PEMBIMBING: Dr. Teppy Hartubi Djohar, Sp.THT KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT TELINGA HIDUNG DAN TENGGOROKAN RUMAH SAKIT OTORITA-BP BATAM PERIODE 07 JULI 2014 16 AGUSTUS 2014 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
1
Universitas Trisakti Fakultas Kedokteran Rumah Sakit Otorita Batam STATUS PASIEN THT STATUS DOKTER MUDA
Tanggal : 07-Juli-2014 Medical Record : 35-16-27 I. IDENTIFIKASI Nama : Ana Sahroni Sirait Pekerjaan : Karyawan Swasta Umur : 21 tahun Pendidikan : SMA Jenis Kel. : Perempuan Alamat : Perum.Bida Ayu Blok O No.51
Agama : Protestan Status : Lajang Suku : Batak
II. ANAMNESIS Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dengan pasien pada tanggal 08 juli 2014 pukul 07.00 WIB. A. Keluhan Utama: Pasien datang dengan keluhan pusing berputar sejak 1 tahun yang lalu. Keluhan Tambahan: Pasien juga mengeluh keluar cairan kadang kental,encer bahkan berdarah pada telinga kirinya, juga terdapat nanah pada belakang telinga kirinya. Pasien juga merasa telinga kiri mengalami penurunan pendengaran dibandingkan telinga kananya. B. Riwayat Penyakit Sekarang: Pasien datang dengan keluhan pusing berputar sejak 1 tahun yang lalu. Awalnya pasien berobat ke klinik perusahaan karena keluhan pusing berputar serta adanya demam,flu, nyeri pada telinga kiri serta keluarnya cairan yang cair, encer, kental dan kadang 2
berdarah pada telinga kiri. Nyeri telinga dirasakan sekitar 6 bulan yang lalu. Sekitar 2 bulan yang lalu pasien juga merasa terdapat bisul yang pecah pada belakang telinga kirinya. Di klinik Perusahaan tersebut pasien diberi obat salep dan oral. Kemudian dirasa bengkak berkurang, tetapi keluhan pusing dan nyeri telinga tak kunjung hilang, Setelah itu oleh dr. klinik perusahaan pasien di sarankan berobat ke RSUD Batu Aji. Disana pasien tidak diberi obat namun pasien kemudian dirujuk ke ahli THT di RSOB. Pasien lalu diberikan obat tetes telinga dan oral. Pasien juga disarankan untuk melakukan beberapa pemeriksaan penunjang dan melakukan uji tes pendengaran (Uji Audiometri) di RS Awal Bros Batam. Setelah hasil test keluar pasien kembali ke RSOB pada tanggal 6 juli 2014 untuk persiapan melakukan operasi telinga kirinya (mastoidektomi radikal) yang dijadwaklan pada tanggal 8 juli 2014. Keluhan Demam, batuk,pilek, penurunan berat badan, gangguan makan, BAB/BAK disangkal. C. Riwayat Penyakit Dahulu: Pasien mengaku pernah mengalami hal serupa, keluar cairan pada liang telinga kiri sekitar 7 tahun yang lalu keluhan dirasa hilang timbul dan pada kelas 3 SMK keluar cairan pada belakang telinga kirinya. Saat kelas 3 SMK pasien mengaku hanya berobat ke bidan lalu diberi salep dan obat minum, awalnya luka bengkak dan kemudian pecah hingga keluar nanah lalu luka mengering, kemudian luka dirasa membaik. Pasien mengaku juga sering mengalami batuk pilek kurang lebih 1 minggu setiap kali terjadi dan biasanya pasien mengobatinya dengan obat warung. Riwayat hipertensi, asma, penyakit jantung, kencing manis, dan alergi disangkal. D. Riwayat Pengobatan: Pada saat masih kecil pasien mengalami hal yang sama, pasien hanya berobat ke bidan dan bila dirasa membaik pasien membiarkannya saja. Sekitar satu bulan yang lalu pasien berobat ke rumah sakit perusahaan, kemudian pasien diberi obat oral dan salep telinga untuk mengobati bengkak pada belakang telinga kirinya, pasien meminum dan menggunakan obat secara teratur dan hasilnya dirasa bengkak berkurang dan keluhan sakit sedikit membaik. E. Riwayat Penyakit Keluarga: Tidak ada keluarga yang mengalami hal yang serupa. Ibu pasien penderita Hipertensi dan Diabetes Mellitus F. Riwayat Kebiasaan: 3
Pasien sering membersihkan kedua telingannya dengan cotton bud 2 kali sehari. Pasien mengaku jarang berolahraga. III. PEMERIKSAAN FISIK A. Status Generalis: Keadaan Umum : Kesadaran : Compos mentis : Kesan sakit : Tampak sakit ringan : Kesan gizi : Cukup Tanda Vital : Tekanan darah : 120/85 mmHg : Nadi : 80 x/menit,regular : Pernapasan : 16x/menit : Suhu : 36 C Kepala : Normosefali, rambut hitam dengan distribusi merata dan tidak mudah dicabut Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, refleks cahaya +/+, refleks cahaya tidak langsung +/+. Pada inspeksi mata kiri terlihat susah menutup sempurna. Leher : Trakea terletak lurus ditengah, tidak teraba adanya massa, tidak teraba pembesaran KGB, JVP tidak naik. Thoraks : Jantung : BJ I-II reguler, murmur -, gallop - : Paru-paru : Suara napas vesikuler, ronki -/-, wheezing -/- Abdomen : Datar, supel, nyeri tekan -, bising usus 3 x/menit Ekstremitas : Keempat akral teraba hangat, edema -
