You are on page 1of 29

LONG CASE

OMSK dan Kolesteatoma disertai Parese Nervus Fasialis Perifer


Sinistra Ringan


DISUSUN OLEH:
Almirazada Zhes Putri
NIM: 030 10 022


PEMBIMBING:
Dr. Teppy Hartubi Djohar, Sp.THT
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT TELINGA HIDUNG DAN
TENGGOROKAN
RUMAH SAKIT OTORITA-BP BATAM
PERIODE 07 JULI 2014 16 AGUSTUS 2014
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI


1


Universitas Trisakti
Fakultas Kedokteran
Rumah Sakit Otorita Batam
STATUS PASIEN THT
STATUS DOKTER MUDA

Tanggal : 07-Juli-2014
Medical Record : 35-16-27
I. IDENTIFIKASI
Nama : Ana Sahroni Sirait Pekerjaan : Karyawan Swasta
Umur : 21 tahun Pendidikan : SMA
Jenis Kel. : Perempuan Alamat : Perum.Bida Ayu Blok O No.51

Agama : Protestan Status : Lajang
Suku : Batak

II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dengan pasien pada tanggal 08 juli 2014 pukul
07.00 WIB.
A. Keluhan Utama:
Pasien datang dengan keluhan pusing berputar sejak 1 tahun yang lalu.
Keluhan Tambahan:
Pasien juga mengeluh keluar cairan kadang kental,encer bahkan berdarah pada telinga
kirinya, juga terdapat nanah pada belakang telinga kirinya. Pasien juga merasa telinga
kiri mengalami penurunan pendengaran dibandingkan telinga kananya.
B. Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang dengan keluhan pusing berputar sejak 1 tahun yang lalu. Awalnya pasien
berobat ke klinik perusahaan karena keluhan pusing berputar serta adanya demam,flu,
nyeri pada telinga kiri serta keluarnya cairan yang cair, encer, kental dan kadang
2

berdarah pada telinga kiri. Nyeri telinga dirasakan sekitar 6 bulan yang lalu. Sekitar 2
bulan yang lalu pasien juga merasa terdapat bisul yang pecah pada belakang telinga
kirinya. Di klinik Perusahaan tersebut pasien diberi obat salep dan oral. Kemudian
dirasa bengkak berkurang, tetapi keluhan pusing dan nyeri telinga tak kunjung hilang,
Setelah itu oleh dr. klinik perusahaan pasien di sarankan berobat ke RSUD Batu Aji.
Disana pasien tidak diberi obat namun pasien kemudian dirujuk ke ahli THT di RSOB.
Pasien lalu diberikan obat tetes telinga dan oral. Pasien juga disarankan untuk
melakukan beberapa pemeriksaan penunjang dan melakukan uji tes pendengaran (Uji
Audiometri) di RS Awal Bros Batam. Setelah hasil test keluar pasien kembali ke
RSOB pada tanggal 6 juli 2014 untuk persiapan melakukan operasi telinga kirinya
(mastoidektomi radikal) yang dijadwaklan pada tanggal 8 juli 2014. Keluhan Demam,
batuk,pilek, penurunan berat badan, gangguan makan, BAB/BAK disangkal.
C. Riwayat Penyakit Dahulu:
Pasien mengaku pernah mengalami hal serupa, keluar cairan pada liang telinga kiri
sekitar 7 tahun yang lalu keluhan dirasa hilang timbul dan pada kelas 3 SMK keluar
cairan pada belakang telinga kirinya. Saat kelas 3 SMK pasien mengaku hanya berobat
ke bidan lalu diberi salep dan obat minum, awalnya luka bengkak dan kemudian pecah
hingga keluar nanah lalu luka mengering, kemudian luka dirasa membaik. Pasien
mengaku juga sering mengalami batuk pilek kurang lebih 1 minggu setiap kali terjadi
dan biasanya pasien mengobatinya dengan obat warung. Riwayat hipertensi, asma,
penyakit jantung, kencing manis, dan alergi disangkal.
D. Riwayat Pengobatan:
Pada saat masih kecil pasien mengalami hal yang sama, pasien hanya berobat ke bidan
dan bila dirasa membaik pasien membiarkannya saja. Sekitar satu bulan yang lalu
pasien berobat ke rumah sakit perusahaan, kemudian pasien diberi obat oral dan salep
telinga untuk mengobati bengkak pada belakang telinga kirinya, pasien meminum dan
menggunakan obat secara teratur dan hasilnya dirasa bengkak berkurang dan keluhan
sakit sedikit membaik.
E. Riwayat Penyakit Keluarga:
Tidak ada keluarga yang mengalami hal yang serupa. Ibu pasien penderita Hipertensi
dan Diabetes Mellitus
F. Riwayat Kebiasaan:
3

Pasien sering membersihkan kedua telingannya dengan cotton bud 2 kali sehari.
Pasien mengaku jarang berolahraga.
III. PEMERIKSAAN FISIK
A. Status Generalis:
Keadaan Umum : Kesadaran : Compos mentis
: Kesan sakit : Tampak sakit ringan
: Kesan gizi : Cukup
Tanda Vital : Tekanan darah : 120/85 mmHg
: Nadi : 80 x/menit,regular
: Pernapasan : 16x/menit
: Suhu : 36 C
Kepala : Normosefali, rambut hitam dengan distribusi merata dan tidak
mudah dicabut
Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, refleks cahaya +/+,
refleks cahaya tidak langsung +/+. Pada inspeksi mata kiri terlihat
susah menutup sempurna.
Leher : Trakea terletak lurus ditengah, tidak teraba adanya massa, tidak
teraba pembesaran KGB, JVP tidak naik.
Thoraks : Jantung : BJ I-II reguler, murmur -, gallop -
: Paru-paru : Suara napas vesikuler, ronki -/-, wheezing -/-
Abdomen : Datar, supel, nyeri tekan -, bising usus 3 x/menit
Ekstremitas : Keempat akral teraba hangat, edema -

