You are on page 1of 15

Fraktur Terbuka Regio Kruris Dextra

Eifraimdio Paisthalozie
10-2011-384
Kelompok E6





Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Alamat Korespondensi :
Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta 11510
No. Telp (021) 5694-2061, e-mail : eternaldoom_10@yahoo.co.id
Tahun Ajaran 2011/2012
2

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Tulang merupakan bagian tubuh yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia,
karena dengan berkoordinasi bersama otot, tulang menjadi alat gerak pasif dan
ikut berpartisipasi dalam pergerakan sehari-hari manusia. Kelainan atau adanya
cidera pada tulang tentu akan menganggu aktivitas sehari-hari dan membuat
produktivitas manusia menurun. Salah satu cidera tulang yang memiliki risiko
tinggi ialah fraktur tulang atau patah tulang. Fraktur tulang dapat berupa fraktur
tulang terbuka ataupun fraktur tulang tertutup. Pada makalah ini, saya akan lebih
memperdalam mengenai fraktur tulang terbuka. Fraktur sendiri, memiliki definisi
putusnya kesinambungan suatu tulang atau terputusnya kontinuitas tulang. Fraktur
tulang terbuka, didefinisikan ketika tulang yang terputus kontinuitasnya,
mengadakan kontak dengan dunia luar. Fraktur tulang terbuka merupakan salah
satu kedaruratan yang harus cepat ditangani. Masalah yang paling utama dari
suatu fraktur tulang terbuka, ialah kemungkinan infeksi, diikuti dengan cidera
pada pembuluh darah dan saraf yang dapat berakibat fatal apabila cidera
pembuluh darah dan saraf cukup parah. Risiko dari fraktur tulang terbuka,
ditentukan dari ketebalan jaringan lunak di sekitar tulang dan seberapa besar
trauma yang diberikan. Contohnya, tibia memiliki aspek medial yang panjang dan
merupakan jaringan subkutan, dan oleh karena itu fraktur pada tibia akan lebih
mudah mengalami fraktur terbuka. Lain halnya dengan femur yang diselimuti oleh
lapisan otot yang tebal dan oleh karena itu akan lebih sulit mengalami fraktur
terbuka kecuali trauma yang diberikan sangat besar. Pada makalah ini, saya akan
berusaha untuk memperdalam mengenai fraktur tulang terbuka khususnya pada
regio kruris.
1.2 Rumusan Masalah
Seorang laki-laki berusia 30 tahun, mengalami kecelakaan sepeda motor dan
mengalami fraktur terbuka pada regio kruris dextra 1/3 tengah bagian ventral
dengan ukuran 5x2cm, tepi luka tidak rata, sudut luka tumpul, tampak jembatan
jaringan, tidak tampak perdarahan aktif, dan tampak penonjolan fragmen tulang.
Ekstremitas bawah sebelah kanan mengalami defomitas dan lebih memendek.
Pada pemeriksaan fisik, tanda-tanda vital dalam batas normal.
3

1.3 Hipotesis
Pasien tersebut mengalami fraktur tulang terbuka derajat 2.
1.4 Tujuan
Makalah ini bertujuan untuk mendeskripsikan mengenai berbagai macam jenis
dan klasifikasi dari fraktur tulang terbuka serta menjelaskan tatalaksana dan
komplikasi dari fraktur tulang terbuka.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Anamnesis Fraktur Tulang Terbuka
Anamnesis pada pasien dengan fraktur tulang dilakukan apabila pasien masih
dalam keadaan sadar dengan kata lain, pasien tidak dalam keadaan
kegawatdaruratan. Umumnya, pasien dengan fraktur tulang terbuka merupakan
indikasi keadaan kegawatdaruratan dan memerlukan penanganan secepatnya,
terlebih bila ditemukan perdarahan aktif. Beberapa hal yang dapat ditanyakan
pada pasien dengan fraktur tulang:
Apakah dahulu pernah ada riwayat fraktur tulang?
Bagaimana pola konsumsi makanan Anda? Apakah kaya akan
kalsium? (indikasi osteoporosis, yang mempermudah kejadian fraktur)
Apakah dalam keluarga ada riwayat fraktur tulang?
Dimanakan lokasi nyeri yang paling maksimum? (untuk lebih
memperjelas fraktur terjadi pada tulang apa)
Apakah ada gejala sistemik, seperti demam?
Kapan Anda mengalami kecelakaan motor yang menyebabkan
fraktur?
Apakah Anda mendapat trauma/benturan secara langsung atau secara
tidak langsung?
Apakah Anda mengalami sakit di bagian lain? Apakah Anda merasa
pusing?
1



