PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG APRIL, 2010
MODEL PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PROGRAM MADRASAH BERTARAF INTERNASIONAL (MABI) DI MAN 3 MALANG
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Strata Satu Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)
Oleh: Iffatunnisa NIM. 06110034
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG APRIL, 2010
MODEL PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PROGRAM MADRASAH BERTARAF INTERNASIONAL (MABI) DI MAN 3 MALANG
Oleh: Iffatunnisa NIM. 06110034
Telah Disetujui Pada Tanggal, 08 April 2010
Oleh Dosen Pembimbing:
Prof. Dr. H. Muhaimin, M.A NIP. 19561211 198303 1 005
Mengetahui, Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam
Drs. H. Moh. Padil, M.Pd.I NIP. 19651205 199403 1 003
MODEL PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PROGRAM MADRASAH BERTARAF INTERNASIONAL (MABI) DI MAN 3 MALANG
SKRIPSI
dipersiapkan dan disusun oleh Iffatunnisa (06110034) telah dipertahankan didepan dewan penguji pada tanggal 19 April 2010 dengan nilai A dan telah dinyatakan diterima sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar strata satu Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I) pada tanggal: 19 April 2010
Panitia Ujian Tanda Tangan
Ketua Sidang Prof. Dr. H. Muhaimin, M.A :_____________ NIP. 19561211 198303 1 005
Sekretaris Sidang Triyo Supriyatno, M. Ag :_____________ NIP. 19700427 20000 3 001
Pembimbing Prof. Dr. H. Muhaimin, M.A :_____________ NIP. 19561211 198303 1 005
Penguji Utama Prof. Dr. H. Baharuddin, M. Pd.I :_____________ NIP. 19561231 198303 1 032
Mengesahkan, Dekan Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang
Dr. H. M. Zainuddin, MA NIP. 19620507 199503 1 001
PERSEMBAHAN
Teriring doa dan rasa syukur yang teramat dalam kupersembahkan karya ini kepada:
Persembahan utama buat Dia yang telah memberikanku nafas dan kehidupan, kemudahan, kelancaran, dan hidayah-Nya. Seribu sujud pun tak kan mampu mengungkapkan rasa syukur dari nimat yang tak terhitung jumlahnya ini.
Buat Abah (H. Moh. Baqir Hasan) dan Umi ( Hj. Siti Niswatin) tercinta. Terima kasih ananda haturkan atas doa, dukungan, motivasi dan semangat kepada ananda sehingga ananda dapat menyelesaikan skripsi ini.
Buat adik ku tersayang (Afifurrijal) yang sudah menemani hari-hari ini dengan banyak canda, tawa dan keceriaan sehingga dapat membuat hari-hari yang kujalani lebih bermakna.
Buat Bapak Prof. Dr. H. Muhaimin, MA yang dengan kesabarannya telah rela meluangkan waktunya untuk membimbing dan mengarahkan penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
Segenap dosen jurusan Pendidikan Agama Islam yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terima kasih atas ilmu dan bimbingan yang tiada henti-hentinya yang telah diberikan kepada penulis selama menimba ilmu di kampus tercinta UIN Maliki. Semoga ilmu yang didapatkan penulis selama ini dapat bermanfaat. Amin...
Buat teman-teman angkatan 2006 Pendidikan Agama Islam terima kasih atas kebersamaan kita selama ini khususnya kepada teman-temanku mbk com, mbk yongs, nopi, mipta, mbk rin terima kasih untuk semua yang telah kita alami bersama, pengalaman, suka, duka, canda tawa berbaur jadi satu. Berat rasanya harus berpisah dari kalian semua. Semoga kita selalu dalam lindungan dan rahmat-Nya. Amin.Buat teman-temanku satu pembimbingan skripsi (rupe, elta, jeng Helen) terima kasih atas tambahan semangat yang kalian berikan padaku, mempunyai tekad untuk berjuang bersama menyelesaikan skripsi ini agar tepat pada waktunya.
Teruntuk seseorang yang Insya Allah kelak akan menjadi imam bagiku. Terima kasih atas doa, semangat, dan dukungan dalam menemani hari-hariku selama ini. How I cant happy with you. Its just something that I couldnt explain.We have some fun and joy together. Looks like that youre the right man that could make me smile.
MOTTO
) !# i $ B)/ Lm #i $ '/
Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. (QS. Ar-Rad 13: 11) 1
1 Departemen Agama RI, Al- Quran dan Terjemahnya, (Semarang: CV. Asy.Syifa, 1992), hlm. 370.
Prof. Dr. H. Muhaimin, M.A Dosen Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang
NOTA DINAS PEMBIMBING
Hal : Skripsi Malang, 08 April 2010 Lamp. : 4 (Empat) Eksemplar
Kepada Yth. Dekan Fakultas Tarbiyah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang di Malang
Assalamualaikum Wr.Wb.
Sesudah melakukan beberapa kali bimbingan, baik dari segi isi, bahasa maupun tehnik penulisan, dan setelah membaca skripsi mahasiswa di bawah ini: Nama : Iffatunnisa NIM : 06110034 Jurusan : Pendidikan Agama Islam Judul Skripsi : Model Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Program Madrasah Bertaraf Internasional (MABI) di MAN 3 Malang Maka selaku Pembimbing, kami berpendapat bahwa skripsi tersebut sudah layak diajukan untuk diujikan. Demikian, mohon dimaklumi adanya.
Wassalamualaikum Wr.Wb.
Pembimbing,
Prof.Dr. H. Muhaimin, M.A NIP. 195612111983031005
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan, bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan pada suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya, juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar rujukan.
Malang, 08 April 2010
Iffatunnisa
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil Alamin, segala puji penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang atas rahmat, hidayah dan inayah-Nyalah penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul: Model Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Program Madrasah Bertaraf Internasional (MABI) di MAN 3 Malang Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan oleh Allah kepada Junjungan Besar Nabi kita Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya. Penulis menyadari sepenuhnya akan kemampuan dan kekurangan dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan, saran serta motivasi semua pihak, baik langsung maupun tidak langsung dalam membantu proses penyusunan skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada yang terhormat: 1. Bapak H. Moh. Baqir Hasan dan Ibu Hj. Siti Niswatin, ayahanda dan ibunda tercinta yang telah memberikan kasih sayang, dorongan moril dan materiil kepada penulis agar tercapai cita-citanya. 2. Bapak Prof. DR. H. Imam Suprayogo, selaku Rektor Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang. 3. Bapak Dr. H. M. Zainuddin, MA selaku Dekan Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang. 4. Bapak Drs. H. Moh. Padil, M.Pd.I selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang.
5. Bapak Prof. Dr. H. Muhaimin, MA selaku dosen pembimbing skripsi yang dengan kesabaran dan ketelatenannya menyisihkan waktu untuk membimbing dan memberi masukan pada penulis hingga terselesaikannya skripsi ini. 6. Segenap Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang, atas segala bimbingan dan ilmu yang telah diberikan selama ini. 7. Bapak Drs. Imam Sujarwo, M.Pd selaku Kepala Sekolah MAN 3 Malang, yang telah memberikan izin kepada penulis untuk mengadakan penelitian. 8. Bapak Drs. Mochamad Djasa selaku Waka Kurikulum MAN 3 Malang, atas waktu dan bantuannya yang berharga. 9. Bapak Gunawan, MA selaku koordinator program Madrasah Bertaraf Internasional (MABI) MAN 3 Malang dan guru mata pelajaran adab, atas kesempatan dan waktunya dalam memberikan informasi terkait masalah yang dibahas penulis. 10. Bapak Miftachul Ula R, Biss selaku guru mata pelajaran Siroh Nabawiah dan Bapak Sukardi, S.Ag selaku guru mata pelajaran Tafsir atas waktu dan kemurahan hatinya dalam memberikan informasi yang dibutuhkan oleh penulis. 11. Bapak, Ibu guru dan Staf Karyawan MAN 3 Malang yang telah membantu kelancaran pelaksanaan penelitian. 12. Teman-teman Jurusan Pendidikan Agama Islam angkatan 2006 dan semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah turut serta membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Semoga amal kebaikan mereka semua diterima dan dibalas oleh Allah SWT. Amin. Tiada kata yang patut penulis sampaikan selain untaian doa, semoga apa yang telah penulis tawarkan dalam laporan ini bermanfaat bagi semua pihak. Penulis sadar bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, untuk itu saran dan kritik yang konstruktif sangat diharapkan untuk memenuhi kekurangan dalam laporan-laporan selanjutnya. Demikian apa yang dapat kami berikan untuk itu kami mohon maaf yang sebesar-besarnya atas segala kekurangan, semoga laporan ini bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan semua pihak yang terkait pada umumnya.
Malang, 08 April 2010
Penulis
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 : Kegiatan Belajar Mengajar dengan Menggunakan Pendekatan Belajar Aktif (Active Learning strategy) ....... 53 Tabel 4.1 : Data Guru dan Pegawai MAN 3 Malang ............................... 103
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 : Interelasi Variabel Pembelajaran ........................................... 24 Gambar 2.2 : Pembagian Komponen Pembelajaran PAI ............................. 30 Gambar 2.3 : Model pembelajaran yang menggambarkan kedudukan serta peran guru dan pelajar dalam proses pembelajaran ............... 31 Gambar 2.4 : Model pembelajaran yang menggambarkan kedudukan serta peran guru dalam proses pembelajaran yang dibantu oleh media pembelajaran ............................................................... 32 Gambar 2.5 : Model pembelajaran yang menggambarkan kedudukan serta peran guru dan pelajar dalam proses pembelajaran yang dibantu oleh media pembelajaran audio visual ...................... 32 Gambar 2.6 : Arus balik dan evaluasi dalam proses kegiatan belajar mengajar .................................................................................. 33 Gambar 2.7 : Model pembelajaran yang sistematis dan terprogram ............. 34 Gambar 2.8 : Hubungan S-R menurut teori kognitif .................................... 62 Gambar 2. 9 : Proses Pentahapan Menjadi Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional ........................................................................... 71 Gambar 2. 10 : Penjaminan Mutu Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional ........................................................................... 72
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Bukti Konsultasi Bimbingan Skripsi Mahasiswa Lampiran 2 : Surat Keterangan Penelitian dari Depag Kota Malang Lampiran 3 : Surat Keterangan Penelitian dari MAN 3 Malang Lampiran 4 : Struktur Kurikulum Program Madrasah Bertaraf Internasional (MABI) Lampiran 5 : Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Lampiran 6 : Modul Mata Pelajaran Program Madrasah Bertaraf Internasional (MABI) Lampiran 7 : Instrumen Penelitian Lampiran 8 : Foto-Foto Penelitian di MAN 3 Malang Lampiran 9 : Biodata Mahasiswa
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i HALAMAN PERSETUJUAN ...................................................................... ii HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ iii HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................... iv HALAMAN MOTTO .................................................................................... v HALAMAN NOTA DINAS ........................................................................... vi HALAMAN PERNYATAAN ........................................................................ vii KATA PENGANTAR .................................................................................... viii DAFTAR TABEL .......................................................................................... xi DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xii DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xiii DAFTAR ISI ................................................................................................... xiv ABSTRAK ...................................................................................................... xviii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ................................................................ 1 B. Rumusan Masalah ......................................................................... 9 C. Tujuan Penelitian........................................................................... 9 D. Manfaat Penelitian......................................................................... 9 E. Ruang Lingkup Penelitian ............................................................. 11 F. Definisi Operasional ...................................................................... 11
G. Sistematika Pembahasan ............................................................... 12
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pembelajaran Pendidikan Agama Islam 1. Pengertian, Dasar, dan Tujuan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam ........................................................................ 15 2. Metode Pembelajaran Pendidikan Agama Islam ................. 22 3. Pola Pengembangan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam .................................................................................... 31 4. Model Pembelajaran Pendidikan Agama Islam ................... 38 B. Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional 1. Pengertian Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional.......... 68 2. Landasan Hukum Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional ........................................................................ 68 3. Konsep Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional .............. 70 4. Kurikulum dan Proses Pembelajaran Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional .......................................................... 76
BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian ................................................. 84 B. Kehadiran Peneliti ....................................................................... 85 C. Lokasi Penelitian ......................................................................... 85 D. Sumber Data ............................................................................... 86
E. Teknik Pengumpulan Data .......................................................... 87 F. Analisis Data ............................................................................... 90 G. Pengecekan Keabsahan Data ...................................................... 92 H. Tahap-Tahap Penelitian .............................................................. 93
BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Obyek Penelitian ........................................................ 95 A. Sejarah Singkat MAN 3 Malang .......................................... 95 B. Mandat dan Nilai Keunggulan MAN 3 Malang .................. 99 C. Visi, Misi, dan Tujuan Madrasah ........................................ 100 D. Sumber Daya Manusia MAN 3 Malang .............................. 101 E. Kurikulum dan Pembelajaran MAN 3 Malang .................... 103 F. Kegiatan Pengembangan Diri MAN 3 Malang ................... 105 G. Prestasi Siswa MAN 3 Malang ............................................ 106 B. Paparan Data Penelitian .............................................................. 106 A. Pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam program Madrasah Bertaraf Internasional (MABI) di MAN 3 Malang .................................................................... 110 B. Faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam program Madrasah Bertaraf Internasional (MABI) di MAN 3 Malang .............. 119 C. Temuan Penelitian ...................................................................... 124
BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN A. Pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam program Madrasah Bertaraf Internasional (MABI) di MAN 3 Malang .... 127 B. Faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam program Madrasah Bertaraf Internasional (MABI) di MAN 3 Malang ..................... 133
BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan ........................................................................................ 136 B. Saran-Saran ........................................................................................ 138
DAFTAR RUJUKAN LAMPIRAN-LAMPIRAN
ABSTRAK
Iffatunnisa. 2010. Model Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Program Madrasah Bertaraf Internasional (MABI) di MAN 3 Malang. Skripsi, Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang. Prof. Dr. H. Muhaimin, MA.
Kata Kunci: Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, Madrasah Bertaraf Internasional.
Pada era globalisasi sekarang ini yang telah merambah ke dalam dunia pendidikan, menuntut sekolah untuk melakukan berbagai upaya yang berorientasi pada penciptaan kompetensi lulusan yang berdaya saing global. Upaya yang harus dilakukan dalam rangka memperbaki mutu sumber daya manusia adalah dengan meningkatan mutu pendidikan terkait persiapan menghadapi adanya persaingan dan tantangan global di gelanggang internasional dengan segala pergeseran atau perubahan tata nilai. Seiring dengan hal tersebut pemerintah berusaha untuk mengangkat keunggulan kualitas pendidikan yaitu melalui penyelenggaraan Sekolah/ Madrasah Bertaraf Internasional. Madrasah sebagai representatif dari sekolah yang berciri khas Islam di bawah naungan Departemen Agama sudah mulai menyelenggarakan Madrasah Bertaraf Internasional. Kualitas lulusan madrasah dapat memperoleh pengakuan dan kualitas yang sama dengan sekolah umum lainnya. Sejalan dengan program unggulan fullday school, boarding school, dan program akselerasi MAN 3 Malang menyediakan kelas khusus Madrasah Aliyah Bertaraf Internasional (MABI) berorientasi Timur Tengah. Berangkat dari latar belakang itulah penulis kemudian ingin membahasnya dalam skripsi dan mengambil judul Model Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Program Mdrasah Bertaraf Internasional (MABI) di MAN 3 Malang. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam program Madrasah Bertaraf Internasional (MABI) di MAN 3 Malang serta untuk mendeskripsikan faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam program Madrasah Bertaraf Internasional (MABI) di MAN 3 Malang. Penelitian yang penulis lakukan ini adalah termasuk dalam penelitian deskriptif kualitatif. Dalam perjalanan mengumpulkan data, penulis menggunakan metode observasi, interview, dan dokumentasi. Sedangkan untuk analisisnya, penulis menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif, yaitu berupa data-data yang tertulis atau dari lisan orang, dan pengamatan ke tempat lokasi secara langsung, sehingga dalam hal ini penulis berupaya mengadakan penelitian yang bersifat menggambarkan secara menyeluruh tentang keadaan yang sebenarnya. Selain itu, untuk mendukung uraian dari keadaan yang sebenarnya ada dilapangan, disini penulis sertakan dokumentasi sebagai pelengkap dan penguat data penelitian.
Hasil penelitian yang dilakukan penulis dapat disampaikan di sini bahwasanya secara umum pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam di program Madrasah Bertaraf Internasional (MABI) tidak jauh berbeda dengan kelas reguler, yang membedakannya terletak pada pengantar pembelajaran yang menggunakan Bahasa Arab dan modulnya sebagian besar berupa kitab-kitab dengan literatur berbahasa Arab dari Timur Tengah, dengan kurikulum yang dikembangkan dari kurikulum MAPK (Madrasah Aliyah Program Keagamaan) dengan KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan). Untuk mencapai hasil yang maksimal dalam pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam di program Madrasah Bertaraf Internasional (MABI) dari sini dapat dipahami bahwa faktor pendukungnya disamping kemampuan siswa Madrasah Aliyah Bertaraf Internasional (MABI) yang secara aktif dapat menggunakan Bahasa Arab sebagai bahasa pengantar, adanya struktur kurikulum, juga dilengkapi dengan fasilitas penunjang pembelajaran yang memadai. Sedangkan beberapa faktor yang menjadi penghambat dalam pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam di program Madrasah Aliyah Bertaraf Internasional (MABI), diantaranya belum adanya legalitas hukum berupa SK dari pusat terkait program tersebut, kompetensi guru yang masih belum maksimal, kemampuan di antara siswa yang tidak sama serta keterbatasan literatur yang ada. Pengoptimalan pelaksanaan pembelajaran dan sarana penunjang pembelajaran terkait untuk segera memiliki legalitas hukum, penjaringan seleksi siswa yang lebih selektif dan penambahan literatur yang ada dapat merupakan salah satu alternatif yang dapat dilakukan untuk mencari jalan keluar dari permasalahan yang ada. Kalaupun masih ada alternatif lain yang lebih baik dari apa yang telah disampaikan dalam skripsi ini, maka hal itu dapat dijadikan masukan agar skripsi ini dapat terus berkembang.
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kunci kemajuan dan peradaban suatu bangsa. Semakin baik kualitas pendidikan yang diselenggarakan oleh suatu masyarakat/ bangsa, maka akan diikuti dengan semakin baik pula kualitas sumber daya masyarakat/ bangsa tersebut yang kemudian dapat melahirkan peradaban bernilai tinggi yang dibangun di atas fondasi ilmu pengetahuan. Pendidikan senantiasa menjawab kebutuhan masyarakat dan tantangan yang muncul di kalangan masyarakat, sebagai konsekuensi dari suatu perubahan 2
melalui pendidikan dan pengajaran di sekolah formal maupun non formal. Dalam Undang-Undang Sisdiknas No 20 Tahun 2003, disebutkan bahwa: Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. 3
Pendidikan itu sendiri tidak bisa dipisahkan dari masyarakat karena keduanya saling memberi informasi dan memadukan antara program dan pelaksanaan. Pendidikan yang bermutu tidak terlepas dari sebuah manajemen/
2 Hujair Sananki, Paradigma Pendidikan Islam (Membangun Masyarakat Modern), (Yogyakarta: Safarina Insani Press, 2003), hlm. 3. 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sisdiknas, (Bandung: Citra Umbara, Januari, 2006), hlm. 72.
pengaturan dalam melaksanakan tugas kependidikan, karena sekolah layaknya institusi/ lembaga yang mengemban misi untuk melakukan proses edukasi, proses sosialisasi dan proses transformasi pada peserta didik, dalam rangka mengantarkan mereka melanjutkan ke jenjang berikutnya. Pada era globalisasi sekarang ini yang telah merambah ke dalam dunia pendidikan, menuntut sekolah untuk melakukan berbagai upaya yang berorientasi pada penciptaan kompetensi lulusan yang berdaya saing global. Upaya yang harus dilakukan dalam rangka memperbaki mutu sumber daya manusia adalah dengan meningkatan mutu pendidikan. Pendidikan di Indonesia pada era globalisasi dituntut untuk menghasilkan sumber daya manusia yang unggul di bidang pengetahuan serta mampu bersaing di dunia teknologi juga punya jiwa kebangsaan yang tinggi, sehingga di manapun berada selalu memberikan karya terbaik bagi bangsa dan negaranya. Adanya dasar pendidikan manusia abad ke-21 yang diajukan oleh UNESCO (United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization) yaitu: learning how to think, learning how to do, learning to be. learning how to learn dan learning how to live juga perlu diperhatikan oleh sistem pendidikan kita dikarenakan terkait persiapan menghadapi tantangan global dan adanya persaingan di gelanggang internasional dengan segala pergeseran atau perubahan tata nilai. 4
4 Siti Kusrini, dkk, Keterampilan Dasar Mengajar (PPL) Berorientasi Pada Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Malang: Fakultas Tarbiyah UIN Malang, 2009), hlm. 13.
Teknologi komunikasi dan informasi yang begitu pesat rasanya memang tidak menjadikan perdebatan bila perkembangan ini diikuti dengan mendirikan sekolah/ madrasah bertaraf internasional di Indonesia. Pendidikan dan pelatihan adalah suatu yang sangat dibutuhkan sehubungan menjelang tahun 2020 perkonomian Indonesia akan berubah dan berkembang ke arah perekonomian global, yang diikuti dengan perubahan arah perusahaan dan industri harus berkembang sesuai dengan tuntutan global, sehingga diperlukan pengembangan sumber daya manusia melalui pendidikan dan pelatihan yang mampu memenuhi dan mengimbangi kebutuhan lokal, regional maupun internasional. Secara umum pendidikan di Indonesia sedang menghadapi dua tantangan yang berat, yaitu tantangan internal dan eksternal. Bangsa Indonesia telah dihadapkan pada hasil-hasil studi internasional yang selalu menempatkan negara kita dalam posisi guru kunci untuk masalah pendidikan. Hasil studi The Third International Mathematics and Science Study Repeat 1999 (TIMSS-R 1999) yang dilaksanakan pada 38 negara dari lima benua, yaitu Asia, Australia, Afrika, Amerika dan Eropa, menempatkan peserta didik SLTP Indonesia pada urutan ke-32 dan 34 untuk skor tes IPA dan Matematika. 5 Peserta didik SLTP dari negara tetangga Singapura menduduki urutan pertama untuk skor tes Matematika dan kedua untuk IPA. Sedangkan peserta didik dari Malaysia berada pada urutan ke-16 untuk Matematika dan 22 untuk IPA. Indikator lain menunjukkan bahwa berdasarkan pada Human
5 Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005), hlm. 191.
Development Index (HDI), Indonesia berada pada urutan ke-102 dari 104 negara dan Indonesia masih di bawah Vietnam. Di samping itu hasil studi International Institute for Development menempatkan Indonesia pada urutan ke-49 dari 49 negara. Di sisi lain dalam tantangan eksternal adalah adanya pasar bebas ASEAN (AFTA) berlaku sejak tahun 2003 yang lalu dan untuk beberapa tahun ke depan yaitu adanya kerja sama ekonomi Asia Pasifik (APEC) yang akan berlaku pada tahun 2010 untuk negara-negara maju dan tahun 2020 untuk seluruh anggotanya termasuk Indonesia. Yang semua itu dapat dijadikan titik tolak dalam mengembangkan pendidikan nasional pada umumnya. 6 Oleh karenanya perlu adanya pembaharuan dalam sistem pendidikan untuk memperoleh pendidikan yang unggul dan merata bagi seluruh rakyat Indonesia. Salah satunya terlihat dari adanya Undang-Undang No 20 Tahun 2003 Tentang Sisdiknas 7 yang pada Pasal 49 ayat (1) dinyatakan bahwa: Dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20 % dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada sektor pendidikan dan minimal 20 % dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). 8
Seiring dengan diberlakukannya Undang-Undang Otonomi Daerah dan sistem pendidikan terpusat (sentralistik) beralih ke model desentralisasi, pemerintah berusaha untuk mengangkat keunggulan kualitas pendidikan yaitu
6 Ibid., hlm. 192. 7 Abuddin Nata, Modernisasi Pendidikan Islam Indonesia, (Jakarta: UIN Press, 2006), hlm. 4. 8 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sisdiknas, Op.Cit., hlm. 101.
melalui penyelenggaraan Sekolah/ Madrasah Bertaraf Internasional (S/MBI). Langkah tersebut bertujuan untuk meraih puncak keunggulan hasil pendidikan dan mampu berdaya saing di forum internasional melalui penyelenggaraan S/MBI. Upaya kongkrit tersebut sekaligus sebagai perwujudan dari amanat Undang-Undang Sisdiknas No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional tepatnya pada pasal 50 ayat (3) yaitu: Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional. 9
Selain itu, Undang-Undang No 17 Tahun 2007 tentang rencana pembangunan jangka panjang nasional tahun 2005-2025 menetapkan skala prioritas utama dalam rencana pembangunan jangka menengah tahun 2005- 2009 untuk meningkatkan kualitas dan akses masyarakat terhadap pelayanan pendidikan yaitu pemerintah menargetkan SBI sebanyak 112 yang tersebar di seluruh Indonesia 10 . Gebrakan tersebut akhir-akhir ini memunculkan trend di lembaga pendidikan formal untuk menyelenggarakan S/MBI. Munculnya kebijakan tentang desentralisasi pendidikan, sebagai implikasi dari pemberlakuan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom, sebenarnya merupakan angin segar bagi kehidupan
9 Ibid., hlm. 102. 10 Hermana, Suemantri, Dalam Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Edisi Khusus 1 tahun ke-13, (Jakarta: Diknas, Agustus, 2007), hlm. 5.
madrasah. Pergeseran pola sentralisasi ke desentralisasi dalam pengelolaan pendidikan ini merupakan upaya pemberdayaan madrasah dalam peningkatan mutu pendidikan secara berkelanjutan, terarah dan menyeluruh. 11
Dalam rangka pembaharuan sistem pendidikan nasional telah ditetapkan visi, misi dan strategi pembangunan pendidikan nasional. Visi pendidikan nasional adalah terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah. Terkait dengan visi tersebut telah ditetapkan serangkaian prinsip penyelenggaraan pendidikan untuk dijadikan landasan dalam pelaksanaan reformasi pendidikan. Salah satu prinsip tersebut adalah pendidikan diselenggarakan sebagai proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Dalam proses tersebut diperlukan guru yang memberikan keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan potensi dan kreativitas peserta didik. Implikasi dari prinsip ini adalah pergeseran paradigma proses pendidikan, yaitu dari paradigma pengajaran ke paradigma pembelajaran. Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan guru dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Proses pembelajaran perlu direncanakan, dilaksanakan, dinilai, dan diawasi agar terlaksana secara efektif dan efsien. Mengingat kebhinekaan budaya, keragaman latar belakang dan
11 Muhaimin, Op.Cit., hlm. 187.
karakteristik peserta didik, serta tuntutan untuk menghasilkan lulusan yang bermutu, proses pembelajaran untuk setiap mata pelajaran harus fleksibel, bervariasi, dan memenuhi standar. Proses pembelajaran pada setiap satuan pendidikan dasar dan menengah harus interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, dan memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fsik serta psikologis peserta didik. Sesuai dengan amanat Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan salah satu standar yang harus dikembangkan adalah standar proses. Standar proses adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satuan pendidikan untuk mencapai kompetensi lulusan. Standar proses berisi kriteria minimal proses pembelajaran pada satuan pendidikan dasar dan menengah di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. Standar proses ini meliputi perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran untuk terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan efsien. Standar proses tersebut berlaku untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah pada jalur formal, baik pada sistem paket maupun pada sistem kredit semester. 12
Madrasah sebagai representatif dari sekolah berciri khas Islam pun
12 Badan Standar Nasional Pendidikan, Peraturan Menteri Pendiidkan Nasional Republik Indonesia nomor 41 tahun 2007 tentang Standar Proses Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, (Jakarta: Badan Standar Nasional Pendidikan, 2007), hlm. 5-7.
yang secara khusus penanganannya di bawah naungan Departemen Agama sudah mulai menyelenggarakan Madrasah Bertaraf Internasional (MBI). Kualitas lulusan madrasah dapat memperoleh pengakuan dan kualitas yang sama dengan sekolah umum lainnya. MAN 3 Malang secara berkesinambungan terus berpacu dalam peningkatan kualitas pelayanan dan pelaksanaan pendidikan untuk mengantarkan peserta didik mampu memiliki kemantapan aqidah, kekhusuan ibadah, keluasan IPTEK, dan keluhuran akhlak, sehingga dapat berprestasi dalam rangka mengemban tugas sebagai kholifatullah di muka bumi. Dalam rangka mewujudkan tujuan tersebut dan sejalan dengan program unggulan fullday school, boarding school, dan program akselerasi MAN Model Malang ini menyediakan kelas khusus Madrasah Aliyah Bertaraf Internasional (MABI) berorientasi Timur Tengah. Keberadaan MABI tersebut sangat strategis bagi MAN 3 Malang sebagai jawaban atas masih banyaknya anggapan bahwa madrasah sebagai lembaga nomor dua yang tidak mampu bersaing dan berprestasi secara nasional, apalagi internasional. 13
Kenyataan di atas mendorong peneliti untuk mengetahui kenyataan dengan mengamati secara teliti dan sistematis melalui penelitian. Kegiatan ini akan penulis terapkan pada MAN 3 Malang, dengan mengambil judul Model Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Program Madrasah Bertaraf Internasional (MABI) di MAN 3 Malang.