B. Status THT:
a. Pemeriksaan Telinga:
Telinga Kanan Yang Diperiksa Telinga Kiri
Normotia Bentuk telinga luar Normotia
Fistula preaurikula -, abses -
, hematoma -, meatus
akustikus eksternus tampak,
nyeri tarik auricula -, nyeri
tekan tragus -
Daun telinga
Fistula preaurikula -, abses -,
hematoma -, meatus
akustikus eksternus tampak,
nyeri tarik auricula +, nyeri
tekan tragus +
4

Nyeri tekan mastoid -,
sikatriks -
Retroaurikuler
Nyeri tekan mastoid +,
sikatriks +
Fistel postaurikular +abses+

Lapang
Tidak hiperemis
-
-
Liang telinga
a) Lapang/sempit
b) Warna epidermis
c) Sekret
d) Serumen
e) Kelainan lain

Lapang
Tidak hiperemis
purulen
-
Intak Membrana timpani Tidak terlihat






b. Pemeriksaan Hidung:
Hidung Kanan Yang Diperiksa Hidung Kiri
Bentuk hidung normal Bentuk hidung luar Bentuk hidung normal
Tidak tampak Deformitas Tidak tampak
- Nyeri tekan -
- Krepitasi -
Rinoskopi Anterior
Lapang, vibrissae + Vestibulum Lapang, vibrissae +
Tidak hiperemis, eutrofi,
permukaan rata
Konka inferior
Tidak hiperemis, eutrofi,
permukaan rata
Tidak hiperemis, eutrofi,
permukaan rata
Konka media
Tidak hiperemis, eutrofi,
permukaan rata
Sulit dinilai Konka superior Sulit dinilai
5

Sulit dinilai Meatus nasi Sulit dinilai
Sekret -, darah - Kavum nasi Sekret -, darah -
Tidak hiperemis Mukosa Tidak hiperemis
- Sekret -
Deviasi - Septum Deviasi -
Sekret -, krusta - Dasar hidung Sekret -, krusta -

c. Pemeriksaan Tenggorok:
Trismus : -
Palatum : Tidak ditemukan kelainan
Mukosa faring : Hiperemis -
Arkus faring : Simetris kanan dan kiri, hiperemis -
Uvula : Di tengah, edema -, hiperemis -
Tonsila palatina : Besar : T1-T1
: Warna : Hiperemis -
: Kripta : Tidak melebar
: Detritus : -/-
Dinding posterior faring : Hiperemis -, permukaan rata, post nasal drip -
Lidah : Normoglossia
Gusi dan gigi-geligi : Oral hygiene cukup, karies gigi -

d. Pemeriksaan Maksilofasial:
Wajah Kanan Yang Diperiksa Wajah Kiri
- Deformitas -
-
Nyeri tekan dahi/
pertengahan alis
-
-
Nyeri tekan pangkal
hidung
-
- Nyeri tekan pelipis -
- Nyeri tekan pipi -
- Paresis N VII +, Grade II
6


e. Pemeriksaan Leher:
Deformitas : -
Pergerakan : Baik atas-bawah serta kanan-kiri
Massa : Tidak tampak dan tidak teraba
KGB : Tidak teraba membesar, nyeri tekan -

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Pemeriksaan Laboratorium (06 Juli dan 7 juli 2014):
Parameter Hasil Pasien Nilai Rujukan Kesimpulan
Hb 13.3 g/dl 11.0-16.5 g/dl Normal
Eritrosit 5.00 x 10
6
/ ul 3.8-5.8 x 10
6
/ ul Normal
Ht 38.4 % 35.0-50.0 % Normal
MCV 76.8 Fl 80.0-97.0 Fl Normal
MCH 26.6 pg 26.5-33.5 pg Normal
MCHC 34.6 g/dl 31.5-35.0 g/dl Normal
Leukosit 9.75 x 10
3
/ ul 4-11 x 10
3
/ ul Normal
Eosinofil 8.6 % 0-5 % Meningkat
Basofil 0.04 % 0-1 % Normal
Neutrofil 60.0 % 46-75 % Normal
Limfosit 26.4 % 17-48 % Normal
Monosit 4.6 % 4-10 % Normal
LED 7 mm/jam < 5 mm/jam Normal
Golongan Darah O - -
HbsAg Negatif Negatif Normal
Ureum 9.5 mg/dl 10-50 mg/dl Menurun
Kreatinin 0.53 mg/dl 0.7-1.2 mg/dl Menurun
Gula Darah sewaktu 84 mg/dl 70-150 mg/dl Normal
CT 7 menit 5-15 menit
7

BT 2 menit 1-6 menit
SGOT 9 Up to :32 U/l Normal
SGPT 7 Up to: 31 U/l Normal
Total Protein 8,1 6.6-8.7 g/dl Normal
Albumin 4.5 3.4-4.8 g/dl Normal
Na 142 135-147 meq/l Normal
Kalium 4.1 3.5-5.0 meq/l Normal
Chlor 105 94-111 meq/l Normal
Kesan : eosinofil meningkat, ureum dan kreatinin menurun

B. Pemeriksaan Radiografi Mastoid Bilateral (schuller) pada tanggal 28 juni 2014 : Pada
hasil pemeriksaan fisik serta interpretasi gambar didapatkan kesan Mastoiditis Kronis
bilateral dengan suspek Cholesteatoma kiri, namun pada hasil pemeriksaan Radiografi
didapatkan kesan Matoiditis Kronis bilateral dengan suspek Cholesteatoma kanan.


8



CT-Scan Mastoid tanpa kontras (07 Juli 2014):
Mastoid air cell kiri kanan tampak sklerotik, tampak bayangan masa hypodermis yang
tampak meluas sampai telinga tengah dan CAE kiri, tampak destruksi pada temporalis
mastoid kiri sampai sinus sigmoid kiri, ossicle dan cochlea kiri tampak terobliterasi
bayangan massa,choclea dan ossicle kanan tampak baik, tampak bayangan lusen kecil
pada antrum mastoid kanan, tegmen timpani kiri kanan intak, CAE kanan cerah.