4

2.2 Pemeriksaan Fisik Fraktur Tulang Terbuka
Pemeriksaan fisik pada fraktur tulang terbuka, pertama-tama diawali dengan
pemeriksaan tanda vital meliputi suhu, frekuensi nadi, frekuensi pernapasan dan
tekanan darah. Setelah memastikan kesemua tanda vital, baru pemeriksaan fisik
dilanjutkan dengan tahap-tahap berikut ini, antara lain:
Inspeksi
Pada pemeriksaan fisik tahap inspeksi, kita harus memeriksa beberapa
tanda penting pada pasien fraktur meliputi, antara lain ada/tidak
deformitas pada tulang yang fraktur berupa angulasi dan rotasi,
ada/tidak pemendekan ekstremitas yang mengalami fraktur, melihat
bagaimana cara berjalan pasien, dan melihat dimana lokasi bengkak
serta memastikan adanya perdarahan atau tidak (perubahan warna
kulit) pada lokasi fraktur.
Palpasi
Pada tahap ini, kita perlu memastikan lebih jauh mengenai nyeri yang
dirasakan oleh pasien dengan melakukan perabaan atau memberi
sedikit tekanan pada daerah fraktur. Beberapa hal penting yang dapat
dilihat pada tahap palpasi ialah ada/tidaknya nyeri tekan, ada/tidaknya
penonjolan tulang yang abnormal, ada/tidak krepitasi pada persendian
di sekitar daerah fraktur, dan nyeri tekan saat gerak aktif maupun gerak
pasif.
Movement
Pada tahap ini, pasien diminta untuk melakukan beberapa gerakan
dasar sendi, dan ini penting untuk melihat apakah ada nyeri yang
dirasakan pasien saat pasien melakukan gerakan aktif dan pasif. Selain
itu, dapat pula dilihat bagaimana ROM atau Range of Motion dari
pergerakan sendi pasien.
1

2.3 Pemeriksaan Penunjang Fraktur Tulang Terbuka
Pemeriksaan penunjang untuk mendukung diagnosis ialah, antara lain
Radiografi, umumnya diambil dengan posisi antero-posterior dan
lateral dari ekstremitas yang mengalami cidera dan bertujuan untuk
mencari lusensi dan diskontinuitas korteks tulang. Gambar sebaiknya
5

mencakup persendian proksimal dan distal dari daerah yang
mengalami cidera. Gambar oblik dapat digunakan untuk mencari
informasi lebih, bila dibutuhkan.
CT (Computed Tomography) Scan dan MRI (jarang), biasanya dapat
memberikan detail lebih jauh mengenai cidera pada tulang dan
jaringan lunak di sekitarnya, namun umumnya tidak sering dilakukan
segera untuk tatalaksana dari fraktur terbuka yang akut. Kedua jenis
pemeriksaan penunjang ini lebih berguna untuk tatalaksana cidera
periartikular yang kompleks.
Ultrasonografi dan scan tulang dengan radioisotop, terutama berguna
apabila, baik radiografi maupun CT scan memberikan hasil negatif
pada kecurigaan fraktur secara klinis.
1,2

