You are on page 1of 5

Taksonomi Bloom oleh Anderson dan Krathwohl

Model taksonomi Bloom merupakan salah satu pengembangan teori kognitif, yang biasa sering
dikaitkan dengan persoalan dalam merumuskan tujuan pembelajaran dan masalah standar
evaluasi atau pengukuran hasil belajar sebagai pengembangan sebuah kurikulum. Taksonomi
kognitif Bloom awalnya terdiri dari enam tingkatan kognitif, yaitu pengetahuan (knowledge),
pemahaman (comprehension), aplikasi (apply), analisis (analysis), sintesis (synthesis), dan
evaluasi (evaluation). Anderson dan Krathwohl lalu merevisinya dari satu dimensi menjadi dua
dimensi, yaitu dimensi proses kognitif (cognitive process) dan dimensi pengetahuan (types of
knowledge).
Dimensi proses kognitif merupakan hasil revisi dari taksonomi Bloom ranah kognitif. Anderson
menklasifikasikan proses kognitif menjadi enam kategori, yaitu ingatan (remember), pemahaman
(understand), aplikasi (apply), analisis (analyze), evaluasi (evaluate), dan kratifitas (create).
Dimensi pengetahuan diklasifikasi menjadi empat kategori, yaitu pengetahuan faktual (factual
knowlwdge), pengetahuan konseptual (conceptual knowledge), pengetahuan prosedural
(procedural knowledge), dan pengetahuan metakognisi (metacognitive knowledge).
Begitu besar implikasi teori kognitif dan pengembangan keterampilannya di dalam dunia
pembelajaran. Anderson dan Krathwohl sendiri mengakui bahwa hasil revisinya merupakan
kontribusi dari advances in cognitive theory. Namun, yang sangat menarik dari kasus revisi
taksonomi tersebut adalah, Anderson dan Krathwohl ingin lebih menampakkan atau
mempertegas dimensi proses yang menjadi prinsip teori kognitif., yaitu bagaimana sebuah
pengetahuan itu diproses dalam otak manusia. Selain itu, keduanya juga lebih memperinci dan
mengklasifikasikan pengetahuan dalam beberapa tipe. Di sinilah, interkoneksi antara dua
dimensi tersebut bersinergi dan dalam posisi tertentu akan mengindikasikan kerumitan tertentu
pula, baik dalam proses maupun dalam jenis pengetahuannya.

Taksonomi Bloom dua dimensi merupakan hasil revisi Lorin W.Andersonterhadap taksonomi
Bloom satu dimensi. Menurut Lorin W. Anderson suatupernyataan tentang tujuan pembelajaran
memuat kata kerja (a verb) dan kata benda (anoun). Kata kerja secara umum mendeskripsikan
proses kognitif yang diharapkanterbentuk sebagai dampak dari suatu proses pembelajaran.
Sedangkan kata bendasecara umum mendeskripsikan jenis pengetahuan yang diharapkan dapat
dikonstruksioleh peserta didik. Dengan demikian sebuah tujuan pembelajaran selalu
memuatdimensi proses kognitif dan dimensi jenis pengetahuan. Selanjutnya model
taksonomitujuan pembelajaran ini disebut dengan taksonomi Bloom dua dimensi.Dimensi
pertama model taksonomi ini adalah dimensi proses kognitif.Dimensi proses kognitif memuat
enam kategori yaitu: ingatan (remember),pemahaman (understand), penerapan (apply), analisis
(analyze), evaluasi (evaluate)dan kreativitas (create). Klasifikasi ini bersifat hierarkis dan
kontinyu. Hierarki dankekontinuan dimensi proses kognitif diasumsikan berdasarkan
klompleksitas kognitif, yaitu pemahaman lebih kompleks dari ingatan, penerapan lebih kompleks
daripemahaman dan seterusnya.Dimensi kedua model taksonomi ini adalah dimensi jenis
pengetahuan.Dimensi jenis pengetahuan memuat empat kategori, yaitu pengetahuan
faktual(factual knowledge), pengetahuan konseptual (conceptual knowledge),
pengetahuanprosedural (procedural knowledge), dan pengetahuan metakognitif
(metacognitiveknowledge). Klasifikasi ini ditempatkan berdasarkan asumsi bahwa proses
kognitifbermula dari konkret (factual) ke abstrak (metakognitif).Berdasarkan uraian diatas, maka
yang dimaksud taksonomi Bloom duadimensi dalam penelitian ini adalah taksonomi Bloom hasil
revisi yang memandangtujuan pembelajaran dari dua dimensi, yaitu dimensi proses kognitif
dan dimensijenis pengetahuan.

Sumber: http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2190612-taksonomi-bloom-dua-
dimensi/#ixzz1SYE3hkjR

Revisi Taksonomi Bloom atau Revised Bloom Taxonomy
Sabtu, 20-03-2010 12:10 WIB | Perpus PascaSarjana UNP | hit: 18496 | komentar: 0 | Sosial
Networking |