9

a. CT-Scan Potongan Aksial :




b. CT-Scan Potongan Koronoal :
10



Kesimpulan: otomastoiditis kiri dan mastoiditis kanan susp. massa pada mastoiditis
kiri yang meluas ke telinga tengah dan CAE sampai sinus sigmoid kiri dengan
destruksi pada temporalis mastoid kiri; susp.ec kolesteatom maligna. kolesteatom
kanan.
11


C. Audiometri :


AD: Ambang dengar 20 dB
AS: Gangguan hantaran udara 80 dB, test hantaran tulang sulit dilakukan.
V. RESUME
Ana perempuan berusia 21 tahun datang dengan keluhan pusing berputar sejak 1 tahun yang
lalu,diawali dengan demam, flu, nyeri dan bengkak pada telinga kiri, serta terdapat nanah
pada belakang telinga kiri. Pasien juga mengeluh sering keluar cairan kadang kental, encer
bahkan berdarah pada telinga kirinya sejak usia 7 tahun hilang timbul. Nyeri pada telinga
kiri dirasa pasien 6 bulan yang lalu dan sekitar 2 bulan yang lalu ada bisul yang pecah
dibelakang telinga kirinya. Pasien juga merasa telinga kiri mengalami penurunan
pendengaran. Pasien mengaku sewaktu kelas 3 SMK pernah mengalami hal serupa, namun
dirasa membaik setelah berobat ke bidan. Pada pemeriksaan liang telinga kiri terdapat nyeri
tarik auricular, nyeri tekan tragus, nyeri tekan mastoid, serta sikatriks pada RA sinistra.
Selain itu juga terdapat fistel dan abses paada post auricular. Pemeriksaan foto rontgen
12

Schuller didapat gambaran mastoiditis bilateral dengan suspek cholesteatoma kanan, CT-scan
mastoid didapat gambaran otomastoiditis kiri dan mastoiditis kanan. Pemeriksaan audiometri
menunjukkan gangguan hantaran udara 80 dB.
VI. DIAGNOSIS KERJA
Otomasastoiditis kronis sinistra dengan kolesteatoma.
Parese nervus fasialis perifer grade II sinistra
VII. RENCANA PENGOBATAN
A. Medikamentosa:
a. Levofloxacin drip 1x1, 1 jam pre op dilanjutkan post operasi: antibiotik
diberikan untuk mengatasi otomastoiditis.
b. Pronalges supp 2x1 : merupakan obat golongan NSAID sebagai anti
inflamasi,analgetik serta antipiretik yang juga yang bertujuan untuk
mengurangi nyeri setelah operasi
c. Mecobalamin 3x500 mg : merupakan metabolit dari vitamin B12 yang
berperan dalam pemeliharaan fungsi saraf.
d. Dexametason 3x1 amp : merupakan obat golongan glukokortikoid yang
bekerja sebagai anti inflamasi.
e. Omeprazole 2x1 kap I jam sebelum makan. : merupakan obat golongan proton
pump inhibitor (ppi) untuk menghindari radang pada lambung.
B. Tindakan operatif mastoidektomi radikal sinistra : merupakan prinsip terapi OMSK
tipe bahaya dengan tujuan untuk mencegah komplikasi lebih lanjut.
C. Tindakan dekompresi nervus fasialis : merupakan prinsip terapi kelumpuhan nervus
fasialis dengan tujuan untuk mengembalikan fungsi dari nervus fasialis.
VIII. LAPORAN OPERASI
Pada hari Sabtu tanggal 8 juli 2014, dilakukan tindakan operatif dengan laporan
operasi sebagai berikut:
Operator : Dr. Teppy Hartubi Djohar, Sp.THT
Assisten Operator : Rosmiar
Ahli Anastesi : Dr. Marshel, Sp.An
Assisten Anastesi : Rosmiar
Teknik Anastesi : GA-OTK
13

ASA : II
Nama Pembedahan : Mastoidektomi radikal sinistra dan dekompresi nervus fasialis.
Sifat Pembedahan : Elektif
Jam Mulai/ Selesai : 10.20 WIB
Lama Pembedahan : 240 menit
Uraian Pembedahan : Setelah pasien dalam keadaan anastesi dilakukan tindakan
aseptik dan antiseptik dengan larutan betadine dan alcohol pada
daerah telinga dan sekitarnya. Dilakukan evaluasi CAE dengan
menggunakan mikroskop. Ditemukan jaringan granulasi
memenuhi CAE, fistel retroaurikula,dan sikatrik bekas fistel
lama. Dilakukan batas garis insisi kira-kira 3mm dibelakang
plika retroaurikular, mulai dari superior hingga mendekati titik
mastoid. Kemudian dilakukan infiltrasi cairan Aqua yang
mengandung Adrenalin 1/100.000 di beberapa titik. Kemudian
dilakukan insisi lapis demi lapis kearah CAE. Dilakukan
pengambilan fasia muskulus temporalis profunda kira-kira d=
15 mm x 20mm. Dilakukan separasi dengan memasang
retraktor mastoid hingga tampak planum mastoid. Kemudian
dilakukan pengeluaran bagian anteriornya ternyata dinding
sudah tipis, rapu, tampak didalamnya kolesteatoma memenuhi
antrum mastoid. Kemudian kolesteatom dibuang ternyata
kolesteatom sampai kearah cavum timpani. Dinding posterior
CAE sudah hancur, sehingga tampak nervus fasialis yang
terbuka. Rongga mastoid, cavum timpani, dan mastoid saling
berhubungan. Ketiga kanalis semisirkularis masih utuh, n.
korda timpani sudah tidak ada, osikel sudah hancur, kecuali
foot plate stapes. Sinus sigmoid terbuka kira-kira 15x10 mm.
tegmen timpani dan tegmen mastoid masih utuh. Tuba tertutup
oleh jaringan granulasi dan kolesteatom.
Dilakukan pembersihan kolesteatom dan jaringan granulasi
diseluruh kavum mastoid dan timpani semaksimal mungkin.
Kemudian dilakukan tindakan pembersihan dengan H202 3%
kemudian dibilas dengan Aqua san terakhir dibersihkan dengan
14

betadin. Defek pada sigmoid plate di tutup dengan graft fasia ,
kemudian diatasnya ditampon oleh sponge gel. Kemudian
dibuat plate superior dan inferior untuk obliterans rongga
mastoid dan dibuat flap krner agar dinding CAE terbuka
lebar.
Keadaan Pre-Op : Kesadaran CM, TD 110/70 mmHg, N 80x/menit, S 36C, RR
22x/menit, Sat 100%
Keadaan Post-Op : Keadaan umum lemah, CM, TD 92/51 mmHg, N 66x/menit,
Tatalaksana Post-Op : Awasi tanda-tanda vital
: Bed Rest
: makan bubur terlebih dahulu
: Terapi obat : Levofloxacin drip 1 x 1
: pronalges supp 2 x 1