B. Status THT: a. Pemeriksaan Telinga: Telinga Kanan Yang Diperiksa Telinga Kiri Normotia Bentuk telinga luar Normotia Fistula preaurikula -, abses - , hematoma -, meatus akustikus eksternus tampak, nyeri tarik auricula -, nyeri tekan tragus - Daun telinga Fistula preaurikula -, abses -, hematoma -, meatus akustikus eksternus tampak, nyeri tarik auricula +, nyeri tekan tragus + 4
Nyeri tekan mastoid -, sikatriks - Retroaurikuler Nyeri tekan mastoid +, sikatriks + Fistel postaurikular +abses+
Lapang Tidak hiperemis - - Liang telinga a) Lapang/sempit b) Warna epidermis c) Sekret d) Serumen e) Kelainan lain
Lapang Tidak hiperemis purulen - Intak Membrana timpani Tidak terlihat
b. Pemeriksaan Hidung: Hidung Kanan Yang Diperiksa Hidung Kiri Bentuk hidung normal Bentuk hidung luar Bentuk hidung normal Tidak tampak Deformitas Tidak tampak - Nyeri tekan - - Krepitasi - Rinoskopi Anterior Lapang, vibrissae + Vestibulum Lapang, vibrissae + Tidak hiperemis, eutrofi, permukaan rata Konka inferior Tidak hiperemis, eutrofi, permukaan rata Tidak hiperemis, eutrofi, permukaan rata Konka media Tidak hiperemis, eutrofi, permukaan rata Sulit dinilai Konka superior Sulit dinilai 5
Sulit dinilai Meatus nasi Sulit dinilai Sekret -, darah - Kavum nasi Sekret -, darah - Tidak hiperemis Mukosa Tidak hiperemis - Sekret - Deviasi - Septum Deviasi - Sekret -, krusta - Dasar hidung Sekret -, krusta -
c. Pemeriksaan Tenggorok: Trismus : - Palatum : Tidak ditemukan kelainan Mukosa faring : Hiperemis - Arkus faring : Simetris kanan dan kiri, hiperemis - Uvula : Di tengah, edema -, hiperemis - Tonsila palatina : Besar : T1-T1 : Warna : Hiperemis - : Kripta : Tidak melebar : Detritus : -/- Dinding posterior faring : Hiperemis -, permukaan rata, post nasal drip - Lidah : Normoglossia Gusi dan gigi-geligi : Oral hygiene cukup, karies gigi -
d. Pemeriksaan Maksilofasial: Wajah Kanan Yang Diperiksa Wajah Kiri - Deformitas - - Nyeri tekan dahi/ pertengahan alis - - Nyeri tekan pangkal hidung - - Nyeri tekan pelipis - - Nyeri tekan pipi - - Paresis N VII +, Grade II 6
e. Pemeriksaan Leher: Deformitas : - Pergerakan : Baik atas-bawah serta kanan-kiri Massa : Tidak tampak dan tidak teraba KGB : Tidak teraba membesar, nyeri tekan -
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG A. Pemeriksaan Laboratorium (06 Juli dan 7 juli 2014): Parameter Hasil Pasien Nilai Rujukan Kesimpulan Hb 13.3 g/dl 11.0-16.5 g/dl Normal Eritrosit 5.00 x 10 6 / ul 3.8-5.8 x 10 6 / ul Normal Ht 38.4 % 35.0-50.0 % Normal MCV 76.8 Fl 80.0-97.0 Fl Normal MCH 26.6 pg 26.5-33.5 pg Normal MCHC 34.6 g/dl 31.5-35.0 g/dl Normal Leukosit 9.75 x 10 3 / ul 4-11 x 10 3 / ul Normal Eosinofil 8.6 % 0-5 % Meningkat Basofil 0.04 % 0-1 % Normal Neutrofil 60.0 % 46-75 % Normal Limfosit 26.4 % 17-48 % Normal Monosit 4.6 % 4-10 % Normal LED 7 mm/jam < 5 mm/jam Normal Golongan Darah O - - HbsAg Negatif Negatif Normal Ureum 9.5 mg/dl 10-50 mg/dl Menurun Kreatinin 0.53 mg/dl 0.7-1.2 mg/dl Menurun Gula Darah sewaktu 84 mg/dl 70-150 mg/dl Normal CT 7 menit 5-15 menit 7
BT 2 menit 1-6 menit SGOT 9 Up to :32 U/l Normal SGPT 7 Up to: 31 U/l Normal Total Protein 8,1 6.6-8.7 g/dl Normal Albumin 4.5 3.4-4.8 g/dl Normal Na 142 135-147 meq/l Normal Kalium 4.1 3.5-5.0 meq/l Normal Chlor 105 94-111 meq/l Normal Kesan : eosinofil meningkat, ureum dan kreatinin menurun
B. Pemeriksaan Radiografi Mastoid Bilateral (schuller) pada tanggal 28 juni 2014 : Pada hasil pemeriksaan fisik serta interpretasi gambar didapatkan kesan Mastoiditis Kronis bilateral dengan suspek Cholesteatoma kiri, namun pada hasil pemeriksaan Radiografi didapatkan kesan Matoiditis Kronis bilateral dengan suspek Cholesteatoma kanan.
8
CT-Scan Mastoid tanpa kontras (07 Juli 2014): Mastoid air cell kiri kanan tampak sklerotik, tampak bayangan masa hypodermis yang tampak meluas sampai telinga tengah dan CAE kiri, tampak destruksi pada temporalis mastoid kiri sampai sinus sigmoid kiri, ossicle dan cochlea kiri tampak terobliterasi bayangan massa,choclea dan ossicle kanan tampak baik, tampak bayangan lusen kecil pada antrum mastoid kanan, tegmen timpani kiri kanan intak, CAE kanan cerah.