13 Sumber: Administrasi, Brosur Penerimaan Siswa Baru (PSB) tahun pelajaran 2010/2011.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka peneliti memfokuskan penelitian ini sebagai berikut: 1. Bagaimana pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam program Madrasah Bertaraf Internasional (MABI) di MAN 3 Malang? 2. Bagaimana faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam program Madrasah Bertaraf Internasional (MABI) di MAN 3 Malang?
C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka peneliti merumuskan beberapa tujuan yang hendak dicapai sebagai berikut: 1. Mendeskripsikan pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam program Madrasah Bertaraf Internasional (MABI) di MAN 3 Malang. 2. Mendeskripsikan faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam program Madrasah Bertaraf Internasional (MABI) di MAN 3 Malang.
D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat menjadi kontribusi konstruktif terhadap lembaga pendidikan. Adapun secara detail kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagi lembaga pendidikan (madrasah) Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi kontribusi positif sekaligus sebagai bahan pertimbangan bagi lembaga pendidikan mengenai program Madrasah Bertaraf Internasional (MABI) khususnya madrasah yang ingin/sedang menerapkan program Madrasah Bertaraf Internasional (MABI) sebagai salah satu cara atau metode pengembangan madrasah itu sendiri. Sehingga penelitian ini menjadi salah satu media terkait gambaran pembelajaran Pendidikan Agama Islam program Madrasah Bertaraf Internasional (MABI). 2. Bagi pemerintah/Diknas/Depag Penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi bagi Diknas dan Departemen Agama (Depag) khususnya terkait upaya penyelenggaraan Madrasah Bertaraf Internasional (MABI) sesuai dengan amanat UU Tahun 2003 No 20 tentang penyelenggaraan Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional (S/MBI), baik jangka menengah maupun jangka panjang. Sehingga kemudian dapat mengetahui di mana kekuatan dan kelemahan yang dihadapi sekolah dalam mengimplementasikan Pendidikan Agama Islam di Madrasah Bertaraf Internasional (MABI), dan dapat menjadi bahan evaluasi serta pertimbangan kebijakan selanjutnya. 3. Bagi pengembangan khasanah keilmuan Dapat memberikan kontribusi terhadap pengelola pendidikan Islam, terutama di madrasah, sebagai komponen penting dalam dunia pendidikan, dan dapat dijadikan acuan bagi peneliti selanjutnya.
E. Ruang Lingkup Penelitian Luasnya cakupan Pendidikan Agama Islam (PAI) pada Madrasah Aliyah menjadi kendala bagi peneliti. Sehingga penelitian ini akan semakin melebar jika tidak dibatasi sebelumnya. Cakupan Pendidikan Agama Islam sendiri pada Madrasah Aliyah reguler terdapat lima bidang mata pelajaran yaitu Al-Quran Hadits, Fiqih, Sejarah Kebudayaan Islam (SKI), Aqidah Akhlaq dan Bahasa Arab. Namun dalam program Madrasah Bertaraf Internasional (MABI) berorientasi Timur Tengah ini cakupan Pendidikan Agama Islam diantaranya meliputi bidang mata pelajaran Al-Quran dan Tajwid, Fiqih waushuluhu, Tauhid, Siroh Nabawiah, Nahwu Sharaf dan lain sebagainya. Maka dari itu peneliti akan memfokuskan penelitian ini pada proses pembelajaran PAI di dalam kelas (mata pelajaran siroh nabawiah, adab dan tafsir) dan peneliti mengerucutkan penelitiannya pada pelaksanaan pembelajaran dan faktor pendukung serta penghambat pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam program Madrasah Bertaraf Internasional (MABI) di MAN 3 Malang.
F. Definisi Operasional Untuk mempermudah pemahaman dan menghindari kerancuan pengertian, maka perlu adanya penegasan judul dalam penulisan penelitian ini sesuai dengan fokus yang terkandung dalam tema pembahasan antara lain sebagai berikut:
1. Model Model adalah bentuk mode; bentuk rupa; bentuk; contoh. 14
2. Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam adalah suatu upaya membelajarkan peserta didik agar dapat belajar, butuh belajar, terdorong belajar, mau belajar dan tertarik untuk terus menerus mempelajari agama Islam, baik untuk kepentingan mengetahui bagaimana cara beragama yang benar maupun mempelajari Islam sebagai pengetahuan. 15
3. Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional Sekolah/madrasah bertaraf internasional adalah sekolah/madrasah nasional yang menyiapkan peserta didiknya berdasarkan standar nasional pendidikan (SNP) Indonesia dan tarafnya internasional, sehingga lulusannya memiliki kemampuan daya saing internasional. 16
G. Sistematika Pembahasan Untuk mempermudah pembahasan dalam skripsi ini, penulis memperinci dalam sistematika pembahasan sebagai berikut: BAB I Merupakan pendahuluan yang didalamnya memuat latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,
14 Windy Novia, Kamus Ilmiah Populer Edisi Lengkap, (Wacana Intelektual Press, 2009), hlm. 318. 15 Muhaimin, dkk, Paradigma Pendidikan Islam Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2001), hlm. 183. 16 Departemen Pendidikan Nasional, Sistem Penyelenggaraan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) Untuk Pendidikan Dasar dan Menengah, (Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, 2006), hlm. 3.
ruang lingkup penelitian, definisi operasional dan sistematika pembahasan. BAB II Mendeskripsikan kajian pustaka yang di dalamnya meliputi konsep pembelajaran Pendidikan Agama Islam: yang di dalamnya memuat pengertian, dasar, dan tujuan pembelajaran Pendidikan Agama Islam, metode pembelajaran Pendidikan Agama Islam, pola pengembangan pembelajaran Pendidikan Agama Islam dan model pembelajaran Pendidikan Agama Islam serta konsep tentang sekolah/madrasah bertaraf internasional: yang di dalamnya memuat pengertian sekolah/madrasah bertaraf internasional, landasan hukum sekolah/madrasah bertaraf internasional, konsep sekolah/madrasah bertaraf internasional serta kurikulum dan proses pembelajaran sekolah/madrasah bertaraf internasional. BAB III Metodologi penelitian yang terdiri dari pendekatan dan jenis penelitian, kehadiran peneliti, lokasi penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data, analisis data, pengecekan keabsahan data, dan tahap-tahap penelitian. BAB IV Memaparkan tentang hasil penelitian yang meliputi deskripsi obyek penelitian: Sejarah Singkat MAN 3 Malang, Mandat dan Nilai Keunggulan MAN 3 Malang, Visi, Misi, dan Tujuan Madrasah, Sumber Daya Manusia MAN 3 Malang, Kurikulum dan Pembelajaran MAN 3 Malang, Kegiatan Pengembangan Diri MAN 3 Malang, dan Prestasi Siswa MAN 3 Malang. Paparan data
penelitian: tentang pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam program Madrasah Bertaraf Internasional (MABI) di MAN 3 Malang serta faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam program Madrasah Bertaraf Internasional (MABI) di MAN 3 Malang. Serta temuan penelitian. BAB V Pembahasan hasil penelitian yang merupakan pembahasan dan analisis terhadap temuan penelitian. BAB VI Penutup yang meliputi, kesimpulan dan saran.
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Pembelajaran Pendidikan Agama Islam 1. Pengertian, Dasar, dan Tujuan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Berbicara tentang Pendidikan Agama Islam tidak lepas dari pengertian pendidikan secara umum, karena pengertian Pendidikan Agama Islam sama halnya dengan pengertian pendidikan secara luas pada umumnya, hanya saja landasan yang digunakan dalam Islam. Di dalam UU RI N0 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 1 dijelaskan bahwa: Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlaq mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. 17
Langeveld memberikan pengertian bahwa pendidikan adalah setiap usaha, pengarahan, perlindungan, dan bantuan yang diberikan kepada anak tertuju kepada pendewasaan anak itu, atau lebih tepat membantu anak agar cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri. Pengaruh itu datangnya dari orang dewasa (atau yang diciptakan oleh
17 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sisdiknas, Op.Cit., hlm. 72.
orang dewasa seperti sekolah, buku, putaran hidup sehari-hari, dan sebagainya) dan ditunjukkan kepada orang-orang yang belum dewasa. Sedangkan menurut Ki Hajar Dewantoro bahwa pendidikan adalah tuntunan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak, maksudnya pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak- anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi- tingginya. 18
Jadi pendidikan merupakan suatu proses terhadap anak didik yang berlangsung terus menerus sampai anak didik mencapai pribadi dewasa. Proses ini berlangsung dalam jangka waktu tertentu, bila anak didik sudah mencapai pribadi dewasa, maka ia sepenuhnya mampu bertindak sendiri bagi kesejahteraan hidupnya dan masyarakatnya. Dengan demikian pengertian Pendidikan Agama Islam adalah usaha-usaha yang sistematis dan pragmatis dalam membantu anak didik agar mereka hidup sesuai dengan ajaran Islam. 19
Adapun definisi dari Pendidikan Agama Islam menurut para ahli adalah: a) Menurut Zakiyah Daradjat, berpendapat bahwa Pendidikan Agama Islam adalah suatu usaha untuk membina dan mengasuh peserta didik agar senantiasa dapat memahami ajaran Islam secara
18 Hasbullah, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), hlm. 2-4. 19 Zuhairini, dkk, Metodologi Pendidikan Agama, (Solo: Ramadhani, 1993), hlm. 1.
menyeluruh. Lalu menghayati tujuan, yang pada akhirnya dapat mengamalkan serta menjadikan Islam sebagai pandangan hidup. b) Menurut Tayar Yusuf, berpendapat bahwa Pendidikan Agama Islam adalah sebagai usaha sadar generasi tua untuk mengalihkan pengalaman, pengetahuan, kecakapan dan keterampilan kepada generasi muda agar kelak menjadi manusia bertaqwa kepada Allah SWT. 20
c) Menurut A.Tafsir, berpendapat bahwa Pendidikan Agama Islam adalah bimbingan yang diberikan kepada seseorang agar ia berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran Islam. d) Menurut Ahmad D Marimba, berpendapat bahwa Pendidikan Agama Islam adalah bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan hukum- hukum ajaran Islam menuju terbentuknya kepribadian utama menurut aturan-aturan Islam. 21
e) Menurut Muhaimin, berpendapat bahwa Pendidikan Agama Islam adalah usaha sadar untuk menyiapkan siswa dalam meyakini, memahami, menghayati dan mengamalkan agama Islam melalui bimbingan, pengajaran, dan/atau latihan atas tujuan yang hendak dicapai. 22
20 Abdul Majid, Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi, (Bandung: PT remaja Rosdakarya, 2004), hlm. 130. 21 Ahmad D Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: PT Al-Maarif, 1986), hlm. 23. 22 Muhaimin, dkk, Paradigma Pendidikan Islam Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Op.Cit., hlm. 75-76.
Dari beberapa pengertian Pendidikan Agama Islam di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa Pendidikan Agama Islam merupakan usaha sadar yang dilakukan pendidik dalam rangka untuk mempersiapkan peserta didik untuk meyakini, memahami, dan mengamalkan ajaran Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, atau pelatihan yang telah ditentukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Penyelenggaraan pembelajaran merupakan salah satu tugas utama guru. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Dimyati dan Mujiono bahwa pembelajaran dapat diartikan sebagai kegiatan yang ditujukan untuk pembelajaran siswa. 23 Pembelajaran berasal dari kata dasar ajar yang artinya petunjuk yang diberikan kepada orang supaya diketahui. Dari kata ajar ini lahirlah kata kerja belajar yang berarti berlatih atau berusaha memperoleh kepandaian dan ilmu. Dan kata pembelajaran berasal dari kata belajar yang mendapat awalan pem dan akhiran an yang merupakan konfiks nominal (bertalian dengan perfiks verbal meng-) yang mempunyai arti proses. 24
Berikut beberapa definisi tentang pembelajaran yang dikemukakan oleh para ahli:
23 Dimyati dan Mujiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1999), hlm. 114. 24 Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1990), hlm. 664.
a) Menurut Degeng, pembelajaran (atau ungkapan yang lebih dikenal sebelumnya pengajaran) adalah upaya untuk membelajarkan siswa. 25
b) Menurut Muhaimin, pembelajaran adalah upaya untuk membelajarkan siswa untuk belajar. Kegiatan ini mengakibatkan siswa mempelajari sesuatu dengan cara lebih efektif dan efisien. 26
c) Menurut Oemar Hamalik, pembelajaran adalah suatu usaha mengorganisasi lingkungan sehingga menciptakan kondisi belajar bagi siswa. 27
Dari penjabaran di atas, dapat diperoleh sebuah pengertian bahwa pembelajaran Pendidikan Agama Islam adalah upaya membelajarkan siswa untuk dapat memahami, menghayati dan mengamalkan nilai-nilai agama Islam melalui bimbingan, pengajaran atau latihan. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Muhaimin bahwa pembelajaran Pendidikan Agama Islam adalah: Suatu upaya membelajarkan peserta didik agar dapat belajar, butuh belajar, terdorong belajar, mau belajar dan tertarik untuk terus menerus mempelajari agama Islam, baik untuk kepentingan mengetahui bagaimana cara beragama yang benar maupun mempelajari Islam sebagai pengetahuan. 28
Yang dimaksud dengan dasar pendidikan adalah suatu landasan yang dijadikan pengalaman dalam menyelenggarakan pendidikan.
25 I nyoman Sudana Degeng, Buku Pegangan Teknologi Pendidikan, Pusat Antar Universitas untuk Peningkatan dan Pengembangan Aktivitas Instruksional Universitas Terbuka, (Jakarta: Depdikbud RI, Dirjen Dikti, Jakarta, 1993), hlm. 1. 26 Muhaimin, dkk, Strategi Belajar Mengajar, (Surabaya: CV Citra Media, 1996), hlm. 99. 27 Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), hlm. 48. 28 Muhaimin, dkk, Paradigma Pendidikan Islam Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Op.Cit., hlm. 183.
Landasan ini menurut Zuhairini dan Abdul Ghofir dapat ditinjau dari beberapa segi, yaitu segi hukum, segi religius dan segi psikologis. 29
Kemudian Moh Amin menjelaskan bahwa pendidikan agama diselenggarakan karena: 30
a. Memenuhi kebutuhan dan hajat manusia, b. Dibenarkan oleh undang-undang dan peraturan pemerintah (yuridis formal), c. Dasar-dasar yang bersumber ajaran agama Islam. Dari kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa penyelenggaraan pendidikan agama mempunyai dasar-dasar yang sangat kuat, yaitu kebutuhan manusia sendiri, perintah dari ajaran agama yang dianut dan hukum yuridis formal. Dari segi hukum (yuridis), dasar pelaksanaan peendidikan agama tersirat dalam UUD 45 pasal 29 ayat 1 dan 2 yang menyatakan bahwa negara berdasarkan atas ke-Tuhanan Yang Maha Esa dan negara akan menjamin masyarakat dalam memeluk dan menjalankan ajaran agama masing-masing. Dari sini, pasal tersebut menjelaskan bahwa orang Indonesia harus beragama. Dan isi pasal tersebut tidak mungkin akan dapat direalisasikan jika tidak ada pendidikan agama yang dapat mengarahkan pada tujuan tersebut. Oleh karenanya diperlukan adanya pendidikan agama.
29 Zuhairini dan Abdul Ghofir, Metodologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Malang: UIN Press, 2004), hlm. 4. 30 Moh. Amin, Pengantar Ilmu Pendidikan Agama Islam, (Surabaya: Garuda Buana, 1992), hlm. 28.
Sedangkan dasar ideal (agama Islam) pelaksanaan pendidikan agama sudah jelas dan tegas yaitu firman Allah SWT misalnya dalam QS. An-Nahl: 125 yang berisi tentang ajakan untuk memeluk agama Allah SWT dengan cara bijaksana dan dengan memberikan pelajaran yang baik. # <) 6 7n/ 3t:$/ 9# t:# ( 9_ L9$/ m& 4 ) 7/ =& /  ( =& G9$/ Artinya: Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS An Nahl:125)
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam pun bertujuan untuk menumbuhkan dan meningkatkan keimanan, melalui pemberian dan pemupukan pengetahuan, penghayatan, pengamalan serta pengalaman peserta didik tentang agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang dalam hal keimanan, ketaqwaannya kepada Allah SWT serta berakhlaq mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan benegara serta untuk dapat melanjutkan pada jenjang yang lebih tinggi. 31
31 Departemen Agama RI, Kurikulum 2004 (Pedoman Khusus Pengembangan Silabus dan Penilaian Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam) Sekolah Menengah Pertama. (Jakarta: Departemen Agama), hlm. 2.
Dari tujuan tersebut dapat ditarik beberapa definisi yang hendak ditingkatkan dan dituju oleh kegiatan pembelajaran Pendidikan Agama Islam yaitu: a. Dimensi keimanan peserta didik terhadap ajaran agama Islam. b. Dimensi pemahaman atau penalaran serta keilmuan peserta didik terhadap ajaran agama Islam. c. Dimensi pengalamannya dalam arti bagaimana ajaran agama Islam telah diimani, dipahami dalam dirinya untuk menggerakkan, mengamalkan dan mentaati ajaran agama dan nilai-bilainya dalam kehidupan pribadi sebagai manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT. 2. Metode Pembelajaran PAI Secara etimologi, istilah metode berasal dari bahasa Yunani metodos. Kata ini terdiri dari dua suku kata: metha yang berarti jalan atau cara. Metode berarti suatu jalan yang dilalui untuk mencapai tujuan, sehingga dapat dipahami bahwa metode berarti suatu cara yang harus dilalui untuk menyajikan bahan pelajaran agar tercapai tujuan pengajaran. 32
Jadi yang dimaksud metode Pendidikan Agama Islam di sini adalah cara yang dapat ditempuh dalam memudahkan pencapaian tujuan Pendidikan Agama Islam.
32 Zuhairini dan Abdul Ghofir, Op.Cit., hlm. 54.
Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam memilih metode mengajar sebagai berikut: (a) Tujuan yang hendak di capai, (b) Peserta didik, (c) Bahan atau materi yang akan diajarkan, (d) Fasilitas, (e) Guru, (f) Situasi, (g) Partisipasi, (h) Kebaikan dan kelemahan metode. 33
Dengan demikian jelas bahwa dalam pelaksanaan Pendidikan Agama Islam diperlukan suatu pengetahuan tentang metodologi pendidikan agama, dengan tujuan agar pendidikan agama dapat memperoleh pengertian dan kemampuan mendidik agama yang dilengkapi dengan pengetahuan tentang keterampilan dasar mengajar sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan peserta didik. Dalam proses pembelajaran pendidikan agama terdapat tiga komponen utama yang saling berpengaruh. Ketiga komponen tersebut adalah: (1) kondisi pembelajaran; (2) metode pembelajaran; (3) hasil pembelajaran. Ketiga komponen tersebut memiliki interelasi sebagaimana tertera pada gambar di bawah ini:
33 Ibid., hlm. 57-59.
Gambar 2.1 Interelasi Variabel Pembelajaran (Degeng, 1989) 34
Dari diagram di atas, dapat diuraikan lebih rinci mengenai ketiga komponen utama faktor-faktor yang mempengaruhi pembelajaran PAI tersebut, yakni sebagai berikut: a. Kondisi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Kondisi pembelajaran PAI adalah faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan metode dalam meningkatkan hasil pembelajaran PAI. Karena itu, perhatian kita adalah berusaha mengindentifikasi dan mendeskripsikan faktor-faktor yang termasuk kondisi pembelajaran, yaitu (1) tujuan dan karakteristik bidang studi PAI; (2) kendala dan karakteristik bidang studi PAI, dan (3) karakteristik peserta didik. 35
Tujuan pembelajaran PAI adalah pernyataan tentang hasil pembelajaran PAI. Tujuan pembelajaran ini bersifat umum, bisa dalam kontinum umum-khusus, dan bisa bersifat khusus. Tujuan PAI yang bersifat umum tercermin dalam GBPP mata pelajaran PAI di
34 Muhaimin, dkk, Paradigma Pendidikan Islam Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Op.Cit., hlm. 146. 35 Ibid., hlm. 150. Kondisi Pembelajaran Metode Pembelajaran
Hasil Pembelajaran 2 1
sekolah, bahwa PAI bertujuan "meningkatkan keimanan, pemahaman, penghayatan, dan pengamalan siswa terhadap agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara serta untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi" Pernyataan tujuan tersebut masih sangat luas, idealis, dan sangat umum. Sehingga perlu dijabarkan unsur-unsur yang terkandung dalam rumusan tujuan tersebut pada tataran yang lebih rinci dan operasional. Tujuan dalam kontinum umum-khusus, misalnya siswa memiliki kesadaran dan tanggung jawab terhadap lingkungan serta terbiasa menampilkan perilaku agama dalam kehidupan sehari-hari. Tujuan tersebut masih perlu dijabarkan yang lebih khusus lagi, misalnya: (1) siswa dapat memiliki lingkungan yang bersih, sehat, indah, agamis, dan; (3) siswa dapat berperilaku menjaga lingkungan yang sehat, bersih, indah, dan agamis dalam kehidupan sehari-hari. Karakteristik bidang studi PAI adalah aspek-aspek suatu bidang studi PAI yang terbangun dalam struktur isi dan konstruk atau tipe isi bidang studi. Aspek tersebut berupa fakta, konsep, dalil atau hukum, prinsip atau akidah, prosedur dan keimanan yang menjadi landasan dalam mendeskripsikan strategi pembelajaran. Karakteristik siswa adalah kualitas perseorangan siswa, seperti bakat, kemampuan awal yang dimiliki, motivasi belajar, dan
kemungkinan hasil belajar yang akan dicapai. Karakteristik siswa akan mempengaruhi strategi pengelolaan pembelajaran. Namun perlu diingat, pada tingkat tertentu, dimungkinkan suatu kondisi pembelajaran akan mempengaruhi setiap komponen pemilihan metode pembelajaran. Seperti karakteristik siswa dapat mempengaruhi pemilihan strategi pengorganisasian isi dan strategi penyampaian pembelajaran PAI. 36
b. Metode Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Metode pembelajaran dapat diklasifikasikan dari pendapat Reigeluth yang sepadan dengan possibilities for action dari Simon, atau dengan komponen proses pembelajaran dari Glaser. Selanjutnya variabel metode pembelajaran tersebut diklasifikasikan lebih lanjut menjadi 3 jenis, yaitu: (1) strategi pengorganisasian (organizational strategy); (2) strategi penyampaian (delivery strategy); (3) strategi pengelolaan (management strategy). Dalam kaitannya dengan pembelajaran PAI, strategi pengorganisasian adalah suatu metode untuk mengorganisasi isi bidang studi PAI yang dipilih untuk pembelajaran. Pengorganisasian isi bidang studi mengacu pada kegiatan pemilihan isi, penataan isi, pembuatan diagram, skema, dan sebagainya. Strategi penyampaian pembelajaran PAI adalah metode- metode penyampaian pembelajaran PAI yang dikembangkan untuk
36 Ibid., hlm. 151.
membuat siswa dapat merespon dan menerima pelajaran PAI dengan mudah, cepat, dan menyenangkan. Karena itu, penataan strategi penyampaian perlu menerima serta merespon masukan maupun pendapat siswa. Dengan demikian, strategi penyampaian mencakup lingkungan fisik, guru atau orang, bahan-bahan pembelajaran, dan kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan pembelajaran yang lain. Dengan perkataan lain, media pembelajaran merupakan suatu komponen penting dan menjadi kajian utama dalam strategi ini. Strategi penyampaian ini berfungsi sebagai penyampai isi pembelajaran kepada siswa dan menyediakan informasi yang diperlukan untuk menampilkan unjuk kerja. Menurut Martin dan Briggs (dalam Muhaimin) ada tiga komponen dalam strategi penyampaian ini, yaitu: (1) media pembelajaran; (2) interaksi media pembelajaran dengan siswa; dan (3) pola atau bentuk belajar-mengajar. Media pembelajaran PAI mencakup semua sumber yang diperlukan untuk melakukan komunikasi dengan siswa. Media pembelajaran dapat berupa apa saja yang dapat dijadikan perantara atau medium untuk dimuati pesan nilai-nilai pendidikan agama yang akan disampaikan kepada siswa. Media bisa berupa perangkat keras, seperti komputer, televisi, projector, orang atau alat, dan bahan-bahan cetak lainnya. Media bisa berupa perangkat lunak yang digunakan pada perangkat keras tersebut. Dengan batasan Martin tersebut, guru PAI merupakan salah
satu media pembelajaran PAI yang akan mengantarkan pesan nilai- nilai dan norma-norma ajaran Islam melalui pembelajaran yang direncanakan.