2.4 Diagnosis
Working Diagnosis
Diagnosis kerja atau working diagnosis saya untuk kasus kali ini ialah
Fraktur terbuka korpus tibia derajat II
Manifestasi klinis:
a. Nyeri pada daerah tibia
b. Kehilangan fungsi
c. Adanya deformitas dengan nyeri tekan (+) dan pembengkakan
d. Perubahan warna kulit di sekitar tulang tibia dan memar
1

Tibia merupakan salah satu tulang yang sering terpapar pada banyak jenis trauma
kendaraan, industri dan atletik dikarenakan permukaan anterior tibia yang terletak
subkutis di seluruh panjangnya. Maka, fraktur tibia sering merupakan fraktur yang
terbuka. Juga dikarenakan lokasinya yang subkutis, suplai darah ke tibia kurang
daripada tulang lain, serta infeksi dan penyatuan tertunda dan non-union lebih sering
ditemukan.
3
6

Differential Diagnosis
Diagnosis banding atau differential diagnosis saya ialah sebagai berikut:
Fraktur tertutup korpus tibia
Fraktur tibia proksimal
Permukaan sendi tibia bagian proksimal merupakan bidang datar atau
dataran tempat bertumpunya 2 kondilus femoris yang membulat. Trauma
yang membengkokkan, memuntir atau trauma sumbu pada daerah ini
dapat menimbulkan berbagai fraktur dataran tibia. Trauma seringkali
dapat menimbulkan kominutiva yang meluas ke korteks metafisis tibia.
Satu atau kedua kondilus bisa terlibat disertai dengan hilangnya
keharmonisan permukaan sendi tibia proksimal. Tomogram diperlukan
untuk menggambarkan cedera ini secara lengkap.
Bila ada depresi sentral dan pergeseran kurang dari 5 mm, cukup
diatasi dengan terapi konservatif, biasanya dengan imobilisasi dengan gips
sampai efusi dan nyeri tekan teratasi, bisa pula dengan tongkat ketiak
untuk menghindari pemikulan berat badan pada sendi. Bila depresi sendi
lebih dari 5 mm, atau bila kominutiva menyebabkan pergeseran angularis
pada kondilus, maka pemulihan bedah diperlukan. Untuk depresi sentral,
dapat dilakukan artrotomi, kemudian direduksi dengan membongkar
fragmen ke dalam posisi melalui lubang yang terletak pada korteks tibia,
dan graft tulang. Graft tulang dan fragmen fraktur disokong dengan pin
transversa atau sekrup. Kominutiva luas disertai pergeseran kondilus
umumnya memerlukan plat penunjang untuk sokongan adekuat.
3
Fraktur tulang dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, yaitu:
Fraktur yang berbentuk transversa, oblik, atau spiral
Fraktur patahan dahan (greenstick), dimana hanya satu sisi tulang yang
mengalami fraktur, sisi lainnya menekuk (umum pada tulang yang imatur)
Fraktur kominutif, dimana terdapat dua atau lebih fragmen tulang (tulang
bisa saja remuk)
7

Fraktur komplikata, fraktur yang melibatkan kerusakan pada beberapa
struktur organ lain (misalnya saraf atau pembuluh darah)
Fraktur compound, pada fraktur jenis ini terdapat robekan kulit di atasnya
(atau visera di dekatnya) dengan potensi kontaminasi pada ujung tulang
Fraktur patologis, yang merupakan fraktur karena kelemahan tulang oleh
suatu penyakit, misalnya karena suatu metastasis karsinoma tulang.
1

