You are on page 1of 6

1

Studi Geologi dan Mineralisasi Endapan Skarn Zn-Pb-Ag Berdasarkan


Pemetaan Pit Tambang Ruwai, Kabupaten Lamandau, Provinsi Kalimantan
Tengah
Irsyad Fariz
1
, Lucas Donny Setijadji
2

1) Mahasiswa Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada; email:
irsyad.fariz@yahoo.com
2) Dosen Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada, Jl. Grafika No. 2, Bulaksumur,
Yogyakarta 55281;


Abstract
Research area is located in Lamandau, Central Kalimantan are part of the Schwaner mountains which have
potensial mineralization of base metal (Zn-Pb-Ag). The lithology of research area consist of welded tuff, crystal tuff,
limestone, siltstone dan microdiorite intrusion. Lithological conditions have changed by hidrotermal proccess and
intensive weathering processes. The geological structures that developed in research area that are joint, anticline,
Ruwai thrust fault, Ruwai strike-slip fault, dan Ruwai normal fault. In the research area occured Zn-Pb-Ag skarn
deposits mineralization. Zn-Pb-Ag skarn deposits mineralization occured at the contact lhitology of limestone with
siltstone. Mineralization caused hidrotermal fluid dirived from intrusion through limestone and siltstone.
Mineralization of research area influenced by Ruwai thrust fault with trend N 70 E and Ruwai strike-slip fault with
trending N 200
o
E- N 240
o
-E with dipping 70
o
-80
o
. Alteration type of research area that are prograde skarn
alteration, retrograde, calk-silicate skarn, argilic and hornfels zone. The mineralization of research area divided
four type there are prograde skarn; retrograde skarn characterized by epidote and chloride minerals; ore minerals
characterized by galena, sphalerite, chalcopyrite and pyrite; clay minerals characterized by illte and kaolinite
minerals. The paragenesis of Zn-Pb-Ag skarn deposits is overlapping and succesive. Overlapping type characterized
by intergrowth texture and granular texture. Meanwhile the succesive type characterized by replacement texture.
keywords: hidrotermal fluid, prograde skarn, retrograde skarn, paragenesis
.

LokasiPenelitian
Secara administrasi daerah penelitian terletak
di Desa Bintang Mengalih, Kecamatan Blantikan
Raya, Kabupaten Lamandau, Provinsi Kalimantan
Tengah. Daerah penelitian termasuk ke dalam peta
geologi regional lembar Tumbangmanjul,
Kalimantan. Blok Ruwai merupakan bagian dari
wilayah pertambangan PT. Kapuas Prima Coal
(KPC) sebagai pemegang KP (Kuasa Pertambangan).

Geologi Daerah Penelitian
Secara fisiografi, lokasi penelitian berada di
Pulau Kalimantan tepatnya di Kalimantan Tengah.
Lokasi penelitian termasuk ke dalam Pegunungan
Schwaner yang melintasi wilayah perbatasan antara
provinsi Kalimantan Barat dengan Kalimantan
Tengah. Pegunungan Schwaner merupakan deretan
pegunungan di mana litologi penyusunnya berupa
batuan sedimen yang berumur Paleozoik-Mesozoik
dan terintrusi oleh batuan granitik yang berumur
Kapur (Margono dkk, 1995).
.
Litologi daerah penelitian dibagi menjadi 5
satuan dengan urutan paling tua yaitu satuan welded
tuff dan stuan crystal tuff yang masuk dalam Formasi
Kuayan dengan umur batuan diperkirakan Late
Triassic-Middle Cretaseous. Kemudian diatasnya
terendapkan satuan batugamping dan satuan
batulanau yang masuk dalam Komplek Ketapang
dengan kisaran umur diperkirakan Akhir Kapur
Bawah. Kemudian intrusi mikrodiorit yang
menerobos batuan sebelumnya masuk ke dalam
Kompleks Tonalit Sepauk. Umur dari satuan ini
diperkirakan berkisar Kapur Bawah.
Sementara struktur geologi daerah penelitian
terdiri dari kekar, antiklin, sesar naik Ruwai, sesar
turun Ruwai dan sesar turun Ruwai. Sesar naik
merupakan struktur utama yang berkembang pada
daerah penelitian. Sesar ini diperkirakan memanjang
dari Ruwai ke Karim dan Gojo. Sesar naik yang ada
di daerah penelitian memiliki arah dan kedudukan N
2