9
a. CT-Scan Potongan Aksial :
b. CT-Scan Potongan Koronoal : 10
Kesimpulan: otomastoiditis kiri dan mastoiditis kanan susp. massa pada mastoiditis kiri yang meluas ke telinga tengah dan CAE sampai sinus sigmoid kiri dengan destruksi pada temporalis mastoid kiri; susp.ec kolesteatom maligna. kolesteatom kanan. 11
C. Audiometri :
AD: Ambang dengar 20 dB AS: Gangguan hantaran udara 80 dB, test hantaran tulang sulit dilakukan. V. RESUME Ana perempuan berusia 21 tahun datang dengan keluhan pusing berputar sejak 1 tahun yang lalu,diawali dengan demam, flu, nyeri dan bengkak pada telinga kiri, serta terdapat nanah pada belakang telinga kiri. Pasien juga mengeluh sering keluar cairan kadang kental, encer bahkan berdarah pada telinga kirinya sejak usia 7 tahun hilang timbul. Nyeri pada telinga kiri dirasa pasien 6 bulan yang lalu dan sekitar 2 bulan yang lalu ada bisul yang pecah dibelakang telinga kirinya. Pasien juga merasa telinga kiri mengalami penurunan pendengaran. Pasien mengaku sewaktu kelas 3 SMK pernah mengalami hal serupa, namun dirasa membaik setelah berobat ke bidan. Pada pemeriksaan liang telinga kiri terdapat nyeri tarik auricular, nyeri tekan tragus, nyeri tekan mastoid, serta sikatriks pada RA sinistra. Selain itu juga terdapat fistel dan abses paada post auricular. Pemeriksaan foto rontgen 12
Schuller didapat gambaran mastoiditis bilateral dengan suspek cholesteatoma kanan, CT-scan mastoid didapat gambaran otomastoiditis kiri dan mastoiditis kanan. Pemeriksaan audiometri menunjukkan gangguan hantaran udara 80 dB. VI. DIAGNOSIS KERJA Otomasastoiditis kronis sinistra dengan kolesteatoma. Parese nervus fasialis perifer grade II sinistra VII. RENCANA PENGOBATAN A. Medikamentosa: a. Levofloxacin drip 1x1, 1 jam pre op dilanjutkan post operasi: antibiotik diberikan untuk mengatasi otomastoiditis. b. Pronalges supp 2x1 : merupakan obat golongan NSAID sebagai anti inflamasi,analgetik serta antipiretik yang juga yang bertujuan untuk mengurangi nyeri setelah operasi c. Mecobalamin 3x500 mg : merupakan metabolit dari vitamin B12 yang berperan dalam pemeliharaan fungsi saraf. d. Dexametason 3x1 amp : merupakan obat golongan glukokortikoid yang bekerja sebagai anti inflamasi. e. Omeprazole 2x1 kap I jam sebelum makan. : merupakan obat golongan proton pump inhibitor (ppi) untuk menghindari radang pada lambung. B. Tindakan operatif mastoidektomi radikal sinistra : merupakan prinsip terapi OMSK tipe bahaya dengan tujuan untuk mencegah komplikasi lebih lanjut. C. Tindakan dekompresi nervus fasialis : merupakan prinsip terapi kelumpuhan nervus fasialis dengan tujuan untuk mengembalikan fungsi dari nervus fasialis. VIII. LAPORAN OPERASI Pada hari Sabtu tanggal 8 juli 2014, dilakukan tindakan operatif dengan laporan operasi sebagai berikut: Operator : Dr. Teppy Hartubi Djohar, Sp.THT Assisten Operator : Rosmiar Ahli Anastesi : Dr. Marshel, Sp.An Assisten Anastesi : Rosmiar Teknik Anastesi : GA-OTK 13
ASA : II Nama Pembedahan : Mastoidektomi radikal sinistra dan dekompresi nervus fasialis. Sifat Pembedahan : Elektif Jam Mulai/ Selesai : 10.20 WIB Lama Pembedahan : 240 menit Uraian Pembedahan : Setelah pasien dalam keadaan anastesi dilakukan tindakan aseptik dan antiseptik dengan larutan betadine dan alcohol pada daerah telinga dan sekitarnya. Dilakukan evaluasi CAE dengan menggunakan mikroskop. Ditemukan jaringan granulasi memenuhi CAE, fistel retroaurikula,dan sikatrik bekas fistel lama. Dilakukan batas garis insisi kira-kira 3mm dibelakang plika retroaurikular, mulai dari superior hingga mendekati titik mastoid. Kemudian dilakukan infiltrasi cairan Aqua yang mengandung Adrenalin 1/100.000 di beberapa titik. Kemudian dilakukan insisi lapis demi lapis kearah CAE. Dilakukan pengambilan fasia muskulus temporalis profunda kira-kira d= 15 mm x 20mm. Dilakukan separasi dengan memasang retraktor mastoid hingga tampak planum mastoid. Kemudian dilakukan pengeluaran bagian anteriornya ternyata dinding sudah tipis, rapu, tampak didalamnya kolesteatoma memenuhi antrum mastoid. Kemudian kolesteatom dibuang ternyata kolesteatom sampai kearah cavum timpani. Dinding posterior CAE sudah hancur, sehingga tampak nervus fasialis yang terbuka. Rongga mastoid, cavum timpani, dan mastoid saling berhubungan. Ketiga kanalis semisirkularis masih utuh, n. korda timpani sudah tidak ada, osikel sudah hancur, kecuali foot plate stapes. Sinus sigmoid terbuka kira-kira 15x10 mm. tegmen timpani dan tegmen mastoid masih utuh. Tuba tertutup oleh jaringan granulasi dan kolesteatom. Dilakukan pembersihan kolesteatom dan jaringan granulasi diseluruh kavum mastoid dan timpani semaksimal mungkin. Kemudian dilakukan tindakan pembersihan dengan H202 3% kemudian dibilas dengan Aqua san terakhir dibersihkan dengan 14
