You are on page 1of 6

Title : Sayonara wa Itsumo

Cast : Nishikido Ryo, Sakura Ai, Uchi Hiroki, Yamashita Tomohisa, Akanishi Jin
Summary : Ryo harus melepaskan hal yang sangat berharga baginya.

I never imagined I'd attend the wedding of someone I loved most, then saw her give an
appointment with a man other than myself. I really feel sorry for myself, but here I am stand
among peoples who is happy with their wedding. I'm hoping to go from this place but I've
promised myself and my friends. Promised to see her happy and start a new life without her.

I met her for the first time 7 years ago. I know her because Uchi Hiroki, my friend and my cousin
mad at me. At that time I was too busy to spend time with Yamashita Tomohisa and Akanishi Jin my
classmates that made me rarely play with Hiroki. Hiroki very disgusted with me and did not want to
talk to me. I'm confused how to face spoiled Hiroki. and I asked her for help. she was Hirokis senior
and good friend. I asked her to speak with that spoiled child. She gladly helped me and because her
advice that made Hiroki eventually forgive me. Since that time we began to make friends. The three
of us became good friends. Always spend time together. Sharing joy and sorrow. I do not remember
since when I started to like her, but I realized that I liked her when I was a senior high school.

So I want to pass up the courage to express my feelings because I felt he was saying to me. I
took her to the amusement park alone. Of course he was puzzled why suddenly we have to go
together but fortunately he did not reject the previous course Hiroki already knew and he
supported me. The day was very pleasant, we do things we never done before. As soon as
night came I did not immediately take her home but I took her to a park where we saw the
entire city bias. That night the sky was bright and from the park we could see a very beautiful
scenery. Nearly 30 minutes we stood in silence, I was trying to strengthen me while he was
like waiting for me to speak.


Begitu mau kelulusan aku memberanikan diri untuk mengungkapkan perasaanku karena aku merasa
dia juga saying padaku. Aku mengajaknya ke taman hiburan berdua saja. Tentu saja dia bingung
kenapa tiba-tiba kami harus pergi berdua namun untungnya dia tidak menolak tentu saja
sebelumnya Hiroki sudah tahu dan dia mendukungku. Hari itu sangat menyenangkan, kami
melakukan hal-hal yang tidak pernah kami lakukan sebelumnya. Begitu malam tiba aku tidak
langsung mengajaknya pulang tapi aku mengajaknya ke sebuah taman dimana kami bias melihat
seluruh kota. Malam itu langit sangat cerah dan dari taman itu kami bisa melihat pemandangan yang
sangat indah. Hampir 30 menit kami berdiri dalam diam, aku berusaha menguatkan diriku sedangkan
dia seperti menunggu aku untuk berbicara.

Ne, Ai-chan. Aku ingin mengatakan sesuatu padamu. Kataku membuka pembicaraan. Dia
mengalihkan pandangannya ke arahku.

Hai, jawabnya singkat menunggu. Otakku seperti kosong saat aku melihat matanya, tapi aku tidak
mau membuang waktu lagi.

Kimi ga suki ya. Kataku langsung. Dia sedikit terkejut. Kemudian tersenyum.

Aku juga menyukaimu, jawabnya. Tapi entah kenapa aku merasa dia tidak menanggapi
pengakuanku dengan serius.

Aku serius, aku benar-benar menyukaimu. Aku ingin kamu manjadi pacarku. Tegasku lagi. Senyum
diwajahnya menghilang. Dia mengalihkan pandangannya dari diriku.

Ne, Ryo-chan. Aku sayang padamu tapi aku tidak bisa menjadi pacarmu. Lirihnya.

Eh, Dia kembali menatapku.

Setelah kelulusan ini, aku akan pergi ke Indonesia. Ayahku dipindahkan kesana entah sampai kapan,
karena itu seluruh keluarga ikut pindah. Mungkin kami akan menetap disana. Karena itu aku tidak
bisa menjadi pacarmu. Maaf kan aku. Jelasnya. Suaranya terdengar sangat sedih.