IX. FOLLOW UP PASIEN
Tanggal 09-07-2014 10-07-2014 11-07-2014
Subjective Pasien mengaku setelah
operasi muntah satu
kali dan merasa pusing,
kemudian daerah pipi
kiri,sekitar mata kiri
terasa nyut-nyutan.
Luka bekas operasi
masih terasa berdenyut.
Pada pendengaran
sebelah kiri pasien
merasa tidak
membaik.BAK+, BAB
post op -
Pasien merasa kedutan
yang dirasakan kemarin
sudah mulai
menghilang, hanya
terasa sedikit di area
sekitar mata kiri. Luka
bekas operasi masi
berdenyut.
Pada telinga kiri
dirasakan masih sakit,
kemarin sore pasien
mengaku merasa keluar
cairan pada belakang
telinga kirinya.
Pendengaran tidak
Pasien mengaku luka
bekas operasi masih
sedikitberdenyutt tetapi
terasa lebih baik. nyut-
nyutan diarea wajah
sudah tidak dirasakan
lagi. Pendengaran dirasa
tetap tidak membaik.
BAB+, BAB post op +
15

membaik. BAK +,
BAB post op -
Objective Status generalis:
Kesadaran CM
Tampak sakit sedang
Kesan gizi cukup
TTV: TD 110/80
mmHg, N 80x/m, S
36.8C, RR 16x/m
Status lokalis:
Telinga: tampak
darah yang
merembes pada luka
beks operasi di
perban. Oedem pada
area sekitar luka
operasi.
Pada inspeksi mata
tampak mata kiri
yang tidak dapat
menutup dengan
sempurna.
Pada pemeriksaan
dahi terlihat kerutan
dahi sebelah kiri
sedikit menghilang
Hidung: DBN
Tenggorokan: DBN
Maksilofasial: Nyeri
tekan
Leher: DBN
Status generalis:
Kesadaran CM
Tampak sakit ringan
Kesan gizi cukup
TTV: TD 110/70
mmHg, N 76x/m, S
35.2C, RR 18x/m
Status lokalis:
Telinga: sama
dengan hari
sebelumnya.
Pada inspeksi mata
dan dahi juga terlihat
belum membaik.
Hidung: DBN
Tenggorokan: DBN,
PND berupa darah
Maksilofasial: Nyeri
tekan
Leher: DBN
Status generalis:
Kesadaran CM
Tampak sakit ringan
Kesan gizi cukup
TTV: TD 110/70
mmHg, N 60x/m, S
36.5C, RR 16x/m
Status lokalis:
Telinga: verban telah
diganti. Tidak tampak
lagi darah yang
merembes pada luka
bekas operasi. Hidung:
Sekret -/-, darah
mengalir -/-, bekuan
darah +/-
Tenggorokan: DBN,
PND berupa darah
Maksilofasial: Nyeri
tekan
Leher: DBN
Assessment Post-operasi Post-operasi Post-operasi
16

Mastoidektomi radikal
sinistra
Mastoidektomi radikal
sinistra,komplikasi +,
perbaikan +
Mastoidektomi radikal
sinistra,komplikasi +,
perbaikan +
Planning Verban telinga
dipertahankan
Terapi obat
dilanjutkan sesuai
instruksi post-
operasi
Ganti verban
Terapi obat
dilanjutkan
Tambahan obat:
Mecobalamin 3x50
mg post operasi
Dexametason inj 3x1
amp (iv)
Omeprazole 2x1 kap
1 jam ac
Pasien rawat jalan
karena sudah tidak ada
perdarahan
Terapi obat rawat
jalan: Levofloxacin
500 mg tablet 1 x 1
Kontrol 5 hari

X. RESUME PERAWATAN
07 juli 2014 :Pasien dirawat dengan diagnosis masuk OMSK sinistra suspek
kolesteatoma sinistra dan paresis nervus fasialis perifer sinistra ringan. Rencana
operasi mastoidektomi radikal. Persetujuan tindakan operasi ada dan telah
ditandatangani.
08 juli 2014 :Dilakukan operasi mastoidektomi radikal di kamar pembedahan
dilanjutkan dengan pemberian obat sesuai instruksi post operasi.
09 juli 2014 :Pasien post-operasi Mastoidektomi radikal tanpa komplikasi. Terapi
dilanjutkan dan mendapatkan tambahan terapi.
10 juli 2014 :Dilakukan pencabutan verban telinga yang dipasang pada telinga kiri.
11 juli 2014 :Pasien dipulangkan dengan obat Levofloxacin 500 mg tablet 1 x
1,serta instruksi kontrol 5 hari pasca perawatan.
XI. PROGNOSIS
Quo ad Vitam : Ad Bonam.
Quo ad Fungsionam : Dubia Ad Bonam.
Quo ad Sanationam : Dubia Ad Malam.