betadin. Defek pada sigmoid plate di tutup dengan graft fasia , kemudian diatasnya ditampon oleh sponge gel. Kemudian dibuat plate superior dan inferior untuk obliterans rongga mastoid dan dibuat flap krner agar dinding CAE terbuka lebar. Keadaan Pre-Op : Kesadaran CM, TD 110/70 mmHg, N 80x/menit, S 36C, RR 22x/menit, Sat 100% Keadaan Post-Op : Keadaan umum lemah, CM, TD 92/51 mmHg, N 66x/menit, Tatalaksana Post-Op : Awasi tanda-tanda vital : Bed Rest : makan bubur terlebih dahulu : Terapi obat : Levofloxacin drip 1 x 1 : pronalges supp 2 x 1
IX. FOLLOW UP PASIEN Tanggal 09-07-2014 10-07-2014 11-07-2014 Subjective Pasien mengaku setelah operasi muntah satu kali dan merasa pusing, kemudian daerah pipi kiri,sekitar mata kiri terasa nyut-nyutan. Luka bekas operasi masih terasa berdenyut. Pada pendengaran sebelah kiri pasien merasa tidak membaik.BAK+, BAB post op - Pasien merasa kedutan yang dirasakan kemarin sudah mulai menghilang, hanya terasa sedikit di area sekitar mata kiri. Luka bekas operasi masi berdenyut. Pada telinga kiri dirasakan masih sakit, kemarin sore pasien mengaku merasa keluar cairan pada belakang telinga kirinya. Pendengaran tidak Pasien mengaku luka bekas operasi masih sedikitberdenyutt tetapi terasa lebih baik. nyut- nyutan diarea wajah sudah tidak dirasakan lagi. Pendengaran dirasa tetap tidak membaik. BAB+, BAB post op + 15
membaik. BAK +, BAB post op - Objective Status generalis: Kesadaran CM Tampak sakit sedang Kesan gizi cukup TTV: TD 110/80 mmHg, N 80x/m, S 36.8C, RR 16x/m Status lokalis: Telinga: tampak darah yang merembes pada luka beks operasi di perban. Oedem pada area sekitar luka operasi. Pada inspeksi mata tampak mata kiri yang tidak dapat menutup dengan sempurna. Pada pemeriksaan dahi terlihat kerutan dahi sebelah kiri sedikit menghilang Hidung: DBN Tenggorokan: DBN Maksilofasial: Nyeri tekan Leher: DBN Status generalis: Kesadaran CM Tampak sakit ringan Kesan gizi cukup TTV: TD 110/70 mmHg, N 76x/m, S 35.2C, RR 18x/m Status lokalis: Telinga: sama dengan hari sebelumnya. Pada inspeksi mata dan dahi juga terlihat belum membaik. Hidung: DBN Tenggorokan: DBN, PND berupa darah Maksilofasial: Nyeri tekan Leher: DBN Status generalis: Kesadaran CM Tampak sakit ringan Kesan gizi cukup TTV: TD 110/70 mmHg, N 60x/m, S 36.5C, RR 16x/m Status lokalis: Telinga: verban telah diganti. Tidak tampak lagi darah yang merembes pada luka bekas operasi. Hidung: Sekret -/-, darah mengalir -/-, bekuan darah +/- Tenggorokan: DBN, PND berupa darah Maksilofasial: Nyeri tekan Leher: DBN Assessment Post-operasi Post-operasi Post-operasi 16
Mastoidektomi radikal sinistra Mastoidektomi radikal sinistra,komplikasi +, perbaikan + Mastoidektomi radikal sinistra,komplikasi +, perbaikan + Planning Verban telinga dipertahankan Terapi obat dilanjutkan sesuai instruksi post- operasi Ganti verban Terapi obat dilanjutkan Tambahan obat: Mecobalamin 3x50 mg post operasi Dexametason inj 3x1 amp (iv) Omeprazole 2x1 kap 1 jam ac Pasien rawat jalan karena sudah tidak ada perdarahan Terapi obat rawat jalan: Levofloxacin 500 mg tablet 1 x 1 Kontrol 5 hari
X. RESUME PERAWATAN 07 juli 2014 :Pasien dirawat dengan diagnosis masuk OMSK sinistra suspek kolesteatoma sinistra dan paresis nervus fasialis perifer sinistra ringan. Rencana operasi mastoidektomi radikal. Persetujuan tindakan operasi ada dan telah ditandatangani. 08 juli 2014 :Dilakukan operasi mastoidektomi radikal di kamar pembedahan dilanjutkan dengan pemberian obat sesuai instruksi post operasi. 09 juli 2014 :Pasien post-operasi Mastoidektomi radikal tanpa komplikasi. Terapi dilanjutkan dan mendapatkan tambahan terapi. 10 juli 2014 :Dilakukan pencabutan verban telinga yang dipasang pada telinga kiri. 11 juli 2014 :Pasien dipulangkan dengan obat Levofloxacin 500 mg tablet 1 x 1,serta instruksi kontrol 5 hari pasca perawatan. XI. PROGNOSIS Quo ad Vitam : Ad Bonam. Quo ad Fungsionam : Dubia Ad Bonam. Quo ad Sanationam : Dubia Ad Malam.