Huh? saking shocknya hanya itu yang bias keluar dari mulutku. Dia tersenyum sedih. Hampir lima
menit yang terasa sangat lama kami saling menatap dalam diam. Ingin sekali aku mengatakan kalau
dia bisa tinggal disini, kuliah disini, toh disini dia punya banyak keluarga tapi aku tahu itu kedengaran
sangat egois.

Ii yo. Aku mengerti. Asal aku tahu kalau Ai-chan menyukaiku. Aku sudah senang. Aku tidak mau Ai-
chan sedih. Aku akan selalu mendukungmu. Aku harap kamu bisa berbahagia di Indonesia. Disetiap
kata yang aku keluarkan aku berusaha untuk menguatkan diri. Dia menatapku dengan mata berkaca-
kaca. Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan. Aku paling tidak bias menghadapi orang yang
menangis.

Ai, kata-kataku tidak berhasil aku selesaikan karena tiba-tiba saja aku merasakan bibirnya di
bibirku. Ciuman itu sangat singkat. Sebelum aku bisa merespon dia sudah menjauhkan diri. Aku
menatapnya shock.

Aku juga menyukaimu, maafkan aku! katanya. Aku menggelengkan kepala. Malam itu kami pulang
sambil berpegangan tangan. Tidak ingin melepaskan satu sama lain. Namun perpisahan itu tidak
dapat dielakkan lagi. Dua hari setelah kelulusan dia pergi ke Indonesia.

Setelah aku pikir-pikir lagi mugkin kami tidak ditakdirkan untuk bersama. Dari awal saja hubungan
kami tidak pernah bisa lebih dari sekedar teman. Sejak kepergiannya aku berusaha untuk melupakan
kalau aku menyukainya melebihi dari seorang teman. Selama dua tahun kami terus saling
menghubungi. Memberi kabar, bercerita tentang kehidupan yang kami jalani setelah kami berpisah.
Namun tahun ketiga, Hubungan kami mulai renggang. Kami mulai jarang saling menghubungi.
Masing-masing sibuk dengan kuliah dan kehidupan pribadi. Tahun keempat hubungan kami benar-
benar terputus. Aku mulai bekerja di sebuah perusahaan elektronik, menyibukkan diri dengan
kehidupanku. Mulai menjalani hubungan dengan seorang wanita. Namun hubunganku dengan
wanita itu tidak berjalan mulus. Bayangan Ai masih saja menghantuiku. Setelah tiga kali gagal dalam
menjalin hubungan aku menyerah. Aku akhirnya hidup dalam kesendirian dengan perasaan sukaku
kepada Ai yang bukannya menghilang malah semakin besar.

Ada saat-saat dimana aku merasa sangat penat, aku berharap dia ada di dekatku. Aku berusaha
menghubunginya tapi sepertinya nomor handphonenya telah berubah. Untung saja aku masih punya
Tomohisa, Jin dan Hiroki yang selalu menemaniku. Kalau tidak aku tidak tahu apa yang akan terjadi
padaku. Mereka terus saja menyuruhku untuk melupakannya. Yang selalu aku tanggapi dengan
diam.

Tiga bulan lalu, hidupku seperti berada diujung tanduk. Aku hampir kehilangan pekerjaanku, kakek
yang paling aku hormati dan aku sayangi meninggal, aku harus berurusan dengan polisi karena tanpa
sengaja saat aku mengendarai mobil aku menabrak mobil yang berada didepanku yang
mengakibatkan tabrakan beruntun dan seorang wanita tua terluka. Aku rasa saat itu hidupku benar-
benar hancur. Dan disaat itulah keinginan untuk bertemu dengan dirinya semakin kuat. Untuk
menenangkan diri aku pergi ke taman dimana aku mengungkapkan perasaanku dulu. Begitu aku
sampai disana aku melihat ada seorang wanita berdiri di depan pagar pembatas sambil
menerawang. Saat itu jantungku seperti berhenti berdetak. Aku terpaku. Tidak mampu bergerak
sedikit pun. Beberapa saat kemudian wanita itu berbalik. Begitu melihatku wajahnya sama kagetnya
dengan diriku.

