbaiki serta meningkatkan konsep diri, menurunkan resiko cedera pasien,
dan meningkatkan toleransi terhadap aktivitas pasien.
4. Implementasi keperawatan

TINDAKAN / INTERVENSI RASIONAL
Nyeri Berhubungan Dengan
Kelemahan Dan Kemungkinan Fraktur.
Mandiri
1. Beri aktivitas yang mengalihkan
perhatian pasien ke hal lain
seperti mengajak bicara, nonton
tv, dan tehnik distraksi lain.
2. Anjurkan untuk bergerak ringan
pada waktu pengkajian.


3. Evaluasi keluhan nyeri /
ketidaknyamanan, perhatikan
lokasi dan karakteristik,
termasuk intensitas (skala 1-10).
Perhatikan petunjuk nyeri
nonverbal.



Hal tersebut akan mengurangi persepsi
klien terhadap nyeri, sehingga rasa
nyeri dapat terabaikan.

Dengan mengubah posisi secara
berulang-ulang dapat membantu
mengurangi gejala ketidaknyamanan
dengan immobilitas.
Mempengaruhi pilihan/pengawasan
keefektifan intervensi. Tingkat ansietas
dapat mempengaruhi persepsi/reaksi
terhadap nyeri.



19
4. Dorong untuk menggunakan
teknik manajemen stress, contoh
relaksasi progresif, latihan
napas dalam, imajinasi
visualisasi. Sentuhan terapeutik.
5. Berikan individu kesempatan
untuk istirahat selama siang dan
dengan waktu tidur yang tidak
terganggu di malam hari (harus
istirahat bila nyeri mereda).
Kolaborasi
1. Berikan sesuai indikasi :
analgesik


Edukasi
1. Kurangi adanya kurang
pengetahuan dengan
menjelaskan sebab-sebab nyeri
dan lama nyeri, jika diketahui.

2. Berikan informasi yang akurat
untuk mengurangi rasa takut.


Evaluasi
1. Pantau efektivitas obat
pengurang rasa nyeri 30 menit
kemudian.
Meningkatkan relaksasi, memfokuskan
kembali perhatian, dan dapat
meningkatkan kemampuan koping,
membantu mengurangi rasa nyeri.

Menurunkan terjadinya efek sekunder
insomnia pada pasien nyeri, dan untuk
meningkatkan imunitas pasien.



Menurunkan/ mengontrol nyeri dan
menurunkan rangsangan sistem saraf
simpatis.


Memberikan ketenangan kepada pasien
terhadap nyeri yang dideritanya.



Rasa takut pasien dapat mengakibatkan
kecemasan, untuk mencegahnya
perawat harus bisa memberikan
informasi yang akurat supaya pasien
tenang.
Obat pengurang nyeri biasanya bekerja
cepat, kurang dari 30 menit, apabila
sampai batas waktu itu nyeri tidak
teratasi maka ada kemungkinan dosis
yang diberikan kurang besar.
Gangguan konsep diri berhubungan

20
dengan pembengkakan pada kaki, cara
berjalan loyo/lemah, dan deformitas
spinal.
Mandiri
1. Dorong ekspresi ketakutan,
perasaan negatif, dan perubahan
tubuh.
2. Pantau derajat dukungan yang
ada untuk pasien.

3. Diskusikan persepsi pasien
tentang diri dan hubungannya
dengan perubahan dan
bagaimana pasien melihat
dirinya.
4. Hindari kritik negatif.

5. Berikan informasi yang dapat
dipercaya dan perkuat informasi
yang sudah diberikan.
6. Bantu klien untuk meningkatkan
interaksi sosial.
Kolaborasi
1. Rujuk ke pelayanan sosial,
konseling dan kelompok
pendukung sesuai kebutuhan.
Edukasi
1. Perjelas berbagai kesalahan
konsep individu mengenai diri,
perawatan atau pemberi
perawatan.




Ekspresi emosi membantu pasien mulai
menerima kenyataan dan realitas
dirinya.
Dukungan yang cukup dari orang
terdekat dan teman dapat membantu
proses rehabilitasi.
Menciptakan partisipasi aktif pasien
dan perawat dalam rangka mengontrol
diri dan perasaannya untuk membantu
memecahkan masalah pasien.

Kritik negatif dapat menambah
penurunan krisis konsep diri
Informasi yang tepat akan membantu
menurunkan rasa tegang dan cemas
pasien.
Interaksi dengan orang lain akan
membuat klien merasa dirinya dihargai
apa adanya.
Pendekatan secara komprehensif dapat
memenuhi kebutuhan klien untik
memelihara tingkah laku koping.

Meningkatkan hubungan interpersonal
pasien dengan perawat, serta
menambah wawasan pasien.
Intoleran aktivitas berhubungan

21
dengan kelemahan serta keterbatasan
muskuluskeletal
Mandiri
1. Bantu pemenuhan kebutuhan
klien sesuai ketidakmampuan
klien.
2. Motivasi klien untuk
meningkatkan waktu istirahat.
3. Rencanakan bersama klien
untuk melaksanakan aktivitas
secara bertahap.
4. Tingkatkan toleransi terhadap
aktivitas dengan mendorong
klien melakukan aktivitas lebih
lambat, untuk waktu yang lebih
singkat, dengan istirahat lebih
banyak, atau dengan lebih
banyak bantuan.
Kolaborasi
1. Intruksikan klien untuk
konsultasi kepada dokter dan
ahli terapi fisik untuk program
latihan jangka panjang.
Edukasi
1. Ajarkan pada klien dan
keluarganya untuk melakukan
perawatan diri di atas tempat
tidur.