70
o
E dengan dipping 50
o
E kearah selatan. Sesar ini
berada pada batuan vulkanik terutama welded tuff.
Sesar ini diperkirakan merupakan feeder zone bagi
struktur-struktur pembawa mineralisasi (Muttaqien,
2012). Sesar naik ini terjadi akibat gaya kompresi
yang berarah realtif barat laut-tenggara. Sesar lain
yang cukup berkembang pada daerah penelitian yaitu
sesar geser. Sesar ini cukup besar sehingga dapat
terdeteksi oleh survey VLF-EM (Kitto dan Cooke,
1997). Pada kenampakan di lapangan, sesar geser
yang ada relatif berarah utara-timur laut dan barat
daya-barat dengan arah dan kedudukan yaitu N 200
o

E-N 240
o
E dengan dipping 70
o
-80
o
. Jenis sesar
geser ini yaitu sesar geser sinistral. Sesar geser
sinistral berada pada bagian barat dan tengah daerah
penelitian. Sesar ini memotong sumbu antiklin yang
ada pada batugamping dan pada bagian barat menjadi
batas kontak litologi batugamping dengan batulanau.
Sesar geser sinistral ini diperkirakan yang menjadi
feeder zone dari batuan intrusi yang menghasilkan
mineralisasi pada bagian barat dan tengah daerah
penelitian. Hal ini juga ditunjukkan dengan adanya
mineralisasi yang berada pada jalur sesar geser
sinistral ini. Mekanisme pembentukan sesar geser ini
diperkirakan karena adanya rekahan yang berarah
utara-timur laut dan barat daya-barat. Akibat adanya
gaya kompresi yang relatif berarah tenggara-barat
laut maka terbentuk sesar-sesar geser tersebut. Sesar
turun yang ada pada daerah penelitian merupakan
sesar turun minor yang relatif berarah barat laut-utara
dan tenggara-selatan. Sesar turun Ruwai berada pada
litologi batugamping yang ada di bagian tengah
Ruwai dengan kedudukan N 190
o
E/30
o
. Sesar turun
Ruwai diduga juga merupakan struktur yang
membagi Ruwai Pit 1 dengan Ruwai Pit 2. Hal ini
ditunjukkan bahwa Ruwai Pit 2 berada pada bagian
atas sementara Ruwai Pit 1 berada pada bagian
bawah. Sesar turun ini diperkirakan merupakan hasil
dari rekahan-rekahan yang dihasilkan oleh kompresi
yang berarah tenggara-barat laut. Sementara antiklin
yang memiliki kelurusan N 225
o
E/ 45
o
dan N 40
o
E/
75
o
. Diperkirakan lipatan ini terbentuk setelah adanya
pembentukan ore. Hal ini ditunjukkan dengan adanya
kenampakan di lapangan bahwa ore yang ada pada
daerah penelitian mengalami perlipatan. Antiklin
pada daerah penelitian merupakan hasil gaya
kompresi yang relatif berasal dari arah tenggara-barat
laut. Gaya ini diperkirakan terjadi setelah semua
batuan terendapkan dan ore pada batulanau dan
batugamping terbentuk.
Alterasi dan Mineralisasi Daerah Penelitian
Secara umum, daerah penelitian terbagi menjadi 4
macam zona alterasi yaitu zona skarn prograde,
skarn retrograde, skarn kalk-silika, dan argillik.
1. Skarn prograde pada daerah penelitian
dicirikan dengan mineral garnet dan
piroksen yang berasosiasi dengan sulfida
masif. Mineral sulfida masif yang ada pada
daerah zona ini yaitu galena, sfalerit dan
pirit. Terkadang juga dijumpai mineral
kalkopirit. Pada endapan skarn, alterasi ini
biasanya berada pada zona proksimal yang
dekat dengan zona intrusi. Pada daerah
penelitian, skarn prograde terdapat pada
kontak litologi batuan intrusi dengan batuan
sedimen yaitu batugamping dan batulanau.
Berdasarkan data sekunder berupa hasil
analisis XRD dari Muttaqien (2011)
diketahui asosiasi mineral seperti piroksen
tipe augit, garnet tipe andradite, galena,
sfalerit dan. Dari asosiasi mineral kunci
tersebut dan didasarkan pada tabel
kumpulan mineral dan kisaran suhu
pembentukan (Morrison,1997), maka dapat
diketahui suhu pembentukan zona alterasi
skarn prograde yaitu berkisar 300
o
-360
o
C.
2. Alterasi skarn retrograde pada daerah
penelitian dicirikan dengan adanya mineral
epidot, klorit dan kuarsa dalam jumlah yang
cukup melimpah. Sementara mineral sulfida
yang ada yaitu galena, sfalerit, dan pirit.
Berdasarkan data sekunder berupa hasil
analisis XRD dari Yudanto (2012) diketahui
terdapat asosiasi mineral seperti kuarsa,
klorit dan epidot. Dari asosiasi mineral
kunci tersebut dan didasarkan pada tabel
kumpulan mineral dan kisaran suhu
pembentukan (Morrison,1997), maka dapat
diketahui suhu pembentukan zona alterasi
skarn retrograde yaitu berkisar 200
o
-300
o

