You are on page 1of 161

MODEL PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

PROGRAM MADRASAH BERTARAF INTERNASIONAL (MABI) DI


MAN 3 MALANG




SKRIPSI




Oleh:
Iffatunnisa
NIM. 06110034




















PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
APRIL, 2010







MODEL PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
PROGRAM MADRASAH BERTARAF INTERNASIONAL (MABI) DI
MAN 3 MALANG


SKRIPSI


Diajukan kepada Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri Maulana Malik
Ibrahim Malang untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh
Gelar Strata Satu Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)



Oleh:
Iffatunnisa
NIM. 06110034














PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
APRIL, 2010





MODEL PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PROGRAM
MADRASAH BERTARAF INTERNASIONAL (MABI) DI MAN 3
MALANG


Oleh:
Iffatunnisa
NIM. 06110034

Telah Disetujui
Pada Tanggal, 08 April 2010

Oleh
Dosen Pembimbing:


Prof. Dr. H. Muhaimin, M.A
NIP. 19561211 198303 1 005


Mengetahui,
Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam




Drs. H. Moh. Padil, M.Pd.I
NIP. 19651205 199403 1 003



MODEL PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PROGRAM
MADRASAH BERTARAF INTERNASIONAL (MABI) DI MAN 3
MALANG


SKRIPSI

dipersiapkan dan disusun oleh
Iffatunnisa (06110034)
telah dipertahankan didepan dewan penguji pada tanggal
19 April 2010 dengan nilai A
dan telah dinyatakan diterima sebagai salah satu persyaratan
untuk memperoleh gelar strata satu Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)
pada tanggal: 19 April 2010



Panitia Ujian Tanda Tangan


Ketua Sidang
Prof. Dr. H. Muhaimin, M.A :_____________
NIP. 19561211 198303 1 005

Sekretaris Sidang
Triyo Supriyatno, M. Ag :_____________
NIP. 19700427 20000 3 001

Pembimbing
Prof. Dr. H. Muhaimin, M.A :_____________
NIP. 19561211 198303 1 005

Penguji Utama
Prof. Dr. H. Baharuddin, M. Pd.I :_____________
NIP. 19561231 198303 1 032


Mengesahkan,
Dekan Fakultas Tarbiyah
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang




Dr. H. M. Zainuddin, MA
NIP. 19620507 199503 1 001


PERSEMBAHAN

Teriring doa dan rasa syukur yang teramat dalam kupersembahkan karya ini kepada:

Persembahan utama buat Dia yang telah memberikanku nafas dan kehidupan,
kemudahan, kelancaran, dan hidayah-Nya. Seribu sujud pun tak kan mampu
mengungkapkan rasa syukur dari nimat yang tak terhitung jumlahnya ini.

Buat Abah (H. Moh. Baqir Hasan) dan Umi ( Hj. Siti Niswatin) tercinta. Terima
kasih ananda haturkan atas doa, dukungan, motivasi dan semangat kepada ananda
sehingga ananda dapat menyelesaikan skripsi ini.

Buat adik ku tersayang (Afifurrijal) yang sudah menemani hari-hari ini dengan
banyak canda, tawa dan keceriaan sehingga dapat membuat hari-hari yang kujalani
lebih bermakna.

Buat Bapak Prof. Dr. H. Muhaimin, MA yang dengan kesabarannya telah rela
meluangkan waktunya untuk membimbing dan mengarahkan penulis sehingga dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Segenap dosen jurusan Pendidikan Agama Islam yang tidak bisa disebutkan satu
persatu, terima kasih atas ilmu dan bimbingan yang tiada henti-hentinya yang telah
diberikan kepada penulis selama menimba ilmu di kampus tercinta UIN Maliki.
Semoga ilmu yang didapatkan penulis selama ini dapat bermanfaat. Amin...


Buat teman-teman angkatan 2006 Pendidikan Agama Islam terima kasih atas
kebersamaan kita selama ini khususnya kepada teman-temanku mbk com, mbk yongs,
nopi, mipta, mbk rin terima kasih untuk semua yang telah kita alami bersama,
pengalaman, suka, duka, canda tawa berbaur jadi satu. Berat rasanya harus berpisah
dari kalian semua. Semoga kita selalu dalam lindungan dan rahmat-Nya.
Amin.Buat teman-temanku satu pembimbingan skripsi (rupe, elta, jeng Helen)
terima kasih atas tambahan semangat yang kalian berikan padaku, mempunyai tekad
untuk berjuang bersama menyelesaikan skripsi ini agar tepat pada waktunya.


Teruntuk seseorang yang Insya Allah kelak akan menjadi imam bagiku. Terima kasih
atas doa, semangat, dan dukungan dalam menemani hari-hariku selama ini. How I
cant happy with you. Its just something that I couldnt explain.We have some fun
and joy together. Looks like that youre the right man that could make me smile.



MOTTO

) !# i $ B)/ Lm #i $ '/

Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum
sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.
(QS. Ar-Rad 13: 11)
1















1
Departemen Agama RI, Al- Quran dan Terjemahnya, (Semarang: CV. Asy.Syifa, 1992), hlm.
370.


Prof. Dr. H. Muhaimin, M.A
Dosen Fakultas Tarbiyah
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

NOTA DINAS PEMBIMBING

Hal : Skripsi Malang, 08 April 2010
Lamp. : 4 (Empat) Eksemplar


Kepada Yth.
Dekan Fakultas Tarbiyah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang
di
Malang



Assalamualaikum Wr.Wb.

Sesudah melakukan beberapa kali bimbingan, baik dari segi isi, bahasa
maupun tehnik penulisan, dan setelah membaca skripsi mahasiswa di bawah ini:
Nama : Iffatunnisa
NIM : 06110034
Jurusan : Pendidikan Agama Islam
Judul Skripsi : Model Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Program
Madrasah Bertaraf Internasional (MABI) di MAN 3
Malang
Maka selaku Pembimbing, kami berpendapat bahwa skripsi tersebut sudah
layak diajukan untuk diujikan.
Demikian, mohon dimaklumi adanya.

Wassalamualaikum Wr.Wb.



Pembimbing,



Prof.Dr. H. Muhaimin, M.A
NIP. 195612111983031005







SURAT PERNYATAAN


Dengan ini saya menyatakan, bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya
yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan pada suatu perguruan
tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya, juga tidak terdapat karya atau pendapat
yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis
diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar rujukan.


Malang, 08 April 2010

Iffatunnisa



















KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil Alamin, segala puji penulis panjatkan kehadirat
Allah SWT yang atas rahmat, hidayah dan inayah-Nyalah penulis dapat
menyelesaikan skripsi dengan judul:
Model Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Program Madrasah Bertaraf
Internasional (MABI) di MAN 3 Malang
Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan oleh Allah kepada Junjungan
Besar Nabi kita Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya.
Penulis menyadari sepenuhnya akan kemampuan dan kekurangan dalam
penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu penulisan skripsi ini tidak lepas dari
bantuan, bimbingan, saran serta motivasi semua pihak, baik langsung maupun
tidak langsung dalam membantu proses penyusunan skripsi ini. Pada kesempatan
ini penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada yang terhormat:
1. Bapak H. Moh. Baqir Hasan dan Ibu Hj. Siti Niswatin, ayahanda dan ibunda
tercinta yang telah memberikan kasih sayang, dorongan moril dan materiil
kepada penulis agar tercapai cita-citanya.
2. Bapak Prof. DR. H. Imam Suprayogo, selaku Rektor Universitas Islam
Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang.
3. Bapak Dr. H. M. Zainuddin, MA selaku Dekan Fakultas Tarbiyah Universitas
Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang.
4. Bapak Drs. H. Moh. Padil, M.Pd.I selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama
Islam Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang.


5. Bapak Prof. Dr. H. Muhaimin, MA selaku dosen pembimbing skripsi yang
dengan kesabaran dan ketelatenannya menyisihkan waktu untuk membimbing
dan memberi masukan pada penulis hingga terselesaikannya skripsi ini.
6. Segenap Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri
Maulana Malik Ibrahim Malang, atas segala bimbingan dan ilmu yang telah
diberikan selama ini.
7. Bapak Drs. Imam Sujarwo, M.Pd selaku Kepala Sekolah MAN 3 Malang,
yang telah memberikan izin kepada penulis untuk mengadakan penelitian.
8. Bapak Drs. Mochamad Djasa selaku Waka Kurikulum MAN 3 Malang, atas
waktu dan bantuannya yang berharga.
9. Bapak Gunawan, MA selaku koordinator program Madrasah Bertaraf
Internasional (MABI) MAN 3 Malang dan guru mata pelajaran adab, atas
kesempatan dan waktunya dalam memberikan informasi terkait masalah yang
dibahas penulis.
10. Bapak Miftachul Ula R, Biss selaku guru mata pelajaran Siroh Nabawiah dan
Bapak Sukardi, S.Ag selaku guru mata pelajaran Tafsir atas waktu dan
kemurahan hatinya dalam memberikan informasi yang dibutuhkan oleh
penulis.
11. Bapak, Ibu guru dan Staf Karyawan MAN 3 Malang yang telah membantu
kelancaran pelaksanaan penelitian.
12. Teman-teman Jurusan Pendidikan Agama Islam angkatan 2006 dan semua
pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah turut serta membantu
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.


Semoga amal kebaikan mereka semua diterima dan dibalas oleh Allah
SWT. Amin. Tiada kata yang patut penulis sampaikan selain untaian doa, semoga
apa yang telah penulis tawarkan dalam laporan ini bermanfaat bagi semua pihak.
Penulis sadar bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, untuk itu saran dan
kritik yang konstruktif sangat diharapkan untuk memenuhi kekurangan dalam
laporan-laporan selanjutnya.
Demikian apa yang dapat kami berikan untuk itu kami mohon maaf yang
sebesar-besarnya atas segala kekurangan, semoga laporan ini bermanfaat bagi
penulis pada khususnya dan semua pihak yang terkait pada umumnya.

Malang, 08 April 2010

Penulis












DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 : Kegiatan Belajar Mengajar dengan Menggunakan
Pendekatan Belajar Aktif (Active Learning strategy) ....... 53
Tabel 4.1 : Data Guru dan Pegawai MAN 3 Malang ............................... 103





















DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 : Interelasi Variabel Pembelajaran ........................................... 24
Gambar 2.2 : Pembagian Komponen Pembelajaran PAI ............................. 30
Gambar 2.3 : Model pembelajaran yang menggambarkan kedudukan serta
peran guru dan pelajar dalam proses pembelajaran ............... 31
Gambar 2.4 : Model pembelajaran yang menggambarkan kedudukan serta
peran guru dalam proses pembelajaran yang dibantu oleh
media pembelajaran ............................................................... 32
Gambar 2.5 : Model pembelajaran yang menggambarkan kedudukan serta
peran guru dan pelajar dalam proses pembelajaran yang
dibantu oleh media pembelajaran audio visual ...................... 32
Gambar 2.6 : Arus balik dan evaluasi dalam proses kegiatan belajar
mengajar .................................................................................. 33
Gambar 2.7 : Model pembelajaran yang sistematis dan terprogram ............. 34
Gambar 2.8 : Hubungan S-R menurut teori kognitif .................................... 62
Gambar 2. 9 : Proses Pentahapan Menjadi Sekolah/Madrasah Bertaraf
Internasional ........................................................................... 71
Gambar 2. 10 : Penjaminan Mutu Sekolah/Madrasah Bertaraf
Internasional ........................................................................... 72





DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Bukti Konsultasi Bimbingan Skripsi Mahasiswa
Lampiran 2 : Surat Keterangan Penelitian dari Depag Kota Malang
Lampiran 3 : Surat Keterangan Penelitian dari MAN 3 Malang
Lampiran 4 : Struktur Kurikulum Program Madrasah Bertaraf
Internasional (MABI)
Lampiran 5 : Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
Lampiran 6 : Modul Mata Pelajaran Program Madrasah Bertaraf Internasional
(MABI)
Lampiran 7 : Instrumen Penelitian
Lampiran 8 : Foto-Foto Penelitian di MAN 3 Malang
Lampiran 9 : Biodata Mahasiswa












DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN ...................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ iii
HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................... iv
HALAMAN MOTTO .................................................................................... v
HALAMAN NOTA DINAS ........................................................................... vi
HALAMAN PERNYATAAN ........................................................................ vii
KATA PENGANTAR .................................................................................... viii
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xiii
DAFTAR ISI ................................................................................................... xiv
ABSTRAK ...................................................................................................... xviii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ......................................................................... 9
C. Tujuan Penelitian........................................................................... 9
D. Manfaat Penelitian......................................................................... 9
E. Ruang Lingkup Penelitian ............................................................. 11
F. Definisi Operasional ...................................................................... 11


G. Sistematika Pembahasan ............................................................... 12

BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
1. Pengertian, Dasar, dan Tujuan Pembelajaran Pendidikan
Agama Islam ........................................................................ 15
2. Metode Pembelajaran Pendidikan Agama Islam ................. 22
3. Pola Pengembangan Pembelajaran Pendidikan Agama
Islam .................................................................................... 31
4. Model Pembelajaran Pendidikan Agama Islam ................... 38
B. Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional
1. Pengertian Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional.......... 68
2. Landasan Hukum Sekolah/Madrasah Bertaraf
Internasional ........................................................................ 68
3. Konsep Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional .............. 70
4. Kurikulum dan Proses Pembelajaran Sekolah/Madrasah
Bertaraf Internasional .......................................................... 76

BAB III METODE PENELITIAN
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian ................................................. 84
B. Kehadiran Peneliti ....................................................................... 85
C. Lokasi Penelitian ......................................................................... 85
D. Sumber Data ............................................................................... 86


E. Teknik Pengumpulan Data .......................................................... 87
F. Analisis Data ............................................................................... 90
G. Pengecekan Keabsahan Data ...................................................... 92
H. Tahap-Tahap Penelitian .............................................................. 93

BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Obyek Penelitian ........................................................ 95
A. Sejarah Singkat MAN 3 Malang .......................................... 95
B. Mandat dan Nilai Keunggulan MAN 3 Malang .................. 99
C. Visi, Misi, dan Tujuan Madrasah ........................................ 100
D. Sumber Daya Manusia MAN 3 Malang .............................. 101
E. Kurikulum dan Pembelajaran MAN 3 Malang .................... 103
F. Kegiatan Pengembangan Diri MAN 3 Malang ................... 105
G. Prestasi Siswa MAN 3 Malang ............................................ 106
B. Paparan Data Penelitian .............................................................. 106
A. Pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam
program Madrasah Bertaraf Internasional (MABI) di
MAN 3 Malang .................................................................... 110
B. Faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan
pembelajaran Pendidikan Agama Islam program Madrasah
Bertaraf Internasional (MABI) di MAN 3 Malang .............. 119
C. Temuan Penelitian ...................................................................... 124



BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
A. Pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam program
Madrasah Bertaraf Internasional (MABI) di MAN 3 Malang .... 127
B. Faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan
pembelajaran Pendidikan Agama Islam program Madrasah
Bertaraf Internasional (MABI) di MAN 3 Malang ..................... 133

BAB VI PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................................ 136
B. Saran-Saran ........................................................................................ 138

DAFTAR RUJUKAN
LAMPIRAN-LAMPIRAN














ABSTRAK

Iffatunnisa. 2010. Model Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Program
Madrasah Bertaraf Internasional (MABI) di MAN 3 Malang. Skripsi, Jurusan
Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah, Universitas Islam Negeri Maulana
Malik Ibrahim Malang. Prof. Dr. H. Muhaimin, MA.

Kata Kunci: Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, Madrasah Bertaraf
Internasional.

Pada era globalisasi sekarang ini yang telah merambah ke dalam dunia
pendidikan, menuntut sekolah untuk melakukan berbagai upaya yang
berorientasi pada penciptaan kompetensi lulusan yang berdaya saing
global. Upaya yang harus dilakukan dalam rangka memperbaki mutu
sumber daya manusia adalah dengan meningkatan mutu pendidikan terkait
persiapan menghadapi adanya persaingan dan tantangan global di gelanggang
internasional dengan segala pergeseran atau perubahan tata nilai. Seiring dengan
hal tersebut pemerintah berusaha untuk mengangkat keunggulan kualitas
pendidikan yaitu melalui penyelenggaraan Sekolah/ Madrasah Bertaraf
Internasional.
Madrasah sebagai representatif dari sekolah yang berciri khas Islam di
bawah naungan Departemen Agama sudah mulai menyelenggarakan Madrasah
Bertaraf Internasional. Kualitas lulusan madrasah dapat memperoleh pengakuan
dan kualitas yang sama dengan sekolah umum lainnya. Sejalan dengan program
unggulan fullday school, boarding school, dan program akselerasi MAN 3 Malang
menyediakan kelas khusus Madrasah Aliyah Bertaraf Internasional (MABI)
berorientasi Timur Tengah. Berangkat dari latar belakang itulah penulis kemudian
ingin membahasnya dalam skripsi dan mengambil judul Model Pembelajaran
Pendidikan Agama Islam Program Mdrasah Bertaraf Internasional (MABI) di
MAN 3 Malang.
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan
pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam program Madrasah Bertaraf
Internasional (MABI) di MAN 3 Malang serta untuk mendeskripsikan faktor
pendukung dan penghambat pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam
program Madrasah Bertaraf Internasional (MABI) di MAN 3 Malang.
Penelitian yang penulis lakukan ini adalah termasuk dalam penelitian
deskriptif kualitatif. Dalam perjalanan mengumpulkan data, penulis menggunakan
metode observasi, interview, dan dokumentasi. Sedangkan untuk analisisnya,
penulis menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif, yaitu berupa data-data
yang tertulis atau dari lisan orang, dan pengamatan ke tempat lokasi secara
langsung, sehingga dalam hal ini penulis berupaya mengadakan penelitian yang
bersifat menggambarkan secara menyeluruh tentang keadaan yang sebenarnya.
Selain itu, untuk mendukung uraian dari keadaan yang sebenarnya ada
dilapangan, disini penulis sertakan dokumentasi sebagai pelengkap dan penguat
data penelitian.


Hasil penelitian yang dilakukan penulis dapat disampaikan di sini
bahwasanya secara umum pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam di
program Madrasah Bertaraf Internasional (MABI) tidak jauh berbeda dengan
kelas reguler, yang membedakannya terletak pada pengantar pembelajaran yang
menggunakan Bahasa Arab dan modulnya sebagian besar berupa kitab-kitab
dengan literatur berbahasa Arab dari Timur Tengah, dengan kurikulum yang
dikembangkan dari kurikulum MAPK (Madrasah Aliyah Program Keagamaan)
dengan KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan).
Untuk mencapai hasil yang maksimal dalam pelaksanaan pembelajaran
Pendidikan Agama Islam di program Madrasah Bertaraf Internasional (MABI)
dari sini dapat dipahami bahwa faktor pendukungnya disamping kemampuan
siswa Madrasah Aliyah Bertaraf Internasional (MABI) yang secara aktif dapat
menggunakan Bahasa Arab sebagai bahasa pengantar, adanya struktur kurikulum,
juga dilengkapi dengan fasilitas penunjang pembelajaran yang memadai.
Sedangkan beberapa faktor yang menjadi penghambat dalam pelaksanaan
pembelajaran Pendidikan Agama Islam di program Madrasah Aliyah Bertaraf
Internasional (MABI), diantaranya belum adanya legalitas hukum berupa SK dari
pusat terkait program tersebut, kompetensi guru yang masih belum maksimal,
kemampuan di antara siswa yang tidak sama serta keterbatasan literatur yang ada.
Pengoptimalan pelaksanaan pembelajaran dan sarana penunjang
pembelajaran terkait untuk segera memiliki legalitas hukum, penjaringan seleksi
siswa yang lebih selektif dan penambahan literatur yang ada dapat merupakan
salah satu alternatif yang dapat dilakukan untuk mencari jalan keluar dari
permasalahan yang ada. Kalaupun masih ada alternatif lain yang lebih baik dari
apa yang telah disampaikan dalam skripsi ini, maka hal itu dapat dijadikan
masukan agar skripsi ini dapat terus berkembang.













BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan kunci kemajuan dan peradaban suatu bangsa.
Semakin baik kualitas pendidikan yang diselenggarakan oleh suatu
masyarakat/ bangsa, maka akan diikuti dengan semakin baik pula kualitas
sumber daya masyarakat/ bangsa tersebut yang kemudian dapat melahirkan
peradaban bernilai tinggi yang dibangun di atas fondasi ilmu pengetahuan.
Pendidikan senantiasa menjawab kebutuhan masyarakat dan tantangan yang
muncul di kalangan masyarakat, sebagai konsekuensi dari suatu perubahan
2

melalui pendidikan dan pengajaran di sekolah formal maupun non formal.
Dalam Undang-Undang Sisdiknas No 20 Tahun 2003, disebutkan
bahwa:
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,
bangsa dan negara.
3


Pendidikan itu sendiri tidak bisa dipisahkan dari masyarakat karena
keduanya saling memberi informasi dan memadukan antara program dan
pelaksanaan. Pendidikan yang bermutu tidak terlepas dari sebuah manajemen/

2
Hujair Sananki, Paradigma Pendidikan Islam (Membangun Masyarakat Modern), (Yogyakarta:
Safarina Insani Press, 2003), hlm. 3.
3
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sisdiknas, (Bandung: Citra
Umbara, Januari, 2006), hlm. 72.


pengaturan dalam melaksanakan tugas kependidikan, karena sekolah
layaknya institusi/ lembaga yang mengemban misi untuk melakukan proses
edukasi, proses sosialisasi dan proses transformasi pada peserta didik, dalam
rangka mengantarkan mereka melanjutkan ke jenjang berikutnya.
Pada era globalisasi sekarang ini yang telah merambah ke dalam dunia
pendidikan, menuntut sekolah untuk melakukan berbagai upaya yang
berorientasi pada penciptaan kompetensi lulusan yang berdaya saing
global. Upaya yang harus dilakukan dalam rangka memperbaki mutu
sumber daya manusia adalah dengan meningkatan mutu pendidikan.
Pendidikan di Indonesia pada era globalisasi dituntut untuk
menghasilkan sumber daya manusia yang unggul di bidang pengetahuan
serta mampu bersaing di dunia teknologi juga punya jiwa kebangsaan yang
tinggi, sehingga di manapun berada selalu memberikan karya terbaik bagi
bangsa dan negaranya.
Adanya dasar pendidikan manusia abad ke-21 yang diajukan oleh
UNESCO (United Nations Educational, Scientific and Cultural
Organization) yaitu: learning how to think, learning how to do, learning to
be. learning how to learn dan learning how to live juga perlu diperhatikan
oleh sistem pendidikan kita dikarenakan terkait persiapan menghadapi
tantangan global dan adanya persaingan di gelanggang internasional dengan
segala pergeseran atau perubahan tata nilai.
4



4
Siti Kusrini, dkk, Keterampilan Dasar Mengajar (PPL) Berorientasi Pada Kurikulum Berbasis
Kompetensi, (Malang: Fakultas Tarbiyah UIN Malang, 2009), hlm. 13.


Teknologi komunikasi dan informasi yang begitu pesat rasanya
memang tidak menjadikan perdebatan bila perkembangan ini diikuti
dengan mendirikan sekolah/ madrasah bertaraf internasional di
Indonesia. Pendidikan dan pelatihan adalah suatu yang sangat dibutuhkan
sehubungan menjelang tahun 2020 perkonomian Indonesia akan berubah dan
berkembang ke arah perekonomian global, yang diikuti dengan perubahan
arah perusahaan dan industri harus berkembang sesuai dengan tuntutan
global, sehingga diperlukan pengembangan sumber daya manusia melalui
pendidikan dan pelatihan yang mampu memenuhi dan mengimbangi
kebutuhan lokal, regional maupun internasional.
Secara umum pendidikan di Indonesia sedang menghadapi dua
tantangan yang berat, yaitu tantangan internal dan eksternal. Bangsa
Indonesia telah dihadapkan pada hasil-hasil studi internasional yang selalu
menempatkan negara kita dalam posisi guru kunci untuk masalah pendidikan.
Hasil studi The Third International Mathematics and Science Study Repeat
1999 (TIMSS-R 1999) yang dilaksanakan pada 38 negara dari lima benua,
yaitu Asia, Australia, Afrika, Amerika dan Eropa, menempatkan peserta didik
SLTP Indonesia pada urutan ke-32 dan 34 untuk skor tes IPA dan
Matematika.
5
Peserta didik SLTP dari negara tetangga Singapura menduduki
urutan pertama untuk skor tes Matematika dan kedua untuk IPA. Sedangkan
peserta didik dari Malaysia berada pada urutan ke-16 untuk Matematika dan
22 untuk IPA. Indikator lain menunjukkan bahwa berdasarkan pada Human

5
Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah dan
Perguruan Tinggi, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005), hlm. 191.