Fraktur tulang dapat diklasifikasikan menurut beberapa tipe, berikut ialah
klasifikasi fraktur menurut Gustillo dan Anderson yang dipublikasikan pada tahun
1976.
Fraktur tipe I
Pada fraktur tipe atau derajat I, terdapat luka yang panjangnya kurang dari
1 cm dan luka relatif masih bersih dengan sedikit atau bahkan tidak ada
sama sekali kontaminasi. Luka dapat terjadi karena perforasi dari dalam ke
luar oleh salah satu ujung tulang yang patah. Pola frakturnya sederhana,
misalnya spiral atau oblik-pendek. Fraktur derajat I ini umum disebabkan
karena trauma dengan energi yang tidak begitu besar.
Fraktur tipe II
Pada fraktur tipe atau derajat II, ialah fraktur dengan laserasi kulit yang
panjangnya lebih dari 1 cm, atau berkisar antara 1-10 cm dengan adanya
kerusakan kecil/tidak adanya kerusakan pada jaringan lunak. Pada fraktur
ini tidak dijumpai otot yang mati dan ketidakstabilan fraktur berkisar dari
sedang sampai parah.
Fraktur tipe II
Pada fraktur tipe atau derajat III, disertai dengan kerusakan jaringan lunak
dan biasanya juga disertai dengan perdarahan dengan/tanpa kontaminasi
luka. Pola frakturnya kompleks dengan instabilitas fraktur. Luka biasanya
memiliki panjang lebih dari 10 cm.
Kemudian, dikarenakan adanya beberapa faktor lain yang terjadi pada fraktur
derajat III yang merupakan fraktur paling berat, maka Gustillo, Mendoza dan
William memperluas dan membagi lagi fraktur tipe III ke dalam 3 sub-tipe yang
dipublikasikan pada tahun 1984, yaitu:
8

Fraktur tipe IIIA
Biasanya dikarenakan oleh trauma/benturan dengan energi yang besar.
Pada fraktur tipe IIIA ini masih ada sejumlah jaringan lunak yang cukup
untuk menutupi fraktur. Fraktur tipe IIIA ini berupa fraktur segmental atau
kominutif yang parah.
Fraktur tipe IIIB
Disertai dengan kehilangan jaringan lunak yang luas dengan tulang yang
sudah terekspos dan lapisan periosteal yang terbuka. Fraktur tipe IIIB ini
umum disertai dengan kontaminasi berat dan memerlukan donor jaringan
untuk menutup luka.
Fraktur tipe IIIC
Fraktur terbuka apapun yang sudah menciderai pembuluh darah arteri dan
membutuhkan perbaikan segera.
Perlu diketahui bahwa pembagian tipe fraktur ini mungkin saja tidak dapat
dilakukan pada evaluasi pertama kali, dan karena itu klasifikasi sebaiknya
didasarkan pada temuan ketika melakukan operasi.
2,4,5
2.5 Etiologi
Fraktur tulang terbuka dapat terjadi dalam beberapa cara dan lokasi serta
keparahan dari cidera terkait secara langsung dengan besarnya benturan yang
mengenai tubuh. Pada bentuk yang paling ringan, fraktur terbuka dapat
melibatkan luka yang sangat kecil misalnya karena tusukan dari tulang yang
tajam, yang akhirnya menciptakan lubang kecil pada kulit dengan kontaminasi
yang minimum. Kejadian trauma yang lebih besar akan berdampak pada
kerusakan jaringan dan devitalisasi jaringan. Lebih jauh lagi, bakteri dapat
berkoloni pada luka pada tahap perawatan yang lebih lanjut, dan tindakan
debridement yang dilakukan berulang merupakan suatu terapi definitif untuk
penutupan luka. Devitalisasi jaringan dihasilkan karena sejumlah besar energi
trauma yang didapat tubuh. Cidera akibat benturan keras dapat menganggu
respon imun lokal dengan iskemia lokal memainkan peran besar dalam proses
ini. Iskemia juga dapat terjadi oleh karena trauma langsung pada pembuluh
darah besar atau pada mikrosirkulasi. Penyebab penting tidak langsung dari
iskemia mencakup peningkatan tekanan kompartment miofasial dan
peningkatan permeabilitas vaskuler.
2
9