Sedangkan strategi pengelolaan pembelajaran disini adalah metode untuk menata interaksi antara peserta didik dengan komponen- komponen metode pembelajaran lain, seperti pengorganisasian dan penyampaian isi pembelajaran. Strategi pengelolaan pembelajaran PAI berupaya untuk menata interaksi peserta didik dengan memperhatikan empat hal, yaitu: (1) penjadwalan kegiatan pembelajaran yang menunjukkan tahap-tahap kegiatan yang harus ditempuh peserta didik dalam pembelajaran, (2) pembuatan catatan kemajuan belajar peserta didik melalui penilaian yang komprehensif dan berkala selama proses pembelajaran berlangsung maupun sesudahnya, (3) pengelolaan motivasi peserta didik dengan menciptakan cara-cara yang mampu meningkatkan motivasi belajar peserta didik, daan (4) kontrol belajar yang mengacu kepada pemberian kebebasan untuk memilih tindakan belajar sesuai dengan karakteristik peserta didik 37
c. Hasil Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Hasil pembelajaran mencakup semua akibat yang dapat dijadikan sebagai indikator perolehan nilai yang diperoleh sebagai akibat dari penggunaan metode pembelajaran di bawah kondisi
37 Ibid., hlm. 155.
pembelajaran yang berbeda. Hasil pembelajaran dapat berupa hasil nyata (actual out-comes) dan hasil yang diinginkan (desired out- comes). Hasil nyata adalah hasil yang nyata dicapai dari penggunaan suatu metode di bawah kondisi tertentu, sedangkan hasil yang diinginkan adalah hasil yang ingin dicapai yang sering mempengaruhi keputusan perancang pembelajaran dalam melakukan pilihan suatu metode pembelajaran yang paling baik untuk digunakan sesuai dengan kondisi pembelajaran yang ada. Variabel hasil pembelajaran ini secara umum dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu: keefektifan pembelajaran, efisiensi pembelajaran, dan daya tarik pembelajaran. Keefektifan pembelajaran dapat diukur dengan kriteria: 1) Kecermatan penguasaan kemampuan atau perilaku yang dipelajari, 2) Kecepatan untuk kerja sebagai bentuk hasil belajar, 3) Kesesuaian dengan prosedur kegiatan belajar yang harus ditempuh, 4) Kuantitas unjuk kerja sebagai bentuk hasil belajar, 5) Kualitas hasil akhir yang dapat dicapai, 6) Tingkat alih belajar, 7) Tingkat retensi belajar. Sedangkan efisiensi pembelajaran dapat diukur dengan rasio antara keefektifan dengan jumlah waktu yang digunakan atau dengan
jumlah biaya yang dikeluarkan. Adapun daya tarik pembelajaran biasanya diukur dengan mengamati kecenderungan siswa untuk berkeinginan terus belajar. 38
Selanjutnya klasifikasi dan hubungan antar komponen yang mempengaruhi pembelajaran PAI tersebut dapat digambarkan dalam gambar berikut:
Gambar 2.2 Pembagian Komponen Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (Adaptasi Dari Reigulth dan Stein, 1983 dalam Degeng, 1989)
Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa kondisi, metode dan hasil belajar akan berpengaruh besar terhadap pembelajaran PAI. Hal ini berarti ketepatan dalam membaca kondisi, baik yang berkenaan dengan siswa maupun sarana pendukungnya, mampu mempengaruhi pembelajaran PAI. Demikian halnya dengan metode, karena kesalahan menerapkan metode, sementara kondisi
38 Ibid., hlm. 156. Strategi pengorganisasian pendidikan agama Strategi penyampaian pendidikan agama Strategi pengelolaan pendidikan agama Tujuan dan karakteristik bidang studi PAI Kendala sumber belajar dan karakteristik bidang studi Karakteristik siswa Metode Hasil Keefektifan, efisiensi dan daya tarik pembelajaran PAI Kondisi
yang diamati berbeda, jelas akan berdampak pada hasil belajar yang diharapkan. Bahkan dari target hasil ini, apabila sebelumnya tidak direncanakan, juga dapat mempengaruhi proses pembelajaran PAI. 3. Pola Pengembangan Pembelajaran PAI Dalam proses pembelajaran, di kenal berbagai pola pembelajaran. Pola pembelajaran adalah model yang yang menggambarkan kedudukan serta peran serta guru dan pelajar dalam proses pembelajaran. Pada awalnya, pola pembelajaran didominasi oleh guru sebagai satu-satunya sumber belajar, penentu model belajar, bahkan termasuk penilai kemajuan belajar pelajar. Kondisi tersebut nampak pada pola pembelajaran pada diagram berikut: 39
Gambar 2.3 Model pembelajaran yang menggambarkan kedudukan serta peran guru dan pelajar dalam proses pembelajaran
Perkembangan pembelajaran telah mempengaruhi pola pembelajaran. Guru yang semula sebagai satu-satunya sumber belajar, perannya mulai dibantu media pembelajaran sehingga proses pembelajaran tampak berubah lebih efisien. Pola ini dapat diamati pada diagram berikut:
39 Ibid., hlm. 156-159. Tujuan Penetapan Isi dan Metode Pembelajaran Guru Pelajar
Gambar 2.4 Model pembelajaran yang menggambarkan kedudukan serta peran guru dalam proses pembelajaran yang dibantu oleh media pembelajaran
Pembelajaran terus mengalami perkembangan sejalan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Karena itu, kurang memadai jika sumber belajar hanya berasal dari guru atau berupa media buku teks atau audio-visual. Kecenderungan belajar dewasa ini adalah sistem belajar mandiri dalam program struktur. Untuk itu perlu dipersiapkan sumber belajar secara khusus yang memungkinkan dapat dipergunakan peserta didik secara langsung. Pola pembelajaran jenis ini dapat dicermati pada diagram berikut:
Gambar 2.5 Model pembelajaran yang menggambarkan kedudukan serta peran guru dan pelajar dalam proses pembelajaran yang dibantu oleh media pembelajaran audio visual
Tujuan Penetapan Isi dan Metode Pembelajaran Guru dan Media Pelajar Tujuan Penetapan Isi dan Metode Pembelajaran Guru dengan Audio Visual Media Pelajar
Sejalan dengan meningkatnya kebutuhan akan kualitas tenaga guru yang profesional, salah satu jalan yang dapat ditempuh adalah dengan membekali para guru agar mampu mengembangkan berbagai media pembelajaran. Guru dapat mempersiapkan bahan pembelajaran yang sistematis dan terprogram seperti buku ajar, modul, atau media lain yang dapat menunjang kegiatan pembelajaran. Dengan demikian, pelajar akan lebih mandiri dalam melakukan kegiatan pembelajaran.
Gambar 2. 6 Arus balik dan evaluasi dalam proses kegiatan belajar mengajar
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam adalah melalui interaksi antara guru, guru media (media berfungsi guru), dan guru dengan media dengan pelajar. Sumber belajar bagi pelajar bisa berupa guru, media yang dirancang oleh guru, dan guru dengan media yang merupakan suatu sistem dalam proses pembelajaran.
Tujuan Penetapan Isi dan Metode Pembelajaran Guru Guru dengan Media Guru Media Pelajar
Gambar 2.7 Model pembelajaran yang sistematis dan terprogram Dalam prakteknya tidak ada pola pembelajaran yang baku dan dapat digunakan dalam berbagai kondisi pembelajaran. Berbagai pola saling berbaur dan melengkapi satu dengan yang lainnya. Secara operasional, penerapan pola pembelajaran tersebut mempunyai ciri- ciri pokok antara lain: a. Fasilitas fisik sebagai perantara penyajian informasi b. Sistem pembelajaran dan pemanfaatan fasilitas yang merupakan komponen terpadu. c. Adanya pilihan yang memungkinkan terjadinya (1) perubahan fisik tempat belajar, (2) hubungan guru dan pelajar yang dibantu oleh media, (3) aktivitas peserta didik yang lebih mandiri, (4) perlunya kerja sama lintas disiplin ilmu seperti ahli instruksional, ahli media pembelajaran, (5) perubahan peranan Guru Audio-Visual Pelajar Guru Kurikulum Guru Media Guru Audio-Visual Pelajar Guru Kurikulum Guru Media
dan kecakapan mengajar, dan (6) keluwesan waktu dan tempat belajar. Pembelajaran pada hakekatnya adalah proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya, sehingga terjadi perubahan perilaku ke arah yang lebih baik. Dalam interaksi tersebut banyak sekali faktor yang mempengaruhinya, baik faktor internal yang datang dari dalam diri individu, maupun faktor eksternal yang datang dari lingkungan. Dalam pembelajaran tugas guru yang paling utama adalah mengkondisikan lingkungan agar menunjang terjadinya perubahan perilaku bagi peserta didik. Umumnya pelaksanaan pembelajaran mencakup tiga hal: pre tes, proses, dan post test. Ketiga hal tersebut dijelaskan sebagai berikut: 40
a. Pre Tes (tes awal) Pada umumnya pelaksanaan proses pembelajaran dimulai dengan pre tes. Pre tes ini memiliki banyak kegunaan dalam menjajagi proses pembelajaran yang akan dilaksanakan. Oleh karena itu pre tes memegang peranan yang cukup penting dalam proses pembelajaran. Dalam hal ini pre tes dapat dilakukan secara tertulis, meskipun bisa saja dilaksanakan secara lisan atau perbuatan. Fungsi pre tes ini antara lain dapat dikemukakan sebagai berikut:
40 Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi Konsep, Karakteristik, dan Implementasi, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004), hlm. 100.
1) Untuk menyiapkan peserta didik dalam proses belajar, karena dengan pre tes maka pikiran mereka akan terfokus pada soal- soal yang harus mereka jawab/kerjakan. 2) Untuk mengetahui tingkat kemajuan peserta didik sehubungan dengan proses pembelajaran yang dilakukan. Hal ini dapat dilakukan dengan membandingkan hasil pre tes dengan post test. 3) Untuk mengetahui kemampuan awal yang telah dimiliki peserta didik mengenai bahan ajaran yang akan dijadikan topik dalam proses pembelajaran. 4) Untuk mengetahui darimana seharusnya proses pembelajaran dimulai, tujuan-tujuan mana yang telah dikuasai peserta didik, dan tujuan-tujuan mana yang perlu mendapat penekanan dari perhatian khusus. b. Proses Proses ini dimaksudkan sebagai kegiatan inti dari pelaksanaan proses pembelajaran, yakni bagaimana tujuan-tujuan belajar direalisasikan melalui modul. Proses pembelajaran perlu dilakukan dengan tenang dan menyenangkan. Proses pembelajaran dikatakan efektif apabila seluruh peserta didik terlibat setara aktif, baik mental, fisik, maupun sosialnya. Kualitas pembelajaran dapat dilihat dari segi proses dan dari segi hasil. Dari segi proses, pembelajaran dikatakan berhasil dan berkualitas
apabila seluruhnya atau setidak-tidaknya 75 % peserta didik terlibat aktif. Sedangkan dari segi hasil proses pembelajaran dikatakan berhasil apabila terjadi perubahan perilaku yang positif pada diri peserta didik. Untuk memenuhi tuntutan tersebut perlu dikembangkan pengalaman belajar yang kondusif untuk membentuk manusia yang berkualitas. Hal ini berarti kalau tujuannya bersifat afektif psikomotorik tidak cukup hanya diajarkan dengan modul, atau sumber yang mengandung nilai kognitif. Namun perlu penghayatan yang disertai pengalaman nilai-nilai kognitif, afektif, yang dimanifestasikan dalam perilaku (behavioral skill) sehari- hari. Metode dan strategi belajar mengajar yang kondusif untuk hal tersebut perlu dikembangkan, misalnya metode inquiry, discovery, problem solving, dan sebagainya. Dengan metode dan strategi tersebut diharapkan peserta didik dapat mengembangkan potensi secara optimal, sehingga akan lebih cepat dapat menyesuaikan diri dengan kebutuhan masyarakat apabila mereka telah menyelesaikan suatu program pendidikan. c. Post Test Pada umumnya pelaksaan pembelajaran diakhiri dengan post tes. Sama halnya dengan pre test, post tes juga memiliki banyak kegunaan, terutama dalam melihat keberhasilan pembelajaran. Fungsi post tes antara lain:
1) Untuk mengetahui tingkat penguasaan peserta didik terhadap kompetensi yang telah ditentukan, baik secara individu maupun kelompok. Hal ini dapat diketahui dengan membandingkan antara hasil pre tes dan post tes. 2) Untuk mengetahui kompetensi dan tujuan-tujuan yang dapat dikuasai maupun yang belum dikuasai oleh peserta didik. Sehubungan dengan kompetensi dan tujuan yang belum dikuasai ini, apabila sebagian besar belum menguasainya maka perlu dilakukan pembelajaran kembali (remedial teaching). 3) Untuk mengetahui peserta didik yang perlu mengikuti kegiatan remedial, dan peserta didik yang perlu mengikuti kegiatan pengayaan serta untuk mengetahui tingkat kesulitan dalam mengerjakan modul. 4) Sebagai bahan acuan untuk melakukan perbaikan terhadap komponen-komponen modul, dan proses pembelajaran yang telah dilaksanakan, baik terhadap perencanaan, pelaksanaan maupun evaluasi. 4. Model Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Pengembangan berbagai model pembelajaran tampaknya telah berkembang pesat yang intinya bertujuan untuk mendidikkan ajaran Islam agar bisa dipahami, dihayati dan diamalkan oleh peserta didik
dalam kehidupan sehari-hari. Di bawah ini akan diurikan beberapa model-model pembelajaran, diantaranya: 41
a. Model Pembelajaran Kontekstual (Contekstual Teaching and Learning) Contekstual Teaching and Learning (CTL) merupakan model pembelajaran yang sudah lama berkembang di negara-negara maju seperti Amerika. Model ini dianggap sebagai strategi pelaksanan pendidikan melalui proses pembelajaran yang pada hakekatnya adalah membantu pendidik/guru untuk mengaitkan materi yang diajarkannya dengan kehidupan nyata dan memotivasi peserta didik/siswa untuk mengaitkan pengetahuan yang dipelajari dengan kehidupannya sebagai anggota keluarga dan masyarakat. 42
Dari definisi di atas, dapat dijelaskan bahwa Pembelajaran Kontekstual atau Contekstual Teaching and Learning adalah konsep belajar di mana guru menghadirkan dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Siswa memperoleh pengetahuan dan keterampilan tersebut dari konteks yang terbatas, sedikit demi sedikit melalui proses mengkonstruksi sendiri sebagai bekal untuk memecahkan masalah
41 Fatah Yasin, Metodologi Pendidikan Islam, (Malang: Pusapom, 2008), hlm. 102. 42 Nurhadi dan Agus Gerrad Senduk, Pendekatan Kontekstual dan Penerapannya Dalam KBK, (Malang, Universitas Negeri Press, 2003), hlm. 11.
dalam kehidupannya di masyarakat. Adapun model pembelajaran berbasis CTL ini memiliki tujuh komponen utama, yaitu: 43
1) Konstruktivisme (Constructivism) Komponen ini dijadikan sebagai landasan filosofi bahwa peserta didik akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, membangun mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya, peserta didik belajar sedikit demi sedikit dari konteks terbatas, pemahaman siswa yang mendalam diperoleh melalui pengalaman belajar yang memadai. 2) Menemukan (Inquiry) Komponen ini sebagai strategi pembelajaran yang berpusat pada peserta didik (student centered) di mana peserta didik berusaha mengamati, memahami, menganalisa sebuah fenomena, mengajukan dugaan sementara, dan sampai pada merumuskannya konsep sendiri sebagai kesimpulan, baik secara individu maupun kelompok. 3) Bertanya (Questioning) Komponen ini sebagai modal dasar keingintahuan yang perlu dikembangkan oleh peserta didik. Peserta didik didorong untuk lebih agresif mengetahui sesuatu dengan cara selalu bertanya dan bertanya, sehingga mendapatkan informasi yang sebanyak-
43 Dirjen Dikdasmen Depdiknas, Pendekatan Kontekstual, (Jakarta: Pusat Pengembangan Penataran Guru, 2003), hlm. 10.
banyaknya dan kemudian dipikirkannya sendiri yang kemudian diharapkan terbangun sebuah konsep baru. 4) Masyarakat Belajar (Learning Community) Komponen ini sebagai upaya penciptaan lingkungan belajar yang kondusif. Peserta didik bias saling tukar pengalaman dengan orang lain, saling bekerja sama dalam memecahkan berbagai persoalan sehingga diperlukan adanya kerja kelompok, pendidik memfasilitasi bagaimana caranya agar peserta didik bisa belajar dari semua yang ada di lingkungan belajar, peserta didik lebih bias memahami berbagai perbedaan pendapat dll. 5) Pemodelan (Modeling) Komponen ini sebagai acuan pencapaian kompetensi. Dalam komponen ini menjelaskan perlunya berbagai model dalam pembelajaran, sehingga bisa ditiru atau dipraktikkan peserta didik. Model ini disamping untuk menghilangkan kejenuhan peserta didik dalam belajar juga sebagai upaya memudahkan dan percepatan belajar peserta didik sehingga cepat menemukan sesuatu. Sebagai contoh, pendidik menunjukkan bagaimana cara mempelajari kitab-kitab fiqih yang berbahasa Arab gundul supaya cepat bisa dipahami dll.
6) Refleksi (Reflection) Komponen ini sebagai langkah akhir dalam proses belajar. Dalam komponen ini menjelaskan cara berfikir tentang apa yang baru saja dipelajari atau berfikir ke belakang tentang apa- apa yang sudah kita lakukan di masa yang lalu. Atau dengan kata lain dalam refleksi ini peserta didik diajak untuk memberikan respon baik melalui lisan, tulisan, atau demonstratif seni terhadap kejadian, aktifitas atau pengetahuan yang baru saja diterima dan membandingkan dengan pengalaman yang pernah dialami sebelumnya. 7) Penilaian yang sebenarnya (Authentic Assessment) Komponen ini sebagai proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar peserta didik. Penilaian yang benar adalah menilai apa yang seharusnya dinilai. Kemajuan belajar dinilai dari proses, disamping penilaian hasil, artinya bahwa pada saat proses pembelajaran berlangsung pada saat itu pula penilaian diberikan seberapa besar kemajuan belajar peserta didik telah dicapai melalui berbagai cara dan sumber. 44
b. Model Pembelajaran Quantum Teaching and Learning Dalam buku Quantum Teaching dan Quantum Learning yang ditulis oleh Bobbi Deporter dkk, dijelaskan bahwa istilah
44 Ibid., hlm. 10.
Quantum dalam bahasa ilmu fisika memiliki makna masa kali kecepatan cahaya kuadrat sama dengan energi". Quantum dalam ilmu fisika tersebut kemudian dipakai dalam proses pembelajaran dengan pengertian sebagai proses interaksi yang mengubah energi menjadi cahaya. Jadi yang dimaksud dengan Quantum Teaching and Learning adalah proses pengubahan bermacam-macam interaksi yang ada di dalam dan di sekitar momen belajar-mengajar. Interaksi-interaksi tersebut mencakup unsur-unsur efektivitas belajar yang dapat mempengaruhi kesuksesan peserta didik. Melalui interaksi tersebut diharapkan dapat mengubah kemampuan, potensi/bakat alamiah peserta didik menjadi cahaya yang dapat bermanfaat bagi mereka sendiri dan orang lain. Atau dengan kata lain Quantum Teaching adalah upaya memberdayakan peserta didik agar belajar sehingga hasilnya dapat bercahaya/bermanfaat bagi peserta didik dalam kehidupannya. Dalam teori belajar mengajar menurut Quantum Teaching and Learning memiliki motto TANDUR yang kepanjangannya dapat dijelaskan sebagai berikut: 45
1) Tumbuhkan Pendidik berusaha semaksimal mungkin untuk dapat menumbuhkan minat dan bakat peserta didik. Hal ini bisa dilakukan dengan cara menunjukkan semua yang dipelajari
adalah bermanfaat bagi peserta didik. Kalimat ini biasanya dimulai dari pertanyaan apakah manfaatnya bagiku (AMBAK)?. 2) Alami Pendidik berusaha menciptkan peristiwa belajar yang benar- benar bisa dialami sendiri oleh peserta didik, baik secara individu maupun berkelompok. Upaya menciptakan peristiwa yang bisa dilami peserta didik ini biasanya disebut dengan pengalaman belajar. 3) Namai Pendidik berusaha memberikan nama dari suatu peristiwa belajar yang telah dialami oleh peserta didik. Pemberian nama diusahakan ada setelah peserta didik mengalami suatu kegiatan belajar. 4) Demonstrasikan Pendidik berusaha memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menunjukkan kemampuannya secara demonstratif, baik secara lisan, tulisan, maupun gerakan-gerakan fisik. 5) Ulangi Pendidik berusaha memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengulangi materi pelajaran yang sudah dipelajari, atau semacam merefleksikan ulang apa yang sudah diketahui oleh peserta didik.
6) Rayakan Pendidik berusaha mengakui, menerima, dan memberikan penghargaan kepada peserta didik atas jerih payah dari hasil usaha belajar mereka. Merayakan adalah sebgai bukti rasa bersyukur bersama atas usaha yang elah dilakukan, sehingga berdampak pada pemberian motivasi dan semangat yang menyenangkan kepada peserta didik. c. Model Pembelajaran Berbasis Portofolio Portofolio sebagai suatu wujud benda fisik, memiliki arti kumpulan atau dokumentasi hasil pekerjaan peserta didik yang disimpan pada suatu bundel. Portofolio sebagai sebuah model pembelajaran, memiliki arti upaya yang dilakukan oleh pendidik dalam rangka membelajarkan peserta didik dengan cara membahas atau memecahkan sebuah permasalahan yang berkaitan dengan tema/materi tertentu (problem solving learning), kemudian didokumentasikan secara tertulis dalam bentuk laporan dan dipresentasikan. 46
Untuk membahas sebuah permasalahan sebagai bagian dari pembahasan materi/tema, tahapan yang dilakukan oleh peserta didik dalam pembelajaran portofolio ini adalah mengamati, mencatat, mengolah data, menyimpulkan, membuat pertimbangan, membuat keputusan, memilih dan merencanakan tindakan. Cara belajar peserta
46 Fatah Yasin, Op.Cit., hlm. 111.
didik dalam pembelajaran portofolio ini dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1) Identifikasi masalah factual, 2) Memilih masalah untuk dikaji/dibahas, 3) Mengumpulkan dan mengolah data (informasi), 4) Menyusun dan mengembangkan portofolio, 5) Menyajikan portofolio (show case), 6) Melakukan refleksi. 47
d. Model Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) Pembelajaran Kooperatif (cooperative learning) adalah upaya yang dilakukan oleh seorang pendidik untuk membelajarkan peserta didik melui jalinan kerjasama/gotong royong antar berbagai komponen, baik kerjasama antar sesama peserta didik (belajar secara berkelompok di kelas) kerjasama dengan dengan pihak sekolah (tenaga kependidikan yang ada di sekolah/madrasah), kerjasama dengan anggota keluarga, kerjasama dengan masyarakat. Menurut David Johnson tidak semua model secara berkelompok dikatakan sebagai pembelajaran kooperatif. Dikatakan pembelajaran kooperatif (cooperative learning) manakala dalam praktiknya memenuhi lima unsur pokok guna pencapaian hasil yang maksimal, yakni: 48
1) Tanggung jawab perseorangan Pendidik dalam proses ini harus dapat menciptakan belajar berkelompok dan berusaha menciptakan kondisi partisipasi peserta didik saling berusaha dan berperan aktif dalam kelompoknya. 2) Unsur saling ketergantungan positif Pendidik harus mampu menciptakan kondisi belajar berkelompok dengan prinsip berusaha dan bekerjasama dan saling memerlukan bantuan antar anggota dalam kelompoknya. 3) Tatap muka dan sinergi Pendidik berusaha menciptakan kondisi agar peserta didik dalam kerja kelompok memiliki peran untuk menampilkan hasil kerjanya masing-masing di depan kelompoknya, dengan memperhatikan prinsip sinergi, yakni apapun hasil pekerjaan anggotanya perlu dihargai, dihormati, dan diterima. 4) Komunikasi antar anggota Pendidik berusaha agar peserta didik dalam kerja kelompok saling berkomunikasi aktif sebagai wujud interaksi edukatif antar anggota. 5) Evaluasi dan refleksi Pendidik harus berusaha member kesempatan kepada masing- masing kelompok untuk merefleksikan hasil kerja kelompoknya
sebagai bahan evaluasi seberapa besar tingkat ketercapaian peserta didik dalam mengerjkan tugas kelompok. e. Model Pembelajaran Aktif (Active Learning) Pembelajaran aktif (active learning) adalah suatu proses pembelajaran dengan maksud untuk memberdayakan peserta didik agar belajar dengan menggunakan cara/strategi secara aktif. Dalam hal ini proses aktifitas pembelajaran didominasi oleh peserta didik dengan menggunakan otak untuk menemukan konsep dan memecahkan masalah yang sedang dipelajari, disamping itu juga untuk menyiapkan mental dan melatih keterampilan fisiknya. Cara memberdayakan peserta didik tidak hanya dengan menggunakan strategi atau metode ceramah saja, sebagaimana yang selama ini digunakan pendidik dalam proses pembelajaran. Ketika ada informasi yang baru, otak manusia tidak hanya sekedar menerima dan menyimpan. Akan tetapi otak manusia akan memproses informasi tersebut sampai dapat dicerna dan baru kemudian disimpannya. Manusia dengan potensi dasar yang ia miliki termasuk otak tersebut perlu diaktifkan, sehingga dapat berfungsi semaksimal mungkin melalui proses belajar yang ia lakukan. 49
Agar proses pembelajaran aktif bisa berjalan dengan baik, maka pendidik sebagai penggerak belajar peserta didik dituntut untuk menggunakan dan menguasai strategi pembelajaran aktif.