Development Index (HDI), Indonesia berada pada urutan ke-102 dari 104
negara dan Indonesia masih di bawah Vietnam. Di samping itu hasil studi
International Institute for Development menempatkan Indonesia pada urutan
ke-49 dari 49 negara.
Di sisi lain dalam tantangan eksternal adalah adanya pasar bebas
ASEAN (AFTA) berlaku sejak tahun 2003 yang lalu dan untuk beberapa
tahun ke depan yaitu adanya kerja sama ekonomi Asia Pasifik (APEC) yang
akan berlaku pada tahun 2010 untuk negara-negara maju dan tahun 2020
untuk seluruh anggotanya termasuk Indonesia. Yang semua itu dapat
dijadikan titik tolak dalam mengembangkan pendidikan nasional pada
umumnya.
6
Oleh karenanya perlu adanya pembaharuan dalam sistem
pendidikan untuk memperoleh pendidikan yang unggul dan merata bagi
seluruh rakyat Indonesia. Salah satunya terlihat dari adanya Undang-Undang
No 20 Tahun 2003 Tentang Sisdiknas
7
yang pada Pasal 49 ayat (1)
dinyatakan bahwa:
Dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan
kedinasan dialokasikan minimal 20 % dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN) pada sektor pendidikan dan minimal 20 %
dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
8


Seiring dengan diberlakukannya Undang-Undang Otonomi Daerah
dan sistem pendidikan terpusat (sentralistik) beralih ke model desentralisasi,
pemerintah berusaha untuk mengangkat keunggulan kualitas pendidikan yaitu

6
Ibid., hlm. 192.
7
Abuddin Nata, Modernisasi Pendidikan Islam Indonesia, (Jakarta: UIN Press, 2006), hlm. 4.
8
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sisdiknas, Op.Cit., hlm.
101.


melalui penyelenggaraan Sekolah/ Madrasah Bertaraf Internasional (S/MBI).
Langkah tersebut bertujuan untuk meraih puncak keunggulan hasil
pendidikan dan mampu berdaya saing di forum internasional melalui
penyelenggaraan S/MBI.
Upaya kongkrit tersebut sekaligus sebagai perwujudan dari amanat
Undang-Undang Sisdiknas No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional tepatnya pada pasal 50 ayat (3) yaitu:
Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah menyelenggarakan
sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang
pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang
bertaraf internasional.
9


Selain itu, Undang-Undang No 17 Tahun 2007 tentang rencana
pembangunan jangka panjang nasional tahun 2005-2025 menetapkan skala
prioritas utama dalam rencana pembangunan jangka menengah tahun 2005-
2009 untuk meningkatkan kualitas dan akses masyarakat terhadap pelayanan
pendidikan yaitu pemerintah menargetkan SBI sebanyak 112 yang tersebar di
seluruh Indonesia
10
. Gebrakan tersebut akhir-akhir ini memunculkan trend di
lembaga pendidikan formal untuk menyelenggarakan S/MBI.
Munculnya kebijakan tentang desentralisasi pendidikan, sebagai
implikasi dari pemberlakuan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22
Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor
25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi
sebagai Daerah Otonom, sebenarnya merupakan angin segar bagi kehidupan

9
Ibid., hlm. 102.
10
Hermana, Suemantri, Dalam Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Edisi Khusus 1 tahun ke-13,
(Jakarta: Diknas, Agustus, 2007), hlm. 5.


madrasah. Pergeseran pola sentralisasi ke desentralisasi dalam pengelolaan
pendidikan ini merupakan upaya pemberdayaan madrasah dalam peningkatan
mutu pendidikan secara berkelanjutan, terarah dan menyeluruh.
11

Dalam rangka pembaharuan sistem pendidikan nasional telah
ditetapkan visi, misi dan strategi pembangunan pendidikan nasional. Visi
pendidikan nasional adalah terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata
sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga
negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga
mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah.
Terkait dengan visi tersebut telah ditetapkan serangkaian prinsip
penyelenggaraan pendidikan untuk dijadikan landasan dalam pelaksanaan
reformasi pendidikan. Salah satu prinsip tersebut adalah pendidikan
diselenggarakan sebagai proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta
didik yang berlangsung sepanjang hayat. Dalam proses tersebut diperlukan
guru yang memberikan keteladanan, membangun kemauan, dan
mengembangkan potensi dan kreativitas peserta didik. Implikasi dari
prinsip ini adalah pergeseran paradigma proses pendidikan, yaitu dari
paradigma pengajaran ke paradigma pembelajaran. Pembelajaran adalah
proses interaksi peserta didik dengan guru dan sumber belajar pada suatu
lingkungan belajar. Proses pembelajaran perlu direncanakan, dilaksanakan,
dinilai, dan diawasi agar terlaksana secara efektif dan efsien.
Mengingat kebhinekaan budaya, keragaman latar belakang dan

11
Muhaimin, Op.Cit., hlm. 187.


karakteristik peserta didik, serta tuntutan untuk menghasilkan lulusan
yang bermutu, proses pembelajaran untuk setiap mata pelajaran harus
fleksibel, bervariasi, dan memenuhi standar. Proses pembelajaran pada
setiap satuan pendidikan dasar dan menengah harus interaktif, inspiratif,
menyenangkan, menantang, dan memotivasi peserta didik untuk
berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa,
kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan
perkembangan fsik serta psikologis peserta didik.
Sesuai dengan amanat Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan salah satu standar yang harus
dikembangkan adalah standar proses. Standar proses adalah standar
nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran
pada satuan pendidikan untuk mencapai kompetensi lulusan.
Standar proses berisi kriteria minimal proses pembelajaran pada
satuan pendidikan dasar dan menengah di seluruh wilayah hukum Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Standar proses ini meliputi perencanaan proses
pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil
pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran untuk terlaksananya
proses pembelajaran yang efektif dan efsien. Standar proses tersebut berlaku
untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah pada jalur formal, baik pada
sistem paket maupun pada sistem kredit semester.
12

Madrasah sebagai representatif dari sekolah berciri khas Islam pun

12
Badan Standar Nasional Pendidikan, Peraturan Menteri Pendiidkan Nasional Republik
Indonesia nomor 41 tahun 2007 tentang Standar Proses Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan
Menengah, (Jakarta: Badan Standar Nasional Pendidikan, 2007), hlm. 5-7.


yang secara khusus penanganannya di bawah naungan Departemen Agama
sudah mulai menyelenggarakan Madrasah Bertaraf Internasional (MBI).
Kualitas lulusan madrasah dapat memperoleh pengakuan dan kualitas yang
sama dengan sekolah umum lainnya.
MAN 3 Malang secara berkesinambungan terus berpacu dalam
peningkatan kualitas pelayanan dan pelaksanaan pendidikan untuk
mengantarkan peserta didik mampu memiliki kemantapan aqidah, kekhusuan
ibadah, keluasan IPTEK, dan keluhuran akhlak, sehingga dapat berprestasi
dalam rangka mengemban tugas sebagai kholifatullah di muka bumi.
Dalam rangka mewujudkan tujuan tersebut dan sejalan dengan
program unggulan fullday school, boarding school, dan program akselerasi
MAN Model Malang ini menyediakan kelas khusus Madrasah Aliyah
Bertaraf Internasional (MABI) berorientasi Timur Tengah. Keberadaan
MABI tersebut sangat strategis bagi MAN 3 Malang sebagai jawaban atas
masih banyaknya anggapan bahwa madrasah sebagai lembaga nomor dua
yang tidak mampu bersaing dan berprestasi secara nasional, apalagi
internasional.
13

Kenyataan di atas mendorong peneliti untuk mengetahui kenyataan
dengan mengamati secara teliti dan sistematis melalui penelitian. Kegiatan ini
akan penulis terapkan pada MAN 3 Malang, dengan mengambil judul Model
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Program Madrasah Bertaraf
Internasional (MABI) di MAN 3 Malang.

13
Sumber: Administrasi, Brosur Penerimaan Siswa Baru (PSB) tahun pelajaran 2010/2011.


B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka peneliti
memfokuskan penelitian ini sebagai berikut:
1. Bagaimana pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam program
Madrasah Bertaraf Internasional (MABI) di MAN 3 Malang?
2. Bagaimana faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan
pembelajaran Pendidikan Agama Islam program Madrasah Bertaraf
Internasional (MABI) di MAN 3 Malang?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka peneliti merumuskan
beberapa tujuan yang hendak dicapai sebagai berikut:
1. Mendeskripsikan pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam
program Madrasah Bertaraf Internasional (MABI) di MAN 3 Malang.
2. Mendeskripsikan faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan
pembelajaran Pendidikan Agama Islam program Madrasah Bertaraf
Internasional (MABI) di MAN 3 Malang.

D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi kontribusi konstruktif
terhadap lembaga pendidikan. Adapun secara detail kegunaan penelitian ini
adalah sebagai berikut:



1. Bagi lembaga pendidikan (madrasah)
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi kontribusi positif sekaligus
sebagai bahan pertimbangan bagi lembaga pendidikan mengenai program
Madrasah Bertaraf Internasional (MABI) khususnya madrasah yang
ingin/sedang menerapkan program Madrasah Bertaraf Internasional
(MABI) sebagai salah satu cara atau metode pengembangan madrasah itu
sendiri. Sehingga penelitian ini menjadi salah satu media terkait
gambaran pembelajaran Pendidikan Agama Islam program Madrasah
Bertaraf Internasional (MABI).
2. Bagi pemerintah/Diknas/Depag
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi bagi Diknas dan
Departemen Agama (Depag) khususnya terkait upaya penyelenggaraan
Madrasah Bertaraf Internasional (MABI) sesuai dengan amanat UU
Tahun 2003 No 20 tentang penyelenggaraan Sekolah/Madrasah Bertaraf
Internasional (S/MBI), baik jangka menengah maupun jangka panjang.
Sehingga kemudian dapat mengetahui di mana kekuatan dan kelemahan
yang dihadapi sekolah dalam mengimplementasikan Pendidikan Agama
Islam di Madrasah Bertaraf Internasional (MABI), dan dapat menjadi
bahan evaluasi serta pertimbangan kebijakan selanjutnya.
3. Bagi pengembangan khasanah keilmuan
Dapat memberikan kontribusi terhadap pengelola pendidikan Islam,
terutama di madrasah, sebagai komponen penting dalam dunia
pendidikan, dan dapat dijadikan acuan bagi peneliti selanjutnya.


E. Ruang Lingkup Penelitian
Luasnya cakupan Pendidikan Agama Islam (PAI) pada Madrasah
Aliyah menjadi kendala bagi peneliti. Sehingga penelitian ini akan semakin
melebar jika tidak dibatasi sebelumnya. Cakupan Pendidikan Agama Islam
sendiri pada Madrasah Aliyah reguler terdapat lima bidang mata pelajaran
yaitu Al-Quran Hadits, Fiqih, Sejarah Kebudayaan Islam (SKI), Aqidah
Akhlaq dan Bahasa Arab. Namun dalam program Madrasah Bertaraf
Internasional (MABI) berorientasi Timur Tengah ini cakupan Pendidikan
Agama Islam diantaranya meliputi bidang mata pelajaran Al-Quran dan
Tajwid, Fiqih waushuluhu, Tauhid, Siroh Nabawiah, Nahwu Sharaf dan lain
sebagainya. Maka dari itu peneliti akan memfokuskan penelitian ini pada
proses pembelajaran PAI di dalam kelas (mata pelajaran siroh nabawiah, adab
dan tafsir) dan peneliti mengerucutkan penelitiannya pada pelaksanaan
pembelajaran dan faktor pendukung serta penghambat pelaksanaan
pembelajaran Pendidikan Agama Islam program Madrasah Bertaraf
Internasional (MABI) di MAN 3 Malang.

F. Definisi Operasional
Untuk mempermudah pemahaman dan menghindari kerancuan
pengertian, maka perlu adanya penegasan judul dalam penulisan penelitian ini
sesuai dengan fokus yang terkandung dalam tema pembahasan antara lain
sebagai berikut:



1. Model
Model adalah bentuk mode; bentuk rupa; bentuk; contoh.
14

2. Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam adalah suatu upaya
membelajarkan peserta didik agar dapat belajar, butuh belajar, terdorong
belajar, mau belajar dan tertarik untuk terus menerus mempelajari agama
Islam, baik untuk kepentingan mengetahui bagaimana cara beragama
yang benar maupun mempelajari Islam sebagai pengetahuan.
15

3. Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional
Sekolah/madrasah bertaraf internasional adalah sekolah/madrasah
nasional yang menyiapkan peserta didiknya berdasarkan standar nasional
pendidikan (SNP) Indonesia dan tarafnya internasional, sehingga
lulusannya memiliki kemampuan daya saing internasional.
16


G. Sistematika Pembahasan
Untuk mempermudah pembahasan dalam skripsi ini, penulis
memperinci dalam sistematika pembahasan sebagai berikut:
BAB I Merupakan pendahuluan yang didalamnya memuat latar belakang
masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,

14
Windy Novia, Kamus Ilmiah Populer Edisi Lengkap, (Wacana Intelektual Press, 2009), hlm.
318.
15
Muhaimin, dkk, Paradigma Pendidikan Islam Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam
di Sekolah, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2001), hlm. 183.
16
Departemen Pendidikan Nasional, Sistem Penyelenggaraan Sekolah Bertaraf Internasional
(SBI) Untuk Pendidikan Dasar dan Menengah, (Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, 2006),
hlm. 3.


ruang lingkup penelitian, definisi operasional dan sistematika
pembahasan.
BAB II Mendeskripsikan kajian pustaka yang di dalamnya meliputi konsep
pembelajaran Pendidikan Agama Islam: yang di dalamnya memuat
pengertian, dasar, dan tujuan pembelajaran Pendidikan Agama
Islam, metode pembelajaran Pendidikan Agama Islam, pola
pengembangan pembelajaran Pendidikan Agama Islam dan model
pembelajaran Pendidikan Agama Islam serta konsep tentang
sekolah/madrasah bertaraf internasional: yang di dalamnya memuat
pengertian sekolah/madrasah bertaraf internasional, landasan
hukum sekolah/madrasah bertaraf internasional, konsep
sekolah/madrasah bertaraf internasional serta kurikulum dan proses
pembelajaran sekolah/madrasah bertaraf internasional.
BAB III Metodologi penelitian yang terdiri dari pendekatan dan jenis
penelitian, kehadiran peneliti, lokasi penelitian, sumber data, teknik
pengumpulan data, analisis data, pengecekan keabsahan data, dan
tahap-tahap penelitian.
BAB IV Memaparkan tentang hasil penelitian yang meliputi deskripsi obyek
penelitian: Sejarah Singkat MAN 3 Malang, Mandat dan Nilai
Keunggulan MAN 3 Malang, Visi, Misi, dan Tujuan Madrasah,
Sumber Daya Manusia MAN 3 Malang, Kurikulum dan
Pembelajaran MAN 3 Malang, Kegiatan Pengembangan Diri MAN
3 Malang, dan Prestasi Siswa MAN 3 Malang. Paparan data


penelitian: tentang pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama
Islam program Madrasah Bertaraf Internasional (MABI) di MAN 3
Malang serta faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan
pembelajaran Pendidikan Agama Islam program Madrasah Bertaraf
Internasional (MABI) di MAN 3 Malang. Serta temuan penelitian.
BAB V Pembahasan hasil penelitian yang merupakan pembahasan dan
analisis terhadap temuan penelitian.
BAB VI Penutup yang meliputi, kesimpulan dan saran.


















BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
1. Pengertian, Dasar, dan Tujuan Pembelajaran Pendidikan Agama
Islam
Berbicara tentang Pendidikan Agama Islam tidak lepas dari
pengertian pendidikan secara umum, karena pengertian Pendidikan
Agama Islam sama halnya dengan pengertian pendidikan secara luas
pada umumnya, hanya saja landasan yang digunakan dalam Islam.
Di dalam UU RI N0 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, pasal 1 dijelaskan bahwa:
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlaq mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara.
17


Langeveld memberikan pengertian bahwa pendidikan adalah
setiap usaha, pengarahan, perlindungan, dan bantuan yang diberikan
kepada anak tertuju kepada pendewasaan anak itu, atau lebih tepat
membantu anak agar cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri.
Pengaruh itu datangnya dari orang dewasa (atau yang diciptakan oleh

17
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sisdiknas, Op.Cit., hlm.
72.


orang dewasa seperti sekolah, buku, putaran hidup sehari-hari, dan
sebagainya) dan ditunjukkan kepada orang-orang yang belum dewasa.
Sedangkan menurut Ki Hajar Dewantoro bahwa pendidikan
adalah tuntunan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak, maksudnya
pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-
anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat
dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-
tingginya.
18

Jadi pendidikan merupakan suatu proses terhadap anak didik yang
berlangsung terus menerus sampai anak didik mencapai pribadi dewasa.
Proses ini berlangsung dalam jangka waktu tertentu, bila anak didik
sudah mencapai pribadi dewasa, maka ia sepenuhnya mampu bertindak
sendiri bagi kesejahteraan hidupnya dan masyarakatnya. Dengan
demikian pengertian Pendidikan Agama Islam adalah usaha-usaha yang
sistematis dan pragmatis dalam membantu anak didik agar mereka hidup
sesuai dengan ajaran Islam.
19

Adapun definisi dari Pendidikan Agama Islam menurut para ahli
adalah:
a) Menurut Zakiyah Daradjat, berpendapat bahwa Pendidikan Agama
Islam adalah suatu usaha untuk membina dan mengasuh peserta
didik agar senantiasa dapat memahami ajaran Islam secara

18
Hasbullah, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), hlm. 2-4.
19
Zuhairini, dkk, Metodologi Pendidikan Agama, (Solo: Ramadhani, 1993), hlm. 1.


menyeluruh. Lalu menghayati tujuan, yang pada akhirnya dapat
mengamalkan serta menjadikan Islam sebagai pandangan hidup.
b) Menurut Tayar Yusuf, berpendapat bahwa Pendidikan Agama Islam
adalah sebagai usaha sadar generasi tua untuk mengalihkan
pengalaman, pengetahuan, kecakapan dan keterampilan kepada
generasi muda agar kelak menjadi manusia bertaqwa kepada Allah
SWT.
20

c) Menurut A.Tafsir, berpendapat bahwa Pendidikan Agama Islam
adalah bimbingan yang diberikan kepada seseorang agar ia
berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran Islam.
d) Menurut Ahmad D Marimba, berpendapat bahwa Pendidikan Agama
Islam adalah bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan hukum-
hukum ajaran Islam menuju terbentuknya kepribadian utama
menurut aturan-aturan Islam.
21

e) Menurut Muhaimin, berpendapat bahwa Pendidikan Agama Islam
adalah usaha sadar untuk menyiapkan siswa dalam meyakini,
memahami, menghayati dan mengamalkan agama Islam melalui
bimbingan, pengajaran, dan/atau latihan atas tujuan yang hendak
dicapai.
22


20
Abdul Majid, Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi, (Bandung: PT
remaja Rosdakarya, 2004), hlm. 130.
21
Ahmad D Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: PT Al-Maarif, 1986),
hlm. 23.
22
Muhaimin, dkk, Paradigma Pendidikan Islam Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam
di Sekolah, Op.Cit., hlm. 75-76.


Dari beberapa pengertian Pendidikan Agama Islam di atas, dapat
ditarik kesimpulan bahwa Pendidikan Agama Islam merupakan usaha
sadar yang dilakukan pendidik dalam rangka untuk mempersiapkan peserta
didik untuk meyakini, memahami, dan mengamalkan ajaran Islam melalui
kegiatan bimbingan, pengajaran, atau pelatihan yang telah ditentukan
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Penyelenggaraan pembelajaran merupakan salah satu tugas utama
guru. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Dimyati dan Mujiono bahwa
pembelajaran dapat diartikan sebagai kegiatan yang ditujukan untuk
pembelajaran siswa.
23
Pembelajaran berasal dari kata dasar ajar yang
artinya petunjuk yang diberikan kepada orang supaya diketahui. Dari kata
ajar ini lahirlah kata kerja belajar yang berarti berlatih atau berusaha
memperoleh kepandaian dan ilmu. Dan kata pembelajaran berasal dari
kata belajar yang mendapat awalan pem dan akhiran an yang
merupakan konfiks nominal (bertalian dengan perfiks verbal meng-)
yang mempunyai arti proses.
24

Berikut beberapa definisi tentang pembelajaran yang dikemukakan
oleh para ahli:

23
Dimyati dan Mujiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1999), hlm. 114.
24
Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1990), hlm. 664.


a) Menurut Degeng, pembelajaran (atau ungkapan yang lebih dikenal
sebelumnya pengajaran) adalah upaya untuk membelajarkan
siswa.
25

b) Menurut Muhaimin, pembelajaran adalah upaya untuk membelajarkan
siswa untuk belajar. Kegiatan ini mengakibatkan siswa mempelajari
sesuatu dengan cara lebih efektif dan efisien.
26

c) Menurut Oemar Hamalik, pembelajaran adalah suatu usaha
mengorganisasi lingkungan sehingga menciptakan kondisi belajar bagi
siswa.
27

Dari penjabaran di atas, dapat diperoleh sebuah pengertian bahwa
pembelajaran Pendidikan Agama Islam adalah upaya membelajarkan
siswa untuk dapat memahami, menghayati dan mengamalkan nilai-nilai
agama Islam melalui bimbingan, pengajaran atau latihan. Hal ini sesuai
dengan yang diungkapkan oleh Muhaimin bahwa pembelajaran
Pendidikan Agama Islam adalah:
Suatu upaya membelajarkan peserta didik agar dapat belajar,
butuh belajar, terdorong belajar, mau belajar dan tertarik untuk
terus menerus mempelajari agama Islam, baik untuk kepentingan
mengetahui bagaimana cara beragama yang benar maupun
mempelajari Islam sebagai pengetahuan.
28


Yang dimaksud dengan dasar pendidikan adalah suatu landasan
yang dijadikan pengalaman dalam menyelenggarakan pendidikan.

25
I nyoman Sudana Degeng, Buku Pegangan Teknologi Pendidikan, Pusat Antar Universitas
untuk Peningkatan dan Pengembangan Aktivitas Instruksional Universitas Terbuka, (Jakarta:
Depdikbud RI, Dirjen Dikti, Jakarta, 1993), hlm. 1.
26
Muhaimin, dkk, Strategi Belajar Mengajar, (Surabaya: CV Citra Media, 1996), hlm. 99.
27
Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), hlm. 48.
28
Muhaimin, dkk, Paradigma Pendidikan Islam Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam
di Sekolah, Op.Cit., hlm. 183.


Landasan ini menurut Zuhairini dan Abdul Ghofir dapat ditinjau dari
beberapa segi, yaitu segi hukum, segi religius dan segi psikologis.
29

Kemudian Moh Amin menjelaskan bahwa pendidikan agama
diselenggarakan karena:
30

a. Memenuhi kebutuhan dan hajat manusia,
b. Dibenarkan oleh undang-undang dan peraturan pemerintah (yuridis
formal),
c. Dasar-dasar yang bersumber ajaran agama Islam.
Dari kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa
penyelenggaraan pendidikan agama mempunyai dasar-dasar yang sangat
kuat, yaitu kebutuhan manusia sendiri, perintah dari ajaran agama yang
dianut dan hukum yuridis formal.
Dari segi hukum (yuridis), dasar pelaksanaan peendidikan agama
tersirat dalam UUD 45 pasal 29 ayat 1 dan 2 yang menyatakan bahwa
negara berdasarkan atas ke-Tuhanan Yang Maha Esa dan negara akan
menjamin masyarakat dalam memeluk dan menjalankan ajaran agama
masing-masing. Dari sini, pasal tersebut menjelaskan bahwa orang
Indonesia harus beragama. Dan isi pasal tersebut tidak mungkin akan
dapat direalisasikan jika tidak ada pendidikan agama yang dapat
mengarahkan pada tujuan tersebut. Oleh karenanya diperlukan adanya
pendidikan agama.

29
Zuhairini dan Abdul Ghofir, Metodologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Malang:
UIN Press, 2004), hlm. 4.
30
Moh. Amin, Pengantar Ilmu Pendidikan Agama Islam, (Surabaya: Garuda Buana, 1992), hlm.
28.


Sedangkan dasar ideal (agama Islam) pelaksanaan pendidikan
agama sudah jelas dan tegas yaitu firman Allah SWT misalnya dalam QS.
An-Nahl: 125 yang berisi tentang ajakan untuk memeluk agama Allah
SWT dengan cara bijaksana dan dengan memberikan pelajaran yang baik.
# <) 6 7n/ 3t:$/ 9# t:# ( 9_ L9$/ m& 4
) 7/ =& / &#6 ( =& G9$/
Artinya:
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan
pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.
Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang
tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang
yang mendapat petunjuk. (QS An Nahl:125)

Pembelajaran Pendidikan Agama Islam pun bertujuan untuk
menumbuhkan dan meningkatkan keimanan, melalui pemberian dan
pemupukan pengetahuan, penghayatan, pengamalan serta pengalaman
peserta didik tentang agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang
terus berkembang dalam hal keimanan, ketaqwaannya kepada Allah SWT
serta berakhlaq mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa
dan benegara serta untuk dapat melanjutkan pada jenjang yang lebih
tinggi.
31


31
Departemen Agama RI, Kurikulum 2004 (Pedoman Khusus Pengembangan Silabus dan
Penilaian Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam) Sekolah Menengah Pertama. (Jakarta:
Departemen Agama), hlm. 2.


Dari tujuan tersebut dapat ditarik beberapa definisi yang hendak
ditingkatkan dan dituju oleh kegiatan pembelajaran Pendidikan Agama
Islam yaitu:
a. Dimensi keimanan peserta didik terhadap ajaran agama Islam.
b. Dimensi pemahaman atau penalaran serta keilmuan peserta didik
terhadap ajaran agama Islam.
c. Dimensi pengalamannya dalam arti bagaimana ajaran agama Islam
telah diimani, dipahami dalam dirinya untuk menggerakkan,
mengamalkan dan mentaati ajaran agama dan nilai-bilainya dalam
kehidupan pribadi sebagai manusia yang beriman dan bertaqwa
kepada Allah SWT.
2. Metode Pembelajaran PAI
Secara etimologi, istilah metode berasal dari bahasa Yunani
metodos. Kata ini terdiri dari dua suku kata: metha yang berarti
jalan atau cara. Metode berarti suatu jalan yang dilalui untuk mencapai
tujuan, sehingga dapat dipahami bahwa metode berarti suatu cara yang
harus dilalui untuk menyajikan bahan pelajaran agar tercapai tujuan
pengajaran.
32

Jadi yang dimaksud metode Pendidikan Agama Islam di sini
adalah cara yang dapat ditempuh dalam memudahkan pencapaian tujuan
Pendidikan Agama Islam.

32
Zuhairini dan Abdul Ghofir, Op.Cit., hlm. 54.


Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam memilih metode
mengajar sebagai berikut:
(a) Tujuan yang hendak di capai,
(b) Peserta didik,
(c) Bahan atau materi yang akan diajarkan,
(d) Fasilitas,
(e) Guru,
(f) Situasi,
(g) Partisipasi,
(h) Kebaikan dan kelemahan metode.
33

Dengan demikian jelas bahwa dalam pelaksanaan Pendidikan
Agama Islam diperlukan suatu pengetahuan tentang metodologi
pendidikan agama, dengan tujuan agar pendidikan agama dapat
memperoleh pengertian dan kemampuan mendidik agama yang
dilengkapi dengan pengetahuan tentang keterampilan dasar mengajar
sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan peserta didik.
Dalam proses pembelajaran pendidikan agama terdapat tiga
komponen utama yang saling berpengaruh. Ketiga komponen tersebut
adalah: (1) kondisi pembelajaran; (2) metode pembelajaran; (3) hasil
pembelajaran. Ketiga komponen tersebut memiliki interelasi
sebagaimana tertera pada gambar di bawah ini:


33
Ibid., hlm. 57-59.







Gambar 2.1
Interelasi Variabel Pembelajaran (Degeng, 1989)
34



Dari diagram di atas, dapat diuraikan lebih rinci mengenai ketiga
komponen utama faktor-faktor yang mempengaruhi pembelajaran PAI
tersebut, yakni sebagai berikut:
a. Kondisi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
Kondisi pembelajaran PAI adalah faktor-faktor yang
mempengaruhi penggunaan metode dalam meningkatkan hasil
pembelajaran PAI. Karena itu, perhatian kita adalah berusaha
mengindentifikasi dan mendeskripsikan faktor-faktor yang termasuk
kondisi pembelajaran, yaitu (1) tujuan dan karakteristik bidang studi
PAI; (2) kendala dan karakteristik bidang studi PAI, dan (3)
karakteristik peserta didik.
35

Tujuan pembelajaran PAI adalah pernyataan tentang hasil
pembelajaran PAI. Tujuan pembelajaran ini bersifat umum, bisa
dalam kontinum umum-khusus, dan bisa bersifat khusus. Tujuan PAI
yang bersifat umum tercermin dalam GBPP mata pelajaran PAI di

34
Muhaimin, dkk, Paradigma Pendidikan Islam Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam
di Sekolah, Op.Cit., hlm. 146.
35
Ibid., hlm. 150.
Kondisi Pembelajaran
Metode Pembelajaran

Hasil Pembelajaran
2
1


sekolah, bahwa PAI bertujuan "meningkatkan keimanan, pemahaman,
penghayatan, dan pengamalan siswa terhadap agama Islam sehingga
menjadi manusia muslim yang beriman dan bertaqwa kepada Allah
SWT serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara serta untuk melanjutkan pendidikan pada
jenjang yang lebih tinggi"
Pernyataan tujuan tersebut masih sangat luas, idealis, dan
sangat umum. Sehingga perlu dijabarkan unsur-unsur yang terkandung
dalam rumusan tujuan tersebut pada tataran yang lebih rinci dan
operasional. Tujuan dalam kontinum umum-khusus, misalnya siswa
memiliki kesadaran dan tanggung jawab terhadap lingkungan serta
terbiasa menampilkan perilaku agama dalam kehidupan sehari-hari.
Tujuan tersebut masih perlu dijabarkan yang lebih khusus lagi,
misalnya: (1) siswa dapat memiliki lingkungan yang bersih, sehat,
indah, agamis, dan; (3) siswa dapat berperilaku menjaga lingkungan
yang sehat, bersih, indah, dan agamis dalam kehidupan sehari-hari.
Karakteristik bidang studi PAI adalah aspek-aspek suatu
bidang studi PAI yang terbangun dalam struktur isi dan konstruk atau
tipe isi bidang studi. Aspek tersebut berupa fakta, konsep, dalil atau
hukum, prinsip atau akidah, prosedur dan keimanan yang menjadi
landasan dalam mendeskripsikan strategi pembelajaran.
Karakteristik siswa adalah kualitas perseorangan siswa, seperti
bakat, kemampuan awal yang dimiliki, motivasi belajar, dan


kemungkinan hasil belajar yang akan dicapai. Karakteristik siswa
akan mempengaruhi strategi pengelolaan pembelajaran. Namun perlu
diingat, pada tingkat tertentu, dimungkinkan suatu kondisi
pembelajaran akan mempengaruhi setiap komponen pemilihan metode
pembelajaran. Seperti karakteristik siswa dapat mempengaruhi
pemilihan strategi pengorganisasian isi dan strategi penyampaian
pembelajaran PAI.
36

b. Metode Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
Metode pembelajaran dapat diklasifikasikan dari pendapat
Reigeluth yang sepadan dengan possibilities for action dari Simon,
atau dengan komponen proses pembelajaran dari Glaser. Selanjutnya
variabel metode pembelajaran tersebut diklasifikasikan lebih lanjut
menjadi 3 jenis, yaitu: (1) strategi pengorganisasian (organizational
strategy); (2) strategi penyampaian (delivery strategy); (3) strategi
pengelolaan (management strategy).
Dalam kaitannya dengan pembelajaran PAI, strategi
pengorganisasian adalah suatu metode untuk mengorganisasi isi
bidang studi PAI yang dipilih untuk pembelajaran. Pengorganisasian
isi bidang studi mengacu pada kegiatan pemilihan isi, penataan isi,
pembuatan diagram, skema, dan sebagainya.
Strategi penyampaian pembelajaran PAI adalah metode-
metode penyampaian pembelajaran PAI yang dikembangkan untuk

36
Ibid., hlm. 151.


membuat siswa dapat merespon dan menerima pelajaran PAI dengan
mudah, cepat, dan menyenangkan. Karena itu, penataan strategi
penyampaian perlu menerima serta merespon masukan maupun
pendapat siswa. Dengan demikian, strategi penyampaian mencakup
lingkungan fisik, guru atau orang, bahan-bahan pembelajaran, dan
kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan pembelajaran yang lain.
Dengan perkataan lain, media pembelajaran merupakan suatu
komponen penting dan menjadi kajian utama dalam strategi ini.
Strategi penyampaian ini berfungsi sebagai penyampai isi
pembelajaran kepada siswa dan menyediakan informasi yang
diperlukan untuk menampilkan unjuk kerja.
Menurut Martin dan Briggs (dalam Muhaimin) ada tiga
komponen dalam strategi penyampaian ini, yaitu: (1) media
pembelajaran; (2) interaksi media pembelajaran dengan siswa; dan (3)
pola atau bentuk belajar-mengajar. Media pembelajaran PAI
mencakup semua sumber yang diperlukan untuk melakukan
komunikasi dengan siswa. Media pembelajaran dapat berupa apa saja
yang dapat dijadikan perantara atau medium untuk dimuati pesan
nilai-nilai pendidikan agama yang akan disampaikan kepada siswa.
Media bisa berupa perangkat keras, seperti komputer, televisi,
projector, orang atau alat, dan bahan-bahan cetak lainnya. Media bisa
berupa perangkat lunak yang digunakan pada perangkat keras
tersebut. Dengan batasan Martin tersebut, guru PAI merupakan salah


satu media pembelajaran PAI yang akan mengantarkan pesan nilai-
nilai dan norma-norma ajaran Islam melalui pembelajaran yang
direncanakan.