17
TINJAUAN PUSTAKA
I. Otitis Media Supuratif Kronis
1.1 Definisi Otitis media supuratif kronis (OMSK) adalah infeksi kronis di telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah (otorea) terus menerus dan hilang timbul. Sekret mungkin encer, atau kental, bening atau berupa nanah. Dimaksud dengan kronis ialah infeksi pada telinga tengah sudah lebih dari 2 bulan bila kurang dari 2 bulan disebut otitis media supuratif subakut. 1 1.2 Epidiomologi Insiden OMSK ini bervariasi pada setiap Negara. Secara umum dipengaruhi oleh kondisi sosial, ekonomi, tempat tinggal yang padat, hygine, dan nutria yang jelek. Lebih dari 90 % beban dunia akibat OMSK ini dipikul oleh negara-negara di Asia Tenggara, daerah pasifik Barat, Afrika, dan beberapa daerah minoritas di Pasifik. Kehidupan sosial ekonomi yang rendah, lingkungan kumuh dan status kesehatan serta gizi yang jelek merupakan faktor yang menjadi dasar untuk meningkatnya prevalensi OMSK pada negara yang sedang berkembang. 2 Pada tahun 1994-1996 diadakan survey kesehatan indra penglihatan dan pendengaran pada 7 provinsi di Indonesia oleh Ditjen Pembinaan Kesehatan Masyarakat Depkes RI. Survey tersebut mendapat hasil prevalensi untuk OMSK di Indonesia adalah 3.9% dan pasien OMSK Merupakan 25% dari pasien-pasien yang berobat di poliklinik THT rumah sakit di Indonesia. 3 World Health Organization juga mengadakan survey pada tahun 1996 dan menemukan prevalensi OMSK di Indonesia sekitar 3.8% atau diperkirakan 6.6 juta penduduk Indonesia. 4 Hasil penelitian ini termasuk tinggi menurut WHO karena ada di kisaran 2-4 persen. 1.3 Etilogi Etiologi omsk dapat dibagi menjadi : 1. Omsk tanpa kolesteatoma 18
Penyebabnya dapat berupa kuman Aerob seperti : Pseudomonas aeroginosa, Staphylococcus aureus, A. Anitratus, Proteus Mirabilis, Difteroid, Steptococcus epidermidis , Klabsiella pneumonia, Sterptococcus b-haemolyticus, p.Alkalifasies, Steptococcus anhaemolyticus,serta kuman Anaerob seperti : Bacterioides Frogilis, Clostridium sporogenes, Clostredium perfrigens, Clostridium noyvi. 6
1.4 Perjalanan Penyakit OMSK Otitis media akut dengan perforasi membran timpani menjadi otitis media supuratif kronik apabila prosesnya sudah lebih dari 2 bulan. Bila proses infeksi kurang dari 2 bulan, disebut otitis media supuratif sub-akut. 1 Biasanya hal ini dimulai dari keadaan disfungsi dari Tuba Eustachius. Pada keadaan normal, berada dalam keadaan tertutup dan akan membuka bila kita menelan. Tuba eutachius ini berfungsi untuk menyeimbangkan tekanan udaraa telinga tengah dengan tekanan udara luar (tekanan udara atmosfer). Fungsi tuba yang belum sempurna, tuba yang pendek, penampang yang relative besar, dan posisi tuba yang mendatar menjelaskan mengapa suatu infeksi saluran pernafasan atas pada adan lebih mudah menjalar ketelinga tengah sehingga sering menimbulkan Otitis Media dibandingkan orang dewasa. 1 Beberapa faktor yang menyebabkan otitis media akut (OMA) menjadi OMSK ialah terapi yang terlambat diberikan, terapi yang tidak adekuat, virulensi kuman tinggi, daya tahan tubuh pasien rendah (gizi kurang) atau hygiene buruk. 1
1.5 Klasifikasi OMSK OMSK bisa diklasifikasikan berdasarkan letak perforasi dan juga berdasarkan aktivitas sekret sebagai berikut: Berdasarkan letak perforasi: 1. OMSK tipe aman/ tipe mukosa/ tipe benigna Proses peradangan pada OMSK tipe aman terbatas pada mukosa saja, dan biasanya tidak mengenai tulang. Perforasi terletak di sentral.Umumnya OMSK tipe aman jarang menimbulkan komplikasi yang berbahaya. Pada OMSK tipe aman tidak terdapat kolesteatoma. Kolesteatoma adalah suatu kista epiterial yang berisi deskuamasi epitel (keratin). 1
2. OMSK tipe bahaya/ tipe tulang/ tipe maligna OMSK tipe bahaya, ialah OMSK yang disertai kolesteatoma. Perforasi pada OMSK tipe bahaya letaknya marginal atau di atik dan khasnya dengan terbentuk kantong retraksi tempat bertumpuknya deskuamasi keratin yang terus menerus sampai 19
menghasilkan kolesteatom. Kolesteatom bermasa amorf, konsistensi seperti mentega, berwarna putih, terdiri dari lapisan epitel yang telah nekrosis. Pathogenesis kolesteatom antara lain adalah teori invaginasi, teori migrasi, teori metaplasia,dan teori implantasi. Teori tersebut akan lebih mudah dipahami jika diperhatikan definisi dari kolestatom, epitel yang berada pada tempat yang salah atau terperangkap. Seperti yang kita ketahui bahwa seluruh epitel kulit (keratinizing stratified squamous epithelium) pada tubuh kita berada pada lokasi terbuka atau terpapar dunia luar. Epitel telinga merupakan suatu daerah cul-de-sac sehingga apabila terdapat serumen pada liang telingadalam waktu yang lama maka dari epitel kulit yang berada medial dari serumen tersebut akan terperangkap sehingga terbentuk kolesteatoma. Kadang kadang terdapat juga kolesteatoma pada OMSK dengan perforasi sub-total. Sebagian besar komplikasi yang berbahaya atau fatal timbul pada OMSK tipe bahaya 1 OMSK tipe bahaya seringkali menimbulkan komplikasi yang berbahaya pula, maka perlu ditegakkan diagnosis dini. Walaupun diagnosis pasti baru dapat ditegakkan di kamar operasi, namun beberapa tanda klinik dapat menjadi pedoman akan adanya OMSK tipe bahaya, yaitu perforasi pada marginal atau atik. Sedangkan kasus yang sudah lanjut dapat terlihat abses fistula retroaurikuler (di belakang telinga), polip atau jaringan granulasi di liang telinga luar yang berasal dari telinga tengah, sekret berbentuk nanah dan berbau khas (aroma kolesteatoma) atau terlihat kolesteatoma pada telinga tengah, serta pada foto rontgen mastoid. 1
Berdasarkan aktivitas sekret: 1. OMSK aktif: OMSK dengan sekret yang keluar dari kavum timpani secara aktif. (1)
2. OMSK tenang: OMSK dimana sekret tidak mengalir keluar dari kavum timpani. Kavum timpani dapat terlihat basah atau kering. (1)
1.6 Diagnosis OMSK Diagnosis OMSK dibuat berdasarkan gejala klinik dan pemeriksaan THT terutama pemeriksaan otoskopi. Pemeriksaan sederhana untuk mengetahui adanya gangguan pendengaran. Untuk mengetahui jenis dan derajat gangguan pendengaran dapat dilakukan pemeriksaan audiometri nada murni, audiometric tutu (speech audiometry) dan pemeriksaan BERA (brainstem evoked response audiometri), bagi pasien/ anak yang tidak kooperatif dengan pemeriksaan audiometri nada murni. 1 Pemeriksaan penunjang lain berupa foto 20
rontgen mastioid, CT-scan yang menunjukan adanya gambaran kolestatoma, serta kultur dan uji resistensi kuman dari sekret telinga. 1
1.7 Tatalaksana OMSK Tatalaksana OMSK berbeda antara OMSK tipe aman dan OMSK tipe bahaya.Terapi OMSK tidak jarang memerlukan waktu lama, serta harus berulang ulang. Sekret yang keluar tidak cepat kering atau selalu kambuh lagi. Hal ini bisa terjadi karena satu atau beberapa keadaan, yaitu: 1
Adanya perforasi membran timpani yang permanen, sehingga telinga tengah berhubungan dengan dunia luar .