2.6 Tatalaksana
Tatalaksana Fraktur Tulang Terbuka
Tatalaksana utama dari pasien dengan fraktur tulang terbuka, umunnya
dimulai dengan protokol Advance Trauma Life Support (ATLS) yang mencakup
pemeriksaan status neurologik, kepala, medula spinalis, abdomen dan pelvis yang
harus dilakukan sebelum memulai tatalaksana untuk fraktur terbukanya sendiri.
Selain itu, juga harus dilakukan pemeriksaan riwayat imunisasi tetanus karena
bakteri tetanus yang meproduksi toksin dapat menyebabkan spasme otot yang
mengancam nyawa. Berikan tetanus toxoid apabila pasien sudah mendapat booster
terakhir lebih dari 10 tahun sebelumnya atau pada pasien yang riwayat
imunisasinya tidak tersedia. Berikan tetanus immunoglobulin pada pasien dengan
imunisasi primer yang belum lengkap atau pada pasien yang sudah 10 tahun lebih
tidak mendapat imunisasi sejak dosis booster terakhirnya.
Medica mentosa
Untuk fraktur tulang terbuka, terapi secara farmakologik umumnya berkisar pada
pemberian antibiotik. Walaupun hal ini masih diperdebatkan, namun ada beberapa
generalisasi dari antibotik yang sudah dibuat, antara lain:
Semua pasien dengan fraktur terbuka, sebaiknya mendapat cefazolin
(sefalosporin generasi pertama) atau antibiotik dengan spektrum bakteri
Garam positif yang ekuivalen. Hal ini cukup menunjang untuk cidera tipe I
Cidera tipe II atau tipe III, sebaiknya ditambah dengan antibiotik spektrum
Gram-negatif yang adekuat, umunnya digunakan antibiotik dari golongan
aminoglikosida seperti gentamisin.
Untuk cidera dengan risiko infeksi oleh bakteri anaerobik atau cidera
dengan luka yang sudah terkontaminasi parah, tambahkan pula penisilin
atau klindamisin.
Setelah tatalaksana awal dengan antibiotik selesai dilakukan, berikutnya ialah
pelaksanaan tindakan operasi, yang meliputi:
Pra-operasi
10

Melakukan evaluasi sebelum operasi dengan menilai secara akurat status
neurologik dan vaskuler pasien. Selain itu, dapat pula dilakukan potret
luka secara digital untuk rekam medis. Luka fraktur terbuka dilapisi
dengan kasa steril yang lembut.
Irigasi
Pada tindakan ini, luka dibersihkan dengan sejumlah besar cairan saline
untuk menghilangkan sejumlah besar kontaminasi dan perdarahan yang
dapat memperjelas lebih dalam kontaminasi dan jaringan yang rusak.
Irigasi ini juga dilakukan untuk memperkecil kemungkinan bakteri-bakteri
sisa yang dapat menginfeksi jaringan yang masih sehat.
Debridement
Debridement dilakukan dengan tujuan untuk menghindari adanya jaringan
rusak yang tertinggal dan kontaminasi yang meluas. Tepi kulit yang sudah
rusak digunting sampai ke perbatasan dengan kulit yang sehat. Lemak
subkutan yang longgar juga dibuang bersamaan dengan otot yang rusak
parah atau yang non-kontraktil. Selain menghilangkan jaringan mati,
tulang pun juga harus dibuang apabila sudah tidak melekat dengan
jaringan lunak sekitarnya, fragmen sendi yang besar dikecualikan dalam
hal ini dengan alasan untuk perbaikan stabilitas sendi. Secara singkat,
debridement bertujuan untuk menghilangkan jaringan rusak yang dapat
menjadi tempat berkembangbiaknya bakteri.
Stabilisasi
Stabilisasi fraktur ialah tatalaksana yang penting untuk ekstremitas yang
cidera dan secara keseluruhan untuk kepentingan pasien pula. Stabilisasi
bertujuan untuk membantu mengurangi trauma-trauma ringan yang dapat
terjadi dan memberikan kestabilan untuk penyembuhan jaringan. Untuk
stabilisasi ini dapat dilakukan beberapa metode fiksasi yang disesuaikan
dengan kualitas jaringan lunak sekitar, lokasi dan pola fraktur dan kondisi
kesehatan pasien secara keseluruhan. Stabilisasi ini masih mengundang
kontroversi karena penggunaan alat fiksasi dapat menjadi sumber potensial
infeksi. Secara umum, fiksasi eksternal dilakukan apabila pasien
memerlukan irigasi dan debridement yang lebih dari sekali misalnya pada
fraktur tipe III dan kadang-kadang donor jaringan juga diperlukan. Fiksasi
11