Sedangkan strategi pengelolaan pembelajaran disini adalah
metode untuk menata interaksi antara peserta didik dengan komponen-
komponen metode pembelajaran lain, seperti pengorganisasian dan
penyampaian isi pembelajaran. Strategi pengelolaan pembelajaran
PAI berupaya untuk menata interaksi peserta didik dengan
memperhatikan empat hal, yaitu: (1) penjadwalan kegiatan
pembelajaran yang menunjukkan tahap-tahap kegiatan yang harus
ditempuh peserta didik dalam pembelajaran, (2) pembuatan catatan
kemajuan belajar peserta didik melalui penilaian yang komprehensif
dan berkala selama proses pembelajaran berlangsung maupun
sesudahnya, (3) pengelolaan motivasi peserta didik dengan
menciptakan cara-cara yang mampu meningkatkan motivasi belajar
peserta didik, daan (4) kontrol belajar yang mengacu kepada
pemberian kebebasan untuk memilih tindakan belajar sesuai dengan
karakteristik peserta didik
37

c. Hasil Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
Hasil pembelajaran mencakup semua akibat yang dapat
dijadikan sebagai indikator perolehan nilai yang diperoleh sebagai
akibat dari penggunaan metode pembelajaran di bawah kondisi

37
Ibid., hlm. 155.


pembelajaran yang berbeda. Hasil pembelajaran dapat berupa hasil
nyata (actual out-comes) dan hasil yang diinginkan (desired out-
comes). Hasil nyata adalah hasil yang nyata dicapai dari penggunaan
suatu metode di bawah kondisi tertentu, sedangkan hasil yang
diinginkan adalah hasil yang ingin dicapai yang sering mempengaruhi
keputusan perancang pembelajaran dalam melakukan pilihan suatu
metode pembelajaran yang paling baik untuk digunakan sesuai dengan
kondisi pembelajaran yang ada.
Variabel hasil pembelajaran ini secara umum dapat
diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu: keefektifan
pembelajaran, efisiensi pembelajaran, dan daya tarik pembelajaran.
Keefektifan pembelajaran dapat diukur dengan kriteria:
1) Kecermatan penguasaan kemampuan atau perilaku yang
dipelajari,
2) Kecepatan untuk kerja sebagai bentuk hasil belajar,
3) Kesesuaian dengan prosedur kegiatan belajar yang harus
ditempuh,
4) Kuantitas unjuk kerja sebagai bentuk hasil belajar,
5) Kualitas hasil akhir yang dapat dicapai,
6) Tingkat alih belajar,
7) Tingkat retensi belajar.
Sedangkan efisiensi pembelajaran dapat diukur dengan rasio
antara keefektifan dengan jumlah waktu yang digunakan atau dengan


jumlah biaya yang dikeluarkan. Adapun daya tarik pembelajaran
biasanya diukur dengan mengamati kecenderungan siswa untuk
berkeinginan terus belajar.
38

Selanjutnya klasifikasi dan hubungan antar komponen yang
mempengaruhi pembelajaran PAI tersebut dapat digambarkan dalam
gambar berikut:


Gambar 2.2
Pembagian Komponen Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
(Adaptasi Dari Reigulth dan Stein, 1983 dalam Degeng, 1989)

Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa kondisi,
metode dan hasil belajar akan berpengaruh besar terhadap
pembelajaran PAI. Hal ini berarti ketepatan dalam membaca kondisi,
baik yang berkenaan dengan siswa maupun sarana pendukungnya,
mampu mempengaruhi pembelajaran PAI. Demikian halnya dengan
metode, karena kesalahan menerapkan metode, sementara kondisi

38
Ibid., hlm. 156.
Strategi
pengorganisasian
pendidikan agama
Strategi
penyampaian
pendidikan
agama
Strategi
pengelolaan
pendidikan
agama
Tujuan dan
karakteristik
bidang studi PAI
Kendala sumber
belajar dan
karakteristik
bidang studi
Karakteristik
siswa
Metode
Hasil
Keefektifan, efisiensi dan daya tarik pembelajaran PAI
Kondisi


yang diamati berbeda, jelas akan berdampak pada hasil belajar yang
diharapkan. Bahkan dari target hasil ini, apabila sebelumnya tidak
direncanakan, juga dapat mempengaruhi proses pembelajaran PAI.
3. Pola Pengembangan Pembelajaran PAI
Dalam proses pembelajaran, di kenal berbagai pola
pembelajaran. Pola pembelajaran adalah model yang yang
menggambarkan kedudukan serta peran serta guru dan pelajar dalam
proses pembelajaran. Pada awalnya, pola pembelajaran didominasi
oleh guru sebagai satu-satunya sumber belajar, penentu model belajar,
bahkan termasuk penilai kemajuan belajar pelajar. Kondisi tersebut
nampak pada pola pembelajaran pada diagram berikut:
39


Gambar 2.3
Model pembelajaran yang menggambarkan kedudukan serta
peran guru dan pelajar dalam proses pembelajaran

Perkembangan pembelajaran telah mempengaruhi pola
pembelajaran. Guru yang semula sebagai satu-satunya sumber belajar,
perannya mulai dibantu media pembelajaran sehingga proses
pembelajaran tampak berubah lebih efisien. Pola ini dapat diamati
pada diagram berikut:

39
Ibid., hlm. 156-159.
Tujuan
Penetapan Isi
dan Metode
Pembelajaran
Guru Pelajar



Gambar 2.4
Model pembelajaran yang menggambarkan kedudukan serta peran
guru dalam proses pembelajaran yang dibantu
oleh media pembelajaran

Pembelajaran terus mengalami perkembangan sejalan dengan
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Karena itu, kurang
memadai jika sumber belajar hanya berasal dari guru atau berupa
media buku teks atau audio-visual. Kecenderungan belajar dewasa ini
adalah sistem belajar mandiri dalam program struktur. Untuk itu perlu
dipersiapkan sumber belajar secara khusus yang memungkinkan dapat
dipergunakan peserta didik secara langsung. Pola pembelajaran jenis
ini dapat dicermati pada diagram berikut:







Gambar 2.5
Model pembelajaran yang menggambarkan kedudukan serta peran
guru dan pelajar dalam proses pembelajaran yang dibantu
oleh media pembelajaran audio visual

Tujuan
Penetapan Isi
dan Metode
Pembelajaran
Guru dan
Media
Pelajar
Tujuan
Penetapan Isi dan
Metode
Pembelajaran
Guru dengan
Audio Visual
Media
Pelajar



Sejalan dengan meningkatnya kebutuhan akan kualitas tenaga
guru yang profesional, salah satu jalan yang dapat ditempuh adalah
dengan membekali para guru agar mampu mengembangkan berbagai
media pembelajaran. Guru dapat mempersiapkan bahan pembelajaran
yang sistematis dan terprogram seperti buku ajar, modul, atau media
lain yang dapat menunjang kegiatan pembelajaran. Dengan demikian,
pelajar akan lebih mandiri dalam melakukan kegiatan pembelajaran.















Gambar 2. 6
Arus balik dan evaluasi dalam proses kegiatan belajar mengajar

Pembelajaran Pendidikan Agama Islam adalah melalui
interaksi antara guru, guru media (media berfungsi guru), dan guru
dengan media dengan pelajar. Sumber belajar bagi pelajar bisa berupa
guru, media yang dirancang oleh guru, dan guru dengan media yang
merupakan suatu sistem dalam proses pembelajaran.

Tujuan
Penetapan Isi
dan Metode
Pembelajaran
Guru
Guru
dengan
Media
Guru
Media
Pelajar










Gambar 2.7
Model pembelajaran yang sistematis dan terprogram
Dalam prakteknya tidak ada pola pembelajaran yang baku dan
dapat digunakan dalam berbagai kondisi pembelajaran. Berbagai pola
saling berbaur dan melengkapi satu dengan yang lainnya. Secara
operasional, penerapan pola pembelajaran tersebut mempunyai ciri-
ciri pokok antara lain:
a. Fasilitas fisik sebagai perantara penyajian informasi
b. Sistem pembelajaran dan pemanfaatan fasilitas yang merupakan
komponen terpadu.
c. Adanya pilihan yang memungkinkan terjadinya (1) perubahan
fisik tempat belajar, (2) hubungan guru dan pelajar yang dibantu
oleh media, (3) aktivitas peserta didik yang lebih mandiri, (4)
perlunya kerja sama lintas disiplin ilmu seperti ahli
instruksional, ahli media pembelajaran, (5) perubahan peranan
Guru
Audio-Visual
Pelajar
Guru
Kurikulum
Guru Media Guru
Audio-Visual
Pelajar
Guru
Kurikulum
Guru Media


dan kecakapan mengajar, dan (6) keluwesan waktu dan tempat
belajar.
Pembelajaran pada hakekatnya adalah proses interaksi antara
peserta didik dengan lingkungannya, sehingga terjadi perubahan
perilaku ke arah yang lebih baik. Dalam interaksi tersebut banyak
sekali faktor yang mempengaruhinya, baik faktor internal yang datang
dari dalam diri individu, maupun faktor eksternal yang datang dari
lingkungan. Dalam pembelajaran tugas guru yang paling utama adalah
mengkondisikan lingkungan agar menunjang terjadinya perubahan
perilaku bagi peserta didik. Umumnya pelaksanaan pembelajaran
mencakup tiga hal: pre tes, proses, dan post test. Ketiga hal tersebut
dijelaskan sebagai berikut:
40

a. Pre Tes (tes awal)
Pada umumnya pelaksanaan proses pembelajaran dimulai
dengan pre tes. Pre tes ini memiliki banyak kegunaan dalam
menjajagi proses pembelajaran yang akan dilaksanakan. Oleh
karena itu pre tes memegang peranan yang cukup penting dalam
proses pembelajaran. Dalam hal ini pre tes dapat dilakukan secara
tertulis, meskipun bisa saja dilaksanakan secara lisan atau
perbuatan. Fungsi pre tes ini antara lain dapat dikemukakan
sebagai berikut:

40
Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi Konsep, Karakteristik, dan Implementasi, (Bandung:
PT Remaja Rosdakarya, 2004), hlm. 100.


1) Untuk menyiapkan peserta didik dalam proses belajar, karena
dengan pre tes maka pikiran mereka akan terfokus pada soal-
soal yang harus mereka jawab/kerjakan.
2) Untuk mengetahui tingkat kemajuan peserta didik
sehubungan dengan proses pembelajaran yang dilakukan. Hal
ini dapat dilakukan dengan membandingkan hasil pre tes
dengan post test.
3) Untuk mengetahui kemampuan awal yang telah dimiliki
peserta didik mengenai bahan ajaran yang akan dijadikan
topik dalam proses pembelajaran.
4) Untuk mengetahui darimana seharusnya proses pembelajaran
dimulai, tujuan-tujuan mana yang telah dikuasai peserta
didik, dan tujuan-tujuan mana yang perlu mendapat
penekanan dari perhatian khusus.
b. Proses
Proses ini dimaksudkan sebagai kegiatan inti dari
pelaksanaan proses pembelajaran, yakni bagaimana tujuan-tujuan
belajar direalisasikan melalui modul. Proses pembelajaran perlu
dilakukan dengan tenang dan menyenangkan. Proses
pembelajaran dikatakan efektif apabila seluruh peserta didik
terlibat setara aktif, baik mental, fisik, maupun sosialnya. Kualitas
pembelajaran dapat dilihat dari segi proses dan dari segi hasil.
Dari segi proses, pembelajaran dikatakan berhasil dan berkualitas


apabila seluruhnya atau setidak-tidaknya 75 % peserta didik
terlibat aktif. Sedangkan dari segi hasil proses pembelajaran
dikatakan berhasil apabila terjadi perubahan perilaku yang positif
pada diri peserta didik.
Untuk memenuhi tuntutan tersebut perlu dikembangkan
pengalaman belajar yang kondusif untuk membentuk manusia
yang berkualitas. Hal ini berarti kalau tujuannya bersifat afektif
psikomotorik tidak cukup hanya diajarkan dengan modul, atau
sumber yang mengandung nilai kognitif. Namun perlu
penghayatan yang disertai pengalaman nilai-nilai kognitif, afektif,
yang dimanifestasikan dalam perilaku (behavioral skill) sehari-
hari. Metode dan strategi belajar mengajar yang kondusif untuk
hal tersebut perlu dikembangkan, misalnya metode inquiry,
discovery, problem solving, dan sebagainya. Dengan metode dan
strategi tersebut diharapkan peserta didik dapat mengembangkan
potensi secara optimal, sehingga akan lebih cepat dapat
menyesuaikan diri dengan kebutuhan masyarakat apabila mereka
telah menyelesaikan suatu program pendidikan.
c. Post Test
Pada umumnya pelaksaan pembelajaran diakhiri dengan
post tes. Sama halnya dengan pre test, post tes juga memiliki
banyak kegunaan, terutama dalam melihat keberhasilan
pembelajaran. Fungsi post tes antara lain:


1) Untuk mengetahui tingkat penguasaan peserta didik
terhadap kompetensi yang telah ditentukan, baik secara
individu maupun kelompok. Hal ini dapat diketahui dengan
membandingkan antara hasil pre tes dan post tes.
2) Untuk mengetahui kompetensi dan tujuan-tujuan yang dapat
dikuasai maupun yang belum dikuasai oleh peserta didik.
Sehubungan dengan kompetensi dan tujuan yang belum
dikuasai ini, apabila sebagian besar belum menguasainya
maka perlu dilakukan pembelajaran kembali (remedial
teaching).
3) Untuk mengetahui peserta didik yang perlu mengikuti
kegiatan remedial, dan peserta didik yang perlu mengikuti
kegiatan pengayaan serta untuk mengetahui tingkat
kesulitan dalam mengerjakan modul.
4) Sebagai bahan acuan untuk melakukan perbaikan terhadap
komponen-komponen modul, dan proses pembelajaran yang
telah dilaksanakan, baik terhadap perencanaan, pelaksanaan
maupun evaluasi.
4. Model Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
Pengembangan berbagai model pembelajaran tampaknya telah
berkembang pesat yang intinya bertujuan untuk mendidikkan ajaran
Islam agar bisa dipahami, dihayati dan diamalkan oleh peserta didik


dalam kehidupan sehari-hari. Di bawah ini akan diurikan beberapa
model-model pembelajaran, diantaranya:
41

a. Model Pembelajaran Kontekstual (Contekstual Teaching and
Learning)
Contekstual Teaching and Learning (CTL) merupakan
model pembelajaran yang sudah lama berkembang di negara-negara
maju seperti Amerika. Model ini dianggap sebagai strategi
pelaksanan pendidikan melalui proses pembelajaran yang pada
hakekatnya adalah membantu pendidik/guru untuk mengaitkan
materi yang diajarkannya dengan kehidupan nyata dan memotivasi
peserta didik/siswa untuk mengaitkan pengetahuan yang dipelajari
dengan kehidupannya sebagai anggota keluarga dan masyarakat.
42

Dari definisi di atas, dapat dijelaskan bahwa Pembelajaran
Kontekstual atau Contekstual Teaching and Learning adalah konsep
belajar di mana guru menghadirkan dunia nyata ke dalam kelas dan
mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimiliki dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari.
Siswa memperoleh pengetahuan dan keterampilan tersebut dari
konteks yang terbatas, sedikit demi sedikit melalui proses
mengkonstruksi sendiri sebagai bekal untuk memecahkan masalah

41
Fatah Yasin, Metodologi Pendidikan Islam, (Malang: Pusapom, 2008), hlm. 102.
42
Nurhadi dan Agus Gerrad Senduk, Pendekatan Kontekstual dan Penerapannya Dalam KBK,
(Malang, Universitas Negeri Press, 2003), hlm. 11.


dalam kehidupannya di masyarakat. Adapun model pembelajaran
berbasis CTL ini memiliki tujuh komponen utama, yaitu:
43

1) Konstruktivisme (Constructivism)
Komponen ini dijadikan sebagai landasan filosofi bahwa
peserta didik akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja
sendiri, membangun mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan
keterampilan barunya, peserta didik belajar sedikit demi sedikit
dari konteks terbatas, pemahaman siswa yang mendalam
diperoleh melalui pengalaman belajar yang memadai.
2) Menemukan (Inquiry)
Komponen ini sebagai strategi pembelajaran yang berpusat
pada peserta didik (student centered) di mana peserta didik
berusaha mengamati, memahami, menganalisa sebuah
fenomena, mengajukan dugaan sementara, dan sampai pada
merumuskannya konsep sendiri sebagai kesimpulan, baik
secara individu maupun kelompok.
3) Bertanya (Questioning)
Komponen ini sebagai modal dasar keingintahuan yang perlu
dikembangkan oleh peserta didik. Peserta didik didorong untuk
lebih agresif mengetahui sesuatu dengan cara selalu bertanya
dan bertanya, sehingga mendapatkan informasi yang sebanyak-

43
Dirjen Dikdasmen Depdiknas, Pendekatan Kontekstual, (Jakarta: Pusat Pengembangan
Penataran Guru, 2003), hlm. 10.


banyaknya dan kemudian dipikirkannya sendiri yang kemudian
diharapkan terbangun sebuah konsep baru.
4) Masyarakat Belajar (Learning Community)
Komponen ini sebagai upaya penciptaan lingkungan belajar
yang kondusif. Peserta didik bias saling tukar pengalaman
dengan orang lain, saling bekerja sama dalam memecahkan
berbagai persoalan sehingga diperlukan adanya kerja
kelompok, pendidik memfasilitasi bagaimana caranya agar
peserta didik bisa belajar dari semua yang ada di lingkungan
belajar, peserta didik lebih bias memahami berbagai perbedaan
pendapat dll.
5) Pemodelan (Modeling)
Komponen ini sebagai acuan pencapaian kompetensi. Dalam
komponen ini menjelaskan perlunya berbagai model dalam
pembelajaran, sehingga bisa ditiru atau dipraktikkan peserta
didik. Model ini disamping untuk menghilangkan kejenuhan
peserta didik dalam belajar juga sebagai upaya memudahkan
dan percepatan belajar peserta didik sehingga cepat
menemukan sesuatu. Sebagai contoh, pendidik menunjukkan
bagaimana cara mempelajari kitab-kitab fiqih yang berbahasa
Arab gundul supaya cepat bisa dipahami dll.




6) Refleksi (Reflection)
Komponen ini sebagai langkah akhir dalam proses belajar.
Dalam komponen ini menjelaskan cara berfikir tentang apa
yang baru saja dipelajari atau berfikir ke belakang tentang apa-
apa yang sudah kita lakukan di masa yang lalu. Atau dengan
kata lain dalam refleksi ini peserta didik diajak untuk
memberikan respon baik melalui lisan, tulisan, atau
demonstratif seni terhadap kejadian, aktifitas atau pengetahuan
yang baru saja diterima dan membandingkan dengan
pengalaman yang pernah dialami sebelumnya.
7) Penilaian yang sebenarnya (Authentic Assessment)
Komponen ini sebagai proses pengumpulan berbagai data
yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar
peserta didik. Penilaian yang benar adalah menilai apa yang
seharusnya dinilai. Kemajuan belajar dinilai dari proses,
disamping penilaian hasil, artinya bahwa pada saat proses
pembelajaran berlangsung pada saat itu pula penilaian
diberikan seberapa besar kemajuan belajar peserta didik telah
dicapai melalui berbagai cara dan sumber.
44

b. Model Pembelajaran Quantum Teaching and Learning
Dalam buku Quantum Teaching dan Quantum Learning
yang ditulis oleh Bobbi Deporter dkk, dijelaskan bahwa istilah

44
Ibid., hlm. 10.


Quantum dalam bahasa ilmu fisika memiliki makna masa kali
kecepatan cahaya kuadrat sama dengan energi". Quantum dalam
ilmu fisika tersebut kemudian dipakai dalam proses pembelajaran
dengan pengertian sebagai proses interaksi yang mengubah energi
menjadi cahaya. Jadi yang dimaksud dengan Quantum Teaching
and Learning adalah proses pengubahan bermacam-macam interaksi
yang ada di dalam dan di sekitar momen belajar-mengajar.
Interaksi-interaksi tersebut mencakup unsur-unsur efektivitas
belajar yang dapat mempengaruhi kesuksesan peserta didik. Melalui
interaksi tersebut diharapkan dapat mengubah kemampuan,
potensi/bakat alamiah peserta didik menjadi cahaya yang dapat
bermanfaat bagi mereka sendiri dan orang lain. Atau dengan kata
lain Quantum Teaching adalah upaya memberdayakan peserta didik
agar belajar sehingga hasilnya dapat bercahaya/bermanfaat bagi
peserta didik dalam kehidupannya.
Dalam teori belajar mengajar menurut Quantum Teaching
and Learning memiliki motto TANDUR yang kepanjangannya
dapat dijelaskan sebagai berikut:
45

1) Tumbuhkan
Pendidik berusaha semaksimal mungkin untuk dapat
menumbuhkan minat dan bakat peserta didik. Hal ini bisa
dilakukan dengan cara menunjukkan semua yang dipelajari

45
Bobbi DePorter, dkk, Quantum Teaching Mempraktikkan Quantum Learning di Ruang-Ruang
Kelas, (Bandung: Kaifa, 2000), hlm. 10.


adalah bermanfaat bagi peserta didik. Kalimat ini biasanya
dimulai dari pertanyaan apakah manfaatnya bagiku
(AMBAK)?.
2) Alami
Pendidik berusaha menciptkan peristiwa belajar yang benar-
benar bisa dialami sendiri oleh peserta didik, baik secara
individu maupun berkelompok. Upaya menciptakan peristiwa
yang bisa dilami peserta didik ini biasanya disebut dengan
pengalaman belajar.
3) Namai
Pendidik berusaha memberikan nama dari suatu peristiwa
belajar yang telah dialami oleh peserta didik. Pemberian nama
diusahakan ada setelah peserta didik mengalami suatu kegiatan
belajar.
4) Demonstrasikan
Pendidik berusaha memberikan kesempatan kepada peserta
didik untuk menunjukkan kemampuannya secara demonstratif,
baik secara lisan, tulisan, maupun gerakan-gerakan fisik.
5) Ulangi
Pendidik berusaha memberikan kesempatan kepada peserta
didik untuk mengulangi materi pelajaran yang sudah dipelajari,
atau semacam merefleksikan ulang apa yang sudah diketahui
oleh peserta didik.


6) Rayakan
Pendidik berusaha mengakui, menerima, dan memberikan
penghargaan kepada peserta didik atas jerih payah dari hasil
usaha belajar mereka. Merayakan adalah sebgai bukti rasa
bersyukur bersama atas usaha yang elah dilakukan, sehingga
berdampak pada pemberian motivasi dan semangat yang
menyenangkan kepada peserta didik.
c. Model Pembelajaran Berbasis Portofolio
Portofolio sebagai suatu wujud benda fisik, memiliki arti
kumpulan atau dokumentasi hasil pekerjaan peserta didik yang
disimpan pada suatu bundel. Portofolio sebagai sebuah model
pembelajaran, memiliki arti upaya yang dilakukan oleh pendidik
dalam rangka membelajarkan peserta didik dengan cara membahas
atau memecahkan sebuah permasalahan yang berkaitan dengan
tema/materi tertentu (problem solving learning), kemudian
didokumentasikan secara tertulis dalam bentuk laporan dan
dipresentasikan.
46

Untuk membahas sebuah permasalahan sebagai bagian dari
pembahasan materi/tema, tahapan yang dilakukan oleh peserta didik
dalam pembelajaran portofolio ini adalah mengamati, mencatat,
mengolah data, menyimpulkan, membuat pertimbangan, membuat
keputusan, memilih dan merencanakan tindakan. Cara belajar peserta

46
Fatah Yasin, Op.Cit., hlm. 111.


didik dalam pembelajaran portofolio ini dapat dilakukan dengan
langkah-langkah sebagai berikut:
1) Identifikasi masalah factual,
2) Memilih masalah untuk dikaji/dibahas,
3) Mengumpulkan dan mengolah data (informasi),
4) Menyusun dan mengembangkan portofolio,
5) Menyajikan portofolio (show case),
6) Melakukan refleksi.
47

d. Model Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)
Pembelajaran Kooperatif (cooperative learning) adalah
upaya yang dilakukan oleh seorang pendidik untuk membelajarkan
peserta didik melui jalinan kerjasama/gotong royong antar berbagai
komponen, baik kerjasama antar sesama peserta didik (belajar secara
berkelompok di kelas) kerjasama dengan dengan pihak sekolah
(tenaga kependidikan yang ada di sekolah/madrasah), kerjasama
dengan anggota keluarga, kerjasama dengan masyarakat.
Menurut David Johnson tidak semua model secara
berkelompok dikatakan sebagai pembelajaran kooperatif. Dikatakan
pembelajaran kooperatif (cooperative learning) manakala dalam
praktiknya memenuhi lima unsur pokok guna pencapaian hasil yang
maksimal, yakni:
48



47
Ibid., hlm. 111.
48
Anita Lie, Metode Pembelajaran Gotong Royong, (Surabaya: Citra Media, 1999), hlm. 31-38.


1) Tanggung jawab perseorangan
Pendidik dalam proses ini harus dapat menciptakan belajar
berkelompok dan berusaha menciptakan kondisi partisipasi
peserta didik saling berusaha dan berperan aktif dalam
kelompoknya.
2) Unsur saling ketergantungan positif
Pendidik harus mampu menciptakan kondisi belajar
berkelompok dengan prinsip berusaha dan bekerjasama dan
saling memerlukan bantuan antar anggota dalam kelompoknya.
3) Tatap muka dan sinergi
Pendidik berusaha menciptakan kondisi agar peserta didik dalam
kerja kelompok memiliki peran untuk menampilkan hasil
kerjanya masing-masing di depan kelompoknya, dengan
memperhatikan prinsip sinergi, yakni apapun hasil pekerjaan
anggotanya perlu dihargai, dihormati, dan diterima.
4) Komunikasi antar anggota
Pendidik berusaha agar peserta didik dalam kerja kelompok
saling berkomunikasi aktif sebagai wujud interaksi edukatif
antar anggota.
5) Evaluasi dan refleksi
Pendidik harus berusaha member kesempatan kepada masing-
masing kelompok untuk merefleksikan hasil kerja kelompoknya


sebagai bahan evaluasi seberapa besar tingkat ketercapaian
peserta didik dalam mengerjkan tugas kelompok.
e. Model Pembelajaran Aktif (Active Learning)
Pembelajaran aktif (active learning) adalah suatu proses
pembelajaran dengan maksud untuk memberdayakan peserta didik
agar belajar dengan menggunakan cara/strategi secara aktif. Dalam
hal ini proses aktifitas pembelajaran didominasi oleh peserta didik
dengan menggunakan otak untuk menemukan konsep dan
memecahkan masalah yang sedang dipelajari, disamping itu juga
untuk menyiapkan mental dan melatih keterampilan fisiknya. Cara
memberdayakan peserta didik tidak hanya dengan menggunakan
strategi atau metode ceramah saja, sebagaimana yang selama ini
digunakan pendidik dalam proses pembelajaran.
Ketika ada informasi yang baru, otak manusia tidak hanya
sekedar menerima dan menyimpan. Akan tetapi otak manusia akan
memproses informasi tersebut sampai dapat dicerna dan baru
kemudian disimpannya. Manusia dengan potensi dasar yang ia miliki
termasuk otak tersebut perlu diaktifkan, sehingga dapat berfungsi
semaksimal mungkin melalui proses belajar yang ia lakukan.
49

Agar proses pembelajaran aktif bisa berjalan dengan baik,
maka pendidik sebagai penggerak belajar peserta didik dituntut
untuk menggunakan dan menguasai strategi pembelajaran aktif.