C.
3. Alterasi skarn kalk-silikat dijumpai pada
batugamping yang berasosiasi dengan
mineral garnet dan piroksen. Berdasarkan
pengamatan di lapangan, batugamping yang
teralterasi menjadi kalk-silikat memiliki
warna putih sampai abu-abu keputihan.
Berdeda dengan batugamping yang lainnya,
batuan ini memiliki reasksi yang lemah
dengan HCL akibat telah mengalami alterasi
kalk-silikat. Berdasarkan data sekunder
berupa hasil analisis XRD dari Muttaqien
(2012) diketahui terdapat asosiasi mineral
seperti epidot, wolastonit dan kalsit. Dari
asosiasi mineral kunci tersebut dan
didasarkan pada tabel kumpulan mineral dan
kisaran suhu pembentukan (Morrison,1997),
maka dapat diketahui suhu pembentukan
zona alterasi skarn kalk-silikat yaitu berkisar
200-300 C.
3

4. Keterdapatan alterasi argilik pada daerah
penelitian cukup luas dan terdapat pada
beberapa satuan litologi yaitu pada satuan
welded tuff, satuan batulanau dan satuan
intrusi. Alterasi argilik dicirikan dengan
adanya mineral lempung dan zona gouge
clay. Zona gouge clay merupakan zona
hancuran yang kaya akan mineral lempung
dan dapat mengindikasikan bahwa zona
tersebut juga merupakan zona sesar.
Berdasarkan analisis XRD, terdapat asosiasi
mineral berupa illite, kaolinit, dan klorit.
Dari asosiasi mineral kunci tersebut dan
didasarkan pada tabel kumpulan mineral dan
kisaran suhu pembentukan (Morrison,1997),
maka dapat diketahui suhu pembentukan
zona alterasi argilik yaitu berkisar 240-300
C.
Mineralisasi yang ada pada daerah penelitian
yaitu skarn Zn-Pb-Ag. Mineral bijih yang ada pada
daerah penelitian berada pada zona skarn prograde
dan skarn retrograde. Mineral bijih pada daerah
penelitian terdiri dari mineral galena, sfalerit,
kalkopiri dan pirit (gambar 6).
Kontrol Geologi Terhadap Mineralisasi
Mineralisasi daerah penelitian dikontrol oleh
litologi dan struktur geologi. Litologi pengontrol
daerah penelitian yaitu kontak batugamping dengan
batulanau. Sementara struktur geologi yang
mengontrol daerah penelitian yaitu sesar naik yang
berarah N 70 E/ 50 dan sesar geser sinistral ruwai
yang memiliki arah N 200-240 E dengan dipping
70-80. Pembentukan endapan skarn pada daerah
penelitian diawali dengan proses metamorfisme
isokimia. Proses metamorfisme isokimia merupakan
tahap awal intrusi batuan yang membawa larutan
hidrotermal mengenai batuan induk. Akibat intrusi ini
menyebabkan terjadinya perubahan batulanau
menjadi hornfels dan batugamping menjadi seperti
marmer pada daerah penelitian. Kemudian
dilanjutkan dengan fase prograde. Pada fase ini
terbentuk mineral-mineral dengan suhu tinggi seperti
garnet dan terbentuk mineral oksida besi seperti
magnetit. Mineralisasi pada fase ini mengandung
mineral bijih seperti galena, sfalerit, kalkopirit dan
pirit. Berdasarkan pengamatan XRD dan kemudian
dicocokan dengan tabel kumpulan mineral dan