49 Hisjam Zaini, dkk, Strategi Pembelajaran Aktif di Perguruan Tinggi, (Yogyakarta: CTSD, 2002), hlm. xiii.
Strategi pembelajaran aktif sangat diperlukan karena peserta didik mempunyai cara belajar yang berbeda-beda. Ada yang senang belajar dengan membaca, diskusi, dan ada juga yang senang dengan cara langsung praktik. Inilah yang sering disebut dengan gaya belajar atau learning style. Disamping itu penggunaan strategi pembelajaran aktif bagi pendidik adalah sangat membantu atau memudahkan dalam mengajar. Salah satu karakteristik dari pembelajaran yang menggunakan pendekatan belajar aktif (active learning strategy) adalah adanya keaktifan siswa dan guru, sehingga terciptanya suasana belajar aktif. Untuk menciptakan suasana belajar aktif tidak lepas dari beberapa komponen yang mendukungnya. Sukandi menyebutkan bahwa komponen-komponen pendekatan belajar aktif (active learning strategy) dalam proses belajar-mengajar adalah terdiri dari: 50
a. Pengalaman Pengalaman langsung mengaktifkan lebih banyak indra dari pada hanya melalui mendengarkan. b. Interaksi Belajar akan terjadi dan meningkat kualitasnya bila berlangsung dalam suasana diskusi dengan orang lain, berdiskusi, saling bertanya dan mempertanyakan, dan atau
50 Ujang Sukandi, Belajar Aktif dan Terpadu, (Surabaya: Duta Graha Pustaka, 2004), hlm. 9.
saling menjelaskan. Pada saat orang lain mempertanyakan pendapat kita atau apa yang kita kerjakan, maka kita terpacu untuk berpikir menguraikan lebih jelas lagi sehingga kualitas pendapat itu menjadi lebih baik. Diskusi, dialog dan tukar gagasan akan membantu anak mengenal hubungan-hubungan baru tentang sesuatu dan membantu memiliki pemahaman yang lebih baik. Anak perlu berbicara secara bebas dan tidak terbayang-bayangi dengan rasa takut sekalipun dengan pernyataan yang menuntut (alasan/argumen). Argumen dapat membantu mengoreksi pendapat asalkan didasarkan pada bukti. c. Komunikasi Pengungkapan pikiran dan perasaan, baik secara lisan maupun tulisan, merupakan kebutuhan setiap manusia dalam rangka mengungkapkan dirinya untuk mencapai kepuasan. Pengungkapan pikiran, baik dalam rangka mengemukakan gagasan sendiri maupun menilai gagasan orang lain, akan memantapkan pemahaman seseorang tentang apa yang sedang dipikirkan atau dipelajari. d. Refleksi Bila seseorang mengungkapkan gagasannya kepada orang lain dan mendapat tanggapan, maka orang itu akan merenungkan kembali (merefleksi) gagasannya, kemudian melakukan
perbaikan, sehingga memiliki gagasan yang lebih mantap. Refleksi dapat terjadi akibat adanya interaksi dan komunikasi. Umpan balik dari guru atau siswa lain terhadap hasil kerja seorang siswa yang berupa pernyataan yang menantang (membuat siswa berpikir) dapat merupakan pemicu bagi siswa untuk melakukan refleksi tentang apa yang sedang dipikirkan atau dipelajari. Agar suasana belajar aktif dapat tercipta secara maksimal, maka diantara beberapa komponen diatas terdapat pendukungnya antara lain: 51
1) Sikap dan perilaku guru Sesuai dengan pengertian mengajar yaitu menciptakan suasana yang mengembangkan inisiatif dan tanggung jawab belajar siswa, maka sikap dan perilaku guru hendaknya: a. Terbuka, mau mendengarkan pendapat siswa. b. Membiasakan siswa untuk mendengarkan bila guru atau siswa lain berbicara. c. Menghargai perbedaan pendapat. d. Mentoleransi kesalahan siswa dan mendorong untuk memperbaikinya. e. Memberi umpan balik terhadap hasil kerja siswa. f. Tidak terlalu cepat untuk membantu siswa.
51 Ibid., hlm. 12.
g. Tidak kikir untuk memuji dan menghargai. h. Tidak menertawakan pendapat atau hasil karya siswa sekalipun kurang berkualitas, dan yang lebih penting. i. Mendorong siswa untuk tidak takut salah dan berani menanggung resiko. 2) Ruang kelas yang menunjang belajar aktif, yaitu diantaranya: a. Berisikan banyak sumber belajar, seperti buku dan benda nyata. b. Berisi banyak alat bantu belajar, seperti media atau alat peraga. c. Berisi banyak hasil kerja siswa, seperti lukisan laporan percobaan, dan alat hasil percobaan. d. Letak bangku dan meja diatur sedemikian rupa sehingga siswa leluasa untuk bergerak.
Komponen belajar aktif dan pendukungnya saling mempengaruhi dan saling mendukung antara satu dengan yang lainnya. Dari tampilan siswa dapat dilihat adanya pengalaman, interaksi, komunikasi dan refleksi. Sedangkan pendukungnya adalah sikap guru dan ruang kelas. Dalam pembelajaran aktif guru dan siswa harus sama-sama aktif berdasarkan perannya masing-masing, Dimana siswa aktif dalam belajar dan guru aktif dalam mengelola kegiatan belajar mengajar.
Bagi guru yang aktif, biasanya sebelum mengajar terlebih dahulu mempersiapkan rancangan pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang matang dan media-media apa saja yang dibutuhkan sehingga pada waktu kegiatan proses belajar mengajar berlangsung guru sudah bisa menerapkannya dengan penuh keyakinan dan siswa juga senang dan aktif dalam kegiatan belajar mengajar. Sedangkan kegiatan-kegiatan dalam belajar aktif dapat dijelaskan sebagaimana tabel berikut: Tabel 2.1 Kegiatan Belajar Mengajar dengan Menggunakan Pendekatan Belajar Aktif (Active Learning strategy) 52
No Komponen Kegiatan Siswa Kegiatan Guru 1. Pengalaman - Melakukan pengamatan - Melakukan percobaan - Membaca - Melakukan wawancara - Membuat sesuatu - Menciptakan kegiatan yang beragam - Mengamati siswa bekerja dan sesekali mengajukan pertanyaan yang menantang 2 Interaksi - Berdiskusi
- Mengajukan pertanyaan
- Meminta pendapat orang lain - Memberi komentar
- Mendengarkan dan sesekali mengajukan pertanyaan yang menantang - Mendengarkan dan tidak menertawakan serta memberi kesem[patan terlebih dahulu kepada siswa lain untuk menjawabnya - Mendengarkan - Meminta pendapat siswa lainnya - Mendengarkan, sesekali
52 Ibid., hlm. 16.
- Bekerja dalam kelompok mengajukan pertanyaan yang menantang, memberi kesempatan kepada siswa lain untuk memberi pendapat tentang komerntar tersebut - Berkeliling ke kelompok sesekali duduk bersama kelompok, mendengarkan perbincangan kelompok, dan sesekali memberi komentar atau pertanyaan yang menantang 3 Komunikasi - Mendemonstrasikan / mempertunjukkan / menjelaskan - Berbicara / bercerita / menceritakan - Melaporkan - Mengemukakan pendapat / pikiran (lisan / tulisan) - Memajang hasil karya - Memperhatikan / Memberi komentar / mempertanyakan
- Tidak menertawakan
- Membantu agar letak pajangan dalam jangkauan baca siswa 4 Refleksi - Memikirkan kembali hasil kerja / pikiran sendiri - Mempertanyakan - Meminta siswa lain untuk memberikan komentar
Kegiatan belajar mengajar diatas menunjukkan adanya feed back (timbal balik) antara guru dengan siswa. Berikut ini adalah beberapa metode/strategi pembelajaran aktif yang dapat digunakan dalam proses belajar mengajar (khususnya mata pelajaran Pendidikan Agama Islam), diantara metode-metode tersebut adalah sebagai berikut:
1) Pemecahan Masalah (Problem Solving) Strategi pemecahan masalah adalah suatu strategi yang mendorong siswa mengawasi langkah-langkah yang mereka gunakan dalam memecahkan satu masalah. Mereka akan menunjukkan dan menjelaskan bagaimana mereka menyelesaikan masalah itu. Dengan menganalisis langkah- langkah yang rinci, guru dapat memperoleh informasi yang berharga tentang kecakapan pemecahan masalah yang dimiliki oleh siswa-siswa. Untuk menjadi pemecah masalah, siswa perlu belajar berbuat dari pada hanya mengoreksi jawaban-jawaban masalah yang ada dalam buku teks. 53
Prosedur: 1. Pilihlah satu, dua atau tiga masalah di antara masalah- masalah yang telah dipelajari oleh siswa. 2. Pecahkan sendiri (guru) masalah-masalah itu dan tulis semua langkah-langkah atau prosedur yang dilalui untuk memecahkan masalah itu. (Catat berapa lama anda menyelesaikan masalah itu). 3. Kalau anda mendapatkan masalah memerlukan waktu yang banyak atau terlalu sulit, ganti dengan yang lain. 4. Sewaktu anda mendapatkan satu masalah yang bagus yang dapat anda pecahkan dan dokumentasikan kurang dari tiga
53 Hisjam Zaini, dkk, Op.Cit., hlm. 200.
puluh menit, berikan mereka kepada siswa. (Asumsikan bahwa siswa akan menyelesaikan sekitar satu jam). 5. Buatlah perintah atau petunjuk kerja dengan sangat jelas. 6. Berikan dan jelaskan evaluasi masalah-masalah kepada siswa. 7. Jelaskan kepada mereka bahwa ini bukan tes atau ulangan atau kuis. 8. Berikan waktu yang layak kepada siswa untuk mengerjakan tugas ini, 9. Setelah siswa mengerjakan tugas, anda mengumpulkannya dan siap untuk melakukan koreksi atau evaluasinya dengan criteria yang sudah dibuat. 10. Setelah dikoreksi, anda mengembalikannya kepada siswa. 54
2) Belajar ala Permainan Jigsaw (Learning Jigsaw) Belajar ala Jigsaw (menyusun potongan gambar) merupakan tehnik yang paling banyak dipraktikkan. Tehnik ini serupa dengan pertukaran kelompok-dengan kelompok, namun ada satu perbedaan penting yakni tiap siswa mengajarkan sesuatu. Ini merupakan alternatif menarik bila ada materi belajar yang bisa disegmentasikan atau dibagi-bagi dan bila bagian- bagiannya harus diajarkan secara berurutan. Tiap siswa mempelajari sesuatu yang bila digabungkan dengan materi yang
54 Ibid., hlm. 201.
dipelajari oleh siswa lain, membentuk kumpulan pengetahuan atau keterampilan yang padu. 55
Prosedur: 1. Pilihlah materi belajar yang bisa dipecah menjadi beberapa bagian. Sebuah bagian bisa sependek kalimat atau sepanjang beberapa paragraf. (Jika materinya panjang, perintahkan siswa untuk membaca tugas mereka sebelum pelajaran). Contoh diantaranya: a. Modul berisi beberapa poin penting. b. Bagian-bagian eksperimen ilmu pengetahuan. c. Sebuah naskah yang memiliki bagian atau sub judul yang berbeda. d. Sebuah daftar definisi. e. Sejumlah artikel setebal majalah atau jenis bacaan pendek yang lain. 2. Hitunglah jumlah bagian yang hendak dipelajari dan jumlah siswa. Bagikan secara adil berbagai tugas kepada berbagai kelompok siswa. Sebagai contoh, bayangkan sebuah kelas yang terdiri dari 12 siswa. Dimisalkan bahwa anda bisa membagi materi pelajaran menjadi tiga segmen atau bagian. Anda mungkin selanjutnya dapat membentuk kwartet (kelompok empat anggota), dengan memberikan segmen 1,
55 Mel Silberman, Terjemahan Dari Active Learning Strategy: 101 Strategies to Teach Any Subject, Terjemahan: Raisul Muttaqien, (Boston: Allyn Bacon, 2004), hlm. 192.
2, atau 3 kepada tiap kelompok. Kemudian, perintahkan tiap kwartet atau kelompok belajar untuk membaca, mendiskusikan, dan mempelajari materi yang mereka terima. (Jika anda menghendaki, anda dapat membentuk dua pasang rekan belajar terlebih dahulu dan kemudian menggabungkan pasangan-pasangan itu menjadi kwartet untuk berkonsultasi dan saling berbagi pendapat.) 3. Setelah waktu belajar selesai, bentuklah kelompok- kelompok belajar ala jigsaw, kelompok tersebut terdiri dari perwakilan tiap kelompok belajardi kelas. Dalam contoh yang baru saja diberikan, anggota dari tiap kwartet dapat berhitung mulai dari 1, 2, 3, dan 4. Kemudian bentuklah kelompok belajar jigsaw dengan jumlah yang sama. Hasilnya adalah empat kelompok trio. Dalam masing- masing trio akan ada satu siswa yang telah mempelajari segmen 1, segmen 2, dan segmen 3. 4. Perintahkan anggota kelompok jigsaw untuk mengajarkan satu sama lain apa yang telah mereka pelajari. 5. Perintahkan siswa untuk kembali ke posisi semula dalam rangka membahas pertanyaan yang masih tersisa guna memastikan pemahaman yang akurat. 56
56 Ibid., hlm. 195.
Variasi: a. Berikan tugas baru -misalnya menjawab sejumlah pertanyaan- yang didasarkan pada pengetahuan akumulatif dari semua anggota kelompok belajar jigsaw. b. Beri siswa tanggung jawab untuk mempelajari ketrampilan, sebagai alternatif dari pemberian informasi kognitif. Perintahkan siswa untuk saling mengajarkan ketrampilan yang telah mereka pelajari. 57
3) Pencarian Informasi (Information Research) Metode ini bisa disamakan dengan ujian open-book. Tim- tim di kelas mencari informasi (biasanya yang diungkap dalam pengajaran ala ceramah) yang menjawab pertanyaan yang diajukan kepada mereka. Metode ini sangat membantu menjadikan materi yang biasa-biasa saja menjadi lebih menarik. 58
Prosedur: 1. Buatlah sekumpulan pertanyaan yang dapat dijawab dengan mencari informasi yang bisa ditemukan dalam buku sumber yang telah anda bagikan kepada siswa. Materi sumbernya bisa mencakup:
57 Ibid., hlm. 162. 58 Ibid., hlm. 173.
a. Buku pegangan b. Dokumen c. Buku teks d. Panduan referensi e. Informasi yang diakses melalui computer f. Peralatan berat (misalnya mesin) 2. Bagikan pertanyaan-pertanyaan tentang topiknya. 3. Perintahkan siswa untuk mencari informasi dalam tim-tim kecil. Kompetisi yang bersahabat bisa diwujudkan untuk mendorong partisipasi. 4. Bahaslah jawabannya di depan kelas. Perluaslah jawabannya guna memperluas cakupan pembelajaran. 59
Jika ditinjau dari segi model pembelajaran berdasarkan teori belajar dan pembelajaran, teori belajar menaruh perhatian pada hubungan di antara variabel-variabel yang menentukan hasil belajar. Ia menaruh perhatian pada bagaimana seseorang. Teori pembelajaran, sebaliknya menaruh perhatian pada bagaimana seseorang mempengaruhi orang lain agar terjadi hal belajar. Dengan kata lain, teori pembelajaran berurusan dengan upaya mengontrol variabel-variabel yang dispesifikasikan dalam teori belajar agar dapat memudahkan belajar.
59 Ibid., hlm. 174.
Teori pembelajaran adalah sekumpulan prinsip yang terintegrasi secara sistematis dan merupakan suatu sarana untuk menjelaskan dan memprediksikan fenomena-fenomena pembelajaran. Oleh karena itu, sebuah teori pembelajaran dipandang sebagai serangkaian prinsip yang mengambil wujud pernyataan kondisi-metode-hasil. Teori pembelajaran harus sejalan dengan teori belajar. Ini tidak lain disebabkan karena kehadiran teori pembelajaran pada dasarnya adalah untuk mendeskripsikan cara-cara yang dapat memudahkan proses belajar. Lahirnya berbagai teori belajar disebabkan perbedaan sudut pandang terhadap penilaian proses belajar dan pembelajaran. Terdapat beberapa pandangan teori belajar dan pembelajaran yang dapat dijadikan pijakan dalam melakukan perencanaan pembelajaran salah satunya teori pembelajaran cognitivistic. Menurut teori cognitivisme ada dua bidang kajian teori kognitif yang lebih mementingkan proses belajar daripada hasil belajar. Bagi penganut teori ini, belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon, tetapi lebih dari itu bahwa belajar pada hakikatnya melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks. Belajar adalah usaha mengaitkan pengetahuan baru ke dalam struktur berpikir yang
sudah dimiliki pelajar sehingga membentuk suatu struktur kognitif baru yang lebih mantap sebagai hasil belajar. 60
Menurut teori ini tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya tentang diri dan sitausi yang berhubungan dengan tujuan yang ingin dicapainya. Karena itu menurut teori ini belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman yang tidak selalu dapat dilihat sebagai perubahan tingkah laku yang kongret. Teori ini menekankan pada gagasan bahwa bagian-bagian suatu situasi saling berhubungan dengan konteks seluruh siatuasi tersebut. Hubungan stimulus (S) dan respon (R) menurut teori kognitif dapat diamati pada gambar berikut:
menyebabkan menyebabkan
adanya stimulus perubahan internal adanya respon yang dapat dilihat di dalam individu yang dapat dilihat
Gambar 2.8 Hubungan S-R menurut teori kognitif
Adapun beberapa teori kognitif yang penting untuk penyususnan perencanaan pembelajaran, salah satunya adalah dalam pandangan teori kognitif Gagne. 61
Menurut pandangan Gagne cara berpikir seseorang bergantung kepada keterampilan yang dimilikinya serta hierarki
60 Muhaimin, dkk, Paradigma Pendidikan Islam Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Op.Cit., hlm. 196. 61 Ibid., hlm. 199. S R
prasyarat belajar apa yang diperlukan untuk mempelajari suatu tugas. Dalam proses belajar terdapat dua fenomena yaitu keterampilan intelektual akan meningkat sejalan dengan meningkatnya umur serta intensitas latihan yang diperoleh inidividu. Semakin intens intelektual dilatih, semakin meningkat pula kemampuan dan keterampilan intelektual seseorang. Dan proses belajar akan lebih cepat apabila strategi kognitif dapat digunakan dalam memecahkan masalah secara lebih efisien. Belajar menurut Gagne hanya akan terjadi kalau ada kondisi- kondisi tertentu, yaitu (1) kondisi internal, yakni kesiapan peserta didik dalam memperoleh dan menyimpan kapabilitas yang telah dipelajari sebelumnya (prerequisite) untuk mendukung kapabilitas belajar lainnya, dan (2) kondisi eksternal, yakni berbagai cara dan situasi belajar yang dirancang secara sengaja untuk memudahkan dan memperlancar peserta didik dalam proses internal. Gagne mengemukakan delapan tipe belajar yang membentuk suatu hierarki dari paling sederhana sampai paling kompleks, yakni: (1) Belajar isyarat (signal learning), Merupakan isyarat atau signal yang menimbulkan perasaan tertentu, sikap tertentu atau yang emnimbulkan perasaan sedih ataupun senang. Belajar berlangsung dalam bentuk pemberian respon terhadap tanda-tanda sehingga dengan cara yang terus-
menerus terjadilah asosiasi antara tanda-tanda atau isyarat itu dengan respos yang tetap. (2) Belajar stimulus respons (stimulus-response learning), Respon diperkuat dengan adanya imbalan atau reward. Tipe belajar ini lebih tinggi daripada tipe belajar isyarat, karena aspek pengertian mulai berfungsi, segi persamaannya adalah bahwa keduanya bersifat asosiatif. Sering gerakan motoris merupakan komponen penting dalam respon itu. Dengan belajar stimulus respon ini seorang belajar mengucapkan kata-kata dan dalam bahasa asing. Demikian juga seorang bayi belajar mengatakan Mama atau Papa. (3) Belajar rangkaian (chaining learning), Tipe ini masih mengandung asosiasi yang kebanyakan berkaitan dengan keterampilan motorik. Chaining learning ini terjadi bila terbentuk hubungan antara beberapa S-R, oleh sebab yang satu terjadi segera setelah yang satu lagi, jadi berdasarkan Contiguity. Contoh dalam bahasa seperti Ibu-Bapak, Kampung-Halaman, Selamat Tinggal dan sebagainya. (4) Belajar asosiasi verbal (verbal association learning), Tipe belajar ini bersifat asosiatif tingkat tinggi, karena biarpun asosiasi memegang peranan, tetapi fungsi nalar yang menentukan. Bentuk verbal association yang paling sederhana ialah bila diperhatikan suatu bentuk geometris, dan anak itu
dapat mengatakan bujur sangkar, atau mengatakan itu bola saya bila dilihatnya bola. Sebelumnya ia harus dapat membedakan bentuk geometris agar dapat mengenal bujur sangkar sebagai salah satu bentuk geometris, atau mengenal bola, saya, dan itu. Hubungan itu terbentuk bila unsur- 0unsur itu terdapat dalam urutan tertentu. (5) Belajar perbedaan atau diskriminasi (discrimination learning), Suatu tipe belajar yang menghasilkan kemampuan membeda- bedakan berbagai gejala. Siswa dapat membedakan manusia yang satu dengan yang lain, juga tanaman, binatang, dan lain- lain. Guru mengenal murid serta nama masing-masing karena mampu mengadakan diskriminasi di antara murid-murid itu. (6) Belajar konsep (concept learning), Corak belajar yang dilakukan dengan menentukan ciri-ciri yang khas yang ada dan memberikan sifat tertentu pula pada berbagai objek. Dengan menguasai konsep manusia dapat menggolongkan dunia sekitarnya menurut konsep itu, misalnya menurut warna, bentuk, besar, jumlah, dan sebagainya. Suatu konsep disimpulkan dari berbagai situasi, peristiwa dan ucapan. Konsep ini berkembang sejalan dengan pengalaman-pengalaman selanjutnya dalam sitausi, peristiwa, ucapan maupun kegiatan yang lain baik diperoleh dari bacaan maupun pengalaman langsung.
(7) Belajar hukum atau aturan (rule learning), Tipe belajar ini terjadi dengan cara mengumpulkan sejumlah sifat kejadian yang kemudian tersusun dalam macam-macam aturan. Aturan-aturan ini jadinya tersusun dari kejadian-kejadian yang khusus dan dapat disebut sebagai hukum, kaidah, rumus dan sebagainya. Tipe belajar ini banyak terdapat dalam pelajaran di sekolah. Banyak aturan yang perlu diketahui oleh setiap orang yang terdidik. Aturan ini terdapat dalam tiap mata pelajaran. Misalnya benda yang dipanasakan memuai, angin berhembus dari arah maksimum ke arah minimum, untuk menjamin keselamatan negara harus diadakan pertahanan yang ampuh dan sebagainya. (8) Belajar pemecahan masalah (problem solving leaning) Tipe belajar ini menurut Gagne merupakan tipe belajar yang paling kompleks, karena di dalamnya terkait tipe-tipe belajar yang lain, terutama penggunaan aturan-aturan yang ada disertai proses analisis dan penyimpulan. Dalam tipe belajar ini diperlukan proses penalaran yang kadang-kadang memerlukan waktu yang lama, tetapi dengan tipe belajar problem solving ini kemampuan penalaran anak dapat berkembang. Memecahkan masalah memerlukan pemikiran dengan menggunakan dan
menghubungkan berbagai aturan-aturan yang telah kita kenal menurut kombinasi yang berlainan. 62
Pendirian bahwa segala macam belajar itu pada prinsipnya sama, idak dapat diterima. Jenis-jenis atau tipe-tipe belajar ini dapat dipandang sebagai bertingkat atau hierarkis. Setiap belajar yang dibawah atau rendah merupakan syarat bagi bentuk belajar yang lebih tinggi. Maka setiap hal yang dihadapi mula-mula mungkin hanya memerlukan tipe yang rendah dan apabila ternyata memerlukan caya yang lebih tinggi, maka barulah meningkat ke tipe belajar yang lebih tinggi pula. Kedelapan jenis belajar tersebut memiliki karakteristik yang berbeda. Karena itu, aplikasinya dalam pembelajaran dapat disesuaikan dengan karakteristik isi bidang studi dan karakteristik peserta didik. Pembelajaran pendidikan agama, misalnya dapat menggunakan jenis belajar problem solving learning, rule learning, discrimination learning, dan jenis belajar lain yang sesuai dengan karakteristik peserta didik yang melakukan belajar dan pokok pembahasan yang dipelajari. Penggunaan jenis belajar tersebut dapat dikombinasikan sesuai dengan kebutuhan. 63
62 Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran, (Bandung: Alfabeta, 2003), hlm. 23. 63 Muhaimin, dkk, Paradigma Pendidikan Islam Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Op.Cit., hlm. 203.
B. Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional (S/MBI) 1. Pengertian Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional merupakan Sekolah/Madrasah yang sudah memenuhi seluruh Standar Nasional Pendidikan dan diperkaya dengan mengacu pada standar pendidikan salah satu negara anggota Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) dan/atau negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan sehingga memiliki daya saing di forum internasional. Pada prinsipnya, Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional harus bisa memberikan jaminan mutu pendidikan dengan standar yang lebih tinggi dari Standar Nasional Pendidikan. 64
2. Landasan Hukum Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional Penjaminan Mutu Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional berlandaskan pada: a. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dalam Pasal 50 menyatakan bahwa: Ayat (1) :Pengelolaan sistem pendidikan nasional merupakan tanggung jawab Menteri. Ayat (2) :Pemerintah menentukan kebijakan nasional dan standar nasional pendidikan untuk menjamin mutu pendidikan nasional.
64 Departemen Pendidikan Nasional, Pedoman Penjaminan Mutu Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional Pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah, (Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional, 2007), hlm. 5.
Ayat (3) :Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu sekolah pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi sekolah yang bertaraf internasional. b. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 - 2025 mengatur perencanaan pembangunan jangka panjang sebagai arah dan prioritas pembangunan secara menyeluruh yang akan dilakukan secara bertahap untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur. c. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dalam Pasal 61 Ayat (1) menyatakan bahwa: Pemerintah bersama-sama pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu sekolah pada jenjang pendidikan dasar dan sekurang-kurangnya satu sekolah pada jenjang pendidikan menengah untuk dikembangkan menjadi sekolah bertaraf internasional. d. Rencana Strategis Departemen Pendidikan Nasional Tahun 2005- 2009 menyatakan bahwa untuk meningkatkan daya saing bangsa, perlu dikembangkan sekolah bertaraf internasional pada tingkat kabupaten/kota melalui kerjasama yang konsisten antara pemerintah dengan pemerintah kabupaten/kota yang bersangkutan, untuk mengembangkan SD, SMP, SMA, dan SMK yang bertaraf
internasional sebanyak 112 unit di seluruh Indonesia. 65
3. Konsep Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional Berdasarkan pengertian sekolah/madrasah internasional di atas bahwasanya Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional merupakan sekolah/madrasah yang sudah memenuhi seluruh Standar Nasional Pendidikan dan diperkaya dengan mengacu pada standar pendidikan salah satu negara anggota Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) dan/atau negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan sehingga memiliki daya saing di forum internasional sebagaimana yang diharapkan. Pada prinsipnya, sekolah/madrasah bertaraf inetrnasional harus bisa memberikan jaminan mutu pendidikan dengan standar yang lebih tinggi dari Standar Nasional Pendidikan. Adapun esensi dari rumusan konsepsi Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional tersebut dijabarkan sebagai berikut: a. Sekolah/Madrasah yang sudah memenuhi seluruh Standar Nasional Pendidikan yaitu Sekolah/Madrasah yang sudah melaksanakan standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian. Berikut skema tahap penyelenggaraan Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional:
65 Ibid., hlm. 3-4.
Gambar 2.9 Proses Pentahapan Menjadi Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional (Hermana Somantrie, 2007) 66
Tahapan tersebut di atas mencerminkan bahwa untuk mencapai level Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional tidak dapat dilakukan secara instan, melainkan harus melalui tahap demi tahap yang berjenjang. Demikian juga penyelenggaraan Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional juga di dukung dengan adanya acuan penjaminan mutu, yaitu: (1) Kriteria acuan mutu, (2) Kriteria jaminan mutu.
66 Hermana Somantrie, Sekolah.Madrasah Bertaraf Internasional (S/MBI), dalam Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, (Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan, Depdiknas, 2007), hlm. 11. Sekolah/Madrasah Yang Memenuhi Sebagian Kecil Standar Nasional Sekolah/Madrasah Yang Memenuhi Seluruh Standar Nasional Pendidikan Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional Sekolah/Madrasah Yang Memenuhi Sebagian Besar Standar Nasional Pendidikan
KRITERIA ACUAN MUTU JAMINAN MUTU
Gambar 2. 10 Penjaminan Mutu Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasiona l 67
b. Diperkaya dengan mengacu pada standar pendidikan salah satu anggota OECD dan/atau negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan dapat dilaksanakan melalui dua cara sebagai berikut: 1) Adaptasi yaitu penyesuaian unsur-unsur tertentu yang sudah ada dalam Standar Nasional Pendidikan dengan mengacu pada standar pendidikan salah satu negara anggota OECD dan/ atau negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan. 2) Adopsi yaitu penambahan unsur-unsur tertentu yang belum ada
67 Ibid., hlm. 20.
MADRASAH BERTARAF INTERNASIONA L
Memenuhi Seluruh Standar Nasional Pendidikan
Pengayaan Dengan Cara Adaptasi Dan Adopsi Dari Standar Pendidikan Salah Satu Negara Anggota OECD dan/atau Negara Maju Lainnya
AKREDITASI KURIKULUM PROSES PEMBELAJARAN PENILAIAN PENDIDIK TENAGA KEPENDIDIKAN SARANA DAN PRASARANA PEMBIAYAAN OUTPUT
Feed Back Feed Back
dalam Standar Nasional Pendidikan dengan mengacu pada standar pendidikan salah satu negara anggota OECD dan/atau negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan; 3) OECD yang berlokasi di Paris Perancis merupakan organisasi internasional untuk membantu pemerintahan negara-negara anggotanya menghadapi tantangan globalisasi ekonomi. 4) Negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan adalah negara-negara maju yang tidak termasuk dalam keanggotaan OECD, tetapi keunggulan pendidikannya bisa diadaptasi dan/atau diadopsi. c. Daya saing di forum internasional memiliki makna bahwa siswa dan lulusan Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional antara lain dapat: 1) Melanjutkan pendidikan pada satuan pendidikan yang bertaraf internasional, baik di dalam maupun di luar negeri. 2) Mengikuti sertifikasi bertaraf internasional yang diselenggarakan oleh salah satu negara OECD dan/atau negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan. 3) Meraih medali tingkat internasional pada berbagai kompetisi sains, matematika, teknologi, seni, dan olah raga; dan 4) Bekerja pada lembaga-lembaga internasional dan/atau negara-
negara lain. 68
Penyelenggaraan S/MBI didasari filosofi eksistensialisme dan esensialisme (fungsionalisme). Filosofi eksistensialisme berkeyakinan bahwa pendidikan harus menyuburkan dan mengembangkan eksistensi peserta didik seoptimal mungkin melalui fasilitas yang dilaksanakan melalui proses pendidikan yang bermartabat, pro perubahan, kreatif, inovatif, dan eksperimentif, menumbuhkan dan mengembangkan bakat, minat, dan kemampuan peserta didik. 69
Filosofi eksistensialisme berpandangan bahwa dalam proses belajar mengajar, peserta didik harus diberi perlakuan secara maksimal untuk mengaktualkan, mengeksiskan, menyalurkan semua potensinya, baik potensi (kompetensi) intelektual (IQ), emosional (EQ), dan Spiritual (SQ). Filosofi esensialisme menekankan bahwa pendidikan harus berfungsi dan relevan dengan kebutuhan, baik kebutuhan individu, keluarga, maupun kebutuhan berbagai sektor dan sub-sub sektornya, baik lokal, nasional, maupun internasional. Terkait dengan tuntutan globalisasi, pendidikan harus menyiapkan sumber daya manusia Indonesia yang mampu bersaing secara internasional. Dalam mengaktualkan kedua filosofi tersebut, empat pilar pendidikan, yaitu: learning to know, learning to do, learning to live together, and learning
68 Departemen Pendidikan Nasional, Pedoman Penjaminan Mutu Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional Pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah, Op.Cit., hlm. 7. 69 Kir Haryana, Konsep Sekolah Bertaraf Internasional (artikel), (Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama, 2007), hlm. 37.
to be merupakan patokan berharga bagi penyelarasan praktek-praktek penyelenggaraan pendidikan di Indonesia, mulai dari kurikulum, guru, proses belajar mengajar, sarana dan prasarana, hingga sampai penilainya. 70
Setidaknya karakteristik Madrasah Bertaraf Internasional memiliki dua kriteria yaitu: 1. Secara akademis memiliki prestasi yang membanggakan 2. Secara sosial menguasai bahasa internasional yaitu Bahasa Arab dan Inggris. 71
Dalam ungkapan yang sederhana Madrasah Bertaraf Internasional ialah madrasah yang siswanya memiliki prestasi akademis tinggi sekaligus menguasai Bahasa Inggris dan Bahasa Arab yang memadai, dan tentu saja akhlaq dan sosiabilitasnya harus memenuhi standar kemadrasahan. Madrasah Bertaraf Internasional yang muncul baru-baru ini merupakan upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan yang benar- benar unggul. Sebab keberadaan Madrasah Bertaraf Internasional di dukung oleh kurikulum yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta dilengkapai dengan sarana prasara yang memadai. Model pembelajaran yang diterapkan juga tidak lagi berpusat pada guru (teacher centered) melainkan berpusat pada murid (student centered).
70 Ibid., hlm. 37-38. 71 Ki Supriyoko, Mewujudkan Madrasah Standar Internasional, (Jawa Pos, 20 Juli 2007)
4. Kurikulum dan Proses Pembelajaran Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional Mutu setiap Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional dijamin dengan keberhasilan melaksanakan kurikulum secara tuntas. Kurikulum merupakan acuan dalam penyusunan silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran. Keberhasilan tersebut ditandai dengan pencapaian indikator kinerja kunci minimal sebagai berikut: a. Menerapkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), b. Menerapkan sistem satuan kredit semester di SMA/SMK/MA/MAK, c. Memenuhi Standar Isi, d. Memenuhi Standar Kompetensi Lulusan. 72
Selain itu, keberhasilan tersebut juga ditandai dengan pencapaian indikator kinerja kunci tambahan sebagai berikut: a. Sistem administrasi akademik berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) di mana setiap saat siswa bisa mengakses transkripnya masing-masing, b. Muatan mata pelajaran setara atau lebih tinggi dari muatan pelajaran yang sama pada sekolah unggul dari salah satu Negara anggota OECD dan/atau negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan, c. Menerapkan standar kelulusan sekolah/madrasah yang lebih tinggi dari Standar Kompetensi Lulusan.
72 Departemen Pendidikan Nasional, Pedoman Penjaminan Mutu Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional Pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah, Op.Cit., hlm. 10.
Sedangkan dalam segi pembelajaran mutu setiap Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional dijamin dengan keberhasilan melaksanakan proses pembelajaran yang efektif dan efisien. Proses pembelajaran disesuaikan dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Keberhasilan tersebut ditandai dengan pencapaian indikator kinerja kunci minimal, yaitu memenuhi Standar Proses. Selain itu, keberhasilan tersebut juga ditandai dengan pencapaian indikator kinerja kunci tambahan sebagai berikut: 73
a. Proses pembelajaran pada semua mata pelajaran menjadi teladan bagi sekolah/madrasah lainnya dalam pengembangan akhlak mulia, budi pekerti luhur, kepribadian unggul, kepemimpinan, jiwa entrepreneural, jiwa patriot, dan jiwa inovator; b. Diperkaya dengan model proses pembelajaran sekolah unggul dari salah satu negara anggota OECD dan/atau negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan; c. Menerapkan pembelajaran berbasis TIK pada semua mata pelajaran; d. Pembelajaran mata pelajaran kelompok sains, matematika, dan inti kejuruan menggunakan bahasa Inggris, sementara pembelajaran mata pelajaran lainnya, kecuali pelajaran bahasa asing, harus menggunakan bahasa Indonesia; dan e. Pembelajaran dengan bahasa Inggris untuk mata pelajaran kelompok sains dan matematika untuk SD/MI baru dapat dimulai pada Kelas
73 Ibid., hlm. 10.
IV. Dalam proses pembelajaran selain menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Inggris, juga bisa menggunakan bahasa lainnya yang sering digunakan dalam forum internasional, seperti bahasa Perancis, Spanyol, Jepang, Arab, dan China. 74
Secara garis besarnya Madrasah Bertaraf Internasional dapat dilihat dari beberapa karakter sebagai berikut: 75
1. Akreditasi a) Indikator Kinerja Kunci Minimal Berakreditasi minimal A dari Badan Akreditasi Nasional- Sekolah dan Madrasah (BAN-S/M). b) Indikator Kinerja Kunci Tambahan Berakreditasi tambahan dari badan akreditasi sekolah pada salah satu negara anggota Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) dan/atau negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan. 2. Kurikulum a) Indikator Kinerja Kunci Minimal 1. Menerapkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), 2. Menerapkan sistem satuan kredit semester di SMA/SMK/MA/MAK, 3. Memenuhi standar isi,
74 Ibid., hlm. 10. 75 Ibid., hlm. vii.
4. Memenuhi standar kompetensi lulusan. b) Indikator Kinerja Kunci Tambahan 1. Sistem administrasi akademik berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) di mana setiap saat siswa bisa mengakses transkripnya masing-masing, 2. Muatan mata pelajaran setara atau lebih tinggi dari muatan pelajaran yang sama pada sekolah unggul dari salah satu negara OECD dan/atau negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan, 3. Menerapkan standar kelulusan dari sekolah yang lebih tinggi dari Standar Kompetensi Lulusan. 76
3. Proses Pembelajaran a) Indikator Kinerja Kunci Minimal Memenuhi standar proses b) Indikator Kinerja Kunci Tambahan 1. Proses pembelajaran pada semua mata pelajaran menjadi teladan bagi sekolah/madrasah lainnya dalam pengembangan akhlak mulia, budi pekerti luhur, kepribadian unggul, kepemimpinan, jiwa entrepreneural, jiwa patriot, dan jiwa inovator, 2. Diperkaya dengan model proses pembelajaran sekolah unggul dari salah satu negara anggota OECD dan/atau
76 Ibid., hlm. vii.
negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan, 3. Menerapkan pembelajaran berbasis TIK pada semua mata pelajaran, 4. Pembelajaran mata pelajaran kelompok sains, matematika, dan inti kejuruan menggunakan bahasa Inggris, sementara pembelajaran mata pelajaran lainnya, kecuali pelajaran bahasa asing, harus menggunakan bahasa Indonesia; dan 5. Pembelajaran dengan bahasa Inggris untuk mata pelajaran kelompok sains dan matematika untuk SD/MI baru dapat dimulai pada Kelas IV. 4. Penilaian a) Indikator Kinerja Kunci Minimal Memenuhi standar penilaian b) Indikator Kinerja Kunci Tambahan Diperkaya dengan model penilaian sekolah unggul dari negara anggota OECD dan/atau negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan. 77
5. Pendidik a) Indikator Kinerja Kunci Minimal Memenuhi standar pendidik b) Indikator Kinerja Kunci Tambahan
77 Ibid., hlm. viii
1. Semua guru mampu memfasilitasi pembelajaran berbasis TIK, 2. Guru mata pelajaran kelompok sains, matematika, dan inti kejuruan mampu mengampu pembelajaran berbahasa Inggris, 3. Minimal 10 % guru berpendidikan S2/S3 dari Perguruan Tinggi yang program studinya berakreditasi A untuk SD/MI, 4. Minimal 20 % guru berpendidikan S2/S3 dari Perguruan Tinggi yang program studinya berakreditasi A untuk SMP/MTS, 5. Minimal 30 % guru berpendidikan S2/S3 dari Perguruan Tinggi yang program studinya berakreditasi A untuk SMA/SMK/MA/MAK. 78
6. Tenaga Kependidikan a) Indikator Kinerja Kunci Minimal Memenuhi standar tenaga kependidikan b) Indikator Kinerja Kunci Tambahan 1. Kepala Sekolah/Madrasah berpendidikan minimal S2 dari Perguruan Tinggi yang program studinya berakreditasi A dan telah menempuh pelatihan Kepala Sekolah/Madrasah
78 Ibid., hlm. ix.
dari lembaga pelatihan kepala sekolah yang diakui oleh pemerintah, 2. Kepala Sekolah/Madrasah mampu berbahasa Inggris secara aktif, 3. Kepala Sekolah/Madrasah bervisi internasional, mampu membangun jejaring internasional, memiliki kompetensi manajerial, serta jiwa kepemimpinan dan entrepreneurial yang kuat. 79
7. Sarana dan Prasarana a) Indikator Kinerja Kunci Minimal Memenuhi standar sarana dan prasarana b) Indikator Kinerja Kunci Tambahan 1. Setiap ruang kelas dilengkapi dengan sarana pembelajaran berbasis TIK, 2. Perpustakaan dilengkapi dengan sarana digital yang memberikan akses ke sumber pembelajaran berbasis TIK di seluruh dunia, 3. Dilengkapi dengan ruang multi media, ruang unjuk seni budaya, fasilitas olahraga, klinik, dan lain sebagainya. 8. Pengelolaan a) Indikator Kinerja Kunci Minimal Memenuhi standar pengelolaan
79 Ibid., hlm. ix.
b) Indikator Kinerja Kunci Tambahan 1. Meraih sertifikat ISO 90001 versi 20000 atau sesudahnya dan ISO 14000, 2. Merupakan sekolah/madrasah multi-kultural, 3. Menjalin hubungan sister school dengan sekolah bertaraf internasional di luar negeri, 4. Bebas narkoba dan rokok, 5. Bebas kekerasan (bullying), 6. Menerapkan prinsip kesetaraan gender dalam segala aspek pengelolaan sekolah, 7. Meraih medali tingkat internasional pada berbagai kompetisi sains, matematika, teknologi, seni dan olahraga. 9. Pembiayaan a) Indikator Kinerja Kunci Minimal Memenuhi standar pembiayaan b) Indikator Kinerja Kunci Tambahan Menerapkan model pembiayaan yang efisien untuk mencapai berbagai target indikator kunci tambahan. 80
80 Ibid., hlm. x.
BAB III METODE PENELITIAN
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan deskriptif kualitatif. Karena kegiatan penelitian ini akan menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Dalam pendekatan deskriptif, data yang dikumpulkan adalah berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka. Hal itu disebabkan oleh adanya penerapan metode kualitatif. Dengan demikian, laporan penelitian akan berisi kutipan-kutipan data untuk memberi gambaran penyajian laporan tersebut. Data tersebut mungkin berasal dari naskah wawancara, catatan lapangan, foto, video tape, dokumen pribadi, catatan atau memo, dan dokumen resmi lainnya. 81
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan data/gambaran yang obyektif, faktual, akurat dan sistematis, mengenai masalah yang akan dikaji oleh peneliti. Adapun penelitian ini adalah penelitian studi kasus (lapangan) yang menurut Suharsimi Arikunto, penelitian studi kasus adalah suatu penelitian yang dilakukan secara intensif, terinci dan mendalam terhadap suatu organisasi, lembaga atau gejala tertentu. 82
81 Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2002), hlm 3. 82 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), hlm. 120.
B. Kehadiran Peneliti Dalam penelitian kualitatif, peneliti sendiri atau dengan bantuan orang lain merupakan pengumpul data utama. Dalam hal ini, sebagaimana dinyatakan oleh Lexy Moleong bahwa, Kedudukan peneliti dalam penelitian kualitatif cukup rumit. Ia sekaligus merupakan perencana, pelaksana, pengumpul data, analisis, penafsir data, dan pada akhirnya ia menjadi pelapor hasil penelitiannya. Pengertian instrument atau alat penelitian di sini tepat karena ia menjadi segalanya dari keseluruhan proses penelitian. 83
Berdasarkan pada pandangan di atas, maka pada dasarnya kehadiran peneliti di sini di samping sebagai instrumen juga menjadi faktor penting dalam seluruh kegiatan penelitian ini.
C. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di MAN 3 Malang yang terletak di Jalan Bandung No. 7 Malang. Lokasi MAN 3 Malang ini terletak di kawasan Madrasah Terpadu yang meliputi MIN Malang 1, MTsN Malang 1 dan MAN 3 Malang. Jika ditinjau dari lokasinya sekolah ini berada di daerah yang cukup strategis dan mudah dijangkau, maka tidak heran siswa sekolah ini berasal dari berbagai daerah baik dari wilayah kota Malang maupun luar kota Malang. MAN 3 Malang sebagai MAN Model Malang menyediakan kelas khusus Madrasah Bertaraf Internasional (MABI) Berorientasi Timur Tengah sejalan dengan program unggulan fullday school, boarding school, dan program akselerasi. Peneliti memilih lokasi ini untuk mengetahui Model
83 Lexy Moleong, Op.Cit., hlm. 121.
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Program Madrasah Bertaraf Internasional (MABI) di MAN 3 Malang.
D. Sumber Data Menurut Suharsimi Arikunto, sumber data adalah subjek di mana data di peroleh. 84 Sedangkan menurut Lofland, yang dikutip oleh Lofland, yang dikutip oleh Moleong, sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata atau tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. 85
Adapun sumber data terdiri dari dua macam, yaitu: 1. Data primer Data primer adalah data yang langsung dikumpulkan oleh peneliti (atau petugas-petugasnya) dari sumber pertamanya. 86 Adapun yang menjadi data utama dalam penelitian ini adalah: a. Hasil wawancara dengan koordinator program Madrasah Bertaraf Internasional (MABI) berorientasi timur tengah MAN 3 Malang. b. Hasil wawancara guru agama mata pelajaran Siroh Nabawiah, Adab dan Tafsir program Madrasah Bertaraf Internasional (MABI) berorientasi timur tengah MAN 3 Malang.
2. Data sekunder Data sekunder adalah data yang biasanya telah tersusun dalam bentuk dokumen-dokumen, misalnya data mengenai keadaan demografis suatu daerah, data mengenai produktifitas suatu perguruan tinggi, data mengenai persediaan pangan di suatu daerah, dan sebagainya. 87
Data sekunder yang diperoleh oleh peneliti adalah data yang diperoleh langsung dari pihak-pihak yang berkaitan diantaranya: a. Hasil wawancara dengan waka kurikulum MAN 3 Malang. b. Hasil wawancara dengan siswa kelas XI program Madrasah Bertaraf Internasional (MABI) berorientasi timur tengah MAN 3 Malang. c. Koordinator TU MAN 3 Malang yang berupa buku profil sekolah dan berbagai literatur yang relevan dengan pembahasan. Pemilihan informan dalam penelitian ini dilakukan dengan cara atau teknik snow ball sampling, yaitu informan kunci akan menunjuk seseorang yang mengetahui masalah yang akan diteliti untuk melengkapi keterangan, dan orang yang ditunjuk tersebut akan menunjuk orang lain lagi bila keterangan yang diberikan kurang memadai.
E. Teknik Pengumpulan Data Menurut Lofland sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata atau tindakan selebihnya adalah data tambahan seperti
87 Ibid., hlm. 85.
dokumen dan lain sebagainya. 88 Sesuai dengan prosedur tersebut maka cara pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan tiga macam teknik pengumpulan data, yaitu: 1. Metode Observasi Menurut Sutrisno Hadi, observasi adalah suatu teknik yang digunakan melalui pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap fenomena yang diselidiki. 89
Dalam hal ini peneliti menggunakan observasi partisipan. Model observasi ini digunakan penulis guna untuk mengumpulkan semua data yang berkaitan dengan penelitian. Sedangkan pada tahapan penelitian penulis menggunakan observasi terfokus, dimana peneliti observasi telah dipersempit untuk memfokuskan aspek tertentu. Metode ini digunakan oleh peneliti untuk memperoleh informasi tentang keadaan obyek penelitian, situasi umum, kegiatan belajar mengajar, strategi pembelajaran serta sarana prasarana pendukung pelaksanaan pembelajaran program Madrasah Bertaraf Internasional (MABI) di MAN 3 Malang. 2. Metode Interview Metode interview merupakan percakapan-percakapan dengan maksud tertentu, percakapan ini dilaksanakan oleh dua pihak yaitu
88 Lexy Moleong, Op.Cit., hlm. 112. 89 Sutrisno Hadi, Metodologi Research Jilid II, (Yogyakarta: Andi Offset, 1998), hlm. 136.
pewawancara yang mengajukan pertanyaan dengan yang diwawancarai memberikan jawaban atas pertanyaan itu. 90
Dalam hal ini peneliti menggunakan wawancara terstruktur karena dapat dipersiapkan sedemikian rupa pertanyaan-pertanyaan yang diperlukan agar hanya fokus mengulas pokok-pokok permasalahan yang akan diteliti. Peneliti melakukan wawancara dengan waka kurikulum, koordinator program Madrasah Bertaraf Internasional (MABI), guru mata pelajaran Adab, Tafsir dan Siroh Nabawiah, siswa kelas XI program Madrasah Bertaraf Internasional (MABI) serta informan lain terkait dengan masalah yang diteliti. 3. Metode Dokumentasi Metode dokumentasi adalah metode mencari data mengenai hal- hal yang variabelnya berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, agenda dan lain sebagainya. 91
Dalam penelitian ini metode dokumentasi digunakan untuk mendapatkan data yang berhubungan dengan: (1) pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam; (2) faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam program Madrasah Bertaraf Internasional (MABI) di MAN 3 Malang.