49
Hisjam Zaini, dkk, Strategi Pembelajaran Aktif di Perguruan Tinggi, (Yogyakarta: CTSD,
2002), hlm. xiii.


Strategi pembelajaran aktif sangat diperlukan karena peserta didik
mempunyai cara belajar yang berbeda-beda. Ada yang senang
belajar dengan membaca, diskusi, dan ada juga yang senang dengan
cara langsung praktik. Inilah yang sering disebut dengan gaya belajar
atau learning style. Disamping itu penggunaan strategi pembelajaran
aktif bagi pendidik adalah sangat membantu atau memudahkan
dalam mengajar.
Salah satu karakteristik dari pembelajaran yang
menggunakan pendekatan belajar aktif (active learning strategy)
adalah adanya keaktifan siswa dan guru, sehingga terciptanya
suasana belajar aktif. Untuk menciptakan suasana belajar aktif tidak
lepas dari beberapa komponen yang mendukungnya.
Sukandi menyebutkan bahwa komponen-komponen
pendekatan belajar aktif (active learning strategy) dalam proses
belajar-mengajar adalah terdiri dari:
50

a. Pengalaman
Pengalaman langsung mengaktifkan lebih banyak indra dari
pada hanya melalui mendengarkan.
b. Interaksi
Belajar akan terjadi dan meningkat kualitasnya bila
berlangsung dalam suasana diskusi dengan orang lain,
berdiskusi, saling bertanya dan mempertanyakan, dan atau

50
Ujang Sukandi, Belajar Aktif dan Terpadu, (Surabaya: Duta Graha Pustaka, 2004), hlm. 9.


saling menjelaskan. Pada saat orang lain mempertanyakan
pendapat kita atau apa yang kita kerjakan, maka kita terpacu
untuk berpikir menguraikan lebih jelas lagi sehingga kualitas
pendapat itu menjadi lebih baik.
Diskusi, dialog dan tukar gagasan akan membantu anak
mengenal hubungan-hubungan baru tentang sesuatu dan
membantu memiliki pemahaman yang lebih baik. Anak perlu
berbicara secara bebas dan tidak terbayang-bayangi dengan rasa
takut sekalipun dengan pernyataan yang menuntut
(alasan/argumen). Argumen dapat membantu mengoreksi
pendapat asalkan didasarkan pada bukti.
c. Komunikasi
Pengungkapan pikiran dan perasaan, baik secara lisan maupun
tulisan, merupakan kebutuhan setiap manusia dalam rangka
mengungkapkan dirinya untuk mencapai kepuasan.
Pengungkapan pikiran, baik dalam rangka mengemukakan
gagasan sendiri maupun menilai gagasan orang lain, akan
memantapkan pemahaman seseorang tentang apa yang sedang
dipikirkan atau dipelajari.
d. Refleksi
Bila seseorang mengungkapkan gagasannya kepada orang lain
dan mendapat tanggapan, maka orang itu akan merenungkan
kembali (merefleksi) gagasannya, kemudian melakukan


perbaikan, sehingga memiliki gagasan yang lebih mantap.
Refleksi dapat terjadi akibat adanya interaksi dan komunikasi.
Umpan balik dari guru atau siswa lain terhadap hasil kerja
seorang siswa yang berupa pernyataan yang menantang
(membuat siswa berpikir) dapat merupakan pemicu bagi siswa
untuk melakukan refleksi tentang apa yang sedang dipikirkan
atau dipelajari.
Agar suasana belajar aktif dapat tercipta secara maksimal,
maka diantara beberapa komponen diatas terdapat pendukungnya
antara lain:
51

1) Sikap dan perilaku guru
Sesuai dengan pengertian mengajar yaitu menciptakan suasana
yang mengembangkan inisiatif dan tanggung jawab belajar
siswa, maka sikap dan perilaku guru hendaknya:
a. Terbuka, mau mendengarkan pendapat siswa.
b. Membiasakan siswa untuk mendengarkan bila guru atau
siswa lain berbicara.
c. Menghargai perbedaan pendapat.
d. Mentoleransi kesalahan siswa dan mendorong untuk
memperbaikinya.
e. Memberi umpan balik terhadap hasil kerja siswa.
f. Tidak terlalu cepat untuk membantu siswa.

51
Ibid., hlm. 12.


g. Tidak kikir untuk memuji dan menghargai.
h. Tidak menertawakan pendapat atau hasil karya siswa
sekalipun kurang berkualitas, dan yang lebih penting.
i. Mendorong siswa untuk tidak takut salah dan berani
menanggung resiko.
2) Ruang kelas yang menunjang belajar aktif, yaitu diantaranya:
a. Berisikan banyak sumber belajar, seperti buku dan benda
nyata.
b. Berisi banyak alat bantu belajar, seperti media atau alat
peraga.
c. Berisi banyak hasil kerja siswa, seperti lukisan laporan
percobaan, dan alat hasil percobaan.
d. Letak bangku dan meja diatur sedemikian rupa sehingga
siswa leluasa untuk bergerak.

Komponen belajar aktif dan pendukungnya saling
mempengaruhi dan saling mendukung antara satu dengan yang
lainnya. Dari tampilan siswa dapat dilihat adanya pengalaman,
interaksi, komunikasi dan refleksi. Sedangkan pendukungnya adalah
sikap guru dan ruang kelas. Dalam pembelajaran aktif guru dan
siswa harus sama-sama aktif berdasarkan perannya masing-masing,
Dimana siswa aktif dalam belajar dan guru aktif dalam mengelola
kegiatan belajar mengajar.


Bagi guru yang aktif, biasanya sebelum mengajar terlebih
dahulu mempersiapkan rancangan pelaksanaan pembelajaran (RPP)
yang matang dan media-media apa saja yang dibutuhkan sehingga
pada waktu kegiatan proses belajar mengajar berlangsung guru
sudah bisa menerapkannya dengan penuh keyakinan dan siswa juga
senang dan aktif dalam kegiatan belajar mengajar. Sedangkan
kegiatan-kegiatan dalam belajar aktif dapat dijelaskan sebagaimana
tabel berikut:
Tabel 2.1
Kegiatan Belajar Mengajar dengan Menggunakan Pendekatan Belajar Aktif
(Active Learning strategy)
52

No Komponen Kegiatan Siswa Kegiatan Guru
1. Pengalaman - Melakukan
pengamatan
- Melakukan
percobaan
- Membaca
- Melakukan
wawancara
- Membuat sesuatu
- Menciptakan kegiatan yang
beragam
- Mengamati siswa bekerja
dan sesekali mengajukan
pertanyaan yang
menantang
2 Interaksi - Berdiskusi


- Mengajukan
pertanyaan



- Meminta pendapat
orang lain
- Memberi komentar



- Mendengarkan dan
sesekali mengajukan
pertanyaan yang
menantang
- Mendengarkan dan tidak
menertawakan serta
memberi kesem[patan
terlebih dahulu kepada
siswa lain untuk
menjawabnya
- Mendengarkan
- Meminta pendapat siswa
lainnya
- Mendengarkan, sesekali

52
Ibid., hlm. 16.



- Bekerja dalam
kelompok
mengajukan pertanyaan
yang menantang, memberi
kesempatan kepada siswa
lain untuk memberi
pendapat tentang
komerntar tersebut
- Berkeliling ke kelompok
sesekali duduk bersama
kelompok, mendengarkan
perbincangan kelompok,
dan sesekali memberi
komentar atau pertanyaan
yang menantang
3 Komunikasi - Mendemonstrasikan
/ mempertunjukkan /
menjelaskan
- Berbicara / bercerita
/ menceritakan
- Melaporkan
- Mengemukakan
pendapat / pikiran
(lisan / tulisan)
- Memajang hasil
karya
- Memperhatikan / Memberi
komentar /
mempertanyakan



- Tidak menertawakan


- Membantu agar letak
pajangan dalam jangkauan
baca siswa
4 Refleksi - Memikirkan
kembali hasil kerja /
pikiran sendiri
- Mempertanyakan
- Meminta siswa lain untuk
memberikan komentar

Kegiatan belajar mengajar diatas menunjukkan adanya feed
back (timbal balik) antara guru dengan siswa.
Berikut ini adalah beberapa metode/strategi pembelajaran
aktif yang dapat digunakan dalam proses belajar mengajar
(khususnya mata pelajaran Pendidikan Agama Islam), diantara
metode-metode tersebut adalah sebagai berikut:




1) Pemecahan Masalah (Problem Solving)
Strategi pemecahan masalah adalah suatu strategi yang
mendorong siswa mengawasi langkah-langkah yang mereka
gunakan dalam memecahkan satu masalah. Mereka akan
menunjukkan dan menjelaskan bagaimana mereka
menyelesaikan masalah itu. Dengan menganalisis langkah-
langkah yang rinci, guru dapat memperoleh informasi yang
berharga tentang kecakapan pemecahan masalah yang dimiliki
oleh siswa-siswa. Untuk menjadi pemecah masalah, siswa perlu
belajar berbuat dari pada hanya mengoreksi jawaban-jawaban
masalah yang ada dalam buku teks.
53

Prosedur:
1. Pilihlah satu, dua atau tiga masalah di antara masalah-
masalah yang telah dipelajari oleh siswa.
2. Pecahkan sendiri (guru) masalah-masalah itu dan tulis
semua langkah-langkah atau prosedur yang dilalui untuk
memecahkan masalah itu. (Catat berapa lama anda
menyelesaikan masalah itu).
3. Kalau anda mendapatkan masalah memerlukan waktu yang
banyak atau terlalu sulit, ganti dengan yang lain.
4. Sewaktu anda mendapatkan satu masalah yang bagus yang
dapat anda pecahkan dan dokumentasikan kurang dari tiga

53
Hisjam Zaini, dkk, Op.Cit., hlm. 200.


puluh menit, berikan mereka kepada siswa. (Asumsikan
bahwa siswa akan menyelesaikan sekitar satu jam).
5. Buatlah perintah atau petunjuk kerja dengan sangat jelas.
6. Berikan dan jelaskan evaluasi masalah-masalah kepada
siswa.
7. Jelaskan kepada mereka bahwa ini bukan tes atau ulangan
atau kuis.
8. Berikan waktu yang layak kepada siswa untuk mengerjakan
tugas ini,
9. Setelah siswa mengerjakan tugas, anda mengumpulkannya
dan siap untuk melakukan koreksi atau evaluasinya dengan
criteria yang sudah dibuat.
10. Setelah dikoreksi, anda mengembalikannya kepada siswa.
54

2) Belajar ala Permainan Jigsaw (Learning Jigsaw)
Belajar ala Jigsaw (menyusun potongan gambar)
merupakan tehnik yang paling banyak dipraktikkan. Tehnik ini
serupa dengan pertukaran kelompok-dengan kelompok, namun
ada satu perbedaan penting yakni tiap siswa mengajarkan
sesuatu. Ini merupakan alternatif menarik bila ada materi belajar
yang bisa disegmentasikan atau dibagi-bagi dan bila bagian-
bagiannya harus diajarkan secara berurutan. Tiap siswa
mempelajari sesuatu yang bila digabungkan dengan materi yang

54
Ibid., hlm. 201.


dipelajari oleh siswa lain, membentuk kumpulan pengetahuan
atau keterampilan yang padu.
55

Prosedur:
1. Pilihlah materi belajar yang bisa dipecah menjadi beberapa
bagian. Sebuah bagian bisa sependek kalimat atau
sepanjang beberapa paragraf. (Jika materinya panjang,
perintahkan siswa untuk membaca tugas mereka sebelum
pelajaran). Contoh diantaranya:
a. Modul berisi beberapa poin penting.
b. Bagian-bagian eksperimen ilmu pengetahuan.
c. Sebuah naskah yang memiliki bagian atau sub judul
yang berbeda.
d. Sebuah daftar definisi.
e. Sejumlah artikel setebal majalah atau jenis bacaan
pendek yang lain.
2. Hitunglah jumlah bagian yang hendak dipelajari dan jumlah
siswa. Bagikan secara adil berbagai tugas kepada berbagai
kelompok siswa. Sebagai contoh, bayangkan sebuah kelas
yang terdiri dari 12 siswa. Dimisalkan bahwa anda bisa
membagi materi pelajaran menjadi tiga segmen atau bagian.
Anda mungkin selanjutnya dapat membentuk kwartet
(kelompok empat anggota), dengan memberikan segmen 1,

55
Mel Silberman, Terjemahan Dari Active Learning Strategy: 101 Strategies to Teach Any
Subject, Terjemahan: Raisul Muttaqien, (Boston: Allyn Bacon, 2004), hlm. 192.


2, atau 3 kepada tiap kelompok. Kemudian, perintahkan tiap
kwartet atau kelompok belajar untuk membaca,
mendiskusikan, dan mempelajari materi yang mereka
terima. (Jika anda menghendaki, anda dapat membentuk
dua pasang rekan belajar terlebih dahulu dan kemudian
menggabungkan pasangan-pasangan itu menjadi kwartet
untuk berkonsultasi dan saling berbagi pendapat.)
3. Setelah waktu belajar selesai, bentuklah kelompok-
kelompok belajar ala jigsaw, kelompok tersebut terdiri
dari perwakilan tiap kelompok belajardi kelas. Dalam
contoh yang baru saja diberikan, anggota dari tiap kwartet
dapat berhitung mulai dari 1, 2, 3, dan 4. Kemudian
bentuklah kelompok belajar jigsaw dengan jumlah yang
sama. Hasilnya adalah empat kelompok trio. Dalam masing-
masing trio akan ada satu siswa yang telah mempelajari
segmen 1, segmen 2, dan segmen 3.
4. Perintahkan anggota kelompok jigsaw untuk mengajarkan
satu sama lain apa yang telah mereka pelajari.
5. Perintahkan siswa untuk kembali ke posisi semula dalam
rangka membahas pertanyaan yang masih tersisa guna
memastikan pemahaman yang akurat.
56



56
Ibid., hlm. 195.


Variasi:
a. Berikan tugas baru -misalnya menjawab sejumlah
pertanyaan- yang didasarkan pada pengetahuan
akumulatif dari semua anggota kelompok belajar
jigsaw.
b. Beri siswa tanggung jawab untuk mempelajari
ketrampilan, sebagai alternatif dari pemberian
informasi kognitif. Perintahkan siswa untuk saling
mengajarkan ketrampilan yang telah mereka
pelajari.
57

3) Pencarian Informasi (Information Research)
Metode ini bisa disamakan dengan ujian open-book. Tim-
tim di kelas mencari informasi (biasanya yang diungkap dalam
pengajaran ala ceramah) yang menjawab pertanyaan yang
diajukan kepada mereka. Metode ini sangat membantu
menjadikan materi yang biasa-biasa saja menjadi lebih
menarik.
58

Prosedur:
1. Buatlah sekumpulan pertanyaan yang dapat dijawab dengan
mencari informasi yang bisa ditemukan dalam buku sumber
yang telah anda bagikan kepada siswa. Materi sumbernya
bisa mencakup:

57
Ibid., hlm. 162.
58
Ibid., hlm. 173.


a. Buku pegangan
b. Dokumen
c. Buku teks
d. Panduan referensi
e. Informasi yang diakses melalui computer
f. Peralatan berat (misalnya mesin)
2. Bagikan pertanyaan-pertanyaan tentang topiknya.
3. Perintahkan siswa untuk mencari informasi dalam tim-tim
kecil. Kompetisi yang bersahabat bisa diwujudkan untuk
mendorong partisipasi.
4. Bahaslah jawabannya di depan kelas. Perluaslah
jawabannya guna memperluas cakupan pembelajaran.
59

Jika ditinjau dari segi model pembelajaran berdasarkan teori
belajar dan pembelajaran, teori belajar menaruh perhatian pada
hubungan di antara variabel-variabel yang menentukan hasil belajar.
Ia menaruh perhatian pada bagaimana seseorang. Teori
pembelajaran, sebaliknya menaruh perhatian pada bagaimana
seseorang mempengaruhi orang lain agar terjadi hal belajar. Dengan
kata lain, teori pembelajaran berurusan dengan upaya mengontrol
variabel-variabel yang dispesifikasikan dalam teori belajar agar
dapat memudahkan belajar.

59
Ibid., hlm. 174.


Teori pembelajaran adalah sekumpulan prinsip yang
terintegrasi secara sistematis dan merupakan suatu sarana untuk
menjelaskan dan memprediksikan fenomena-fenomena
pembelajaran. Oleh karena itu, sebuah teori pembelajaran dipandang
sebagai serangkaian prinsip yang mengambil wujud pernyataan
kondisi-metode-hasil. Teori pembelajaran harus sejalan dengan
teori belajar. Ini tidak lain disebabkan karena kehadiran teori
pembelajaran pada dasarnya adalah untuk mendeskripsikan cara-cara
yang dapat memudahkan proses belajar.
Lahirnya berbagai teori belajar disebabkan perbedaan sudut
pandang terhadap penilaian proses belajar dan pembelajaran.
Terdapat beberapa pandangan teori belajar dan pembelajaran yang
dapat dijadikan pijakan dalam melakukan perencanaan pembelajaran
salah satunya teori pembelajaran cognitivistic. Menurut teori
cognitivisme ada dua bidang kajian teori kognitif yang lebih
mementingkan proses belajar daripada hasil belajar. Bagi penganut
teori ini, belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus
dan respon, tetapi lebih dari itu bahwa belajar pada hakikatnya
melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks. Belajar adalah
usaha mengaitkan pengetahuan baru ke dalam struktur berpikir yang


sudah dimiliki pelajar sehingga membentuk suatu struktur kognitif
baru yang lebih mantap sebagai hasil belajar.
60

Menurut teori ini tingkah laku seseorang ditentukan oleh
persepsi serta pemahamannya tentang diri dan sitausi yang
berhubungan dengan tujuan yang ingin dicapainya. Karena itu
menurut teori ini belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman
yang tidak selalu dapat dilihat sebagai perubahan tingkah laku yang
kongret. Teori ini menekankan pada gagasan bahwa bagian-bagian
suatu situasi saling berhubungan dengan konteks seluruh siatuasi
tersebut. Hubungan stimulus (S) dan respon (R) menurut teori
kognitif dapat diamati pada gambar berikut:


menyebabkan menyebabkan

adanya stimulus perubahan internal adanya respon
yang dapat dilihat di dalam individu yang dapat dilihat

Gambar 2.8
Hubungan S-R menurut teori kognitif


Adapun beberapa teori kognitif yang penting untuk
penyususnan perencanaan pembelajaran, salah satunya adalah dalam
pandangan teori kognitif Gagne.
61

Menurut pandangan Gagne cara berpikir seseorang
bergantung kepada keterampilan yang dimilikinya serta hierarki

60
Muhaimin, dkk, Paradigma Pendidikan Islam Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam
di Sekolah, Op.Cit., hlm. 196.
61
Ibid., hlm. 199.
S R


prasyarat belajar apa yang diperlukan untuk mempelajari suatu tugas.
Dalam proses belajar terdapat dua fenomena yaitu keterampilan
intelektual akan meningkat sejalan dengan meningkatnya umur serta
intensitas latihan yang diperoleh inidividu. Semakin intens
intelektual dilatih, semakin meningkat pula kemampuan dan
keterampilan intelektual seseorang. Dan proses belajar akan lebih
cepat apabila strategi kognitif dapat digunakan dalam memecahkan
masalah secara lebih efisien.
Belajar menurut Gagne hanya akan terjadi kalau ada kondisi-
kondisi tertentu, yaitu (1) kondisi internal, yakni kesiapan peserta
didik dalam memperoleh dan menyimpan kapabilitas yang telah
dipelajari sebelumnya (prerequisite) untuk mendukung kapabilitas
belajar lainnya, dan (2) kondisi eksternal, yakni berbagai cara dan
situasi belajar yang dirancang secara sengaja untuk memudahkan
dan memperlancar peserta didik dalam proses internal.
Gagne mengemukakan delapan tipe belajar yang membentuk
suatu hierarki dari paling sederhana sampai paling kompleks, yakni:
(1) Belajar isyarat (signal learning),
Merupakan isyarat atau signal yang menimbulkan perasaan
tertentu, sikap tertentu atau yang emnimbulkan perasaan sedih
ataupun senang. Belajar berlangsung dalam bentuk pemberian
respon terhadap tanda-tanda sehingga dengan cara yang terus-


menerus terjadilah asosiasi antara tanda-tanda atau isyarat itu
dengan respos yang tetap.
(2) Belajar stimulus respons (stimulus-response learning),
Respon diperkuat dengan adanya imbalan atau reward. Tipe
belajar ini lebih tinggi daripada tipe belajar isyarat, karena aspek
pengertian mulai berfungsi, segi persamaannya adalah bahwa
keduanya bersifat asosiatif. Sering gerakan motoris merupakan
komponen penting dalam respon itu. Dengan belajar stimulus
respon ini seorang belajar mengucapkan kata-kata dan dalam
bahasa asing. Demikian juga seorang bayi belajar mengatakan
Mama atau Papa.
(3) Belajar rangkaian (chaining learning),
Tipe ini masih mengandung asosiasi yang kebanyakan berkaitan
dengan keterampilan motorik. Chaining learning ini terjadi bila
terbentuk hubungan antara beberapa S-R, oleh sebab yang satu
terjadi segera setelah yang satu lagi, jadi berdasarkan
Contiguity. Contoh dalam bahasa seperti Ibu-Bapak,
Kampung-Halaman, Selamat Tinggal dan sebagainya.
(4) Belajar asosiasi verbal (verbal association learning),
Tipe belajar ini bersifat asosiatif tingkat tinggi, karena biarpun
asosiasi memegang peranan, tetapi fungsi nalar yang
menentukan. Bentuk verbal association yang paling sederhana
ialah bila diperhatikan suatu bentuk geometris, dan anak itu


dapat mengatakan bujur sangkar, atau mengatakan itu bola
saya bila dilihatnya bola. Sebelumnya ia harus dapat
membedakan bentuk geometris agar dapat mengenal bujur
sangkar sebagai salah satu bentuk geometris, atau mengenal
bola, saya, dan itu. Hubungan itu terbentuk bila unsur-
0unsur itu terdapat dalam urutan tertentu.
(5) Belajar perbedaan atau diskriminasi (discrimination learning),
Suatu tipe belajar yang menghasilkan kemampuan membeda-
bedakan berbagai gejala. Siswa dapat membedakan manusia
yang satu dengan yang lain, juga tanaman, binatang, dan lain-
lain. Guru mengenal murid serta nama masing-masing karena
mampu mengadakan diskriminasi di antara murid-murid itu.
(6) Belajar konsep (concept learning),
Corak belajar yang dilakukan dengan menentukan ciri-ciri yang
khas yang ada dan memberikan sifat tertentu pula pada berbagai
objek. Dengan menguasai konsep manusia dapat
menggolongkan dunia sekitarnya menurut konsep itu, misalnya
menurut warna, bentuk, besar, jumlah, dan sebagainya. Suatu
konsep disimpulkan dari berbagai situasi, peristiwa dan ucapan.
Konsep ini berkembang sejalan dengan pengalaman-pengalaman
selanjutnya dalam sitausi, peristiwa, ucapan maupun kegiatan
yang lain baik diperoleh dari bacaan maupun pengalaman
langsung.


(7) Belajar hukum atau aturan (rule learning),
Tipe belajar ini terjadi dengan cara mengumpulkan sejumlah
sifat kejadian yang kemudian tersusun dalam macam-macam
aturan. Aturan-aturan ini jadinya tersusun dari kejadian-kejadian
yang khusus dan dapat disebut sebagai hukum, kaidah, rumus
dan sebagainya. Tipe belajar ini banyak terdapat dalam pelajaran
di sekolah. Banyak aturan yang perlu diketahui oleh setiap orang
yang terdidik. Aturan ini terdapat dalam tiap mata pelajaran.
Misalnya benda yang dipanasakan memuai, angin berhembus
dari arah maksimum ke arah minimum, untuk menjamin
keselamatan negara harus diadakan pertahanan yang ampuh dan
sebagainya.
(8) Belajar pemecahan masalah (problem solving leaning)
Tipe belajar ini menurut Gagne merupakan tipe belajar yang
paling kompleks, karena di dalamnya terkait tipe-tipe belajar
yang lain, terutama penggunaan aturan-aturan yang ada disertai
proses analisis dan penyimpulan. Dalam tipe belajar ini
diperlukan proses penalaran yang kadang-kadang memerlukan
waktu yang lama, tetapi dengan tipe belajar problem solving ini
kemampuan penalaran anak dapat berkembang. Memecahkan
masalah memerlukan pemikiran dengan menggunakan dan


menghubungkan berbagai aturan-aturan yang telah kita kenal
menurut kombinasi yang berlainan.
62

Pendirian bahwa segala macam belajar itu pada prinsipnya
sama, idak dapat diterima. Jenis-jenis atau tipe-tipe belajar ini dapat
dipandang sebagai bertingkat atau hierarkis. Setiap belajar yang
dibawah atau rendah merupakan syarat bagi bentuk belajar yang
lebih tinggi. Maka setiap hal yang dihadapi mula-mula mungkin
hanya memerlukan tipe yang rendah dan apabila ternyata
memerlukan caya yang lebih tinggi, maka barulah meningkat ke tipe
belajar yang lebih tinggi pula.
Kedelapan jenis belajar tersebut memiliki karakteristik yang
berbeda. Karena itu, aplikasinya dalam pembelajaran dapat
disesuaikan dengan karakteristik isi bidang studi dan karakteristik
peserta didik. Pembelajaran pendidikan agama, misalnya dapat
menggunakan jenis belajar problem solving learning, rule learning,
discrimination learning, dan jenis belajar lain yang sesuai dengan
karakteristik peserta didik yang melakukan belajar dan pokok
pembahasan yang dipelajari. Penggunaan jenis belajar tersebut dapat
dikombinasikan sesuai dengan kebutuhan.
63





62
Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran, (Bandung: Alfabeta, 2003), hlm. 23.
63
Muhaimin, dkk, Paradigma Pendidikan Islam Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam
di Sekolah, Op.Cit., hlm. 203.


B. Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional (S/MBI)
1. Pengertian Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional
Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional merupakan
Sekolah/Madrasah yang sudah memenuhi seluruh Standar Nasional
Pendidikan dan diperkaya dengan mengacu pada standar pendidikan
salah satu negara anggota Organization for Economic Cooperation and
Development (OECD) dan/atau negara maju lainnya yang mempunyai
keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan sehingga memiliki daya
saing di forum internasional.
Pada prinsipnya, Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional harus
bisa memberikan jaminan mutu pendidikan dengan standar yang lebih
tinggi dari Standar Nasional Pendidikan.
64

2. Landasan Hukum Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional
Penjaminan Mutu Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional
berlandaskan pada:
a. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional dalam Pasal 50 menyatakan bahwa:
Ayat (1) :Pengelolaan sistem pendidikan nasional
merupakan tanggung jawab Menteri.
Ayat (2) :Pemerintah menentukan kebijakan nasional dan
standar nasional pendidikan untuk menjamin mutu pendidikan
nasional.

64
Departemen Pendidikan Nasional, Pedoman Penjaminan Mutu Sekolah/Madrasah Bertaraf
Internasional Pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah, (Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional, 2007), hlm. 5.


Ayat (3) :Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah
menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu sekolah pada semua
jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi sekolah yang
bertaraf internasional.
b. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 - 2025
mengatur perencanaan pembangunan jangka panjang sebagai arah
dan prioritas pembangunan secara menyeluruh yang akan
dilakukan secara bertahap untuk mewujudkan masyarakat adil dan
makmur.
c. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan dalam Pasal 61 Ayat (1) menyatakan bahwa:
Pemerintah bersama-sama pemerintah daerah menyelenggarakan
sekurang-kurangnya satu sekolah pada jenjang pendidikan dasar
dan sekurang-kurangnya satu sekolah pada jenjang pendidikan
menengah untuk dikembangkan menjadi sekolah bertaraf
internasional.
d. Rencana Strategis Departemen Pendidikan Nasional Tahun 2005-
2009 menyatakan bahwa untuk meningkatkan daya saing bangsa,
perlu dikembangkan sekolah bertaraf internasional pada tingkat
kabupaten/kota melalui kerjasama yang konsisten antara
pemerintah dengan pemerintah kabupaten/kota yang bersangkutan,
untuk mengembangkan SD, SMP, SMA, dan SMK yang bertaraf


internasional sebanyak 112 unit di seluruh Indonesia.
65

3. Konsep Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional
Berdasarkan pengertian sekolah/madrasah internasional di atas
bahwasanya Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional merupakan
sekolah/madrasah yang sudah memenuhi seluruh Standar Nasional
Pendidikan dan diperkaya dengan mengacu pada standar pendidikan
salah satu negara anggota Organization for Economic Cooperation and
Development (OECD) dan/atau negara maju lainnya yang mempunyai
keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan sehingga memiliki daya
saing di forum internasional sebagaimana yang diharapkan. Pada
prinsipnya, sekolah/madrasah bertaraf inetrnasional harus bisa
memberikan jaminan mutu pendidikan dengan standar yang lebih tinggi
dari Standar Nasional Pendidikan.
Adapun esensi dari rumusan konsepsi Sekolah/Madrasah Bertaraf
Internasional tersebut dijabarkan sebagai berikut:
a. Sekolah/Madrasah yang sudah memenuhi seluruh Standar Nasional
Pendidikan yaitu Sekolah/Madrasah yang sudah melaksanakan
standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar
pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana,
standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian.
Berikut skema tahap penyelenggaraan Sekolah/Madrasah Bertaraf
Internasional:

65
Ibid., hlm. 3-4.
















Gambar 2.9
Proses Pentahapan Menjadi Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional
(Hermana Somantrie, 2007)
66




Tahapan tersebut di atas mencerminkan bahwa untuk mencapai
level Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional tidak dapat dilakukan
secara instan, melainkan harus melalui tahap demi tahap yang berjenjang.
Demikian juga penyelenggaraan Sekolah/Madrasah Bertaraf
Internasional juga di dukung dengan adanya acuan penjaminan mutu,
yaitu: (1) Kriteria acuan mutu, (2) Kriteria jaminan mutu.




66
Hermana Somantrie, Sekolah.Madrasah Bertaraf Internasional (S/MBI), dalam Jurnal
Pendidikan dan Kebudayaan, (Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan, Depdiknas, 2007),
hlm. 11.
Sekolah/Madrasah
Yang Memenuhi
Sebagian Kecil
Standar Nasional
Sekolah/Madrasah Yang
Memenuhi Seluruh
Standar Nasional
Pendidikan
Sekolah/Madrasah
Bertaraf Internasional
Sekolah/Madrasah Yang
Memenuhi Sebagian
Besar Standar Nasional
Pendidikan


KRITERIA ACUAN MUTU JAMINAN MUTU










Gambar 2. 10
Penjaminan Mutu Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasiona l
67


b. Diperkaya dengan mengacu pada standar pendidikan salah satu
anggota OECD dan/atau negara maju lainnya yang mempunyai
keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan dapat dilaksanakan
melalui dua cara sebagai berikut:
1) Adaptasi yaitu penyesuaian unsur-unsur tertentu yang sudah
ada dalam Standar Nasional Pendidikan dengan mengacu pada
standar pendidikan salah satu negara anggota OECD dan/ atau
negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu
dalam bidang pendidikan.
2) Adopsi yaitu penambahan unsur-unsur tertentu yang belum ada

67
Ibid., hlm. 20.

MADRASAH
BERTARAF
INTERNASIONA
L

Memenuhi Seluruh
Standar Nasional
Pendidikan

Pengayaan
Dengan Cara
Adaptasi Dan
Adopsi Dari
Standar
Pendidikan Salah
Satu Negara
Anggota OECD
dan/atau
Negara Maju
Lainnya

AKREDITASI
KURIKULUM
PROSES
PEMBELAJARAN
PENILAIAN
PENDIDIK
TENAGA
KEPENDIDIKAN
SARANA DAN
PRASARANA
PEMBIAYAAN
OUTPUT

Feed Back Feed Back


dalam Standar Nasional Pendidikan dengan mengacu pada
standar pendidikan salah satu negara anggota OECD dan/atau
negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu
dalam bidang pendidikan;
3) OECD yang berlokasi di Paris Perancis merupakan organisasi
internasional untuk membantu pemerintahan negara-negara
anggotanya menghadapi tantangan globalisasi ekonomi.
4) Negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu
dalam bidang pendidikan adalah negara-negara maju yang
tidak termasuk dalam keanggotaan OECD, tetapi keunggulan
pendidikannya bisa diadaptasi dan/atau diadopsi.
c. Daya saing di forum internasional memiliki makna bahwa siswa dan
lulusan Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional antara lain dapat:
1) Melanjutkan pendidikan pada satuan pendidikan yang bertaraf
internasional, baik di dalam maupun di luar negeri.
2) Mengikuti sertifikasi bertaraf internasional yang
diselenggarakan oleh salah satu negara OECD dan/atau negara
maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam
bidang pendidikan.
3) Meraih medali tingkat internasional pada berbagai kompetisi
sains, matematika, teknologi, seni, dan olah raga; dan
4) Bekerja pada lembaga-lembaga internasional dan/atau negara-


negara lain.
68

Penyelenggaraan S/MBI didasari filosofi eksistensialisme dan
esensialisme (fungsionalisme). Filosofi eksistensialisme berkeyakinan
bahwa pendidikan harus menyuburkan dan mengembangkan eksistensi
peserta didik seoptimal mungkin melalui fasilitas yang dilaksanakan
melalui proses pendidikan yang bermartabat, pro perubahan, kreatif,
inovatif, dan eksperimentif, menumbuhkan dan mengembangkan bakat,
minat, dan kemampuan peserta didik.
69

Filosofi eksistensialisme berpandangan bahwa dalam proses
belajar mengajar, peserta didik harus diberi perlakuan secara maksimal
untuk mengaktualkan, mengeksiskan, menyalurkan semua potensinya,
baik potensi (kompetensi) intelektual (IQ), emosional (EQ), dan Spiritual
(SQ).
Filosofi esensialisme menekankan bahwa pendidikan harus
berfungsi dan relevan dengan kebutuhan, baik kebutuhan individu,
keluarga, maupun kebutuhan berbagai sektor dan sub-sub sektornya, baik
lokal, nasional, maupun internasional. Terkait dengan tuntutan
globalisasi, pendidikan harus menyiapkan sumber daya manusia
Indonesia yang mampu bersaing secara internasional. Dalam
mengaktualkan kedua filosofi tersebut, empat pilar pendidikan, yaitu:
learning to know, learning to do, learning to live together, and learning

68
Departemen Pendidikan Nasional, Pedoman Penjaminan Mutu Sekolah/Madrasah Bertaraf
Internasional Pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah, Op.Cit., hlm. 7.
69
Kir Haryana, Konsep Sekolah Bertaraf Internasional (artikel), (Jakarta: Direktorat Pembinaan
Sekolah Menengah Pertama, 2007), hlm. 37.


to be merupakan patokan berharga bagi penyelarasan praktek-praktek
penyelenggaraan pendidikan di Indonesia, mulai dari kurikulum, guru,
proses belajar mengajar, sarana dan prasarana, hingga sampai
penilainya.
70

Setidaknya karakteristik Madrasah Bertaraf Internasional
memiliki dua kriteria yaitu:
1. Secara akademis memiliki prestasi yang membanggakan
2. Secara sosial menguasai bahasa internasional yaitu Bahasa Arab
dan Inggris.
71

Dalam ungkapan yang sederhana Madrasah Bertaraf Internasional
ialah madrasah yang siswanya memiliki prestasi akademis tinggi
sekaligus menguasai Bahasa Inggris dan Bahasa Arab yang memadai,
dan tentu saja akhlaq dan sosiabilitasnya harus memenuhi standar
kemadrasahan.
Madrasah Bertaraf Internasional yang muncul baru-baru ini
merupakan upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan yang benar-
benar unggul. Sebab keberadaan Madrasah Bertaraf Internasional di
dukung oleh kurikulum yang sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, serta dilengkapai dengan sarana prasara yang
memadai. Model pembelajaran yang diterapkan juga tidak lagi berpusat
pada guru (teacher centered) melainkan berpusat pada murid (student
centered).

70
Ibid., hlm. 37-38.
71
Ki Supriyoko, Mewujudkan Madrasah Standar Internasional, (Jawa Pos, 20 Juli 2007)


4. Kurikulum dan Proses Pembelajaran Sekolah/Madrasah Bertaraf
Internasional
Mutu setiap Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional dijamin
dengan keberhasilan melaksanakan kurikulum secara tuntas. Kurikulum
merupakan acuan dalam penyusunan silabus dan rencana pelaksanaan
pembelajaran. Keberhasilan tersebut ditandai dengan pencapaian
indikator kinerja kunci minimal sebagai berikut:
a. Menerapkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP),
b. Menerapkan sistem satuan kredit semester di SMA/SMK/MA/MAK,
c. Memenuhi Standar Isi,
d. Memenuhi Standar Kompetensi Lulusan.
72

Selain itu, keberhasilan tersebut juga ditandai dengan pencapaian
indikator kinerja kunci tambahan sebagai berikut:
a. Sistem administrasi akademik berbasis Teknologi Informasi dan
Komunikasi (TIK) di mana setiap saat siswa bisa mengakses
transkripnya masing-masing,
b. Muatan mata pelajaran setara atau lebih tinggi dari muatan pelajaran
yang sama pada sekolah unggul dari salah satu Negara anggota
OECD dan/atau negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan
tertentu dalam bidang pendidikan,
c. Menerapkan standar kelulusan sekolah/madrasah yang lebih tinggi
dari Standar Kompetensi Lulusan.

72
Departemen Pendidikan Nasional, Pedoman Penjaminan Mutu Sekolah/Madrasah Bertaraf
Internasional Pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah, Op.Cit., hlm. 10.


Sedangkan dalam segi pembelajaran mutu setiap
Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional dijamin dengan keberhasilan
melaksanakan proses pembelajaran yang efektif dan efisien. Proses
pembelajaran disesuaikan dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik
serta psikologis peserta didik. Keberhasilan tersebut ditandai dengan
pencapaian indikator kinerja kunci minimal, yaitu memenuhi Standar
Proses. Selain itu, keberhasilan tersebut juga ditandai dengan pencapaian
indikator kinerja kunci tambahan sebagai berikut:
73

a. Proses pembelajaran pada semua mata pelajaran menjadi teladan
bagi sekolah/madrasah lainnya dalam pengembangan akhlak mulia,
budi pekerti luhur, kepribadian unggul, kepemimpinan, jiwa
entrepreneural, jiwa patriot, dan jiwa inovator;
b. Diperkaya dengan model proses pembelajaran sekolah unggul dari
salah satu negara anggota OECD dan/atau negara maju lainnya yang
mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan;
c. Menerapkan pembelajaran berbasis TIK pada semua mata pelajaran;
d. Pembelajaran mata pelajaran kelompok sains, matematika, dan inti
kejuruan menggunakan bahasa Inggris, sementara pembelajaran
mata pelajaran lainnya, kecuali pelajaran bahasa asing, harus
menggunakan bahasa Indonesia; dan
e. Pembelajaran dengan bahasa Inggris untuk mata pelajaran kelompok
sains dan matematika untuk SD/MI baru dapat dimulai pada Kelas

73
Ibid., hlm. 10.


IV. Dalam proses pembelajaran selain menggunakan bahasa
Indonesia dan bahasa Inggris, juga bisa menggunakan bahasa lainnya
yang sering digunakan dalam forum internasional, seperti bahasa
Perancis, Spanyol, Jepang, Arab, dan China.
74

Secara garis besarnya Madrasah Bertaraf Internasional dapat
dilihat dari beberapa karakter sebagai berikut:
75

1. Akreditasi
a) Indikator Kinerja Kunci Minimal
Berakreditasi minimal A dari Badan Akreditasi Nasional-
Sekolah dan Madrasah (BAN-S/M).
b) Indikator Kinerja Kunci Tambahan
Berakreditasi tambahan dari badan akreditasi sekolah pada salah
satu negara anggota Organization for Economic Cooperation
and Development (OECD) dan/atau negara maju lainnya yang
mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan.
2. Kurikulum
a) Indikator Kinerja Kunci Minimal
1. Menerapkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP),
2. Menerapkan sistem satuan kredit semester di
SMA/SMK/MA/MAK,
3. Memenuhi standar isi,

74
Ibid., hlm. 10.
75
Ibid., hlm. vii.


4. Memenuhi standar kompetensi lulusan.
b) Indikator Kinerja Kunci Tambahan
1. Sistem administrasi akademik berbasis Teknologi Informasi
dan Komunikasi (TIK) di mana setiap saat siswa bisa
mengakses transkripnya masing-masing,
2. Muatan mata pelajaran setara atau lebih tinggi dari muatan
pelajaran yang sama pada sekolah unggul dari salah satu
negara OECD dan/atau negara maju lainnya yang
mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan,
3. Menerapkan standar kelulusan dari sekolah yang lebih
tinggi dari Standar Kompetensi Lulusan.
76

3. Proses Pembelajaran
a) Indikator Kinerja Kunci Minimal
Memenuhi standar proses
b) Indikator Kinerja Kunci Tambahan
1. Proses pembelajaran pada semua mata pelajaran menjadi
teladan bagi sekolah/madrasah lainnya dalam
pengembangan akhlak mulia, budi pekerti luhur,
kepribadian unggul, kepemimpinan, jiwa entrepreneural,
jiwa patriot, dan jiwa inovator,
2. Diperkaya dengan model proses pembelajaran sekolah
unggul dari salah satu negara anggota OECD dan/atau

76
Ibid., hlm. vii.


negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu
dalam bidang pendidikan,
3. Menerapkan pembelajaran berbasis TIK pada semua mata
pelajaran,
4. Pembelajaran mata pelajaran kelompok sains, matematika,
dan inti kejuruan menggunakan bahasa Inggris, sementara
pembelajaran mata pelajaran lainnya, kecuali pelajaran
bahasa asing, harus menggunakan bahasa Indonesia; dan
5. Pembelajaran dengan bahasa Inggris untuk mata pelajaran
kelompok sains dan matematika untuk SD/MI baru dapat
dimulai pada Kelas IV.
4. Penilaian
a) Indikator Kinerja Kunci Minimal
Memenuhi standar penilaian
b) Indikator Kinerja Kunci Tambahan
Diperkaya dengan model penilaian sekolah unggul dari negara
anggota OECD dan/atau negara maju lainnya yang mempunyai
keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan.
77

5. Pendidik
a) Indikator Kinerja Kunci Minimal
Memenuhi standar pendidik
b) Indikator Kinerja Kunci Tambahan

77
Ibid., hlm. viii


1. Semua guru mampu memfasilitasi pembelajaran berbasis
TIK,
2. Guru mata pelajaran kelompok sains, matematika, dan inti
kejuruan mampu mengampu pembelajaran berbahasa
Inggris,
3. Minimal 10 % guru berpendidikan S2/S3 dari Perguruan
Tinggi yang program studinya berakreditasi A untuk
SD/MI,
4. Minimal 20 % guru berpendidikan S2/S3 dari Perguruan
Tinggi yang program studinya berakreditasi A untuk
SMP/MTS,
5. Minimal 30 % guru berpendidikan S2/S3 dari Perguruan
Tinggi yang program studinya berakreditasi A untuk
SMA/SMK/MA/MAK.
78

6. Tenaga Kependidikan
a) Indikator Kinerja Kunci Minimal
Memenuhi standar tenaga kependidikan
b) Indikator Kinerja Kunci Tambahan
1. Kepala Sekolah/Madrasah berpendidikan minimal S2 dari
Perguruan Tinggi yang program studinya berakreditasi A
dan telah menempuh pelatihan Kepala Sekolah/Madrasah

78
Ibid., hlm. ix.


dari lembaga pelatihan kepala sekolah yang diakui oleh
pemerintah,
2. Kepala Sekolah/Madrasah mampu berbahasa Inggris secara
aktif,
3. Kepala Sekolah/Madrasah bervisi internasional, mampu
membangun jejaring internasional, memiliki kompetensi
manajerial, serta jiwa kepemimpinan dan entrepreneurial
yang kuat.
79

7. Sarana dan Prasarana
a) Indikator Kinerja Kunci Minimal
Memenuhi standar sarana dan prasarana
b) Indikator Kinerja Kunci Tambahan
1. Setiap ruang kelas dilengkapi dengan sarana pembelajaran
berbasis TIK,
2. Perpustakaan dilengkapi dengan sarana digital yang
memberikan akses ke sumber pembelajaran berbasis TIK di
seluruh dunia,
3. Dilengkapi dengan ruang multi media, ruang unjuk seni
budaya, fasilitas olahraga, klinik, dan lain sebagainya.
8. Pengelolaan
a) Indikator Kinerja Kunci Minimal
Memenuhi standar pengelolaan

79
Ibid., hlm. ix.


b) Indikator Kinerja Kunci Tambahan
1. Meraih sertifikat ISO 90001 versi 20000 atau sesudahnya
dan ISO 14000,
2. Merupakan sekolah/madrasah multi-kultural,
3. Menjalin hubungan sister school dengan sekolah bertaraf
internasional di luar negeri,
4. Bebas narkoba dan rokok,
5. Bebas kekerasan (bullying),
6. Menerapkan prinsip kesetaraan gender dalam segala aspek
pengelolaan sekolah,
7. Meraih medali tingkat internasional pada berbagai
kompetisi sains, matematika, teknologi, seni dan olahraga.
9. Pembiayaan
a) Indikator Kinerja Kunci Minimal
Memenuhi standar pembiayaan
b) Indikator Kinerja Kunci Tambahan
Menerapkan model pembiayaan yang efisien untuk mencapai
berbagai target indikator kunci tambahan.
80






80
Ibid., hlm. x.


BAB III
METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
deskriptif kualitatif. Karena kegiatan penelitian ini akan menghasilkan data
deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku
yang dapat diamati. Dalam pendekatan deskriptif, data yang dikumpulkan
adalah berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka. Hal itu disebabkan
oleh adanya penerapan metode kualitatif. Dengan demikian, laporan
penelitian akan berisi kutipan-kutipan data untuk memberi gambaran
penyajian laporan tersebut. Data tersebut mungkin berasal dari naskah
wawancara, catatan lapangan, foto, video tape, dokumen pribadi, catatan atau
memo, dan dokumen resmi lainnya.
81

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan data/gambaran yang
obyektif, faktual, akurat dan sistematis, mengenai masalah yang akan dikaji
oleh peneliti. Adapun penelitian ini adalah penelitian studi kasus (lapangan)
yang menurut Suharsimi Arikunto, penelitian studi kasus adalah suatu
penelitian yang dilakukan secara intensif, terinci dan mendalam terhadap
suatu organisasi, lembaga atau gejala tertentu.
82



81
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2002), hlm
3.
82
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta,
2002), hlm. 120.


B. Kehadiran Peneliti
Dalam penelitian kualitatif, peneliti sendiri atau dengan bantuan
orang lain merupakan pengumpul data utama. Dalam hal ini, sebagaimana
dinyatakan oleh Lexy Moleong bahwa,
Kedudukan peneliti dalam penelitian kualitatif cukup rumit. Ia
sekaligus merupakan perencana, pelaksana, pengumpul data,
analisis, penafsir data, dan pada akhirnya ia menjadi pelapor hasil
penelitiannya. Pengertian instrument atau alat penelitian di sini tepat
karena ia menjadi segalanya dari keseluruhan proses penelitian.
83


Berdasarkan pada pandangan di atas, maka pada dasarnya kehadiran
peneliti di sini di samping sebagai instrumen juga menjadi faktor penting
dalam seluruh kegiatan penelitian ini.

C. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di MAN 3 Malang yang terletak di Jalan
Bandung No. 7 Malang. Lokasi MAN 3 Malang ini terletak di kawasan
Madrasah Terpadu yang meliputi MIN Malang 1, MTsN Malang 1 dan MAN
3 Malang. Jika ditinjau dari lokasinya sekolah ini berada di daerah yang
cukup strategis dan mudah dijangkau, maka tidak heran siswa sekolah ini
berasal dari berbagai daerah baik dari wilayah kota Malang maupun luar kota
Malang. MAN 3 Malang sebagai MAN Model Malang menyediakan kelas
khusus Madrasah Bertaraf Internasional (MABI) Berorientasi Timur Tengah
sejalan dengan program unggulan fullday school, boarding school, dan
program akselerasi. Peneliti memilih lokasi ini untuk mengetahui Model

83
Lexy Moleong, Op.Cit., hlm. 121.


Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Program Madrasah Bertaraf
Internasional (MABI) di MAN 3 Malang.

D. Sumber Data
Menurut Suharsimi Arikunto, sumber data adalah subjek di mana
data di peroleh.
84
Sedangkan menurut Lofland, yang dikutip oleh Lofland,
yang dikutip oleh Moleong, sumber data utama dalam penelitian kualitatif
adalah kata-kata atau tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti
dokumen dan lain-lain.
85

Adapun sumber data terdiri dari dua macam, yaitu:
1. Data primer
Data primer adalah data yang langsung dikumpulkan oleh
peneliti (atau petugas-petugasnya) dari sumber pertamanya.
86
Adapun
yang menjadi data utama dalam penelitian ini adalah:
a. Hasil wawancara dengan koordinator program Madrasah Bertaraf
Internasional (MABI) berorientasi timur tengah MAN 3 Malang.
b. Hasil wawancara guru agama mata pelajaran Siroh Nabawiah, Adab
dan Tafsir program Madrasah Bertaraf Internasional (MABI)
berorientasi timur tengah MAN 3 Malang.



84
Suharsimi, Op.Cit., hlm. 102.
85
Lexy Moleong, Op.Cit., hlm. 112.
86
Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998),
hlm. 84.


2. Data sekunder
Data sekunder adalah data yang biasanya telah tersusun dalam
bentuk dokumen-dokumen, misalnya data mengenai keadaan demografis
suatu daerah, data mengenai produktifitas suatu perguruan tinggi, data
mengenai persediaan pangan di suatu daerah, dan sebagainya.
87

Data sekunder yang diperoleh oleh peneliti adalah data yang
diperoleh langsung dari pihak-pihak yang berkaitan diantaranya:
a. Hasil wawancara dengan waka kurikulum MAN 3 Malang.
b. Hasil wawancara dengan siswa kelas XI program Madrasah Bertaraf
Internasional (MABI) berorientasi timur tengah MAN 3 Malang.
c. Koordinator TU MAN 3 Malang yang berupa buku profil sekolah
dan berbagai literatur yang relevan dengan pembahasan.
Pemilihan informan dalam penelitian ini dilakukan dengan cara
atau teknik snow ball sampling, yaitu informan kunci akan menunjuk
seseorang yang mengetahui masalah yang akan diteliti untuk melengkapi
keterangan, dan orang yang ditunjuk tersebut akan menunjuk orang lain
lagi bila keterangan yang diberikan kurang memadai.

E. Teknik Pengumpulan Data
Menurut Lofland sumber data utama dalam penelitian kualitatif
adalah kata-kata atau tindakan selebihnya adalah data tambahan seperti

87
Ibid., hlm. 85.


dokumen dan lain sebagainya.
88
Sesuai dengan prosedur tersebut maka cara
pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan tiga
macam teknik pengumpulan data, yaitu:
1. Metode Observasi
Menurut Sutrisno Hadi, observasi adalah suatu teknik yang
digunakan melalui pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap
fenomena yang diselidiki.
89

Dalam hal ini peneliti menggunakan observasi partisipan. Model
observasi ini digunakan penulis guna untuk mengumpulkan semua data
yang berkaitan dengan penelitian. Sedangkan pada tahapan penelitian
penulis menggunakan observasi terfokus, dimana peneliti observasi telah
dipersempit untuk memfokuskan aspek tertentu. Metode ini digunakan
oleh peneliti untuk memperoleh informasi tentang keadaan obyek
penelitian, situasi umum, kegiatan belajar mengajar, strategi
pembelajaran serta sarana prasarana pendukung pelaksanaan
pembelajaran program Madrasah Bertaraf Internasional (MABI) di MAN
3 Malang.
2. Metode Interview
Metode interview merupakan percakapan-percakapan dengan
maksud tertentu, percakapan ini dilaksanakan oleh dua pihak yaitu

88
Lexy Moleong, Op.Cit., hlm. 112.
89
Sutrisno Hadi, Metodologi Research Jilid II, (Yogyakarta: Andi Offset, 1998), hlm. 136.


pewawancara yang mengajukan pertanyaan dengan yang diwawancarai
memberikan jawaban atas pertanyaan itu.
90

Dalam hal ini peneliti menggunakan wawancara terstruktur
karena dapat dipersiapkan sedemikian rupa pertanyaan-pertanyaan yang
diperlukan agar hanya fokus mengulas pokok-pokok permasalahan yang
akan diteliti.
Peneliti melakukan wawancara dengan waka kurikulum,
koordinator program Madrasah Bertaraf Internasional (MABI), guru
mata pelajaran Adab, Tafsir dan Siroh Nabawiah, siswa kelas XI
program Madrasah Bertaraf Internasional (MABI) serta informan lain
terkait dengan masalah yang diteliti.
3. Metode Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah metode mencari data mengenai hal-
hal yang variabelnya berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar,
majalah, prasasti, notulen rapat, agenda dan lain sebagainya.
91

Dalam penelitian ini metode dokumentasi digunakan untuk
mendapatkan data yang berhubungan dengan: (1) pelaksanaan
pembelajaran Pendidikan Agama Islam; (2) faktor pendukung dan
penghambat pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam
program Madrasah Bertaraf Internasional (MABI) di MAN 3 Malang.