kisaran suhu pembentukan (Morrison, 1997) maka
didapat suhu pembentukan fase prograde berkisar
antara 300-400 C. Sementara itu fase yang kedua
yaitu fase skarn retrograde dicirikan dengan adanya
mineral epidot, klorit dan mineral lempung. Pada fase
ini telah terjadi pendinginan suhu dan pembentukan
alterasi hydrous akibat adanya sirkulasi air meteorik
sehingga menghasilkan mineral-mineral yang
terbentuk pada suhu rendah seperti epidot dan klorit.
Sementara mineral sulfida yang terbentuk seperti
galena, kalkopirit dan sfalerit merupakan hasil dari
pendinginan suhu sehingga terjadi presipitasi
mineral. Berdasarkan pengamatan XRD dan
kemudian dicocokan dengan tabel kumpulan mineral
dan kisaran suhu pembentukan (Morrison, 1997)
maka didapat suhu pembentukan fase retrograde
berkisar antara 200-300 C.
Paragenesis mineral daerah penelitian pada
fase Prograde, dimana terbentuk mineral-mineral
pada suhu tinggi seperti garnet dan piroksen. Pada
kenampakan mikroskopis terlihat adanya tekstur
intergrowth antara mineral garnet dan piroksen.
Kehadiran mineral galena dan sfalerit yang tumbuh
bersamaan menunjukkan adanya tekstur granular
yang menggantikan mineral hasil fase prograde.
Kehadiran mineral kalkopirit dan pirit yang tersebar
menunjukkan adanya tekstur disease. Sementara
mineral kuarsa dan pirit yang ada menunjukkan
bahwa mineral tersebut mengisi celah pada batuan
sehinga disebut tekstur infill.
Pada fase retrograde dicirikan dengan
dicirikan dengan kehadiran mineral-mineral bersuhu
rendah seperti epidot, klorit dan mineral lempung.
Mineral-mineral ini memperlihatkan tekstur
replacement karena mineral tersebut menggantian
mineral-mineral yang telah ada sebelumnya.
Berdasarkan pengamatan tekstur batuan tersebut
maka paragenesis daerah penelitian dimulai dengan
pembentukan mineral-mineral suhu tinggi atau
disebut dengan fase prograde. Fase prograde
menunjukkan paragenesis tipe overlapping. Hal ini
dapat dilihat dari mineral yang terbentuk lebih dulu
yaitu garnet dan piroksen (tekstur intergrowth).
Kemudian dilanjutkan dengan pembentukan mineral
galena dan sfalerit (tekstur granular) serta diikuti
dengan penyebaran kalkopirit dan pirit yang disebut
dengan kalkopirit disease. Fase retrograde terjadi
setelah fase prograde yang dicirikan dengan
kehadiran mineral epidot, klorit, dan mineral
lempung. Paragenesis pada fase ini yaitu tipe
succesive dimana fase ini menghasilkan tekstur
replacment pada batuan. Mineral-mineral seperti
epidot, klorit dan mineral lempung merupakan
mineral yang menggantikan mineral sebelumnya.
Kesimpulan
1. Stratigrafi daerah penelitian dibagi menjadi
5 satuan litologi yaitu satuan welded tuff ,
satuan crystal tuff, satuan batugamping,
satuan batulanau, dan intrusi mikrodiorit.
2. Struktur geologi yang yang terdapat pada
daerah penelitian berupa kekar, antiklin,
4