17

TINJAUAN PUSTAKA


I. Otitis Media Supuratif Kronis

1.1 Definisi
Otitis media supuratif kronis (OMSK) adalah infeksi kronis di telinga tengah dengan
perforasi membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah (otorea) terus
menerus dan hilang timbul. Sekret mungkin encer, atau kental, bening atau berupa nanah.
Dimaksud dengan kronis ialah infeksi pada telinga tengah sudah lebih dari 2 bulan bila
kurang dari 2 bulan disebut otitis media supuratif subakut.
1
1.2 Epidiomologi
Insiden OMSK ini bervariasi pada setiap Negara. Secara umum dipengaruhi oleh
kondisi sosial, ekonomi, tempat tinggal yang padat, hygine, dan nutria yang jelek. Lebih dari
90 % beban dunia akibat OMSK ini dipikul oleh negara-negara di Asia Tenggara, daerah
pasifik Barat, Afrika, dan beberapa daerah minoritas di Pasifik. Kehidupan sosial ekonomi
yang rendah, lingkungan kumuh dan status kesehatan serta gizi yang jelek merupakan faktor
yang menjadi dasar untuk meningkatnya prevalensi OMSK pada negara yang sedang
berkembang.
2
Pada tahun 1994-1996 diadakan survey kesehatan indra penglihatan dan pendengaran
pada 7 provinsi di Indonesia oleh Ditjen Pembinaan Kesehatan Masyarakat Depkes RI.
Survey tersebut mendapat hasil prevalensi untuk OMSK di Indonesia adalah 3.9% dan pasien
OMSK Merupakan 25% dari pasien-pasien yang berobat di poliklinik THT rumah sakit di
Indonesia.
3
World Health Organization juga mengadakan survey pada tahun 1996 dan
menemukan prevalensi OMSK di Indonesia sekitar 3.8% atau diperkirakan 6.6 juta penduduk
Indonesia.
4
Hasil penelitian ini termasuk tinggi menurut WHO karena ada di kisaran 2-4
persen.
1.3 Etilogi
Etiologi omsk dapat dibagi menjadi :
1. Omsk tanpa kolesteatoma
18

Penyebabnya dapat berupa kuman Aerob seperti : Pseudomonas aeroginosa,
Staphylococcus aureus, A. Anitratus, Proteus Mirabilis, Difteroid, Steptococcus
epidermidis , Klabsiella pneumonia, Sterptococcus b-haemolyticus, p.Alkalifasies,
Steptococcus anhaemolyticus,serta kuman Anaerob seperti : Bacterioides Frogilis,
Clostridium sporogenes, Clostredium perfrigens, Clostridium noyvi.
6

1.4 Perjalanan Penyakit OMSK
Otitis media akut dengan perforasi membran timpani menjadi otitis media supuratif
kronik apabila prosesnya sudah lebih dari 2 bulan. Bila proses infeksi kurang dari 2 bulan,
disebut otitis media supuratif sub-akut.
1
Biasanya hal ini dimulai dari keadaan disfungsi dari
Tuba Eustachius. Pada keadaan normal, berada dalam keadaan tertutup dan akan membuka
bila kita menelan. Tuba eutachius ini berfungsi untuk menyeimbangkan tekanan udaraa
telinga tengah dengan tekanan udara luar (tekanan udara atmosfer). Fungsi tuba yang belum
sempurna, tuba yang pendek, penampang yang relative besar, dan posisi tuba yang mendatar
menjelaskan mengapa suatu infeksi saluran pernafasan atas pada adan lebih mudah menjalar
ketelinga tengah sehingga sering menimbulkan Otitis Media dibandingkan orang dewasa.
1
Beberapa faktor yang menyebabkan otitis media akut (OMA) menjadi OMSK ialah
terapi yang terlambat diberikan, terapi yang tidak adekuat, virulensi kuman tinggi, daya
tahan tubuh pasien rendah (gizi kurang) atau hygiene buruk.
1

1.5 Klasifikasi OMSK
OMSK bisa diklasifikasikan berdasarkan letak perforasi dan juga berdasarkan
aktivitas sekret sebagai berikut:
Berdasarkan letak perforasi:
1. OMSK tipe aman/ tipe mukosa/ tipe benigna
Proses peradangan pada OMSK tipe aman terbatas pada mukosa saja, dan
biasanya tidak mengenai tulang. Perforasi terletak di sentral.Umumnya OMSK tipe
aman jarang menimbulkan komplikasi yang berbahaya. Pada OMSK tipe aman tidak
terdapat kolesteatoma. Kolesteatoma adalah suatu kista epiterial yang berisi
deskuamasi epitel (keratin).
1

2. OMSK tipe bahaya/ tipe tulang/ tipe maligna
OMSK tipe bahaya, ialah OMSK yang disertai kolesteatoma. Perforasi pada OMSK
tipe bahaya letaknya marginal atau di atik dan khasnya dengan terbentuk kantong
retraksi tempat bertumpuknya deskuamasi keratin yang terus menerus sampai
19

menghasilkan kolesteatom. Kolesteatom bermasa amorf, konsistensi seperti mentega,
berwarna putih, terdiri dari lapisan epitel yang telah nekrosis.
Pathogenesis kolesteatom antara lain adalah teori invaginasi, teori migrasi,
teori metaplasia,dan teori implantasi. Teori tersebut akan lebih mudah dipahami jika
diperhatikan definisi dari kolestatom, epitel yang berada pada tempat yang salah atau
terperangkap. Seperti yang kita ketahui bahwa seluruh epitel kulit (keratinizing
stratified squamous epithelium) pada tubuh kita berada pada lokasi terbuka atau
terpapar dunia luar. Epitel telinga merupakan suatu daerah cul-de-sac sehingga
apabila terdapat serumen pada liang telingadalam waktu yang lama maka dari epitel
kulit yang berada medial dari serumen tersebut akan terperangkap sehingga terbentuk
kolesteatoma.
Kadang kadang terdapat juga kolesteatoma pada OMSK dengan perforasi
sub-total. Sebagian besar komplikasi yang berbahaya atau fatal timbul pada OMSK
tipe bahaya
1
OMSK tipe bahaya seringkali menimbulkan komplikasi yang berbahaya
pula, maka perlu ditegakkan diagnosis dini. Walaupun diagnosis pasti baru dapat
ditegakkan di kamar operasi, namun beberapa tanda klinik dapat menjadi pedoman
akan adanya OMSK tipe bahaya, yaitu perforasi pada marginal atau atik. Sedangkan
kasus yang sudah lanjut dapat terlihat abses fistula retroaurikuler (di belakang
telinga), polip atau jaringan granulasi di liang telinga luar yang berasal dari telinga
tengah, sekret berbentuk nanah dan berbau khas (aroma kolesteatoma) atau terlihat
kolesteatoma pada telinga tengah, serta pada foto rontgen mastoid.
1