90
Lexy Moleong, Op.Cit., hlm. 135.
91
Suharsimi.,Op.Cit., hlm. 202.


F. Analisis Data
Analisis data kualitatif adalah (Bogdan dan Biklen, 1982) adalah
upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan
data, memilah-milah menjadi satuan yang dapat dikelola, mesintesiskannya,
mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang
dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain
Dalam penilaian kualitatif, data yang diperoleh dari berbagai
sumber, dengan menggunakan teknik pengumpulan data yang bermacam-
macam, dan dilakukan secara terus menerus sampai datanya jenuh. Dengan
pengamatan yang terus menerus tersebut mengakibatkan variasi data tinggi
sekali, sehingga sering mengalami kesulitan dalam melakukan analisis.
Analisis data menurut Patton yang dikutip oleh moleong adalah
proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya kedalam suatu pola,
kategori dan satuan uraian dasar. Sedangkan menurut Bogdan dan Taylor
analisa data adalah proses yang merinci usaha secara formal untuk
menemukan tema dan merumuskan ide seperti yang disarankan oleh data dan
sebagai usaha untuk memberikan bantuan pada tema dan ide itu.
92

Berdasarkan hasil tersebut di atas dapat dikemukakan bahwa analisis
data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang
diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan dan dokumentasi, dengan
cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-
unit, melakukan sintesa, menyusun kedalam pola, memilih mana yang

92
Lexy Moleong, Op.Cit., hlm. 103.


penting akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami
oleh diri sendiri maupun orang lain.
Dalam penelitian kualitatif, data yang dikumpulkan bukan angka,
akan tetapi berupa kata-kata atau gambar. Data yang dimaksud mungkin
berasal dari naskah wawancara, catatan lapangan, foto, video, tape, dokumen
pribadi, maupun dokumen resmi lainnya.
Dalam penelitian kualitatif, analisis data lebih difokuskan selama
proses di lapangan bersamaan dengan pengumpulan data.
1) Analisis sebelum di lapangan
Analisis dilakukan terhadap data hasil studi pendahuluan, atau data
sekunder, yang digunakan untuk menentukan fokus penelitian. Namun
demikian fokus penelitian ini masih bersifat sementara, dan akan
berkembang setelah peneliti masuk dan selama di lapangan.
2) Analisis data dilapangan
Setelah data selesai dikumpulkan dalam periode tertentu. Pada saat
wawancara, peneliti sudah melakukan analisis terhadap jawaban yang
diwawancarai setelah dianalisis terasa belum memuaskan, maka peneliti
akan melanjutkan pertanyaan lagi sampai tahap tertentu, diperoleh data
yang dianggap kredibel. Miles dan Hubarmen, mengemukakan bahwa
aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan
berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah
jenuh.


Tahapan penelitian kualitatif dimulai dengan menetapkan informan
kunci yang dapat memberikan keterangan kepada peneliti atas masalah yang
sedang diteliti. Setelah itu peneliti melakukan wawancara kepada informan
tersebut, dan mencatat hasil wawancara. Setelah itu perhatian pada obyek
penelitian dan memulai mengajukan pertanyaan deskriptif, dilanjutkan
dengan analisis terhadap hasil wawancara.

G. Pengecekan Keabsahan Data
Keabsahan data merupakan konsep penting yang diperlukan dari
konsep kesahihan (validitas) dan keandalan (realibilitas). Untuk menetapkan
keabsahan data yang diperlukan teknik pemeriksaan. Pelaksanaan teknik
pemeriksaan didasarkan atas sejumlah kriteria tertentu. Ada empat kriteria
yang dipergunakan, yaitu derajat kepercayaan (credibility), keteralihan
(transferability), kebergantungan (dependability) dan kepastian
(confirmability).
Pengambilan data-data melalui tiga tahapan, diantaranya tahapan
pendahuluan, tahap penyaringan dan tahap melengkapi data yang masih
kurang. Pengecekan keabsahan data banyak terjadi pada tahap penyaringan
data. Oleh sebab itu jika terjadi data yang tidak relevan dan kurang memadai
maka akan dilakukan penyaringan data sekali lagi di lapangan, sehingga data
tersebut memiliki kadar validitas yang tinggi.


Moleong menyebutkan bahwa dalam penelitian diperlukan suatu
tekhnik pemeriksaan keabsahan data
93
. Sedangkan untuk memperoleh
keabsahan temuan perlu diteliti kredibilitasnya dengan menggunakan teknik
sebagai berikut:
a. Presistent Observation (ketekunan pengamatan), yaitu mengadakan
observasi secara terus menerus terhadap objek penelitian guna
memahami gejala lebih mendalam terhadap berbagai aktifitas yang
sedang berlangsung di lokasi penelitian.
b. Triangulasi, yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan
sesuatu yang lain dari luar data untuk keperluan pengecekan atau
pembanding terhadap data. Triangulasi yang digunakan dalam penelitian
ini adalah triangulasi sumber data dengan cara membandingkan dan
mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh
melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif.
c. Peerderieting (pemeriksaan sejawat melalui diskusi), bahwa yang
dimaksud dengan pemeriksaan sejawat melalui diskusi yaitu teknik yang
dilakukan dengan cara mengekspos hasil sementara atau hasil akhir yang
diperoleh dalam bentuk diskusi analitik dengan rekan-rekan sejawat.

H. Tahap-Tahap Penelitian
Dalam penelitian ini, ada beberapa tahapan penelitian, diantaranya:
a. Tahap pra lapangan

93
Lexy Moleong, Op.Cit., hlm. 171


1. Memilih lapangan, dengan pertimbangan bahwa MAN 3 Malang
adalah salah satu sekolah yang menerapkan Madrasah Bertaraf
Internasional (MABI) dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam.
2. Mengurus perijinan, baik secara formal maupun informal.
3. Melakukan penjajakan lapangan, dalam rangka penyesuaian dengan
MAN 3 Malang selaku objek penelitian.
b. Tahap pekerjaan lapangan
1. Mengadakan observasi langsung ke MAN 3 Malang terhadap
pembelajaran Pendidikan Agama Islam Program Madrasah Bertaraf
Internasional (MABI) di MAN 3 Malang, dengan melibatkan
beberapa informan untuk memperoleh data.
2. Memasuki lapangan, dengan mengamati berbagai fenomena proses
pembelajaran dan wawancara dengan beberapa pihak yang
bersangkutan.
3. Berperan serta sambil mengumpulkan data.
c. Penyusunan laporan penelitian, berdasarkan hasil data yang diperoleh.
Dengan rancangan penyusunan laporan sebagaimana telah tertera dalam
sistematika penulisan laporan.







BAB IV
HASIL PENELITIAN

A. Deskripsi Obyek Penelitian
1. Sejarah Singkat MAN 3 Malang
Madrasah Aliyah Negeri 3 Malang (MAN 3 Malang) merupakan
salah satu dari lima madrasah model di Jawa Timur, dan juga merupakan
salah satu madrasah terpadu dari delapan madrasah terpadu se-Indonesia.
Sejarah singkat MAN 3 Malang, bermula dari suatu lembaga pendidikan
yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan guru pendidikan agama Islam
di sekolah-sekolah rendah negeri.
Hal ini berdasarkan surat keputusan bersama menteri Pendidikan
dan Kebudayaan dengan menteri Agama pada tanggal 2 Desember 1946
no. 1142/BH.A tentang penyediaan guru agama secara kilat dan cepat,
sehingga ditetapkan rencana pendidikan guru agama Islam jangka pendek
dan jangka panjang.
Untuk mewujudkan rencana tersebut, maka pada tanggal 16 Mei
1948 mulai didirikan Sekolah Guru Hakim Islam (SGHI) dan Sekolah
Guru Agama Islam (SGAI). Selanjutnya berdasarkan ketetapan menteri
agama tertanggal 15 Agustus 1951 no. 7 SGAI diubah menjadi
Pendidikan Guru Agama (PGA 5 tahun) yang siswanya berasal dari
lulusan sekolah rendah atau madrasah rendah.
94


94
Sumber: Dokumen MAN 3 Malang.


Berdasarkan Surat ketetapan menteri agama tanggal 21
Nopember 1953 no. 35, lama belajar di PGA ditambah 1 tahun, sehingga
menjadi 6 tahun, dan diubah menjadi dua bagian, yaitu, Pertama:
Pendidikan Guru Agama Pertama (PGAP), lama belajarnya 4 tahun (
kelas 1 s/d kelas 4) dan Kedua: Pendidikan Guru Agama Atas (PGAA),
lama belajarnya 2 tahun (kelas 5 dan kelas 6). Selanjutnya, pada tahun
ajaran 1958/1959 PGAP dan PGAA dilebur mengadi PGAN 6 TAHUN
Malang.
Perkembangan berikutnya, dengan adanya surat keputusan
Menteri Agama tanggal 16 Maret 1978 no. 16, PGAN 6 tahun di pecah
lagi menjadi dua lembaga pendidikan yaitu,Pertama: Kelas 1 s/d 3
menjadi Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Malang 1, dan Kedua:
Kelas 4 s/d 6 menjadi Pendidikan Guru Agama Negeri (PGAN) Malang.
Selanjutnya berdasarkan Keputusan Menteri Agama no. 42 tanggal 1 Juli
1992 PGAN Malang beralih fungsi menjadi Madrasah Aliyah Negeri
(MAN) 3 Malang.
Dan berdasarkan surat keputusan Direktur Jendral Pembinaan
Kelembagaan Agama Islam tanggal 16 Juni 1993 No. E/55/1993. MAN 3
Malang diberi wewenang untuk menyelenggarakan Madrasah Aliyah
Program Khusus (MAPK), yang selanjutnya berdasarkan perubahan
kurikulum 1984 ke kurikulum 1994, MAPK berubah nama menjadi
Madrasah Aliyah Keagamaan (MAK) sampai sekarang.
PGAN Malang telah mencapai kejayaan, hal ini berkaitan dengan


keberhasilan outputnya yang dominan di tengah-tengah masyarakat.
Rata-rata alumni PGAN Malang menjadi orang yang berpengaruh di
masyarakat. Selain itu juga banyak yang menjadi penjabat penting di
Lingkungan Departemen Agama maupun Departemen lain.
Secara kronologis Perjalanan Sejarah Berdirinya MAN 3 Malang
dapat diuraikan sebagai berikut:
95

1. PGAA Malang dimulai tahun ajaran baru pada tanggal 1 (satu)
agustus 1956, dengan nama PGAAA 1 Malang dengan kepala
sekolah R. Soeroso, sedang PGAA II Malang adalah asal dari
PGAA Surabaya yang pada tahun 1958 dipindah ke Malang.
2. PGAA I Malang menumpang siswa dari PGAA 4 tahun, sedangkan
PGAP pada taktu itu (tahun 1956) dipimpin oleh kepala sekolah
Bapak Soerat Wirjodihardjo. gedung pertama PGAP dan PGAA 1
Malang adalah dijalan Bromo No. 1 pagi hari untuk PGAA 1 tahun
dan sore hari PGAP 4 tahun.
3. Pada tahun pelajaran 1956/1957 di Malang masih ada siswa SGHA
(bagian dan/Hukum agama) yang kemudian dihapus. gedung
PGAA 1 Malang pada pertengahan tahun ajaran 1958 berhubungan
dengan gedung baru PGAA 1 sudah selesai pembangunannya yang
terletak dijalan Bandung no. 7 Malang, maka gedung yang beru (Jl.
Bandung No. 7 Malang) segera ditempati, begitu pula pada PGAP
4 tahun ikut pindah dijalan Bandung No 7 Malang.

95
Sumber: Dokumen MAN 3 Malang.


4. Pada akhir tahun 1958 PGAA Surabaya dipindah ke Malang
dengan nama PGAA II Malang dengan kepala sekolah Ibu Masud
yang kemudian tahun 1959 dipindah ke Dinoyo Malang. pada
tahun 1958/1959 PGAA I dan PGAP 4 tahun dilebur menjadi satu
yaitu PGA Negeri 6 tahun Malang kelas I s/d VI, dengan kepala
sekolah Bapak R.D. Soetario.
5. Pada tahun 1961 s/d 1965 kepala sekolah dijabat Bapak R.
Soemarsono dan tahun 1966 s/d 1978 kepala sekolah Bapak Drs.
Imam Effendi, tahun 1979 s/d 1987 kepala sekolah Bapak Sakat,
tahun 1988 s/d 1990 kepala sekolah Bapak H. Sanusi, tahun 1990
s/d akhir 1991 kepala sekolah Drs. Masdjudin dan Bapak kepala
sekolah Drs. Untuk Saleh menjabat sejak tanggal 16 Desember
1991 S/d September 1993.
6. Pada tanggal 1 juli 1992 dengan surat keputusan menteri agama RI
nomor 42 tahun 1992 PGAN Malang dialih fungsikan menjadi
Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Malang III dengan kepala sekolah
Drs Untung Saleh.
7. Dan pada tanggal 16 Juni 1993 dengan surat keputusan direktorat
jendral pembinaan kelembagaan agama islam No. E./55/1993,
MAN Malang diberi wewenang untuk menyelenggarakan
Madrasah Aliyah Program Khusus.
8. Pada tanggal 30 September 1993 kepala sekolah dijabat oleh Bapak
Drs. H. Khusnan A, sampai dengan tanggal 31 Mei 1998.


9. Pada tanggal 20 Februari 1998 dengan surat keputusan Direktorat
Jendral pembinaan kelembagaan agama Islam no.
E.IV/Pembinaan.00.6/KEP/17.A/1998 ditunjuk sebagai MAN
model dengan kepala sekolah Drs. H. Kusnan A.
10. Pada tanggal 1 Juni 1998 Kepala sekolah MAN 3 Malang dijabat
Oleh Bapak Drs. H Munandar menjabat sampai dengan tanggal 20
september 2000.
11. Pada tanggal 20 september 2000 kepala sekolah MAN 3 Malang di
jabat oleh Bapak Drs. H. Abdul Djalil, M.Ag S.D 30 April 2005.
12. Bpk. Drs. Imam Sujarwo.M.Pd 02 Mei 2005- Sekarang.
96

2. Mandat dan Nilai Keunggulan MAN 3 Malang
97

A. Mandat MAN 3 Malang:
1. Mengemban amanah sebagai sekolah umum yang berciri khas
Islam.
2. Mengemban amanah sebagai madrasah model.
3. Mengemban amanah sebagai madrasah yang mengembangkan
kemampuan akademik, non-akademik, dan akhlaq karimah.
B. Nilai keunggulan MAN 3 Malang:
1. Keimanan
2. Kebenaran
3. Kebaikan
4. Kecerdasan

96
Sumber: Dokumen MAN 3 Malang.
97
Sumber: Administrasi, Brosur Penerimaan Siswa Baru (PSB) tahun pelajaran 2010/2011.


5. Kebersamaan
6. Keindahan
3. Visi, Misi dan Tujuan Madrasah
98

Upaya untuk merealisasikan amanah dari Departemen Agama sekaligus
kepercayaan masyarakat, MAN 3 Malang telah menetapkan:
A. Visi Madrasah:
Terwujudnya madrasah model sebagai pusat keunggulan dan rujukan
dalam kualitas akademik dan non-akademik serta akhlaq karimah.
B. Misi Madrasah:
1. Menyelenggarakan pendidikan yang menghasilkan lulusan
berkualitas akademik dan non-akademik serta berakhlaq
karimah.
2. Membangun budaya madrasah yang membelajarkan dan
mendorong semangat keunggulan.
3. Mengembangkan SDM madrasah yang kompeten.
4. Mengembangkan sistem dan manajemen madrasah yang
berbasis penjaminan mutu.
5. Menciptakan dan memelihara lingkungan yang sehat, kondusif
dan harmonis.
6. Meningkatkan peran serta dtakeholders dalam pengembangan
madrasah.

98
Sumber: Administrasi, Brosur Penerimaan Siswa Baru (PSB) tahun pelajaran 2010/2011.


7. Mewujudkan madrasah yang memenuhi standar nasional
pendidikan.
8. Mewujudkan madrasah yang berorientasi pada standar
internasional.
C. Tujuan Madrasah:
1. Terwujud lulusan berkualitas akademik dan non-akademik serta
berakhlaq karimah.
2. Terbangun budaya madrasah yang membelajarkan dalam satu
visi.
3. Terwujud SDM madrasah yang memiliki kompetensi utuh.
4. Terlaksana tata kelola madrasah yang berbasis system
penjaminan mutu.
5. Tercipta dan terpelihara lingkungan madrasah yang sehat,
kondusif, dan harmonis.
6. Terbentuk stakeholders yang mempunyai rasa memiliki
madrasah (school ownership).
7. Tercapai standar nasional pendidikan.
8. Terwujud madrasah yang berorientasi pada standar
internasional.
4. Sumber Daya Manusia MAN 3 Malang
Guru sebagai tenaga pendidik harus memiliki kompetensi dan
kualifikasi pengetahuan yang memadai, MAN 3 Malang dalam
menyiapkan tenaga pendidik seorang guru memiliki kualifikasi yang


memadai, baik dari standar kompetensi mengajar maupun dari segi
pendidikan. Adapun secara rinci profil guru MAN 3 Malang sebagai
berikut:
a. Selalu menampakkan diri sebagai seorang mukmin dan muslim di
mana saja ia berada.
b. Memiliki wawasan keilmuan yang luas serta profesionalisme dan
dedikasi yang tinggi.
c. Kreatif, dinamis dan inovatif dalam pengembangan keilmuan.
d. Bersikap dan berperilaku amanah, berakhlak mulia dan dapat
menjadi contoh civitas akademika yang lain.
e. Berdisiplin tinggi dan selalu mematuhi kode etik guru.
f. Memiliki kemampuan penalaran dan ketajaman berfikir ilmiah yang
tinggi.
g. Memiliki kesadaran yang tinggi di dalam bekerja yang didasari oleh
niat beribadah dan selalu berupaya meningkatkan kualitas pribadi.
h. Berwawasan luas dan bijak dalam menghadapi dan menyelesaikan
masalah.
i. Memiliki kemampuan antisipatif masa depan dan bersikap proaktif.







Tabel 4.2
Data guru dan pegawai MAN 3 Malang
99



No Guru dan
Pegawai
Jenis
Kelamin
Pendidikan
L P SLTA D3 S1 S2 S3
1 Guru tetap 39 31 - 1 55 14 -
2 Guru tidak
tetap
6 4 - - 9 1 -
3 Pegawai tetap 5 2 5 1 1 - -
4 Pegawai tidak
tetap
21 14 24 2 9 - -
Jumlah 71 51 29 4 74 15 -

Kualitas SDM MAN 3 Malang berpengalaman dan kompeten di
bidangnya. Sebagian masih dalam proses studi S2 dan S3, serta
melakukan comparative study dan short course di luar negeri. Dengan
dedikasi dan loyalitas siap mengantarkan siswa menjadi unggul.
5. Kurikulum dan Pembelajaran MAN 3 Malang
A. Keunggulan Kurikulum MAN 3 Malang
1. Penerapan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dalam
pengembangan IPTEK dan IMTAQ peserta didik (perpaduan
kurikulum Departemen Agama dan Departemen Pendidikan
Nasional).
2. Mengembangkan Program Kelas MABI (Madrasah Aliyah
Bertaraf Internasional), program kelas akselerasi, program kelas
olimpiade (IMO, ICHO, IBO, IPHO, dan ICTO), kelas bilingual

99
Sumber: Administrasi, Brosur Penerimaan Siswa Baru (PSB) tahun pelajaran 2010/2011.


dan program kelas reguler.
3. Membangun soft skills dalam bentuk pengembangan nilai-nilai
spiritual dan keterampilan yang didasarkan pada tata nilai
attitude.
B. Keunggulan Proses Pembelajaran
1. Adanya team teaching yang merupakan sebuah inovasi
pembelajaran untuk kesuksesan Ujian Nasional dan Ujian
Masuk Perguruan Tinggi Negeri.
2. Pembelajaran berbasis ICT yang didukung adanya LCD
Projector di setiap ruang kelas yang dilengkapi juga dengan free
hotspot internet access dan intranet untuk mendukung self
learning (belajar mandiri).
3. Adanya intensive class untuk peserta didik yang masih
membutuhkan peningkatan kompetensi.
4. Penerapan strategi Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Aktif,
Efektif, dan Menyenangkan (PAIKEM) dengan pola indoor and
outdoor learning yang didukung dengan lingkungan yang asri,
sejuk, nyaman, indah, dan aman.
100

C. Keunggulan Fasilitas Pembelajaran
1. Masjid.
2. Digital Library.
3. Computer Laboratory.

100
Sumber: Administrasi, Brosur Penerimaan Siswa Baru (PSB) tahun pelajaran 2010/2011.


4. Science Laboratory (Biology, Chemistry, Physics, and
Mathematics).
5. Free hotspot area.
6. Internet-web site and Intranet.
7. Multimedia Room.
8. Language Laboratory (English, Arabic, German, Japanese, and
Mandarin).
9. Outdoor Study Area (green house, tribune, and joglo).
10. UKS, unit usaha, dan kantin.
11. PSBB (Pusat Sumber Belajar Bersama).
12. Kamera CCTV.
101

D. Keunggulan Pengelolaan
1. Fullday school
2. Boarding school
3. Academic Adviser
6. Kegiatan Pengembangan Diri MAN 3 Malang
Untuk membangun soft skills peserta didik sehingga memiliki
Attitude (Appreciation, Thought, Team Work, Integrity, Time
Management, Dedication, and Endless Learning) melalui berbagai
bentuk kegiatan, antara lain:
a. Badan Dakwah Islam (BDI).
b. KIR, Pramuka, Paskibraka, dan PMR.

101
Sumber: Administrasi, Brosur Penerimaan Siswa Baru (PSB) tahun pelajaran 2010/2011.


c. Broadcast, English Club (TOEFL), Olympiad Club.
d. Kesenian (Dram, Musik, Lukis, Puisi, Paduan Suara, Karawitan,
Terbang Sholawat, dan Nasyid).
e. Olahraga (Futsal, Football, Volly ball, Basket ball, Badminton, Table
tennis, Lawn tennis, Tae-Kwondo, dan Tapak suci).
7. Prestasi Siswa MAN 3 Malang
Adapun prestasi yang diraih siswa-siswa MAN 3 Malang
diantaranya adalah:
1. Juara I Lomba Karya Tulis Ilmiah Tingkat Nasional.
2. Juara I Olimpiade Tingkat Nasional.
3. Juara I Lomba Penulisan Cerita Fiksi Islami Tingkat Nasional.
4. Juara II Lomba Karya Wira Usaha Tingkat Nasional.
5. Juara berbagai lomba siswa di bidang akademik dan non akademik
tingkat Malang Raya, Propinsi, dan Nasional.
102


B. Paparan Data Penelitian
MAN 3 Malang yang berlokasi di Jalan Bandung No 7 Malang ini
ditetapkan sebagai salah satu dari beberapa MAN unggulan di Indonesia.
MAN 3 Malang secara berkesinambungan terus berpacu dalam peningkatan
kualitas pelayanan dan pelaksanaan pendidikan. Dalam rangka mewujudkan
tujuan tersebut dan sejalan dengan program unggulan fullday school,
boarding school, program akselerasi, kelas olimpiade dan kelas bilingual

102
Sumber: Administrasi, Brosur Penerimaan Siswa Baru (PSB) tahun pelajaran 2010/2011.


MAN Model Malang ini menyediakan kelas khusus Madrasah Aliyah
Bertaraf Internasional (MABI) berorientasi Timur Tengah.
Sebelum berbicara bagaimana pelaksanaan pembelajaran PAI pada
program MABI berikut akan diuraikan awal mula terbentuknya program
MABI:
Sebelum adanya program kelas MABI adalah program MAPK
(Madrasah Aliyah Program Keagamaan) yang kemudian pada tahun 1998
berubah menjadi MAK (Madrasah Aliyah Keagamaan) dengan sistem
pembinaan di asrama dan menggunakan Bahasa Arab sebagai pengantarnya.
Kemudian pada tahun 2006 MAK diganti dengan jurusan agama yang sudah
tidak wajib lagi berasrama dan tidak lagi menggunakan pengantar Bahasa
Arab. Dilanjutkan pada tahun 2007 mengikuti program pemerintah dengan
jurusan agama. Namun ternyata animo masyarakat kurang, terbukti pada
tahun ajaran 2007/2008 peminatnya hanya berjumlah empat orang. Hal
tersebut berdasarkan hasil wawancara bersama koordinator program MABI
Bapak Gunawan, MA beliau mengatakan:
MABI dulu adalah MAPK agama yang berada di bawah
naungan Kanwil Jatim. Di Jawa Timur sendiri MAPK ada di dua kota. Untuk
putri di Malang dan untuk putra di Jember, dan wajib berasrama. Studi
Islamnya menggunakan Bahasa Arab sebagai pengantarnya. Tahun 1998
MAPK berubah menjadi MAK (Madrasah Aliyah Keagamaan) dengan sistem
pembinaan di asrama, tetap menggunakan Bahasa Arab sebagai pengantar
akan tetapi sistem rekruitmen dilakukan oleh madrasah sendiri. Kemudian
pada tahun 2006, kebijakan pemerintah MAK diganti dengan jurusan agama
yang struktur kurikulumnya sama dengan program A1 pada waktu PGA dulu
yang berbeda adalah tidak lagi wajib berasrama dan tidak lagi menggunakan
Bahasa Arab sebagai pengantarnya. Dilanjutkan pada tahun 2007, mengikuti
program pemerintah dengan jurusan agama namun ternyata kurang ada
peminatnya hanya berkisar empat orang saja. Hal tersebut bisa saja
dikarenakan orientasi orang tua masih pada pelajaran umum dan sistem


pembelajaran di jurusan agama pada studi Islamnya (PAI) lebih dangkal
daripada MAPK dan MAK. Jadi lebih baik sekalian masuk pesantren yang
mempunyai kedalaman studi Islamnya atau masuk sekolah umum/reguler
yang mempunyai kedalaman dalam bidang studi pelajaran umum, tidak pada
jurusan agama yang pembelajaran PAI (studi Islamnya) lebih dangkal
dibandingkan MAPK, MAK, dan pesantren.
103


Berdasar latar belakang itulah pada tahun ajaran 2008/2009 jurusan
agama diganti dengan program MABI berorientasi timur tengah yang bekerja
sama dengan Sudan. Program MABI merupakan sebuah trend mark supaya
jurusan agama tidak hilang. Dari program MABI tersebut animo masyarakat
mulai tumbuh terbukti melalui penjaringan siswa unggulan (PSU) dan
penjaringan siswa reguler (PSR). Hal ini berdasarkan keterangan dari waka
kurikulum MAN 3 malang Bapak Drs. Mochamad Djasa, sebagai berikut:
berubahnya MAK menjadi jurusan agama ternyata berdampak
pada animo masyarakat. Peminat jurusan agama pada tahun ajaran 2007/2008
hanya berjumlah empat orang yang sekarang duduk di kelas XII. Dari latar
belakang itulah terbentuknya MABI (Madrasah Aliyah Bertaraf Internasional)
berorientasi Timur Tengah yang bekerja sama dengan Sudan yang merupakan
trend mark supaya jurusan agama tidak punah. Ternyata respon masyarakat
terhadap program ini mulai tumbuh melalui penjaringan siswa unggulan
(PSU) dan penjaringan siswa reguler (PSR). Hal tersebut terbukti pada tahun
ajaran 2008/2009 terdapat 14 orang siswa dan pada tahun ajaran 2009/2010
terdapat peningkatan jumlah siswa sejumlah 20 orang.
104


Diharapkan dengan adanya program MABI yang berorientasi timur
tengah ini siswa-siswi MABI dapat memiliki kedalaman Pendidikan Agama
Islam (PAI) dan bilingualnya (Bahasa Arab dan Bahasa Inggris). Karena
diharapkan output siswa dari MABI dapat melanjutkan studi ke Timur

103
Wawancara bersama koordinator program MABI, Bapak Gunawan, MA (Jumat, 12 Maret
2010, Pukul 10.00 WIB).
104
Wawancara bersama Waka Kurikulum, Bapak Mochamad Djasa (Kamis, 11 Maret 2010, Pukul
09.00 WIB).