Terdapat sumber infeksi di faring, nasofaring, hidung, dan sinus paranasal. Sudah terbentuk jaringan patologik yang irreversible dalam rongga mastoid. Gizi dan higienis yang kurang Prinsip OMSK tipe aman ialah konservatif atau dengan medikamentosa. Bila sekret yang keluar terus menerus, maka diberikan obat pencuci telinga, berupa larutan hydrogen peroksida 3% selama 3 5 hari. Setelah sekret berkurang dilanjutkan terapi dengan memberikan obat tetes telinga yang mengandung antibiotik dan kortikosteroid.Secara oral diberikan antibiotika dari golongan ampisilin, atau dapat diberikan eritromisin jika pasien alergi penisilin.Pada infeksi yang dicurigai bakterinya dicurigai telah resisten terhadap ampisilin dapat diberikan ampisilin asam klavulanat. 1
Bila sekret telah kering, tetapi perforasi masih ada setelah diobservasi selama 2 bulan, maka idealnya dilakukan miringoplasti atau timpanoplasti.Operasi ini bertujuan untuk menghentikan infeksi secara permanen, memperbaiki membran timpani yang perforasi, mencegah terjadinya komplikasi atau kerusakan pendengaran yang lebih berat, serta memperbaiki pendengaran. 1
Bila terdapat sumber infeksi yang menyebabkan infeksi masih tetap ada, atau terjadinya infeksi berulang, maka sumber infeksi itu harus diobati terlebih dahulu, mungkin juga perlu melakukan pembedahan, misalnya adenoidektomi, atau tonsilektomi. 1
Prinsip terapi OMSK tipe bahaya ialah pembedahan, yaitu mastoidektomi, dengan atau tanpa timpanoplasti.Terapi konservatif dengan medikamentosa hanyalah merupakan 21
terapi sementara sebelum dilakukan pembedahan. Bila terdapat abses subperiosteal retroaurikuler, maka insisi abses sebaiknya dilakukan tersendiri sebelum mastoidektomi. 1
Rongga telinga tengah dan rongga mastoid berhubungan langsung melalui aditus ad antrum.Oleh karena itu infeksi kronis telinga tengah yang sudah berlangsung lama biasanya disertai infeksi kronis di rongga mastoid.Infeksi rongga mastoid dikenal dengan mastoiditis.Beberapa ahli menggolongkan mastoiditis ke dalam komplikasi OMSK. 1 Berikut pedoman tatalaksana OMSK :
22
1.8 Jenis Pembedahan Pada OMSK Ada beberapa jenis pembedahan atau teknik operasi yang dapat dilakukan pada OMSK dengan mastoiditis kronis, baik tipe aman atau bahaya, antara lain: 1
Mastoidektomi sederhana Mastoidektomi radikal Mastoidektomi radikal dengan modifikasi Miringoplasti Timpanoplasti Pendekatan ganda timpanoplasti (combined approach timpanoplasty) Jenis operasi yang dilakukan tergantung pada luasnya infeksi, atau kolesteatom, sarana yang tersedia serta pengalaman operator. 1
Mastoidektomi sederhana dilakukan pada OMSK tipe aman yang dengan pengobatan konservatif tidak sembuh.Dengan tindakan operasi ini dilakukan pembersihan ruang mastoid dari jaringan patologik.Tujuannya ialah supaya infeksi tenang dan telinga tidak berair lagi. 1
Mastoidektomi radikal dilakukan pada OMSK bahaya dengan infeksi atau kolesteatoma yang sudah meluas.Pada operasi ini rongga mastoid dan kavum timpani dibersihkan dari semua jaringan patologik. Dinding batas antara liang telinga luar dan telinga tengah dengan rongga mastoid diruntuhkan, sehingga ketiga daerah anatomi tersebut menjadi satu ruangan. Tujuan operasi ini ialah untuk membuang semua jaringan patologik dan mencegah komplikasi ke intrakranial.Fungsi pendengaran tidak diperbaiki. 1
Mastoidektomi radikal dengan modifikasi (operasi Bondy) dilakukan pada OMSK dengan kolesteatoma di bagian atik, tetapi belum merusak kavum timpani. Seluruh rongga mastoid dibersihkan dan dinding posterior liang telinga direndahkan. Tujuan operasi ialah untuk membuang semua jaringan patologik dari rongga mastoid, dan mempertahankan pendengaran yang masih ada. 1
Miringoplasti merupakan jenis timpanoplasti yang paling ringan.Rekonstruksi hanya dilakukan pada membran timpani.Tujuan operasi ini ialah untuk mencegah berulangnya infeksi telinga tengah pada OMSK tipe aman dengan perforasi yang menetap. 1
23
Timpanoplasti adalah operasi yang dikerjakan pada OMSK tipe aman dengan kerusakan yang lebih berat atau OMSK tipe aman yang tidak bisa ditenangkan dengan pengobatan medikamentosa.Tujuan operasi ini ialah untuk menyembuhkan penyakit serta memperbaiki pendengaran.Pada operasi ini selain rekonstruksi membran timpani sering kali harus rekonstruksi tulang pendengaran. 1