Berdasarkan aktivitas sekret:
1. OMSK aktif: OMSK dengan sekret yang keluar dari kavum timpani secara
aktif.
(1)

2. OMSK tenang: OMSK dimana sekret tidak mengalir keluar dari kavum timpani.
Kavum timpani dapat terlihat basah atau kering.
(1)

1.6 Diagnosis OMSK
Diagnosis OMSK dibuat berdasarkan gejala klinik dan pemeriksaan THT terutama
pemeriksaan otoskopi. Pemeriksaan sederhana untuk mengetahui adanya gangguan
pendengaran. Untuk mengetahui jenis dan derajat gangguan pendengaran dapat dilakukan
pemeriksaan audiometri nada murni, audiometric tutu (speech audiometry) dan pemeriksaan
BERA (brainstem evoked response audiometri), bagi pasien/ anak yang tidak kooperatif
dengan pemeriksaan audiometri nada murni.
1
Pemeriksaan penunjang lain berupa foto
20

rontgen mastioid, CT-scan yang menunjukan adanya gambaran kolestatoma, serta kultur dan
uji resistensi kuman dari sekret telinga.
1

1.7 Tatalaksana OMSK
Tatalaksana OMSK berbeda antara OMSK tipe aman dan OMSK tipe bahaya.Terapi
OMSK tidak jarang memerlukan waktu lama, serta harus berulang ulang. Sekret yang
keluar tidak cepat kering atau selalu kambuh lagi. Hal ini bisa terjadi karena satu atau
beberapa keadaan, yaitu:
1

Adanya perforasi membran timpani yang permanen, sehingga telinga tengah
berhubungan dengan dunia luar
.

Terdapat sumber infeksi di faring, nasofaring, hidung, dan sinus paranasal.
Sudah terbentuk jaringan patologik yang irreversible dalam rongga mastoid.
Gizi dan higienis yang kurang
Prinsip OMSK tipe aman ialah konservatif atau dengan medikamentosa. Bila sekret
yang keluar terus menerus, maka diberikan obat pencuci telinga, berupa larutan hydrogen
peroksida 3% selama 3 5 hari. Setelah sekret berkurang dilanjutkan terapi dengan
memberikan obat tetes telinga yang mengandung antibiotik dan kortikosteroid.Secara oral
diberikan antibiotika dari golongan ampisilin, atau dapat diberikan eritromisin jika pasien
alergi penisilin.Pada infeksi yang dicurigai bakterinya dicurigai telah resisten terhadap
ampisilin dapat diberikan ampisilin asam klavulanat.
1

Bila sekret telah kering, tetapi perforasi masih ada setelah diobservasi selama 2 bulan,
maka idealnya dilakukan miringoplasti atau timpanoplasti.Operasi ini bertujuan untuk
menghentikan infeksi secara permanen, memperbaiki membran timpani yang perforasi,
mencegah terjadinya komplikasi atau kerusakan pendengaran yang lebih berat, serta
memperbaiki pendengaran.
1

Bila terdapat sumber infeksi yang menyebabkan infeksi masih tetap ada, atau
terjadinya infeksi berulang, maka sumber infeksi itu harus diobati terlebih dahulu, mungkin
juga perlu melakukan pembedahan, misalnya adenoidektomi, atau tonsilektomi.
1

Prinsip terapi OMSK tipe bahaya ialah pembedahan, yaitu mastoidektomi, dengan
atau tanpa timpanoplasti.Terapi konservatif dengan medikamentosa hanyalah merupakan
21

terapi sementara sebelum dilakukan pembedahan. Bila terdapat abses subperiosteal
retroaurikuler, maka insisi abses sebaiknya dilakukan tersendiri sebelum mastoidektomi.
1

Rongga telinga tengah dan rongga mastoid berhubungan langsung melalui aditus ad
antrum.Oleh karena itu infeksi kronis telinga tengah yang sudah berlangsung lama biasanya
disertai infeksi kronis di rongga mastoid.Infeksi rongga mastoid dikenal dengan
mastoiditis.Beberapa ahli menggolongkan mastoiditis ke dalam komplikasi OMSK.
1
Berikut pedoman tatalaksana OMSK :



22

1.8 Jenis Pembedahan Pada OMSK
Ada beberapa jenis pembedahan atau teknik operasi yang dapat dilakukan pada
OMSK dengan mastoiditis kronis, baik tipe aman atau bahaya, antara lain:
1

Mastoidektomi sederhana
Mastoidektomi radikal
Mastoidektomi radikal dengan modifikasi
Miringoplasti
Timpanoplasti
Pendekatan ganda timpanoplasti (combined approach timpanoplasty)
Jenis operasi yang dilakukan tergantung pada luasnya infeksi, atau kolesteatom,
sarana yang tersedia serta pengalaman operator.
1

Mastoidektomi sederhana dilakukan pada OMSK tipe aman yang dengan pengobatan
konservatif tidak sembuh.Dengan tindakan operasi ini dilakukan pembersihan ruang mastoid
dari jaringan patologik.Tujuannya ialah supaya infeksi tenang dan telinga tidak berair lagi.
1

Mastoidektomi radikal dilakukan pada OMSK bahaya dengan infeksi atau
kolesteatoma yang sudah meluas.Pada operasi ini rongga mastoid dan kavum timpani
dibersihkan dari semua jaringan patologik. Dinding batas antara liang telinga luar dan telinga
tengah dengan rongga mastoid diruntuhkan, sehingga ketiga daerah anatomi tersebut menjadi
satu ruangan. Tujuan operasi ini ialah untuk membuang semua jaringan patologik dan
mencegah komplikasi ke intrakranial.Fungsi pendengaran tidak diperbaiki.
1