F. Analisis Data Analisis data kualitatif adalah (Bogdan dan Biklen, 1982) adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milah menjadi satuan yang dapat dikelola, mesintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain Dalam penilaian kualitatif, data yang diperoleh dari berbagai sumber, dengan menggunakan teknik pengumpulan data yang bermacam- macam, dan dilakukan secara terus menerus sampai datanya jenuh. Dengan pengamatan yang terus menerus tersebut mengakibatkan variasi data tinggi sekali, sehingga sering mengalami kesulitan dalam melakukan analisis. Analisis data menurut Patton yang dikutip oleh moleong adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya kedalam suatu pola, kategori dan satuan uraian dasar. Sedangkan menurut Bogdan dan Taylor analisa data adalah proses yang merinci usaha secara formal untuk menemukan tema dan merumuskan ide seperti yang disarankan oleh data dan sebagai usaha untuk memberikan bantuan pada tema dan ide itu. 92
Berdasarkan hasil tersebut di atas dapat dikemukakan bahwa analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit- unit, melakukan sintesa, menyusun kedalam pola, memilih mana yang
92 Lexy Moleong, Op.Cit., hlm. 103.
penting akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain. Dalam penelitian kualitatif, data yang dikumpulkan bukan angka, akan tetapi berupa kata-kata atau gambar. Data yang dimaksud mungkin berasal dari naskah wawancara, catatan lapangan, foto, video, tape, dokumen pribadi, maupun dokumen resmi lainnya. Dalam penelitian kualitatif, analisis data lebih difokuskan selama proses di lapangan bersamaan dengan pengumpulan data. 1) Analisis sebelum di lapangan Analisis dilakukan terhadap data hasil studi pendahuluan, atau data sekunder, yang digunakan untuk menentukan fokus penelitian. Namun demikian fokus penelitian ini masih bersifat sementara, dan akan berkembang setelah peneliti masuk dan selama di lapangan. 2) Analisis data dilapangan Setelah data selesai dikumpulkan dalam periode tertentu. Pada saat wawancara, peneliti sudah melakukan analisis terhadap jawaban yang diwawancarai setelah dianalisis terasa belum memuaskan, maka peneliti akan melanjutkan pertanyaan lagi sampai tahap tertentu, diperoleh data yang dianggap kredibel. Miles dan Hubarmen, mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh.
Tahapan penelitian kualitatif dimulai dengan menetapkan informan kunci yang dapat memberikan keterangan kepada peneliti atas masalah yang sedang diteliti. Setelah itu peneliti melakukan wawancara kepada informan tersebut, dan mencatat hasil wawancara. Setelah itu perhatian pada obyek penelitian dan memulai mengajukan pertanyaan deskriptif, dilanjutkan dengan analisis terhadap hasil wawancara.
G. Pengecekan Keabsahan Data Keabsahan data merupakan konsep penting yang diperlukan dari konsep kesahihan (validitas) dan keandalan (realibilitas). Untuk menetapkan keabsahan data yang diperlukan teknik pemeriksaan. Pelaksanaan teknik pemeriksaan didasarkan atas sejumlah kriteria tertentu. Ada empat kriteria yang dipergunakan, yaitu derajat kepercayaan (credibility), keteralihan (transferability), kebergantungan (dependability) dan kepastian (confirmability). Pengambilan data-data melalui tiga tahapan, diantaranya tahapan pendahuluan, tahap penyaringan dan tahap melengkapi data yang masih kurang. Pengecekan keabsahan data banyak terjadi pada tahap penyaringan data. Oleh sebab itu jika terjadi data yang tidak relevan dan kurang memadai maka akan dilakukan penyaringan data sekali lagi di lapangan, sehingga data tersebut memiliki kadar validitas yang tinggi.
Moleong menyebutkan bahwa dalam penelitian diperlukan suatu tekhnik pemeriksaan keabsahan data 93 . Sedangkan untuk memperoleh keabsahan temuan perlu diteliti kredibilitasnya dengan menggunakan teknik sebagai berikut: a. Presistent Observation (ketekunan pengamatan), yaitu mengadakan observasi secara terus menerus terhadap objek penelitian guna memahami gejala lebih mendalam terhadap berbagai aktifitas yang sedang berlangsung di lokasi penelitian. b. Triangulasi, yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain dari luar data untuk keperluan pengecekan atau pembanding terhadap data. Triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah triangulasi sumber data dengan cara membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif. c. Peerderieting (pemeriksaan sejawat melalui diskusi), bahwa yang dimaksud dengan pemeriksaan sejawat melalui diskusi yaitu teknik yang dilakukan dengan cara mengekspos hasil sementara atau hasil akhir yang diperoleh dalam bentuk diskusi analitik dengan rekan-rekan sejawat.
H. Tahap-Tahap Penelitian Dalam penelitian ini, ada beberapa tahapan penelitian, diantaranya: a. Tahap pra lapangan
93 Lexy Moleong, Op.Cit., hlm. 171
1. Memilih lapangan, dengan pertimbangan bahwa MAN 3 Malang adalah salah satu sekolah yang menerapkan Madrasah Bertaraf Internasional (MABI) dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam. 2. Mengurus perijinan, baik secara formal maupun informal. 3. Melakukan penjajakan lapangan, dalam rangka penyesuaian dengan MAN 3 Malang selaku objek penelitian. b. Tahap pekerjaan lapangan 1. Mengadakan observasi langsung ke MAN 3 Malang terhadap pembelajaran Pendidikan Agama Islam Program Madrasah Bertaraf Internasional (MABI) di MAN 3 Malang, dengan melibatkan beberapa informan untuk memperoleh data. 2. Memasuki lapangan, dengan mengamati berbagai fenomena proses pembelajaran dan wawancara dengan beberapa pihak yang bersangkutan. 3. Berperan serta sambil mengumpulkan data. c. Penyusunan laporan penelitian, berdasarkan hasil data yang diperoleh. Dengan rancangan penyusunan laporan sebagaimana telah tertera dalam sistematika penulisan laporan.
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Obyek Penelitian 1. Sejarah Singkat MAN 3 Malang Madrasah Aliyah Negeri 3 Malang (MAN 3 Malang) merupakan salah satu dari lima madrasah model di Jawa Timur, dan juga merupakan salah satu madrasah terpadu dari delapan madrasah terpadu se-Indonesia. Sejarah singkat MAN 3 Malang, bermula dari suatu lembaga pendidikan yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan guru pendidikan agama Islam di sekolah-sekolah rendah negeri. Hal ini berdasarkan surat keputusan bersama menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan menteri Agama pada tanggal 2 Desember 1946 no. 1142/BH.A tentang penyediaan guru agama secara kilat dan cepat, sehingga ditetapkan rencana pendidikan guru agama Islam jangka pendek dan jangka panjang. Untuk mewujudkan rencana tersebut, maka pada tanggal 16 Mei 1948 mulai didirikan Sekolah Guru Hakim Islam (SGHI) dan Sekolah Guru Agama Islam (SGAI). Selanjutnya berdasarkan ketetapan menteri agama tertanggal 15 Agustus 1951 no. 7 SGAI diubah menjadi Pendidikan Guru Agama (PGA 5 tahun) yang siswanya berasal dari lulusan sekolah rendah atau madrasah rendah. 94
94 Sumber: Dokumen MAN 3 Malang.
Berdasarkan Surat ketetapan menteri agama tanggal 21 Nopember 1953 no. 35, lama belajar di PGA ditambah 1 tahun, sehingga menjadi 6 tahun, dan diubah menjadi dua bagian, yaitu, Pertama: Pendidikan Guru Agama Pertama (PGAP), lama belajarnya 4 tahun ( kelas 1 s/d kelas 4) dan Kedua: Pendidikan Guru Agama Atas (PGAA), lama belajarnya 2 tahun (kelas 5 dan kelas 6). Selanjutnya, pada tahun ajaran 1958/1959 PGAP dan PGAA dilebur mengadi PGAN 6 TAHUN Malang. Perkembangan berikutnya, dengan adanya surat keputusan Menteri Agama tanggal 16 Maret 1978 no. 16, PGAN 6 tahun di pecah lagi menjadi dua lembaga pendidikan yaitu,Pertama: Kelas 1 s/d 3 menjadi Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Malang 1, dan Kedua: Kelas 4 s/d 6 menjadi Pendidikan Guru Agama Negeri (PGAN) Malang. Selanjutnya berdasarkan Keputusan Menteri Agama no. 42 tanggal 1 Juli 1992 PGAN Malang beralih fungsi menjadi Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 3 Malang. Dan berdasarkan surat keputusan Direktur Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam tanggal 16 Juni 1993 No. E/55/1993. MAN 3 Malang diberi wewenang untuk menyelenggarakan Madrasah Aliyah Program Khusus (MAPK), yang selanjutnya berdasarkan perubahan kurikulum 1984 ke kurikulum 1994, MAPK berubah nama menjadi Madrasah Aliyah Keagamaan (MAK) sampai sekarang. PGAN Malang telah mencapai kejayaan, hal ini berkaitan dengan
keberhasilan outputnya yang dominan di tengah-tengah masyarakat. Rata-rata alumni PGAN Malang menjadi orang yang berpengaruh di masyarakat. Selain itu juga banyak yang menjadi penjabat penting di Lingkungan Departemen Agama maupun Departemen lain. Secara kronologis Perjalanan Sejarah Berdirinya MAN 3 Malang dapat diuraikan sebagai berikut: 95
1. PGAA Malang dimulai tahun ajaran baru pada tanggal 1 (satu) agustus 1956, dengan nama PGAAA 1 Malang dengan kepala sekolah R. Soeroso, sedang PGAA II Malang adalah asal dari PGAA Surabaya yang pada tahun 1958 dipindah ke Malang. 2. PGAA I Malang menumpang siswa dari PGAA 4 tahun, sedangkan PGAP pada taktu itu (tahun 1956) dipimpin oleh kepala sekolah Bapak Soerat Wirjodihardjo. gedung pertama PGAP dan PGAA 1 Malang adalah dijalan Bromo No. 1 pagi hari untuk PGAA 1 tahun dan sore hari PGAP 4 tahun. 3. Pada tahun pelajaran 1956/1957 di Malang masih ada siswa SGHA (bagian dan/Hukum agama) yang kemudian dihapus. gedung PGAA 1 Malang pada pertengahan tahun ajaran 1958 berhubungan dengan gedung baru PGAA 1 sudah selesai pembangunannya yang terletak dijalan Bandung no. 7 Malang, maka gedung yang beru (Jl. Bandung No. 7 Malang) segera ditempati, begitu pula pada PGAP 4 tahun ikut pindah dijalan Bandung No 7 Malang.
95 Sumber: Dokumen MAN 3 Malang.
4. Pada akhir tahun 1958 PGAA Surabaya dipindah ke Malang dengan nama PGAA II Malang dengan kepala sekolah Ibu Masud yang kemudian tahun 1959 dipindah ke Dinoyo Malang. pada tahun 1958/1959 PGAA I dan PGAP 4 tahun dilebur menjadi satu yaitu PGA Negeri 6 tahun Malang kelas I s/d VI, dengan kepala sekolah Bapak R.D. Soetario. 5. Pada tahun 1961 s/d 1965 kepala sekolah dijabat Bapak R. Soemarsono dan tahun 1966 s/d 1978 kepala sekolah Bapak Drs. Imam Effendi, tahun 1979 s/d 1987 kepala sekolah Bapak Sakat, tahun 1988 s/d 1990 kepala sekolah Bapak H. Sanusi, tahun 1990 s/d akhir 1991 kepala sekolah Drs. Masdjudin dan Bapak kepala sekolah Drs. Untuk Saleh menjabat sejak tanggal 16 Desember 1991 S/d September 1993. 6. Pada tanggal 1 juli 1992 dengan surat keputusan menteri agama RI nomor 42 tahun 1992 PGAN Malang dialih fungsikan menjadi Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Malang III dengan kepala sekolah Drs Untung Saleh. 7. Dan pada tanggal 16 Juni 1993 dengan surat keputusan direktorat jendral pembinaan kelembagaan agama islam No. E./55/1993, MAN Malang diberi wewenang untuk menyelenggarakan Madrasah Aliyah Program Khusus. 8. Pada tanggal 30 September 1993 kepala sekolah dijabat oleh Bapak Drs. H. Khusnan A, sampai dengan tanggal 31 Mei 1998.
9. Pada tanggal 20 Februari 1998 dengan surat keputusan Direktorat Jendral pembinaan kelembagaan agama Islam no. E.IV/Pembinaan.00.6/KEP/17.A/1998 ditunjuk sebagai MAN model dengan kepala sekolah Drs. H. Kusnan A. 10. Pada tanggal 1 Juni 1998 Kepala sekolah MAN 3 Malang dijabat Oleh Bapak Drs. H Munandar menjabat sampai dengan tanggal 20 september 2000. 11. Pada tanggal 20 september 2000 kepala sekolah MAN 3 Malang di jabat oleh Bapak Drs. H. Abdul Djalil, M.Ag S.D 30 April 2005. 12. Bpk. Drs. Imam Sujarwo.M.Pd 02 Mei 2005- Sekarang. 96
2. Mandat dan Nilai Keunggulan MAN 3 Malang 97
A. Mandat MAN 3 Malang: 1. Mengemban amanah sebagai sekolah umum yang berciri khas Islam. 2. Mengemban amanah sebagai madrasah model. 3. Mengemban amanah sebagai madrasah yang mengembangkan kemampuan akademik, non-akademik, dan akhlaq karimah. B. Nilai keunggulan MAN 3 Malang: 1. Keimanan 2. Kebenaran 3. Kebaikan 4. Kecerdasan
96 Sumber: Dokumen MAN 3 Malang. 97 Sumber: Administrasi, Brosur Penerimaan Siswa Baru (PSB) tahun pelajaran 2010/2011.
5. Kebersamaan 6. Keindahan 3. Visi, Misi dan Tujuan Madrasah 98
Upaya untuk merealisasikan amanah dari Departemen Agama sekaligus kepercayaan masyarakat, MAN 3 Malang telah menetapkan: A. Visi Madrasah: Terwujudnya madrasah model sebagai pusat keunggulan dan rujukan dalam kualitas akademik dan non-akademik serta akhlaq karimah. B. Misi Madrasah: 1. Menyelenggarakan pendidikan yang menghasilkan lulusan berkualitas akademik dan non-akademik serta berakhlaq karimah. 2. Membangun budaya madrasah yang membelajarkan dan mendorong semangat keunggulan. 3. Mengembangkan SDM madrasah yang kompeten. 4. Mengembangkan sistem dan manajemen madrasah yang berbasis penjaminan mutu. 5. Menciptakan dan memelihara lingkungan yang sehat, kondusif dan harmonis. 6. Meningkatkan peran serta dtakeholders dalam pengembangan madrasah.
98 Sumber: Administrasi, Brosur Penerimaan Siswa Baru (PSB) tahun pelajaran 2010/2011.
7. Mewujudkan madrasah yang memenuhi standar nasional pendidikan. 8. Mewujudkan madrasah yang berorientasi pada standar internasional. C. Tujuan Madrasah: 1. Terwujud lulusan berkualitas akademik dan non-akademik serta berakhlaq karimah. 2. Terbangun budaya madrasah yang membelajarkan dalam satu visi. 3. Terwujud SDM madrasah yang memiliki kompetensi utuh. 4. Terlaksana tata kelola madrasah yang berbasis system penjaminan mutu. 5. Tercipta dan terpelihara lingkungan madrasah yang sehat, kondusif, dan harmonis. 6. Terbentuk stakeholders yang mempunyai rasa memiliki madrasah (school ownership). 7. Tercapai standar nasional pendidikan. 8. Terwujud madrasah yang berorientasi pada standar internasional. 4. Sumber Daya Manusia MAN 3 Malang Guru sebagai tenaga pendidik harus memiliki kompetensi dan kualifikasi pengetahuan yang memadai, MAN 3 Malang dalam menyiapkan tenaga pendidik seorang guru memiliki kualifikasi yang
memadai, baik dari standar kompetensi mengajar maupun dari segi pendidikan. Adapun secara rinci profil guru MAN 3 Malang sebagai berikut: a. Selalu menampakkan diri sebagai seorang mukmin dan muslim di mana saja ia berada. b. Memiliki wawasan keilmuan yang luas serta profesionalisme dan dedikasi yang tinggi. c. Kreatif, dinamis dan inovatif dalam pengembangan keilmuan. d. Bersikap dan berperilaku amanah, berakhlak mulia dan dapat menjadi contoh civitas akademika yang lain. e. Berdisiplin tinggi dan selalu mematuhi kode etik guru. f. Memiliki kemampuan penalaran dan ketajaman berfikir ilmiah yang tinggi. g. Memiliki kesadaran yang tinggi di dalam bekerja yang didasari oleh niat beribadah dan selalu berupaya meningkatkan kualitas pribadi. h. Berwawasan luas dan bijak dalam menghadapi dan menyelesaikan masalah. i. Memiliki kemampuan antisipatif masa depan dan bersikap proaktif.
Tabel 4.2 Data guru dan pegawai MAN 3 Malang 99
No Guru dan Pegawai Jenis Kelamin Pendidikan L P SLTA D3 S1 S2 S3 1 Guru tetap 39 31 - 1 55 14 - 2 Guru tidak tetap 6 4 - - 9 1 - 3 Pegawai tetap 5 2 5 1 1 - - 4 Pegawai tidak tetap 21 14 24 2 9 - - Jumlah 71 51 29 4 74 15 -
Kualitas SDM MAN 3 Malang berpengalaman dan kompeten di bidangnya. Sebagian masih dalam proses studi S2 dan S3, serta melakukan comparative study dan short course di luar negeri. Dengan dedikasi dan loyalitas siap mengantarkan siswa menjadi unggul. 5. Kurikulum dan Pembelajaran MAN 3 Malang A. Keunggulan Kurikulum MAN 3 Malang 1. Penerapan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dalam pengembangan IPTEK dan IMTAQ peserta didik (perpaduan kurikulum Departemen Agama dan Departemen Pendidikan Nasional). 2. Mengembangkan Program Kelas MABI (Madrasah Aliyah Bertaraf Internasional), program kelas akselerasi, program kelas olimpiade (IMO, ICHO, IBO, IPHO, dan ICTO), kelas bilingual
99 Sumber: Administrasi, Brosur Penerimaan Siswa Baru (PSB) tahun pelajaran 2010/2011.
dan program kelas reguler. 3. Membangun soft skills dalam bentuk pengembangan nilai-nilai spiritual dan keterampilan yang didasarkan pada tata nilai attitude. B. Keunggulan Proses Pembelajaran 1. Adanya team teaching yang merupakan sebuah inovasi pembelajaran untuk kesuksesan Ujian Nasional dan Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri. 2. Pembelajaran berbasis ICT yang didukung adanya LCD Projector di setiap ruang kelas yang dilengkapi juga dengan free hotspot internet access dan intranet untuk mendukung self learning (belajar mandiri). 3. Adanya intensive class untuk peserta didik yang masih membutuhkan peningkatan kompetensi. 4. Penerapan strategi Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Aktif, Efektif, dan Menyenangkan (PAIKEM) dengan pola indoor and outdoor learning yang didukung dengan lingkungan yang asri, sejuk, nyaman, indah, dan aman. 100
C. Keunggulan Fasilitas Pembelajaran 1. Masjid. 2. Digital Library. 3. Computer Laboratory.
100 Sumber: Administrasi, Brosur Penerimaan Siswa Baru (PSB) tahun pelajaran 2010/2011.
4. Science Laboratory (Biology, Chemistry, Physics, and Mathematics). 5. Free hotspot area. 6. Internet-web site and Intranet. 7. Multimedia Room. 8. Language Laboratory (English, Arabic, German, Japanese, and Mandarin). 9. Outdoor Study Area (green house, tribune, and joglo). 10. UKS, unit usaha, dan kantin. 11. PSBB (Pusat Sumber Belajar Bersama). 12. Kamera CCTV. 101
D. Keunggulan Pengelolaan 1. Fullday school 2. Boarding school 3. Academic Adviser 6. Kegiatan Pengembangan Diri MAN 3 Malang Untuk membangun soft skills peserta didik sehingga memiliki Attitude (Appreciation, Thought, Team Work, Integrity, Time Management, Dedication, and Endless Learning) melalui berbagai bentuk kegiatan, antara lain: a. Badan Dakwah Islam (BDI). b. KIR, Pramuka, Paskibraka, dan PMR.
101 Sumber: Administrasi, Brosur Penerimaan Siswa Baru (PSB) tahun pelajaran 2010/2011.
c. Broadcast, English Club (TOEFL), Olympiad Club. d. Kesenian (Dram, Musik, Lukis, Puisi, Paduan Suara, Karawitan, Terbang Sholawat, dan Nasyid). e. Olahraga (Futsal, Football, Volly ball, Basket ball, Badminton, Table tennis, Lawn tennis, Tae-Kwondo, dan Tapak suci). 7. Prestasi Siswa MAN 3 Malang Adapun prestasi yang diraih siswa-siswa MAN 3 Malang diantaranya adalah: 1. Juara I Lomba Karya Tulis Ilmiah Tingkat Nasional. 2. Juara I Olimpiade Tingkat Nasional. 3. Juara I Lomba Penulisan Cerita Fiksi Islami Tingkat Nasional. 4. Juara II Lomba Karya Wira Usaha Tingkat Nasional. 5. Juara berbagai lomba siswa di bidang akademik dan non akademik tingkat Malang Raya, Propinsi, dan Nasional. 102
B. Paparan Data Penelitian MAN 3 Malang yang berlokasi di Jalan Bandung No 7 Malang ini ditetapkan sebagai salah satu dari beberapa MAN unggulan di Indonesia. MAN 3 Malang secara berkesinambungan terus berpacu dalam peningkatan kualitas pelayanan dan pelaksanaan pendidikan. Dalam rangka mewujudkan tujuan tersebut dan sejalan dengan program unggulan fullday school, boarding school, program akselerasi, kelas olimpiade dan kelas bilingual
102 Sumber: Administrasi, Brosur Penerimaan Siswa Baru (PSB) tahun pelajaran 2010/2011.
MAN Model Malang ini menyediakan kelas khusus Madrasah Aliyah Bertaraf Internasional (MABI) berorientasi Timur Tengah. Sebelum berbicara bagaimana pelaksanaan pembelajaran PAI pada program MABI berikut akan diuraikan awal mula terbentuknya program MABI: Sebelum adanya program kelas MABI adalah program MAPK (Madrasah Aliyah Program Keagamaan) yang kemudian pada tahun 1998 berubah menjadi MAK (Madrasah Aliyah Keagamaan) dengan sistem pembinaan di asrama dan menggunakan Bahasa Arab sebagai pengantarnya. Kemudian pada tahun 2006 MAK diganti dengan jurusan agama yang sudah tidak wajib lagi berasrama dan tidak lagi menggunakan pengantar Bahasa Arab. Dilanjutkan pada tahun 2007 mengikuti program pemerintah dengan jurusan agama. Namun ternyata animo masyarakat kurang, terbukti pada tahun ajaran 2007/2008 peminatnya hanya berjumlah empat orang. Hal tersebut berdasarkan hasil wawancara bersama koordinator program MABI Bapak Gunawan, MA beliau mengatakan: MABI dulu adalah MAPK agama yang berada di bawah naungan Kanwil Jatim. Di Jawa Timur sendiri MAPK ada di dua kota. Untuk putri di Malang dan untuk putra di Jember, dan wajib berasrama. Studi Islamnya menggunakan Bahasa Arab sebagai pengantarnya. Tahun 1998 MAPK berubah menjadi MAK (Madrasah Aliyah Keagamaan) dengan sistem pembinaan di asrama, tetap menggunakan Bahasa Arab sebagai pengantar akan tetapi sistem rekruitmen dilakukan oleh madrasah sendiri. Kemudian pada tahun 2006, kebijakan pemerintah MAK diganti dengan jurusan agama yang struktur kurikulumnya sama dengan program A1 pada waktu PGA dulu yang berbeda adalah tidak lagi wajib berasrama dan tidak lagi menggunakan Bahasa Arab sebagai pengantarnya. Dilanjutkan pada tahun 2007, mengikuti program pemerintah dengan jurusan agama namun ternyata kurang ada peminatnya hanya berkisar empat orang saja. Hal tersebut bisa saja dikarenakan orientasi orang tua masih pada pelajaran umum dan sistem
pembelajaran di jurusan agama pada studi Islamnya (PAI) lebih dangkal daripada MAPK dan MAK. Jadi lebih baik sekalian masuk pesantren yang mempunyai kedalaman studi Islamnya atau masuk sekolah umum/reguler yang mempunyai kedalaman dalam bidang studi pelajaran umum, tidak pada jurusan agama yang pembelajaran PAI (studi Islamnya) lebih dangkal dibandingkan MAPK, MAK, dan pesantren. 103
Berdasar latar belakang itulah pada tahun ajaran 2008/2009 jurusan agama diganti dengan program MABI berorientasi timur tengah yang bekerja sama dengan Sudan. Program MABI merupakan sebuah trend mark supaya jurusan agama tidak hilang. Dari program MABI tersebut animo masyarakat mulai tumbuh terbukti melalui penjaringan siswa unggulan (PSU) dan penjaringan siswa reguler (PSR). Hal ini berdasarkan keterangan dari waka kurikulum MAN 3 malang Bapak Drs. Mochamad Djasa, sebagai berikut: berubahnya MAK menjadi jurusan agama ternyata berdampak pada animo masyarakat. Peminat jurusan agama pada tahun ajaran 2007/2008 hanya berjumlah empat orang yang sekarang duduk di kelas XII. Dari latar belakang itulah terbentuknya MABI (Madrasah Aliyah Bertaraf Internasional) berorientasi Timur Tengah yang bekerja sama dengan Sudan yang merupakan trend mark supaya jurusan agama tidak punah. Ternyata respon masyarakat terhadap program ini mulai tumbuh melalui penjaringan siswa unggulan (PSU) dan penjaringan siswa reguler (PSR). Hal tersebut terbukti pada tahun ajaran 2008/2009 terdapat 14 orang siswa dan pada tahun ajaran 2009/2010 terdapat peningkatan jumlah siswa sejumlah 20 orang. 104
Diharapkan dengan adanya program MABI yang berorientasi timur tengah ini siswa-siswi MABI dapat memiliki kedalaman Pendidikan Agama Islam (PAI) dan bilingualnya (Bahasa Arab dan Bahasa Inggris). Karena diharapkan output siswa dari MABI dapat melanjutkan studi ke Timur
103 Wawancara bersama koordinator program MABI, Bapak Gunawan, MA (Jumat, 12 Maret 2010, Pukul 10.00 WIB). 104 Wawancara bersama Waka Kurikulum, Bapak Mochamad Djasa (Kamis, 11 Maret 2010, Pukul 09.00 WIB).