Timpanoplasti dengan pendekatan ganda (combined approach tympanoplasty) merupakan operasi timpanolasti yang dikerjakan pada kasus OMSK tipe bahaya atau OMSK tipe aman dengan jaringan granulasi yang luas. Tujuan operasi ini untuk menyembuhkan penyakit serta memperbaiki pendengaran tanpa melakukan teknik mastoidektomi radikal ( tanpa meruntuhkan dinding posterior liang telinga) 1 1.9 Penatalaksanaan Baku OMSK dari WHO : Ditujukan terutama untuk pegangan dokter di lini pertama pelayanan kesehatan. Pelayanan dimuali sejak ditemukan pasien dengan riwayat otorea 2 minggu atau lebih. Perhatikanlah keberadaan komplikasi OMSK yaitu demam, nyeri telinga hebat,sakit kepala, sempoyongan(vertigo), bengkak disekitar telinga. Rujuk pasien ke spesialis THT untuk kemungkinan Mastoidektomi segera. Mullai antibiotic dosis tinggi, serta eradikasi infeksi sampai rekonstruksi telinga tengah. Pasien otorea aktof tanpa komplikasi perika dengan teliti terhadap tanda bahaya. Bersihkan dan keringkan liang telinga, atau pasang tampon longgar,ajari pasien/ pengantar cara membersihkan telinga. Apabila otorea hilang setelah 2 minggu pengobatan dan bila otorea tidak kambuh lagi paling sedikit dalam waktu 1 tahuntetapi dengan pendengaran berkurang, tawarkan operasi rekonstruksi atau alat bantu dengar. Bila otorea tidak berhenti waspada bahaya, anjurkan segera untuk kemungkinan operasi. 7
II. Kelumpuhan Nervus Fasialis Perifer
2.1 Definisi Kelumpuhan nervus fasialis (n. VII) merupakan kelumpuhan otot-otot wajah. Pasien tidak dapat atau kurang dapat menggerakkan otot wajah, sehingga wajah tampak tidak simetris. Dalam menggerakkan otot ketika menggembungkan pipi dan mengerutkan dahi tampak sekali wajah pasien tidak simetris. 5
24
2.2 Anatomi Nervus fasialis merupakan saraf cranial terpanjang yang berjalan di dalam tulang, sehingga sebagian besar kelainan nervus fasialis terletak di dalam tulang temporal. Nervus fasialis terdiri dari 3 komponen, yaitu komponen motoris, sensoris dan parasimpatis. Komponen motoris mensarafi otot wajah, kecuali m. levator palpebra superior. Selain otot wajah nervus fasialis juga mensarafi m. stapedius dan venter posterior m. digastrikus.
Komponen sensoris mensarafi duapertiga anterior lidah untuk mengecap, melalui nervus korda timpani. Komponen parasimpatis memberikan persarafan pada glandula lakrimalis, glandula submandibula dan glandula lingualis. Nevus fasialis mempunyai dua inti, yaitu inti superior dan inti inferior. Inti superior mendapat persarafan dari korteks motor secara bilateral, sedangkan inti inferior hanya mendapat persarafan dari satu sisi. Serabut dari kedua inti berjalan mengelilingi ini (nucleus) nervus abdusen (n. VI), kemudian meninggalkan pons bersama-sama dengan n. VIII (nervus koklea) dan nervus intermedius (Whrisberg), masuk ke dalam tulang temporal melalui porus akustikus interus. Setelah masuk ke dalam tulang temporal, n. VII (n. fasialis) akan berjalan dalam suatu saluran tulang yang disebut kanal Fallopi. 2 Dalam perjalanan di dalam tulang temporal, n. VII dibagi 3 segmen, yaitu segmen labirin, segmen timpani dan segmen mastoid. 2 Segmen labirin terletak antara akhir kanal akustik internus dan ganglion genikulatum.Panjang segmen ini 2-4 milimeter. 5
Segmen timpani (segmen vertical) terletak diantara bagian distal ganglion genikulatum dan berjalan ke arah posterior telinga tengah, kemudian naik ke arah tingkap lonjong (fenestra ovalis) dan stapes, lalu turun dan kemudian terletak sejajar dengan kanal semisirkularis horizontal. Panjang segmen ini kira-kira 12 milimeter. 2 Segmen mastoid (segmen vertical), mulai dari dinding medial dan superior kavum timpani.Perubahan posisi dari segmen timpani menjadi segmen mastoid, disebut segmen pyramidal atau genu eksterna. Bagian ini merupakan bagian paling posterior dari n. VII, sehingga mudah terkena trauma pada saat operasi.Selanjutnya segmen ini berjalan ke arah kaudal menuju foramen stilomastoid. Panjang segmen ini 15-21 milimeter. 5
Setelah keluar dari dalam tulang mastoid, n. VII menuju ke glandula parotis dan membagi dini untuk untuk mensarafi otot-otot wajah. Di dalam tulang temporal, n. VII memberikan tiga cabang penting, yaitu nervus petrosus superior mayor, nervus stapedius dan korda timpani. Nervus petrosus superior mayor yang keluar dari ganglion genikulatum.Saraf memberikan rangsang untuk sekresi pada kelenjar lakrimalis.Nervus stapedius yang 25
mensarafi muskulsu stapedius dan berfungsi sebagai peredam suara.Korda timpani yang memberikan serabut perasa pada duapertiga lidah bagian depan. 5
Beikut gambaran perjalanan nervus fasialis :
2.3 Etiologi Kelumpuhan Nervus Fasialis Penyebab kelumpuhan n. fasialis mungkin congenital, infeksi, tumor, trauma, gangguan pembuluh darah, dan idiopatik. Biasanya kelumpuhan yang didapat sejak lahir (congenital) bersifat irreversible dan terdapat bersamaan dengan anomaly pada telinga dan tulang pendengaran. 5