Mastoidektomi radikal dengan modifikasi (operasi Bondy) dilakukan pada OMSK
dengan kolesteatoma di bagian atik, tetapi belum merusak kavum timpani. Seluruh rongga
mastoid dibersihkan dan dinding posterior liang telinga direndahkan. Tujuan operasi ialah
untuk membuang semua jaringan patologik dari rongga mastoid, dan mempertahankan
pendengaran yang masih ada.
1

Miringoplasti merupakan jenis timpanoplasti yang paling ringan.Rekonstruksi hanya
dilakukan pada membran timpani.Tujuan operasi ini ialah untuk mencegah berulangnya
infeksi telinga tengah pada OMSK tipe aman dengan perforasi yang menetap.
1

23

Timpanoplasti adalah operasi yang dikerjakan pada OMSK tipe aman dengan
kerusakan yang lebih berat atau OMSK tipe aman yang tidak bisa ditenangkan dengan
pengobatan medikamentosa.Tujuan operasi ini ialah untuk menyembuhkan penyakit serta
memperbaiki pendengaran.Pada operasi ini selain rekonstruksi membran timpani sering kali
harus rekonstruksi tulang pendengaran.
1

Timpanoplasti dengan pendekatan ganda (combined approach tympanoplasty)
merupakan operasi timpanolasti yang dikerjakan pada kasus OMSK tipe bahaya atau OMSK
tipe aman dengan jaringan granulasi yang luas. Tujuan operasi ini untuk menyembuhkan
penyakit serta memperbaiki pendengaran tanpa melakukan teknik mastoidektomi radikal (
tanpa meruntuhkan dinding posterior liang telinga)
1
1.9 Penatalaksanaan Baku OMSK dari WHO :
Ditujukan terutama untuk pegangan dokter di lini pertama pelayanan kesehatan.
Pelayanan dimuali sejak ditemukan pasien dengan riwayat otorea 2 minggu atau lebih.
Perhatikanlah keberadaan komplikasi OMSK yaitu demam, nyeri telinga hebat,sakit kepala,
sempoyongan(vertigo), bengkak disekitar telinga. Rujuk pasien ke spesialis THT untuk
kemungkinan Mastoidektomi segera. Mullai antibiotic dosis tinggi, serta eradikasi infeksi
sampai rekonstruksi telinga tengah. Pasien otorea aktof tanpa komplikasi perika dengan teliti
terhadap tanda bahaya. Bersihkan dan keringkan liang telinga, atau pasang tampon
longgar,ajari pasien/ pengantar cara membersihkan telinga. Apabila otorea hilang setelah 2
minggu pengobatan dan bila otorea tidak kambuh lagi paling sedikit dalam waktu 1
tahuntetapi dengan pendengaran berkurang, tawarkan operasi rekonstruksi atau alat bantu
dengar. Bila otorea tidak berhenti waspada bahaya, anjurkan segera untuk kemungkinan
operasi.
7

II. Kelumpuhan Nervus Fasialis Perifer

2.1 Definisi
Kelumpuhan nervus fasialis (n. VII) merupakan kelumpuhan otot-otot wajah. Pasien
tidak dapat atau kurang dapat menggerakkan otot wajah, sehingga wajah tampak tidak
simetris. Dalam menggerakkan otot ketika menggembungkan pipi dan mengerutkan dahi
tampak sekali wajah pasien tidak simetris.
5

24

2.2 Anatomi
Nervus fasialis merupakan saraf cranial terpanjang yang berjalan di dalam tulang,
sehingga sebagian besar kelainan nervus fasialis terletak di dalam tulang temporal. Nervus
fasialis terdiri dari 3 komponen, yaitu komponen motoris, sensoris dan parasimpatis.
Komponen motoris mensarafi otot wajah, kecuali m. levator palpebra superior. Selain otot
wajah nervus fasialis juga mensarafi m. stapedius dan venter posterior m. digastrikus.

Komponen sensoris mensarafi duapertiga anterior lidah untuk mengecap, melalui nervus
korda timpani. Komponen parasimpatis memberikan persarafan pada glandula lakrimalis,
glandula submandibula dan glandula lingualis. Nevus fasialis mempunyai dua inti, yaitu inti
superior dan inti inferior. Inti superior mendapat persarafan dari korteks motor secara
bilateral, sedangkan inti inferior hanya mendapat persarafan dari satu sisi. Serabut dari kedua
inti berjalan mengelilingi ini (nucleus) nervus abdusen (n. VI), kemudian meninggalkan pons
bersama-sama dengan n. VIII (nervus koklea) dan nervus intermedius (Whrisberg), masuk ke
dalam tulang temporal melalui porus akustikus interus. Setelah masuk ke dalam tulang
temporal, n. VII (n. fasialis) akan berjalan dalam suatu saluran tulang yang disebut kanal
Fallopi.
2
Dalam perjalanan di dalam tulang temporal, n. VII dibagi 3 segmen, yaitu segmen
labirin, segmen timpani dan segmen mastoid.
2
Segmen labirin terletak antara akhir kanal
akustik internus dan ganglion genikulatum.Panjang segmen ini 2-4 milimeter.
5

Segmen timpani (segmen vertical) terletak diantara bagian distal ganglion
genikulatum dan berjalan ke arah posterior telinga tengah, kemudian naik ke arah tingkap
lonjong (fenestra ovalis) dan stapes, lalu turun dan kemudian terletak sejajar dengan kanal
semisirkularis horizontal. Panjang segmen ini kira-kira 12 milimeter.
2
Segmen mastoid
(segmen vertical), mulai dari dinding medial dan superior kavum timpani.Perubahan posisi
dari segmen timpani menjadi segmen mastoid, disebut segmen pyramidal atau genu eksterna.
Bagian ini merupakan bagian paling posterior dari n. VII, sehingga mudah terkena trauma
pada saat operasi.Selanjutnya segmen ini berjalan ke arah kaudal menuju foramen
stilomastoid. Panjang segmen ini 15-21 milimeter.
5