Tengah khususnya ke Sudan. Senada dengan pernyataan hasil wawancara bersama koordinator program MABI, sebagai berikut: pada tahun ajaran 2008/2009 jurusan agama diganti dengan dengan program MABI berorientasi timur tengah yang nantinya memiliki kedalaman studi Islam (PAI) dan bilingualnya (Bahasa Arab dan Bahasa Inggris). Kebijakan sistem pembinaannya dikembalikan seperti MAPK dan MAK dulu khususnya pada pembinaan asrama dan Bahasa Arab sebagai pengantarnya serta memodifikasi dan menambahkan struktur kurikulum Depag dan yang berorientasi timur tengah. 105
MABI adalah merupakan sebuah produk yang disiapkan untuk adanya RMBI (Rintisan Madrasah Bertaraf Internasional) yang kalau pada sekolah umum bernama RSBI (Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional). Dikarenakan nantinya MABI adalah sebuah program pengusulan rencana RMBI sehingga kurikulum dan materinya diusahakan mengacu ke kurikulum timur tengah khususnya yang berorientasi ke Sudan. Oleh karenanya material pembelajarannya di MABI diupayakan untuk mengacu ke kurikulum Timur Tengah. Jadi MABI nantinya merupakan bagian dari RMBI. Adanya program MABI ini salah satunya untuk pemantapan Bahasa Arab sebagai penunjang pembelajaran program MABI yang berorientasi timur tengah. Namun dalam pengembangan program tersebut MABI dan RMBI sendiri belum dilegalkan secara resmi dalam legalitas hukum. Sebagaimana cuplikan wawancara bersama Bapak Drs. Mochamad Djasa selaku waka kurikulum sebagai berikut: MABI merupakan produk yang disiapkan untuk adanya RMBI ((Rintisan Madrasah Bertaraf Internasional) yang kalau pada sekolah yang
105 Wawancara bersama koordinator program MABI, Bapak Gunawan, MA (Jumat, 12 Maret 2010, Pukul 10.00 WIB).
lain bernama RSBI (Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional). Namun MABI sendiri dan RMBI belum dilegalkan secara resmi dalam SK legalitas hukum. Nantinya ijasah dari MAN bisa langsung diterima di timur tengah, sedangkan nantinya pada waktu UNAS (Ujian Nasional), siswa MABI akan diikutkan dengan jurusan agama 106
Pernyataan senada juga diungkapkan oleh koordinator program MABI sebagai berikut: MABI nantinya merupakan bagian dari RMBI. Di MAN 3 bukan hanya terdapat program akselerasi dan MABI saja, namun ada kelas bilingual. Bedanya dengan MABI, kalau kelas bilingual orientasinya ke SAINS dengan bahasa pengantarnya mengarah kepada penggunaan Bahasa Inggris. Namun jika MABI yang berorientasi timur tengah dikhususkan ke pelajaran agama yang mengarah pada Bahasa Arab sebagai pengantarnya. 107
Hal tersebut dipertegas oleh guru mata pelajaran Siroh Nabawiah Bapak Miftachul Ula R, Biss beliau mengatakan: MABI sendiri adalah sebuah program pengusulan rencana MBI (Madrasah Bertaraf Internasional) sehingga kurikulum dan materinya diusahakan mengacu ke kurikulum timur tengah khususnya yang berorientasi ke Sudan. Oleh karenanya material pembelajaran di MABI khususnya di mata pelajaran Siroh Nabawiah ini mengacu ke kurikulum timur tengah. Dikarenakan adanya program MABI ini memang untuk pemantapan Bahasa Arab sebagai penunjang program MABI yang berorientasi timur tengah. 108
1. Pelaksanaan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Program Madrasah Bertaraf Internasional (MABI) di MAN 3 Malang. Sejalan dengan adanya kelas khusus Madrasah Aliyah Bertaraf Internasional (MABI) berorientasi Timur Tengah kurikulum yang dipergunakan dalam pelaksanaan pendidikannya di MAN 3 Malang
106 Wawancara bersama Waka Kurikulum, Bapak Mochamad Djasa (Kamis, 11 Maret 2010, Pukul 09.00 WIB). 107 Wawancara bersama koordinator program MABI, Bapak Gunawan, MA (Jumat, 12 Maret 2010, Pukul 10.00 WIB). 108 Wawancara bersama Bapak Miftachul Ula R, Biss, selaku guru mata pelajaran Siroh Nabawiah, (Jumat, 12 Maret 2010, Pukul 09.00 WIB).
adalah merupakan kurikulum yang dikembangkan dari kurikulum MAPK (Madrasah Aliyah Program Keagamaan) dengan KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan). Sebagaimana hasil wawancara bersama Bapak Drs. Mochamad Djasa selaku waka kurikulum sebagai berikut: kurikulum yang dipakai MABI sendiri adalah adopsi dan modifikasi dari kurikulum MAPK (Madrasah Aliyah Program Keagamaan) yang merupakan penggabungan antara kurikulum di MAPK dulu dengan KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan), berbeda dengan kurikulum jurusan agama di KTSP 109
Berkaitan dengan peningkatan mutu pembelajaran, bukan saja adanya kelas khusus Madrasah Aliyah Bertaraf Internasional (MABI) berorientasi Timur Tengah yang mutlak menjadi faktor untuk meningkatkan pelayanan dan mutu pendidikan di sekolah, akan tetapi juga dibutuhkan adanya tenaga ahli maupun tenaga profesional yang salah satunya adalah tugas pokok waka kurikulum. Adapun tugas pokok waka kurikulum adalah berusaha mewujudkan lulusan yang berkualitas dan memiliki kompetensi yang utuh serta berusaha mengembangkan program dan proses pembelajaran akademik maupun non akademik, dalam upaya untuk meningkatkan mutu pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) salah satunya adalah kelas khusus Madrasah Aliyah Bertaraf Internasional (MABI) berorientasi Timur Tengah tersebut. Sebagaimana ungkapan waka kurikulum, Bapak Drs. Mochamad Djasa sebagai berikut:
109 Wawancara bersama Waka Kurikulum, Bapak Mochamad Djasa (Kamis, 11 Maret 2010, Pukul 09.00 WIB).
terkait upaya peningkatan mutu pembelajaran PAI di program MABI ini, saya mengupayakan untuk membuat struktur kurikulum yang diharapkan dapat mengantarkan siswa-siswi di program MABI agar dapat berbahasa Arab berdasarkan struktur kurikulum yang ada. Kemudian pemberdayaan SDM yang diharapkan guru-guru Bahasa Arab dapat menguasai materi PAI begitu pula sebaliknya guru PAI dapat menguasai Bahasa Arab dalam penyampaian materi pelajaran. Untuk ke depannya MAN 3 Malang mengupayakan adanya mahad yang bukan hanya diperuntukkan bagi siswa-siswi MABI dan jurusan agama saja namun bagi semua siswa MAN 3 Malang. Ke depannya siswa-siswi MABI jika ingin meneruskan studi ke timur tengah akan mempunyai dua ijasah, ijasah sekolah dan juga ijasah seperti ijasah mahad. Ijasah mahad itulah yang dipakai untuk seleksi studi di timur tengah dikarenakan di timur tengah sendiri ujian seleksi masuk diselenggarakan pada bulan Maret. Adanya ijasah mahad nantinya merupakan lisensi bahwasanya siswa yang bersangkutan dari lulusan MAN 3 Malang 110
Selain struktur kurikulum yang berperan sebagai salah satu acuan pembelajaran PAI program MABI, sebuah perencanaan pembelajaran sebelum pelaksanaan pembelajaran PAI pada kelas program MABI untuk silabus masih mengacu dari Departemen Agama untuk standar kompetensi dan kompetensi dasar. Sedangkan untuk Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) formatnya seperti RPP pada program reguler. Dalam mata pelajaran Adab, RPP yang ada pada mata pelajaran adab/akhlaq umum pada program reguler seperti halnya pada mata pelajaran Tafsir. Pada mata pelajaran Siroh Nabawiah RPP yang digunakan pada kelas X dan XI menyesuaikan dengan mata pelajaran SKI pada program umum yang hanya diberikan pada kelas XII. Sebagaimana hasil wawancara bersama Bapak Gunawan, MA selaku guru mata pelajaran Adab sebagai berikut:
110 Wawancara bersama Waka Kurikulum, Bapak Mochamad Djasa (Kamis, 11 Maret 2010, Pukul 09.00 WIB).
perencanaan pembelajarannya menggunakan silabus dan RPP yang sementara menyesuaikan dengan yang biasanya dipakai pada program reguler. 111
Hal senada sebagaimana tanggapan guru mata pelajaran Siroh Nabawiah, sebagai berikut: pada mata pelajaran MABI ini format RPP yang digunakan sementara sama seperti format RPP PAI pada program reguler seperti Quran Hadits, Fiqih, dan sebagainya. RPP untuk kelas X dan XI program MABI masih menyesuaikan dengan mata pelajaran SKI pada program reguler yang diberikan hanya pada kelas XII. . 112
Pernyataan tersebut diperkuat berdasarkan cuplikan wawancara dengan Bapak Sukardi, S.Ag selaku guru mata pelajaran Tafsir, sebagai berikut: silabusnya masih mengacu kepada SK-KD (standar kompetensi-kompetensi dasar) dari pusat dengan RPP formatnya seperti pada program reguler. 113
Terkait dengan pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) di kelas MABI secara umum pelaksanaan pembelajarannya sama dengan kelas reguler yang membedakannya hanyalah terletak pada pengantar pembelajaran yang menggunakan Bahasa Arab dan buku ajarnya (modul) sebagian besar berupa kitab-kitab dengan literatur berbahasa Arab dari timur tengah. Oleh karenanya guru harus berpotensi mempunyai kemampuan berbahasa Arab dalam proses belajar mengajar disamping harus menguasai materi pelajaran yang akan disampaikan.
111 Wawancara bersama guru mata pelajaran Adab, Bapak Gunawan, MA (Jumat, 12 Maret 2010, Pukul 10.30 WIB). 112 Wawancara bersama Bapak Miftachul Ula R, Biss, selaku guru mata pelajaran Siroh Nabawiah, (Jumat, 12 Maret 2010, Pukul 09.00 WIB). 113 Wawancara bersama guru mata pelajaran Tafsir, Bapak Sukardi, S.Ag (Rabu, 17 Maret 2010, Pukul 10.00 WIB).
Hal tersebut berdasarkan keterangan dari guru mata pelajaran Siroh Nabawiah Bapak Miftachul Ula R, Biss, sebagai berikut: karena memang buku pegangan dan buku mata pelajarannya kebanyakan berbentuk kitab dengan rujukan berbahasa Arab maka pada waktu pembelajaran berlangsung diselingi bahasa Indonesia disamping menggunakan Bahasa Arab. Guru memang harus berpotensi mempunyai kemampuan Bahasa Arab disamping menguasai materi pelajarannya. 114
Pembelajaran dengan menggunakan sistem tematik adalah salah satu sistem yang dipergunakan dalam penyampaian materi mata pelajaran Tafsir, selain menggunakan model active learning dalam pembelajarannya. Metode pembelajaran yang digunakan pada mata pelajaran Tafsir selain dengan metode diskusi kelompok juga dengan sistem penugasan. Untuk menunjang pembelajaran selain menggunakan LCD, sumber-sumber belajar seperti Al-Quran dan terjemahannya menjadi media yang biasa digunakan. Adanya tugas-tugas, ulangan harian yang dilakukan tiap tiga judul tema pembahasan serta ulangan blok yang dikoordinir oleh sekolah menjadi alat evaluasi yang dipergunakan mata pelajaran tersebut. Sebagaimana wawancara yang dilakukan oleh peneliti bersama Bapak Sukardi, S.Ag selaku guru mata pelajaran Tafsir, sebagai berikut: mata pelajaran Tafsir ini berkaitan dengan menghafal ayat, memahami arti dan maknanya maka sistem pembelajaran yang digunakan biasanya menggunakan sistem tematik. Di dalam satu semester akan saya tuliskan ayat-ayat apa saja yang harus dihafalkan. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk memahami ayat-ayat yang mudah terlebih dahulu. Model pembelajarannya menggunakan active
114 Wawancara bersama Bapak Miftachul Ula R, Biss, selaku guru mata pelajaran Siroh Nabawiah, (Jumat, 12 Maret 2010, Pukul 09.00 WIB).
learning di mana siswa dituntut untuk aktif dalam pembelajaran. Metode yang digunakan dengan diskusi kelompok maupun sistem penugasan, sistem drill jarang dilakukan karena akan mengakibatkan siswa menjadi jenuh. Adapun untuk menunjang pembelajaran selain LCD, sumber- sumber belajar seperti Al-Quran dan terjemahannya menjadi media yang biasanya digunakan. Evaluasi pembelajarannya dengan adanya tugas- tugas, ulangan harian serta ulangan blok yang dikoordinir sekolah. Ulangan harian biasanya saya lakukan tiap per tiga judul tema pembahasan. 115
Jika dalam pembelajaran Adab, metode pembelajaran yang digunakan adalah diskusi, tanya jawab dan juga sistem moving class dengan pembelajaran di outdoor. Pendekatan klasikal, pendekatan personal dari teman dengan belajar bersama ataupun dengan pendekatan personal dari guru sendiri merupakan strategi yang digunakan untuk mengatasi kesulitan siswa dalam belajar mata pelajaran Adab. Evaluasi yang digunakan dengan melakukan ulangan harian, ulangan blok dan ulangan semester serta ujian lisan tanya jawab terkait Al-Quran dan Hadits. Sebagaimana ungkapan dari guru mata pelajaran Adab, beliau mengatakan: pembelajaran biasanya mengacu kepada RPP yang telah saya buat. Buku pegangannya selain dari Depag juga dari timur tengah. Adapun metode pembelajaran yang digunakan seperti diskusi, tanya jawab dan terkadang juga diselingi dengan moving class belajar di outdoor. Dalam mata pelajaran Adab ini awalnya biasanya saya menuliskan mufrodat dari tema, membacakan kitab dan menjelaskan materi tersebut dari yang umum atau per paragraf. Jika ada siswa-siswi MABI yang menemui kesulitan dalam memahami mata pelajaran maka biasanya saya terapkan pendekatan klasikal, pendekatan personal dari teman dengan belajar bersama ataupun dengan pendekatan personal dari guru sendiri. Evaluasinya denga ulangan harian, ulangan blok dan
115 Wawancara bersama guru mata pelajaran Tafsir, Bapak Sukardi, S.Ag (Rabu, 17 Maret 2010, Pukul 10.00 WIB).
ulangan semester, di samping ada ujian lisan tanya jawab tentang Al- Quran dan Hadits. 116
Dalam mata pelajaran Siroh Nabawiah metode yang dipergunakan mengarah pada metode problem solving dimana siswa dituntut dapat menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan baik secara individu maupun kelompok. Active learning adalah model pembelajaran yang dipergunakan. Guru hanyalah bertindak sebagai fasilitator, siswa yang aktif dalam proses belajar mengajar. Untuk menunjang mata pelajaran Siroh Nabawiah ini berusaha memaksimalkan media LCD yang ada di tiap kelas dalam pelaksanaan pembelajaran. Evaluasi pembelajarannya dari UTS dan UAS. UTS sendiri diambil dari ulangan harian dan tugas-tugas kelompok maupun individu. Keaktifan siswa dalam bertanya dan menjawab pertanyaan dari guru serta sikap yang baik dalam kehidupan sehari-hari merupakan kriteria penilaian tersendiri. Hal tersebut dibuktikan dengan pernyataan hasil wawancara bersama Bapak Miftachul Ula R, Biss selaku guru mata pelajaran Siroh Nabawiah, sebagai berikut: model pembelajaran yang saya gunakan lebih cenderung pada active learning di mana siswa yang aktif dan guru hanya sebagai fasilitator. Biasanya diarahkan pada metode problem solving, di mana siswa dapat berusaha menyelesaikan tugas yang diberikan terkait materi yang diajarkan. medi yang digunakan memakai LCD yang biasanya saya putar adalah film-fil berbahasa Arab dengan native speaker. 117
116 Wawancara bersama guru mata pelajaran Adab, Bapak Gunawan, MA (Jumat, 12 Maret 2010, Pukul 10.30 WIB). 117 Wawancara bersama Bapak Miftachul Ula R, Biss, selaku guru mata pelajaran Siroh Nabawiah, (Jumat, 12 Maret 2010, Pukul 09.00 WIB).
Pada mata pelajaran Siroh Nabawiah RPP yang digunakan pada kelas XI menyesuaikan dengan mata pelajaran SKI yang diperuntukkan pada kelas XII program umum dalam langkah-langkah pembelajaran dan metode pembelajaran yang dipakai. Dalam RPP SKI kelas XII diuraikan dalam langkah-langkah pembelajaran mengarah kepada model pembelajaran active learning senada dengan hasil observasi yang dilakukan peneliti pada pelaksanaan pembelajaran mata pelajaran Siroh Nabawiah. Hal tersebut dapat dibuktikan dari kegiatan inti yang dijabarkan dalam RPP sebagaimana terlampir. Siswa diajak untuk menemukan sendiri jawaban atas permasalahan yang diberikan oleh guru dengan cara metode inkuiri (sebagaimana terlampir) dan mendorong siswa untuk memperdalam materi terkait dengan apa yang diajarkan oleh guru, dapat dikatakan penggunaan metode information research sebagai salah satu metode yang ada pembelajaran active learning sudah dapat diterapkan pada mata pelajaran Siroh Nabawiah tersebut. Adapun untuk mata pelajaran Adab dan Tafsir walaupun masih belum ada perangkat pembelajaran berupa RPP namun dalam proses pembelajaran di kelas pada hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti menggunakan model pembelajaran aktif pada siswanya. Dalam proses pembelajaran interaksi yang terjalin antara guru dan murid sangatlah berperan penting. Pembelajaran akan berjalan sesuai dengan yang diharapkan jika dalam proses belajar mengajar terdapat
kerjasama yang baik antara pendidik dengan peserta didik dengan terjalinnya suasana belajar yang menyenangkan sehingga dapat dicapai hasil pembelajaran yang efektif dan efisien. Begitu pula dalam cara penyampaian materi pelajaran yang diberikan oleh pendidik pada pesera didik yang akan berpengaruh pada transfer of knowledge peserta didik. Sebagaimana cuplikan wawancara dengan Ahmad Azir kelas XI MABI, sebagai berikut: pada waktu mata pelajaran Tafsir, ustadnya enak, sabar, tapi terkadang juga terbawa dengan teman-teman. Kesulitan belajar di MABI selain dari pembekalan bahasa asing saya yang kurang juga karena harus banyak menghafal. 118
Kemudian jawaban tersebut dipertegas dengan kutipan wawancara dengan Farisca Eka Rosalina kelas XI MABI, sebagai berikut: pembelajaran Adab menyenangkan karena ustadnya melihat kemampuan siswa disamping juga disiplin. Selalu menyemangati kita untuk tetap terlatih dengan mengguankan Bahasa Arab. Namun kesulitan saya jika harus menghafal Al-Quran dan Hadits walaupun itu kadang tidak sesulit yang dibayangkan. 119
Hal senada juga disampaikan oleh Rafiqa Azmi kelas XI MABI dengan mengatakan bahwa: pada waktu mata pelajaran Siroh Nabawiah pembelajarannya menarik, pemahaman ke murid tentang materi yang disampaikan dapat dicerna oleh kita dan yang paling kita sukai pelajaran ini adalah ada cerita-ceritanya. Namun biasanya sulit untuk menghafal tahun-tahun sejarah dan sebagainya, biasanya untuk mengatasinya suka belajar dengan teman-teman. 120
118 Wawancara bersama Ahmad Azir kelas XI MABI (Sabtu, 13 Maret 2010, Pukul 10.05 WIB). 119 Wawancara bersama Farisca Eka Rosalina kelas XI MABI (Senin, 15 Maret 2010, Pukul 09.55 WIB). 120 Wawancara bersama Rafiqa Azmi kelas XI MABI (Selasa, 16 Maret 2010, Pukul 09.45 WIB).
Dari keterangan yang dipaparkan di atas jelas walaupun adanya kesulitan yang dihadapi oleh siswa MABI dalam proses pembelajaran, menjadi pemicu tersendiri bagi siswa dan para pengajar di dalam kelas MABI tersebut untuk dapat mengefektifkan pembelajaran melalui memaksimalkan potensi siswa di dalam kelas maupun di asrama. Pembinaan dalam segi bahasa maupun dalam pendalaman bidang Pendidikan Agama Islam (islamic study). Bagi siswa sendiri belajar bersama dengan kelompok di kelas maupun di asrama, yang memang sudah terbiasa dengan kebersamaan dalam kelompok merupakan hal yang dirasakan cukup efektif untuk membantu menyelesaikan kesulitan belajar yang dialami.
2. Faktor Pendukung dan Penghambat Pelaksanaan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Program Madrasah Bertaraf Internasional (MABI) di MAN 3 Malang. Suatu program yang telah dicanangkan tidak akan bisa berjalan ataupun berhasil secara maksimal jika tidak tersedia faktor pendukung. Begitu pula pada pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam program Madrasah Bertaraf Internasional (MABI). Pembelajaran pada hakekatnya adalah proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya sehingga terjadi perubahan perilaku ke arah yang lebih baik. Dalam interaksi tersebut banyak sekali faktor yang mempengaruhinya, baik faktor internal yang datang dari dalam diri
individu, maupun faktor eksternal yang datang dari lingkungan. Bersamaan dengan ini peneliti melakukan wawancara bersama waka kurikulum berkenaan dengan faktor pendukung dari pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam program MABI, sebagai berikut: struktur kurikulumnya sudah siap, sarana prasarana yang sudah memadai, diantaranya sudah terdapatnya asrama sebagai penunjang pembelajaran siswa MABI khususnya, selain itu siswa MABI sendiri kebanyakan sudah menguasai Bahasa Arab secara aktif jadi dapat menunjang pembelajaran. Adanya kamera CCTV pada tiap kelas yang dipergunakan untuk peningkatan kinerja guru dalam proses pembelajaran melalui monitoring kamera CCTV. Disamping itu adanya dukungan masyarakat terhadap program MABI ini menjadi pendukung tersendiri. 121
Berkaitan dengan pernyataan tersebut peneliti juga melakukan wawancara bersama Bapak Sukardi, S.Ag selaku guru mata pelajaran Tafsir yang menyebutkan bahwa: adanya struktur kurikulum, sarana prasarana yang memadai yang meliputi fasilitas perpustakaan, LCD pada tiap kelas serta adanya free hot spot area serta dibantu dengan pembelajaran di asrama yang di dalamnya sudah terbiasa terjalin kebersamaan kelompok. 122
Ketersediaan fasilitas dan sarana prasarana pembelajaran yang memadai menjadi poin pendukung tersendiri dalam pelaksanaan pembelajaran program MABI di samping kemampuan siswa MABI yang secara aktif dapat menggunakan Bahasa Arab sebagai bahasa pengantar di samping penggunaan Bahasa Indonesia dalam pelaksanaan pembelajaran program MABI. Sebagaimana hasil wawancara bersama
121 Wawancara bersama Waka Kurikulum, Bapak Mochamad Djasa (Kamis, 11 Maret 2010, Pukul 09.00 WIB). 122 Wawancara bersama guru mata pelajaran Tafsir, Bapak Sukardi, S.Ag (Rabu, 17 Maret 2010, Pukul 10.00 WIB).
koordinator program MABI, beliau mengatakan: selain sudah adanya fasilitas yang memadai serta ketersediaan referensi, output lulusan MAN 3 Malang yang sudah banyak yang berhasil, SDM yang memadai khususnya mata pelajaran islamic study baik dari segi kapasitas dan kualitas, SDM dari luar sekolah yang kapabilitas ikut membantu khususnya pada ekstrakurikuler program MABI yaitu ekstra kaligrafi, tahfidz dan qiroah serta sudah adanya nama sekolah di masyarakat menjadi faktor pendukungnya selain juga karena anak-anak di MABI mempunyai motivasi yang tinggi untuk belajar dan adanya pembinaan bahasa di asrama menjadi poin tersendiri . 123
Kemudian jawaban tersebut dipertegas dengan cuplikan wawancara bersama Bapak Miftachul Ula R, Biss, selaku guru mata pelajaran Siroh Nabawiah, sebagai berikut:
siswa di MABI sendiri kemampuan berbahasa Arabnya rata- rata sudah cukup memadai dikarenakan di asrama sudah terdapat pelajaran tambahan jadi guru hanya tinggal memaksimalkan kemampuan bahasa mereka berdasarkan pengalaman mereka ketika mereka di drill di asrama, kemudian adanya LCD di tiap kelas, siswa sudah banyak yang memiliki laptop sebagai penunjang pembelajaran serta komunitas MABI yang berbeda dengan reguler entah dari segi kedisiplinan dan ketawadhuannya. 124
Mengenai faktor penghambat pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam program MABI adalah salah satunya faktor legalitas hukum. Belum adanya legalitas hukum berupa SK dari pusat terkait program Madrasah Bertaraf Internasional (MABI). Yang nantinya MABI adalah merupakan bagian dan produk dari Rintisan Madrasah Bertaraf Internasional (RMBI) sendiri. Kompetensi guru yang dalam
123 Wawancara bersama koordinator program MABI, Bapak Gunawan, MA (Jumat, 12 Maret 2010, Pukul 10.00 WIB). 124 Wawancara bersama Bapak Miftachul Ula R, Biss, selaku guru mata pelajaran Siroh Nabawiah, (Jumat, 12 Maret 2010, Pukul 09.00 WIB).
penguasaan bahasa Arab sebagai pengantar pembelajaran PAI program MABI masih kurang maksimal menjadi penghambat tersendiri. Di samping kemampuan diantara peserta didik yang tidak sama antara yang satu dengan yang lain. Sebagaimana hasil wawancara bersama Bapak Mochamad Djasa selaku waka kurikulum, sebagai berikut: sarana prasarana yang masih perlu diperbaiki dan ditingkatkan, kompetensi guru yang masih kurang maksimal serta legalitas hukum melalui SK dari pusat terkait program kelas MABI belum diakui secara hukum. 125
Hal tersebut senada dengan pernyataan dari hasil wawancara bersama guru mata pelajaran Tafsir Bapak Sukardi, S.Ag sebagai berikut: penghambatnya diantaranya kemampuan beberapa siswa yang masih lemah serta kompetensi guru yang masih kurang memadai karena harus menguasai Bahasa Arab dalam mengajar. 126
Keterbatasan literatur berbahasa Arab serta penjaringan siswa MABI yang kurang selektif juga menjadi penghambat pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam program MABI. Disamping minoritas siswa MABI di sekolah yang mengakibatkan psikologis siswa menjadi minder. Hal tersebut dibuktikan dengan wawancara yang dilakukan peneliti bersama Bapak Miftachul Ula R, Biss selaku guru mata pelajaran Siroh Nabawiah, sebagai berikut:
125 Wawancara bersama Waka Kurikulum, Bapak Mochamad Djasa (Kamis, 11 Maret 2010, Pukul 09.00 WIB). 126 Wawancara bersama guru mata pelajaran Tafsir, Bapak Sukardi, S.Ag (Rabu, 17 Maret 2010, Pukul 10.00 WIB).
penghambat pembelajarannya diantaranya keterbatasan literatur Bahasa Arab yang tidak hanya dari satu atau dua buku saja. Kemudian media yang terbatas khususnya di mata pelajaran Siroh Nabawiah ini yang berupa CD tentang sejarah Islam dan tidak semua siswa-siswi masuk program MABI atas kemauan sendiri, ada yang karena dipaksa orang tuanya. 127
Sebagaimana diperjelas dengan kutipan wawancara bersama Bapak Gunawan, MA selaku guru mata pelajaran Adab dan koordinator program MABI, beliau mengatakan: penjaringan siswa MABI dalam sistem kurang selektif, proses sosialisasi dan berbaurnya anak MABI dan reguler masih kurang dan minoritas siswa MABI di sekolah yang terkadang menghambat psikologis siswa (minder) kemampuan yang tidak sama diantara peserta didik serta tidak semua model dan strategi dapat diterapkan di semua pembelajaran. 128
Dari paparan di atas, bahwa dalam pelaksanaan pembelajaran PAI program Madrasah Bertaraf Internasional (MABI), faktor pendukung dan faktor penghambat yang ada dalam pelaksanaan pembelajaran PAI program tersebut dapat dijadikan sebuah pemicu agar dapat menjadi motivasi untuk meningkatkan dan memperbaiki kualitas pembelajaran yang tidak hanya dari segi sarana prasarana namun juga dari segi input siswa dan kompetensi sumber daya manusianya. Sehingga dapat memberikan kualitas pelayanan pendidikan yang terbaik dan dapat meningkatkan kompetensi siswa yang kompetitif.