Ryo, panggilnya. Tanpa aku sadari aku berlari kearah wanita itu kemudian memeluknya dan
menangis dibahunya. Meluapkan semua perasaanku. Aku merasakan dia menegang dalam
pelukanku namun dia kemudian membalas pelukanku.

Ryo, lirihnya. Aku memeluknya semakin kuat. Aku tidak berniat untuk melepaskan sedikitpun
pelukanku. Ada apa. Tanyanya.

Aku merindukanmu, jawabku pelan.

Kami berpelukan cukup lama. Setelah aku berhasil menguasai diri. Aku melepaskan pelukanku. Aku
menatapnya dengan tatapan sedih, senang, lega, takut semua bercampur jadi satu. Dia membalas
tatapanku dengan senyuman. Namun senyuman itu terlihat sanagt sedih.

Kamu terlihat kacau, komentarnya. Aku hanya mengangkat bahu.

Hidupku beberapa bulan ini memang sangat kacau. Kapan kamu kembali? Kenapa kamu tidak
menghubungiku? tanyaku. Dia terdiam sebentar.

Aku baru datang kemarin. Aku senang langsung bisa bertemu denganmu. Hiroki apa kabar?
tayanya mengalihkan pembicaraan. Aku hanya menghela nafas. Tapi aku tidak mau memaksanya,
aku terlalu senang bertemu dengannya dan aku tidak mau merusak pertemuan kami, jadi aku
mengikuti saja semua kemauannya.

Setelah pertemuan tak terduga itu kami sering menghabiskan waktu bersama. Sepertinya semua
keluarganya sedang ada di Jepang. Dia mengatakan kalau mereka akan menghadiri sebuah acara di
Jepang tapi tidak pernah mau mengatakan acara apa itu aku yang terlalu bahagia bertemu
dengannya tidak terlalu ambil pusing acara apa itu. Setiap hari setiap pulang kerja kami akan
bertemu, makan malam bersama atau hanya sekedar bercanda-canda. Baik berdua, maupun
bersama Hiroki, Tomohisa dan Jin. Waktu terasa kembali ke saat kami masih SMA. Selalu bersama
dan tidak punya masalah. Kehidupanku pun mulai membaik, pekerjaanku berjalan dengan mulus
bahkan aku mendapat promosi dan aku mulai bisa melepaskan kepergian kakekku.

Sebulan setelah pertemuanku dengannya aku memutuskan untuk melamarnya. Aku tidak mau
kehilangan dirinya lagi, tidak setelah aku merasakan bagaimana kesepiannya diriku setelah
kepergiannya dan aku sudah merasa cukup mapan untuk bisa hidup bersama dengan dirinya.
Malam itu tepat dihari ulang tahunnya aku mengajaknya keluar. Aku mengajaknya makan malam di
restoran kesukaannya. Lalu kami menghabiskan sisa malam di taman dimana pertama kalinya aku
mengungkapkan perasaanku, di taman yang penuh kenangan bagiku dan baginya. Malam itu sama
cerahnya dengan malam dimana aku mengungkapkan perasaanku. Entah kenapa malam itu terasa
terulang kembali.

Ne, Ai-chan. Aku mencintaimu. Kataku setelah sekian lama kami sibuk dengan pikiran masing-
masing sambil menikmati angin malam yang segar. Dia hanya terdiam. Tidak bergerak sedikitpun
dari tempatnya berada. Tidak ada respon yang keluar dari mulutnya. Dia hanya terus menatap jauh
kedepan.