Tengah khususnya ke Sudan. Senada dengan pernyataan hasil wawancara
bersama koordinator program MABI, sebagai berikut:
pada tahun ajaran 2008/2009 jurusan agama diganti dengan
dengan program MABI berorientasi timur tengah yang nantinya memiliki
kedalaman studi Islam (PAI) dan bilingualnya (Bahasa Arab dan Bahasa
Inggris). Kebijakan sistem pembinaannya dikembalikan seperti MAPK dan
MAK dulu khususnya pada pembinaan asrama dan Bahasa Arab sebagai
pengantarnya serta memodifikasi dan menambahkan struktur kurikulum
Depag dan yang berorientasi timur tengah.
105


MABI adalah merupakan sebuah produk yang disiapkan untuk adanya
RMBI (Rintisan Madrasah Bertaraf Internasional) yang kalau pada sekolah
umum bernama RSBI (Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional). Dikarenakan
nantinya MABI adalah sebuah program pengusulan rencana RMBI sehingga
kurikulum dan materinya diusahakan mengacu ke kurikulum timur tengah
khususnya yang berorientasi ke Sudan. Oleh karenanya material
pembelajarannya di MABI diupayakan untuk mengacu ke kurikulum Timur
Tengah. Jadi MABI nantinya merupakan bagian dari RMBI. Adanya program
MABI ini salah satunya untuk pemantapan Bahasa Arab sebagai penunjang
pembelajaran program MABI yang berorientasi timur tengah. Namun dalam
pengembangan program tersebut MABI dan RMBI sendiri belum dilegalkan
secara resmi dalam legalitas hukum.
Sebagaimana cuplikan wawancara bersama Bapak Drs. Mochamad
Djasa selaku waka kurikulum sebagai berikut:
MABI merupakan produk yang disiapkan untuk adanya RMBI
((Rintisan Madrasah Bertaraf Internasional) yang kalau pada sekolah yang

105
Wawancara bersama koordinator program MABI, Bapak Gunawan, MA (Jumat, 12 Maret
2010, Pukul 10.00 WIB).


lain bernama RSBI (Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional). Namun MABI
sendiri dan RMBI belum dilegalkan secara resmi dalam SK legalitas hukum.
Nantinya ijasah dari MAN bisa langsung diterima di timur tengah, sedangkan
nantinya pada waktu UNAS (Ujian Nasional), siswa MABI akan diikutkan
dengan jurusan agama
106


Pernyataan senada juga diungkapkan oleh koordinator program MABI
sebagai berikut:
MABI nantinya merupakan bagian dari RMBI. Di MAN 3 bukan
hanya terdapat program akselerasi dan MABI saja, namun ada kelas bilingual.
Bedanya dengan MABI, kalau kelas bilingual orientasinya ke SAINS dengan
bahasa pengantarnya mengarah kepada penggunaan Bahasa Inggris. Namun
jika MABI yang berorientasi timur tengah dikhususkan ke pelajaran agama
yang mengarah pada Bahasa Arab sebagai pengantarnya.
107


Hal tersebut dipertegas oleh guru mata pelajaran Siroh Nabawiah
Bapak Miftachul Ula R, Biss beliau mengatakan:
MABI sendiri adalah sebuah program pengusulan rencana MBI
(Madrasah Bertaraf Internasional) sehingga kurikulum dan materinya
diusahakan mengacu ke kurikulum timur tengah khususnya yang berorientasi
ke Sudan. Oleh karenanya material pembelajaran di MABI khususnya di mata
pelajaran Siroh Nabawiah ini mengacu ke kurikulum timur tengah.
Dikarenakan adanya program MABI ini memang untuk pemantapan Bahasa
Arab sebagai penunjang program MABI yang berorientasi timur
tengah.
108


1. Pelaksanaan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Program
Madrasah Bertaraf Internasional (MABI) di MAN 3 Malang.
Sejalan dengan adanya kelas khusus Madrasah Aliyah Bertaraf
Internasional (MABI) berorientasi Timur Tengah kurikulum yang
dipergunakan dalam pelaksanaan pendidikannya di MAN 3 Malang

106
Wawancara bersama Waka Kurikulum, Bapak Mochamad Djasa (Kamis, 11 Maret 2010, Pukul
09.00 WIB).
107
Wawancara bersama koordinator program MABI, Bapak Gunawan, MA (Jumat, 12 Maret
2010, Pukul 10.00 WIB).
108
Wawancara bersama Bapak Miftachul Ula R, Biss, selaku guru mata pelajaran Siroh Nabawiah,
(Jumat, 12 Maret 2010, Pukul 09.00 WIB).


adalah merupakan kurikulum yang dikembangkan dari kurikulum MAPK
(Madrasah Aliyah Program Keagamaan) dengan KTSP (Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan). Sebagaimana hasil wawancara bersama
Bapak Drs. Mochamad Djasa selaku waka kurikulum sebagai berikut:
kurikulum yang dipakai MABI sendiri adalah adopsi dan
modifikasi dari kurikulum MAPK (Madrasah Aliyah Program
Keagamaan) yang merupakan penggabungan antara kurikulum di MAPK
dulu dengan KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan), berbeda
dengan kurikulum jurusan agama di KTSP
109


Berkaitan dengan peningkatan mutu pembelajaran, bukan saja
adanya kelas khusus Madrasah Aliyah Bertaraf Internasional (MABI)
berorientasi Timur Tengah yang mutlak menjadi faktor untuk
meningkatkan pelayanan dan mutu pendidikan di sekolah, akan tetapi
juga dibutuhkan adanya tenaga ahli maupun tenaga profesional yang
salah satunya adalah tugas pokok waka kurikulum. Adapun tugas pokok
waka kurikulum adalah berusaha mewujudkan lulusan yang berkualitas
dan memiliki kompetensi yang utuh serta berusaha mengembangkan
program dan proses pembelajaran akademik maupun non akademik,
dalam upaya untuk meningkatkan mutu pembelajaran Pendidikan Agama
Islam (PAI) salah satunya adalah kelas khusus Madrasah Aliyah Bertaraf
Internasional (MABI) berorientasi Timur Tengah tersebut.
Sebagaimana ungkapan waka kurikulum, Bapak Drs. Mochamad
Djasa sebagai berikut:

109
Wawancara bersama Waka Kurikulum, Bapak Mochamad Djasa (Kamis, 11 Maret 2010, Pukul
09.00 WIB).


terkait upaya peningkatan mutu pembelajaran PAI di program
MABI ini, saya mengupayakan untuk membuat struktur kurikulum yang
diharapkan dapat mengantarkan siswa-siswi di program MABI agar
dapat berbahasa Arab berdasarkan struktur kurikulum yang ada.
Kemudian pemberdayaan SDM yang diharapkan guru-guru Bahasa Arab
dapat menguasai materi PAI begitu pula sebaliknya guru PAI dapat
menguasai Bahasa Arab dalam penyampaian materi pelajaran. Untuk ke
depannya MAN 3 Malang mengupayakan adanya mahad yang bukan
hanya diperuntukkan bagi siswa-siswi MABI dan jurusan agama saja
namun bagi semua siswa MAN 3 Malang. Ke depannya siswa-siswi
MABI jika ingin meneruskan studi ke timur tengah akan mempunyai dua
ijasah, ijasah sekolah dan juga ijasah seperti ijasah mahad. Ijasah
mahad itulah yang dipakai untuk seleksi studi di timur tengah
dikarenakan di timur tengah sendiri ujian seleksi masuk diselenggarakan
pada bulan Maret. Adanya ijasah mahad nantinya merupakan lisensi
bahwasanya siswa yang bersangkutan dari lulusan MAN 3 Malang
110


Selain struktur kurikulum yang berperan sebagai salah satu acuan
pembelajaran PAI program MABI, sebuah perencanaan pembelajaran
sebelum pelaksanaan pembelajaran PAI pada kelas program MABI untuk
silabus masih mengacu dari Departemen Agama untuk standar
kompetensi dan kompetensi dasar. Sedangkan untuk Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) formatnya seperti RPP pada program
reguler. Dalam mata pelajaran Adab, RPP yang ada pada mata pelajaran
adab/akhlaq umum pada program reguler seperti halnya pada mata
pelajaran Tafsir. Pada mata pelajaran Siroh Nabawiah RPP yang
digunakan pada kelas X dan XI menyesuaikan dengan mata pelajaran
SKI pada program umum yang hanya diberikan pada kelas XII.
Sebagaimana hasil wawancara bersama Bapak Gunawan, MA
selaku guru mata pelajaran Adab sebagai berikut:

110
Wawancara bersama Waka Kurikulum, Bapak Mochamad Djasa (Kamis, 11 Maret 2010, Pukul
09.00 WIB).


perencanaan pembelajarannya menggunakan silabus dan RPP
yang sementara menyesuaikan dengan yang biasanya dipakai pada
program reguler.
111


Hal senada sebagaimana tanggapan guru mata pelajaran Siroh
Nabawiah, sebagai berikut:
pada mata pelajaran MABI ini format RPP yang digunakan
sementara sama seperti format RPP PAI pada program reguler seperti
Quran Hadits, Fiqih, dan sebagainya. RPP untuk kelas X dan XI
program MABI masih menyesuaikan dengan mata pelajaran SKI pada
program reguler yang diberikan hanya pada kelas XII. .
112


Pernyataan tersebut diperkuat berdasarkan cuplikan wawancara
dengan Bapak Sukardi, S.Ag selaku guru mata pelajaran Tafsir, sebagai
berikut:
silabusnya masih mengacu kepada SK-KD (standar
kompetensi-kompetensi dasar) dari pusat dengan RPP formatnya seperti
pada program reguler.
113


Terkait dengan pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) di
kelas MABI secara umum pelaksanaan pembelajarannya sama dengan
kelas reguler yang membedakannya hanyalah terletak pada pengantar
pembelajaran yang menggunakan Bahasa Arab dan buku ajarnya
(modul) sebagian besar berupa kitab-kitab dengan literatur berbahasa
Arab dari timur tengah. Oleh karenanya guru harus berpotensi
mempunyai kemampuan berbahasa Arab dalam proses belajar mengajar
disamping harus menguasai materi pelajaran yang akan disampaikan.

111
Wawancara bersama guru mata pelajaran Adab, Bapak Gunawan, MA (Jumat, 12 Maret 2010,
Pukul 10.30 WIB).
112
Wawancara bersama Bapak Miftachul Ula R, Biss, selaku guru mata pelajaran Siroh Nabawiah,
(Jumat, 12 Maret 2010, Pukul 09.00 WIB).
113
Wawancara bersama guru mata pelajaran Tafsir, Bapak Sukardi, S.Ag (Rabu, 17 Maret 2010,
Pukul 10.00 WIB).


Hal tersebut berdasarkan keterangan dari guru mata pelajaran
Siroh Nabawiah Bapak Miftachul Ula R, Biss, sebagai berikut:
karena memang buku pegangan dan buku mata pelajarannya
kebanyakan berbentuk kitab dengan rujukan berbahasa Arab maka pada
waktu pembelajaran berlangsung diselingi bahasa Indonesia disamping
menggunakan Bahasa Arab. Guru memang harus berpotensi mempunyai
kemampuan Bahasa Arab disamping menguasai materi
pelajarannya.
114


Pembelajaran dengan menggunakan sistem tematik adalah salah
satu sistem yang dipergunakan dalam penyampaian materi mata pelajaran
Tafsir, selain menggunakan model active learning dalam
pembelajarannya. Metode pembelajaran yang digunakan pada mata
pelajaran Tafsir selain dengan metode diskusi kelompok juga dengan
sistem penugasan. Untuk menunjang pembelajaran selain menggunakan
LCD, sumber-sumber belajar seperti Al-Quran dan terjemahannya
menjadi media yang biasa digunakan. Adanya tugas-tugas, ulangan
harian yang dilakukan tiap tiga judul tema pembahasan serta ulangan
blok yang dikoordinir oleh sekolah menjadi alat evaluasi yang
dipergunakan mata pelajaran tersebut.
Sebagaimana wawancara yang dilakukan oleh peneliti bersama
Bapak Sukardi, S.Ag selaku guru mata pelajaran Tafsir, sebagai berikut:
mata pelajaran Tafsir ini berkaitan dengan menghafal ayat,
memahami arti dan maknanya maka sistem pembelajaran yang
digunakan biasanya menggunakan sistem tematik. Di dalam satu
semester akan saya tuliskan ayat-ayat apa saja yang harus dihafalkan.
Memberikan kesempatan kepada siswa untuk memahami ayat-ayat yang
mudah terlebih dahulu. Model pembelajarannya menggunakan active

114
Wawancara bersama Bapak Miftachul Ula R, Biss, selaku guru mata pelajaran Siroh Nabawiah,
(Jumat, 12 Maret 2010, Pukul 09.00 WIB).


learning di mana siswa dituntut untuk aktif dalam pembelajaran. Metode
yang digunakan dengan diskusi kelompok maupun sistem penugasan,
sistem drill jarang dilakukan karena akan mengakibatkan siswa menjadi
jenuh. Adapun untuk menunjang pembelajaran selain LCD, sumber-
sumber belajar seperti Al-Quran dan terjemahannya menjadi media yang
biasanya digunakan. Evaluasi pembelajarannya dengan adanya tugas-
tugas, ulangan harian serta ulangan blok yang dikoordinir sekolah.
Ulangan harian biasanya saya lakukan tiap per tiga judul tema
pembahasan.
115


Jika dalam pembelajaran Adab, metode pembelajaran yang
digunakan adalah diskusi, tanya jawab dan juga sistem moving class
dengan pembelajaran di outdoor. Pendekatan klasikal, pendekatan
personal dari teman dengan belajar bersama ataupun dengan pendekatan
personal dari guru sendiri merupakan strategi yang digunakan untuk
mengatasi kesulitan siswa dalam belajar mata pelajaran Adab. Evaluasi
yang digunakan dengan melakukan ulangan harian, ulangan blok dan
ulangan semester serta ujian lisan tanya jawab terkait Al-Quran dan
Hadits.
Sebagaimana ungkapan dari guru mata pelajaran Adab, beliau
mengatakan:
pembelajaran biasanya mengacu kepada RPP yang telah saya
buat. Buku pegangannya selain dari Depag juga dari timur tengah.
Adapun metode pembelajaran yang digunakan seperti diskusi, tanya
jawab dan terkadang juga diselingi dengan moving class belajar di
outdoor. Dalam mata pelajaran Adab ini awalnya biasanya saya
menuliskan mufrodat dari tema, membacakan kitab dan menjelaskan
materi tersebut dari yang umum atau per paragraf. Jika ada siswa-siswi
MABI yang menemui kesulitan dalam memahami mata pelajaran maka
biasanya saya terapkan pendekatan klasikal, pendekatan personal dari
teman dengan belajar bersama ataupun dengan pendekatan personal dari
guru sendiri. Evaluasinya denga ulangan harian, ulangan blok dan

115
Wawancara bersama guru mata pelajaran Tafsir, Bapak Sukardi, S.Ag (Rabu, 17 Maret 2010,
Pukul 10.00 WIB).


ulangan semester, di samping ada ujian lisan tanya jawab tentang Al-
Quran dan Hadits.
116


Dalam mata pelajaran Siroh Nabawiah metode yang
dipergunakan mengarah pada metode problem solving dimana siswa
dituntut dapat menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan baik secara
individu maupun kelompok. Active learning adalah model pembelajaran
yang dipergunakan. Guru hanyalah bertindak sebagai fasilitator, siswa
yang aktif dalam proses belajar mengajar. Untuk menunjang mata
pelajaran Siroh Nabawiah ini berusaha memaksimalkan media LCD
yang ada di tiap kelas dalam pelaksanaan pembelajaran. Evaluasi
pembelajarannya dari UTS dan UAS. UTS sendiri diambil dari ulangan
harian dan tugas-tugas kelompok maupun individu. Keaktifan siswa
dalam bertanya dan menjawab pertanyaan dari guru serta sikap yang baik
dalam kehidupan sehari-hari merupakan kriteria penilaian tersendiri.
Hal tersebut dibuktikan dengan pernyataan hasil wawancara
bersama Bapak Miftachul Ula R, Biss selaku guru mata pelajaran Siroh
Nabawiah, sebagai berikut:
model pembelajaran yang saya gunakan lebih cenderung pada
active learning di mana siswa yang aktif dan guru hanya sebagai
fasilitator. Biasanya diarahkan pada metode problem solving, di mana
siswa dapat berusaha menyelesaikan tugas yang diberikan terkait materi
yang diajarkan. medi yang digunakan memakai LCD yang biasanya saya
putar adalah film-fil berbahasa Arab dengan native speaker.
117



116
Wawancara bersama guru mata pelajaran Adab, Bapak Gunawan, MA (Jumat, 12 Maret 2010,
Pukul 10.30 WIB).
117
Wawancara bersama Bapak Miftachul Ula R, Biss, selaku guru mata pelajaran Siroh Nabawiah,
(Jumat, 12 Maret 2010, Pukul 09.00 WIB).


Pada mata pelajaran Siroh Nabawiah RPP yang digunakan pada
kelas XI menyesuaikan dengan mata pelajaran SKI yang diperuntukkan
pada kelas XII program umum dalam langkah-langkah pembelajaran dan
metode pembelajaran yang dipakai. Dalam RPP SKI kelas XII diuraikan
dalam langkah-langkah pembelajaran mengarah kepada model
pembelajaran active learning senada dengan hasil observasi yang
dilakukan peneliti pada pelaksanaan pembelajaran mata pelajaran Siroh
Nabawiah. Hal tersebut dapat dibuktikan dari kegiatan inti yang
dijabarkan dalam RPP sebagaimana terlampir.
Siswa diajak untuk menemukan sendiri jawaban atas
permasalahan yang diberikan oleh guru dengan cara metode inkuiri
(sebagaimana terlampir) dan mendorong siswa untuk memperdalam
materi terkait dengan apa yang diajarkan oleh guru, dapat dikatakan
penggunaan metode information research sebagai salah satu metode
yang ada pembelajaran active learning sudah dapat diterapkan pada mata
pelajaran Siroh Nabawiah tersebut. Adapun untuk mata pelajaran Adab
dan Tafsir walaupun masih belum ada perangkat pembelajaran berupa
RPP namun dalam proses pembelajaran di kelas pada hasil observasi
yang dilakukan oleh peneliti menggunakan model pembelajaran aktif
pada siswanya.
Dalam proses pembelajaran interaksi yang terjalin antara guru
dan murid sangatlah berperan penting. Pembelajaran akan berjalan sesuai
dengan yang diharapkan jika dalam proses belajar mengajar terdapat


kerjasama yang baik antara pendidik dengan peserta didik dengan
terjalinnya suasana belajar yang menyenangkan sehingga dapat dicapai
hasil pembelajaran yang efektif dan efisien. Begitu pula dalam cara
penyampaian materi pelajaran yang diberikan oleh pendidik pada pesera
didik yang akan berpengaruh pada transfer of knowledge peserta didik.
Sebagaimana cuplikan wawancara dengan Ahmad Azir kelas XI MABI,
sebagai berikut:
pada waktu mata pelajaran Tafsir, ustadnya enak, sabar, tapi
terkadang juga terbawa dengan teman-teman. Kesulitan belajar di MABI
selain dari pembekalan bahasa asing saya yang kurang juga karena harus
banyak menghafal.
118


Kemudian jawaban tersebut dipertegas dengan kutipan
wawancara dengan Farisca Eka Rosalina kelas XI MABI, sebagai
berikut:
pembelajaran Adab menyenangkan karena ustadnya melihat
kemampuan siswa disamping juga disiplin. Selalu menyemangati kita
untuk tetap terlatih dengan mengguankan Bahasa Arab. Namun kesulitan
saya jika harus menghafal Al-Quran dan Hadits walaupun itu kadang
tidak sesulit yang dibayangkan.
119


Hal senada juga disampaikan oleh Rafiqa Azmi kelas XI MABI
dengan mengatakan bahwa:
pada waktu mata pelajaran Siroh Nabawiah pembelajarannya
menarik, pemahaman ke murid tentang materi yang disampaikan dapat
dicerna oleh kita dan yang paling kita sukai pelajaran ini adalah ada
cerita-ceritanya. Namun biasanya sulit untuk menghafal tahun-tahun
sejarah dan sebagainya, biasanya untuk mengatasinya suka belajar
dengan teman-teman.
120



118
Wawancara bersama Ahmad Azir kelas XI MABI (Sabtu, 13 Maret 2010, Pukul 10.05 WIB).
119
Wawancara bersama Farisca Eka Rosalina kelas XI MABI (Senin, 15 Maret 2010, Pukul 09.55
WIB).
120
Wawancara bersama Rafiqa Azmi kelas XI MABI (Selasa, 16 Maret 2010, Pukul 09.45 WIB).


Dari keterangan yang dipaparkan di atas jelas walaupun adanya
kesulitan yang dihadapi oleh siswa MABI dalam proses pembelajaran,
menjadi pemicu tersendiri bagi siswa dan para pengajar di dalam kelas
MABI tersebut untuk dapat mengefektifkan pembelajaran melalui
memaksimalkan potensi siswa di dalam kelas maupun di asrama.
Pembinaan dalam segi bahasa maupun dalam pendalaman bidang
Pendidikan Agama Islam (islamic study). Bagi siswa sendiri belajar
bersama dengan kelompok di kelas maupun di asrama, yang memang
sudah terbiasa dengan kebersamaan dalam kelompok merupakan hal
yang dirasakan cukup efektif untuk membantu menyelesaikan kesulitan
belajar yang dialami.


2. Faktor Pendukung dan Penghambat Pelaksanaan Pembelajaran
Pendidikan Agama Islam Program Madrasah Bertaraf Internasional
(MABI) di MAN 3 Malang.
Suatu program yang telah dicanangkan tidak akan bisa berjalan
ataupun berhasil secara maksimal jika tidak tersedia faktor pendukung.
Begitu pula pada pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam
program Madrasah Bertaraf Internasional (MABI). Pembelajaran pada
hakekatnya adalah proses interaksi antara peserta didik dengan
lingkungannya sehingga terjadi perubahan perilaku ke arah yang lebih
baik. Dalam interaksi tersebut banyak sekali faktor yang
mempengaruhinya, baik faktor internal yang datang dari dalam diri


individu, maupun faktor eksternal yang datang dari lingkungan.
Bersamaan dengan ini peneliti melakukan wawancara bersama
waka kurikulum berkenaan dengan faktor pendukung dari pelaksanaan
pembelajaran Pendidikan Agama Islam program MABI, sebagai berikut:
struktur kurikulumnya sudah siap, sarana prasarana yang
sudah memadai, diantaranya sudah terdapatnya asrama sebagai
penunjang pembelajaran siswa MABI khususnya, selain itu siswa MABI
sendiri kebanyakan sudah menguasai Bahasa Arab secara aktif jadi dapat
menunjang pembelajaran. Adanya kamera CCTV pada tiap kelas yang
dipergunakan untuk peningkatan kinerja guru dalam proses pembelajaran
melalui monitoring kamera CCTV. Disamping itu adanya dukungan
masyarakat terhadap program MABI ini menjadi pendukung
tersendiri.
121


Berkaitan dengan pernyataan tersebut peneliti juga melakukan
wawancara bersama Bapak Sukardi, S.Ag selaku guru mata pelajaran
Tafsir yang menyebutkan bahwa:
adanya struktur kurikulum, sarana prasarana yang memadai
yang meliputi fasilitas perpustakaan, LCD pada tiap kelas serta adanya
free hot spot area serta dibantu dengan pembelajaran di asrama yang di
dalamnya sudah terbiasa terjalin kebersamaan kelompok.
122



Ketersediaan fasilitas dan sarana prasarana pembelajaran yang
memadai menjadi poin pendukung tersendiri dalam pelaksanaan
pembelajaran program MABI di samping kemampuan siswa MABI yang
secara aktif dapat menggunakan Bahasa Arab sebagai bahasa pengantar
di samping penggunaan Bahasa Indonesia dalam pelaksanaan
pembelajaran program MABI. Sebagaimana hasil wawancara bersama

121
Wawancara bersama Waka Kurikulum, Bapak Mochamad Djasa (Kamis, 11 Maret 2010, Pukul
09.00 WIB).
122
Wawancara bersama guru mata pelajaran Tafsir, Bapak Sukardi, S.Ag (Rabu, 17 Maret 2010,
Pukul 10.00 WIB).


koordinator program MABI, beliau mengatakan:
selain sudah adanya fasilitas yang memadai serta ketersediaan
referensi, output lulusan MAN 3 Malang yang sudah banyak yang
berhasil, SDM yang memadai khususnya mata pelajaran islamic study
baik dari segi kapasitas dan kualitas, SDM dari luar sekolah yang
kapabilitas ikut membantu khususnya pada ekstrakurikuler program
MABI yaitu ekstra kaligrafi, tahfidz dan qiroah serta sudah adanya
nama sekolah di masyarakat menjadi faktor pendukungnya selain juga
karena anak-anak di MABI mempunyai motivasi yang tinggi untuk
belajar dan adanya pembinaan bahasa di asrama menjadi poin tersendiri
.
123


Kemudian jawaban tersebut dipertegas dengan cuplikan
wawancara bersama Bapak Miftachul Ula R, Biss, selaku guru mata
pelajaran Siroh Nabawiah, sebagai berikut:

siswa di MABI sendiri kemampuan berbahasa Arabnya rata-
rata sudah cukup memadai dikarenakan di asrama sudah terdapat
pelajaran tambahan jadi guru hanya tinggal memaksimalkan kemampuan
bahasa mereka berdasarkan pengalaman mereka ketika mereka di drill di
asrama, kemudian adanya LCD di tiap kelas, siswa sudah banyak yang
memiliki laptop sebagai penunjang pembelajaran serta komunitas MABI
yang berbeda dengan reguler entah dari segi kedisiplinan dan
ketawadhuannya.
124



Mengenai faktor penghambat pelaksanaan pembelajaran
Pendidikan Agama Islam program MABI adalah salah satunya faktor
legalitas hukum. Belum adanya legalitas hukum berupa SK dari pusat
terkait program Madrasah Bertaraf Internasional (MABI). Yang nantinya
MABI adalah merupakan bagian dan produk dari Rintisan Madrasah
Bertaraf Internasional (RMBI) sendiri. Kompetensi guru yang dalam

123
Wawancara bersama koordinator program MABI, Bapak Gunawan, MA (Jumat, 12 Maret
2010, Pukul 10.00 WIB).
124
Wawancara bersama Bapak Miftachul Ula R, Biss, selaku guru mata pelajaran Siroh Nabawiah,
(Jumat, 12 Maret 2010, Pukul 09.00 WIB).


penguasaan bahasa Arab sebagai pengantar pembelajaran PAI program
MABI masih kurang maksimal menjadi penghambat tersendiri. Di
samping kemampuan diantara peserta didik yang tidak sama antara yang
satu dengan yang lain.
Sebagaimana hasil wawancara bersama Bapak Mochamad Djasa
selaku waka kurikulum, sebagai berikut:
sarana prasarana yang masih perlu diperbaiki dan
ditingkatkan, kompetensi guru yang masih kurang maksimal serta
legalitas hukum melalui SK dari pusat terkait program kelas MABI
belum diakui secara hukum.
125


Hal tersebut senada dengan pernyataan dari hasil wawancara
bersama guru mata pelajaran Tafsir Bapak Sukardi, S.Ag sebagai
berikut:
penghambatnya diantaranya kemampuan beberapa siswa yang
masih lemah serta kompetensi guru yang masih kurang memadai karena
harus menguasai Bahasa Arab dalam mengajar.
126


Keterbatasan literatur berbahasa Arab serta penjaringan siswa
MABI yang kurang selektif juga menjadi penghambat pelaksanaan
pembelajaran Pendidikan Agama Islam program MABI. Disamping
minoritas siswa MABI di sekolah yang mengakibatkan psikologis siswa
menjadi minder. Hal tersebut dibuktikan dengan wawancara yang
dilakukan peneliti bersama Bapak Miftachul Ula R, Biss selaku guru
mata pelajaran Siroh Nabawiah, sebagai berikut:

125
Wawancara bersama Waka Kurikulum, Bapak Mochamad Djasa (Kamis, 11 Maret 2010, Pukul
09.00 WIB).
126
Wawancara bersama guru mata pelajaran Tafsir, Bapak Sukardi, S.Ag (Rabu, 17 Maret 2010,
Pukul 10.00 WIB).



penghambat pembelajarannya diantaranya keterbatasan
literatur Bahasa Arab yang tidak hanya dari satu atau dua buku saja.
Kemudian media yang terbatas khususnya di mata pelajaran Siroh
Nabawiah ini yang berupa CD tentang sejarah Islam dan tidak semua
siswa-siswi masuk program MABI atas kemauan sendiri, ada yang
karena dipaksa orang tuanya.
127


Sebagaimana diperjelas dengan kutipan wawancara bersama
Bapak Gunawan, MA selaku guru mata pelajaran Adab dan koordinator
program MABI, beliau mengatakan:
penjaringan siswa MABI dalam sistem kurang selektif, proses
sosialisasi dan berbaurnya anak MABI dan reguler masih kurang dan
minoritas siswa MABI di sekolah yang terkadang menghambat
psikologis siswa (minder) kemampuan yang tidak sama diantara peserta
didik serta tidak semua model dan strategi dapat diterapkan di semua
pembelajaran.
128



Dari paparan di atas, bahwa dalam pelaksanaan pembelajaran PAI
program Madrasah Bertaraf Internasional (MABI), faktor pendukung dan
faktor penghambat yang ada dalam pelaksanaan pembelajaran PAI
program tersebut dapat dijadikan sebuah pemicu agar dapat menjadi
motivasi untuk meningkatkan dan memperbaiki kualitas pembelajaran
yang tidak hanya dari segi sarana prasarana namun juga dari segi input
siswa dan kompetensi sumber daya manusianya. Sehingga dapat
memberikan kualitas pelayanan pendidikan yang terbaik dan dapat
meningkatkan kompetensi siswa yang kompetitif.