Taksonomi berasal dari bahasa Yunani tassein berarti untuk
mengklasifikasi dan nomos yang berarti aturan. Taksonomi
berarti klasifikasi berhirarkhi dari sesuatu atau prinsip yang mendasari
klasifikasi. Semua hal yang bergerak, benda diam, tempat, dan kejadian-
sampai pada kemampuan berpikir dapat diklasifikasikan menurut beberapa
skema taksonomi (http://en.wikipedia.org/wiki/Bloom%27s_Taxonomy).
Konsep Taksonomi Bloom dikembangkan pada
tahun 1956 oleh Benjamin Bloom, seorang psikolog bidang pendidikan.
Konsep ini mengklasifikasikan tujuan pendidikan dalam tiga ranah, yaitu
kognitif, afektif dan psikomotorik.
Ranah kognitif meliputi fungsi memproses informasi, pengetahuan dan
keahlian mentalitas. Ranah afektif meliputi fungsi yang berkaitan dengan
sikap dan perasaan. Sedangkan ranah psikomotorik berkaitan dengan
fungsi manipulatif dan kemampuan fisik.
Ranah kognitif menggolongkan dan mengurutkan keahlian berpikir yang
menggambarkan tujuan yang diharapkan. Proses berpikir mengekspresikan
tahap-tahap kemampuan yang harus siswa kuasai sehingga dapat menunjukan
kemampuan mengolah pikirannya sehingga mampu mengaplikasikan teori ke
dalam perbuatan. Mengubah teori ke dalam keterampilan terbaiknya
sehinggi dapat menghasilkan sesuatu yang baru sebagai produk inovasi
pikirannya. Untuk lebih mudah memahami taksonomi bloom, maka dapat
dideskripsikan dalam dua pernyataan di bawah ini:
Memahami sebuah konsep berarti dapat mengingat informasi atau ilmu
mengenai konsep itu.
Seseorang tidak akan mampu mengaplikasikan ilmu dan konsep jika
tanpa terlebih dahulu memahami isinya
Konsep tersebut mengalami perbaikan seiring dengan perkembangan dan
kemajuan jaman serta teknologi. Salah seorang murid Bloom yang bernama
Lorin Anderson merevisi taksonomi Bloom pada tahun 1990. Hasil
perbaikannya dipublikasikan pada tahun 2001 dengan nama Revisi Taksonomi
Bloom. Dalam revisi ini ada perubahan kata kunci, pada kategori dari
kata benda menjadi kata kerja. Masing-masing kategori masih diurutkan
secara hirarkis, dari urutan terendah ke yang lebih tinggi. Pada ranah
kognitif kemampuan berpikir analisis dan sintesis diintegrasikan menjadi
analisis saja. Dari jumlah enam kategori pada konsep terdahulu tidak
berubah jumlahnya karena Lorin memasukan kategori baru yaitu creating
yang sebelumnya tidak ada.
Gambar 1. Diagram Taksonomi Bloom

Setiap kategori dalam Revisi Taksonomi Bloom terdiri dari subkategori
yang memiliki kata kunci berupa kata yang berasosiasi dengan kategori
tersebut. Kata-kata kunci itu seperti terurai di bawah ini
Mengingat : mengurutkan, menjelaskan,
mengidentifikasi, menamai, menempatkan, mengulangi , menemukan kembali
dsb.
Memahami : menafsirkan, meringkas,
mengklasifikasikan, membandingkan, menjelaskan, mebeberkan dsb.
Menerapkan : melaksanakan, menggunakan,
menjalankan, melakukan, mempraktekan, memilih, menyusun, memulai,
menyelesaikan, mendeteksi dsb
Menganalisis : menguraikan, membandingkan,
mengorganisir, menyusun ulang, mengubah struktur, mengkerangkakan,
menyusun outline, mengintegrasikan, membedakan, menyamakan,
membandingkan, mengintegrasikan dsb.
Mengevaluasi : menyusun hipotesi, mengkritik,
memprediksi, menilai, menguji, mebenarkan, menyalahkan, dsb.
Berkreasi : merancang, membangun, merencanakan,
memproduksi, menemukan, membaharui, menyempurnakan, memperkuat,
memperindah, menggubah dsb.
Dalam berbagai aspek dan setelah melalui revisi, taksonomi Bloom
tetap menggambarkan suatu proses pembelajaran, cara kita memproses suatu
informasi sehingga dapat dimanfaat dalam kehidupan sehari-hari.
Beberapa prinsip didalamnya adalah :
Sebelum kita memahami sebuah konsep maka kita harus mengingatnya
terlebih dahulu
Sebelum kita menerapkan maka kita harus memahaminya terlebih dahulu
Sebelum kita mengevaluasi dampaknya maka kita harus mengukur atau
menilai
Sebelum kita berkreasi sesuatu maka kita harus mengingat, memahami,
mengaplikasikan, menganalisis dan mengevaluasi, serta memperbaharui
Pentahapan berpikir seperti itu bisa jadi mendapat sanggahan dari
sebagian orang. Alasannya, dalam beberapa jenis kegiatan, tidak semua
tahap seperti itu diperlukan. Contohnya dalam menciptakan sesuatu tidak
harus melalui penatahapan itu. Hal itu kembali pada kreativitas
individu. Proses pembelajaran dapat dimulai dari tahap mana saja. Namun,
model pentahapan itu sebenarnya melekat pada setiap proses pembelajaran
secara terintegrasi.
Sebagian orang juga menyanggah pembagian pentahapan berpikir seperti
itu karena dalam kenyataannya siswa seharusnya berpikir secara holistik.
Ketika kemampuan itu dipisah-pisah maka siswa dapat kehilangan
kemampuannya untuk menyatukan kembali komponen-komponen yang sudah
terpisah. Model penciptaaan suatu produk baru atau menyelesaian suatu
proyek tertentu lebih baik dalam memberikan tantangan terpadu yang
mendorong siswa untuk berpikir secara kritis.

You might also like