Aku ingin menikah denganmu. Kamu mau kan menjadi istriku, mendampingiku seumur hidup? Aku
tidak mau berpisah lagi denganmu. Aku merasa sangat kacau begitu jauh darimu. Aku seperti tidak
punya tujuan. Aku

Aku tidak bisa Ryo, aku akan menikah dua minggu lagi. Aku pulang ke Jepang untuk melaksanakan
pernkahan disini. Acara keluarga yang akan aku hadari adalah acara pernikahanku. Katanya dingin,
wajahnya mengeras tanpa emosi. Saat itu hidupku serasa hancur berkeping-keping.

Kamu bohong kan?! Kamu bercanda kan?! Dia menatapku, dengan tatapan paling sedih yang
pernah aku lihat.

Sejak kapan aku suka bercanda. Aku tidak akan bercanda dengan hal seperti ini. Katanya datar.

Tapi kenapa?! Apa aku tidak baik buatmu? Kenapa kamu kembali seolah-olah tidak terjadi apa-
apa?! Kenapa kamu tidak mengatakan sebelumnya? Kenapa? kataku sambil menahan tangis.

Maaf kan aku Ryo, lirihnya.

Bukan itu yang aku mau dengar! teriakku frustasi. Dia terdiam.

Aku sayang padamu tapi aku tidak bisa menjadi istrimu. Aku hanya menganggapmu sebagai seorang
teman. Aku harap kamu bisa mengerti. Aku merasa calon suamiku adalah orang yang paling tepat
untukku. Aku mengharapkan pengertianmu Ryo, sama seperti dulu waktu aku akan pergi ke
Indonesia. Tukasnya. Aku menatapnya nanar.

Kamu pikir aku apa? Dulu aku tidak menahanmu pergi karena aku tidak punya apa-apa untuk
menahanmu, aku masih terlalu kecil untuk bisa melarangmu untuk jauh dari keluargamu. Tapi
sekarang, aku tidak bisa. Aku tidak mau jauh darimu lagi. Kumohon, jangan tinggalkan aku lagi!
Onegai! pintaku memelas. Air mataku sudah tidak bisa ditahan lagi. Dia mengalihkan
pandangannya. Aku bisa melihat air mata juga mengalir di pipinya.

Aku tidak bisa Ryo, maafkan aku. Katanya lirih. Aku harap kamu bisa datang dihari pernikahanku
dan mendukungku seperti yang selalu kamu lakukan. Pintanya lalu pergi meninggalkanku sendiri.
Aku merasakan saat itu hidupku benar-benar sudah hancur. Kebahagian yang aku rasakan selama
sebulan ini seperti hanya sebuah ilusi. Untuk pertama kalinya aku berteriak sekencang-kencangnya
berusaha membuang semua kesedihan yang menusukku dari segala arah.

Malam itu terakhir kalinya aku bertemu dengannya. Sejak malam itu dia tidak pernah
menghubungiku lagi atau datang menemuiku. Hanya undangan pernikahannya saja yang datang
ketempatku. Teman-temanku yang mengetahui hal itu sangat kaget dan berusaha menemuiku tapi
aku yang terpuruk dalam kesedihan tidak pernah mau menemui mereka. Sampai suatu hari Hiroki
mendobrak pintu apertemenku dan menghajarku. Dia sangat marah dengan tingkahku.

Apa hanya ini yang bisa kamu lakukan?! Apa hidupmu hanya berpusat pada dia saja?! Lalu kamu
anggap kami apa, teman-temanmu dan keluargamu?! Ayolah Ryo, hidupmu tidak akan berakhir
hanya karena kamu kehilangan dia. Teriak Hiroki penuh amarah. Hanya karena ada Tomohisa dan
Jin saja makanya dia tidak membunuhku saking marahnya.

Hiroki, hentikan! tahan Tomohisa.

Nggak Tomo, dia sudah keterlaluan!

Kamu tidak mengerti, aku sangat mencintainya! Hanya dia! teriakku.