127
Wawancara bersama Bapak Miftachul Ula R, Biss, selaku guru mata pelajaran Siroh Nabawiah,
(Jumat, 12 Maret 2010, Pukul 09.00 WIB).
128
Wawancara bersama guru mata pelajaran Adab, Bapak Gunawan, MA (Jumat, 12 Maret 2010,
Pukul 10.30 WIB).


C. Temuan Penelitian
Setelah data penelitian dipaparkan di bagian paparan data penelitian,
maka dapat disampaikan mengenai temuan penelitian yang merupakan hasil
dari observasi, wawancara dan dokumentasi, yaitu: Pertama, pelaksanaan
pembelajaran program Madrasah Bertaraf Internasional (MABI) adalah jika
ditinjau dari segi kurikulum, sudah menerapkan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) sebagai salah satu syarat indikator kinerja kunci minimal
pada penyelenggaraan Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional pada segi
kurikulumnya. Sedangkan pada indikator kinerja kunci tambahan, sistem
administrasi akademik sudah berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi
(TIK) dengan contoh pendaftaran siswa baru dapat dilakukan dengan cara
online dan adanya intranet untuk mendukung self learning (belajar mandiri).
Indikator-indikator kinerja kunci minimal dan kunci tambahan yang lain
sebagaimana diuraikan pada Bab 2 tentang kurikulum dan proses
pembelajaran Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional belum sepenuhnya
diterapkan. Sedangkan dalam segi proses pembelajaran pada indikator kinerja
kunci tambahan penyelenggaraan Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional
indikator kinerja kunci tambahan yang menyebutkan tentang menerapkan
pembelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) pada semua mata
pelajaran sudah diterapkan di MAN 3 Malang terutama pada kelas
Madrasah Bertaraf Internasional (MABI) karena pada tiap kelas sudah
didukung adanya LCD projector yang juga dilengkapi dengan free hotspot
internet access. Sedangkan pada model proses pembelajaran diperkaya


dengan model proses pembelajaran sekolah unggul dari negara maju/anggota
Organization for Economic Cooperation and Development (OECD), Sudan
sebagai orientasi dari program Madrasah Bertaraf Internasional (MABI)
belum merupakan anggota dari Organization for Economic Cooperation and
Development (OECD). Dalam segi penilaian pada Sekolah/Madrasah Bertaraf
Internasional dari indikator kinerja kunci tambahannya belum mengacu pada
model penilaian sekolah unggul dari negara anggota Organization for
Economic Cooperation and Development (OECD) dan/atau negara maju
lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu di bidang pendidikan.
Kedua, faktor pendukung dari pelaksanaan program Madrsah Bertarf
Internasional (MABI) adalah ketersediaan fasilitas dan sarana prasarana
pembelajaran yang memadai menjadi poin pendukung tersendiri di samping
kemampuan siswa MABI yang secara aktif dapat menggunakan Bahasa Arab
sebagai bahasa pengantar di samping penggunaan Bahasa Indonesia dalam
pelaksanaan pembelajaran program MABI.
Sedangkan faktor penghambatnya adalah salah satunya faktor legalitas
hukum. Belum adanya legalitas hukum berupa SK dari pusat terkait program
Madrasah Bertaraf Internasional (MABI). Yang nantinya MABI adalah
merupakan bagian dan produk dari Rintisan Madrasah Bertaraf Internasional
(RMBI) sendiri. Kompetensi guru yang dalam penguasaan bahasa Arab
sebagai pengantar pembelajaran PAI program MABI masih kurang maksimal
menjadi penghambat tersendiri. Di samping kemampuan diantara peserta
didik yang tidak sama antara yang satu dengan yang lain. Keterbatasan


literatur berbahasa Arab serta penjaringan siswa MABI yang kurang selektif
juga menjadi penghambat pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama
Islam program MABI. Disamping minoritas siswa MABI di sekolah yang
mengakibatkan psikologis siswa menjadi minder.





















BAB V
PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

A. Pelaksanaan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Program
Madrasah Bertaraf Internasional (MABI) di MAN 3 Malang.
Berdasarkan Undang-Undang Sisdiknas No 20 Tahun 2003
pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan
sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Dalam pembelajaran
Pendidikan Agama Islam diartikan sebagai suatu upaya untuk membelajarkan
peserta didik agar dapat belajar, butuh belajar, terdorong belajar, mau belajar
dan tertarik untuk terus menerus mempelajari agama Islam, baik untuk
kepentingan mengetahui bagaimana cara beragama yang benar maupun
mempelajari Islam sebagai pengetahuan.
Mengingat keragaman latar belakang dan karakteristik peserta
didik, serta tuntutan untuk menghasilkan lulusan yang bermutu, proses
pembelajaran untuk setiap mata pelajaran harus fleksibel, bervariasi, dan
memenuhi standar. Pelaksanaan proses pembelajaran pada setiap satuan
pendidikan dasar dan menengah harus interaktif, inspiratif,
menyenangkan, menantang, dan memotivasi peserta didik untuk
berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa,
kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan
perkembangan fisik serta psikologis peserta didik, seperti yang terkandung
dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No 41 Tahun 2007 tentang


standar proses. Oleh karenanya pelaksanaan proses pembelajaran perlu
direncanakan, dilaksanakan, dinilai, dan diawasi agar terlaksana secara
efektif dan efsien.
Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan peneliti di MAN 3
Malang, terkait dengan pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam
di kelas program Madrasah Aliyah Bertaraf Internasional (MABI)
berorientasi Timur Tengah secara umum pelaksanaan pembelajarannya sama
dengan kelas reguler yang membedakannya hanyalah terletak pada pengantar
pembelajaran yang menggunakan Bahasa Arab dan buku ajarnya (modul)
sebagian besar berupa kitab-kitab dengan literatur berbahasa Arab dari Timur
Tengah. Pada dasarnya adanya program Madrasah Aliyah Bertaraf
Internasional (MABI) adalah dipersiapkan untuk memfasilitasi siswa agar
dapat melanjutkan studi di luar negeri khususnya yang berorientasikan timur
tengah yang mengarah ke Sudan. Adanya pemantapan dalam penggunaan
bahasa Arab sebagai penunjang pembelajaran di kelas, yang nantinya dapat
dipakai siswa program Madrasah Aliyah Bertaraf Internasional (MABI) jika
ingin melanjutkan studi ke timur tengah sebagai pengantar bahasa
internasionalnya. Oleh karenanya guru harus berpotensi mempunyai
kemampuan berbahasa Arab dalam proses belajar mengajar disamping harus
menguasai materi pelajaran yang akan disampaikan.
Kurikulum yang dipergunakan program Madrasah Aliyah Bertaraf
Internasional (MABI) ini adalah kurikulum yang dikembangkan dari
kurikulum MAPK (Madrasah Aliyah Program Keagamaan) dengan KTSP


(Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan). Selain struktur kurikulum yang
berperan sebagai salah satu acuan pembelajaran Pendidikan Agama Islam
program Madrasah Aliyah Bertaraf Internasional (MABI), silabus sebagai
sebuah perencanaan pembelajaran sebelum pelaksanaan pembelajaran
Pendidikan Agama Islam mengacu dari Departemen Agama untuk standar
kompetensi dan kompetensi dasar, sedangkan untuk Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) seperti pada Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
program reguler.
Dibutuhkan perencanaan dan rancangan yang matang dalam
memodifikasi variabel-variabel pembelajaran Pendidikan Agama Islam di
kelas Madrasah Aliyah Bertaraf Internasional (MABI) berorientasi Timur
Tengah, agar tercapai output yang berkualitas sesuai dengan tujuan yang telah
dikehendaki. Variabel-variabel itu meliputi kondisi pembelajaran, metode
pembelajaran, dan hasil pembelajaran. Kondisi pembelajaran yang kondusif
akan sangat membantu bagi kelancaran kegiatan belajar mengajar Pendidikan
Agama Islam di kelas demi pencapaian target secara maksimal.
Begitu juga dengan metode pembelajaran yang variatif dan relevan
dengan kebutuhan siswa, akan sangat membantu dalam mewujudkan
pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam di kelas secara efektif
dan efisien. Hal itulah yang berusaha diterapkan oleh MAN 3 Malang dalam
mewujudkan pembelajaran yang produktif. Dalam mata pelajaran Adab
misalnya metode pembelajaran yang digunakan adalah diskusi, tanya jawab
dan juga sistem moving class dengan pembelajaran di outdoor. Pendekatan


klasikal, pendekatan personal dari teman dengan belajar bersama ataupun
dengan pendekatan personal dari guru sendiri merupakan strategi yang
digunakan untuk mengatasi kesulitan siswa dalam belajar mata pelajaran
Adab. Adapun dalam mata pelajaran Tafsir metode pembelajaran yang
digunakan adalah metode diskusi kelompok dengan sistem penugasan.
Sedangkan dalam mata pelajaran Siroh Nabawiah metode yang dipergunakan
mengarah pada metode problem solving dimana siswa dituntut dapat
menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan baik secara individu maupun
kelompok.
Dapat dikatakan bahwa metode pembelajaran yang digunakan mata
pelajaran Pendidikan Agama Islam (mata pelajaran Adab, Tafsir, dan Siroh
Nabawiah) mengarah kepada model pembelajaran aktif (Active learning).
Guru hanyalah bertindak sebagai fasilitator, siswa yang berperan aktif dalam
proses belajar mengajar dengan memanfaatkan media dan sarana prasarana
yang ada. Proses aktifitas pembelajaran didominasi oleh peserta didik dengan
menggunakan proses kerja otak untuk menemukan konsep dan memecahkan
masalah yang sedang dipelajari, disamping itu juga untuk menyiapkan
mental dan melatih keterampilan fisiknya.
Dalam kaitannya dengan pembelajaran Pendidikan Agama Islam
strategi penyampaian pembelajaran Pendidikan Agama Islam terkait dengan
metode-metode penyampaian pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang
dikembangkan untuk membuat siswa dapat merespon dan menerima pelajaran
Pendidikan Agama Islam dengan mudah, cepat, dan menyenangkan. Karena


itu, penataan strategi penyampaian perlu menerima serta merespon masukan
maupun pendapat siswa. Dengan demikian, strategi penyampaian mencakup
lingkungan fisik, guru atau orang, bahan-bahan pembelajaran, dan kegiatan-
kegiatan yang berkaitan dengan pembelajaran yang lain. Dengan perkataan
lain, media pembelajaran merupakan suatu komponen penting dan menjadi
kajian utama dalam strategi tersebut. Strategi penyampaian ini berfungsi
sebagai penyampai isi pembelajaran kepada siswa dan menyediakan
informasi yang diperlukan untuk menampilkan unjuk kerja.
Media pembelajaran Pendidikan Agama Islam mencakup semua
sumber yang diperlukan untuk melakukan komunikasi dengan siswa. Media
pembelajaran dapat berupa apa saja yang dapat dijadikan perantara atau
medium untuk dimuati pesan nilai-nilai pendidikan agama yang akan
disampaikan kepada siswa. Interaksi peserta didik dengan media berarti
bagaimana peran media pembelajaran dalam merangsang kegiatan belajar
peserta didik. Media bisa berupa perangkat keras, seperti komputer, televisi,
projector, orang atau alat dan bahan-bahan cetak lainnya.
Pengoptimalan media pembelajaran di tiap kelas dengan
menggunakan LCD diterapkan MAN 3 Malang dalam pelaksanaan
pembelajaran Pendidikan Agama Islam khususnya pada kelas Madrasah
Aliyah Bertaraf Internasional (MABI) berorientasi Timur Tengah.
Diharapkan dengan adanya pengoptimalan media pembelajaran tersebut dapat
memberikan manfaat dalam kegiatan pendalaman, pemahaman dan sekaligus
pengalaman agama akan dapat diupayakan dengan maksimal. Media juga


dapat memberikan pengaruh motivasional yang berbeda pada siswa.
Perbedaan tersebut terkait dengan karakteristik siswa yang berbeda-beda.
Penggunaan media LCD sebagai penunjang pembelajaran Pendidikan Agama
Islam pada program Madrasah Aliyah Bertaraf Internasional (MABI)
menjadi cara agar dapat membantu siswa memvisualisasikan pembelajaran
Pendidikan Agama Islam walaupun tidak secara maksimal dapat
dilaksanakan. Seperti pada mata pelajaran Siroh Nabawiah misalnya
seringkali diputar film-film berbahasa Arab dengan native speaker untuk
membantu siswa memahami pelajaran tersebut dengan dibantu media dalam
pembelajarannya.
Evaluasi yang digunakan dalam pelaksanaan pembelajaran Pendidikan
Agama Islam pada program Madrasah Aliyah Bertaraf Internasional (MABI)
diambil dari nilai hasil UTS, UAS, ulangan harian, tugas-tugas yang
diberikan oleh guru dan dari ulangan blok yang dikoordinir oleh sekolah.
Disamping penilaian dari ujian lisan, sikap siswa dan keaktifan siswa dalam
proses pembelajaran di kelas. Seperti pada mata pelajaran Tafsir adanya
tugas-tugas, ulangan harian yang dilakukan tiap tiga judul tema pembahasan
serta ulangan blok yang dikoordinir oleh sekolah menjadi alat evaluasi yang
dipergunakan mata pelajaran tersebut. Pada mata pelajaran Adab evaluasi
yang digunakan dengan melakukan ulangan harian, ulangan blok dan ulangan
semester serta ujian lisan tanya jawab terkait Al-Quran dan Hadits.
Sedangkan dalam mata pelajaran Siroh Nabawiah evaluasi pembelajarannya
dari UTS dan UAS. UTS sendiri diambil dari ulangan harian dan tugas-tugas


kelompok maupun individu. Keaktifan siswa dalam bertanya dan menjawab
pertanyaan dari guru serta sikap yang baik dalam kehidupan sehari-hari
merupakan kriteria penilaian tersendiri.

B. Faktor Pendukung dan Penghambat Pelaksanaan Pembelajaran
Pendidikan Agama Islam Program Madrasah Bertaraf Internasional
(MABI) di MAN 3 Malang.
Segala sesuatu yang direncanakan atau program apapun yang
dijalankan tanpa didasari dengan adanya faktor pendukung maka hasil yang
akan dicapai tidak bisa didapat secara maksimal. Adpun faktor pendukung
pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada program Madrasah
Aliyah Bertaraf Internasional (MABI) adalah adanya struktur kurikulum
program tersebut, ketersediaan fasilitas dan sarana prasarana pembelajaran
yang memadai menjadi poin pendukung tersendiri dalam pelaksanaan
pembelajaran program MABI. Sarana prasarana di sekolah yang meliputi
adanya LCD pada tiap kelas serta adanya free hot spot area serta dibantu
dengan pembelajaran di asrama. Selain ditunjang dengan sarana prasarana
yang memadai, faktor penunjang lainnya adalah kemampuan siswa Madrasah
Aliyah Bertaraf Internasional (MABI) yang secara aktif dapat menggunakan
Bahasa Arab sebagai bahasa pengantar di samping penggunaan Bahasa
Indonesia dalam pelaksanaan pembelajaran program MABI.
Sedangkan faktor penghambat pelaksanaan pembelajaran Pendidikan
Agama Islam program MABI adalah salah satunya faktor legalitas hukum.


Belum adanya legalitas hukum berupa SK dari pusat terkait program
Madrasah Bertaraf Internasional (MABI). Nantinya Madrasah Bertaraf
Internasional (MABI) adalah merupakan bagian dan produk dari Rintisan
Madrasah Bertaraf Internasional (RMBI). Kompetensi guru yang dalam
penguasaan bahasa Arab sebagai pengantar pembelajaran PAI program
Madrasah Bertaraf Internasional (MABI) masih kurang maksimal menjadi
penghambat tersendiri. Di samping kemampuan diantara peserta didik yang
tidak sama antara yang satu dengan yang lain. Keterbatasan literatur
berbahasa Arab serta penjaringan siswa Madrasah Bertaraf Internasional
(MABI) yang kurang selektif juga menjadi penghambat pelaksanaan
pembelajaran Pendidikan Agama Islam program Madrasah Bertaraf
Internasional (MABI). Disamping minoritas siswa Madrasah Bertaraf
Internasional (MABI) di sekolah yang mengakibatkan psikologis siswa
menjadi minder.
Dalam pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam program
Madrasah Bertaraf Internasional (MABI) untuk meminimalisir kemampuan
siswa yang tidak sama, para pendidik berusaha untuk memaksimalkan potensi
dan kemampuan peserta didik dengan berupaya menerapkan metode /strategi
yang sesuai dengan karakteristik peserta didik. Mengefektifkan proses
pembelajaran di kelas di samping pembelajaran di asrama. Entah dalam segi
penggunaan bahasa ataupun dalam pendalaman Pendidikan Agama Islam
(Islamic Study). Sejalan dengan teori kognitif yang menyebutkan bahwa
belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon, tetapi


lebih dari itu bahwa belajar pada hakikatnya melibatkan proses berpikir yang
sangat kompleks. Belajar adalah usaha mengaitkan pengetahuan baru ke
dalam struktur berpikir yang sudah dimiliki pelajar sehingga membentuk
suatu struktur kognitif baru yang lebih mantap sebagai hasil belajar.
Dalam pandangan teori kognitif Gagne, cara berpikir seseorang
bergantung kepada keterampilan yang dimilikinya serta hierarki prasyarat
belajar apa yang diperlukan untuk mempelajari suatu tugas. Dalam proses
belajar terdapat dua fenomena yaitu keterampilan intelektual akan meningkat
sejalan dengan meningkatnya umur serta intensitas latihan yang diperoleh
inidividu. Semakin intens intelektual dilatih, semakin meningkat pula
kemampuan dan keterampilan intelektual seseorang. Proses belajar akan lebih
cepat apabila strategi kognitif dapat digunakan dalam memecahkan masalah
secara lebih efisien.













BAB VI
PENUTUP

A. Kesimpulan
Setelah melakukan kajian teoritis dan analisis data berdasarkan
penelitian dan penemuan di lapangan maka dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut:
1. Pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam program Madrasah
Bertaraf Internasional (MABI) di MAN 3 Malang adalah secara umum
pelaksanaan pembelajarannya sama dengan kelas regular, yang
membedakannya terletak pada pengantar pembelajaran yang
menggunakan Bahasa Arab dan buku ajarnya (modul) sebagian besar
berupa kitab-kitab dengan literatur berbahasa Arab dari Timur Tengah.
Kurikulum yang dipergunakan program Madrasah Aliyah Bertaraf
Internasional (MABI) ini adalah kurikulum yang dikembangkan dari
kurikulum MAPK (Madrasah Aliyah Program Keagamaan) dengan
KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan). Sedangkan metode
pembelajaran yang digunakan mata pelajaran Pendidikan Agama Islam
(mata pelajaran Adab, Tafsir, dan Siroh Nabawiah) mengarah kepada
model pembelajaran aktif (Active learning) di samping dengan
pengoptimalan sarana prasarana sebagai penunjang pembelajaran.
Evaluasi yang digunakan dalam pelaksanaan pembelajaran Pendidikan
Agama Islam pada program Madrasah Aliyah Bertaraf Internasional


(MABI) diambil dari nilai hasil UTS, UAS, ulangan harian, tugas-tugas
yang diberikan oleh guru dan dari ulangan blok yang dikoordinir oleh
sekolah. Disamping penilaian dari ujian lisan, sikap siswa dan keaktifan
siswa dalam proses pembelajaran di kelas.
2. Faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan pembelajaran
Pendidikan Agama Islam program Madrasah Bertaraf Internasional
(MABI) di MAN 3 Malang adalah
a. Faktor pendukung, antara lain:
1) Adanya struktur kurikulum program Madrasah Bertaraf
Internasional (MABI).
2) Adanya sarana prasarana pembelajaran yang memadai yang
meliputi adanya LCD pada tiap kelas serta adanya free hot spot
area serta dibantu dengan pembelajaran di asrama.
3) Kemampuan siswa Madrasah Aliyah Bertaraf Internasional
(MABI) yang secara aktif dapat menggunakan Bahasa Arab
sebagai bahasa pengantar di samping penggunaan Bahasa
Indonesia dalam pelaksanaan pembelajaran program Madrasah
Aliyah Bertaraf Internasional (MABI).
b. Faktor penghambat, antara lain:
1) Belum adanya legalitas hukum berupa SK dari pusat terkait
program Madrasah Bertaraf Internasional (MABI).
2) Kompetensi guru yang dalam penguasaan bahasa Arab sebagai
pengantar pembelajaran Pendidikan Agama Islam program


Madrasah Bertaraf Internasional (MABI) masih kurang maksimal.
3) Kemampuan diantara peserta didik yang tidak sama antara yang
satu dengan yang lain.
4) Keterbatasan literatur berbahasa Arab.
5) Penjaringan siswa Madrasah Bertaraf Internasional (MABI) yang
kurang selektif.
6) Minoritas siswa Madrasah Bertaraf Internasional (MABI) di
sekolah yang mengakibatkan psikologis siswa menjadi minder.
B. Saran-Saran
1. Diadakannya upaya peningkatan dan pembenahan pada sarana penunjang
pembelajaran maupun dalam pelaksanaan pembelajaran sehingga dapat
segera mendapatkan legalitas hukum berupa SK dari pusat terkait
penyelenggaraan program Madrasah Bertaraf Internasional (MABI).
2. Penambahan literatur dan referensi tambahan berbahasa Arab sebagai
salah satu penunjang pembelajaran Pendidikan Agama Islam program
Madrasah Bertaraf Internasional (MABI).
3. Pembenahan dan pengoptimalan perangkat pembelajaran seperti adanya
silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang mengacu
pada kurikulum timur tengah.
4. Bagi penelitian lanjutan diharapkan dapat mengkaji pembelajaran
program Madrasah Bertaraf Internasional (MABI) secara lebih spesifik
pada satu mata pelajaran misalnya atau dapat mengkaji dari sudut
pandang yang lain.


DAFTAR RUJUKAN


Amin, Moh. 1992. Pengantar Ilmu Pendidikan Agama Islam. Surabaya: Garuda
Buana.

Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.
Jakarta: Rineka Cipta.

Badan Standar Nasional Pendidikan. 2007. Peraturan Menteri Pendiidkan
Nasional Republik Indonesia nomor 41 tahun 2007 tentang Standar Proses
Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Badan Standar
Nasional Pendidikan.

D Marimba, Ahmad. 1986. Pengantar Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: PT
Al-Maarif.

Degeng, I nyoman Sudana. 1993. Buku Pegangan Teknologi Pendidikan, Pusat
Antar Universitas untuk Peningkatan dan Pengembangan Aktivitas
Instruksional Universitas Terbuka. Jakarta: Depdikbud RI, Dirjen Dikti.

Departemen Agama RI. Kurikulum 2004 (Pedoman Khusus Pengembangan
Silabus dan Penilaian Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam) Sekolah
Menengah Pertama. Jakarta: Departemen Agama.

.1992. Al- Quran dan Terjemahnya. Semarang: CV.
Asy.Syifa.

Departemen Pendidikan Nasional. 2006. Sistem Penyelenggaraan Sekolah
Bertaraf Internasional (SBI) Untuk Pendidikan Dasar dan Menengah.
Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

. 2007. Pedoman Penjaminan Mutu
Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional Pada Jenjang Pendidikan Dasar
dan Menengah. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen
Pendidikan Nasional.

Depdikbud. 1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Depdiknas, Dirjen Dikdasmen. 2003. Pendekatan Kontekstual. Jakarta: Pusat
Pengembangan Penataran Guru.

DePorter, Bobbi, dkk. 2000. Quantum Teaching Mempraktikkan Quantum
Learning di Ruang-Ruang Kelas. Bandung: Kaifa.



Dimyati dan Mujiono. 1999. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka
Cipta.

Hadi, Sutrisno. 1998. Metodologi Research Jilid II. Yogyakarta: Andi Offset.

Hamalik, Oemar. 2003. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.

Haryana, Kir. 2007. Konsep Sekolah Bertaraf Internasional (artikel). Jakarta:
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama.

Hasbullah. 2001. Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Kusrini, Siti, dkk. 2009. Keterampilan Dasar Mengajar (PPL) Berorientasi Pada
Kurikulum Berbasis Kompetensi. Malang: Fakultas Tarbiyah UIN Malang.

Lie, Anita. 1999. Metode Pembelajaran Gotong Royong. Surabaya: Citra Media.

Majid, Abdul, dkk. 2004. Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi.
Bandung: PT remaja Rosdakarya.

Moleong, Lexy J. 2002. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.

Muhaimin, dkk. 1996. Strategi Belajar Mengajar. Surabaya: CV Citra Media.

. 2005. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah,
Madrasah dan Perguruan Tinggi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

. 2001. Paradigma Pendidikan Islam Upaya Mengefektifkan
Pendidikan Agama Islam di Sekolah. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Mulyasa. 2004. .Kurikulum Berbasis Kompetensi Konsep, Karakteristik, dan
Implementasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Nata, Abuddin. 2006. Modernisasi Pendidikan Islam Indonesia. Jakarta: UIN
Press.

Novia, Windy. 2009. .Kamus Ilmiah Populer Edisi Lengkap. Wacana Intelektual
Press.

Nurhadi dan Senduk, Agus Gerrad. 2003. Pendekatan Kontekstual dan
Penerapannya Dalam KBK. Malang:Universitas Negeri Press.

Sagala, Syaiful. 2003. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.



Sananki, Hujair. 2003. Paradigma Pendidikan Islam (Membangun Masyarakat
Modern). Yogyakarta: Safarina Insani Press.

Silberman, Mel. 2004. Terjemahan Dari Active Learning Strategy: 101 Strategies
to Teach Any Subject, Terjemahan: Raisul Muttaqien. Boston: Allyn Bacon.

Somantrie, Hermana. 2007. Sekolah Madrasah Bertaraf Internasional (S/MBI),
dalam Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan Depdiknas.

Suemantri, Hermana. 2007. Dalam Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Edisi
Khusus 1 tahun ke-13. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Sukandi, Ujang. 2004. Belajar Aktif dan Terpadu. Surabaya: Duta Graha Pustaka.

Supriyoko, Ki. Mewujudkan Madrasah Standar Internasional. Jawa Pos, 20 Juli
2007.

Suryabrata, Sumadi. 1998. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sisdiknas.
2006. Bandung: Citra Umbara.

Yasin, Fatah. 2008. Metodologi Pendidikan Islam. Malang: Pusapom.

Zaini, Hisjam, dkk. 2002. Strategi Pembelajaran Aktif di Perguruan Tinggi.
Yogyakarta: CTSD.

Zuhairini dan Ghofir, Abdul. 2004. Metodologi Pembelajaran Pendidikan Agama
Islam. Malang: UIN Press.

Zuhairini, dkk. 1993. Metodologi Pendidikan Agama. Solo: Ramadhani.

You might also like