internal dengan plat dan sekrup biasa dilakukan pada fraktur tipe I dan
fraktur artikuler yang membutuhkan reposisi anatomis. Pada fraktur tipe
IIIC, sebaiknya dilakukan fiksasi eksternal terlebih dahulu sebelum
melakukan perbaikan pembuluh darah yang rusak. Seringkali tindakan
memasang alat fiksasi setelah memperbaiki pembuluh darah, berakhir pada
gangguan rekonstruksi vaskuler.
2,3,5
Non-medica mentosa
Terapi non-farmakologik pada pasien fraktur tulang terbuka ialah dengan
berusaha untuk mengembalikan fungsi tulang yang mengalami fraktur seperti
sediakala, antara lain dengan melakukan fisioterapi dan terapi okupasi.
1
Tatalaksana Fraktur Tibia Terbuka
Medica mentosa
Pada fraktur tibia terbuka, perlu dilakukan pemberian antibiotik secara
intravena untuk mencegah infeksi berlanjut sebagai tindakan awal. Antibiotik
yang diberikan dapat berupa generasi pertama sefalosporin (spektrum Gram-
positif) seperti sefalotin dengan dosis 1-2 gram setiap 6-8 jam dan biasa cukup
baik untuk fraktur tipe I. Antibiotik aminoglikosida (spektrum Gram-negatif)
seperti gentamisin dengan dosis 120 mg setiap 12 jam atau 240 mg setiap hari
dapat ditambahkan untuk fraktur tipe II dan III. Sebagai tambahan, metronidazole
dengan dosis 500 mg setiap 12 jam atau penisilin dengan dosis 1,2 gram setiap 6
jam dapat ditambahkan untuk spektrum bakteri anaerob. Profilaksis tetanus juga
penting untuk diingat. Antibiotik tersebut umumnya diteruskan sampai 72 jam
diikuti dengan penutupan luka.
Setelah melakukan tindakan awal, dilakukan irigasi luka dan kemudian luka
fraktur dilapisi dengan kasa steril. Debridement sebaiknya dilakukan di dalam
kamar operasi secepat mungkin. Debridement dalam kurun waktu 6 jam
diperlukan untuk tetap menjaga kemungkinan infeksi rendah.Faktor kunci dalam
mencegah infeksi ialah dengan stabilisasi fraktur secepat mungkin.
Kemudian, setelah debridement primer, dilakukan perbaikan fraktur dengan
cara memasang nail intramedullar untuk fraktur tipe I, II, dan III. Fiksasi eksternal
diperuntukkan untuk fraktur tipe IIIA dan IIIB.
12