Evaluasi
1. Pantau respon individu terhadap
aktivitas(nadi, tekanan darah,



Meminimalisir gerak klien sehingga
nyeri dapat berkurang.

Istirahat yang cukup akan membantu
proses penyembuhan.
Gerak pada klien dapat melatih
kekuatan pada tulang.

Meningkatkan toleransi terhadap
aktivitas melalui kegiatan kegiatan
yang terprogram setiap harinya,
meskipun pelan tapi pasti.




Mengetahui tingkat perkembangan
aktivitas dan mempercepat peningkatan
toleransi pasien terhadap aktivitas.


Keluarga mengetahui pentingnya
perawatan diri dan ikut serta dalam
melakukan perawatan diri pada klien.



Mengontrol kondisi klien untuk
tindakan selanjutnya.

22
RR, dll).
Resiko Cidera berhubungan dengan
perubahan mobilitas sekunder akibat
osteomalasia
Mandiri
1. Awasi individu secara ketat
selama beberapa malam pertama
untuk mengkaji keaamanan.
2. Hindarkan klien dari aktivitas
yang dapat birisiko cedera.
3. Bantu klien dalam melakukan
aktivitas sesuai dengan batas
kemampuan klien.
4. Pasang pembatas pada sisi
tempat tidur klien.

5. Pertahankan tempat tidur pada
ketinggian yang paling rendah
selama malam hari.

Edukasi
1. Ajarkan menggunakan kruk,
tongkat, walker, dll.





Adaptasi awal pasien di rumah sakit
mungkin buruk, sehingga perlu adanya
pengawasan yang lebih.
Mengurangi risiko cedera saat
beraktivitas.
Meminimalisir aktivitas yang dapat
meningkatkan risiko cedera.

Mengurangi risiko cedera saat klien
melakukan aktivitas fisik saat di tempat
tidur.
Mengurangi risiko cedera klien..




Meningkatkan kemandirian pasien.
Membantu perawat dalam menentukan
aktivitas yang tidak berisiko cedera.

5.Evaluasi
Hasil yang diharapkan:
a. Mencapai pengurangan rasa nyeri.
1. Pasien melaporkan adanya perasaan nyaman.
2. Pasien melaporkan berkurangnya kelemahan tulang.
b. Menunjukkan peningkatan konsep diri.
1. Menunjukkan saling percaya dalam percakapan pasien - perawat.

23
2. Peningkatan tingkat aktivitas
3. Peningkatan interaksi social.
c. Menurunkan risiko cedera pasien.
1. Pasien mampu mengidentifikasi factor factor yang meningkatkan
kemungkinan terhadap cedera.
2. Mengungkapkan suatu keinginan untuk melakukan tindakan
tindakan pencegahan tertentu.
3. Pasien mengungkapkan suatu maksud untuk melakukan tindakan
tindakan pencegahan tertentu.
d. Meningkatkan toleransi terhadap aktivitas pasien.
1. Melaporkan penurunan gejala gejala intoleran aktivitas.
2. Memperlihatkan kemajuan aktivitas, terutama aktivitas yang lebih
tinggi dari mobilitas yang mungkin.
3. Memperlihatkan penurunan tanda tanda penurunan hipoksia pada
peningkatan aktivitas.























BAB III


24
PENUTUP



3.1 Simpulan

1. Osteomalasia ialah perubahan patologik berupa hilangnya
mineralisasi tulang yang disebabkan berkurangnya kadar kalsium
dan fosfat sampai tingkat di bawah kadar yang diperlukan untuk
mineralisasi matriks tulang normal, hasil akhirnya ialah rasio
antara mineral tulang dengan matriks tulang berkurang.
2. Faktor risiko terjadinya osteomalasia meliputi kekurangan dalam
diet, malabsorpsi, gagal ginjal kronik, terapi antikonvulsan
berkepanjangan (fenitoin, fenobarbital) dan kekurangan vitamin D
(diet dan sinar matahari).
3. Gejala yang paling sering pada osteomalasia yaitu nyeri tulang dan
nyeri tekan tulang.
4. Pengobatan osteomalasia yaitu pemberian vitamin D dan kalsium
dosis tinggi untuk meningkatkan kalsifikasi pada matriks.

3.2 Saran
1. Peran perawat penting dalam menginformasikan kepada pasien maupun
masyarakat secara umum tentang osteomalasia terutama dalam
pencegahannya.
2. Perawat hendaknya mampu memberikan asuhan keperawatan secara tepat
khususnya kepada pasien dengan osteomalasia.
3. Perawat harus mengetahui dasar-dasar penyakit osteomalasia dan respon
pasien saatmenjalani terapi agar mampu berkolaborasi dengan tenaga
kesehatan.






25
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

Rasjad, Chairuddin. 2007. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. PT Yarsif
Watampone: Jakarta.
Underwood, J.C.E. 2000. Patologi Umum dan Sistemik. EGC: Jakarta.
------.2008. Osteomalacia. http://www.arc.org.uk/arthinfo/patpubs/6058/6058.asp.
Tanggal akses 7 September 2008.
------.2007. Osteomalacia.
http://courses.washington.edu/bonephys/hypercalU/opmal2.html. Tanggal
akses 7 September 2008.

You might also like