127 Wawancara bersama Bapak Miftachul Ula R, Biss, selaku guru mata pelajaran Siroh Nabawiah, (Jumat, 12 Maret 2010, Pukul 09.00 WIB). 128 Wawancara bersama guru mata pelajaran Adab, Bapak Gunawan, MA (Jumat, 12 Maret 2010, Pukul 10.30 WIB).
C. Temuan Penelitian Setelah data penelitian dipaparkan di bagian paparan data penelitian, maka dapat disampaikan mengenai temuan penelitian yang merupakan hasil dari observasi, wawancara dan dokumentasi, yaitu: Pertama, pelaksanaan pembelajaran program Madrasah Bertaraf Internasional (MABI) adalah jika ditinjau dari segi kurikulum, sudah menerapkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) sebagai salah satu syarat indikator kinerja kunci minimal pada penyelenggaraan Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional pada segi kurikulumnya. Sedangkan pada indikator kinerja kunci tambahan, sistem administrasi akademik sudah berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dengan contoh pendaftaran siswa baru dapat dilakukan dengan cara online dan adanya intranet untuk mendukung self learning (belajar mandiri). Indikator-indikator kinerja kunci minimal dan kunci tambahan yang lain sebagaimana diuraikan pada Bab 2 tentang kurikulum dan proses pembelajaran Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional belum sepenuhnya diterapkan. Sedangkan dalam segi proses pembelajaran pada indikator kinerja kunci tambahan penyelenggaraan Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional indikator kinerja kunci tambahan yang menyebutkan tentang menerapkan pembelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) pada semua mata pelajaran sudah diterapkan di MAN 3 Malang terutama pada kelas Madrasah Bertaraf Internasional (MABI) karena pada tiap kelas sudah didukung adanya LCD projector yang juga dilengkapi dengan free hotspot internet access. Sedangkan pada model proses pembelajaran diperkaya
dengan model proses pembelajaran sekolah unggul dari negara maju/anggota Organization for Economic Cooperation and Development (OECD), Sudan sebagai orientasi dari program Madrasah Bertaraf Internasional (MABI) belum merupakan anggota dari Organization for Economic Cooperation and Development (OECD). Dalam segi penilaian pada Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional dari indikator kinerja kunci tambahannya belum mengacu pada model penilaian sekolah unggul dari negara anggota Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) dan/atau negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu di bidang pendidikan. Kedua, faktor pendukung dari pelaksanaan program Madrsah Bertarf Internasional (MABI) adalah ketersediaan fasilitas dan sarana prasarana pembelajaran yang memadai menjadi poin pendukung tersendiri di samping kemampuan siswa MABI yang secara aktif dapat menggunakan Bahasa Arab sebagai bahasa pengantar di samping penggunaan Bahasa Indonesia dalam pelaksanaan pembelajaran program MABI. Sedangkan faktor penghambatnya adalah salah satunya faktor legalitas hukum. Belum adanya legalitas hukum berupa SK dari pusat terkait program Madrasah Bertaraf Internasional (MABI). Yang nantinya MABI adalah merupakan bagian dan produk dari Rintisan Madrasah Bertaraf Internasional (RMBI) sendiri. Kompetensi guru yang dalam penguasaan bahasa Arab sebagai pengantar pembelajaran PAI program MABI masih kurang maksimal menjadi penghambat tersendiri. Di samping kemampuan diantara peserta didik yang tidak sama antara yang satu dengan yang lain. Keterbatasan
literatur berbahasa Arab serta penjaringan siswa MABI yang kurang selektif juga menjadi penghambat pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam program MABI. Disamping minoritas siswa MABI di sekolah yang mengakibatkan psikologis siswa menjadi minder.
BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
A. Pelaksanaan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Program Madrasah Bertaraf Internasional (MABI) di MAN 3 Malang. Berdasarkan Undang-Undang Sisdiknas No 20 Tahun 2003 pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam diartikan sebagai suatu upaya untuk membelajarkan peserta didik agar dapat belajar, butuh belajar, terdorong belajar, mau belajar dan tertarik untuk terus menerus mempelajari agama Islam, baik untuk kepentingan mengetahui bagaimana cara beragama yang benar maupun mempelajari Islam sebagai pengetahuan. Mengingat keragaman latar belakang dan karakteristik peserta didik, serta tuntutan untuk menghasilkan lulusan yang bermutu, proses pembelajaran untuk setiap mata pelajaran harus fleksibel, bervariasi, dan memenuhi standar. Pelaksanaan proses pembelajaran pada setiap satuan pendidikan dasar dan menengah harus interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, dan memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik, seperti yang terkandung dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No 41 Tahun 2007 tentang
standar proses. Oleh karenanya pelaksanaan proses pembelajaran perlu direncanakan, dilaksanakan, dinilai, dan diawasi agar terlaksana secara efektif dan efsien. Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan peneliti di MAN 3 Malang, terkait dengan pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam di kelas program Madrasah Aliyah Bertaraf Internasional (MABI) berorientasi Timur Tengah secara umum pelaksanaan pembelajarannya sama dengan kelas reguler yang membedakannya hanyalah terletak pada pengantar pembelajaran yang menggunakan Bahasa Arab dan buku ajarnya (modul) sebagian besar berupa kitab-kitab dengan literatur berbahasa Arab dari Timur Tengah. Pada dasarnya adanya program Madrasah Aliyah Bertaraf Internasional (MABI) adalah dipersiapkan untuk memfasilitasi siswa agar dapat melanjutkan studi di luar negeri khususnya yang berorientasikan timur tengah yang mengarah ke Sudan. Adanya pemantapan dalam penggunaan bahasa Arab sebagai penunjang pembelajaran di kelas, yang nantinya dapat dipakai siswa program Madrasah Aliyah Bertaraf Internasional (MABI) jika ingin melanjutkan studi ke timur tengah sebagai pengantar bahasa internasionalnya. Oleh karenanya guru harus berpotensi mempunyai kemampuan berbahasa Arab dalam proses belajar mengajar disamping harus menguasai materi pelajaran yang akan disampaikan. Kurikulum yang dipergunakan program Madrasah Aliyah Bertaraf Internasional (MABI) ini adalah kurikulum yang dikembangkan dari kurikulum MAPK (Madrasah Aliyah Program Keagamaan) dengan KTSP
(Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan). Selain struktur kurikulum yang berperan sebagai salah satu acuan pembelajaran Pendidikan Agama Islam program Madrasah Aliyah Bertaraf Internasional (MABI), silabus sebagai sebuah perencanaan pembelajaran sebelum pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam mengacu dari Departemen Agama untuk standar kompetensi dan kompetensi dasar, sedangkan untuk Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) seperti pada Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) program reguler. Dibutuhkan perencanaan dan rancangan yang matang dalam memodifikasi variabel-variabel pembelajaran Pendidikan Agama Islam di kelas Madrasah Aliyah Bertaraf Internasional (MABI) berorientasi Timur Tengah, agar tercapai output yang berkualitas sesuai dengan tujuan yang telah dikehendaki. Variabel-variabel itu meliputi kondisi pembelajaran, metode pembelajaran, dan hasil pembelajaran. Kondisi pembelajaran yang kondusif akan sangat membantu bagi kelancaran kegiatan belajar mengajar Pendidikan Agama Islam di kelas demi pencapaian target secara maksimal. Begitu juga dengan metode pembelajaran yang variatif dan relevan dengan kebutuhan siswa, akan sangat membantu dalam mewujudkan pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam di kelas secara efektif dan efisien. Hal itulah yang berusaha diterapkan oleh MAN 3 Malang dalam mewujudkan pembelajaran yang produktif. Dalam mata pelajaran Adab misalnya metode pembelajaran yang digunakan adalah diskusi, tanya jawab dan juga sistem moving class dengan pembelajaran di outdoor. Pendekatan
klasikal, pendekatan personal dari teman dengan belajar bersama ataupun dengan pendekatan personal dari guru sendiri merupakan strategi yang digunakan untuk mengatasi kesulitan siswa dalam belajar mata pelajaran Adab. Adapun dalam mata pelajaran Tafsir metode pembelajaran yang digunakan adalah metode diskusi kelompok dengan sistem penugasan. Sedangkan dalam mata pelajaran Siroh Nabawiah metode yang dipergunakan mengarah pada metode problem solving dimana siswa dituntut dapat menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan baik secara individu maupun kelompok. Dapat dikatakan bahwa metode pembelajaran yang digunakan mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (mata pelajaran Adab, Tafsir, dan Siroh Nabawiah) mengarah kepada model pembelajaran aktif (Active learning). Guru hanyalah bertindak sebagai fasilitator, siswa yang berperan aktif dalam proses belajar mengajar dengan memanfaatkan media dan sarana prasarana yang ada. Proses aktifitas pembelajaran didominasi oleh peserta didik dengan menggunakan proses kerja otak untuk menemukan konsep dan memecahkan masalah yang sedang dipelajari, disamping itu juga untuk menyiapkan mental dan melatih keterampilan fisiknya. Dalam kaitannya dengan pembelajaran Pendidikan Agama Islam strategi penyampaian pembelajaran Pendidikan Agama Islam terkait dengan metode-metode penyampaian pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang dikembangkan untuk membuat siswa dapat merespon dan menerima pelajaran Pendidikan Agama Islam dengan mudah, cepat, dan menyenangkan. Karena
itu, penataan strategi penyampaian perlu menerima serta merespon masukan maupun pendapat siswa. Dengan demikian, strategi penyampaian mencakup lingkungan fisik, guru atau orang, bahan-bahan pembelajaran, dan kegiatan- kegiatan yang berkaitan dengan pembelajaran yang lain. Dengan perkataan lain, media pembelajaran merupakan suatu komponen penting dan menjadi kajian utama dalam strategi tersebut. Strategi penyampaian ini berfungsi sebagai penyampai isi pembelajaran kepada siswa dan menyediakan informasi yang diperlukan untuk menampilkan unjuk kerja. Media pembelajaran Pendidikan Agama Islam mencakup semua sumber yang diperlukan untuk melakukan komunikasi dengan siswa. Media pembelajaran dapat berupa apa saja yang dapat dijadikan perantara atau medium untuk dimuati pesan nilai-nilai pendidikan agama yang akan disampaikan kepada siswa. Interaksi peserta didik dengan media berarti bagaimana peran media pembelajaran dalam merangsang kegiatan belajar peserta didik. Media bisa berupa perangkat keras, seperti komputer, televisi, projector, orang atau alat dan bahan-bahan cetak lainnya. Pengoptimalan media pembelajaran di tiap kelas dengan menggunakan LCD diterapkan MAN 3 Malang dalam pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam khususnya pada kelas Madrasah Aliyah Bertaraf Internasional (MABI) berorientasi Timur Tengah. Diharapkan dengan adanya pengoptimalan media pembelajaran tersebut dapat memberikan manfaat dalam kegiatan pendalaman, pemahaman dan sekaligus pengalaman agama akan dapat diupayakan dengan maksimal. Media juga
dapat memberikan pengaruh motivasional yang berbeda pada siswa. Perbedaan tersebut terkait dengan karakteristik siswa yang berbeda-beda. Penggunaan media LCD sebagai penunjang pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada program Madrasah Aliyah Bertaraf Internasional (MABI) menjadi cara agar dapat membantu siswa memvisualisasikan pembelajaran Pendidikan Agama Islam walaupun tidak secara maksimal dapat dilaksanakan. Seperti pada mata pelajaran Siroh Nabawiah misalnya seringkali diputar film-film berbahasa Arab dengan native speaker untuk membantu siswa memahami pelajaran tersebut dengan dibantu media dalam pembelajarannya. Evaluasi yang digunakan dalam pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada program Madrasah Aliyah Bertaraf Internasional (MABI) diambil dari nilai hasil UTS, UAS, ulangan harian, tugas-tugas yang diberikan oleh guru dan dari ulangan blok yang dikoordinir oleh sekolah. Disamping penilaian dari ujian lisan, sikap siswa dan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran di kelas. Seperti pada mata pelajaran Tafsir adanya tugas-tugas, ulangan harian yang dilakukan tiap tiga judul tema pembahasan serta ulangan blok yang dikoordinir oleh sekolah menjadi alat evaluasi yang dipergunakan mata pelajaran tersebut. Pada mata pelajaran Adab evaluasi yang digunakan dengan melakukan ulangan harian, ulangan blok dan ulangan semester serta ujian lisan tanya jawab terkait Al-Quran dan Hadits. Sedangkan dalam mata pelajaran Siroh Nabawiah evaluasi pembelajarannya dari UTS dan UAS. UTS sendiri diambil dari ulangan harian dan tugas-tugas
kelompok maupun individu. Keaktifan siswa dalam bertanya dan menjawab pertanyaan dari guru serta sikap yang baik dalam kehidupan sehari-hari merupakan kriteria penilaian tersendiri.
B. Faktor Pendukung dan Penghambat Pelaksanaan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Program Madrasah Bertaraf Internasional (MABI) di MAN 3 Malang. Segala sesuatu yang direncanakan atau program apapun yang dijalankan tanpa didasari dengan adanya faktor pendukung maka hasil yang akan dicapai tidak bisa didapat secara maksimal. Adpun faktor pendukung pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada program Madrasah Aliyah Bertaraf Internasional (MABI) adalah adanya struktur kurikulum program tersebut, ketersediaan fasilitas dan sarana prasarana pembelajaran yang memadai menjadi poin pendukung tersendiri dalam pelaksanaan pembelajaran program MABI. Sarana prasarana di sekolah yang meliputi adanya LCD pada tiap kelas serta adanya free hot spot area serta dibantu dengan pembelajaran di asrama. Selain ditunjang dengan sarana prasarana yang memadai, faktor penunjang lainnya adalah kemampuan siswa Madrasah Aliyah Bertaraf Internasional (MABI) yang secara aktif dapat menggunakan Bahasa Arab sebagai bahasa pengantar di samping penggunaan Bahasa Indonesia dalam pelaksanaan pembelajaran program MABI. Sedangkan faktor penghambat pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam program MABI adalah salah satunya faktor legalitas hukum.
Belum adanya legalitas hukum berupa SK dari pusat terkait program Madrasah Bertaraf Internasional (MABI). Nantinya Madrasah Bertaraf Internasional (MABI) adalah merupakan bagian dan produk dari Rintisan Madrasah Bertaraf Internasional (RMBI). Kompetensi guru yang dalam penguasaan bahasa Arab sebagai pengantar pembelajaran PAI program Madrasah Bertaraf Internasional (MABI) masih kurang maksimal menjadi penghambat tersendiri. Di samping kemampuan diantara peserta didik yang tidak sama antara yang satu dengan yang lain. Keterbatasan literatur berbahasa Arab serta penjaringan siswa Madrasah Bertaraf Internasional (MABI) yang kurang selektif juga menjadi penghambat pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam program Madrasah Bertaraf Internasional (MABI). Disamping minoritas siswa Madrasah Bertaraf Internasional (MABI) di sekolah yang mengakibatkan psikologis siswa menjadi minder. Dalam pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam program Madrasah Bertaraf Internasional (MABI) untuk meminimalisir kemampuan siswa yang tidak sama, para pendidik berusaha untuk memaksimalkan potensi dan kemampuan peserta didik dengan berupaya menerapkan metode /strategi yang sesuai dengan karakteristik peserta didik. Mengefektifkan proses pembelajaran di kelas di samping pembelajaran di asrama. Entah dalam segi penggunaan bahasa ataupun dalam pendalaman Pendidikan Agama Islam (Islamic Study). Sejalan dengan teori kognitif yang menyebutkan bahwa belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon, tetapi
lebih dari itu bahwa belajar pada hakikatnya melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks. Belajar adalah usaha mengaitkan pengetahuan baru ke dalam struktur berpikir yang sudah dimiliki pelajar sehingga membentuk suatu struktur kognitif baru yang lebih mantap sebagai hasil belajar. Dalam pandangan teori kognitif Gagne, cara berpikir seseorang bergantung kepada keterampilan yang dimilikinya serta hierarki prasyarat belajar apa yang diperlukan untuk mempelajari suatu tugas. Dalam proses belajar terdapat dua fenomena yaitu keterampilan intelektual akan meningkat sejalan dengan meningkatnya umur serta intensitas latihan yang diperoleh inidividu. Semakin intens intelektual dilatih, semakin meningkat pula kemampuan dan keterampilan intelektual seseorang. Proses belajar akan lebih cepat apabila strategi kognitif dapat digunakan dalam memecahkan masalah secara lebih efisien.
BAB VI PENUTUP
A. Kesimpulan Setelah melakukan kajian teoritis dan analisis data berdasarkan penelitian dan penemuan di lapangan maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam program Madrasah Bertaraf Internasional (MABI) di MAN 3 Malang adalah secara umum pelaksanaan pembelajarannya sama dengan kelas regular, yang membedakannya terletak pada pengantar pembelajaran yang menggunakan Bahasa Arab dan buku ajarnya (modul) sebagian besar berupa kitab-kitab dengan literatur berbahasa Arab dari Timur Tengah. Kurikulum yang dipergunakan program Madrasah Aliyah Bertaraf Internasional (MABI) ini adalah kurikulum yang dikembangkan dari kurikulum MAPK (Madrasah Aliyah Program Keagamaan) dengan KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan). Sedangkan metode pembelajaran yang digunakan mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (mata pelajaran Adab, Tafsir, dan Siroh Nabawiah) mengarah kepada model pembelajaran aktif (Active learning) di samping dengan pengoptimalan sarana prasarana sebagai penunjang pembelajaran. Evaluasi yang digunakan dalam pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada program Madrasah Aliyah Bertaraf Internasional
(MABI) diambil dari nilai hasil UTS, UAS, ulangan harian, tugas-tugas yang diberikan oleh guru dan dari ulangan blok yang dikoordinir oleh sekolah. Disamping penilaian dari ujian lisan, sikap siswa dan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran di kelas. 2. Faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam program Madrasah Bertaraf Internasional (MABI) di MAN 3 Malang adalah a. Faktor pendukung, antara lain: 1) Adanya struktur kurikulum program Madrasah Bertaraf Internasional (MABI). 2) Adanya sarana prasarana pembelajaran yang memadai yang meliputi adanya LCD pada tiap kelas serta adanya free hot spot area serta dibantu dengan pembelajaran di asrama. 3) Kemampuan siswa Madrasah Aliyah Bertaraf Internasional (MABI) yang secara aktif dapat menggunakan Bahasa Arab sebagai bahasa pengantar di samping penggunaan Bahasa Indonesia dalam pelaksanaan pembelajaran program Madrasah Aliyah Bertaraf Internasional (MABI). b. Faktor penghambat, antara lain: 1) Belum adanya legalitas hukum berupa SK dari pusat terkait program Madrasah Bertaraf Internasional (MABI). 2) Kompetensi guru yang dalam penguasaan bahasa Arab sebagai pengantar pembelajaran Pendidikan Agama Islam program
Madrasah Bertaraf Internasional (MABI) masih kurang maksimal. 3) Kemampuan diantara peserta didik yang tidak sama antara yang satu dengan yang lain. 4) Keterbatasan literatur berbahasa Arab. 5) Penjaringan siswa Madrasah Bertaraf Internasional (MABI) yang kurang selektif. 6) Minoritas siswa Madrasah Bertaraf Internasional (MABI) di sekolah yang mengakibatkan psikologis siswa menjadi minder. B. Saran-Saran 1. Diadakannya upaya peningkatan dan pembenahan pada sarana penunjang pembelajaran maupun dalam pelaksanaan pembelajaran sehingga dapat segera mendapatkan legalitas hukum berupa SK dari pusat terkait penyelenggaraan program Madrasah Bertaraf Internasional (MABI). 2. Penambahan literatur dan referensi tambahan berbahasa Arab sebagai salah satu penunjang pembelajaran Pendidikan Agama Islam program Madrasah Bertaraf Internasional (MABI). 3. Pembenahan dan pengoptimalan perangkat pembelajaran seperti adanya silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang mengacu pada kurikulum timur tengah. 4. Bagi penelitian lanjutan diharapkan dapat mengkaji pembelajaran program Madrasah Bertaraf Internasional (MABI) secara lebih spesifik pada satu mata pelajaran misalnya atau dapat mengkaji dari sudut pandang yang lain.
DAFTAR RUJUKAN
Amin, Moh. 1992. Pengantar Ilmu Pendidikan Agama Islam. Surabaya: Garuda Buana.
Badan Standar Nasional Pendidikan. 2007. Peraturan Menteri Pendiidkan Nasional Republik Indonesia nomor 41 tahun 2007 tentang Standar Proses Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Badan Standar Nasional Pendidikan.
D Marimba, Ahmad. 1986. Pengantar Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: PT Al-Maarif.
Degeng, I nyoman Sudana. 1993. Buku Pegangan Teknologi Pendidikan, Pusat Antar Universitas untuk Peningkatan dan Pengembangan Aktivitas Instruksional Universitas Terbuka. Jakarta: Depdikbud RI, Dirjen Dikti.
Departemen Agama RI. Kurikulum 2004 (Pedoman Khusus Pengembangan Silabus dan Penilaian Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam) Sekolah Menengah Pertama. Jakarta: Departemen Agama.
.1992. Al- Quran dan Terjemahnya. Semarang: CV. Asy.Syifa.
Departemen Pendidikan Nasional. 2006. Sistem Penyelenggaraan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) Untuk Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
. 2007. Pedoman Penjaminan Mutu Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional Pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional.
Depdikbud. 1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Depdiknas, Dirjen Dikdasmen. 2003. Pendekatan Kontekstual. Jakarta: Pusat Pengembangan Penataran Guru.
Nurhadi dan Senduk, Agus Gerrad. 2003. Pendekatan Kontekstual dan Penerapannya Dalam KBK. Malang:Universitas Negeri Press.
Sagala, Syaiful. 2003. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
Sananki, Hujair. 2003. Paradigma Pendidikan Islam (Membangun Masyarakat Modern). Yogyakarta: Safarina Insani Press.
Silberman, Mel. 2004. Terjemahan Dari Active Learning Strategy: 101 Strategies to Teach Any Subject, Terjemahan: Raisul Muttaqien. Boston: Allyn Bacon.
Somantrie, Hermana. 2007. Sekolah Madrasah Bertaraf Internasional (S/MBI), dalam Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Depdiknas.
Suemantri, Hermana. 2007. Dalam Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Edisi Khusus 1 tahun ke-13. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Sukandi, Ujang. 2004. Belajar Aktif dan Terpadu. Surabaya: Duta Graha Pustaka.
Supriyoko, Ki. Mewujudkan Madrasah Standar Internasional. Jawa Pos, 20 Juli 2007.
Suryabrata, Sumadi. 1998. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sisdiknas. 2006. Bandung: Citra Umbara.
Yasin, Fatah. 2008. Metodologi Pendidikan Islam. Malang: Pusapom.
Zaini, Hisjam, dkk. 2002. Strategi Pembelajaran Aktif di Perguruan Tinggi. Yogyakarta: CTSD.
Zuhairini dan Ghofir, Abdul. 2004. Metodologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Malang: UIN Press.
Zuhairini, dkk. 1993. Metodologi Pendidikan Agama. Solo: Ramadhani.
Pengembangan Model Multimedia Interaktif Adaptif Pendahuluan Fisika Zat Padat Untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep Dan Keterampilan Berpikir Kritis Mahasiswa Calon Guru