Tindakan amputasi terkadang diperlukan, untuk mencegah infeksi meluas
namun tentu saja hal ini masih kontroversi dan memiliki beberapa kerugian, antara
lain kehilangan dari salah satu bagian kaki dan ketergantungan pada kaki
prostetik. Apabila pasien merupakan salah satu partisipan aktif dari olahraga atau
pekerjaan yang membutuhkan pergerakan kaki yang baik maka amputasi mustahil
dilakukan. Tindakan salvage merupakan salah satu tindakan di samping amputasi
namun tindakan ini memerlukan lebih banyak prosedur dan waktu operasi
dibandingkan dengan tindakan amputasi. Namun kemungkinan amputasi masih
bisa diperoleh apabila terjadi infeksi, kegagalan penyambungan, atau rasa sakit
pada kaki setelah tindakan salvage.
5,6
Non-medica mentosa
Sama halnya dengan fraktur tulang terbuka manapun, terapi non-farmakologik
dilakukan dengan fisioterapi dan terapi okupasi untuk mengembalikan fungsi kaki
seperti semula.
1
2.7 Komplikasi
Infeksi ialah komplikasi yang paling jelas dari sebuah fraktur tulang terbuka.
Risiko infeksi biasanya dikaitkan dengan keparahan dari cidera yang terjadi:
Pada fraktur terbuka tipe I, kemungkinan infeksi 0-2%
Pada fraktur terbuka tipe II, kemungkinan infeksi 2-10%
Pada fraktur terbuka tipe III, kemungkinan infeksi 10-50%
Selain infeksi, komplikasi lain dari sebuah fraktur tulang terbuka dapat berupa
non-union, delayed union, mal-union, yang merupakan komplikasi lanjut. Risiko non-
union pada fraktur tulang terbuka lebih besar dibandingkan dengan fraktur tulang
tertutup pada derajat yang sama. Banyak faktor yang ikut mempengaruhi hal ini, salah
satunya berkaitan dengan kerusakan pada pembuluh darah yang menghambat suplai
darah ke zona yang mengalami fraktur. Kehilangan periosteum tulang juga menjadi
salah satu faktor yang menghambat penyembuhan tulang.
Sedangkan, fraktur tibia terbuka memiliki rata-rata infeksi dan non-union yang
lebih besar. Bahkan, dapat pula ditemani dengan keberadaan ostemomyelitis baik
yang akut, subakut dan kronik dan dapat baru muncul berbulan-bulan atau bertahun-
13

tahun setelah cidera. Infeksi pada daerah sekitar pin, merupakan komplikasi umum
pada penanganan dengan external fixator yang biasanya juga ditemani dengan
osteomyelitis kronik.
1,2,6
2.8 Prognosis
Prognosis Fraktur Tibia Terbuka
Sistem klasifikasi yang dilakukan oleh Gustillo-Anderson merupakan
indikator prognosis yang baik. Semakin tinggi derajat cidera tulang yang
terjadi maka umumnya akan lebih sulit untuk diterapi, mengingat biasanya
cidera tulang derajat tinggi misalnya derajat III sering diiringi dengan adanya
infeksi dan kegagalan penyatuan tulang.
6















14

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Hipotesis diterima. Berdasarkan pada klasifikasi fraktur terbuka yang telah
dipaparkan, pasien tersebut mengalami fraktur tulang terbuka derajat II.























15

Daftar Pustaka

1. Grace PA, Borley NR. At a glance: ilmu bedah. Ed ke-3. Jakarta: Erlangga;
2006.p.84-85.
2. Schaller TM. Open fractures. Medscape 2012 May 21. Available from URL:
http://emedicine.medscape.com/article/1269242-overview#aw2aab6b3
3. Sabiston. Buku ajar bedah. Jakarta: EGC;2003.p.384.
4. Ruedi TP, Buckley RE, Moran CG. AO principles of fracture management:
specific fractures, volume 1. Switzerland: AO Publishing;2007.p.90-6.
5. Brown DE, Neumann RD. Orthopedics secret. 3
rd
Edition. USA: Hanley &
Belfus;2004.p.30-1.
6. Patel M. Open tibia fractures. Medscape 2011 May 23. Available from URL:
http://emedicine.medscape.com/article/1249761-overview#a0102

You might also like