Sebagai akibat proses infeksi di intracranial atau infeksi telinga tengah, dapat menyebabkan kelumpuhan n.fasialis. infeksiintrakranial yang menyebabkan kelumpuhan ini sindrom Ramsey-Hunt, herpes optikus, dan infeksi telinga tengah yang dapat menyebabkan kelumpuhan n. fasialis adalah otitis media supuratif kronis yang telah merusak kanal fallopi. 5
Selain itu nervus fasialis juga dapat terkena oleh karena penyebaran infeksi langsung ke kanalis fasialis pada otitis media akut.Pada otitis media kronis, kerusakan terjadi oleh erosi tulang oleh kolesteatom atau oleh jaringan granulasi, disusul oleh infeksi ke dalam kanalis fasialis tersebut. 5
Pada otitis media akut operasi dekompresi kanalis fasialis tidak diperlukan.Perlu diberikan antibiotika dosis tinggi dan terapi penunjang lainnya, serta menghilangkan tekanan di dalam kavum timpani dengan drainase.Bila dalam jangka waktu tertentu ternyata tidak ada perbaikan setelah diukur dengan elektrodiagnostik, barulah dipikirkan untuk melakukan dekompresi. 6
26
Pada otitis media supuratif kronis, tindakan dekompresi harus segera dilakukan tanpa harus menunggu pemeriksaan elektrodiagnostik. 3 Selain itu fraktur pars petrosa os temporal oleh karena trauma kepala dapat menyebabkan kelumpuhan nervus fasialis. 2 Etiologi kelumpuhan nervus fasialis ini kadang-kadang tidak jelas (idiopatik).Kelumpuhan ini disebut juga bells palsy. 2
2.4 Penatalaksanaan Pengobatan terhadap kasus parese nervus fasialis dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu: 5
1. Pada kasus dengan gangguan hantaran ringan dan fungsi motor masih baik pengobatan ditujukan untuk menghilangkan edema saraf dengan menggunakan obat obatan sepert anti edem, vasodilatansia, dan neurotro-nika. 2. Pada kasus dengan gangguan hantaran berat atau sudah terjadi denervasi total tindakan operatif segera harus dilakukan dengan teknik dekompresi nervus fasialis transmastoid.
27
KESIMPULAN OMSK (otitis media Supuratif Kronis) atau yang biasa disebut di masyarakat sengan istilah congek adalah suatu infeksi telingan tengah dengan perforasi membrane timpani dan riwayat keluar sekret dari telinga tengah (otorea) lebih dari dua bulan , baik terus menerus atau hilang timbul. Omsk merupakan penyakit yang sering dijumpai pada negara yang sedang berkembang . secara umum ras dan faktor sosial ekonomi mempengaruhi kejadian OMSK pada negara yang sedang berkembang. Indonesia merupakan negara dengan prevalensi tinggi untuk kasus OMSK. OMSK berpotensi untuk menjai serius karena komplikasinya yang dapat mengancam kesehatan dan dapat menyebabkan kematian. Komplikasi intracranial yang paling sering ditemukan adalah meningitis. Penatalaksanakaan OMSK harus didasari pada faktor-faktor penyebabnya dan stadium penyakitnya. Terapi dibutuhkan lama dan berulang-ulang. Seringkai sekret yang keluar tidak cepat kering dan kambuh lagi. Bila sudah di diagnosis kolesteatom, maka mutlak harus dilakukan operasi, tetapi obat-obatan dapat digunakan untuk mengontrol infeksi sebelum operasi. Prinsip pengobatan tergantung dari jenis penyakit dan luasnya penyakit.
28
DAFTAR PUSTAKA
1. Djaafar ZA, Helmi, Restuti RD. Kelainan Telinga Tengah. In: Soepardi Efiaty A, Iskandar Nurbaiti; editors. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok. 6 th
ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2008. p.69-74. 2. Juan L. Anatomi telinga. Available at : http://depts.washington.edu/sphcs461/inner_ear/inner%20Ear20anatomy.pdf.Accesse d on: Sept 7, 2013. 3. Ditjen pembinaan kesehatan mayarakat Depkes RI. Survey Kesehatan indra penglihatan dan pendengaran pada 7 propinsi di Indonesia tahun 1994-1996. Depkes RI;1997. 4. Whorld Health Organization.1996.prevention of Hearing Impairment from Chronic Otitis Media. Available at: http://www.who Accessed on july 2014. 5. Sjarifuddin, Bashiruddin J, Bramantyo B. Kelumpuhan Nervus Fasialis Perifer. In: Soepardi Efiaty A, Iskandar Nurbaiti; editors. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok. 6 th ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2008. p.114-117. 6. Helmi, Djaafar ZA, Restuti RD. Komplikasi Otitis Media Supuratif. In: Soepardi Efiaty A, Iskandar Nurbaiti; editors. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok. 6 th ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2008. p.80 7. WHO. Chtonic suppurative otitis media burden of illness and management options. Child and Adolescent Helath and Developmet Preventionof Blindess and Deafness.WHO Geneva, Switerland 2004.