Apa yang aku tidak mengerti Ryo! Aku sudah bersama kalian bahkan sebelum kalian saling suka.
Apa yang tidak aku mengerti! Apa pernah aku tidak mendukungmu. Aku mengerti! Tapi bukan
berarti kamu bisa menghancurkan hidupmu dengan berlarut-larut dalam kesedihan. Masih banyak
wanita lain di dunia ini yang lebih baik dari dia untukmu! Ayolah Ryo, bukan sekali ini dia pergi! Aku
mohon padamu jangan seperti ini, mengurung diri dikamar, minum-minuman keras! Itu tidak akan
menyelesaikan masalah! kata Hiroki frustasi.

Hiroki benar Ryo. Sejak awal sepertinya kalian memang tidak di takdirkan untuk bersama. Sejak
kamu pertama kali mengungkapkan perasaanmu. Semua sudah berakhir dari sejak saat itu. Tukas
Jin.

Jin, tegur Tomohisa.

Aku terdiam. Rasa sakit karena perkataan Jin melebihi rasa sakit yang diakibatkan oleh pukulan
Hiroki. Aku merasakan air mataku kembali mengalir. Aku hanya terdiam. Untuk waktu yang cukup
lama kami berempat hanya terdiam. Aku bisa merasakan tatapan sedih ketiga sahabatku.

Ne, Ryo-chan. Kenapa kamu tidak memulai dari awal. Dia berada dalam kehidupanmu hanya
sebentar, aku yakin kamu bisa mengatasinya. Kami akan membantumu. Aku tahu yang sebentar itu
sangat berharga bagimu. Aku tidak memintamu untuk melupakannya tapi aku hanya memintamu
untuk melangkah kedepan. Memulai kehidupan baru yang lebih baik lagi. Seperti kata Hiroki ini
bukan pertama kalinya dia pergi darimu dan buat itu jadi yang terakhir denan benar-benar
melupakannya. Ne ryo-chan. Pinta tomohisa. Aku tidak mengatkan apa-apa hanya air mataku yang
terus mengalir. Aku terisak dalam diam. Saat itulah aku merasakan pelukan ketiga temanku.

Semuanya akan baik-baik saja, kata Tomohisa menenangkan. Dalam pelukan mereka, aku
mengannguk.

Aku tidak tahu apa aku bisa melupakan Ai, namun dengan bantuan ketiga temanku aku rasa aku bisa
melakukannya. Karena dukungan ketiga temanku pulalah akhirnya aku datang di hari pernikahannya.
Hiroki, Tomohisa dan Jin berdiri di dekatku, memeberiku senyuman paling menengkan yang mereka
punyai. Jin bahkan bertingkah lebih bodoh dari biasanya hanya untuk membuatku tertawa.
Menghargai usahanya aku pun berusaha untuk tersenyum, tersenyum untuk teman-temanku. Aku
tidak tahu aku akan butuh berapa lama untuk bisa melupakannya, ketika dia pergi ke Indonesa, tujuh
tahun tidak cukup untuk membuatku melupakannya. Namun, aku akan berusaha, tidak ada gunanya
aku terus-terusan mengarapkan apa yang tidak bisa aku dapatkan dari sejak awal. Dengan bantuan
ketiga orang bodoh ini, aku akan menjalani kehidupan yang baru. Benar-benar baru.

Acara pernikahnnya dimulai. Begitu dia melintas didepanku untuk menuju ke altar, tatapan kami
bertemu, aku memberikan senyuman terbaikku untuknya. Berusaha mengatakan bahwa aku
mendukungnya dan akan selalu mendukungnya. Seperti menangkap pesanku dia membalas dengan
senyuman terbaiknya, dalam diam mengatakan terima kasih. Sejak saat itu aku tidak pernah melihat
senyuman sedihnya lagi. Aku merasakan sentuhan Hiroki di bahuku, Tomohisa merangkulku dan Jin
memberikanku cengiran terbodohnya. Aku tahu sejak saat itu semuanya akan baik-baik saja.

You might also like