Setelah keluar dari dalam tulang mastoid, n. VII menuju ke glandula parotis dan
membagi dini untuk untuk mensarafi otot-otot wajah. Di dalam tulang temporal, n. VII
memberikan tiga cabang penting, yaitu nervus petrosus superior mayor, nervus stapedius dan
korda timpani. Nervus petrosus superior mayor yang keluar dari ganglion genikulatum.Saraf
memberikan rangsang untuk sekresi pada kelenjar lakrimalis.Nervus stapedius yang
25

mensarafi muskulsu stapedius dan berfungsi sebagai peredam suara.Korda timpani yang
memberikan serabut perasa pada duapertiga lidah bagian depan.
5

Beikut gambaran perjalanan nervus fasialis :

2.3 Etiologi Kelumpuhan Nervus Fasialis
Penyebab kelumpuhan n. fasialis mungkin congenital, infeksi, tumor, trauma,
gangguan pembuluh darah, dan idiopatik. Biasanya kelumpuhan yang didapat sejak lahir
(congenital) bersifat irreversible dan terdapat bersamaan dengan anomaly pada telinga dan
tulang pendengaran.
5

Sebagai akibat proses infeksi di intracranial atau infeksi telinga tengah, dapat
menyebabkan kelumpuhan n.fasialis. infeksiintrakranial yang menyebabkan kelumpuhan ini
sindrom Ramsey-Hunt, herpes optikus, dan infeksi telinga tengah yang dapat menyebabkan
kelumpuhan n. fasialis adalah otitis media supuratif kronis yang telah merusak kanal fallopi.
5

Selain itu nervus fasialis juga dapat terkena oleh karena penyebaran infeksi langsung
ke kanalis fasialis pada otitis media akut.Pada otitis media kronis, kerusakan terjadi oleh erosi
tulang oleh kolesteatom atau oleh jaringan granulasi, disusul oleh infeksi ke dalam kanalis
fasialis tersebut.
5

Pada otitis media akut operasi dekompresi kanalis fasialis tidak diperlukan.Perlu
diberikan antibiotika dosis tinggi dan terapi penunjang lainnya, serta menghilangkan tekanan
di dalam kavum timpani dengan drainase.Bila dalam jangka waktu tertentu ternyata tidak ada
perbaikan setelah diukur dengan elektrodiagnostik, barulah dipikirkan untuk melakukan
dekompresi.
6

26

Pada otitis media supuratif kronis, tindakan dekompresi harus segera dilakukan tanpa
harus menunggu pemeriksaan elektrodiagnostik.
3
Selain itu fraktur pars petrosa os temporal
oleh karena trauma kepala dapat menyebabkan kelumpuhan nervus fasialis.
2
Etiologi
kelumpuhan nervus fasialis ini kadang-kadang tidak jelas (idiopatik).Kelumpuhan ini disebut
juga bells palsy.
2

2.4 Penatalaksanaan
Pengobatan terhadap kasus parese nervus fasialis dapat dikelompokkan menjadi dua,
yaitu:
5

1. Pada kasus dengan gangguan hantaran ringan dan fungsi motor masih baik
pengobatan ditujukan untuk menghilangkan edema saraf dengan menggunakan obat
obatan sepert anti edem, vasodilatansia, dan neurotro-nika.
2. Pada kasus dengan gangguan hantaran berat atau sudah terjadi denervasi total
tindakan operatif segera harus dilakukan dengan teknik dekompresi nervus fasialis
transmastoid.












27

KESIMPULAN
OMSK (otitis media Supuratif Kronis) atau yang biasa disebut di masyarakat sengan
istilah congek adalah suatu infeksi telingan tengah dengan perforasi membrane timpani dan
riwayat keluar sekret dari telinga tengah (otorea) lebih dari dua bulan , baik terus menerus
atau hilang timbul.
Omsk merupakan penyakit yang sering dijumpai pada negara yang sedang
berkembang . secara umum ras dan faktor sosial ekonomi mempengaruhi kejadian OMSK
pada negara yang sedang berkembang. Indonesia merupakan negara dengan prevalensi tinggi
untuk kasus OMSK.
OMSK berpotensi untuk menjai serius karena komplikasinya yang dapat mengancam
kesehatan dan dapat menyebabkan kematian. Komplikasi intracranial yang paling sering
ditemukan adalah meningitis.
Penatalaksanakaan OMSK harus didasari pada faktor-faktor penyebabnya dan
stadium penyakitnya. Terapi dibutuhkan lama dan berulang-ulang. Seringkai sekret yang
keluar tidak cepat kering dan kambuh lagi. Bila sudah di diagnosis kolesteatom, maka mutlak
harus dilakukan operasi, tetapi obat-obatan dapat digunakan untuk mengontrol infeksi
sebelum operasi. Prinsip pengobatan tergantung dari jenis penyakit dan luasnya penyakit.










28

DAFTAR PUSTAKA

1. Djaafar ZA, Helmi, Restuti RD. Kelainan Telinga Tengah. In: Soepardi Efiaty A,
Iskandar Nurbaiti; editors. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok. 6
th

ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2008. p.69-74.
2. Juan L. Anatomi telinga. Available at :
http://depts.washington.edu/sphcs461/inner_ear/inner%20Ear20anatomy.pdf.Accesse
d on: Sept 7, 2013.
3. Ditjen pembinaan kesehatan mayarakat Depkes RI. Survey Kesehatan indra
penglihatan dan pendengaran pada 7 propinsi di Indonesia tahun 1994-1996. Depkes
RI;1997.
4. Whorld Health Organization.1996.prevention of Hearing Impairment from Chronic
Otitis Media. Available at: http://www.who Accessed on july 2014.
5. Sjarifuddin, Bashiruddin J, Bramantyo B. Kelumpuhan Nervus Fasialis Perifer. In:
Soepardi Efiaty A, Iskandar Nurbaiti; editors. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung Tenggorok. 6
th
ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2008. p.114-117.
6. Helmi, Djaafar ZA, Restuti RD. Komplikasi Otitis Media Supuratif. In: Soepardi
Efiaty A, Iskandar Nurbaiti; editors. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok. 6
th
ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2008. p.80
7. WHO. Chtonic suppurative otitis media burden of illness and management options.
Child and Adolescent Helath and Developmet Preventionof Blindess and
Deafness.WHO Geneva, Switerland 2004.

You might also like