sesar geser sinistral Ruwai, sesar naik
Ruwai, dan sesar turun Ruwai.
3. Mineralisasi daerah penelitian dikontrol oleh
2 faktor utama yaitu litologi dan struktur
geologi. Litologi pengontrol mineralisasi
yaitu batugamping dan batulanau.
Sementara struktur geologi yang mengontrol
mineralisasi daerah penelitian yaitu struktur
yang relatif berarah N 70
o
E/50
o
dan struktur
yang berarah N 200
o
E- N 240
o
E.
4. Intrusi pembawa mineralisasi belum
diketahui karena tidak terdapat bukti pada
daerah penelitian.
5. Mineralisasi yang terjadi pada daerah
penelitian berupa mineralisasi skarn Zn-Pb-
Ag dengan penciri asosiasi mineral garnet,
piroksen, galena dan sfalerit.
6. Zona alterasi pada daerah penelitian dibagi
menjadi 4 macam yaitu zona alterasi skarn
prograde, zona alterasi skarn retrograde,
zona alterasi kalk-silikat, dan zona alterasi
argilik. Sementara mineralisasi pada daerah
penelitian dibagi menjadi empat macam
yaitu skarn prograde, skarn retrograde,
mineral bijih dan gossan.
7. Mineral bijih pada daerah penelitian berupa
galena, sfalerit, kalkopirit dan pirit.
8. Paragenesis mineral daerah penelitian yaitu
overlapping dan succesive. Paragenesis tipe
overlapping dicirikan dengan adanya tekstur
intergrowth dan tekstur granular. Sementara
tipe succesive dicirikan dengan tekstur
replacement.
9. Suhu pembentukan endapan skarn fase
prograde berkisar antara 300-400 C.
Sementara pembentukan fase retrograde
berkisar 200-300 C.

Daftar Pustaka
Anonim, 2008, Laporan Penelitian Geologi dan
Kegiatan Eksplorasi Blok Ruwai Karim
Gojo, Lamandau, Kalimantan Tengah, PT.
Kapuas Prima Coal
Ayson, J., 1997, Summary of Exploration Activities,
Vol 1 of 5, PT. Tebolai Seng Perdana,
Einaudi, M. T., Burt, D. M., 1982, Classification, and
Composition of Skarn Deposit, Bulletin of
The Society of Economics Geologists, vol.
77. pp. 745 754.
Evans, A. M., 1993, Ore Geology and Industrial
Mineral, 3rd, Blackwell Scientific
Publication, London, 350 p.
Kitto, P. and Cooke, D. 1997, Mineral Prospectivity
of the Tebolai and Schwaner COWs
Southwest Kalimantan, Indonesia, report
to Scorpion Minerals Inc.
Meinert, L. D., 1992, Skarns and Skarns Deposits,
Geoscience Canada, v. 19, pp. 145 162.
Muttaqien, I., 2011., Mineralisasi Endapan Skarn di
Blok Ruwai, Desa Bintang Mengalih,
Kecamatan Belantikan Raya, Kabupaten
Lamandau, Propinsi Kalimantan Tengah:
Tugas Akhir Skripsi, Jurusan Teknik
Geologi UGM, tidak dipublikasikan.
Setijadji, L.D., Idrus, A., dan Thamba, F., 2010,
Geology of the Ruwai Iron and Zn-Pb-Ag
Skarn Deposits Lamandau District, Central
Kalimantan, Proceeding Book
Kalimantan Coal and Mineral Resources,
pp.175-186.
Setijadji, L.D, Idrus, A., Warmada, I. W., dan staff
asisten, 2011, Panduan Praktikum Geologi
Sumber Daya Mineral, Laboratorium
Bahan Galian Jurusan Teknik Geologi
Universitas Gadjah Mada, Yogayakarta.
Yudanto, D., 2012, Tekstur dan Paragenesis Mineral
Bijih Pada Skarn Fe dan Skarn Zn-Pb-Cu-
Ag Blok Ruwai, Kabupaten Lamandau,
Provinsi Kalimantan Tengah: Tugas Akhir
Skripsi, Jurusan Teknik Geologi UGM,
tidak dipublikasikan.


.
5


Gambar 1.Peta geologi daerah penelitian.


Gambar 2. Sayatan geologi daerah penelitian
6


Gambar 3.Peta alterasi daerah penelitian


Gambar 4. Sayatan poles mineral galena (Gn), sfalerit
(Sph), kalkopirit (Ccp), dan pirit (Py).







Gambar 5. Sayatan poles mineral pirit (Py), sfalerit
(Sph) dan kuarsa (Qz).

Ccp
Py
Gn
Qz
Sp
h
Qz
Py
Sph

You might also like